SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 11
Downloaden Sie, um offline zu lesen
WASIAT WAJIBAH BAGI ANAK DI LUAR PERKAWINAN YANG SAH
                        Oleh : Asep Ridwan H, SHI, M.Ag


       Dalam Pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam
disebutkan bahwa “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat perkawinan yang sah”. Perkawinan yang sah sendiri secara hukum diakui
manakala dicatat oleh dan dilaksanakan di hadapan Petugas Pencatat Nikah.
Dikarenakan dalam undang-undang terdapat istilah “anak yang sah” dan berlandaskan
teori mafhum mukhalafah tentu sebagai kebalikannya maka ada “anak yang tidak
sah”, oleh karenanya dalam tulisan ini penulis mengambil istilah “anak tidak sah”.
Berkaitan dengan anak yang tidak sah terdapat dua macam kasus posisi anak yang
dilahirkan diluar perkawinan yang sah dalam hukum keperdataan di Indonesia.
       Pertama, Anak yang dihasilkan dari suatu perzinahan. Anak ini dilahirkan
akibat dari hubungan intim antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa
adanya ikatan perkawinan yang sah atau lebih lazim disebut zina. Baik secara fikih
klasik maupun fikih kontemporer yang tertuang dalam qanun di Indonesia, anak ini
dinyatakan bukan sebagai anak yang sah dari ayah dan ibu bioligisnya. Dalam
perempuan yang hamil karena perzinahan, maka dapat dinikahkan dengan laki-laki
yang menghamilinya berdasarkan pasal 53 ayat (1) KHI, akan tetapi apakah dengan
hal tersebut anak yang dilahirkan dapat dikatakan sebagai anak yang sah ?
       Terdapat dua penafsiran atas Pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 99
Kompilasi Hukum Islam. Pendapat pertama menafsirkan bahwa setiap anak yang
dihasilkan akibat   hubungan suami isteri atau perkawinan yang tidak sah, maka
anaknya pun tidak sah. Baik anak tersebut lahir pada saat laki-laki dan perempuan
yang berzina tersebut telah menikah ataupun lahir tanpa ayah sekalipun. Pendapat
kedua menafsirkan, bahwa anak yang sah adalah pada saat ia lahir orang tuanya
berada dalam perkawinan yang sah, meskipun janin anak tersebut terbentuk dari
hubungan suami isteri yang haram pada saat ayah dan ibu dari anak tersebut belum
menikah akan tetapi telah melakukan hubungan suami isteri. Meskipun demikian
pendapat ini dibatasi, yaitu apabila perempuan yang mengandung anak tersebut
menikah dengan laki-laki yang menghamilinya pada saat usia kandungan belum
mencapai 4 bulan.
       Kedua, anak yang dihasilkan atas perkawinan yang tidak dicatat di KUA, atau
lebih dikenal dengan istilah perkawinan di bawah tangan. Secara fikih perkawinan
tersebut sah, akan tetapi tidak diakui oleh Undang-undang. Dalam hal perkawinan
dibawah tangan, untuk mendapatkan legalitas maka dapat dilakukan melalui isbat
nikah ke Pengadilan Agama. Apabila permohonan isbat nikah di kabulkan, maka anak
yang terlahir atas perkawinan tersebut dengan serta merta menjadi sah dan diakui
keperdataannya oleh Undang-undang. Akan tetapi selama perkawinannya tidak
diisbatkan tentu keberadaan anak juga tidak diakui, karena perkawinannyapun tidak
ada.
         Peraturan perundang-undangan memberikan opsi hukum bagi perkawinan
yang tidak tercatat di KUA untuk mendapatkan pengakuan hukum melalui jalur
pengesahan perkawinan melalui putusan Pengadilan.
Dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam Pasal 7 yaitu :
(1)    Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
       Pegawai Pencatat Nikah.
(2)    Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akata Nikah, dapat
       diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
(3)    Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-
       hal yang berkenaan dengan :
       (a)   Adanya perkawinan dalam rabgka penyelesaian perceraian;
       (b)   Hilangnya Akta Nikah;
       (c)   Adanya keragan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawian;
       (d)   Adanyan perkawinan yang terjadisebelum berlakunya Undang-undang
             No.1 Tahun 1974 dan;
       (e)   Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan
             perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974;
(4)    Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri, anak-
       anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.


       Akan tetapi bagi seseorang yang mengajukan isbat nikah atas perkawinannya
dengan istri kedua (poligami), tetap berlaku ketentuan poligami sebagaimana diatur
dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 4 dan 5, serta dalam Kompilasi
Hukum Islam Pasal 55 s/d 59.
         Akan tetapi manakala permohonan isbat nikah itu ditolak baik karena alasan
bahwa ternyata dalam proses pemeriksaan persidangan pernikahan tersebut adalah
pernikahan atas seorang laki-laki dengan seorang perempuan dimana laki-laki tersebut
masih dalam suatu ikatan pernikahan dengan wanita lain (poligami) sedangkan alasan
dan prosedur poligami tidak dapat dipenuhi sehingga karenanya hakim menolak
permohonan tersebut, maka tentu saja secara formil perkawinan itu dianggap tidak
ada.
        Bilamana tidak terjadi perkawinan, maka tentu saja keberadaan anakpun
menjadi tidak diakui. Sehingga anak yang terlahir dari perkawinan siri yang ditolak
oleh pengadilan dikategorikan sebagai anak diluar perkawinan.1
        Dari kasus diatas, apabila pada muaranya anak tidak mendapatkan legalitas
sebagai anak yang sah, maka undang-undang menyatakan anak tersebut hanya
memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya saja2. Dengan
demikian maka hak-hak keperdataan anak terhadap ayah dan keluarga ayah menjadi
tidak ada. Hak-hak yang hilang tersebut adalah :
    1. Hak saling mewarisi baik sebagai dzawil furud3 maupun sebagai ashobah.
    2. Biaya penyusuan4.
    3. Hak untuk mendapatkan biaya pemeliharaan pada saat belum dewasa5.
    4. Mendapatkan perwakilan dalam melakukan perbuatan hukum pada saat belum
        dewasa6.
    5. Hak-hak untuk mendapatkan nafkah baik lahir maupun batin, dan hak-hak
        keperdataan lainnya.
        Berkaitan dengan hal tersebut penulis hendak menyikapinya bahwa hilangnya
hak-hak keperdataan anak merupakan sesuatu yang bertentangan dengan rasa keadilan
dan kebenaran yang hakiki. Mengapa demikian ? karena sesungguhnya anak tidak
pernah meminta untuk dilahirkan kedunia. Pemikiran itu didasarkan atas beberapa
pendekatan sebagai berikut :




