4. Hendaknya setiap orang senantiasa
berupaya mengingat kematian dengan
cara memperbanyak amalan shaleh dan
berupaya sebisa mungkin untuk
meninggalkan segala yang diharamkan
Allah.
Hendaknya setiap orang senantiasa
berupaya mengingat kematian dengan
cara memperbanyak amalan shaleh dan
berupaya sebisa mungkin untuk
meninggalkan segala yang diharamkan
Allah.
Menyiapkan kematian
6. 1. Menutup kedua matanya.
Ketika wafat, Rasulullah memejamkan kedua mata Abu
Salamah. Beliau bersabda;
2.
“Sesungghnya ruh itu apabila dicabut, maka mata akan
mengikuti arahnya.”. Olehnya, diperintahkan untuk
segera menutupnya.
2. Melenturkan persendiannya agar tidak menjadi kaku dan
keras, serta meletakkan benda di atas perut si mayit agar
tidak mengembung.
1. Menutup kedua matanya.
Ketika wafat, Rasulullah memejamkan kedua mata Abu
Salamah. Beliau bersabda;
2.
“Sesungghnya ruh itu apabila dicabut, maka mata akan
mengikuti arahnya.”. Olehnya, diperintahkan untuk
segera menutupnya.
2. Melenturkan persendiannya agar tidak menjadi kaku dan
keras, serta meletakkan benda di atas perut si mayit agar
tidak mengembung.
Setelah memastikan kematian
7. 3. Menutupi mayit dengan pakaian yang melindungi seluruh tubuhnya.
Aisyah berkata;
3
“Ketika wafat, Rasulullah dibungkus dengan kain (panjang) bergaris.”.
4. Menyegerakan seluruh proses pengurusan jenazahnya.
Rasulullah bersabda;
4.
“Segeralah menyelenggarakan jenazah.”.
• Dianjurkan menguburnya di tempat kematiannya
5.
“Rasulullah memerintahkan agar para sahabatnya yang gugur ketika perang
uhud dimakamkan di tempat mereka wafat, dan tidak usah
dipindahkan.”.
3. Menutupi mayit dengan pakaian yang melindungi seluruh tubuhnya.
Aisyah berkata;
3
“Ketika wafat, Rasulullah dibungkus dengan kain (panjang) bergaris.”.
4. Menyegerakan seluruh proses pengurusan jenazahnya.
Rasulullah bersabda;
4.
“Segeralah menyelenggarakan jenazah.”.
• Dianjurkan menguburnya di tempat kematiannya
5.
“Rasulullah memerintahkan agar para sahabatnya yang gugur ketika perang
uhud dimakamkan di tempat mereka wafat, dan tidak usah
dipindahkan.”.
Setelah memastikan kematian
8. 1. Memandikan, mengkafani dan menshalatkan
mayit hukumnya adalah fardhu kifayah.
2. Yang paling berhak memandikan mayit adalah
orang yang diwasiatkan oleh sang mayit itu.
3. Kemudian jika sang mayit adalah laki-laki, maka
setelah yang diwasiatkannya, yang paling berhak
adalah ayahnya, anak laki-lakinya dan
selanjutnya keluarganya yang terdekat setelah
mereka.
1. Memandikan, mengkafani dan menshalatkan
mayit hukumnya adalah fardhu kifayah.
2. Yang paling berhak memandikan mayit adalah
orang yang diwasiatkan oleh sang mayit itu.
3. Kemudian jika sang mayit adalah laki-laki, maka
setelah yang diwasiatkannya, yang paling berhak
adalah ayahnya, anak laki-lakinya dan
selanjutnya keluarganya yang terdekat setelah
mereka.
Memandikan Mayit
9. 4. Demikianlah jika sang mayit adalah wanita; setelah orang
yang diwasiatkannya, maka yang paling berhak
memandikannya adalah ibunya, anak wanitanya, dan
selanjutnya keluarganya yang terdekat setelah mereka.
5. Seorang suami boleh memandikan istrinya. Rasulullah
berkata kepada Aisyah berkata;
6
“Demi Allah jika sekiranya engkau wafat terlebih dahulu
dariku, maka saya akan memandikanmu.”.
6. Demikian juga sebaliknya, istri boleh memandikan
suaminya.
7.
“Abu Bakar berwasiat, jika Beliau meninggal, agar
dimandikan oleh istrinya.”.
4. Demikianlah jika sang mayit adalah wanita; setelah orang
yang diwasiatkannya, maka yang paling berhak
memandikannya adalah ibunya, anak wanitanya, dan
selanjutnya keluarganya yang terdekat setelah mereka.
5. Seorang suami boleh memandikan istrinya. Rasulullah
berkata kepada Aisyah berkata;
6
“Demi Allah jika sekiranya engkau wafat terlebih dahulu
dariku, maka saya akan memandikanmu.”.
6. Demikian juga sebaliknya, istri boleh memandikan
suaminya.
7.
“Abu Bakar berwasiat, jika Beliau meninggal, agar
dimandikan oleh istrinya.”.
Memandikan Mayit
10. 7. Laki-laki dan wanita boleh memandikan anak berusia 7 tahun
kebawah (laki-laki maupun wanita). Anak seusia itu, tidak
mengapa melihat auratnya.
