2. DESKRIPSI MATA KULIAH
• Mata kuliah ini memberikan diskusinya tentang berbagai
problem yang berkenaan dengan pendidikan Islam melalui
pendekatan filsafat praktis guna untuk mencarikan
pemecahannya secara mendalam, sistematis, logis,
metodis dan komprehensif, sehingga terbentuk
pengetahuan ideal tentang pendidikan Islam. Oleh karena
itu, diskusi-diskusi penting dalam mata kuliah ini mencakup
permasalahan tentang konsepsi manusia, pendidikan dan
nilai dalam konteks Islam sebagai pemahaman awal yang
akan menjadi landasan bagi pemikiran system strategi dan
tehnik pendidikan yang dapat ditempuh untuk
mengembangkan sumber daya insaniah. Ini juga
memperkenalkan aliran-aliran dan tokoh-tokoh dalam
filsafat pendidikan sebagai model berpikir filsafat dalam
memecahkan masalah-masalah pendidikan.
3. TUJUAN
“ Mata kuliah ini bertujuan untuk melatih
mahasiswa berpikir logis, sistematis dan
mendalam tentang masalah-masalah yang
berhubungan dengan pendidikan Islam,
sehingga memiliki pemahaman yang tajam
dan terlatih menggunakan tata pikir filsafat
untuk melahirkan pemikiran yang kreatif,
konstruktif dan inovatif tentang pendidikan
Islam.”
4. TOPIK INTI
I.
Pengertian, Kegunaan Filsafat
Pendidikan
II. Objek, Sumber dan Ruang Lingkup
Filsafat Pendidikan
III. Hakikat dan Kedudukan Manusia di
Dunia
5. sambungan
IV.
Pengetahuan dan Nilai dalam ragam Aliran Filsafat
A.Nilai dan Pendidikan
B.Etika dan Pendidikan
C.Estetika dan Pendidikan
D.Strategi Pembinaan Nilai
V.
Teori-Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia
A.Teori Pengembangan SDM dalam Islam
B.Idealisme
C.Rasionalistis
D.Realisme
E.Pragmatisme-Eksprimentalisme
F.Eksistensialisme
VI.
Aliran-Aliran dalam Filsafat Pendidikan
A.Progresivisme
B.Essensialisme
C.Perenialisme
D.Rekonstrusionisme
E.Tradisionalisme
F.Rasionalisme
G.Neo-rasionalisme
H.Neo-tradisionalisme
6. •
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
REFRENSI POKOK
Kingsley Price, Education and Philosophical Thought
John S. Brubacher, Modern Philosophy of Education, Mc.Graw Hill Publishing
Company, New York, 1978.
George F. Kneller, Introduction To The Philosophy of Education, John Wiley &
Sons, Inc, New York, 1971.
Muhmidayeli, Pemuikiran Etika J.J.Rousseau dan Ibn Miskawaih, Suska Press,
Pekanbaru, 2000
Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan Islam, Adtya, Yogyakarta, 2005
Muhmidayeli, Teori-Teori Pengembangan SDM, PPs UIN Suska, Pekanbaru,
2007
Muhmidayeli et al., Membangun Paradigma Pendidikan Islam, PPs UIN Suska
Press, Pekanbaru, 2007
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1992.
Al-Syaibany, Omar Muhammad al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, Bulan
Bintang, Jakarta, 1979.
`Ali Khalil Abu al-`Ainain, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah fi al-Qur’an alKarim, Dar al-Fikr al-`Arabiy, 1980
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode, Andi Offset,
Yogyakarta, 1990.
Imam Barnadib, Ke Arah Perspektif Baru Pendidikan, Dep. Pendidikan dan
Kebudayaan, Direkto0rat Perguruan Tinggi, Jakarta, 1988.
Titus, H. Hornorld, dkk., Persoalan-Persoalan Filsafat, Terj. Rasyidi, Bulan
Bintang
7. REFRENSI PENUNJANG
•
Sir Thomson Gudfrey, A Modern Philosophy of Education, George Allen & Unwin,
London, 1975.
•
Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Al-fabeta, Bandung, 2003.
•
Hasan bin `Ali al-Hijaziy, Manhaj Tarbiyah Ibn Qayyum, edisi terjemahan, Pustaka,
Bandung, 2001.
Zulkarnaini, Filasafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1991.
Richard Pratte, Contemporary Theories of Education, Educational Publishers, Scranton,
1971.
Sayyed Husein Nasr, Tradisional Islam in The Modern World, Terj. Lukman Hakim,
Pustaka, Bandung.
………. Knowledge and The Sacred, Terj. Suharsono, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997.
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997.
B.Hamdani Ali, Filsafat Pendidikan,, Kota Kembang, Yogyakarta, 1993.
Arthur K. Ellis dkk., Introduction To The Foundations of Education, Prentice Hall, New
Jersey, 1986.
Joe Park, Selected Reading in the Philosophy of Education, Mac Millan Publishing, Co.
Inc., New York, 1974.
Theodore Bramel, Philophies of Education in Cultural Perspektive, HO. It Renehart and
Wiston, 1955.
Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi, Terj. Bahrum Rangkuti, Bulan Bintang, Jakarta, t.t.
Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam, Terj. Ali Audah dkk.,
Tinta Mas, Jakarta, 1966.
John Dewey, Budaya dan Kebebasan, Terj. A.Rahman Zainuddin, Yayasan Obor
Indonesia, 1998.
Steven M. Chan (ed), New Studies in The Philosophy of John Dewey, The University
Press of New England, New Hamesphire, 1977.
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
8. STRATEGI PEMBELAJARAN
• 1.Metode
• Metode yang digunakan dalam pembelajaran mata kuliah
ini adalah metode diskusi/dialog yang diaksentuasikan
model berpikir filsafat. Penekanaan penggunaan metode
dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada
mahasiswa untuk mengembangkan pola berpikir analisiskritis, kreatif, reflektif dan inovatif terhadap berbagai
problem pendidikan.
• 2. Media
• Untuk membantu pelaksanaan pembelajaran selain
menggunakan media yang lazim digunakan di kelas, juga
dengan menggunakan LCD Proyektor.
9. EVALUASI
• Evaluasi yang digunakan adalah dengan
menggunakan
tes lisan, tulisan, dan studi kasus.
10. Pengertian, Kegunaan, dan Ruang
Lingkup Filsafat Pendidikan
FILSAFAT?
Kata filsafat berasal dari kata philosophia (bahasa Yunani) yang
terdiri dari kata philo yang berarti cinta dan kata sophia yang
berarti hikmah, kebijaksanaan, keputusan ataupun pengetahuan
yang benar.
Filsafat bukanlah hikmah atau kebijaksanaan itu sendiri, tetapi
lebih pada cinta akan kebijaksanaan yang tentu ditunjukkan pada
upaya hati-hati dan serius seseorang dalam menggunakan daya
pikirnya guna untuk meraih kebenaran dan kebaikan sejati.
Berfilsafat adalah upaya berpikir dan bertindak dengan
menggunakan rasio sebagai instrumen utama untuk mengetahui
secara murni berbagai realita dan nilai-nilai dalam hidup dan
kehidupan manusia dan segala sesuatu yang ada dan mungkin
ada di dunia ini.
11. Makna Filsafat
• Filsafat adalah suatu proses berpikir logis,
kritis dan sistematis tentang segala realitas
yang ada dan yang mungkin ada yang akan
menjadi sikap dan keyakinan yang sangat
dijunjung tinggi oleh subjeknya.
• Filsafat adalah upaya yang dilakukan
seseorang untuk mendapatkan pemahaman
dan gambaran makna yang jelas dan benar
tentang sesuatu dalam keseluruhan
hakikatnya.
12. Sambungan
• Filsafat adalah analisis yang diarahkan untuk
mencari makna kata dan kalimat dalam suatu
pemikiran, sehingga ditemukan apa yang
dikehendaki oleh pemikirnya.
• Filsafat adalah upaya sungguh-sungguh untuk
memahami berbagai persoalan yang ada dalam
keseluruhan realita.
• Filsafat adalah mencari jawaban atas berbagai
problema yang menjadi perhatian khusus
manusia dalam kehidupannya.
13. Fils. Pendidikan?
• Upaya filosofis diarahkan pada suatu bidang
kajian yang dalam hal ini adalah problem
kependidikan sebagai sebuah realitas.
• Upaya kependidikan tidak lain adalah usahausaha terprogram dan sistematis yang dilakukan
seseorang atau sekelompok orang kepada
orang lain agar kapasitas dan abilitas dasarnya
dapat meningkat secara kontinus dan terkontrol
melalui proses pembelajaran, sehingga potensipotensi yang dimilikinya pun dapat berkembang
sesuai kodrat kemanusiaannya.
14. Sambungan
• filsafat pendidikan mengandung makna
berpikir kritis, sistematis dan radikal
tentang berbagai problem kependidikan
guna pencarian konsep-konsep dan
gagasan-gagasan yang dapat
mengarahkan manusia dalam rancangan
yang integral agar pendidikan benar-benar
dapat menjawab kebutuhan masyarakat
dalam rangka kemajuan-kemajuan.
15. Definisi Para Ahli
• Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany
menyebutkan, bahwa Filsafat Pendidikan adalah
pelaksanaan pandangan filsafat dan kaedahkaedah filsafat dalam bidang pengalaman
kemanusiaan yang disebut dengan pendidikan.
• M. Arifin M.Ed mengemukakan bahwa Filsafat
pendidikan adalah upaya memikirkan
permasalahan pendidikan.
• Ali Khalil Abu al-`Ainain mengemukakan pula,
bahwa filsafat pendidikan adalah upaya berpikir
filosofis tentang realitas kependidikan dalam
segala lini, sehingga melahirkan teori-teori
pendidikan yang beguna bagi kemajuan aktivitas
pendidikan itu sendiri.
16. Kegunaan
• Meletakkan kualitas pendidikan bukan
tugas ringan. Pengambil kebijakan
pendidikan mesti menerapkan berpikir
filsafat untuk menetapkan suatu
keputusan agar segala aktivitas yang akan
dilakukan dunia kependidikan benar-benar
menjawab persoalan dan kebutuhan
manusia pada masanya dan masa
generasinya.
17. sambungan
• Upaya filsafat pendidikan merupakan
sesuatu yang tidak dapat dilepaskan dari
keseluruhan proses kependidikan, baik
dalam pencarian orientasi, aplikasi
maupun evaluasi dan pengembangan.
Pendidikan dan filsafat pendidikan
merupakan dua mata uang yang menyatu
dalam satu unit yang mengikat.
19. Bidang Pengembangan
Pendidikan
• Bidang Humanistic education
mengacu wilayah pengembangan
akademik, ilmu-ilmu murni dan nilainilai
• Bidang Man power education
pengembangan keterampilan dan
pengetahuan teknologik dan ilmu-ilmu
terapan
Tujuan
Isi
Metode
prosedur
20. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
•
•
•
•
•
•
•
•
Hakikat manusia ideal sebagai acuan pokok bagi pengembangan
dan penyempurnaan.
Hakikat tujuan kependidikan Islam sebagai arah bangun
pengembangan pola pendidikan.
Hakikat pendidik dan anak didik sebagai subjek-subjek yang
terlihat langsung dalam pelaksanaan proses edukasi.
Hakikat pengetahuan dan nilai sebagai aspek penting yang
dikembangkan dalam aktivitas pendidikan
Hakikat kurikulum sebagai tahapan-tahapan yang akan dilalui
dalam proses kependidikan menuju peraihan tujuan-tujuan
Hakikat metode dan strategi pembelajaran yang memungkinkan
penumbuh-kembangan potensi subjek didik.