1
     Lihat pasal diatas tentang kedudukan anak diluar nikah.
2
  Kompilasi Hukum Islam Pasal 100 berbunyi : “Anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai
hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya”. Jo. Pasal 186 yang berbunyi : "Anak yang lahir
di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewarisi dengan ibunya dan keluarga dari
pihak ibunya".
3
  Kompilasi Hukum Islam Pasal 174 ayat (1).
4
  Kompilasi Hukum Islam Pasal 104 ayat (1) berbunyi “Semua biaya penyusuan anak dipertanggung
jawabkan kepada ayajnya.. Apabila ayah telah meninggal dunia, maka biaya penyusuan dibebankan
kepada orang yang berkewajiban memberi nafkah kepada ayahnya atau walinya”.
5
  Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 point (c) yang berbunyi “Biaya pemeliharaan di tanggung oleh
ayahnya”.
6
  Kompilasi Hukum Islam Pasal 98 ayat (2) berbunyi : “Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai
segala perbuatan hukum di dalam maupun diluar Pengadilan”.
a. Pendekatan melalui teori victim (korban).
       Pada suatu ketika diajukan isbat poligami ke Pengadilan Agama, dan karena
dalam persidangan telah terbukti poligami siri yang dilakukan oleh seorang laki-laki
dengan isteri kedua dan seterusnya tanpa izin isteri pertama, maka Pengadilan Agama
menolak isbat poligami tersebut, dan berdampak kepada tidak diakuinya anak yang
terlahir dari poligami tersebut. Maka sesunggunya perbuatan poligami tersebut dapat
dikategorikan sebagai pelanggaran pidana. Pelanggaran delik tanpa izin       pertama
melanggar Pasal 279 ayat 1 dan 2 KUHP yang menyatakan diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.


       (1) Barang siapa mengadakan pernikahan padahal diketahui bahwa pernikahan
           atau pernikahan-pernikahannya yang telah ada menjadi penghalang yang
           saha untuk itu;
       (2) Barang siapa mengadakan pernikahan padahal diketahui bahwa
           pernikahannya atau pernikahan-pernikahan pihak lain menjadi penghalang
           yang sah untuk itu;

       Kemudian, bahwa perbuatan poligami sirri tanpa izin pertama dalam ranah
perdata merupakan perbuatan yang melanggar hukum perikatan, karena pada
hakikatnya pernikahan termasuk pada “perikatan” dan dengan melakukan pernikahan
kedua tanpa izin istri pertama dapat diartikan mencederai perikatan tersebut sehingga
dikategorikan “wan prestasi”. Hal tersebut dapat pula dikategorikan perbuatan
pelawanan hukum (onrechtsmatige-daad) karena melanggar Undang-undang No. 1
Tahun 1974 Pasal 4 dan 5 jo. Kompilasi Hukum Islam Pasal 55 s.d 59.


       Dari dua hal diatas, maka sesungguhnya yang bersalah adalah pasangan yang
melakukan poligami siri tersebut, dan oleh karenanya ketika Putusan Hakim menolak
permohonan isbatnya, dan berujung kepada tidak diakuinya perkawinan, hal tersebut
demi keadilan merupakan hukuman bagi orang yang berbuat salah. Akan tetapi
bagaimana dengan anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak diakui tersebut ?
dalam teori victim, sesungguhnya anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak
sah adalah korban, karena pada dasarnya anak tidak meminta untuk dilahirkan
kedunia, ia terlahir akibat dari perbuatan melawan hukum kedua orang tuanya.
       Bilamana perbuatan salah yang dilakukan oleh orang tua, berakibat kepada
anak yang harus menjadi korban dengan menanggung hukuman tidak memiliki hak
keperdataan atas ayahnya, maka sesungguhnya hal ini sangat mencederai hakikat
keadilan.
        Begitupun dengan perbuatan zina yang dalam ranah hukum Islam
dikategorikan sebagai perbuatan dosa besar. Maka apabila hukuman atas perbuatan
zina yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan dibebankan kepada anak
yang dilahirkan, hal tersebut tidaklah tepat, karena anak tidak melakukan perbuatan
dosa, dan anak hanya menjadi akibat dan korban atas perbuatan orang tuanya.


b. Pendekatan Hukum dan Perundang-undangan
        Tercabutnya hak-hak keperdataan anak yang disebabkan bukan karena
perbuatannya, sesungguhnya mencederai rasa keadilan dan bertentangan dengan
beberapa prinsip yang terdapat dalam undang-undang. Diantaranya adalah sebagai
berikut :
    1. Bertentangan dengan prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before
        the law), karena dengan mencabut hak keperdataan anak diluar nikah terhadap
        ayah menjadikan kedudukan anak tidak sama dihadapan hukum.
    2. Bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (1) yang
        berbunyi : “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
        dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
        tidakada kecualinya”.
    3. Bertentangan dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
        Perlindungan Anak Pasal 4 yang berbunyi : “Setiap anak berhak untuk hidup,
        tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan
        martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
        diskriminasi”.
    4. Dengan hilangnya hak-hak keperdataan anak dari ayahnya diatas, maka
        hilanglah pula hak-hak anak uuntuk mendapat pendidikan, nafkah,
        perlindungan dan sebagainya dari ayahnya tersebut. Hal ini tidak sesuai
        dengan Pasal 1 ayat (12) UU No. 23 Tahun 2002 yang berbunyi : “Hak anak
        adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan
        dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara”, dan
        beberapa melanggar lainnya seperti Undang-undang Nomor 39 tahun 1999
        tentang Hak Asasi Manusia dan undang-undang yang lainnya.
5. Bertentangan dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
        Azazi Manusia yang juga mengatur tentang perlindungan anak yang
        menyatakan “Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga,
        masyarakat, dan Negara. Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk
        kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak
        dalam kandungan. Setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan
        status kewarganegaraan”7.
    6. Bertentangan dengan Deklarasi “Social Welfare” dan “Human Rights” untuk
        anak (Deklarasi Jenewa, 1924) asas 1 yaitu : “Anak-anak berhak menikmati
        seluruh haknya yang tercantum dalam deklarasi ini. Semua anak tanpa
        pengecualian yang bagaimanapun berhak atas hak-hak ini, tanpa membedakan
        suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat dibidang
        politik atau dibidang lainnya, asal-usul bangsa atau tingkatan social, kaya atau
        miskin, keturunan atau status, baik dilihat dari dirinya sendiri maupun dari
        segi keluarganya”8.


c. Pendekatan Akidah Keislaman
        Islam memandang bahwa anak merupakan amanat dari Allah SWT, dimana
orang tua berkewajiban memenuhi kebutuhan materil meliputi sandang - pangan –
papan juga kebutuhan moril berupa pendidikan, kasih sayang, bimbingan sebagainya.
Barang siapa yang menyia-nyiakan amanat dengan melalaikan kewajiban sebagai
orang tua maka dinyatakan sebagai perbuatan dosa. Hal tersebut disinyalkan dalam
beberapa ayat dalam al-qur’an diantaranya :
     
   
                                                        
    
     
                          
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia


7
  Hadi Setia, Undang-undang Tentang Hak Asasi Manusia, LN. 165 Tahun 1999 TLN No. 3886,
(Jakarta ; Harvarindo, 2000), hal 17.
8
  Ibid.
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi
Maha melihat”.(Q.S. al Nisa : 58)




                                           
                                            
                                                     
  
                                             
   
                                                                           
6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. at Tahrim : 6)


         Selain dari pada Islam memandang anak sebagai amanat dari Allah SWT,
Islam juga memandang bahwa setiap anak yang dilahirkan adalah dalam keadaan suci,
ia tidak memiliki dosa, dan tidak pula dibebankan dosa atas orang tuanya. Bahkan
Islam memandang, bahwa setiap orang bertanggung jawab atas amalnya sendiri, tidak
ada dosa seseorang yang dapat dipikulkan kepada orang lain.


