SOKUN ASSALAM
SEBUAH ALAT TUKAR DI LINGKUNGAN SANTRI PONDOK
PESANTREN MODERN ASSALAM-SURAKARTA.
Oleh: Ngatidjo.
Puskopdit. Bekatigade Yogyakarta
Latar Belakang.
Pondok Pesantren adalah suatu lembaga pendidikan alternative untuk anak-anak usia
sekolah yang beragama Islam, dimana lembaga ini mengkombinasikan pendidikan
sekolah dengan pendidikan agama. Tujuan lembaga pendidikan ini adalah untuk
mempersiapkan generasi muda yang dapat menguasai ilmu pengetahuan sekaligus
menguasai ilmu agama untuk memper-kuat akhlaq (perilaku). Sebagian besar waktu
para santri dipergunakan untuk bejar ilmu agama Islam, tanpa meninggalkan kegiatan
belajar ilmu pengetahuan secara umum seperti disekolah-sekolah umum. Biasanya
sekolah-sekolah di lingkungan pondok pesantren disebut madrasah. Untuk sekolah
tingkat taman kanak-kanak (kindergarten) disebut madrasah diniyah, untuk tingkat
sekolah dasar ( primary / elementary school) disebut madrasah ibtida’iyah , tingkat
sekolah menengah pertama (SLTP) disebut madrasah tsanawiyah, dan untuk se-
tingkat SMA disebut madarasah alliyah.
Pondok Pesantren Modern Assalam adalah salah satu pondok pesantren yang didi-
rikan oleh Majelis (kelompok) Pengajian Assalam- Surakarta. Kegiatan ini pimpin
oleh KH. Djamaludin.( alm) seorang pengusaha yang mengelola perecetakan dan
penerbitan buku Tiga Serangkai Surakarta. Pondok pesantren ini selain menyeleng-
garakan pendidikan agama Islam juga memiliki sekolah dari TK hingga SMA. Se-
luruh sekolah berada di satu komplek yang menempati lahan seluas10, 6 ha, berlokasi
di desa Gonilan, Sukaharjo- Surakarta. Saat ini memiliki tidak kurang 2.000 orang
santri yang berasal dari berbagai daerah.
Kegiatan Pendidikan.
Seluruh santri bertempat tinggal di Pondok Pesantren, sehingga seluruh waktunya
dihabiskan untuk kegiatan belajar. Dari pagi sampai siang hari mereka belajar seperti
sekolah-sekolah pada umumnya. Setelah pelajaran di sekolah, mereka langsung
mengikuti kegiatan belajar agama dengan mengaji. Selain itu para santri juga juga
memperoleh fasilitas kegiatan lain seperti olah raga, kepramukaan, dan lain-lain. Di
lingkungan pondok ini para santri memperoleh kesempatan yang lebih banyak untuk
belajar bahasa Arab dan bahasa Inggris. Kegiatan pendidikan pada umumnya dilaku-
kan selama 6 hari setiap minggunya, yaitu hari Sabtu hingga Kamis. Dan hari libur
jatuh pada hari Jumat. Pada hari Jumat sehabis sholat Jumat sampai dengan pukul
17.00 wib para santri diberikan kebebasan untuk bergaul dan melakukan interaksi
dengan masyarakat di luar pondok.
Sokun Assalam.
Sebagaimana dijelaskan di depan, bahwa sehari-harinya santri hidup di dalam
lingkungan pondok dan tidak diperkenankan pergi ke luar jika tidak hari libur. Untuk
memenuhi segala kebutuhan seperti alat tulis dan makanan ringan hanya dapat
1
membelinya di kantin pondok. Disamping itu dalam rangka membangun sikap dan
perilaku para santri pada tahun 1985 diciptakan suatu sistim alat tukar khusus di
lingkungan pondok. Sistim alat tukar itu diberi nama “sokun assalam”, bentuknya
seperti kartu yang memiliki nilai tukar sama dengan uang nasional. Sokun assalam
memiliki nilai pecahan bervariasi yaitu : Rp. 1.000,00, Rp. 500,00, Rp. 100,00, Rp.
50,00 dan Rp. 25,00. Di setiap sokun terdapat informasi mengenai nomor penerbitan,
nilai sokun, tanda tangan pimpinan pondok serta cap stempel Yayasan Majelis
Pengajian Islam Surakarta.