Alternatif-alternatif yang mungkin dilalui dalam pengembangan
sumber daya manusia baik menyangkut prinsip-prinsip, metode
maupun alat-alat pendukung peraihan tujuan.
Aliran-aliran filsafat yang tumbuh dan berkembang dalam
memecahkan problem kependidikan.
21. Hakikat Manusia
• Manusia secara sederhana adalah makhluk Tuhan
yang unik yang bermukim di bumi dan memiliki
karakteristik tersendiri yang membedakan dirinya
dari
makhluk-makhluk
lain.
Ini
belum
menggambarkan hakikat manusia secara utuh,
karena ada banyak varian yang bersemayam
dalam sebutannya.
• Plato: manusia adalah pribadi yang tidak terbatas
pada saat bersatunya jiwa dengan raga. Jiwa dan
raga bukan diciptakan secara bersamaan. Jiwa
telah ada jauh sebelum ia muncul ke dunia,
sehingga esensi anusia adalah jiwa. Raga manusia
hanyalah sebatas instrumen bagi penyempurnaan
jiwa. Manusia lahir ke dunia telah membawa ide
kebaikan (innate idea).
22. Sambungan
• Aristoteles
•
manusia adalah makhluk organis yang
fungsionalisasinya tergantung pada jiwanya.
• Dengan menitikberatkan fungsi humanitas itu pada jiwa
menjadikan pandangannya berhadapan dengan
kesulitan-kesulitan ketika manusia memperlihatkan
fungsi motoriknya, padahal unsur kreativitas manusia
memiliki hubungan yang signifikan dengan daya motorik
ini.
• Rene Descartes (w. 1650 M)
•
jiwa adalah terpadu, rasional dan konsisten yang
dalam aktivitasnya selalu terjadi interaksi dengan tubuh.
Interaksi jiwa dan tubuh ini dapat mengubah makna
nafsu yang dimaknai dengan pengalaman-pengalaman
sadar yang disertai dengan emosi jasmaniah.
• Ini berarti hakikat manusia ada pada aspek kesadaran
yang eksistensinya ada pada daya intelek sebagai
hakikat jiwa.
23. Sambungan
• Schopenhauer mengatakan, bahwa kesadaran dan intelek
bermukim di permukaan jiwa kita, di bawah intelek itu ada suatu
kehendak yang tidak sadar yang merupakan daya kekuatan
hidup dan sifatnya abadi.
• Kehendak baginya adalah suatu kekuatan yang menggerakkan
intelek kita untuk dirinya. Karena memang kehendak dan
keinginan selalu melebihi dari apa yang dapat dilakukan dalam
alam realitas, maka hidup tentulah merupakan penderitaan, dan
di sinilah diperlukan kebijasanaan.
• Dapatkah kebijaksanaan muncul begitu saja tanpa
pendayagunaan daya intelek manusia? Jika demikian,
Schopenhauer mesti pula mengakui bahwa eksistensi manusia
adalah tarik menarik kehendak dan intelek dan bahwa hakikat
manusia ada pada kehendak dan realisasinya tergantung pada
intelek.
• Implikasinya, eksistensi manusia ada pada intelek. Inteleklah
yang menentukan humanitas manusia di dunia.
24. Hakikat Manusia dalam Islam
• Kata-kata السنسانdari asal kata =أسنسmelihat,
mengetahui, minta izin, = kemampuan penalaran
yang tampak dari aktivitas mengamati, mencermati,
menangkap, mengidentifikasi dan menganalisis
berbagai kasus menuju pengambilan suatu
kesimpulan yang akan menjadi pelajaran dan hikmah
yang berguna bagi kehidupannya.
• Manusia mampu melihat dan membedakan mana
yang baik dan mana yang buruk, apa-apa yang benar
dan apa-apa yang salah dan dengannya dapat
membuat keputusan-keputusan yang berharga untuk
dirinya.
• Dalam konteks ini manusia harus banyak belajar,
menelaah realitas secara jujur dan konsekuen
25. SAMBUNGAN
• Asal katanya al-uns atau anisa yang berarti jinak
menunjukkan manusia memiliki potensi beradaptasi
dan menyesuaikan diri dengan berbagai lingkungan
realitasnya. Artnya manusia dapat mengatur, dan
dapat pula diatur.
• Manusia di sini adalah makhluk sosial yang
ditunjukkan dengan sikap ingin hidup berkelompok
dan bermasyarakat, menata kehidupan dalam suatu
komunitas, di samping juga ingin bersahabat dengan
orang lain di luar diri dan kelompoknya serta berlaku
ramah dengan lingkungan dan alam yang
mengelilinginya. Jika demikian, maka manusia dalam
konteks ini, adalah makhluk yang memiliki potensi
untuk saling menghormati, menghargai, hidup rukun,
cinta kedamaian dan keharmonisan. Perselisihan dan
pertengkaran di antara manusia adalah semacam
penyimpangan natural kemanusiaan
26. SAMBUNGAN
Dari asal katanya nasiya yang berarti “lupa” menunjukkan,
bahwa adanya kaitan kesadaran diri manusia dengan
aktualisasi fungsionalnya sebagai manusia, karena manusia
yang lupa adalah manusia yang lalai, lengah dan kehilangan
kesadaran terhadap sesuatu.
Kesadaran erat pula kaitannya dengan fungsionalitas akal,
hati dan kehendak manusia dalam memandang suatu
realitas. Oleh karena itu mesti, dibina dan dipelihara agar
tidak terjadi kelalaian, kealfaan dan kecerobohan dalam
memilih berbagai tingkah laku dalam kehidupannya.
Dalam konteks ini terlihat bahwa al-Qur’an menunjuk
manusia di sini sebagai makhluk psikis yang memiliki
potensi ruhaniah, karena memang kesadaran diri yang
memiliki kaitan dengan fungsionalitas akal, hati dan syahwat
yang merupakan lambang ruhaniah manusia. Akal, hati dan
syahwat merupakan tiga kekuatan jiwa yang tidak dapat
dilepaskan begitu saja untuk menunjuk makna dan hakikat
manusia dalam berbagai dimensi.
27. Hub akal, hati dan syahwat dengan
Kebebasan
Fungsionalitas ketiga unsur jiwa ini sangat tergantung pada aspek
kebebasan. Jadi, akal, hati, syahwat dan kebebasan merupakan hal
yang esensial dalam pengembangan humanitas manusia.
Akal sangat berguna untuk membuat analisis factual-historisrasional guna pencarian kebenaran;
hati untuk pemberian pengukuhan dan istiqamah dengan kebenaran
yang telah ditemukan;
syahwat untuk memotivasi keingintahuan dan mengangkat
kecemasan-kecemasan intelektual agar gigih berjuang; dan
kebebasan adalah untuk menetralisasi berbagai kondisi jiwa agar
tetap berada pada jalur natural. Penyimpangan dari jalur natural
menjadikan manusia zalim Dan fasiq
firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 86 yang mengatakan bahwa
“Allah tidak akan memberi petunjuk kaum yang zalim”.
28. Tugas dan Fungsi Manusia
• mu`abbid, Lihat al-Qur`an surah alDzariyat ayat 56, yang artinya: Tidak Aku
ciptakan jin dan manusia kecuali untuk
beribadah kepadaKu”
• khalīfah fī al-ardh: Lihat surah al-Baqarah
ayat 30, Shad ayat 26, al-An`am ayatb
65, dan Yunus ayat 14. dan
• `imārah fī al-ardh: Lihat surah al-Rum
ayat 9 dan Hud ayat 61
• KESEMUANYA BERDIMENSI MORAL.
29. Sebagai mu`abbid
manusia dituntut tidak hanya untuk
beribadah yang wajib seperti shalat, puasa,
zakat dan lain sebagainya, tetapi juga
segala aktivitas yang bernilai baik dalam
kehidupan manusia yang bertujuan untuk
mendekatkan diri pada Tuhan.
Identitas mu’abbid ada pada perwujudan
rasa syukur dan tawakkal yang terjelma
dalam peribadatan-peribadatan yang akan
menggerakkan manusia ke arah muttaqin
30. Yg perlu dilakukan manusia
mengembangkan sifat Tuhan yang
diberikannya kepada manusia berupa
potensi-potensi yang bersumber dari
Tuhan.
Manusia mesti mampu merefleksikan
sifat-sifat Tuhan ke dalam dirinya dan
menjadikan sifat-sifat itu aktual dalam
berbagai tindakannya.
31. Sebagai khalifah fi al-ardh,
manusia bertugas menata dunia agar dapat
hidup sejahtera, damai sentosa dan bahagia.
Fungsi khalifah ini tergantung pada fungsi
pertama manusia sebagai mu`abbid.
Sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi,
manusia memegang tugas menjalankan misi
Tuhannya di muka bumi.
Manusia mesti menyadari sepenuhnya tentang
hubungan yang erat antara dirinya, Tuhan dan
alam sebagai unsur-unsur penting dalam
kekhalifahannya.
32. sebagai imarah fi al-ardh
lebih berkonotasi pada pengembang ilmu
pengetahuan yang berguna bagi
kehidupan manusia, tidak saja di dunia,
tetapi juga untuk akhirat.
manusia diperintahkan untuk senantiasa
menelaah dan menguak rahasia ciptaan
Tuhan dan mengambil hikmah dari
padanya, sehingga berbagai kebutuhan
kehidupannya dapat terisi dengan baik
dan sempurna.
33. Implikasi Fungsional Manusia di
dunia
bahwa tugas dan fungsi utama manusia tidak
lain menegakkan dan merealisasikan
moralitas dalam kehidupannya. Setiap
aktivitas yang dilakukan manusia mesti selalu
berdimensi moral.
Moralitas dalam hal ini dapat dikatakan
sebagai wujud dan bukti bagi kemanusiaan
manusia sebagai makhluk yang utama yang
memang diberi potensi moral.
Jika tidak ada lagi penegakan nilai-nilai moral
dalam kehidupan manusia, berarti juga
manusia telah kehilangan hal yang esensial
dalam dirinya.
34. Iman dan Moral
• iman sebagai realisasi ketauhidan manusia
memiliki implikasi dan konsekuensi terhadap
penegakan nilai-nilai moral yang tinggi dan mulia.
• Penumbuhkembangan perilaku moral manusia
selalu berkenaaan dengan sejauh mana ia
menyadari, bahwa perilaku itu harus ia lakukan.
• Kesadaran dalam hal ini adalah bukti nyata dari
sebuah keyakinan mendalam seseorang atas
sesuatu yang dalam bahasa agama disebut
dengan iman.
• Manusia yang menyadari bahwa dirinya, alam
jagad raya dan Tuhannya merupakan tiga bagian
yang terkait dengan segala aktivitas
kehidupannya,
35. Implikasi praktis dalam Pendidikan
• Pendidikan mesti bergerak pada upaya metodologisaplikatif akan pentransferan berbagai ilmu
pengetahuan dan pembentukan skill an sich yang
hakekatnya akan selalu berubah dan berkembang,
tetapi juga pada upaya pentransferan nilai-nilai moral
ke-Ilahi-an yang bersumber dari al-Qur’an dan sunah
Nabi muhamad SAW.
• Pendidikan Islam secara kategoris, tidak dapat
dilepaskan dari dimensi ke-Ilahi-an sebagai wujud dari
ketauhidannya.
• Apa pun yang dilakukan manusia termasuk persoalan
moral mesti selalu terkait dengan Allah SWT.
36. Raghib al-Isfahani dan juga kebanyakan filsuf muslim
mengemukakan, bahwa
manusia tersusun oleh unsur bahimah dan
malakiyan. Bahimah: syahwat badani yang biasanya
terlihat dari aktivitas-aktivitas seperti makan, minum,
nikah dan bentuk-bentuk kelezatan badan lainnya.
