1. Oleh :
Irfan, S.Pd., M.Ds.
Analisis Perkembangan Ragam Hias
Pada Keramik Tradisional Desa Jipang
Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa
Usul Penelitian PNBP
Lemlit UNM
2. LATAR BELAKANG MASALAH
Industri kerajinan keramik tradisional Jipang telah
berlangsung dalam proses waktu yang lama
sehingga menjadi bagian dari kebudayaan setempat
Eksistensi keramik tradisional adalah bentuk adaptasi
dan pemberdayaan masyarakat terhadap lingkungan
sekitar, sumber pendapatan, sekaligus sebagai
bentuk ekspresi seni
Perubahan waktu telah mempengaruhi
perkembangan bentuk, fungsi, dan ragam hias pada
keramik
Aplikasi ragam hias etnik dengan memadukan serat
lontar pada keramik halus merupakan kreatifitas yang
menarik untuk diteliti
3. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah Perkembangan bentuk visual
keramik tradisional desa Jipang ?
Bagaimanakah Perkembangan Fungsi
Keramik tradisional Desa Jipang ?
Bagaimanakah Perkembangan Ragam Hias
keramik tradisional desa Jipang ?
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi
perkembangan tersebut?
4. Tujuan Penelitian
Mendeskripsikan proses terjadinya
perkembangan bentuk visual keramik Jipang
Mendeskripsikan proses terjadinya
perkembangan fungsi keramik Jipang
Mendeskripsikan proses perkembangan ragam
hias keramik Jipang
Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya perkembangan
bentuk, fungsi, dan ragam hias pada keramik
desa Jipang
5. Menjadi masukan bagi masyarakat dan
pemerintah mengenai keramik hias sebagai satu
karya seni rupa tradisional yang memiliki potensi
budaya dan potensi ekonomi yang sangat tinggi.
Menambah wawasan dan pengalaman peneliti
dalam mengkaji berbagai fenomena desain
keramik.
Sebagai sumber informasi mengenai potensi yang
dimiliki oleh kebudayaan Negeri sendiri.
Memperkaya bahan Pengajaran Mata Kuliah
Keramik
6. Ragam hias, merupakan salah satu kebutuhan manusia yang
muncul karena adanya dorongan dalam diri manusia. Secara hakiki,
manusia senantiasa ingin merefleksikan keberadaannya sebagai
makhluk yang bermoral, berakal, dan berperasaan. Rohendi Rohidi
menjelaskan bahwa kebutuhan estetik, baik secara langsung
maupun secara tidak langsung, terserap dalam segala kegiatan
yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan primer,
kebutuhan sekunder maupun kebutuhan integratif lainnya. (Rohidi
Rohendi, 2000; h 28)
Secara umum keramik atau gerabah dianggap sebagai salah satu
jenis kerajinan tanah liat (seperti periuk atau belanga) yaitu kerajinan
yang menggunakan bahan dasar tanah liat atau lempung yang
dibentuk dan kemudian menjadi keras setelah dibakar pada suhu
900 hingga 1200 C. Dalam bahasa asing dikenal dengan istilah
terracotta, earthenware dan ceramic.(Budiwiwaramulja,1998, hlm.
16).
7. “The craft of ceramics, or making clay vessels, is one
of the oldest arts in the world. The word ceramics
comes from the greek keramos, meaning „s clay, and
refers to both the material and the product. It usually
means pottery and porcelain, both useful and
ornamental” encyclopedia (Mc Tigan, editor, 1994,
1995)
Menurut Tadahiro Baba (pakar Kriya Moderen dari
Jepang) esensi dari barang kriya adalah barang hasil
ciptan dari kebudayaan sehari-hari (daily culture)
berbasis tradisi, histori, kepercayaan, nilai-nilai dan
iklim lokal. Keberadaan barang kriya akan tetap
langgeng ditengah masyarakat, apabila benda tersebut
digunakan dalam kehidupan sehari-hari dengan
strategi pengembangan produk yang meliputi aspek-
spek kebaruan fungsi, keunikan, originalitas bentuk
dan ketepatan dalam memperlakukan material
8. Populasi : Seluruh pengrajin keramik serta produk
keramik yang terdapat di desa Jipang
Sampel : 9 pengrajin dan 9 jenis produk keramik yang
berbeda.
Sumber Data : Benda fisik keramik, Pengrajin keramik,
serta Literatur yang relevan
Teknik Pengumpulan Data : Pengamatan/pencatatan,
rekaman visual, wawancara, studi dokumentasi
Lokasi Penelitian : Desa Jipang Kecamatan
Bontonompo kabupaten Gowa
9. Teknik Analisis Data
Proses analisis data meliputi tiga alur
kegiatan sebagai suatu system, yaitu (1)
reduksi data, (2) sajian data, dan (3)
penarikan kesimpulan/verifikasi. Ketiga
komponen analisis tersebut aktivitasnya
dilakukan dalam bentuk interaktif dengan
proses pengumpulan data sebagai suatu
proses siklus (Miles dan Huberman, 1992).
