1. CHINA FACTORS FOR
INTERNATIONAL BUSINESS
By Mohamad Soleh, S.Psi, MM, CNLP
bersama Agies Soja Frisyalina
BAB I
PERTUMBUHAN EKONOMI CINA
Republik Rakyat Cina (RRC) adalah sebuah negara komunis yang didirikan pada
tahun1949. Negara ini memiliki penduduk terbanyak di dunia dengan populasi 1,3 miliar jiwa
dan merupakan negara teruluas di dunia, setelah Rusia dan Kanada. Adapun pemerintahannya
dipimpin oleh Partai Komunis Cina (PKC).
Sekalipun dilihat sebagai negara komunis, kebanyakan ekonomi republik ini telah
diswastakan sejak tiga dasawarsa yang lalu (tahun 1978). Meskipun demikian, pemerintah masih
mengawasi ekonominya secara politik terutama terhadap perusahaan-perusahaan milik
pemerintah dan sektor perbankan.
Plenum ketiga PKC pada bulan Desember 1978 menandai titik belok kebijaksanaan yang
paling utama dalam perekonomian Cina sekaligus akhir dari pergulatan ideologi yang
berkepanjangan. Ekonomi pasar dengan dasar sosialis (Socialist Market Economy) direncanakan
sebagai tujuan nasional.
Jumaliani dalam artikelnya Kebijaksanaan Industri dan Pertumbuhan Ekonomi Cina,
menyatakan bahwa reformasi ekonomi di Cina dimulai dari keadaan yang menguntungkan
dibandingkan denga reformasi di Eropa timur dan Vietnam. Keadaan Cina tahun 1978 jauh lebih
baik dibandingkan tahun 1960 serta tidak ada inflasi nyata, menyebabkan reformasi tidak perlu
2. dimulai dengan upaya stabilisasi. Adapun beberapa langkah reformasi yang dilakukan oleh Cina,
diantaranya:
a. Reformasi di pedesaan
Ada dua komponen utama dalam refomasi desa, yaitu: secara berangsur menerapkan
ekonomi pasar pada produk pertanian dan menghapus kolektivitas masyarakat desa.
Melalui reformasi ini, maka sumbangan hasil industria pedesaan terhadap total hasil
industria nacional meningkat dari 9,4% pada tahun 1978 menjadi 40% pada tahun
1993. Tenaga kerja di perusahaan – perusahaan desa naik dari 1 juta orang menjadi
112 juta sejak reformasi atau menyerap 90% dari surplus tenaga kerja pedesaan yang
meninggalkan sektor pertanian. Pembangungan perusahaan desa dapat dilihat sebagai
pergeseran strategis ke arah diversifikasi ekonomi desa dan keunggulan komparatif
Cina dalam industria manufaktur yang padat karya.
PeranPenting TVEs BagiPerekonomianCina
Sumbangsih TVEs bagi perekonomian Cina memang tidak bisa disepelekan. TVEs
yang semula merupakan perkembangan dari industri pedesaan yang digalakkan
oleh pemerintah Cina. Jika pada tahun 1960 jumlahnya hanya sekitar 117 ribu,
namun semenjak reformasi tahun 1978 jumlahnya mengalami pertumbuhan
spektakuler menjadi 1,52 juta. Apabila dilihat dari sisi penyediaan lapangan kerja,
TVEs di akhir tahun 1990-an telah menampung setengah dari tenaga kerja di
pedesaan Cina.
Walaupun perkembangan TVEs ini sempat mengalami pasang surut dan tidak
merata di seluruh wilayah Cina, namun secara rata-rata mengalami pertumbuhan
yang sangat mengesankan. Produksidari TVEs meningkat dengan rata-rata 22,9
persen pada periode 1978-1994. Secara nasional, output TVEs pada tahun 1994
mencapai 42% dari seluruh produksi nasional. Sedangkan untuk volume ekspor,
TVEs memberikan kontribusi sebesarsepertiga dari volume total eksporCina pada
tahun 1990-an (Pamuji, 2004).