Malakiyan adalah potensi ruhaniah seperti hikma
`adala, jūd, `ilm, nâtiq dan fahm.
Potensi-potensi inilah yang menggerakkan manusia
untuk selalu berbuat baik untuk dirinya,
masyarakatnya dan alam semesta.
38. 1. Manusia dan Kebenaran
• Manusia ketika berhadapan dengan dirinya dan di
luar dirinya, akan menempatkan dirinya sebagai
pencari kebenaran,
• Hanya manusia yang suka akan kebenaran dan
mampu mencari dan menegakkannya dalam realitas
kehidupannya di dunia.
• Manusia dalam mengembangkan pengetahuannya,
adalah ekspresi kesukaannya pada kebenaran dan
kebaikan dan bahkan menghabiskan waktunya
berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan dan
bahkan bertahun-tahun tanpa henti hanya untuk
berjuang mewujudkan berbagai impian dan
keinginannya meraih apa yang selalu disebut dengan
kebenaran itu, walaupun penggunaannya selalu
dalam makna ganda.
• manusia dan kebenaran selalu merupakan dua yang
identik.
39. Fungsi Kebenaran dalam
Kehidupan Manusia
•
•
•
kebenaran indektik dengan manusia itu sendiri, maka akan
berkenaan dengan apa-apa yang berguna dan atau dapat
membantu manusia dalam menjalankan tugas dan fungsi
humanitasnya di dunia.
kebenaran berkenaan dengan unsur pragmatisasinya dalam
kehidupan nyata sehingga bersentuhan dengan persoalan
historisitas manusia.
Selain itu, kebenaran adalah sesuatu yang datang dari Tuhan,
sehingga eksistensinya tidak dapat diraih begitu saja jika hanya
dengan menempuh intres dan rasio semata, tetapi mesti juga
melalui standar pewahyuan yang sifatnya tentu akan berlaku
sepanjang sejarah manusia.
40. Kebenaran dalam aktivitas
humanitas
• sebagai langkah awal untuk menentuan nilai
kebaikan, SEBAB pengakuan akan kebenaran
suatu realitas akan melahirkan sebuah keyakinan
yang memaksa SUBJEK untuk memilih,
menentukan dan berupaya merealisasikannya
dalam tindakan nyata
• Kenyataan subjek memilih dan berbuat ketidakbenaran dan atau kesalahan-kesalahan, adalah
tindakan penyimpangan kemanusiaan karena
kehendak-kehendak di luar kontrol akal fitrinya, di
mana dorongan syahwiah melampaui naturalnya,
Jika manusia telah membuat sebuah kesalahan,
maka ia pun akan selalu berusaha untuk
menutupinya walaupun itu melahirkan kejahatan
dan atau kekeliruan yang jauh lebih besar dan
bahkan mungkin saja akan terjadi kejahatan
beruntun.
41. 2. Manusia dan Kebebasan
• dalam membuat pilihan dan keputusan untuk menjalani
kehidupannya, manusia membutuhkan kebebasan
berkehendak,
• Dengan kebebasan, maka keputusan yang diambil datang
dari diri manusia yang sejati,
• tidak ada satu pun yang dapat mempertanggung jawabkan
perilakunya kecuali diri yang bebas
• Kebebasan yang dimaksudkan di sini bukanlah kebebasan
syahwiyah yang selalu memiliki kecenderungan untuk
berbuat melampaui alam natural manusia yang sejati,
• Kebebasan tetapi lebih pada yang rasional yang memang
memiliki watak kebenaran, kebaikan dan kebajikan, di mana
ketika mencari dan mengupayakan kebenaran, kebaikan dan
kebajikan itu, ia tidak dipengaruhi oleh kepentingankepentingan di luar objek kajiannya, termasuk kepentingan
dan kecenderungan dirinya sendiri.
• Kebebasan adalah jiwa independensi manusia dalam
menentukan pilihan dan sikap
42. Makna Kebebasan
• Kebebasan manusia ini tentu bermakna bahwa manusia mesti
mengaktualisasikan potensi humanitasnya sedemikian rupa
agar apa yang ia putuskan dan ia lakukan benar-benar didasari
oleh pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan secara
syar`iy, ilmu dan moral.
• Orang-orang zalim apalagi jika ia mendustai data dan informasi
yang ada adalah orang-orang yang dalam gerak langkah
kehidupannya tidak menempatkan dirinya pada prinsip-prinsip
keadilan yang berjalan sesuai dengan gerak humanitas yang
stabil sesuai dengan hukum-hukum natural manusia yang telah
ditetapkan, sehingga tidak mungkin ia akan menemukan
kebenaran dan kebaikan untuk dirinya.
• Jadi, orang-orang yang zalim, orang-orang pendusta dan
orang-orang peingkar realitas karena lebih mengutamakan
kepentingan diri dan atau pun kelompoknya dari pada
kebenaran, kebaikan dan kebajikan yang sejati, maka mereka
itu tidak mungkin memperoleh kebenaran, kebaikan dan
kebajikan sejati yang tentu akan berguna bagi manusia dalam
mengisi kehidupannya di dunia
43. Urgensi Kebebasan
• Sebagai makhluk rasional, manusia memiliki pemikiran yang
lebih tepat dan benar yang akan dapat menentukan pemilihan
berbagai nilai dalam keseluruhan realitas yang dihadapinya dan
inilah karakteristik utama manusia ideal. Kualitas manusia
dalam merealisasikan fungsi dirinya seperti ini erat kaitannya
dengan pola dan caranya memilih dan menentukan moral
untuk dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa sommun bonum
manusia sepenuhnya akan ditentukan oleh dirinya sendiri.
• Dalam surah al-Kahfi ayat 29 umpamanya, Allah SWT
menegaskan:
• “Dan katakanlah; Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka
barangsiapa yang menghendaki (beriman) ia akan beriman dan
barangsiapa yang menhendaki (kafir) ia pun akan kafir”
44. Konsekuensi Kebebasan
•
•
•
•
Sebagai wujud dari kebebasan ini, memestikan manusia itu
bertanggung jawab atas apa saja yang telah menjadi pilihannya,
Ujung dari sebuah kebebasan adalah ketidak-bebasan atau
keterikatan terhadap apa yang telah dipilihnya sebagai suatu nilai.
Karena memang manusia diciptakan untuk kebaikan, “moral”, maka
meraih moral merupakan sebuah keniscayaan dalam
pengaktualisasian kebebasan
Konsekuensinya, tindakan moral erat kaitannya dengan kualitas diri
seorang individu yang tidak mungkin terlepas dari situasi dan kondisi
masyarakat yang mengitarinya, sehingga menjadikan nilai moralitas
pun bersifat relatif subjektif.
Pertanyaan penting yang muncul di sini
adalah bagaimana nilai moralitas itu
ketika dikaitkan dengan normativitas
Agama yang selalu diandaikan
sebagai sesuatu yang mapan dan
finish?
45. Kebenaran Mensyaratkan
Kebebasan
•
Manusia secara bebas dapat mencari dan menentukan nilai-nilai
moral untuk dirinya yang memang menjadi lambang bagi
kesempurnaannya. Adapun mengenai firman Allah SWT yang
sering menjadi dalil bagi pandangan yang berpegang pada sikap
predentinasi (keterpaksaan manusia berbuat) seperti surah al-A`rāf
ayat 101:
• “Negeri-negeri (yang Telah kami binasakan) itu, kami ceritakan
sebagian dari berita-beritanya kepadamu. dan sungguh Telah
datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa buktibukti yang nyata, Maka mereka (juga) tidak beriman kepada apa
yang dahulunya mereka telah mendustakannya. Demikianlah Allah
mengunci mata hati orang-orang kafir”.
• Mereka ini adalah orang-orang yang zalim, pendusta dan
pengingkar. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah seperti
dalam surah al-A`rāf ayat 101di atas, karena memang Allah
memberi hidayahnya bukan tanpa mengikuti hukum-hukum
ciptaannya seperti dalam firmanNya pada surah al-A`lā ayat 3.
46. 3. Manusia dan Pendidikan
•
•
•
•
Sebagai hamba yang dianugerahkan kelengkapan potensi psikis berupa
akal, kesadaran, kemauan dan perasaan agar ia mampu berkreativitas dan
berimajinasi dalam kehidupannya dengan berlandaskan pada iman dan
moralitas yang tinggi yang sangat berguna bagi kemanusiaan manusia tidak
dapat hidup subur dan terarah dengan baik jika tidak dipelihara dan
dikembangkan oleh manusia itu sendiri melalui penyiapan berbagai
perangkat pendukung lahirnya perilaku moral potensial itu menjadi perilaku
moral aktual.
surah al-Nahl ayat 78 yang artinya:
“Dan Allah mengeluarkan kamu (manusia) dari perut ibumu belum
mengetahui sesuatu apa pun. Dan Dia menciptakan bagi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”.
Ayat di atas memberikan pemahaman bahwa manusia tidak akan dapat
menjadi manusia utuh yang memiliki ilmu pengetahuan yang berguna bagi
kemudahan kehidupannya, jika ia belum mampu memaksimalkan fungsi
instrumen-instrumen jasmani dan ruhaninya. Hanya dengan cara demikian
seseorang menjadi lebih baik dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan sebagai
lambang bagi dirinya.[1] Hal yang sedemikian itu memerlukan
pengkondisian yang terarah dan tertata rapi, sehingga dua potensi manusia
itu dapat berkembang dan terbina untuk melahirkan berbagai pengetahuan
yang akan membentuk pemikirannya yang selanjutnya akan menjadi sikap
diri yang menunjuk pada jati diri manusia itu sendiri. Upaya pengaturan
kondisi inilah yang disebut dengan pendidikan.
47. Fungsi Pdd
•
•
•
•
Pendidikan dalam hal ini dapat dilihat sebagai tindakan pengupayaan
manusia sejatinya, disengaja, terarah dan tertata sedemikian rupa menuju
pembentukan manusia-manusia yang ideal bagi kehidupannya, atau dengan
kata lain, pendidikan tidak lain adalah segala pengupayaan yang dilakukan
secara sadar dan terarah untuk menjadikan manusia sebagai manusia yang
baik dan ideal.
Mengingat esensi kemanusiaan sepenuhnya berada pada yang ruhaniah,
maka pengembangan kemanusiaan semestinya pulalah diarahkan pada
pengembangan ruhaniah manusia.
Pendidikan adalah tugas atau kewajiban bersama manusia dalam
merealisasikan misi kemanusiaan. Oleh karena itu pendidikan mesti diatur
berdasarkan hubungan intersubjektif dan interrelasional, sehingga semua
komponen benar-benar berjalan secara fungsional struktural dalam
kerangka yang jelas dan terarah pada peraihan tujuan-tujuan yang
diinginkan.
Pendidikan sebagai lembaga pembinaan dan penanaman nilai-nilai
humanitas memang memiliki korelasi yang positif dengan proses
modernisasi dan transformasi dalam kehidupan sosial masyarakat.
Pendidikan merupakan sarana penting yang sangat diperlukan dalam
proses perubahan sistem sosial, ekonomi dan politik.
48. • Pendidikan memiliki kaitan yang signifikan dengan
kualitas suatu masyarakat.
• Pembangunan kualitas sumber daya manusia banyak
bertumpu pada kualitas pendidikan sekolah.
• Penyelenggaraan pendidikan tidaklah berdiri sendiri,
karena ada banyak varian yang bergelayut di atasnya,
baik dari subjek, maupun dari varian-varian lain yang
berada di luar dirinya.
• Pengendalian kesemuanya itu tergantung pada keikutsertaan semua pihak dalam jalinan kerjasama yang
harmonis.