8. Jika seorang laki-laki (tidak memiliki istri) meninggal ditengah
komunitas wanita, maka ditayammumkan dan tidak boleh
dimandikan. Demikianlah sebaliknya.
9. Seorang muslim haram memandikan dan menguburkan orang
kafir. Allah berfirman;
8
“Janganlah engkau menshalatkan seorangpun yang mati dari mereka
(orang-orang kafir).”. Bila saja menshalati mereka dilarang, maka
pekerjaan yang lebih ringan dari itu , pun terlarang.”.
7. Laki-laki dan wanita boleh memandikan anak berusia 7 tahun
kebawah (laki-laki maupun wanita). Anak seusia itu, tidak
mengapa melihat auratnya.
8. Jika seorang laki-laki (tidak memiliki istri) meninggal ditengah
komunitas wanita, maka ditayammumkan dan tidak boleh
dimandikan. Demikianlah sebaliknya.
9. Seorang muslim haram memandikan dan menguburkan orang
kafir. Allah berfirman;
8
“Janganlah engkau menshalatkan seorangpun yang mati dari mereka
(orang-orang kafir).”. Bila saja menshalati mereka dilarang, maka
pekerjaan yang lebih ringan dari itu , pun terlarang.”.
Memandikan Mayit
11. 10. Jika sang mayit memiliki luka, maka sebelum memandikannya
hendaknya membersihkan luka tersebut.
11. Jika sang mayit diperban atau digips, maka sebelum
memandikannya hendaknya perban atau gips itu dibuka
terlebih dahulu. Kecuali jika dengan membukanya akan lebih
memperparah luka tersebut (mengoyak luka itu), maka tidak
boleh dibuka.
12. Jika sang mayit mengalami luka yang tidak memungkinkan
untuk dicuci (luka bakar atau yang semacamnya), maka
hendaknya luka itu dibersihkan kemudian ditutup dengan
perban yang dilapisi oleh kapas. Dan diakhir proses mandi,
hendaknya bagian itu ditayammumkan.
10. Jika sang mayit memiliki luka, maka sebelum memandikannya
hendaknya membersihkan luka tersebut.
11. Jika sang mayit diperban atau digips, maka sebelum
memandikannya hendaknya perban atau gips itu dibuka
terlebih dahulu. Kecuali jika dengan membukanya akan lebih
memperparah luka tersebut (mengoyak luka itu), maka tidak
boleh dibuka.
12. Jika sang mayit mengalami luka yang tidak memungkinkan
untuk dicuci (luka bakar atau yang semacamnya), maka
hendaknya luka itu dibersihkan kemudian ditutup dengan
perban yang dilapisi oleh kapas. Dan diakhir proses mandi,
hendaknya bagian itu ditayammumkan.
Hal lain yang perlu diperhatikan
12. 13. Jika sang mayit mengalami luka yang tidak sama sekali
memungkinkan seluruh tubuhnya terkena air, maka cukup
dengan mentayammumkannya setelah meletakkannya diatas
kafan.
14. Jika sang mayit memiliki gigi emas, maka hendaknya gigi
tersebut dicabut dan diberikan kepada ahli warisnya. Kecuali
jika dengan mencabutnya akan merusak bagian tubuh sang
mayit (gusi atau yang disekitarnya), maka tidak boleh
mencabutnya.
15. Memandikan mayit wanita sama saja dengan memandikan
mayat laki-laki. Namun untuk wanita, hendaknya rambutnya
dikepang. Dan bagian aurat yang ditutup dimulai dari pangkal
leher hingga bawah lutut.
13. Jika sang mayit mengalami luka yang tidak sama sekali
memungkinkan seluruh tubuhnya terkena air, maka cukup
dengan mentayammumkannya setelah meletakkannya diatas
kafan.
14. Jika sang mayit memiliki gigi emas, maka hendaknya gigi
tersebut dicabut dan diberikan kepada ahli warisnya. Kecuali
jika dengan mencabutnya akan merusak bagian tubuh sang
mayit (gusi atau yang disekitarnya), maka tidak boleh
mencabutnya.
15. Memandikan mayit wanita sama saja dengan memandikan
mayat laki-laki. Namun untuk wanita, hendaknya rambutnya
dikepang. Dan bagian aurat yang ditutup dimulai dari pangkal
leher hingga bawah lutut.
Hal lain yang perlu dperhatikan
13. 16.Jika si mayit adalah anak yang belum baligh,
maka tidak perlu mewudhukannya.
17.Janin yang gugur dengan usia kurang dari 4
bulan; tidak dimandikan, tidak dikafani dan
tidak juga dishalatkan. Namun hanya
dikuburkan saja.
18.Bila janin tersebut gugur diusia 4 bulan atau
atau lebih, maka hukumnya sama dengan anak
yang belum baligh.
16.Jika si mayit adalah anak yang belum baligh,
maka tidak perlu mewudhukannya.
17.Janin yang gugur dengan usia kurang dari 4
bulan; tidak dimandikan, tidak dikafani dan
tidak juga dishalatkan. Namun hanya
dikuburkan saja.
18.Bila janin tersebut gugur diusia 4 bulan atau
atau lebih, maka hukumnya sama dengan anak
yang belum baligh.
Hal lain yang perlu dperhatikan