Dilihatdari sisi perdagangansecaraangkadi atas kertas memangmasihterlihatbahwaeksporkitamasih
surplusdibandingCina.
b. Reformasi perdagangan luar negeri dan nilai tukar
Sebelum reformasi, sistem perdagangan luar negeri Cina adalah monopoli. BUMN
dan cabang – cabangnya melakukan perdagangan internasional. Sejak tahun 1979
3. secara berangsur reformasi perdagangan luar negeri dilakukan melalui empat
kebijakan utama, yaitu:
1. Desentralisasi hak untuk melakukan perdagangan luar negeri dengan memberikan
hak kepada pemerintah daerah, BUMN, dan konglomerat untuk
memperdagangkan produk dan teknologinya ke luar negeri
2. Memperkuat regulasi makro tentang ekspor dan impor melalui penetapan nilai
tukar, tarif, kredit, lisensi, pajak, dan kuota.
3. Menerapkan motode Triple Management yang mengikutsertakan perencanaan
imperatif, instrukif, dan regulasi pasar.
4. Menghilangkan subsidi ekspor dan melakukan standarisasi prilaku manajemen
perusahaan.
5. Township Enterprises, pada dasarnya adalah komune yang menjalankan fungsi
produksi dan pemerintahan.
Adapun kebijakan yang dibuat Cina terkait dengan nilai tukar adalah dengan
digantinya sistem dual Exchange rate system dengan sistem nilai tukar tunggal
tunggal mengambang (single floating exchange rate system) berdasarkan permintaan
dan penawaran pasar.
c. Reformasi dalam sektor industri
Cina mendefinisikan industri dengan memasukkan pertambangan, utiliti dan
manufaktur. Sejalan dengan kebijaksanaan pintu terbuka diputuskan pula untuk
memperbolehkan sumber daya poduktif bergerak ke bidang pertumbuhan ekonomi
Cina paling kuat. Selain itu, Dilakukanpenataan hubungan antara pemerintah dengan
BUMN dengan membiarkan BUMN menahan sebagian labanya, memberi tanggung
jawab terhadap perolehan laba atau rugi, meningkatkan otonomi manajemen,
membina berbagai bentuk sistem pertanggung jawaban ekonomi dan
mengembangkan hubungan horizontal diantara BUMN.
Usaha Pemerintah Cina yang Dirintis Sejak Lama
4. Apa yang sekarang Cina nikmati dari industrinya terutama TVEs merupakan hasil
usaha bertahun-tahun. Pada tahun 1986 dipimpin oleh State Science and
Technology Commission (SSTC)Cina memperkenalkan TorchProgram yang
bertujuan untuk mengembangkan penemuan-penemuan dan penelitian-penelitian
oleh universitas dan lembaga riset pemerintah untuk keperluan komersialisasi.
Hasil yang diperoleh kemudian ditindaklanjuti dengan membuat New Technology
Enterprises (NTEs). Selanjutnya SSTC mengembangkan 52 high-tchnology zones
yang serupa dengan research park di Amerika dengan bertumpu pada NTEs tadi
(Mufson, 1998). Walaupun NTEs ini bersifat perusahaan bersakala besar namun
kedepannya memiliki peran sebagai basis dalam pengembangan teknologi untuk
industri-industri kecil dan menengah.
Pemerintah Cina kemudian masih dengan SSTC mengeluarkan kebijakan untuk
mendukung TVEs yang disebut sebagai The Spark Plan. Kebijakan ini terdiri dari
3 kegiatan utama yang berangkaian. Pertama, memberikan pelatihan bagi 200.000
pemuda desa setiap tahunnya berupa satu atau dua teknik yang dapat diterapkan di
daerahnya. Kegiatan kedua dilakukan dengan lembaga riset di tingkat pusat dan
tingkat provinsi guna membangun peralatan teknologi yang siap pakai di pedesaan.
Dan yang ketiga adalah dengan mendirikan 500 TVEs yang berkualitas sebagai
pilot project (Pamuji, 2004).