49. 4. Manusia dan Hidup Bersosial
•
•
•
•
•
Seorang anak manusia dalam mengembangkan dan mengaktualisasikan
kemampuan insaniyahnya, selain beradaptasi dengan dirinya, ia pun mesti
beradaptasi dengan sesuatu di luar dirinya termasuk individu-individu atau
kelompok-kelompok masyarakat di luar dirinya.
Jiwa kolektif dalam banyak hal memiliki satu kepentingan sehingga gerakan
sosial mana pun selalu untuk memperjuangkan kesamaan pandangan dan
keyakinan.
Semangat kolektivitas manusia bisa saja membuat masyarakat baru dalam
tipe yang selaras dengan kepentingan mereka dalam kehidupan sosial.
Kebutuhan akan hidup sosial ini mesti dikembangkan sedemikian rupa agar
antara individu dengan individu lain terjalin hubungan persaudaraan, bukan
hubungan persaingan yang saling menjatuhkan.
Penumbuh-kembangan sikap sosial akan memunculkan sikap kooperatif
dari pada sikap kompetitif.
50. Manusia dan Bahasa
•
•
•
•
berbahasa adalah wujud aktivitas berpikir, maka bahasa adalah kondisi
yang tidak yang tidak dapat dilepaskan dari sebutan manusia.
Ketika manusia mengamati benda-benda yang ada disekelilingnya,
maka ia akan berupaya mendeskripsikan apa yang ia lihat. Tidak hanya
itu, bahkan ia juga akan berupaya untuk mengingat benda-benda,
membuat perbedaan antar benda, mengelompokkan dan kemudian
mengadakan analisis. Kesemua aktivitas ini memestikan manusia untuk
mengungkapkan kembali apa yang ia lihat yang tentu hanya dengan
bahasa. Inilah kenapa ada banyak tokoh yang kemudian menempatkan
bahasa sebagai salah satu instrumen penting dalam diri manusia dalam
menciptakan prestasi insaniah di dunia.
Dengan bahasa manusia membentuk konsep atas berbagai realitas
yang ada, baik realitas faktuil maupun historis. Bahkan manusia mampu
mengingat dan menceritakan kembali apa yang dialaminya sebelumnya,
dan mampu pula memproyeksi kondisi-kondisi yang mungkin terjadi
berdasarkan analisis historis terhadap berbagai kondisi yang telah
berlangsung.
Manusia memiliki keinginan, hasrat, cita-cita yang dalam banyak hal
berhubungan dengan orang di luar dirinya, sehingga ia butuh
berkomunikasi satu sama lain yang memestikan ia berbahasa. Tanpa
bahasa, dapat dikatakan bahwa seseorang itu tidak akan dapat
mengutarakan keinginan dan hasratnya.
51. Manusia dan Prinsip
Keseimbangan
• manusia bersifat material dan spritual
yang yang berwatakkan intelektualitas,
moralitas dan relijuisitas. Ini memestikan
manusia membangun humanitasnya
selalu dengan mengacu pada
pengembangan-pengembangan yang
akan memperhatikan aspek
keseimbangan antara kedua unsur ini.
52. Manusia dan Pengembangan
Ilmu Pengetahuan
•
•
•
Manusia yang bertugas sebagai `immarah fi al-ardh meniscayakan dirinya
mengadakan pencarian terus-menerus nilai-nilai ilmu pengetahuan yang
bermakna dalam konteks kemudahan kehidupannya di dunia dan di akhirat.
Manusia sebagai makhluk yang memiliki kecenderungan untuk selalu
berada dalam kebaikan dan kebajikan, sehingga adalah suatu niscayaan
bagi manusia untuk senantiasa mencari dan mempertahankannya sebagai
miliknya yang hakiki dalam rupa kepribadian.
Pengetahuan merupakan instrumen penting bagi manusia untuk menjalani
kehidupannya di dunia dan akhirat, sehingga dapat dikatatakan bahwa
kualitas humanitas manusia banyak tergantung pada kualitas pengetahuan
yang dimilikinya.[1] Oleh karena itu, ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan
merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat dilepaskan dari
sebutan dirinya sebagai manusia.
53. Manusia dan Moralitas
• Moral/akhlak adalah nilai-nilai dan norma-norma yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Moral berkenaan dengan
kegiatan-kegiatan manusia yang dipandang sebagai baik
/ buruk, benar/salah, tepat/tidak tepat, atau menyangkut
cara seseorang bertingkah laku dalam hubungan dengan
orang lain.
• Moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Moral berkenaan dengan
kegiatan-kegiatan manusia yang dipandang sebagai baik
/ buruk, benar/salah, tepat/tidak tepat, atau menyangkut
cara seseorang bertingkah laku dalam hubungan dengan
orang lain.
54. •
•
Kualitas kemanusiaan selalu berkenaan dengan nilai-nilai moralitas yang
teraplikasi dalam kehidupan nyata, baik dalam kehidupan individual dan
sosial, maupun dalam bentuk hubungan dengan alam dan penciptanya.
Eksistensi moralitas ini pun sangat menentukan bagi kualitas manusia
sebagai agen perubahan atau pembuat sejarah. Hal ini semakin bermakna
jika dihubungkan dengan sasaran fundamental setiap aspek relijius dan
psikososial manusia yang memang bersentuhan langsung dengan
persoalan moral. Bahkan Islam sendiri memberikan keyakinan bahwa tugas
pokok kenabian sendiri tidak lain adalah untuk memperbaiki dan
menyempurnakan moral manusia.[1]
Sebagai standar perilaku, nilai-nilai moral pun membantu subjeknya
menentukan pengertian sederhana terhadap suatu jenis perilaku. Dalam
pengertian yang lebih kompleks nilai akan membantu subjek moral untuk
mengidentifikasi apakah sesuatu perilaku itu perlu atau tidak, apakah ia
baik atau buruk serta mendorongnya untuk membuat analisis dalam
konteks moral reasoning dari suatu perilaku moral tertentu yang menuju
pada penyimpulan-penyimpulan sebagai landasan suatu kecenderungan
yang akan menjadi sikap yang akan menentukan corak suatu kepribadian.
55. • Upaya pemanusiaan dalam aktivitas pendidikan secara luas
dianggap sebagai usaha moral. Pendidik harus selalu
memberikan perhatian apa yang harus dikatakan dan dilakukan
dan bagaimana subjek didik mesti berperilaku.
• Bangunan pendidikan mestilah diarahkan pada pembentukan
hidup yang baik yang tergambar pada prinsip keadilan.
Harmonisasi fungsi-fungsi jiwa rasio, emosi dan syahwat
mestilah menjadi perhatian utama di dalam mengembangkan
kepribadian manusia
• Nilai-nilai ilahiyah (amar ma`ruf, nahi munkar dan iman)
menjadi tumpuan bagi aktivitas manusia dalam membentuk
sejarahnya,
• Kesadaran dalam konteks Islam selalu berorientasi pada
kesadaran ilahiyah yang berbeda dengan kesadaran dalam
konteks lainnya.
• Dalam konteks inilah maka banyak filsuf Muslim yang
menyebutkan bahwa moralitas manusia pada dasarnya adalah
perefleksian sifat-sifat Tuhan ke dalam diri manusia yang
menjadikannya sebagai bagian yang tidak terlepaskan dari
dirinya.
56. •
•
Sebagai subjek dan objek moral, manusia dituntut memainkan peran proaktifnya
dalam rangka menumbuhkembangkan perilaku moral dalam setiap aktivitas
kehidupannya, terlebih lagi pada aktivitas pembelajaran di sekolah yang memang
memiliki fungsi untuk itu. Untuk lebih meningkatkan fungsi utama sekolah seperti ini,
diperlukan adanya upaya peningkatan pendidikan melalui rekonstruksi metodologis
aplikatif pembelajaran dalam upaya menumbuhkembangkan moralitas subjek didik
agar ianya menjadi landasan bagi segala tindak-tanduk dan perilakunya dalam
kehidupan individu dan sosial kemasyarakatan.
Mengingat Islam memandang bahwa tujuan kemanusiaan sarat dengan nilai-nilai
moral seperti diuraikan pada bagian sebelumnya, maka memfungsikan pendidikan
sekolah sebagai suatu usaha aplikatif-kolektif untuk mewujudkan menumbuh
kembangkan perilaku moral subjek didik hendaklah menjadi orientasi bagi setiap
aktivitas kependidikannya. Jack R. Fraenkel dalam hal ini menyebutkan, bahwa
pendidikan moral mesti berlangsung pada setiap waktu di sekolah, tidak saja dalam
kurikulum, tetapi juga dalam interaksi keseharian di sekolah, baik antara siswa
dengan guru maupun dengan staf sekolah.[4]
57. •
•
•
•
•
•
Kendatipun dalam sejarah lahirnya pendidikan sekolah tidak lain adalah
dalam rangka penumbuhkembangan perilaku moral, namun di era sekarang
semangatnya kurang terasa atau bahkan ditinggalkan.
Robert L.Ebel Mengungkapkan, bahwa beberapa penyebab tepinggirkannya
perhatian pendidikan sekolah terhadap penumbuh kembangan perilaku
moral subjek didiknya diantaranya:
bahwa dalam masyarakat telah terjadi penekanan yang amat kuat terhadap
kebebasan individu dari pada tanggung jawab personal,
lebih mementingkan hak-hak sipil dari pada kewajiban sipil
adanya semacam kecendrungan dalam masyarakat yang melihat
perubahan dan inovasi sebagai sesuatu yang lebih baik dari tradisi dan
stabilitas di dalam kehidupan.[5]
58. Seni
–
–
–
–
–
–
Manusia dan Seni
John Dewey berpendapat, bahwa seseorang dapat memahami segala sesuatu
sebagai sains melalui penggunaan intelegensinya, namun hal itu akan lebih
mendalam jika ianya disentuhkan dengan praktik lain, yaitu seni. Bahkan dengan
tegas Dewey mengatakan bahwa hanya orang yang menempatkan imaji seni
dalam titik fokus argumentasinyalah yang akan dapat mengembangkan kleimkleim scientific inquiry.[1]
Seni dalam diri manusia merupakan suatu kebutuhan dalam berbagai aktivitas
agar ia merasa betah, nyaman dan senang dalam melakukannya, sehingga
hasilnya pun dapat maksimal. Realitas seni selalu berorientasi pada kecantikan,
keelokan dan atau keindahan.
Nilai-nilai seni dalam konteks ini selalu menjadi nilai milik personal dan subjektif
dalam diri manusia. Karya seni tertentu umpamanya memunculkan banyak
respon dari berbagai orang dan kelompok yang berbeda.
Siapa pun orangnya, jika ia meyakini, bahwa ada nilai estetika yang objektif,
tentulah ia dapat menentukan keputusan-keputusan yang mengarah pada seni
yang baik. Keindahan dapat diputuskan melalui penggunaan kriteria-kriteria yang
jelas dan tegas tentang suatu seni yang biasanya dapat ditentukan oleh pihak
yang berwewenang. Dan siapa pun dapat pula mengklaim bahwa setiap karya
seni yang memiliki skor rendah dalam suatu kriteria, maka sejarahlah yang akan
membuktikan kualitas nilainya. Kriteria objektif ditujukan kepada pendatang baru
di mana mereka menjadi standar baku kritisisme. Buku-buku teks literatur, seni
dan musik diarahkan pada standar-standar ketika materi-materi penilaian dan
apresiasinya diberitahukan kepada subjek-subjek tertentu yang memang
berkepentingan dalam proses internalisasi, seperti dalam proses belajar dan
mengajar di sebuah lembaga pendidikan.
