Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Tugas 1 kasus bupati lembata
1. Kasus Bupati Lembata, Wartawan diancam dibunuh
Sebagai negara demokrasi Indonesia merupakan negara yang berkedaulatan pada rakyat.
Sehingga istilah “dari rakyat, oleh rakyat dan untu rakyat” harus sungguh-sungguh diperhatikan.
Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui apa yang sedang dan akan dilakukan oleh pemerintah.
Transparansi dibutuhkan rakyat agar tercipta negara demokrasi dengan adanya pengawas-pengawas dari
pihak luar pemerintah. Pers merupakan pengawas sistem pemerintahan. Karena mereka selalu
menginformasikan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Maka dari itu, pers diharapkan berpihak pada
publik.
Pada zaman orde lama dan orde baru pers mengalami masa yang cukup . Terjadi pembredelan
dimana-mana oleh pemerintah yang tidak menyukai berita yang dianggap mecemarkan nama pemerintah
tersebut. Pers hanya berpihak pada pemerintah. Pers digunakan sebagai media propaganda, dan fungsi
pengawas dari pers tidak berjalan pada masa itu.
Angin segar ketika orde baru runtuh, diganti dengan masa reformasi. Kemerdekaan pers diakui
dan dirancang undang-undang pers yang membuat pers memilki pertahan hukum. Undang-undang Pers
diatur dalam Undang –Undang No. 40 Tahun 1999. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 pasal
4 di dalam ayat 1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, ayat
kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan
penyiaran, dan ayat ketiga bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak
mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Terlihat bahwa dalam Undang-
undang tersebut Pers memiliki hak untuk menyiarkan informasi pada masyarakat.
Tetapi, apakah dengan adanya Undang-undang tentang pers ini membuat pers bebas lalu
merdeka? Dalam Undang-undang tersebut tidak disebutkan istilah kebebasan pers namun disebut
kemerdekaan pers. Namun, kebebasan pers tidak otomastis dialami dalam suasana merdeka. Artinya, pers
memang bebas melaporkan apa saja, tapi kebebasan melaporkan itu tidak merdeka karena ada intervensi
dalam konteks internal maupun eksternal pers. Walaupun banyak aturan tentang pers tetapi yang tidak
menjamin perlindungan maksimal kepada pers. Akibatnya banyak persoaln yang bermunculan. Mulai dari
pihak-pihak yang mencoba membungkam dengan berbagai somasi dan gugatan pengadilan hingga
kekerasan dan upaya menghalang-halangi kemerdekaan pers di Indonesia. Hal ini terjadi kurang tegasnya
hukum dan aturan tersebut.
2. Contoh kasus pemasungan terhadap kebebasan pers terjadi di Lembata. Kasus ini terjadi pada
wartawan Flores Pos, Maxi Gantung yang diancam akan dibunuh oleh dua orang preman pada 14 maret
2014. Kuat dugaan preman tersebut adalah utusan dari Bupati Lembata sendiri, Yance Sunur. Maxi
diancam akan dibunuh apabila masih memberitakan tentang kejelekan Bupati Lembata tersebut.
Sebelum kasus ini terjadi, Maxi menulis berita terkait usai Bupati Lembata diberhentikan DPRD
karena diduga terlibat berbagai kasus di daerah itu. Ia menulus tentang keberadaan Yance setelah
diberhentikan. Wartawan ini menyebutkan Yance kabur setelah dipecat Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Lembata. Maxi pun meminta konfirmasi ke Humas Lembata. Dan disebutkan jika Yance tidak
kabur, tapi sedang berada di Mataram. Selain itu, yang menjadi permasalahan adalah berita dugaan
keterlibatan Yance dengan kasus pembunuhan Lorens Wadu, dugaan korupsi yang telah dilaporkan ke
KPK, dan kematian bocah karena kebijakannya.Kegagalan Yance Sunur dalam menjalankan undang-
undang 32 tahun 2004, pasal 9 dinilai tidak memihak rakyat. Bupati ini pun diminta untuk berhenti dari
jabatannya. Selain diancam akan dibunuh Maxi pun nyaris dipukul oleh kedua orang tersebut.
Bercermin dari kasus tersebut, muncul berbagai pertanyaan. Apakah pers sudah merdeka?
Apakah undang-undang tentang pers sudah berfungsi dengan baik? Apakah korban dari ancaman
pembunuhan tersebut dapat dijamin dan dilindungi negara? Munculnya Undang-undang Nomor 17 Tahun
2011 tentang Intelijen Negara menambah ancaman kemerdekaan pers. Tidak adanya kesungguhan aparat
hukum dalam menindak kekerasan yang terjadi pada pers menambah penderitaan untuk pers.
Pers yang bebas dan merdeka di sini bukan bebas yang sebebas-bebasnya. Bebas dan merdeka
memiliki pengertian yang berbeda, tetapi dapat diartikan terbebas dari segala tekan, paksaan atau
penindasan dari pihak manapun termasuk pemerintah negara atau pihak-pihak tertentu tanpa mengabaikan
etika, nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku, serta memegang teguh kode etik jurnalistik. Pers
Indonesia dinilai sudah bebas, tapi pers Indonesia belum merdeka, karena terbatasnya ruang berekspresi
tanpa tekaanan dari pihak manapun.
UU No 40 tahun 1999 tentang Pers Pasal 2 yang berbunyi “kemerdekaan pers adalah salah satu
wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Kemerdekaan pers dijalankan dalam bingkai moral, etika, dan hukum sehingga kemerdekaan pers adalah
kemerdekaan yang disertai kesadaran pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan
pengadilan dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik serta sesuai nurani
insan pers. Kemerdekaan pers harus diikuti tanggung jawab pers agar tidak terjadi penyalahgunaan
kebebasan pers.