1. RUU INTELIJEN:
LAHIRNYA KEMBALI REZIM REPRESIF
NGOPI EDISI 03/04/2011 | AHAD, 28 RABIUL TSANI 1432 H
DISAMPAIKAN OLEH : NIKO ARWENDA
2. MENGENAL INTELIJEN
• Intelijen adalah orang yang bertugas mencari (meng-amat-amati) seseorang; dinas
rahasia. (KBBI)
• Intelijen (bahasa Inggris: intelligence) adalah informasi yang dihargai atas ketepatan
waktu dan relevansinya, bukan detil dan keakuratannya, berbeda dengan "data", yang
berupa informasi yang akurat, atau "fakta" yang merupakan informasi yang telah
diverifikasi. Kata intelijen juga sering digunakan untuk menyebut pelaku pengumpul
informasi ini, baik sebuah dinas intelijen maupun seorang agen. (Wikipedia.org)
3. INFORMASI YANG DIGALI
Informasi yang digali oleh intelejen adalah informasi penting dan kebanyakan rahasia.
Digali melalui spionase (sumber tertutup) maupun informasi yang tersedia bebas
seperti surat kabar atau internet (sumber terbuka).
Informasi dari berbagai sumber dikumpulkan secara tradisional, disimpan, dan diurutkan.
Karena sifatnya yang penting, tentu produk (kumpulan informasi), sumber informasi dan
metode mendapatkan informasi (tradecraft) seringkali dirahasiakan.
4. JENIS INTELIJEN
• Intelijen pemerintah; biasanya diserahkan pada dinas intelijen, yang umumnya
diberikan dana besar yang dirahasiakan. Dinas-dinas ini mengumpulkan informasi
dengan berbagai cara, dari penggunaan agen rahasia, menyadap saluran
komunikasi, sampai penggunaan satelit pengintai.
• Intelijen militer; adalah kegiatan dalam perang yang melakukan pengumpulan,
analisa, dan tindak lanjut atas informasi tentang musuh di lapangan. Kegiatan ini
memakai mata-mata, pengintai, peralatan pengamatan yang canggih, serta agen
rahasia.
• Intelijen bisnis; merupakan informasi rahasia yang didapatkan suatu perusahaan
mengenai saingannya dan pasar.
Pada perkembangannya, informasi yang dicari bukan hanya kemiliteran
namun juga mengenai masalah sosial, gejolak sosial, informasi ekonomi,
pertanian, tingkat keberhasilan panen serta kemajuan teknologi. Tujuannya
selain bersifat untuk kepentingan analisis militer, juga berguna untuk
kepentingan lainnya seperti kepentingan ekonomi, kerjasama ekonomi dan
lain-lain terutama yang bersifat hubungan antar negara (diplomatik).
5. FUNGSI INTELIJEN
• Mengumpulkan informasi
• Menyelesaikan setiap ancaman terhadap negara yang dilakukan secara efektif, rahasia
dan langsung menuju sasaran , operasi ini disebut operasi klandestin.
Seperti pada:
1. Usaha penggulingan presiden Soekarno melalui bantuan persenjataan kepada kaum
pemberontak pada dekade 1950-an
2. Invasi Teluk Babi di Kuba tahun 1960-an
3. Usaha pembunuhan presiden Saddam Hussein
6. BADAN INTELIJEN
Beberapa badan Intelijen yang dikenal di dunia antara lain:
• CIA (Central Intelligence Agency; Badan Intelijen Pusat), Amerika
• KGB (Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti; Komisi Keamanan Negara), Uni
Soviet, sekarang FSB (Federalnaya Sluzhba Bezopasnosti; Dinas Rahasia Federal)
• MI6 dikenal dengan SIS (Secret Intelligence Service; Dinas Intelijen Rahasia),
Britania Raya
• Mossad (Ha-Mossad le-Modiin ule-Tafkidim Meyuhadim; Institut Intelijen dan
Operasi Khusus), Israel
• BIN (Badan Intelijen Negara), Indonesia
7. MENGENAL BIN
Badan Intelijen Negara, disingkat BIN, adalah lembaga pemerintah nonkementerian
Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang intelijen.