Sesungguhnya bagaimanapun juga bahwa kritik otoritatif dapat saja berbeda
secara luas ketika menilai suatu karya seni yang memaksa kita kembali pada
persoalan kita semula. Siapa yang mengatakan bahwa respon mana yang paling
pantas untuk melihat sebuah karya?. Sayangnya kita tidak dapat melacak
kepada sain untuk menjawab persoalan ini. Pengetahuan saintifik secara luas
tidak relevan untuk memutuskan karya seni.
59. – Menurut kedua pandangan ini, persoalan yang tampil adalah berkaitan tentang
apa subjek matters yang lebih baik dan pantas dan apa skop seni itu sendiri.
Sebagaian orang berpendapat bahwa jika seni itu merupakan ekspressi
kehidupan, maka tentulah berkaitan dengan semua kehidupan. Sementara
yang lain berpendapat bahwa seni itu mesti memerankan fungsi sosial.
Seniman harus berbicara pada semua manusia tentang massanya, kendatipun
masih ada sekelompok orang yang merasa skeptis akan tanggung jawab
sosial dari seniman. Bagi Dewey, kehadiran seni itu sendiri menjadi alat bagi
akal untuk memandang dunia yang satu dengan yang lain. Bahkan secara
tegas ia menyatakan bahwa keseluruhan aktivitas intelek manusia baik dalam
proses produktivitas, konsumsi maupun pada level kritik sesungguhnya
merupakan seni.
– Manusia dalam segala aktivitasnya selalu terkait dengan seni, karena memang
mendidik itu sendiri adalah seni. Bahkan tidaklah salah jika dikatakan bahwa
hampir keseluruhan aktivitas manusia ditentukan oleh kualitas seni yang
ditampilkannya. Pekerjaan apa saja yang dilakukan dengan mengikutkan seni
sebagai sesuatu yang penting dalam setiap setiap gerak langkahnya,
menjadikan aktivitasnya hidup dalam suasana yang nyaman dan
menyenangkan, sehingga subjeknya akan betah dalam menjalankan kegiatan
itu, karena memang tidak tersentuh oleh watak keterpaksaan yang akan
menyiksa dirinya. Hampir setiap saat manusia berhadapan dengan seni dalam
aktivitas kesehariannya, karena manusia memang cenderung pada yang
tampak indah dan teratur, sehingga wajar jika ada yang mengatakan tiada
hidup tanpa seni.
– Dalam keseluruhan aspek kehidupan memang bernilai seni. Seni dapat dapat
melahirkan suasana yang tidak menjenuhkan dan menegangkan yang akan
memunculkan kecemasan-kecemasan yang mengganggu proses pelaksanaan
aktivitas itu sendiri. Pendeknya, seni dan manusia merupakan sesuatu yang
tidak dapat dipisahkan begitu saja, tidak saja karena aktivitasnya yang
membutuhkan nilai estetis, tetapi juga mengingat entitasnya yang memang
juga akan membangun semangat kerja dalam diri subjek didik.
60. EPISTEMOLOGI DAN
PENDIDIKAN
• Pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan
persekolahan selalu dikatakan memiliki hubungan
signifikan, karena sekolah adalah lembaga tempat
memberikan bimbingan, pengarahan dan
pembentukan kepribadian melalui pentransferan
ilmu pengetahuan, pembinaan sikap mental dan
keterampilan kepada subjek didiknya.
• pendidik mestilah memiliki pengetahuan dasar
mengenai seluk beluk, sistem, metode dan segala
sesuatu yang terkait dengan pengetahuan yang akan
diajarkannya, sehingga guru tersebut benar-benar
memilki sikap dan pandangan yang jelas terhadap
pengetahuan tersebut
61. sambungan
• Memahami epistemologi guru dapat menjiwai
profesi keguruannya yang tentunya akan
menjadikan dirinya pun tidak sukar
mengembangkan keilmuan yang diajarkan pada
anak didiknya
• Dengan begitu Guru juga tidak akan mengalami
hambatan epistemologis, psikologis dan
aksiologis untuk memotivasi subjek didiknya
tertarik dan senang dengan materi-materi
keilmuan yang diberikannya.
62. FOKUS TELAAH
EPISTEMOLOGIS
hakikat pengetahuan, seperti persoalan apakah ada ianya;
persoalan-persoalan aktivitas apa saja yang berkaitan dengan
persolan mengetahui, perbedaan mendasar antara
‘mengetahui’ dengan ‘mempercayai’?
apakah dapat mengetahui sesuatu yang melampaui informasi
indra? apakah kaitan perbuatan ‘mengetahui’ dengan sesuatu
yang diketahui?
bagaimana membuktikan bahwa pengetahuan itu benar?
dll yang berkenaan dengan sistem dan metode
bangunan suatu ilmu pengetahuan.
63. URGENSI KAJIAN
EPISTEMOLOGI
• Epistemologi merupakan sesuatu yang amat penting
dalam pengembangan humanitas manusia.
• Berbagai aliran dan ideologi berlandaskan pada
bagaimana pola dan caranya memandang realitas,
baik hakikat maupun strategi dan sistem yang
digunakan yang kesemua berdasarkan pada
epistemologi.
Dari sudut pandang guru, yang paling penting dalam
epistemologi ini adalah bagaimana membedakan
antara tipe-tipe pengetahuan yang berbeda-beda
baik dalam hakikat maupun prosedur.
65. Pengetahuan Wahyu
• Pengetahuan wahyu adalah pengetahuan yang
diberikan Tuhan, Sang Penguasa alam kepada
manusia dalam kemahakuasaan-Nya melalui
perantaraan para Rasul-Nya. agar apa pun keputusan
dan perilaku manusia benar-benar didasari pada
kebenaran yang bersumber pada Tuhan Yang Mutlak.
• Pengetahuan wahyu adalah kajian terhadap firman
Tuhan yang memiliki kebenaran sejati yang akan
selalu benar, tanpa terikat oleh ruang dan waktu.
Sehingga eksistensinya pun tentu akan selalu diterima
secara apriori. Walaupun kebenaran pengetahuan
wahyu itu dianggap sebagai suatu yang supernatural,
tetapi ketika pengetahuan itu disentuhkan pada
manusia, maka apakah hal ini meniscayakannya tetap
bernilai mutlak?
66. Sifat pengetahuan wahyu
• Pengetahuan wahyu tidak bernilai mutlak, karena bersentuhan
dengan pemahaman manusia yang terikat dengan cara
pandang, kepentingan, wawasan, pendekatan dan lain
sebagainya
• Menjadikan nilai-nilai qur`anik sebagai data ataupun informasi
yang menjadi fostulat untuk membangun kerangka pikir
ataupun teori-teori meniscayakan bersintuhan pada wilayah
objektif empiris.
• Pengetahuan wahyu tidak terlepas dari realitas empiris
manusia sebagai pencari kebenaran.
• Bagaimanapun prosesnya, pemahaman terhadap kalam
Tuhan, selalu melibatkan diri manusia yang terkungkung oleh
eksistensi wawasan dan pengetahuannya tentang realitas baik
dalam metode, prosedur maupun dalam sistem yang terbatas
oleh ruang dan waktu.
• Tesis menjadikan para ahli berupaya memetakan antara wahyu
dan pengetahuan wahyu.
67. Pengetahuan Intuitif
• Pengetahuan intuitif adalah pengetahuan tentang
kebenaran yang dianugerahkan Tuhan dari dalam diri
manusia yang paling dalam yang melibatkan integritas
akal dan hati sebagai dua yang tidak terpisahkan.
• Pengetahuan intuitif adalah pengetahuan di mana
seseorang mendapatkan di dalam dirinya suatu
peristiwa insight.
• Insight itu merupakan peristiwa yang tiba-tiba tentang
sesuatu ide atau kesimpulan yang dihasilkan melalui
proses ketidaksadaran yang panjang yang kemunian
kita melihat adanya solusi terhadap suatu problem.
• Pada dasarnya pristiwa insight ini adalah ragam
aktivitas keseharian kita yang telah mengkristal dalam
diri melalui alam ketidaksadaran kita yang telah
menangkapnya berhari-hari, berminggu-minggu,
berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahuan.
68. Sambungan
• Pengetahuan intuitif berhubungan dengan masalah ilham
yang biasanya berhubungan dengan tasawuf. Kondisi ini
berhubungan dengan orang yang memiliki kepekaan imajinasi
terhadap peristiwa yang dilaluinya sehingga melahirkan suatu
keyakinan mendalam akan adanya sesuatu yang terlihat
dalam alam batinnya.
• Pengetahuan intuitif merupakan pengetahuan yang diajukan
dan diterima oleh seseorang berdasarkan kekuatan imajinatif
atau pengalaman personal dari pribadi orang yang
mengajukannya. Kebenarannya dapat dilihat seumpama
karya seni yang merupakan bentuk dari pengetahuan intuitif
itu. Kecuali itu dapat pula dilihat dari pristiwa insight dalam diri
seseorang yang menjadikan dirinya mampu melihat sesuatu
yang mungkin tidak mengikuti alur berpikir rasional. Ekspresi
tingkah laku pun banyak merupakan wujud dari pengetahuan
intuisi ini.
69. Pengetahuan Rasional
• Pengetahuan rasional: pengetahuan yang diperoleh melalui
latihan akal baik melalui atau tanpa observasi empiris.
• Prinsip logika formal dan material maupun matematika murni
merupakan paradigma pengetahuan rasional. Kebenarannya
dapat ditunjukkan melalui pendeskripsian alasan yang abstrak
dengan menggunakan tata logik.
• Pengetahuan rasional sepenuhnya menerima prinsip dasar
logika bahwa dua statement yang kontradiktif tidak dapat
keduanya menjadi benar. Contoh Mopi adalah seekor anjing
dan Mopi adalah bukan seekor anjing, tidak dapat keduanya
disebut sebagai objek yang sama pada saat yang sama. Atau
menjadikan suatu prinsip bahwa jika A lebih besar dari B, dan B
lebih besar dari C, kemudian A lebih besar dari C. Kedua
prinsip ini dapat diilustrasikan melalui bentuk yang aktual
namun keduanya betul-betul terpisah dengan yang lain.
• Pembenaran pengetahuan rasional dapat diterapkan pada
pengalaman indra tetapi tidak dapat direduksi darinya.
• Pengetahuan rasional terkait dengan hubungan-hubungan logis
dan arti-arti impersonal dan kebutuhan emosional dan keadaan
71. PENGETAHUAN OTORITATIF
• Pengetahuan otoritatif adalah suatu pengetahuan
dianggap baik dan benar bukanlah karena kita telah
membuktikannya sendiri sebagai suatu yang benar,
tetapi lebih dikarenakan oleh bukti-bukti yang
diperoleh melalui otoritas para ahli dalam bidangnya.
• Contoh:
• Saya menerima tanpa ragu-ragu, bahwa Jakarta
adalah ibu kota negara Indonesia, bahwa bahasanya
adalah juga bahasa Indonesia.
• Saya menerima bahwa 1km sama dengan 1000 m
dan lain sebagainya hanya berdasarkan informasi
dari bahan-bahan bacaan dan laporan-laporan
72. Epistemologi Idealisme
tentang Pendidikan
• Pengetahuan yang diterima melalui indra berada pada ketidak-pastian
dan ketidak-komplekan. Dunia materi adalah pantulan dari being yang
lebih sempurna dan dalam realitanya selalu tidak mencerminkan
keseluruhan substansi yang sesungguhnya. Keberadaan idea tidak
tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat
dipotret oleh jiwa murni manusia.
• Realitas sejati adalah roh, bukan materi. Pengetahuan yang diperoleh
melaui panca indera tidak pasti,. Apa yang ditangkap indra manusia
hanya sebatas apa yang ia lihat, ia raba, ia rasa, ia cium dan yang ia
dengar. Sesuatu yang jelas dan pasti adalah sesuatu yang ada dalam
ruang ide. Pengetahuan indrawi menurutnya tidak dapat memproduks
pengetahuan yang sesungguhnya karena uji validitasnya tidak lengkap.