Pemerintah Cina juga berusaha menempatkan diri sebagai pelayan dengan
menyediakan segala kebutuhan yang diperlukan oleh industri. Mulai dari hal yang
paling essensial dalam memulai sebuah usaha yaitu birokrasi perizinan yang
mudah dan cepat, dimana dalam sebuah artikel dikatakan bahwa untuk memulai
usaha di Cina hanya membutuhkan waktu tunggu selama 40 hari, bandingkan
dengan Indonesia yang membutuhkan waktu 151 hari untuk mengurus perizinan
usaha (www.suaramerdeka.com/harian/0503/01/eko07.htm).
Tidak ketinggalan infrastruktur penunjang untuk memacu eksporyang disiapkan
oleh pemerintah Cina secara serius. Bila pada tahun 1978 total panjang jalan raya
di Cina hanya 89.200 km, maka pada tahun 2002 meningkat tajam menjadi
170.000 km. Untuk pelabuhan, setidaknya saat ini Cina memiliki 3.800 pelabuhan
angkut, 300 di antaranya dapat menerima kapal berkapasitas 10.000 MT.
Sementara untuk keperluan tenaga listrik pada tahun 2001 saja Cina telah mampu
menyediakan sebesar 14,78 triliun kwh, dan saat ini telah dilakukan persiapan
untuk membangun PLTA terbesar di dunia yang direncanakan sudah dapat
digunakan pada tahun 2009 (Wangsa, 2005).
5. SDM Terbaik SebagaiPengusaha
Dalam hal SDM untuk dunia usaha Cina juga tidak tanggung-tanggung dalam
mengarahkan orang-orang terbaiknya untuk menjadi pengusaha yang handal. Sejak
tahun 1990-an, Cina telah mengirimkan ribuan tenaga mudanya yang terbaik untuk
belajar ke beberapa universitas terbaik di Amerika Serikat, seperti Harvard,
Stanford, dan MIT. Di Harvard saja, Cina telah mengirimkan ribuan mahasiswanya
untuk mempelajari sistem ekonomi terbuka dan kebijakan pemerintahan barat,
walaupun Cina masih menerapkan sistim ekonomi yang relatif tertutup. Sebagai
hasilnya, Cina saat ini telah memiliki jaringan perdagangan yang sangat mantap
dengan Amerika, bahkan memperoleh status sebagai The Most Prefered Trading
Partner (Kardono, 2001).
Pemerintah Cina juga membujuk para overseas Chinese scholars and professionals,
terutama yang sedang dan pernah bekerja di pusat-pusat riset dan MNCs di bidang
teknologi di seluruh penjuru dunia untuk mau pulang kampung dan membuka
perusahaan baru di Cina. Mantan-mantan tenaga ahli dari Silicon Valley dan IBM
ini misalnya, diharapkan nantinya juga akan dapat mempermudah pembukaan
jaringan usaha dengan MNCs ex-employer lainnya yang tersebar di seluruh dunia
(www.mail-archive.com/bhtv @paume.itb.ac.id/msg00042.html). Tentu saja
bujukan itu dilakukan dengan iming-iming kemudahan dan fasilitas untuk memulai
usaha, seperti insentif pajak, kemudahan dalam perizinan, dan suntikan modal.
Reformasi ekonomi di Cina telah menyebabkan perluasan pasar ekspor, dihilangkannya
restriksi impor, diturunkannya bea masuk, dihapuskannya kuota impor serta berbagai
kebijaksanaan lain yang pada prinsipnya lebih “membuka pintu” pada perdagangan
internasional. Akibatnya, hal ini juga meningkatkan nilai total ekspor dan impor sebanyak 16,2%
per tahun dalam periode 1978 – 1993, jauh lebih dari GNP nasional yang 9%/ tahun.
Pemerintah juga mendirikan lebih dari 2000 Zona Ekonomi Khusus (Special Economic
Zones, SEZ). Suatu zona yang hukum investasinya direnggangkan untuk menarik modal asing.
Hasilnya adalah Hingga akhir tahun 2007, rata – rata pertumbuhan PDB (Produk Domestik
Bruto) Cina selama 30 tahun terakhir 9,8 persen. Lebih tinggi dari rata-rata PDB dunia yang
hanya 3 persen. Tahun 1978, PDB China hanya 1 persen dari PDB dunia, kini (2007) diatas 5,5
persen.