SEJARAH BIN:
Tahun 1943; Jepang mendirikan versi lokal lembaga intelijen, Sekolah Intelijen Militer
Nakano. Inilah cikal bakal BIN. Namun, lembaga intelijen sendiri baru dibentuk
pemerintah pertama kali paska kemerdekaan RI, Agustus 1945 bernama Badan
Istimewa. Baru tahun 2000, badan intelijen dinamakan BIN oleh presiden saat itu
(Abdurrahman Wahid).
RIWAYAT KEPALA BIN:
Nama Tahun menjabat
A. M. Hendropriyono 2001 – 2004
Syamsir Siregar 2004 – 2009
Susanto 2009 – sekarang
8. ANALISIS RUU INTELIJEN
• Desember 2010 lalu, DPR mengajukan RUU Intelijen.
• 16 Maret 2011 pemerintah menanggapi RUU Intelijen tersebut yang diwakili
Menhukham Patrialis Akbar, Menhan Purnomo Yusgiantoro, dan Kepala BIN Sutanto,
dan menyerahkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU Intelijen kepada DPR.
9. ANALISIS RUU INTELIJEN
• Desember 2010 lalu, DPR mengajukan RUU Intelijen.
• 16 Maret 2011 pemerintah menanggapi RUU Intelijen tersebut yang diwakili
Menhukham Patrialis Akbar, Menhan Purnomo Yusgiantoro, dan Kepala BIN Sutanto,
dan menyerahkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU Intelijen kepada DPR.
20 Januari 2011
Kericuhan Temanggung
6 Februari 2011
Peristiwa Cikeusik
15 Maret 2011
Bom buku Jakarta
Maraknya kerusuhan yang
terjadi antara Desember 2010
sampai Maret 2011 mendesak
pembahasan RUU Intelijen.
Alamiah atau rancangan?
10. TANGGAPAN RUU INTELIJEN
“RUU itu justru cenderung memberi ruang gerak lebih dan perlindungan ekstra kepada
personel intelijen dalam menjalankan kerja dan kegiatannya. Akibat ruang gerak dan
perlindungan yang lebih, maka sangat berpotensi memunculkan pelanggaran HAM di
kemudian hari.”
Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) Pusat, Mustofa B Nahrawardaya
(detikcom, 27/3/2011)
11. TANGGAPAN RUU INTELIJEN
"Kalau lolos sama dengan set back ke massa orde baru. Padahal fungsi penangkapan
ada di aparat penegak hukum, yaitu Polri. Badan intelijen bukan bagian dari penegak
hukum, mereka hanya bertugas mengumpulkan informasi.”
Staf Program Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat), Wahyudi Djafar
(detikcom, 31/3/2011)
12. TANGGAPAN RUU INTELIJEN
“RUU Intelijen, baik yang draft DPR RI maupun tanggapan pemerintah, sama sekali
tidak mencerminkan dukungan kepada perlindungan rakyat dari kemungkinan
menjadi korban intelijen nakal.”
(inilah.com, 27/3/2011)
13. TANGGAPAN RUU INTELIJEN
"Kekhawatiran kami, melalui RUU Intelijen ini peran Badan Intelijen Negara menjadi
pihak internal pemerintah yang bertugas hanya menjaga pemerintah, padahal
masyarakat juga harus dilindungi. Atau kami khawatir BIN itu hanya akan bertugas
untuk memata-matai orang-orang yang bersikap kritis terhadap pemerintah.”
Bambang Widodo Umar, pengamat kepolisian
(vhrmedia, 29/3/2011)
14. TANGGAPAN RUU INTELIJEN
“Sebab di dalamnya dianggap belum mengakomodir prinsip-prinsip kinerja Intelijen
yang profesional tanpa mengabaikan hak-hak prinsip kemanusiaan. Juga dianggap
tidak steril dari kepentingan politik, tidak bisa mencegah penyalahgunaan kekuasaan,
berpotensi dimanfaatkan untuk kepentingan politik dan ekonomi penguasa, dan
melanggar hak-hak privasi warga negara. Bahkan dianggap akan bisa melahirkan
kembali rezim represif seperti atau bahkan lebih dari rezim Orde Baru.”