• Alam adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap.
Idea adalah hakikat murni dan asli yang memiliki watak tetap dan
konstan. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat
mutlak, tidak bisa dijangkau oleh dunia material.
73. Makna Pengt bagi Idealisme
•
•
•
•
Pengetahuan adalah produk akal an sich, karena akal merupakan
kemampuan melihat secara tajam bentuk-bentuk spritual murni dari sesuatu
yang melampaui bentuk materialnya. Pengetahuan indra tidak akan dapat
menjadi pengetahuan yang sebenarnya tanpa membiarkan akalnya bekerja
untuk menyusun pengetahuan yang memadai tentang apa yang ia lihat.
Idea memiliki relasi penting dalam alam kosmos. Idea di sini lebih berarti
sebagai wilayah mental semata. Secara esensial idea-lah yang
memberikan bentuk bagi dunia kosmos. Dunia kosmos tidak akan berarti
apa-apa, tanpa dibangun oleh dunia idea manusia.
Konsep Platonik ini kemudian dielaborasi secara metodololgis oleh Hegel
dengan mengatakan, bahwa pengetahuan itu hanya valid sepanjang
pengetahuan itu membentuk sebuah sistem. Hal ini mengingat bahwa
realitas yang sesungguhnya tidak lain adalah bersifat rasional dan
sistematis.
Berdasarkan tesis ini, selanjutnya Hegel dengan tegas mengatakan, bahwa
pengetahuan kita tentang realitas adalah benar sesuai dengan sistematika
rasio kita untuk itu. Semakin komprehensif sistem pengetahuan kita dan
semakin konsisten ide-ide yang melingkupi tentang pengetahuan itu, maka
dapat dikatakan pengetahuan itu semakin benar.
74. Bangunan Pengetahuan Idealisme
• Pengetahuan merupakan suatu bahagian dari pemikiran
manusia yang dikategorisasikan melalui alam objektif yang
ditangkap melalui indra manusia. Oleh karena itu, objek
pengetahuan mestilah melalui idea-idea yang keseluruhan
koneksitasnya bersifat sistematis.
• Pengetahuan adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan
dengan pikiran yang ditunjukkan oleh alam dan objek-objeknya.
• Dunia observasi adalah suatu sistem konferhensif dari dunia
ide yang akan menjelaskan dunia itu. Hasil pandangan inilah
yang secara nyata membawa perubahan bagi dunia partikular.
• Pengetahuan dalam bentuk ini adalah ketika imaji-imaji ide
membatasi lingkupnya dan menghubung-hubungkan bahagian
yang satu dengan yang lainnya sehingga ia masuk pada dunia
nyata yang diobservasi lewat indra.
75. sambungan
•
•
•
•
•
•
Pengetahuan berada dalam dua tingkatan, yaitu hipotesis dan kepastian
absolut.
Pengetahuan adalah kesadaran dunia idea manusia bahwa yang diajukan
dalam kesadarannya memiliki hubungan sistematis dengan keseluruhan
ideanya tentang kebaikan yang mutlak sebagai prinsip tertinggi dalam
kehidupan manusia.
Teori tentang forma mana pun baru bisa dibenarkan, jika argumennya
koheren dengan satu prinsip kebaikan tertinggi yang disebutnya sebagai
”The Beautiful” (Yang Indah) karena ”Yang Indah” merupakan sumber dari
segala eidos; sumber segala pengetahuan manusia. Pengetahuan yang
ditumbuhkan oleh manusia mesti selalu dilandasi oleh idea-ideanya tentang
kebaikan sebagai somum bomun kehidupannya di dunia.
Konsep ‘the idea of the good’ ini adalah dasar idealisme dalam
mengembangkan konsepnya tentang pendidikan.
Filsafat idea ini memberikan keyakinan bahwa idea dapat meningkatkan
kemampuan rasio manusia. Idea memiliki hubungan langsung dengan
putusan rasio yang mengarah pada pembentukan sikap. Fakta empiris dan
tingkah laku manusia tidak lain adalah refleksi dari dunia innet idea.
Metode pembelajaran apa pun dalam keseluruhan variannya mesti
berorientasi pada upaya memampukan subjek didik dengan berkontemplasi
dan memposisikan pengetahuan hipotesis sebagai awal gerak
pengembangan keilmuan mereka.
76. Hakikat belajar mengajar
• Belajar bukanlah didasarkan pada pengetahuan empiris, tetapi
hendaklah melalui pembinaan rasio. Rasio adalah sesuatu yang laten
dalam tahun-tahun pertama kehidupan manusia dan bahkan selama
perjalanan kehidupan manusia di dunia. Oleh karena itu, pembinaan
rasio merupakan tugas utama dunia pendidikan. Hal ini penting
mengingat aspek imajinasi, kreativitas, inisiatif pengetahuan, dan dan
bahkan semua aktivitas yang bermuara pada lahirnya beragam
inovasi dalam keseluruhan lini kehidupan bertolak dari aspek
kematangan rasio ini.
• Esesnsi pengetahuan adalah imposisi maknawi dan bentuk yang
dikumpulkan melalui informasi yang diambil melalui indrawi.Oleh
karena itu, inti pendidikan terletak pada pengajaran dan pelatihan.
• Idealisme mengemukakan, bahwa tujuan mengajar bukanlah sekedar
menghadirkan sebanyak-banyaknya pengetahuan kepada siswa
tetapi bagaimana siswa harus dapat mengaitkan pengetahuan itu
pada pengalaman yang mereka miliki sebelumnya sehingga apa
yang mereka pelajari memiliki arti baginya secara personal.
77. sambungan
• Perkembangan normal belajar manusia dimulai dari persepsi,
terus melalui konveksi dan pemahaman maka akan diperoleh
pemenuhan aktivitas akal.
• Semua orang dapat membentuk pemahaman yang benar
tentang dunia dan moral. Oleh karena itu belajar adalah
pembiasaan.
• Tahap pertama dan kedua perkembangan psikologis anak
menunjukkan kontemplasinya sebatas apa yang dapat
diobservasinya secara indrawi, maka semua aspek
pembelajaran pada masa ini mesti diarahkan pada pembiasaan
moral.
• Pendidikan lebih ditujukan untuk pembentukan kepribadian
individual dalam kehidupan bermakna yang ditandai dengan
munculnya kepribadian yang harmonis dan sarat dengan
kebahagiaan, mampu menahan berbagai tekanan hidup, yang
memampukannya hidup lebih baik dalam bingkai hubungan
kemanusiaan.
78. sambungan
• Guru di samping sebagai seorang spesialis dalam suatu ilmu
pengetahuan dengan penguasaan teknik mengajar secara baik; guru
juga mesti berfungsi sebagai subjek yang mampu menjadi sosok
teladan dan personifikasi dari kenyataan si anak didik.
• Guru dalam hal ini selain mesti menjadi pribadi terbaik yang akan
dicontoh muridnya, juga mesti dapat menjadi teman bagi para
muridnya dalam gerak membangkitkan gairah dan semangat belajar
mereka.
• Guru mesti menghargai kebebasan berpikir muridnya agar
berkembang menuju ke arah yang diinginkan, karena dalam
pengembangannya rasio memestikan keleluasaan dalam gerak
perhatian dan analisisnya untuk dapat mencerna dan memahami
realitas sesuai dengan konteks keabadian.
• Epistemologi idealisme ini meniscayakan kurikulum yang digunakan
dalam pendidikan pun lebih berfokus pada isi yang objektif dengan
menyediakan pengalaman belajar sebanyak-banyaknya pada siswa
untuk mampu menggerakkan jiwanya pada ragam realitas yang akan
79. Dasar Teori Pdd Idealisme
• Teori yang berkenaan dengan jiwa
dan yang menyangkut kesemua
varian personality manusia
• Teori tentang masyarakat
• Hubungan individu dan
masyarakat
• Pendasaran pendidikan pada halhal sebelumnya.
80. Epistemologi Realisme
tentang Pendidikan
•
•
•
Suatu yang riil adalah sesuatu yang bersifat fisik dan psikis. Realisme
melihat adanya hubungan dealektis antara realitas subjek yang menyadari
dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realitas
lain yang berada di luar dirinya sebagai sesuatu yang dijadikan objek
pengetahuan.
Dunia yang kita terima ini bukanlah sebuah dunia yang kita ciptakan kembali
secara mental, tetapi merupakan sebuah dunia apa adanya.
Substansialitas, kausalitas dan bentuk-bentuk alam bukanlah semacam
proyeksi dan pikiran, tetapi lebih merupakan segi-segi dari benda-benda itu
sendiri. Sain natural mengembangkan sebuah gambaran yang berbeda
tentang dunia dari pengalaman keseharian kita.
Ide atau proposisi adalah benar ketika eksistensinya berhubungan dengan
segi-segi dunia. Sebuah hipotesis tentang dunia tidak dapat dikatakan benar
semata-mata karena ia koheren dengan pengetahuan. Jika pengetahuan
baru itu berhubungan dengan yang lama, maka hal itu hanyalah lantaran
“yang lama” itu memang benar, yaitu disebabkan pengetahuan lama
koresponden dengan apa yang terjadi dengan kasus itu. Jadi koherensi
tidak melahirkan kebenaran. Ketika dua atau lebih teori tentang keterkaitan
segi-segi dunia berhubungan pada segi-segi yang mereka gambarkan,
maka secara natural mereka pun secara nyata akan mendukung satu
81. sambungan
•
•
•
•
•
Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang koresponden dengan dunia
sebagaimana apa adanya.
Menanamkan pengetahuan tertentu kepada anak yang sedang tumbuh dan
berkembang merupakan tugas paling penting di sekolah.
Oleh karena itu, inisiatif dalam dunia pendidikan terletak pada guru sebagai
pengalihan warisan budaya bukan pada siswa. Guru yang mesti memutuskan ke
arah mana subjek didik mau diarahkan dan apa saja subjek matters yang mesti
dipelajari di kelas. Jika subjek matters ini dapat dibuat untuk memuaskan kebutuhankebutuhan personal atau kepentingan anak, maka ianya semakin baik. Tetapi
memuaskan siswa secara personal jauh kurang penting dari pada menanamkan
subjek matters yang benar.
Mengajarkan pengetahuan pada siswa merupakan tujuan yang paling sesungguhnya
dalam pendidikan. Bagi aliran realisme, memuaskan siswa hanyalah sebagai
instrumen untuk peraihan tujuan pendidikan, bukan sebagai fokus aktivitas
pembelajaran. Hal ini diperlukan dalam implementasi setiap strategi mengajar yang
telah ditetapkan guru sebagai langkah penting dalam pencapaian tujuan yang telah
ditentukan.
Epistemologi realisme tentang pendidikan seperti dikemukan di depan meniscayakan
bahwa proses pembelajaran mesti didekati dengan pendekatan induktif, bukan
deduktif. Pendekatan ini baginya adalah cara yang relevan untuk menanamkan
pengetahuan dan nilai ke dalam diri. Hal ini sejalan dengan watak manusia dalam
memperoleh pengetahuan yang memang bersentuhan dengan sendi-sendi dunia
yang secara nyata berhubungan satu dengan yang lainnya.
82. Epistemologi Pragmatisme
tentang Pendidikan
•
•
•
Kaum pragmatis meyakini bahwa pikiran mestilah lebih bersifat aktif dan berhubungan
dengan penyelidikan dan penemuan dari pada pasif dan menerima. Pikiran manusia
tidak mengkonfrontasikan dunia yang ianya terpisah dari aktivitas penyelidikan dan
penemuan itu. Pengetahuan dunia dibentuk melalui pikiran yang mengetahuinya.