Contoh : SOKUN (CEQUE )ASSALAM
Dipergunakan di kalangan santri Pondok Pesantren Modern Assalam- Surakarta sejak
tahun 1985- 1993.
2
Untuk memperoleh dan bisa menggunakan sokun setiap siswa harus menukarkan
uang miliknya di kasir pondok. Setiap transaksi penukaran akan dibukukan oleh kasir.
Dan selanjutnya para santri bisa menggunakan untuk membeli barang-barang di
kantin pondok. Kantin akan melakukan penghitungan sokun saat selesai pelayanan.
Jika akan melakukan pembelanjaan (pengadaan barang) di luar pondok, pihak kantin
akan menukarkan sokun dengan mata uang nasional di Kasir Pondok.
Kegiatan pertukaran sokun oleh santri dilakukan pembatasan jumlah uang yang dapat
ditukar. Jumlah maksimum uang nasional (rupiah) yang dapat ditukar adalah senilai
Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah) dan dapat dilakukan setiap 3 (tiga)hari sekali.
Pembatasan ini diberlakukan dengan maksud agar para santri bisa lebih menghemat
uang miliknya.
Nilai-nilai yang terkandung dalam pelaksanaan “Sokun Assalam”.
Dari pihak pengelola Pondok pesantren, memperkenalkan sokun dengan maksud, agar
para santri:
1. Bisa berinteraksi dengan seluruh komponen kelembagaan Pondok pesantren
melalui penggunaan sokun.
2. Melatih santri untuk bisa berhemat dan tidak melakukan pemborosan uang.
3. Melatih kedisiplinan santri dalam menggunakan uang.
4. Memperkenalkan identitas kelembagaan pondok.
5. Melatih mental para santri untuk bisa bersabar dan toleransi antar santri.
6. Mengembangkan sikap kebersamaan antar santri.
Aspek Legalitas.
Dalam penerbitan, pengelolaan serta penggunaan sokun, tidak didukung adanya
legalitas atau tidak perlu ada ijin dari pemerintah. Dengan alasan hal ini tidak akan
beredar di luar pondok dan hanya berlaku untuk transaksi di dalam lingkungan
pondok.
Pengendalian peredaran uang sokun.
Pihak Pondok Pesantren membatasi uang sokun , seluruhnya kira-kira senilai Rp.
5.000.000 (lima juta) dengan perkiraan 1.000 orang santri masing-masing hanya
diperbolehkan menukarkan Rp. 5.000 paling tinggi. Dan setiap santri tidak
diperbolehkan memiliki sokun lebih dari Rp. 5.000. Untuk mengendalikan peredaraan
maka dilakukan pencatatan penerimaan dan pengeluaran sokun oleh kasir.
Berhentinya penggunaan sokun.
Penggunaan uang sokun ternyata tidak dilanjutkan lagi sejak tahun 1993. Karena
dipandang kurang praktis. Jika dahulu kantin pondok hanya ada 1 (satu) masih dirasa
mudah untuk melakukan koordinasi serta mekanismenya cukup sederhana. Namun
semenjak jumlah santri semakin bertambah dari 1000 orang menjadi 2000 orang,
dirasakan semakin repot dalam memberikan pelayanan. Selain itu, disebutkan bahwa
munculnya kebijakan baru tentang pengelolaan kantin, yaitu kantin tidak lagi dikelola
3
oleh pihak pondok dan diserahkan kepada pihak lain. Hal ini dirasa tidak praktis bagi
pengelola kantin. Dengan menurunnya nilai mata uang (inflasi) juga menyurutkan
semangat pengelola sokun untuk mengembangkan lebih lanjut.
KESIMPULAN SEMENTARA.
1. Sokun sebagai pengganti mata uang yang diberlakukan di lingkungan pondok
pesantren cukup efektif untuk membangun proses interaksi antar elemen
pondok.
2. Penggunaan sokun bagi para santri mampu mengembangkan sikap hidup
hemat dan tidak boros.
3. Sistim sokun tidak dikembangkan lebih lanjut karena “penggagasnya”
(insiatornya ) telah meninggal dunia dan tidak dilakukan pengkajian lebih jauh
tentang manfaat lainnya.
4