(Al Islam, 1/4/2011)
15. MENGKAJI RUU INTELIJEN (1)
Dari kajian Lajnah Siyasiyah DPP HTI terhadap draft RUU Intelijen yang terdiri dari 46 pasal
terbagi dalam sepuluh bab, Naskah Akademik (NA) yang disiapkan DPR (2010), ditambah
DIM (Daftar Inventaris Masalah) yang diajukan Pemerintah atas RUU Intelijen Negara, ada
beberapa catatan kritis penting yang perlu menjadi perhatian semua elemen masyarakat.
Pertama, ada kalimat-kalimat dan frase yang tidak didefinisikan dengan jelas,
pengertiannya kabur dan multitafsir, sehingga nantinya berpeluang menjadi pasal karet.
Misalnya, frase “ancaman nasional” dan “keamanan nasional”, dsb definisinya tidak jelas,
pengertiannya kabur dan multitafsir. Begitu juga “musuh dalam negeri”, siapa dan
kriterianya apa, tidak jelas. Poin pertama ini sangat penting, karena rumusan yang tidak
jelas, kabur, cenderung multitafsir dan tidak terukur menyangkut definisi dan hakikat
“ancaman”, “keamanan nasional ” dan “musuh dalam negeri” itu sangat mungkin
disalah gunakan demi kepentingan politik kekuasaan. Karena bersifat subyektif, maka
penafsirannya akan tergantung “selera” pemegang kebijakan dan kendali terhadap
operasional intelijen. Bisa jadi, sikap kritis dan kritik atas kebijakan pemerintah akan
dibungkam dengan dalih menjadi “ancaman” atau mengancam “keamanan nasional”
dan stabilitas.
16. MENGKAJI RUU INTELIJEN (2)
Kedua, di dalam RUU Intelijen Pasal 1 dikatakan Intelijen Negara merupakan lembaga
pemerintah, tidak dikatakan lembaga negara. Dengan definisi itu, intelijen berpeluang
dijadikan alat penguasa untuk memata-matai rakyat dan musuh politiknya.
17. MENGKAJI RUU INTELIJEN (3)
Ketiga, Pasal 31 RUU Intelijen, LKIN (Lembaga kordinasi Intelijen Nasional) - atau BIN
dalam DIM dan pasal 14 usulan pemerintah - memiliki wewenang melakukan intersepsi
(penyadapan) terhadap komunikasi dan/atau dokumen elektronik, serta pemeriksaan
aliran dana yang diduga kuat terkait dengan kegiatan terorisme, separatisme, spionase,
subversi, sabotase, dan kegiatan atau yang mengancam keamanan nasional. Di dalam
penjelasan dikatakan, intersepsi dilakukan tanpa ketetapan ketua pengadilan. Bahkan di
ayat 4 pasal yang sama, Bank Indonesia, bank, PPATK, lembaga keuangan bukan bank, dan
lembaga jasa pengiriman uang, wajib memberikan informasi kepada LKIN atau BIN.
Pemberian wewenang penyadapan tanpa izin akan menjadi pintu penyalahgunaan
kekuasaan. Apalagi didasarkan pada alasan yang definisi, kriteria dan tolak ukurnya tidak
dijelaskan, kabur dan multi tafsir sehingga bisa bersifat subyektif dan tergantung selera.
Akibatnya secara
implisit setiap personel intelijen berhak memutuskannya. Di negara hukum manapun,
penyadapan harus atas izin pengadilan. Jika ada sebagian negara maju yang memboleh-
kan penyadapan tanpa izin, itu dianggap tidak demokratis dan mencederai demokrasi.
Pemberian wewenang intersepsi tanpa izin menyebabkan penyadapan liar. Intelijen
justru sibuk memata-matai rakyat. Akibatnya warga tidak lagi terjamin hak privasinya
dan terancam, yang ironisnya justru oleh intelijen yang dibayai dengan uang mereka.