Kebenaran tidak tergantung sepenuhnya melulu pada korenpondensi ide manusia
dengan realitas eksternal, karena realitas bagi manusia tergantung pada bagian dalam
ide yang menjelaskannya. Pengetahuan adalah produk transaksi antara manusia dan
lingkungannya dan kebenaran adalah suatu proferti bagi pengetahuan. Lantas, apakah
nilai kebenaran suatu pengetahuan itu sama?
Kelompok pragmatis mengklaim bahwa suatu ide adalah benar jika bisa diterapkan.
Hanya Willeam James yang menyebutkan, bahwa ide benar jika memberikan
konsekuensi bernilai bagi personnya. Sedangkan Peirce dan Dewey memandang
bahwa suatu ide benar hanya jika ianya memiliki konsekuensi memuaskan ketika
secara objektif dan secara saitifik mungkin dipraktikkan. Jadi pragmatisme memandang
kebenaran suatu ide tergantung pada konsekuensi yang muncul ketika ide itu
dioperasikan.
John Dewey menyebutkan, bahwa pikiran bukanlah suatu yang ultimate, absolut, tetapi
merupakan suatu bentuk proses alamiah dimana ia muncul sebagai hasil dari
hubungan aktif antara organisme yang hidup dengan lingkungannya. Pikiran terawal
dari pengalaman dan untuk kembali ke pengalaman. Ada hubungan interdependensi
antara pikiran dan pengalaman empiris yang meniscayakan perubahan-perubahan.
Tidaklah dikatakan pengetahuan jika tidak membawa pada perubahan bagi kehidupan
manusia. Jadi, nilai pengetahuan dilihat dari kadar instrumentalisnya yang akan
membawa pada akibat-akibat baik yang telah atau yang akan dihasilkan oleh ide/
83. sambungan
•
•
•
•
•
•
•
Method of intellegence adalah cara yang ideal untuk mendapatkan pengetahuan.
Kita menangkap sesuatu yang terbaik melalui melokalisasi problem sedemikian rupa
dan memecahkannya.
Menghadapi sebuah problem, intellegence mengajukan hipotesis tentang problem
itu. Hipotesis yang memecahkan problem, secara sukses merupakan hipotesis yang
menjelaskan fakta-fakta dri problem itu.
Guru harus mengkonstruk situasi belajar mengenai problem-problem tertentu yang
pemecahannya akan membawa siswa kepada pemahaman yang lebih baik akan
lingkungan sosial dan fisik mereka.
Subjek matters harus memberikan manfaat dalam pemecahan dalam problem
tertentu yang sedang mereka diskusikan seperti transfortasi sepanjang sejarah,
persoalan-persoalan seksual saat ini.
Semua materi pelajaran ini menjadi lebih bermakna bagi siswa dan akan semakin
mudah dikuasai ketika siswa dapat memanfaatkannya sebagai alat untuk
memuaskan kebutuhan dan kepentingan diri siswa.
Seorang anak adalah pelajar yang alamiah ingin tahu secara natural. Ia akan
mempelajari semua dari apa yang dia rasakan atau apa yanhg ia pikirkan. Guru
harus menghidupkan spirit inquiri. Mengajar siswa dalam subjek matters telah
menjadi jelas baginya oleh orang lain.
Guru harus menolong siswa mempelajari apa yang dirasakan, seperti sain, sastra
dan sejarah. Jadi point bagi kaum pragmatis adalah bahwa siswa harus belajar dari
keingintahuan, semesntara guru mesti merangsang keingintahuan itu dari subjek
tertentu yang akan memenuhi keinginan tersebut.
84. Nilai dan Pendidikan
•
•
•
•
HAKIKAT NILAI
Nilai adalah gambaran tentang sesuatu yang indah
dan menarik, yang mempesona, yang menakjubkan,
yang membuat kita bahagia, senang dan ingin
memilikinya.
Nilai itu merupakan dasar bagi sebuah persoalan
pilihan dan pembuatan keputusan.
Nilai dapat diartikan dalam makna benar dan salah;
baik dan buruk; manfaat atau berguna; indah dan jelek
dan lain sebagainya.
Kualitas nilai biasanya terlihat pada rasa puasnya
seseorang dalam melihat hasil karyanya.
85. Nilai Bagi Manusia
•
•
•
•
•
Seseorang akan merasa bahagia jika telah berbuat yang benar dan
merasa gelisah jika tidak dapat merealisasikan apa yang
dianggapnya benar.
Seseorang akan merasakan bermakna dalam hidupnya jika ia telah
dapat mewujudkan kebaikan tertinggi dalam hidupnya.
Orang akan senantiasa mengarahkan matanya, pikirannya dan
karyanya pada sesuatu yang indah dan nyaman, bukan pada
sesuatu yang tidak indah dan tidak nyaman untuk diliuhat dan
dinikmati.
Oleh karena itu, nilai selalu dihubungkan pada penunjukan kualitas
sesuatu benda ataupun perilaku dalam berbagai realitas.
Nilai adalah perwujudan dari watak hakiki manusia yang memang
akan senantiasa memuarakan semua aktivitasnya pada hal yang
terbaik dan bernilai.
86. KLASIFIKASI NILAI
• Agama = bicara nilai dari sudut benar –
salah
• Etika = bicara nilai dari sudut baik –
buruk
• Estetika = bicara nilai dari sudut indah jelek
87. Nilai dan Pendidikan Menurut
Kaum Idealisme
• Kaum idealisme dengan pahamnya bahwa somum
bonum (ide kebaikan tertinggi) kehidupan manusia
sesunguhnya telah ada bersamaan dengan kemunculan
dirinya ke dunia.
• Oleh karena itu, nilai apa pun selalu tetap dan tidak
berubah-ubah, absolut.
• Idealisme percaya bahwa nilai sesungguhnya bukanlah
produk dari manusia, tetapi lebih merupakan bahagian
dari alam jagad raya.
• Tugas manusia adalah bagimana agar nilai-nilai
kebaikan itu teraplikasi dalam keseluruhan realitas
aktivitasnya di dunia.
88. Implikasi Tindakan Edukasi
•
•
•
•
•
•
Merealisasikan nilai-nilai dalam konteks innate idea itu ke dalam kehidupan
nyata diperlukan berbagai perangkat pendukung agar ianya menjadi nilai
sejati dalam dirinya.
Subjek didik harus diajarkan bagaimana meraih nilai-nilai dan bagaimana
mereka dapat hidup dengan nilai-nilai itu.
Mengingat perealisasian nilai erat kaitannya dengan keseluruhan aktivitas
spritual manusia, maka dalam upaya pendidikan nilai, subjek didik mesti
diposisikan sebagai makhluk spritual yang sepenuhnya mesti menyadari
bahwa dirinya mesti mengupayakan nilai-nilai kebaikan itu dalam realitas.
Realisasi nilai absolut dalam diri manusia memerlukan pengupayaanpengupayaan atau sokongan dari unsur-unsur lain di luar individu itu agar
ianya tampil dalam tindakan.
Nilai tidak dapat diajarkan, tetapi lebih merupakan gerakan penyadaran
yang dilakukan semua orang yang terkait
Nilai lebih pada pembiasaan-pembiasaan dan penyontohan-penyontohan
antar individu dalam masyarakat.
89. Tindakan Nilai di Sekolah
• Tidak ada murid yang benar-benar jelek, dan
atau tidak baik tetapi hanya ada orang-orang
yang telah menggelincirkan dirinya dari tatanan
moral yang fundamental dari alam jagad raya
ini.
• Oleh karena itu, pendidikan persekolahan mesti
ditata dalam sistem rasional dan teratur sesuai
dengan jalur natural yang ada dalam alam jagad
raya.
• Kehidupan yang baik hanya dapat dalam
masyarakat (keluarga, sekolah dan lingkungan)
yang baik
90. Nilai dan Pendidikan Menurut
Kelompok Realisme
• Realisme sependapat dengan idealisme yang
menyatakan bahwa nilai fundamental dalam diri
manusia bersifat permanen dan absolut,
• Jika idealisme berpendirian bahwa absolutisme
nilai hanya karena memang ia bukan produks
manusia tetapi bahagian dari alam jagad raya
dan dibawa manusia sejak ia dilahirkan ke
dunia, maka realisme melihat absolutisme nilai
semata-mata karena akal yang dianugerahkan
kepada manusia mampu menempuh ruang nilai
yang ditentukan Tuhan.
91. Pandangan Fils. Realisme
• Suatu yang riil atau sesuatu yang benar adalah
sesuatu yang merupakan gambaran nyata atau
salinan sebenarnya dari dunia realitas.
• Pengetahuan manusia tentang sesuatu tidak lain
adalah jelmaan jelas dari gambaran dunuia yang
direduksi oleh akal dalam dirinya.
• Sesuatu bernilai benar dan tepat bila sesuai dengan
kenyataan.
• Kita dapat memahami banyak dari hukum-hukum
moral universal ini melalui akal kita dalam
memandang realitas faktual
92. Pembelajaran Nilai
• Anak harus diajarkan untuk hidup dengan
standar moral yang absolut dan universal,
karena apa yang benar itu adalah juga benar
bagi semua orang secara umum bukan hanya
untuk sekelompok ras dan masyarakat tertentu
saja.
• Penting bagi anak untuk menerima kebiasaan
yang baik dari lingkungannya. Perilaku yang
baik dan bajik itu tidak akan datang kepada
manusia secara otomatis, tetapi harus dipelajari.
• Pengembangan kemampuan individu mesti
diarahkan untuk mencapai nilai di dalam realitas
pengalaman intelektual maupun realitas
pengalaman moral
93. Nilai dan Pendidikan Menurut
Kelompok Pragmatis
• Nilai itu relativ.
• Etika dan aturan-aturan moral tidak permanen
tetapi tampil karena perubahan budaya dan
masyarakat.
• Menguji ketingian nilai seiring dengan menguji
kebenaran idea-idea kita.
• Kita mesti memperhatikan problema kehidupan
manusia baik secara keseluruhan maupun
saintifik dan memilih nilai-nilai mana yang
kelihatannya dapat memecahkan problematika
manusia.
94. Dasar Bangunan Nilai
• Sejauh mana sesuatu itu memiliki nilai
guna…. Fungsional ….. Praktis dalam
kehidupan… dilihat dari tingkat
manfaatnya
• Nilai dilihat dari konsekuensinya dalam
kehidupan
95. NILAI DAN PENDIDIKAN DALAM
KONTEKS ISLAM
•
•
•
Nilai terkait dengan keyakinan
seseorang atas sesuatu yang
mewajibkan dirinya untuk
melestarikannya.
Nilai teraplikasi dalam tindakan praktis,
artinya nilai sangat berkaitan dengan
aktivitas seseorang.
Amal adalah bukti nyata bahwa
seseorang telah memiliki nilai.
97. Etika dan Pendidikan
•
•
•
Kajian etika biasanya mencermati bentukbentuk sistem yang konsisten dari normanorma yang ditunjukkan validitasnya bagi
semua manusia secara rasional
Pendidikan secara luas dianggap sebagai
usaha moral
Sikap guru terhadap tugasnya tergantung
pada sikap etis yang dimilikinya.
98. Etika dan Tugas Profesi Keguruan
• Etika merupakan studi nilai dalam realita perilaku dan
tindakan manusia. Ia meliputi pertanyaan-pertanyaan
seperti kehidupan yang bagaimana bagi seseorang yang
disebut baik? bagaimana kita harus berperilaku dalam
kehidupan? bagaimana memilih dan menentukan bahwa
perilaku kita itu baik atau tidak baik? Kecuali itu, etika
juga terkait dengan persoalan-persoalan nilai benar
sebagai basis bagi tindakan yang benar.