6. Berdasarkan paritas daya beli (purchasing power parity) pada tahun 2007, China
merupakan kekuatan ekonomi kedua dunia setelah AS. Namun, dalam pendapatan per kapita,
negara itu masih masuk berpenghasilan menengah bawah. Selain itu, reformasi ekonomi sejak
tahun 1978 telah mengentaskan jutaan orang dari kemiskinan. Tingkat kemiskinan di pedesaan
turun dari 250 juta menjadi 15 juta orang pada akhir 2006.
Menurut Santi (2008) menyatakan bahwa reformasi ekonomi yang dilakukan oleh Cina,
disamping untuk meningkatkan perdagangan luar negeri, juga membuka pintu pagi perusahaan
asing yang hendak berinvestasi. Hingga akhir 2007, keterbukaan China telah menghasilkan
investasi asing neto 780 miliar dollar AS selama 30 tahun terakhir. Sebaliknya, investasi
langsung oleh perusahaan-perusahaan China juga tumbuh pesat. Cina menerima 74,5 miliar
dollar AS investasi asing langsung untuk sektor nonfinansial. Sebaliknya, China membukukan
18,7 miliar dollar AS investasi di luar negeri untuk nonfinansial.
CINA
Proses transisi ekonomi di China mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kotz (1999)
menyatakan bahwa cina menggunakan strategi SDTS (State Directed Transition
Strategy). Proses transisi tersebut membuat perekonomian Cina menjadi lebih baik.
Bentuk strategi yang digunakan, yaitu:
a. Dual System of Price
Perusahaan milik negara diharuskan memproduksi barang dalam jumlah tertentu
dengan harga yang murah
b. Ekspansi Kredit
Bank memberikan kredit kepada investasi yang produktif dengan control pemerintah
dan suku bunga yang telah ditetapkan.
c. Pemerintah berusaha untuk menumbuhkan perusahaan swasta yang baru
dibandingkan privatisasi
d. Cina terbuka terhadap investasi asing tetapi tetap melakukan proteksi terhadap pasar
domestiknya.
7. Kendala yang dihadapi China dalam melakukan transisi ekonomi adalah
penggangguran, namun hal ini lambat laun dapat teratasi. Ada beberapa factor utama
yang mendukung, yaitu:
1. Budaya masyarakat China yang pekerja keras yang didasari oleh filosofi bahwa harta
dapat dibawa ke alam berikut (Gold Philosophy),
2. Kuatnya ikatan /jaringan keluarga Cina (baik di RRC dan keturunan Cina di Negara
lain), sehingga mengundang kerjasama yang solid dan investasi para keturunan Cina
di RRC,
3. Jumlah penduduk terbanyak di dunia, sehingga supply tenaga kerja murah sangat
banyak dan peluang pasar yang sangat menjanjikan,
4. Selama 20 tahun terakhir, China telah mulai mengintegrasikan aspek-aspek
perekonomian pasar yang dikendalikan dengan kepemimpinan yang tegas dalam
memberantas korupsi. Sehingga terbangun kepercayaan para investor asing untuk
berbisnis di Cina dan membuka kesempatan yang luas untuk menarik banyak bisnis
baru.
Namun disisi lain,Hambatan utama transisi ekonomi di China saat ini adalah terlalu
banyak keterlibatan Polisi Militer pada bisnis internasionalnya.