18. MENGKAJI RUU INTELIJEN (4)
Keempat, di dalam DIM Pemerintah, diusulkan pemberian wewenang kepada BIN untuk
melakukan penangkapan dan pemeriksaan intensif (interogasi) paling lama 7×24 jam. Ini
akan berpotensi lahirnya rezim intel. Usulan itu sama saja memberi wewenang intel BIN
untuk mengambil orang yang dicurigai, tanpa surat perintah, tanpa diberitahu tempat dan
materi interogasi, tanpa pengacara dan tanpa diberitahukan kepada keluarganya. Lalu apa
bedanya dengan penculikan? Jika usulan itu digolkan, maka akan lahir kembali rezim
represif. Penculikan akan terjadi lagi seperti pada masa reformasi atau bahkan lebih dari
itu, sebab dilegalkan oleh undang-undang. Padahal di negara hukum manapun,
penangkapan adalah wewenang aparat penegak hukum yakni kepolisian, disamping bahwa
penangkapan bukanlah fungsi intelijen.
19. MENGKAJI RUU INTELIJEN (5)
Kelima, di dalam RUU tidak ada mekanisme pengaduan dan gugatan bagi individu yang
merasa dilanggar haknya oleh kerja-kerja lembaga intelijen. Hal itu ditambah adanya
potensi intelijen menjadi “arogan” dan nyaris tanpa kontrol -seperti terpapar sebelumnya-
akan menjadi musibah dalam kehidupan sosial politik warga negara dan hak-hak warga
negara akan terabaikan. Warga berpotensi jadi korban tanpa ruang untuk mendapatkan
keadilan. Disinilah terlihat jelas potensi lahirnya rezim intel.
20. MENGKAJI RUU INTELIJEN (6)
Keenam, RUU Intelijen tidak mengatur dengan jelas mekanisme kontrol dan pengawasan
yang tegas, kuat dan permanen terhadap semua aspek dalam ruang lingkup fungsi dan
kerja intelijen (termasuk penggunaan anggaran). Akibatnya, intelijen akan menjadi “super
body” yang tidak bisa dikontrol dan bisa dijadikan alat kepentingan politik status quo.
Dengan beberapa catatan kritis itu -masih ada yang lain-, maka RUU Intelijen itu akan
melahirkan kembali rezim represif. Dan itu merupakan kemunduran bagi kehidupan umat
di negeri ini.
21. INTELIJEN DALAM PANDANGAN ISLAM
Aktifitas intelijen (tajassus) merupakan aktifitas mengamat-amati atau menyelidiki
keterangan/berita seseorang atau sekelompok orang; baik berita yang diamat-amati
tersebut tampak atau tersembunyi. Orang yang melakukannya disebut intelijen (jâsûs).
Hukum tajassus berbeda, tergantung pada siapa obyek yang diinteli. Jika yang menjadi
obyeknya adalah kaum Muslim atau kafir dzimmî yang menjadi warga negara (Daulah
Islamiyah) maka hukumnya haram. Artinya, mereka tidak boleh dimata-matai. Sebaliknya,
jika obyek tajassus itu adalah negara atau orang-orang kâfir harbî, baik kafir yang benar-
benar memerangi negeri Muslim dan umat Islam secara fisik (kâfir harbî fi’lan) maupun
kâfir harbî yang tidak langsung memeranginya (kâfir harbî hukman), maka dibolehkan bagi
kaum Muslim untuk melakukan aktifitas intelijen terhadap mereka. Bahkan, wajib
hukumnya
bagi negara (Khalifah) melakukannya.
22. INTELIJEN DALAM PANDANGAN ISLAM
Keharaman melakukan aktifitas intelijen terhadap seluruh warga negara, baik Muslim
ataupun kâfir dzimmî, secara tegas dinyatakan di dalam Al Qur’an:
ببْ ب تَْبغْ ب يَْب البَْب وَْب ساوابُ او سَّس جَْب تَْب البَْب وَْب مبٌ وثْ بإِث نبِّ إ ظَّس ضب الَْب عْ ب بَْب نبَّس إِث نبِّ إ ظَّس نب الَْب مِث رابًا ثريِثكَْب باوابُ اونِثتَْبجْ ب ناواب اُ اومَْب ءاَْب نبَْب ذيِثلَّسا ه ابَْب يُّهأَْب ايَْب
ببٌ و اواَّس تَْب هللبَْب نب اَّس إِث هللبَْب قاواب اُ اوتَّسواَْب هبُ اوماوُ او تُ اوهْ ب رِث كَْب فَْب ت ابًاريْ بمَْب هبِث خريِث أَْب بمَْب حْ ب لَْب بلَْب كُ اوأْ بيَْب نبْ ب أَْب بمْ ب كُ او دُ اوحَْب أَْب ببُّه حِث يُ اوأَْب بض اًا عْ ب بَْب مبْ ب كُ اوضُ او عْ ب بَْب
مٌ وحريِث رَْب
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah melakukan aktifitas tajassus
(mengamat-amati/mencari-cari berita kesalahan orang lain) dan janganlah sebagian kamu
menggun-
jing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Tentulah kalian merasa jijik. Bertakwalah kalian kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.