  :


                                                                   (        )
      Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda,
      “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak mempersekutukan Allah)
      tetapi orang tuanya lah yang menjadikan dia seorang yahudi atau nasrani atau
      majusi sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor hewan yang sempurna.
      Apakah kau melihatnya buntung?”


                                               
      
      
     
  
                                                   
                                                                              
    164. Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, Padahal Dia
    adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan
    kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak
    akan memikul dosa orang lain[526]. kemudian kepada Tuhanmulah kamu
    kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."(Q.S.
    al an’am : 164)


    [526] Maksudnya: masing-masing orang memikul dosanya sendiri-sendiri.




        Dari tiga pendekatan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam keadaan apapun,
sesungguhnya setiap anak harus dapat dilindungi hak-haknya, termasuk hak
keperdataan. Dan mengurangi hak keperdataan anak yang tidak sebabkan karena
kesalahan anak adalah sesuatu yang mencerdari hakikat keadilan.
        Baik secara syariat agama Islam, maupun berdasarkan Undang-undang anak-
anak wajib dilindungi segala hak-haknya, dan oleh karena itu kewajiban Negara untuk
melindungi hal tersebut.
        Kaitannya dengan anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah Negara
harus tetap melindungi hak-hak tanpa dikurangi sedikitpun. Anak yang lahir diluar
perkawinan tidak boleh sampai kehilangan dari ayahnya berupa hak mendapatkan
harta Peninggalan, hak biaya penyusuan, hak untuk mendapatkan biaya pemeliharaan
pada saat belum dewasa9., hak mendapatkan perwakilan dalam melakukan perbuatan
hukum pada saat belum dewasa dan hak -hak untuk mendapatkan nafkah baik lahir
maupun batin, dan hak-hak keperdataan lainnya.
        Akan tetapi bila anak harus tetap memiliki hak tersebut dari ayahnya
sedangkan anak masih tetap dalam kedudukannya sebagai anak yang tidak sah, maka
hal tersebut tidak dapat terjadi, karena berbentur dengan Fikih maupun qanun. Oleh

9
 Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 point (c) yang berbunyi “Biaya pemeliharaan di tanggung oleh
ayahnya”.
karenanya mesti dicarikan alternative agar anak mendapatkan hak tersebut, dan salah
satunya adalah dengan menggantikan kedudukan anak.
           Mengganti kedudukan anak yang saya maksud disini adalah menggantikan
kedudukan anak dari statusnya anak hasil diluar nikah menjadi anak angkat bagi ayah
biologisnya secara hukum melalui adopsi.
           Secara sederhana memang agak rancu, ayah kandung harus mengadopsi anak
kandungnya sendiri. Akan tetapi kita harus tetap konsisten bahwa meskipun secara
biologis ada hubungan ayah-anak kandung, tetapi dimata hukum tidak ada hubungan
apapun antara keduanya. Dan apabila kita merujuk kepada beberapa peraturan
perundang-undangan yang ada, sebut saja dalam Buku II Pedoman Teknis
Administrasi dan Peradilan serta Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun
1979, Nomor 6 tahun 1983 dan Nomor 3 Tahun 2005 tidak ada satu pun yang
melarang adopsi dari ayah kandung kepada anak kandung.
           Ada beberapa pertanyaan berkaitan dengan masalah yang timbul. Sebut saja
ketika seorang anak telah diangkat oleh ayah bilogisnya sedangkan ayah biologisnya
telah menikah dengan ibu kandungnya sendiri, apakah hal ini tidak rancu ? satu sisi
sang ayah adalah ayah angkat, tapi ibunya ibu kandung ? menurut saya tidak. Hal ini
dapat dianalogikan seperti anak tiri, dimana anak tiri memiliki hubungan nasab
dengan orang tua kandungnya dan tidak memiliki hubungan hukum dengan orang tua
tirinya.
Proses permohonan pengangkatan anak ini bisa dilakukan dalam tiga proses;
a. Proses Legislasi
           Proses peradilan tidak akan dapat berjalan tanpa adanya payung hukum, oleh
karenanya mesti ada perangkat hukum sebagai landasan dari pengangkatan anak baik
kaitannya sebagai hukum formil maupun hukum materil. Peraturan tersebut bisa
dalam bentuk SEMA, dll.
b. Para pihak yang mengajukan
           Secara materil persyaratan mengenai pengangkatan anak memang sudah dapat
diakomodir oleh beberapa peraturan yang ada, akan tetapi apabila tujuan dari adanya
pengangkatan ini adalah dalam rangka melindungi hak-hak keperdataan anak, maka
perlu diatur lebih lanjut mengenai hukum formilnya.
           Sebut saja bahwa pihak yang dapat mengajukan pengangkatan anak ini tidak
harus berkutat pada wiilayah orang tua (dalam hal ini ayah), akan tetapi pihak lain
yang berkepentingan dapat juga harus mengajukan permohonan pengangkatan anak
atas bagi ayah biologisnya. Kenapa demikian ? karena bisa jadi ayahnya tidak mau
mengangkat anak tersebut, dan apabila hal tersebut terjadi tentu anak tidak akan
terlindungi. Disinilah letak pentingnya hukum mengatur hal tersebut. Sebut saja
dalam suatu kasus, ketika ada seorang laki-laki berzinah dengan seorang perempuan,
dan terjadilah kehamilan dan memiliki anak, kemudian laki-laki tersebut tidak mau
bertanggung jawab, maka pihak perempuan dapat mengajukan permohonan
pengangkatan anak bagi sebagai anak angkat dari laki-laki tersebut;
       Pengajuan perkara pengangkatan anak, tidak hanya bisa bersifat voluntair,
akan tetapi juga bisa bersifat kontentius.
       Ketika yang mengajukan perkara pengangkatan anak adalah ayah biologis,
maka perkara menjadi voluntair, akan tetapi ketika yang mengajukan bukan ayah
biologisnya, maka perkara menjadi kontentius, dimana ayah biologis menjadi pihak
Tergugat. Kemudian di dalam persidangan, akan dibuktikan perihal kebenaran pihak
Tergugat sebagai ayah biologis.