Berdasarkan informasi sederhana tersebut, maka hasil analisa strategis kami adalah :
Faktor-Faktor Kunci Sukses Transisi Ekonomi Rusia Cina Kuba
Faktor yang menentukanterciptanya lembaga pasarbebas baru
Penurunan depisit anggaran dan perluasan kemampuan kredit
Liberalisasi kegiatan ekonomi
Legalisasi perusahaan swasta dan privatisasi perusahaan
pemerintah
Menghilangkan penghambat investasi dan perdagangan
Membangun sistem kesejahteraan masyarakat
Analisis Internal
Kepemimpinan Yang Mendukung Transisi
Budaya yang mendukung - -
Praktek Management -
Teknologi
Kekayaan Alam & Infrastruktur -
Sumber Daya Manusia (Human Development Index)
Kebijakan Pemerintah dalam mendukung transisi Ekonomi
Pemberlakuan UU anti Monopoli
8. Melindungi Hak Milik -
Menjaga kebijakan Fiskal & Moneter -
Menjaga Stabilitas Politik
Keterangan :
: Tumbuh/Meningkat, : Menurun, - : Tidak diketahui
BAB II
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI CINA
Jusmaliani menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Cina sangat berarti jika dilihat dari
dampaknya yang besar terhadap kesejahteraan lebih dari seperlima penduduk dunia yang
berkumpul di kawasan ini; terhadap perdagangan dunia; terhadap evolusi perekonomian Asia
Pasifik dan terhadap keseimbangan kekuatan ekonomi internasional. Melalui kebijaksanaan pintu
terbukanya, kekuatan ekonomi Cina mulai menampakkan diri dan dirasakan oleh negara –
negara lain.
Sebagai upaya meningkatkan perdagangan internasional, maka Cina membangun
kerjasama dengan ASEAN yang diawali oleh kesepakatan para peserta ASEAN-China Summit
di Brunei Darussalam pada November 2001 . Hal tersebut diikuti dengan penandatanganan
Naskah Kerangka Kerjasama Ekonomi (The Framework Agreement on A Comprehensive
Economic Cooperation) oleh para peserta ASEAN-China Summit di Pnom Penh pada November
2002, dimana naskah ini menjadi landasan bagi pembentukan ACFTA (ASEAN China Free
Trade Agreement) dalam 10 tahun dengan suatu fleksibilitas diberikan kepada negara tertentu
seperi Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam.
Pada bulan November 2004, peserta ASEAN-China Summit menandatangani Naskah
Perjanjian Perdagangan Barang (The Framework Agreement on Trade in Goods) yang berlaku
pada 1 Juli 2005. Berdasarkan perjanjian ini negara ASEAN5 (Indonesia, Thailand, Singapura,
9. Philipina, Malaysia) dan China sepakat untuk menghilangkan 90% pajak komoditas barang
impor pada tahun 2010. Untuk negara ASEAN lainnya (Kamboja, Laos, Myanmar, Brunei dan
Vietnam) pemberlakuan kesepakatan dapat ditunda hingga 2015.
Kesepakatan ACFTA akan dilaksanakan secara efektif pada Januari 2010. Rahma (2010)
menyatakan bahwa terdapat dua hal penting yang mempengaruhi kerjasama tersebut, yaitu
kemampuan Cina untuk memproduksi barang – barang ekspor yang mirip dengan produksi
negara – negara ASEAN dengan tarif yang lebih murah dan kemampuan Cina untuk menarik
investasi asing langsung dibandingkan dengan negara – negara di ASEAN.
Dengan 1,3 miliar penduduk, Cina memiliki banyak tenaga kerja murah yang
menyebabkan terjadinya ekonomi biaya rendah, sehingga Cina mampu untuk memproduksi
barang yang sama untuk pasar global dengan biaya lebih murah daripada produk sebagian besar
negara-negara ASEAN. Akhirnya, produk Cina akan membanjiri pasar negara – negara tersebut,
sehingga mengakibatkan munculnya pengangguran dan penurunan daya saing. Tentunya hal
tersebut akan menjadi sesuatu yang paling ditakuti dari implementasi penuh ACFTA bagi
negara-negara yang memiliki barang-barang sejenis dan pasar secara global. Herawati(2010)
meyatakan bahwa industria tekstil Indonesia merasakan dampak aling besar melalui ACFTA.
Ancaman ini dirasakan oleh industri tekstil besar maupun Industri Kecil Menengah karena
masyarakat Indonesia akan cenderung lebih memilih tekstil dari Cina yang harganya relatif murah.
