Disampaikan oleh Mohamad Mova AlÁfghani, PhD dalam seminar Tantangan Global Pengelolaan PDAM
Sesi 2: Tantangan PDAM serta Dukungan Pemangku Kepentingan dalam Penyediaan Air bersih yang Berkualitas dan Terjangkau
Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, 22 September 2016
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
Pengusahaan Air dan Kerjasama Pemerintah-Swasta di Sektor Air Pasca Putusan MK
1. Universitas Ibn Khaldun Bogor Jl. R.E. Martadinata No. 2, Bogor 16162
+62 251 8328 203 contact.crpg@crpg.infowww.crpg.info
Pengusahaan Air dan Kerjasama
Pemerintah-Swasta di Sektor Air Pasca
Putusan MK
Disampaikan oleh Mohamad Mova AlÁfghani, PhD dalam seminar Tantangan Global
Pengelolaan PDAM
Sesi 2: Tantangan PDAM serta Dukungan Pemangku Kepentingan dalam Penyediaan Air
bersih yang Berkualitas dan Terjangkau
Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, 22 September 2016
2. Putusan MK
“Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dalam pengusahaan air harus ada pembatasan yang sangat ketat….
[3.19] Menimbang bahwa pembatasan pertama adalah setiap pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu,
mengesampingkan, apalagi meniadakan hak rakyat atas air…
[3.20] Menimbang sebagai pembatasan kedua adalah bahwa negara harus memenuhi hak rakyat atas air…
[3.21] Menimbang bahwa sebagai pembatasan ketiga, harus mengingat kelestarian lingkungan hidup…
[3.22] Menimbang bahwa pembatasan keempat….maka pengawasan dan pengendalian oleh negara atas air
sifatnya mutlak;
[3.23] Menimbang bahwa pembatasan kelima adalah sebagai kelanjutan hak menguasai oleh negara … prioritas
utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah;
[3.24] Menimbang bahwa apabila setelah semua pembatasan tersebut di atas sudah terpenuhi dan ternyata
masih ada ketersediaan air, Pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin kepada usaha swasta
untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat;
Bukan 6 Prinsip Dasar Pengelolaan Air, melainkan 5 Prinsip Dasar Pengusahaan Air yang berlaku umum + 1
Prinsip Pengusahaan Air dalam konteks peran serta swasta. Prinsip ini termaktub dalam Pasal 2 PP 122/2015
4. Pengusahaan Air
Definisi “Pengusahaan Air”
UU Pengairan 11/74:
Pengusahaan air dan atau sumber-sumber air di sini diartikan, bahwa usaha peningkatan kemanfaatan air dan
atau sumber-sumber air itu ditujukan untuk mencari penghasilan yang langsung berupa uang oleh kelompok
masyarakat pengusaha, baik yang berbentuk Badan Hukum, Badan Sosial maupun perorangan, dengan selalu
berpedoman kepada azas usaha bersama dan kekeluargaan. (Penjelasan Pasal 11)
PP Pengusahaan Air 121/2015:
Pengusahaan Sumber Daya Air adalah upaya pemanfaatan Sumber Daya Air untuk memenuhi kebutuhan
usaha. (Pasal 1 Ayat 9)
Pengusahaan Sumber Daya Air [Air Permukaan dan Air Tanah] dapat diselenggarakan apabila Air untuk
kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat telah terpenuhi, serta sepanjang ketersediaan Air masih
mencukupi. (Pasal 4 Ayat 3)
5. Kritik atas prioritas alokasi air
(Pasal 8 ayat 5 PP 121/2015)
1. Air baku untuk pemenuhan kebutuhan pokok minimal sehari-hari;
2. Air baku untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari yang diperoleh tanpa memerlukan izin;
3. Air baku untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari yang telah ditetapkan izinnya;
4. Air untuk irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada;
5. Air untuk irigasi bagi pertanian rakyat yang telah ditetapkan izinnya;
6. Air bagi pengusahaan air baku untuk sistem penyediaan Air Minum yang telah ditetapkan izinnya;
7. Air untuk kegiatan bukan usaha yang telah ditetapkan izinnya;
8. Air bagi pemenuhan kebutuhan usaha Air Minum oleh badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah yang telah ditetapkan izinnya;
9. Air bagi pemenuhan kebutuhan usaha selain Air Minum oleh badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah yang telah ditetapkan izinnya;
10. Air bagi pemenuhan kebutuhan usaha Air Minum oleh badan usaha swasta yang telah ditetapkan
izinnya; dan
11. Air bagi pemenuhan kebutuhan usaha selain Air Minum oleh badan usaha swasta yang telah ditetapkan
izinnya.
6. Kritik atas Prioritas Alokasi Air
Lebih prioritas, apabila pertanian rakyat (ranking 4 dan 5)
PDAM, prioritasnya dibawah pertanian rakyat.
Ranking 6, 8,
7. Kritik atas prioritas alokasi air
Lebih prioritas apabila BUMN/BUMD dan telah ditetapkan izinnya
(Ranking 9)
Apabila swasta dan sudah berizin,
maka prioritas dibawah kebutuhan
BUMN/BUMD untuk non air minum
(Ranking 10)
8. Kritik atas prioritas alokasi air
Penjelasan Pasal 4 ayat 3 PP 121: yang dimaksud dengan “kebutuhan pokok sehari-hari” adalah Air untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang digunakan pada atau diambil dari Sumber Air untuk keperluan
sendiri guna mencapai kehidupan yang sehat, bersih dan produktif, misalnya untuk keperluan ibadah, minum,
masak, mandi, cuci dan, peturasan.
