Dokumen tersebut membahas tentang budaya suku Nias di Pulau Nias, Sumatera Utara. Terdapat informasi mengenai letak geografis, suku Nias, budaya seperti pakaian adat, upacara kematian, larangan, bahasa, tarian, perkawinan, dan tradisi lompat batu.
3. LETAK GEOGRAFIS DAN IKLIM
Kabupaten Nias merupakan salah satu wilayah kabupaten di Sumatera Utara yang disebut Pulau Nias.
Keadaan iklim Kabupaten Nias di pengaruhi oleh Samudra Hindia.
Suhu udara dalam satu tahun rata-rata 26°C dan rata-rata maksimum 31°C.
Kecepatan rata-rata dalam satu tahun 14 knot/jam dan bisa mencapai rata-rata
maksimum sebesar 16 knot/jam dengan arah angin terbanyak berasal dari arah utara.
Kondisi alam daratan Pulau Nias sebagian besar berbukit-
bukit dan terjal serta pegunungan dengan tinggi di atas laut
bervariasi antara 0-800 m,yang terdiri dari dataran rendah
hingga bergelombang sebanyak 24% dari tanah
bergelombang hingga berbukit-bukit 28,8% dan dari
berbukit hingga pegunungan 51,2% dari seluruh luas
daratan. Akibat kondisi alam yang demikian mengakibatkan
adanya 102 sungai-sungai kecil, sedang, atau besar ditemui
hampir diseluruh kecamatan.
4. SISTEM PEMERINTAHAN NIAS
Sejak dahulu suku Nias telah memiliki sistem
pemerintahan sendiri, tepat sebelum kedatangan
Belanda di pulau Nias 1670M. Dahulu suku Nias
terpecah menjadi beberapa bagian, yang terbesar
disebut negara "ori" dan yang terkecil disebut desa
"banua".
Negeri dipimpin oleh seorang raja "tuhenori",
sedangkan desa dipimpin kepala desa "salawa".
Dapat disimpulkan sistem pemerintahan Nias adalah
monarki.
5. PAKAIAN ADAT NIAS
Dinamakan Baru Oholu untuk
pakaian laki-laki dan Oröba Si’öli
untuk pakaian perempuan.
Pakaian adat tersebut biasanya
berwarna emas atau kuning yang
dipadukan dengan warna lain seperti
hitam, merah, dan putih.
6. Upacara kematian adat Nias
1. Upacara "Famalakhisi"
Upacara ini disebut juga dengan perjamuan terakhir kalinya, yang diadakan bagi
seorang ayah yang hampir tiba ajalnya bersama putera-puteranya, terutama yang
sulung. Dalam upacara ini dihidangkan daging babi untuk makan perjamuannya. Semua
putera dari ayah haruslah datang, sebab sang ayah akan memberkati putera-puteranya,
agar para puteranya tidak mengalami rintangan hidup yang berat.
7. 2. Upacara "Fanörö Satua"
Upacara ini dimaksudkan untuk menghantarkan roh/arwah yang
telah meninggal ke alam baka "teteholi ana" dengan tenang.
Dalam upacara ini akan disajikan daging babi yang amat banyak,
biasanya 200-300 ekor babi. Dan semakin banyak daging babi
yang disajikan, menandakan ia orang kaya atau dari keluarga
bangsawan.
8. PANTANGAN/HAL YANG TIDAK BOLEH
DILAKUKAN DALAM BUDAYA NIAS
- Memberikan dengan jumlah 3 karena dianggap sebagai penghinaan atau
memaki karena melambangkan kelamin pria.
- Memberi/menerima/bersalaman dengan tangan kiri.
- Menggoda atau mengganggu perempuan Nias karena pergaulan antara
pria dan wanita di Nias sangat dibatasi.
- Bila berkendara harap hati-hati karena di Nias tidak ada rambu lalu lintas.
- Harus memakai pakaian yang sopan (boleh celana dibawah lutut).
9. Bahasa Nias
Bahasa Nias atau Li Niha
merupakan salah satu bahasa di dunia yang masih belum diketahui persis darimana
asal bahasa ini.
merupakan salah satu bahasa dunia yang masih bertahan hingga sekarang dengan
jumlah pemakai aktif sekitar 1 juta orang.
dapat dikategorikan sebagai bahasa yang unik karena merupakan satu-satunya
bahasa di dunia yang setiap akhiran katanya berakhiran huruf vokal.