(TQS. Al Hujurat [49]:12)
23. INTELIJEN DALAM PANDANGAN ISLAM
Di dalam Sîrah Ibn Hisyâm diriwayatkan bahwa Rasulullah saw mengutus Abdullah ibn
Jahsy beserta kelompok yang terdiri dari delapan orang dari kalangan Muhajirin. Beliau
menulis surat untuknya dan memerintahkannya untuk tidak membaca isinya hingga
berjalan selama dua hari. Dia diperintahkan untuk melakukan apa yang ada di dalamnya,
sedangkan yang lainnya tidak boleh dipaksa untuk melakukannya. Dia pun menuruti apa
yang diperintahkan Nabi.
Setelah menempuh perjalanan dua hari, dibukanyalah surat Rasul tersebut. Di sana
tertulis, ‘Bila engkau membaca suratku ini maka teruslah berjalan hingga sampai pada
suatu tempat antara Makkah dan Thaif. Di sana, amatilah kaum Quraisy dan carilah berita
tentang mereka untuk saya’. Dalam surat tersebut Rasulullah saw memerintahkan
Abdullah ibn Jahsy melakukan tajassus terhadap kaum Quraisy serta memberinya
informasi tentang aktifitas kafir Quraisy. Namun, beliau memberikan pilihan kepada
sahabat-sahabat lainnya untuk menyertainya atau tidak. Hal ini menunjukkan bahwa
Rasulullah meminta semuanya melakukan tajassus, tetapi bagi Abdullah ibn Jahsy
harus, sedangkan yang lainnya boleh memilih.
24. INTELIJEN DALAM PANDANGAN ISLAM
Selain itu, hal ini menunjukkan wajibnya negara melakukan aktifitas intelijen terhadap
kâfir harbiy. Sebab, informasi-informasi yang diperlukan oleh tentara kaum Muslim
tentang negara musuh baru akan diketahui lewat aktifitas intelijen ini. Padahal, terdapat
kaidah ushul yang menyatakan mâ lâ yatimmu al-wâjibu illâ bihi fa huwa wâjib (Suatu
kewajiban yang tidak akan (berjalan) sempurna kecuali dengan adanya sesuatu, maka
sesuatu itu wajib pula adanya). Jadi, adanya dinas rahasia dalam tubuh tentara Muslim
untuk melakukan aktifitas intelijen terhadap negara musuh hukumnya wajib.
Berdasarkan bahasan di atas, tampak bahwa siapapun, termasuk negara, tidak boleh
melakukan aktifitas intelijen terhadap warga negaranya. Kalaupun dimaksudkan untuk
menjaga keamanan maka tidak boleh dilakukan dengan perkara yang diharamkan,
melainkan dilakukan oleh pihak yang menjaga keamanan dan ketertiban dalam negeri,
yaitu polisi (syurthah). Sebaliknya, negara wajib memiliki badan intelijen yang ditujukan
untuk mengawasi musuh (negara-negara kafir), baik negaranya maupun warganya
yang sedang berkunjung ke dalam negeri.
25. INTELIJEN DALAM PANDANGAN ISLAM
Berkaitan dengan kerjasama intelijen dengan negara kafir, harus dilihat realitasnya.
Pertama, kerjasama intelijen itu tidak dapat dilepaskan dengan kerjasama militer. Dengan
kerjasama militer berarti musuh suatu negara merupakan musuh pula bagi sekutunya.
Kerjasama seperti ini merupakan kerjasama yang bathil, diharamkan oleh Allah Swt.