Wasiat Wajibah Bagi Anak Tidak Sah
       Sebagaimana disebutkan terdahulu, anak yang dilahirkan di luar perkawinan
yang tidak sah tentu tidak memiliki hubungan hukum dengan ayah biologisnya. Hal
ini mencakup seluruh hal termasuk hak-hak saling mewarisi. Anak yang tidak sah
secara hukum tidak dapat saling mewarisi dengan ayah bilogisnya. Akan tetapi
berdasarkan pembahasan diatas tentu hal ini akan merugikan anak. Oleh karenanya
mesti ada upaya perlindungan hak-hak anak tersebut.
       Adopsi atau pengangkatan anak dapat menjadi salah satu wasilah yang dapat
memberikan alternative sehingga anak bisa mendapatkan harta peninggalan meskipun
tidak dari bagian waris, maksud saya disini adalah wasiat wajibah. Sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 209 ayat (2)
(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah
     sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya


Dengan adanya penetapan anak angkat maka terjagalah lembaga wasiat wajibah atas
anak tersebut, dan dengan adanya wasiat wajibah maka sang anak akan mendapat
perolehan harta peninggalan dari ayah kandungnya.
       Meskipun demikian pemikiran tentang wasiat wajibah ini perlu pula
mengadopsi terhadap pemikiran Hakim Agung ; Habiburrahman (dalam makalah
Hukum Kewarisan KHI yang disajikan dalam rakernas 2011) yang menyebutkan
bahwa wasiat wajibah bagi anak angkat terjadi manakala harta yang ditinggalkan
banyak dan besarannya tidak boleh melebihi bagian yang terkecil dari ahli waris.
       Dari uraian singkat diatas, dapat ditarik suatu simpul, bahwa setiap anak yang
terlahir memiliki hak keperdataan yang sama dimata hukum, tak terkecuali anak yang
terlahir dari perkawinan yang tidak sah, atau tidak diakui oleh undang-undang. Hak
tersebut harus dilindungi sesuai dengan amanat undang-undang. Oleh karenanya
salah satu solusi yang dapat menjaga hak-hak anak tanpa harus bertentangan dengan
hukum. Salah satunya melalui lembaga tabanni / adopsi dengan menjadikan anak
tersebut menjadi anak angkat atas ayah biologisnya melalui suatu penetapan
pengadilan. Dengan menjadi anak angkat, maka sang anak akan mendapatkan hak-hak
keperdataannya dari sang ayah termasuk dari harta peninggalan sang ayah melalui
lembaga wasiat wajibah.
       Tentu atas pemikiran yang penulis paparkan diatas, ada yang setuju atau tidak
menyetujuinya, sebagai suatu wacana pemikiran hukum hal ini penulis sampaikan.
Mudah-mudahan bisa memancing tanggapan-tanggapan dan sumbangsih pemikiran,
melalui komentar atau tulisan-tulisan dari siapa saja yang membaca tulisan ini.


Wallahu a’lam bishowab

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...Idik Saeful Bahri
 
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Surat gugatan wanprestasi
Surat gugatan wanprestasiSurat gugatan wanprestasi
Surat gugatan wanprestasiLegal Akses
 
Surat gugatan perdata suhendri
Surat gugatan perdata suhendriSurat gugatan perdata suhendri
Surat gugatan perdata suhendriSuhendri desaign
 
Perjanjian Sewa-Menyewa
Perjanjian Sewa-MenyewaPerjanjian Sewa-Menyewa
Perjanjian Sewa-MenyewaRizqy Putra
 
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)Leks&Co
 
Gugatan linkungan (class action)
Gugatan linkungan (class action)Gugatan linkungan (class action)
Gugatan linkungan (class action)Nakano
 
format akta hibah tanah
format akta hibah tanahformat akta hibah tanah
format akta hibah tanahDisa Izdihar
 
PPT Kel 3 Dasar Berlakunya Hukum Internasional
PPT Kel 3 Dasar Berlakunya Hukum InternasionalPPT Kel 3 Dasar Berlakunya Hukum Internasional
PPT Kel 3 Dasar Berlakunya Hukum Internasionaldayurikaperdana19
 
Hukum Antar Tata Hukum
Hukum Antar Tata HukumHukum Antar Tata Hukum
Hukum Antar Tata HukumAji Wasesa
 
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...Idik Saeful Bahri
 
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...Muhammad Rafi Kambara
 
Pembagian harta warisan berdasarkan surat wasiat dan uu
Pembagian harta warisan berdasarkan surat wasiat dan uuPembagian harta warisan berdasarkan surat wasiat dan uu
Pembagian harta warisan berdasarkan surat wasiat dan uuindra wijaya
 
Contoh surat gugatan wanprestasi
Contoh surat gugatan wanprestasiContoh surat gugatan wanprestasi
Contoh surat gugatan wanprestasiNasria Ika
 
Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)
Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)
Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)Arman Solit
 

Was ist angesagt? (20)

Deasy 2 (surat dakwaan)
Deasy 2 (surat dakwaan)Deasy 2 (surat dakwaan)
Deasy 2 (surat dakwaan)
 
Surat gugatan
Surat gugatanSurat gugatan
Surat gugatan
 
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
Hukum acara perdata - Jawaban tergugat, eksepsi, dan rekonvensi (Idik Saeful ...
 
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
Hukum perdata internasional - Renvoi dan permasalahannya (Idik Saeful Bahri)
 
Surat gugatan wanprestasi
Surat gugatan wanprestasiSurat gugatan wanprestasi
Surat gugatan wanprestasi
 
Surat gugatan perdata suhendri
Surat gugatan perdata suhendriSurat gugatan perdata suhendri
Surat gugatan perdata suhendri
 
Perjanjian Sewa-Menyewa
Perjanjian Sewa-MenyewaPerjanjian Sewa-Menyewa
Perjanjian Sewa-Menyewa
 
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 2)
 
Gugatan linkungan (class action)
Gugatan linkungan (class action)Gugatan linkungan (class action)
Gugatan linkungan (class action)
 
Legal Opinion
Legal Opinion Legal Opinion
Legal Opinion
 
format akta hibah tanah
format akta hibah tanahformat akta hibah tanah
format akta hibah tanah
 
PPT Kel 3 Dasar Berlakunya Hukum Internasional
PPT Kel 3 Dasar Berlakunya Hukum InternasionalPPT Kel 3 Dasar Berlakunya Hukum Internasional
PPT Kel 3 Dasar Berlakunya Hukum Internasional
 
Hukum Antar Tata Hukum
Hukum Antar Tata HukumHukum Antar Tata Hukum
Hukum Antar Tata Hukum
 
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...
 