Suku Nias mengenal enam huruf vokal, bukan lima seperti di daerah di Indonesia
lainnya. Suku Nias mengenal huruf vokal a,e,i,u,o dan ditambah dengan ö (dibaca
dengan “e” seperti dalam penyebutan “enam” ).
10. Tarian adat Nias
1. Tari Moyo
Menandakan keindahan dari sebuah rasa persatuan dan rasa perdamaian. Itulah sebabnya tarian ini pun dibawakan
secara halus, lemah gemulai, dan penuh rasa indah.
2.Tari Maena
Menandakan kebahagian atau sukacita. Misalnya saja saat pesta pembangunan Gereja, acara pernikahan, panen raya,
dll. Dan sesekali tarian maena ini sering dijadikan tarian penyambutan tamu di pulau Nias. Gerakannya sederhana saja,
tetapi penuh kekompakan, kesatuan, dan kebahagian.
3.Tari Baluse
Merupakan tarian perang asli khas suku Nias. Para pemuda biasanya berkumpul sebanyak 50-100 orang. Pemuda Nias
akan menari dan dibagi 2 kelompok layaknya sedang melangsungkan peperangan. Tarian ini juga digunakan masyarakat
suku Nias dahulu saat mengusir penjajah Belanda.
11. Perkawinan adat Nias
Tahap 1 "Meminang si perempuan"
Tahap pertama ini terdiri dari upacara "mamebola", yaitu upacara mengantar emas tunangan kepada pihak perempuan.
Pihak perempuan turut membalas pemberian pihak lelaki, dengan memberi berupa daging, jantung, rahang, dan hati babi
rebus. Kemudian dilakukan upacara balasan terimakasih dari pihak lelaki, yaitu upacara "famuli mbola", yakni upacara
pengembalian tempat daging babi.
Tahap 2 "Menentukan hari pernikahan"
Tahap kedua ini, pihak keluarga lelaki dan perempuan akan berkumpul untuk membicarakan kapan hari pernikahan
dilaksanakan. Dan hari pernikahan pun akan ditentukan setelah biaya pernikahan dari kedua pihak telah terkumpul. Acara
penentuan hari pernikahan ini disebuat "fangato bongi".
12. Tahap 3 "Melaksanakan upacara pernikahan"
Tahap ini adalah yang utama, karena dalam tahap ini dilangsungkannya pernikahan. Upacara
pernikahan disebut "fangowalu", dan dalam upacara ini akan ada banyak babi yang disembelih, yang
akan disajikan kepada para tamu undangan. Semakin banyak babi yang disembelih, menandakan
pihak yang mengadakan pernikahan adalah orang kaya "niha siso".
Tahap 4 "Mengunjungi orang tua si perempuan"
Tahap ini disebut "famuli mukhe", yaitu upacara pulang ke rumah orang tua si perempuan, dengan
tujuan menjenguk. Mengunjungi orang tua si perempuan, diharuskan membawa oleh-oleh pernikahan,
berupa daging babi.
13.
14. BUDAYA MAKAN SIRIH DAN PINANG
Dipercaya masyarakat suku Nias sebagai obat penguat
gigi mereka. Dalam bahasa Nias Sirih dan Pinang
adalah "Bo'la N'afo". Dimanapun kita menjejak kaki di
pulau Nias, makanan ini pasti terus ada, karena telah
menjadi budaya dari masyarakat Nias.
15.
16.
17. TRADISI LOMPAT BATU
Ritual budaya untuk menentukan apakah
seorang pemuda di Desa Bawomataluo
dapat diakui sebagai pemuda yang telah
dewasa atau belum.
Para pemuda itu akan diakui sebagai
lelaki pemberani dan memenuhi syarat
untuk menikah apabila dapat melompati
sebuah tumpukan batu yang dibuat
sedemikian rupa yang tingginya lebih dari
dua meter.
Ada upacara ritual khusus sebelum para
pemuda melompatinya. Sambil
mengenakan pakaian adat, mereka
berlari dengan menginjak batu penopang
kecil terlebih dahulu untuk dapat
melewati bangunan batu yang tinggi
tersebut.