Kata “kebutuhan sehari-hari” (yang mana menjadi prioritas) itu
diterjemahkan apabila untuk keperluan ibadah, minum, masak, mandi, cuci dan,
peturasan mengambil langsung dari sumber air.
Sedangkan air untuk untuk keperluan ibadah, minum, masak, mandi, cuci dan,
peturasan yang melalui pengolahan yang lebih sistematis tidak termasuk
prioritas “kebutuhan sehari hari” dan dianggap sebagai suatu bentuk
“Pengusahaan”
9. General Comment 15 para 6, Hak Asasi Manusia Atas Air, Pasal 11 dan 12 Kovenan Internasional atas Hak Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya:
Nevertheless, priority in the allocation of water must be given to the right to water for personal and domestic
uses. Priority should also be given to the water resources required to prevent starvation and disease, as well as
water required to meet the core obligations of each of the Covenant rights.
Hak Atas Air tidak melihat sumbernya dari mana (langsung dari sumber air, PDAM
atau Swasta). Selama untuk air minum, memasak, mencuci, toilet, maka harus
menjadi prioritas tertinggi.
Kritik atas prioritas alokasi air
11. Implikasi Putusan MK
6 Prinsip Dasar Pengusahaan Air dalam Putusan MK berimplikasi pada:
1. Izin pengusahaan air. Siapa yang menguasai? Apabila dikuasai
swasta, maka bisa ditafsirkan bertentangan dengan prinsip 5
(prioritas pada BUMN/BUMD)
2. Struktur proyek: B2B atau G2B? Apabila G2B dengan swasta, maka
bisa ditafsirkan bertentangan dengan prinsip 5 (prioritas pada
BUMN/BUMD)
12. Implikasi Putusan MK (2)
“Terjemahan” Putusan MK dalam Pasal 56 PP SPAM 122/2015:
1. BUMN/BUMD “tidak mampu membiayai” penyelenggaraan SPAM
2. SIPA dimiliki BUMN/BUMD
3. MBR diutamakan
4. Pengelolaan dibatasi pada unit air baku dan unit produksi; unit distribusi
tidak boleh dikelola swasta
5. Investasi O/M dalam bentuk kontrak berbasis kinerja
“Terjemahan” Putusan MK dalam Permen PU Ttg DPP 19/2016
1. PJPK adalah direksi BUMN/BUMD (tidak lagi Pemda)
2. Pemda atau Pusat dapat memberikan DPP (fiskal: subsidi, hibah,terushibah,
pinjaman, penyertaan modal dsb dan non fiskal: tanah, infrastruktur,
diskon sewa, kebijakan, dsb)
13. Beberapa isu dalam skema KPBU Baru
1. BUMN/BUMD= PJPK (Permen PU 19/2016, Pasal 1 ayat 16)
2. BUMN/BUMD Perjanjian KPBU Badan Usaha Pelaksana (Perpres
38/2015 Ps 41, Ps9)
3. Dalam PP 38/2015 Pembayaran Ketersediaan Layanan dilakukan
Pemerintah kepada Badan Usaha Pelaksana. Bagaimana skema perjanjian
regres? Apakah Pemda sama sekali berada diluar project structure atau
tetap turut sebagai pihak?
4. Bagaimana konsekuensi praktis apabila terjadi gagal bayar?
5. Bagaimana praktek alokasi resiko politik, regulasi dan perizinan (terlebih
apabila Pemda tidak menjadi pihak)
14. Skema KPBU Lama
(Tidak Lagi Berlaku)
Pemda = PJPK Badan Usaha
BUMN/BUMD (PDAM)
Konsumen Kemenkeu
PT PII/PT SMI
Pembayaran Tarif
Permintaan
VGF
Tagihan Pembayaran
VGF
Pembayaran Air Baku
Perjanjian Regres
Perjanjian KPS
Perjanjian Penjaminan
15. Alternatif Solusi (1)
Alokasi Air:
a) Pasal 9 (1) (a) memberi kewenangan bagi Pemerintah (Pusat/Daerah) dalam
mengubah prioritas alokasi air untuk memenuhi kepentingan yang mendesak.
Air untuk kebutuhan sehari hari (terlepas dari sumbernya) apabila terjadi
kekurangan debit dapat dianggap sebagai kebutuhan yang mendesak
b) Penetapan izin-izin baru harus sedapat mungkin memprioritaskan air baku
untuk air minum
c) Apabila a) dan b) diatas tidak berhasil, PP 121/2015 dapat dilakukan Uji Materi
ke MA, namun demikian Perma 1/2011 Pasal 6 hanya memberikan opsi
putusan membatalkan peraturan secara keseluruhan [dapatkah dibuat
preseden dibatalkan sebagian?]
16. Alternatif Solusi (2)
Skema KPBU Air:
1.Diperlukan prosedur ringfencing DPP fiskal (misal dengan rekening
escrow)
2. Walaupun tidak sebagai PJPK, perlu ada mekanisme dimana Pemda
terlibat sebagai pihak dalam perjanjian demi mengelola resiko politik,
resiko regulasi dan pemberian jaminan perizinan