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
 
Pembagian harta warisan berdasarkan surat wasiat dan uu
Pembagian harta warisan berdasarkan surat wasiat dan uuPembagian harta warisan berdasarkan surat wasiat dan uu
Pembagian harta warisan berdasarkan surat wasiat dan uu
 
Contoh surat gugatan wanprestasi
Contoh surat gugatan wanprestasiContoh surat gugatan wanprestasi
Contoh surat gugatan wanprestasi
 
Pengertian perjanjian kawin
Pengertian perjanjian kawinPengertian perjanjian kawin
Pengertian perjanjian kawin
 
Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)
Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)
Contoh Legal Opinion (Pendapat Hukum)
 
Hukum Waris Perdata BW
Hukum Waris Perdata BWHukum Waris Perdata BW
Hukum Waris Perdata BW
 

Andere mochten auch

SK Hakim Pengawas Mahkamah Syar'iyah Jantho 2013
SK Hakim Pengawas Mahkamah Syar'iyah Jantho 2013SK Hakim Pengawas Mahkamah Syar'iyah Jantho 2013
SK Hakim Pengawas Mahkamah Syar'iyah Jantho 2013moliiceman
 
ฉันเหมือนใคร
ฉันเหมือนใครฉันเหมือนใคร
ฉันเหมือนใครBallo Movie
 
ฉันในอดีต
ฉันในอดีตฉันในอดีต
ฉันในอดีตBallo Movie
 
Tinjauan keberadaan anak luar kawin
Tinjauan keberadaan anak luar kawinTinjauan keberadaan anak luar kawin
Tinjauan keberadaan anak luar kawinmoliiceman
 
ฉันเหมือนใคร
ฉันเหมือนใครฉันเหมือนใคร
ฉันเหมือนใครBallo Movie
 
ฉันเหมือนใคร
ฉันเหมือนใครฉันเหมือนใคร
ฉันเหมือนใครBallo Movie
 

Andere mochten auch (7)

SK Hakim Pengawas Mahkamah Syar'iyah Jantho 2013
SK Hakim Pengawas Mahkamah Syar'iyah Jantho 2013SK Hakim Pengawas Mahkamah Syar'iyah Jantho 2013
SK Hakim Pengawas Mahkamah Syar'iyah Jantho 2013
 
Te dxfinal
Te dxfinalTe dxfinal
Te dxfinal
 
ฉันเหมือนใคร
ฉันเหมือนใครฉันเหมือนใคร
ฉันเหมือนใคร
 
ฉันในอดีต
ฉันในอดีตฉันในอดีต
ฉันในอดีต
 
Tinjauan keberadaan anak luar kawin
Tinjauan keberadaan anak luar kawinTinjauan keberadaan anak luar kawin
Tinjauan keberadaan anak luar kawin
 
ฉันเหมือนใคร
ฉันเหมือนใครฉันเหมือนใคร
ฉันเหมือนใคร
 
ฉันเหมือนใคร
ฉันเหมือนใครฉันเหมือนใคร
ฉันเหมือนใคร
 

Ähnlich wie Artikel wasiat wajibah bagi anak diluar perkawinan yang sah

Hukum adat tugas fix
Hukum adat tugas fixHukum adat tugas fix
Hukum adat tugas fixokaatmadja
 
Hukum Perkawinan pengantar sistem hukum nasional.pptx
Hukum Perkawinan pengantar sistem hukum nasional.pptxHukum Perkawinan pengantar sistem hukum nasional.pptx
Hukum Perkawinan pengantar sistem hukum nasional.pptxriansaputra79
 
Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah diktum2015
 
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3NPROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3NARZEN MUTAKIN
 
anak-luar-kawin-dl-hk-wrs.pptx
anak-luar-kawin-dl-hk-wrs.pptxanak-luar-kawin-dl-hk-wrs.pptx
anak-luar-kawin-dl-hk-wrs.pptxFaiqTugasKuliah
 
Akibat pembatalan perkawinan terhadap anak
Akibat pembatalan perkawinan terhadap anak Akibat pembatalan perkawinan terhadap anak
Akibat pembatalan perkawinan terhadap anak Pratiwi Pratiwi
 
Hukum Perdata 1
Hukum Perdata 1Hukum Perdata 1
Hukum Perdata 1iycdf
 
HUKUM_PERDATA presentatiox (Keluarga 23).pptx
HUKUM_PERDATA presentatiox (Keluarga 23).pptxHUKUM_PERDATA presentatiox (Keluarga 23).pptx
HUKUM_PERDATA presentatiox (Keluarga 23).pptxDwianandaRajrafiq
 
SEMINAR STATUS ANAK LUAR NIKAH.pptx
SEMINAR STATUS ANAK LUAR NIKAH.pptxSEMINAR STATUS ANAK LUAR NIKAH.pptx
SEMINAR STATUS ANAK LUAR NIKAH.pptxBuIndah1
 
KHI (kompilasi hukum islam)
KHI (kompilasi hukum islam)KHI (kompilasi hukum islam)
KHI (kompilasi hukum islam)Roy Sihombing
 

Ähnlich wie Artikel wasiat wajibah bagi anak diluar perkawinan yang sah (20)

Hukum adat tugas fix
Hukum adat tugas fixHukum adat tugas fix
Hukum adat tugas fix
 
Hukum Perkawinan pengantar sistem hukum nasional.pptx
Hukum Perkawinan pengantar sistem hukum nasional.pptxHukum Perkawinan pengantar sistem hukum nasional.pptx
Hukum Perkawinan pengantar sistem hukum nasional.pptx
 
HUKUM KELUARGA
HUKUM KELUARGAHUKUM KELUARGA
HUKUM KELUARGA
 
perwalian
perwalianperwalian
perwalian
 
Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah
 
Inpres No.1 Tahun 1991 tentang KHI
Inpres No.1 Tahun 1991 tentang KHIInpres No.1 Tahun 1991 tentang KHI
Inpres No.1 Tahun 1991 tentang KHI
 
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3NPROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N
 
anak-luar-kawin-dl-hk-wrs.pptx
anak-luar-kawin-dl-hk-wrs.pptxanak-luar-kawin-dl-hk-wrs.pptx
anak-luar-kawin-dl-hk-wrs.pptx
 
Akibat pembatalan perkawinan terhadap anak
Akibat pembatalan perkawinan terhadap anak Akibat pembatalan perkawinan terhadap anak
Akibat pembatalan perkawinan terhadap anak
 
Hukum Perdata 1
Hukum Perdata 1Hukum Perdata 1
Hukum Perdata 1
 
Khi 5
Khi 5Khi 5
Khi 5
 
HUKUM_PERDATA presentatiox (Keluarga 23).pptx
HUKUM_PERDATA presentatiox (Keluarga 23).pptxHUKUM_PERDATA presentatiox (Keluarga 23).pptx
HUKUM_PERDATA presentatiox (Keluarga 23).pptx
 
Tugasx dewi
Tugasx dewiTugasx dewi
Tugasx dewi
 
SEMINAR STATUS ANAK LUAR NIKAH.pptx
SEMINAR STATUS ANAK LUAR NIKAH.pptxSEMINAR STATUS ANAK LUAR NIKAH.pptx
SEMINAR STATUS ANAK LUAR NIKAH.pptx
 
KHI (kompilasi hukum islam)
KHI (kompilasi hukum islam)KHI (kompilasi hukum islam)
KHI (kompilasi hukum islam)
 
KOMPILASI HUKUM ISLAM
KOMPILASI HUKUM ISLAMKOMPILASI HUKUM ISLAM
KOMPILASI HUKUM ISLAM
 
KHI (Kompilasi Hukum Islam)
KHI (Kompilasi Hukum Islam)KHI (Kompilasi Hukum Islam)
KHI (Kompilasi Hukum Islam)
 