Rasulullah saw bersabda:
«نَ« يَْنكِْي رِْي شَْن مُْش لَْنرا اِْي نراَ«بِْي ءاُْش يَْن ضِْي تَ«سَْن نَ« ناَْن لَ«»
Kami tidak meminta bantuan pada api kaum musyrik. (HR Ahmad dan an-Nasa’i)
Artinya, janganlah kalian menjadikan api kaum musyrik sebagai penerang bagi kalian.
Sementara itu, api merupakan kiasan bagi pertempuran dan militer. Jelaslah, tidak
boleh kaum Muslim mengadakan kerjasama militer dengan negara-negara kafir.
Kerjasama militer juga menjadikan kaum Muslim latihan perang dan bahkan
berperang bersama mereka bukan atas nama individu melainkan antar negara.
26. INTELIJEN DALAM PANDANGAN ISLAM
Lagi-lagi Rasulullah bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Abdillah
yang disandarkan kepada Abu Hamid as-Sa’adi:
«نَ« يَْنكِْي رِْي شَْن مُْش لَْنبراِْي ناُْش يَْنعِْي تَ«سَْن نَ« الاَ« نرااَ«نَّنإِْيفَ«»
Kami tidak meminta bantuan kepada orang-orang musyrik. (HR. Baihaki)
Kedua, sasaran yang dijadikan sebagai obyek aktifitas intelijen itu siapa, apakah kaum
Muslim ataukah kâfir harbî. Jika yang dijadikan obyek sasaran adalah warga negara Islam,
baik Muslim ataupun kâfir harbî maka, jangankan melakukan kerjasama intelijen dengan
negara kafir, melakukan aktifitasnya atau membentuk lembaganya saja haram,
sebagaimana yang sudah dijelaskan. Sedangkan jika obyeknya adalah kâfir harbî, maka
realitasnya
tidak mungkin. Sebab, kerjasama yang kini tengah dijalin adalah kerjasama intelijen
dalam rangka memberantas terorisme yang dimaknai oleh AS sebagai orang,
kelompok orang, atau negara yang tidak berpihak kepada AS. Jadi, obyeknya bukan
kâfir harbî.
27. INTELIJEN DALAM PANDANGAN ISLAM
Dengan demikian, melihat realitasnya, kerjasama negeri-negeri Muslim dengan negara-
negara kafir di bidang intelijen dalam rangka menginteli atau mematai-amati kaum Muslim
yang dicap ‘teroris’ merupakan tindakan bathil yang diharamkan, serta hanya merupakan
sarana bangsa kafir untuk semakin menjajah kaum Muslim.
28. KESIMPULAN
RUU Intelijen ini tak lebih dari sekedar alat penguasa yang ingin memberangus apa yang
disebut “teroris” versi AS. Yakni kelompok Islam “garis keras” yang menginginkan revolusi
sistem dan rezim yang saat ini berkuasa, dengan syariah dan khilafah. Hal itu wajar,
mengingat merekalah yang diuntungkan oleh sistem yang saat ini digunakan, yakni
kapitalisme-liberalisme. Tampak bahwa rakyat tidak dinilai sebagai pihak yang harus
dilindungi. Justru mereka melindungi kekuasaannya dengan mengorbankan rakyat. Apapun
makar yang mereka buat, yakinlah bahwa Allah akan menggantinya dengan azab;
مَْن هِْي قِْيوَْن فَ« ناَْن مِْي فاُْش قَْن سَّن ما الُْشهِْي يَْنلَ«عَ« راَّن خَ« فَ« داِْيعِْي واَ« قَ«لَْننا اَ« مِْي ماَْن هُْش نَ«يراَ«نَْنبُْش للاَّنُْش ت ىا اَ«أَ«فَ« ماَْن هِْي لِْيبَْنقَ« ناَْن مِْي ناَ« ذنيِْيلَّنا راَ« كَ« مَ« داَْن قَ«
ناَ« رنوُْش عُْش شَْن نيَ« الاَ« ثاُْش يَْنحَ« ناَْن مِْي باُْش ذاَ«عَ« لَْنما اُْشهُْش تراَ«أَ«نوَ«
Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mengadakan makar, maka
Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya, lalu atap (rumah itu)
jatuh menimpa mereka dari atas, dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat
yang tidak mereka sadari. (TQS. Al Nahl [16]:26)
--- Wallahu a’lam ---