Secara lebih sfesifik data-data yang telah
diperoleh akan di analisis secara kualitatif
yang mencakup 4 langkah, yakni; 1)
Mengorganisasi data, 2) Mengembangkan
kategori, tema, dan pola, 3) Menguji
Hipotesis yang muncul berdasarkan data, 4)
Mencari penjelasan alternatif dari data, 5)
menulis laporan.
12. Perkembangan Bentuk Visual
1
Gerabah Tradisional mulai dibuat sekitar
abad 19 atau sebelumnya dan masih
diproduksi hingga saat ini dengan bentuk
yang sama
Bentuk gerabah tradisional lebih
sederhana, kebanyakan untuk keperluan
dapur dan rumah tangga seperti tungku
masak, wajang, periuk, celengan,
bunting-bunting dan dupa.
Bentuk gerabah tradisional lebih banyak
mengikuti fungsinya
13. Perkembangan Bentuk Visual
2
Gerabah transisi mulai dibuat sekitar
tahun 1980 – an dengan melihat
perkembangan bentuk gerabah dari
Pattallassang kab. Takalar
Bentuk gerabah mulai berkembang
pada keperluan ruamah tangga
lainnya seperti kursi, meja, guci
dengan bentuk yang mulai bervariasi
Ukuran gerabah tradisional cenderung
lebih besar
14. Perkembangan Bentuk Visual
3
Tahun 1990 Gerabah modern mulai
dibuat melalui bimbingan dari deprindag
dan hasil pelatihan dan penelitian dari
universitas Negeri Makassar
Bentuk gerabah modern cenderung lebih
bervariasi dibanding gerabah tardisional
dan transisi, namun dengan ukuran yang
relatif lebih kecil
Proses pembuatan Gerabah modern
cenderung lebih rumit sebab
menggunakan tanah halus yang
disaring, disebut juga dengan keramik
halus
15. Perkembangan Fungsi 1
Fungsi gerabah tradisional lebih
banyak pada kebutuhan rumah
tangga, khususnya peralatan dapur
Disamping itu terdapat juga gerabah
yang berfungsi sebagai ritual dan
hiasan
Fungsi gerabah tradisional sangat
terbatas
16. Perkembangan Fungsi 2
Fungsi gerabah mulai berkembang
seperti untuk tempat duduk dengan
mejanya, pot bunga, hiasan dinding,
dan garabah untuk pajangan
Perkembangan fungsi dipengaruhi
oleh perkembangan gerabah di
Pattallassang kab. Takalar yang mulai
membuat kursi dari keramik
17. Perkembangan Fungsi 3
Fungsi gerabah modern lebih
bervariasi seperti, tempat pulpen,
asbak, pot bunga, pajangan dinding,
dan berbagai produk untuk keperluan
elemen estetis lainnya
Terjadi revitalisasi fungsi dari terbatas
menjadi tidak terbatas dengan melihat
peluang-peluang pasar yang ada
18. Perkembangan Ragam Hias 1
Ragam hias pada gerabah tradisional
lebih sederhana, hanya sebatas
menggunakan teknik enggobe
Gerabah tradisional lebih
mementingkan fungsi dibanding
hiasan
Kecuali pada celengan dibuat
berwarna warni dengan motif
kembang
19. Perkembangan Ragam Hias 2
Ragam hias pada gerabah transisi
dominan menggunakan hiasan pohon
dan bunga, dan menggunakan warna-
warna yang bervariasi
Gerabah transisi cenderung
menyeimbankan aspek fungsi dan
hiasan, hal tersebut dapat dilihat pada
produk kursi dan meja serta guci hias
20. Perkembangan Ragam Hias 3
Kecenderungan estetika lebih
dominan dibanding aspek fungsi
Penerapan beragam motif lokal pada
gerabah sangat kuat, seperti motif
toraja
Perpaduan antara motif lokal,
anyaman serat lontar, serta bahan
lainnya, dengan berbagai motif
21. Kesimpulan
Terjadi perkembangan bentuk, fungsi, dan
ragam hias gerabah dari tradisional,
transisi, ke modern
Perkembangan tersebut terjadi karena
adanya pengaruh dari luar, seperti
pengaruh dari perkembangan gerabah
Pattallasang, pelatihan yang dilaksanakan
Deprindag, dan pengaruh dari Pembinaan
yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi
Dalam kenyataannya gerabah tradisional
lebih banyak digandrungi oleh pengrajin
Jipang dibanding gerabah transisi dan
gerabah modern