• Guru yang memiliki etika akan memiliki sikap
profesionalisme yang tinggi, karena kerjanya didasarkan
pada prinsip-prinsip yang tinggi
99. Estetika dan Pendidikan
Estetika merupakan studi nilai dalam realitas
keindahan. Nilai estetika biasanya sukar untuk
dinilai, karena nilai-nilai ini menjadi nilai milik
personal dan subjektif. Estetika berkenaan dengan
seni
Seseorang dapat memahami segala sesuatu sebagai
sains melalui penggunaan intelegensinya, namun
hal itu akan lebih mendalam jika ianya disentuhkan
dengan praktik lain, yaitu seni.
Upaya apa pun yang tidak disentuhkan dengan seni
akan menjadikan sesuatu itu dipahami secara kaku,
rigit dan statis
100. Sambungan
• Pendidikan yang mengikutkan estetika sebagai sesuatu
yang penting dalam setiap setiap gerak langkahnya,
menjadikan aktivitasnya hidup dalam suasana yang
nyaman dan menyenangkan, sehingga subjek didiknya
akan betah dalam menjalankan proses belajar, karena
memang tidak tersentuh oleh watak keterpaksaan yang
akan menyiksa dirinya.
• Estetika dan pendidikan merupakan sesuatu yang tidak
dapat dipisahkan begitu saja, tidak saja karena
aktivitasnya yang membutuhkan nilai estetis, tetapi juga
mengingat entitasnya yang memang juga akan
membangun nilai-nilai estetis dalam diri subjek didik.
101. Teori-Teori Pengembangan SDM
(Idealisme)
Aliran ini memiliki suatu keyakinan, bahwa realitas
ini terdiri dari substansi sebagaimana ide-ide atau
spirit. Alam nyata tergantung pada Tuhan sebagai
Jiwa Universal. Alam nyata ini adalah pancaran dan
ekspresi dari Jiwa Universal itu. Realita yang
sesungguhnya bukanlah terletak pada bendanya,
tetapi pada sesuatu yang berada di dalam dan
mengikat zat tersebut, sehingga ia menjadi wujud.
Filsafat idealis mengklaim, bahwa realitas tertinggi yang
berada pada spritual melebihi yang fisik, mental melebihi
yang material.
102. Dasar Filosofi
•
•
•
•
•
•
•
Manusia lahir ke dunia dengan membawa ide atau yang disebutnya dengan
innate idea (ide bawaan).
Manusia lahir telah membawa nilai-nilai kebaikan dan kebenaran yang
dengannya manusia mesti memeliharanya agar apa yang telah dibawanya
menjadi nyata dalam alam realitas.
Idealis tidak menolak pengalaman fisik manusia, namun kesemua itu
bukanlah merupakan sesuatu realitas yang ultimet, pengalaman material itu
tidak lain adalah manifestasi dari suatu realitas yang paling fundamental
realitas yang sesungguhnya bukan berada pada kebenaran indrawi manusia
yang terbatas pada hal-hal yang terlihat dan terukur saja.
Apa yang ada dalam wujud materi hanyalah sebagai refleksi atas kebenaran
hakiki yang berada di ruang ide manusia. Wujudnya merupakan
keseluruhan totalitas yang tersusun secara logis dan spritual yang telah ada
dan tertata rapi dalam alam ide manusia.
Manusia akan dapat melihat dan berpikir tentang sesuatu dengan objektif,
bila mana ia berada di luarnya. Mesti ada jarak antara subjek dengan objek.
Hanya dengan cara demikian akan muncul rasa ta`ajjub dan bertanya-tanya
tentang sesuatu yang adalah suatu bukti awal aktivitas akal manusia
sebagai realisasi dunia ide ke permukaan.
Dunia idea inilah sebagai awal gerak pengembangan manusia, karena
pengetahuan yang subjektif-parsial sangat tergantung pada sinaran
intelektualitas dunia idea.
103. Teori-Teori Pengembangan SDM
(Rasionalisme)
Rasionalisme adalah suatu aliran filsafat yang muncul pada zaman
moderen yang menekankan, bahwa dunia luar adalah sesuatu yang
riil.
Realitas merupakan pertemuan jiwa dan dunia luar sebagai objeknya.
Sumber pengetahuan terletak rasio manusia melalui persentuhannnya
dengan dunia nyata di dalam berbagai pengalaman empirisnya.
Kesempurnaan kemanusiaan tergantung pada kualitas rasionya,
sedangkan kualitas rasio manusia tergantung kepada penyediaan kondisi
yang memungkinkan berkembangnya rasio ke arah yang memadai untuk
mencerna berbagai permasalahan kehidupan menuju penyempurnaan dan
kemajuan
Pribadi-pribadi yang rasional adalah pribadi-pribadi yang mempunyai suatu
keyakinan atas dasar kesimpulan yang berlandaskan pada analisis
mendalam terhadap berbagai bukti yang dapat dipercaya, sehingga
terdapat hubungan rasional antara ide dan kenyataan empiri
104. Tendensi Pengembangan
• Pengembangan sumber daya manusia tidak lain adalah
dengan pendekatan mental dicipline, yaitu suatu
pendekatan yang berupaya melatih pola dan sistematika
berpikir seseorang atau sekelompok orang melalui tata
logik yang tersistematisasi.
• Pendidikan adalah upaya memampukan anak didik
dalam menghubungkan berbagai data atau fakta yang
ada melalui tata pikir logik sistematik menuju
pengambilan suatu kesimpulan yang baik pula.
• Proses semacam ini memerlukan penguatan-penguatan
(reinforcement) melalui pendekatan individualistis yang
mengacu pada latihan intelektualistis.
106. Teori Pengb SDM Realisme
Merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis.
Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas
dunia fisik dan dunia ruhani.
Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek
yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya
adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek
pengetahuan manusia.
Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan
Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke,
Galileo, David Hume, John Stuart Mill.
107. Teori-Teori Pengembangan SDM
Pragmatisme-Eksprimentalis
Kehidupan tidak memiliki makna finis.
Ketika suatu tujuan telah tercapai dan suatu
kebutuhan telah dipenuhi, maka hal ini menjadi
instrumen bagi pengujian dan penemuan
selanjutnya.
Realitas yang nyata adalah perubahan dan hanya
dapat diketahui melalui pengalaman praktis.
Yang riil adalah segala sesuatu yang dapat dialami
dan dialami oleh panca indra.
Realitas adalah interaksi manusia dengan
lingkungannya.
Sesuatu dikatakan benar apabila dapat dibuktikan
secara nyata dalam kehidupan praktis manusia.
108. lanjutan
•
hidup adalah perubahan dan perubahan terjadi melalui pemikiran
cerdas manusia dalam menyelesaikan berbagai rintangan dan
problem yang ada.
• Penyelesaian problem sangat tergantung pada penyesuain diri
dengan berbagai realitas dalam pengalaman-pengalaman.
• Pendidikan bukan semata-mata memberikan materi pelajaran yang
dapat membawa subjek didik ke arah kemampuan menyesuaikan
diri dengan situasi kondisi kehidupan nyata saja, tetapi yang lebih
penting dari itu adalah bagaimana agar subjek didik itu
meningkatkan kualitasnya melalui upaya memperkuat dan
meningkatkan pengalaman-pengalaman moral.
• Peranan rasio manusia mesti menjadi perhatian dalam
pengembangan sumber daya manusia, karena fungsinya yang
dapat menjembatani relasi individu-individu dengan lingkungannya.
109. Pengb SDM Eksistensialisme
Memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu.
Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif,
subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan konkrit dari
keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat
manusia atau realitas.
Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren
Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril
Marcel, Paul Tillich
110. Filsafat Pendidikan
Progresivisme
• Bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran
filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan
suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan
pada tahun 1918.
• Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang
benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa
mendatang.
• Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya
memfokuskan pada guru atau bidang muatan.
• Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle,
william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence
B.Thomas, Frederick C. Neff
111. Filsafat Pendidikan
Esensialisme
•
Adalah suatu filsafat pendidikan
konservatif yang pada mulanya
dirumuskan sebagai suatu kritik pada
trend-trend progresif di sekolahsekolah. Mereka berpendapat bahwa
pergerakan progresif telah merusak
standar-standar intelektual dan moral
di antara kaum muda. Beberapa tokoh
dalam aliran ini: william C. Bagley,
Thomas Briggs, Frederick Breed dan
Isac L. Kandell.
112. Filsafat Pendidikan Perenialisme
Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang
lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir
sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan
progresif. Mereka menentang pandangan
progresivisme yang menekankan perubahan
dan sesuatu yang baru. Perenialisme
memandang situasi dunia dewasa ini penuh
kekacauan, ketidakpastian, dan
ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan
moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena
itu perlu ada usaha untuk mengamankan
ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan
menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsipprinsip umum yang telah menjadi pandangan
hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa
113. AliranFilsafat
Rekonstrusionisme
• Pendidikan dapat memunculkan kesadaran para subjek didik untuk
senantiasa memperhatikan persoalan sosial, ekonomi dan politik dan
menjelaskan kepada mereka bahwa memecahkan kesemua problem itu
hanya melalui keterampilan memecahkan problem. Tujuan aliran ini tidak
lain adalah untuk membangun masyarakat baru, yakni suatu masyarakat
global yang memiliki hubungan interdependensi
• Manusia memiliki potensi fleksibel dan kukuh baik dalam sikap maupun
dalam tindakan. Adalah suatu hal yang paling berharga dalam kehidupan
manusia itu, jika ia memiliki kesempatan yang cukup untuk mengembangkan
potensi naturalnya secara sempurna. Pendidikan dalam hal ini adalah
jawaban atas keinginan potensial manusia itu.
• Tujuan pendidikan adalah mampu membangun dunia bagi masyarakat
dengan menggunakan kemampuan akal, indra dan intuisi. Oleh karena itu
ketiga aspek ini mesti tertuang dalam kurikulum pendidikan itu. Pendidikan
harus menjadikan subjek didiknya mampu menggunakan ilmu pengetahuan
yang diperolehnya sebagai wahana bagi perealisasian nilai-nilai spritual.
114. lanjutan
•
•
•
•
Pendidikan menurutnya mesti mampu memandang situasi aktual dengan tidak
melihat manusia secara sebahagian-bagian. Pendidikan baru harus mampu
menjadikan ilmu-ilmu pengetahuan sebagai wahana bagi realisasi nilai-nilai spritual.
Untuk itu perlu adanya upaya integrasi intelektual dan cinta, sebab hidup bukanlah
rutinitas, tetapi seni yang kreatif, konstruktif dan inovatif.
Pengembangan watak manusia ini selalu berinteraksi dengan kondisi-kondisi yang
mengelilinginya dalam menghasilkan budaya. Oleh karena itu manusia selalu
beradaptasi dengan lingkungan masyarakatnya. Manusia adalah bagian terpenting
dalam sebuah masyarakat, sehingga apa pun yang ia lakukan selalu bekenaan
dengan pembentukan kebudayaannya. Masalah perbedaan biologis dan perbedaan
individu berfungsi dalam suatu bentuk sosial namun itu bukanlah sifat asli yang dapat
memisahkan suatu bangsa, kelompok dan kelas tertentu dari yang lainnya. Lebih
lanjut, ia mengatakan bahwa kebebasan adalah hak esensial manusia, namun dalam
pengembangannya memerlukan hubungan dengan sesuatu yang berada di luar
dirinya dan di sinilah manusia mesti menjadi bagian dalam suatu masyarakat.[3]
Mengingat manusia adalah bagian masyarakat, maka pendidikan secara efisiensi
mesti mengacu pada kepentingan rekonstruksi masyarakat.