Selama ini produk kain dan garmen yang berasal dari Cina harganya lebih murah 15%-25% bila
dibandingkan dengan produk dalam negri. Selain itu, produk pakaian jadi impor asal Cina diakui
sejumlah pedagang lebih diminati masyarakat karena kualitas dan modelnya yang lebih mengikuti
tren
Dampak lain dari ACFTA adalah kemampuan Cina untuk menarik lebih investasi
langsung asing (FDI) daripada negara-negara di ASEAN. Cina menarik $ 92.4 miliar investasi
asing langsung pada 2008 atau naik 23,6% dari 2007, sedangkan negara-negara ASEAN
menarik $ 60.17 miliar pada tahun 2008, atau turun dari $ 69.48miliar pada tahun 2007 akibat
krisis ekonomi global. Meskipun demikian, anonim (2010) menyatakan bahwa pelaksanaan
ACFTA mampu meningkatkan Foreign Direct Investment (FDI) China di Indonesia sebesar
62.3% dibandingkan tahun 2009.
ACFTA juga memiliki dampak positif bagi negara – negara ASEAN dari sisi
perdagangan dan pariwisata. Cina memiliki kebutuhan yang besar terhadap sumber daya alam.
10. Hal ini menjadi peluang ekspor bagi negara – negara ASEAN terutama dalam komoditas beras,
karet, gula dan kelapa sawit. Anonim (2011) dalam artikelnya Thailand Diuntungkan dalam
ACFTA menyatakan bahwa Thailand memanfaatkan ACFTA untuk meningkatkan ekspor beras
kepada Cina. Selain itu, munculnya kelas menengah di Cina, membuka peluang meningkatkanya
arus kunjungan wisatawan Cina ke negara – negara ASEAN.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Kekhawatiran Terhadap Pengaruh Ekonomi Cina. http://www.bbc.co.uk
/indonesia/majalah/2011/03/110328_cina.shtml. (diakses pada 23 Juli 2011).
Anonim. 2011. Thailand Diuntungkan dalam ACFTA. http://hileud.com/thailand-diuntungkan-
dalam-acfta.html. (diakses pada 24 Juli 2011).
Anonim. 2010. ACFTA Berdampak Positif Bagi Perdagangan RI-Cina.
http://www.cji.or.id/10/index.php?option=com_content&view=article&id=1365:acfta-
berdampak-positif-bagi-perdagangan-ri-china&catid=22:news&Itemid=3. (diakses ada
24 Juli 2011).
Herawati, Vica. 2010. Analisa Pengaruh ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)
Terhadap Kinerja Keuangan yang Dilihat dari Penjualan pada UKM Tekstil
Pekalongan. Fakultas Ekonomi Diponogoro. Semarang.
Jusmaliani. Kebijaksanaan Industri dan Pertumbuhan Ekonomi Cina.
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=6&ved=0CDUQFjAF&url=http%3A
%2F%2Felib.pdii.lipi.go.id%2Fkatalog%2Findex.php%2Fsearchkatalog%2FdownloadD
atabyId%2F8617%2F8617.pdf&rct=j&q=perubahan%20ekonomi%20cina%201978&ei=
gbQqTr3eK4fQrQex1vWxDQ&usg=AFQjCNHraWJdyh0Abcl-
9X2LyEnqAyLkEQ&cad=rja. (diakses pada 23 Juli 2011).
11. Rahma, Ali. 2010. China's Emergence and Its Impact on ASEAN.
http://mafiagombak.wordpress.com/2010/05/01/china%E2%80%99s-emergence-and-its-
impact-on-asean/. (diakses pada 24 Juli 2011)
Santi, Joice Tauris. 2008. 30 Tahun Reformasi China: Kebijakan “Kaifang” yang Kian Mujarab.
http://www.sarapanpagi.org/30-tahun-reformasi-china-kebijakan-kaifang-yg-mujarab-
vt2176.html. (diakses pada 24 Juli 2011)
Wild, Jhon J., Kenneth L Wild and Jerry C.Y. Han. 2010. International Business: The
Challenges of Globalization. New Jersey: Pearson Education,Inc.
martin Jacques. When China Rules the World
The Rise of the Middle Kingdom
and the End of the Western World, penguin book,England 2009.