Kompilasi hk islam
Kompilasi hk islamKompilasi hk islam
Kompilasi hk islam
 
Ketentuan Perkawinan.pptx
Ketentuan Perkawinan.pptxKetentuan Perkawinan.pptx
Ketentuan Perkawinan.pptx
 
hukum keluarga perkawainan.ppt
hukum keluarga perkawainan.ppthukum keluarga perkawainan.ppt
hukum keluarga perkawainan.ppt
 

Mehr von moliiceman

Radius Penetapan Bersama MS Jantho dan PN Jantho
Radius Penetapan Bersama MS Jantho dan PN JanthoRadius Penetapan Bersama MS Jantho dan PN Jantho
Radius Penetapan Bersama MS Jantho dan PN Janthomoliiceman
 
SK Panjar Biaya Perkara
SK Panjar Biaya PerkaraSK Panjar Biaya Perkara
SK Panjar Biaya Perkaramoliiceman
 
SK Biaya Proses
SK Biaya ProsesSK Biaya Proses
SK Biaya Prosesmoliiceman
 
Sk ppk pansek 2013
Sk ppk pansek 2013Sk ppk pansek 2013
Sk ppk pansek 2013moliiceman
 
Sk pembuat daftar gaji 2013
Sk pembuat daftar gaji 2013Sk pembuat daftar gaji 2013
Sk pembuat daftar gaji 2013moliiceman
 
Sk pejabat pengadaan 2013
Sk pejabat pengadaan 2013Sk pejabat pengadaan 2013
Sk pejabat pengadaan 2013moliiceman
 
Sk mediator 2013
Sk mediator 2013Sk mediator 2013
Sk mediator 2013moliiceman
 
SK Tenaga Honor dan Kontrak MS Jantho 2013
SK Tenaga Honor dan Kontrak MS Jantho 2013SK Tenaga Honor dan Kontrak MS Jantho 2013
SK Tenaga Honor dan Kontrak MS Jantho 2013moliiceman
 
Sk bendahara pengeluaran bua 01 2013
Sk bendahara pengeluaran bua 01 2013Sk bendahara pengeluaran bua 01 2013
Sk bendahara pengeluaran bua 01 2013moliiceman
 
Sk bendahara pengeluaran badilag 04 2013
Sk bendahara pengeluaran badilag 04 2013Sk bendahara pengeluaran badilag 04 2013
Sk bendahara pengeluaran badilag 04 2013moliiceman
 
Instruksi Disiplin PNS 2013
Instruksi Disiplin PNS 2013Instruksi Disiplin PNS 2013
Instruksi Disiplin PNS 2013moliiceman
 
Sk. bendahara pnbp 2013
Sk. bendahara pnbp 2013Sk. bendahara pnbp 2013
Sk. bendahara pnbp 2013moliiceman
 
Solusi kubus rubik_3x3_
Solusi kubus rubik_3x3_Solusi kubus rubik_3x3_
Solusi kubus rubik_3x3_moliiceman
 
File system linux
File system linuxFile system linux
File system linuxmoliiceman
 

Mehr von moliiceman (14)

Radius Penetapan Bersama MS Jantho dan PN Jantho
Radius Penetapan Bersama MS Jantho dan PN JanthoRadius Penetapan Bersama MS Jantho dan PN Jantho
Radius Penetapan Bersama MS Jantho dan PN Jantho
 
SK Panjar Biaya Perkara
SK Panjar Biaya PerkaraSK Panjar Biaya Perkara
SK Panjar Biaya Perkara
 
SK Biaya Proses
SK Biaya ProsesSK Biaya Proses
SK Biaya Proses
 
Sk ppk pansek 2013
Sk ppk pansek 2013Sk ppk pansek 2013
Sk ppk pansek 2013
 
Sk pembuat daftar gaji 2013
Sk pembuat daftar gaji 2013Sk pembuat daftar gaji 2013
Sk pembuat daftar gaji 2013
 
Sk pejabat pengadaan 2013
Sk pejabat pengadaan 2013Sk pejabat pengadaan 2013
Sk pejabat pengadaan 2013
 
Sk mediator 2013
Sk mediator 2013Sk mediator 2013
Sk mediator 2013
 
SK Tenaga Honor dan Kontrak MS Jantho 2013
SK Tenaga Honor dan Kontrak MS Jantho 2013SK Tenaga Honor dan Kontrak MS Jantho 2013
SK Tenaga Honor dan Kontrak MS Jantho 2013
 
Sk bendahara pengeluaran bua 01 2013
Sk bendahara pengeluaran bua 01 2013Sk bendahara pengeluaran bua 01 2013
Sk bendahara pengeluaran bua 01 2013
 
Sk bendahara pengeluaran badilag 04 2013
Sk bendahara pengeluaran badilag 04 2013Sk bendahara pengeluaran badilag 04 2013
Sk bendahara pengeluaran badilag 04 2013
 
Instruksi Disiplin PNS 2013
Instruksi Disiplin PNS 2013Instruksi Disiplin PNS 2013
Instruksi Disiplin PNS 2013
 
Sk. bendahara pnbp 2013
Sk. bendahara pnbp 2013Sk. bendahara pnbp 2013
Sk. bendahara pnbp 2013
 
Solusi kubus rubik_3x3_
Solusi kubus rubik_3x3_Solusi kubus rubik_3x3_
Solusi kubus rubik_3x3_
 
File system linux
File system linuxFile system linux
File system linux
 

Artikel wasiat wajibah bagi anak diluar perkawinan yang sah

  • 1. WASIAT WAJIBAH BAGI ANAK DI LUAR PERKAWINAN YANG SAH Oleh : Asep Ridwan H, SHI, M.Ag Dalam Pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”. Perkawinan yang sah sendiri secara hukum diakui manakala dicatat oleh dan dilaksanakan di hadapan Petugas Pencatat Nikah. Dikarenakan dalam undang-undang terdapat istilah “anak yang sah” dan berlandaskan teori mafhum mukhalafah tentu sebagai kebalikannya maka ada “anak yang tidak sah”, oleh karenanya dalam tulisan ini penulis mengambil istilah “anak tidak sah”. Berkaitan dengan anak yang tidak sah terdapat dua macam kasus posisi anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah dalam hukum keperdataan di Indonesia. Pertama, Anak yang dihasilkan dari suatu perzinahan. Anak ini dilahirkan akibat dari hubungan intim antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan yang sah atau lebih lazim disebut zina. Baik secara fikih klasik maupun fikih kontemporer yang tertuang dalam qanun di Indonesia, anak ini dinyatakan bukan sebagai anak yang sah dari ayah dan ibu bioligisnya. Dalam perempuan yang hamil karena perzinahan, maka dapat dinikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya berdasarkan pasal 53 ayat (1) KHI, akan tetapi apakah dengan hal tersebut anak yang dilahirkan dapat dikatakan sebagai anak yang sah ? Terdapat dua penafsiran atas Pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam. Pendapat pertama menafsirkan bahwa setiap anak yang dihasilkan akibat hubungan suami isteri atau perkawinan yang tidak sah, maka anaknya pun tidak sah. Baik anak tersebut lahir pada saat laki-laki dan perempuan yang berzina tersebut telah menikah ataupun lahir tanpa ayah sekalipun. Pendapat kedua menafsirkan, bahwa anak yang sah adalah pada saat ia lahir orang tuanya berada dalam perkawinan yang sah, meskipun janin anak tersebut terbentuk dari hubungan suami isteri yang haram pada saat ayah dan ibu dari anak tersebut belum menikah akan tetapi telah melakukan hubungan suami isteri. Meskipun demikian pendapat ini dibatasi, yaitu apabila perempuan yang mengandung anak tersebut menikah dengan laki-laki yang menghamilinya pada saat usia kandungan belum mencapai 4 bulan. Kedua, anak yang dihasilkan atas perkawinan yang tidak dicatat di KUA, atau lebih dikenal dengan istilah perkawinan di bawah tangan. Secara fikih perkawinan
  • 2. tersebut sah, akan tetapi tidak diakui oleh Undang-undang. Dalam hal perkawinan dibawah tangan, untuk mendapatkan legalitas maka dapat dilakukan melalui isbat nikah ke Pengadilan Agama. Apabila permohonan isbat nikah di kabulkan, maka anak yang terlahir atas perkawinan tersebut dengan serta merta menjadi sah dan diakui keperdataannya oleh Undang-undang. Akan tetapi selama perkawinannya tidak diisbatkan tentu keberadaan anak juga tidak diakui, karena perkawinannyapun tidak ada. Peraturan perundang-undangan memberikan opsi hukum bagi perkawinan yang tidak tercatat di KUA untuk mendapatkan pengakuan hukum melalui jalur pengesahan perkawinan melalui putusan Pengadilan. Dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam Pasal 7 yaitu : (1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. (2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akata Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama. (3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal- hal yang berkenaan dengan : (a) Adanya perkawinan dalam rabgka penyelesaian perceraian; (b) Hilangnya Akta Nikah; (c) Adanya keragan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawian; (d) Adanyan perkawinan yang terjadisebelum berlakunya Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan; (e) Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974; (4) Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri, anak- anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu. Akan tetapi bagi seseorang yang mengajukan isbat nikah atas perkawinannya dengan istri kedua (poligami), tetap berlaku ketentuan poligami sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 4 dan 5, serta dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 55 s/d 59. Akan tetapi manakala permohonan isbat nikah itu ditolak baik karena alasan bahwa ternyata dalam proses pemeriksaan persidangan pernikahan tersebut adalah pernikahan atas seorang laki-laki dengan seorang perempuan dimana laki-laki tersebut
  • 3. masih dalam suatu ikatan pernikahan dengan wanita lain (poligami) sedangkan alasan dan prosedur poligami tidak dapat dipenuhi sehingga karenanya hakim menolak permohonan tersebut, maka tentu saja secara formil perkawinan itu dianggap tidak ada. Bilamana tidak terjadi perkawinan, maka tentu saja keberadaan anakpun menjadi tidak diakui. Sehingga anak yang terlahir dari perkawinan siri yang ditolak oleh pengadilan dikategorikan sebagai anak diluar perkawinan.1 Dari kasus diatas, apabila pada muaranya anak tidak mendapatkan legalitas sebagai anak yang sah, maka undang-undang menyatakan anak tersebut hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya saja2. Dengan demikian maka hak-hak keperdataan anak terhadap ayah dan keluarga ayah menjadi tidak ada. Hak-hak yang hilang tersebut adalah : 1. Hak saling mewarisi baik sebagai dzawil furud3 maupun sebagai ashobah. 2. Biaya penyusuan4. 3. Hak untuk mendapatkan biaya pemeliharaan pada saat belum dewasa5. 4. Mendapatkan perwakilan dalam melakukan perbuatan hukum pada saat belum dewasa6. 5. Hak-hak untuk mendapatkan nafkah baik lahir maupun batin, dan hak-hak keperdataan lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut penulis hendak menyikapinya bahwa hilangnya hak-hak keperdataan anak merupakan sesuatu yang bertentangan dengan rasa keadilan dan kebenaran yang hakiki. Mengapa demikian ? karena sesungguhnya anak tidak pernah meminta untuk dilahirkan kedunia. Pemikiran itu didasarkan atas beberapa pendekatan sebagai berikut : 1 Lihat pasal diatas tentang kedudukan anak diluar nikah. 2 Kompilasi Hukum Islam Pasal 100 berbunyi : “Anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya”. Jo. Pasal 186 yang berbunyi : "Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewarisi dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya". 3 Kompilasi Hukum Islam Pasal 174 ayat (1). 4 Kompilasi Hukum Islam Pasal 104 ayat (1) berbunyi “Semua biaya penyusuan anak dipertanggung jawabkan kepada ayajnya.. Apabila ayah telah meninggal dunia, maka biaya penyusuan dibebankan kepada orang yang berkewajiban memberi nafkah kepada ayahnya atau walinya”. 5 Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 point (c) yang berbunyi “Biaya pemeliharaan di tanggung oleh ayahnya”. 6 Kompilasi Hukum Islam Pasal 98 ayat (2) berbunyi : “Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam maupun diluar Pengadilan”.
  • 4. a. Pendekatan melalui teori victim (korban). Pada suatu ketika diajukan isbat poligami ke Pengadilan Agama, dan karena dalam persidangan telah terbukti poligami siri yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan isteri kedua dan seterusnya tanpa izin isteri pertama, maka Pengadilan Agama menolak isbat poligami tersebut, dan berdampak kepada tidak diakuinya anak yang terlahir dari poligami tersebut. Maka sesunggunya perbuatan poligami tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pidana. Pelanggaran delik tanpa izin pertama melanggar Pasal 279 ayat 1 dan 2 KUHP yang menyatakan diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (1) Barang siapa mengadakan pernikahan padahal diketahui bahwa pernikahan atau pernikahan-pernikahannya yang telah ada menjadi penghalang yang saha untuk itu; (2) Barang siapa mengadakan pernikahan padahal diketahui bahwa pernikahannya atau pernikahan-pernikahan pihak lain menjadi penghalang yang sah untuk itu; Kemudian, bahwa perbuatan poligami sirri tanpa izin pertama dalam ranah perdata merupakan perbuatan yang melanggar hukum perikatan, karena pada hakikatnya pernikahan termasuk pada “perikatan” dan dengan melakukan pernikahan kedua tanpa izin istri pertama dapat diartikan mencederai perikatan tersebut sehingga dikategorikan “wan prestasi”. Hal tersebut dapat pula dikategorikan perbuatan pelawanan hukum (onrechtsmatige-daad) karena melanggar Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 4 dan 5 jo. Kompilasi Hukum Islam Pasal 55 s.d 59. Dari dua hal diatas, maka sesungguhnya yang bersalah adalah pasangan yang melakukan poligami siri tersebut, dan oleh karenanya ketika Putusan Hakim menolak permohonan isbatnya, dan berujung kepada tidak diakuinya perkawinan, hal tersebut demi keadilan merupakan hukuman bagi orang yang berbuat salah. Akan tetapi bagaimana dengan anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak diakui tersebut ? dalam teori victim, sesungguhnya anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak sah adalah korban, karena pada dasarnya anak tidak meminta untuk dilahirkan kedunia, ia terlahir akibat dari perbuatan melawan hukum kedua orang tuanya. Bilamana perbuatan salah yang dilakukan oleh orang tua, berakibat kepada anak yang harus menjadi korban dengan menanggung hukuman tidak memiliki hak
  • 5. keperdataan atas ayahnya, maka sesungguhnya hal ini sangat mencederai hakikat keadilan. Begitupun dengan perbuatan zina yang dalam ranah hukum Islam dikategorikan sebagai perbuatan dosa besar. Maka apabila hukuman atas perbuatan zina yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan dibebankan kepada anak yang dilahirkan, hal tersebut tidaklah tepat, karena anak tidak melakukan perbuatan dosa, dan anak hanya menjadi akibat dan korban atas perbuatan orang tuanya. b. Pendekatan Hukum dan Perundang-undangan Tercabutnya hak-hak keperdataan anak yang disebabkan bukan karena perbuatannya, sesungguhnya mencederai rasa keadilan dan bertentangan dengan beberapa prinsip yang terdapat dalam undang-undang. Diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Bertentangan dengan prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law), karena dengan mencabut hak keperdataan anak diluar nikah terhadap ayah menjadikan kedudukan anak tidak sama dihadapan hukum. 2. Bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (1) yang berbunyi : “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidakada kecualinya”. 3. Bertentangan dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 4 yang berbunyi : “Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. 4. Dengan hilangnya hak-hak keperdataan anak dari ayahnya diatas, maka hilanglah pula hak-hak anak uuntuk mendapat pendidikan, nafkah, perlindungan dan sebagainya dari ayahnya tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan Pasal 1 ayat (12) UU No. 23 Tahun 2002 yang berbunyi : “Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara”, dan beberapa melanggar lainnya seperti Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan undang-undang yang lainnya.
  • 6. 5. Bertentangan dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia yang juga mengatur tentang perlindungan anak yang menyatakan “Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan Negara. Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. Setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan”7. 6. Bertentangan dengan Deklarasi “Social Welfare” dan “Human Rights” untuk anak (Deklarasi Jenewa, 1924) asas 1 yaitu : “Anak-anak berhak menikmati seluruh haknya yang tercantum dalam deklarasi ini. Semua anak tanpa pengecualian yang bagaimanapun berhak atas hak-hak ini, tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat dibidang politik atau dibidang lainnya, asal-usul bangsa atau tingkatan social, kaya atau miskin, keturunan atau status, baik dilihat dari dirinya sendiri maupun dari segi keluarganya”8. c. Pendekatan Akidah Keislaman Islam memandang bahwa anak merupakan amanat dari Allah SWT, dimana orang tua berkewajiban memenuhi kebutuhan materil meliputi sandang - pangan – papan juga kebutuhan moril berupa pendidikan, kasih sayang, bimbingan sebagainya. Barang siapa yang menyia-nyiakan amanat dengan melalaikan kewajiban sebagai orang tua maka dinyatakan sebagai perbuatan dosa. Hal tersebut disinyalkan dalam beberapa ayat dalam al-qur’an diantaranya :                              “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia 7 Hadi Setia, Undang-undang Tentang Hak Asasi Manusia, LN. 165 Tahun 1999 TLN No. 3886, (Jakarta ; Harvarindo, 2000), hal 17. 8 Ibid.
  • 7. supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”.(Q.S. al Nisa : 58)                        6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. at Tahrim : 6) Selain dari pada Islam memandang anak sebagai amanat dari Allah SWT, Islam juga memandang bahwa setiap anak yang dilahirkan adalah dalam keadaan suci, ia tidak memiliki dosa, dan tidak pula dibebankan dosa atas orang tuanya. Bahkan Islam memandang, bahwa setiap orang bertanggung jawab atas amalnya sendiri, tidak ada dosa seseorang yang dapat dipikulkan kepada orang lain. : ( ) Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (tidak mempersekutukan Allah) tetapi orang tuanya lah yang menjadikan dia seorang yahudi atau nasrani atau majusi sebagaimana seekor hewan melahirkan seekor hewan yang sempurna. Apakah kau melihatnya buntung?”            
  • 8.                      164. Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, Padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[526]. kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."(Q.S. al an’am : 164) [526] Maksudnya: masing-masing orang memikul dosanya sendiri-sendiri. Dari tiga pendekatan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam keadaan apapun, sesungguhnya setiap anak harus dapat dilindungi hak-haknya, termasuk hak keperdataan. Dan mengurangi hak keperdataan anak yang tidak sebabkan karena kesalahan anak adalah sesuatu yang mencerdari hakikat keadilan. Baik secara syariat agama Islam, maupun berdasarkan Undang-undang anak- anak wajib dilindungi segala hak-haknya, dan oleh karena itu kewajiban Negara untuk melindungi hal tersebut. Kaitannya dengan anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah Negara harus tetap melindungi hak-hak tanpa dikurangi sedikitpun. Anak yang lahir diluar perkawinan tidak boleh sampai kehilangan dari ayahnya berupa hak mendapatkan harta Peninggalan, hak biaya penyusuan, hak untuk mendapatkan biaya pemeliharaan pada saat belum dewasa9., hak mendapatkan perwakilan dalam melakukan perbuatan hukum pada saat belum dewasa dan hak -hak untuk mendapatkan nafkah baik lahir maupun batin, dan hak-hak keperdataan lainnya. Akan tetapi bila anak harus tetap memiliki hak tersebut dari ayahnya sedangkan anak masih tetap dalam kedudukannya sebagai anak yang tidak sah, maka hal tersebut tidak dapat terjadi, karena berbentur dengan Fikih maupun qanun. Oleh 9 Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 point (c) yang berbunyi “Biaya pemeliharaan di tanggung oleh ayahnya”.
  • 9. karenanya mesti dicarikan alternative agar anak mendapatkan hak tersebut, dan salah satunya adalah dengan menggantikan kedudukan anak. Mengganti kedudukan anak yang saya maksud disini adalah menggantikan kedudukan anak dari statusnya anak hasil diluar nikah menjadi anak angkat bagi ayah biologisnya secara hukum melalui adopsi. Secara sederhana memang agak rancu, ayah kandung harus mengadopsi anak kandungnya sendiri. Akan tetapi kita harus tetap konsisten bahwa meskipun secara biologis ada hubungan ayah-anak kandung, tetapi dimata hukum tidak ada hubungan apapun antara keduanya. Dan apabila kita merujuk kepada beberapa peraturan perundang-undangan yang ada, sebut saja dalam Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Peradilan serta Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 1979, Nomor 6 tahun 1983 dan Nomor 3 Tahun 2005 tidak ada satu pun yang melarang adopsi dari ayah kandung kepada anak kandung. Ada beberapa pertanyaan berkaitan dengan masalah yang timbul. Sebut saja ketika seorang anak telah diangkat oleh ayah bilogisnya sedangkan ayah biologisnya telah menikah dengan ibu kandungnya sendiri, apakah hal ini tidak rancu ? satu sisi sang ayah adalah ayah angkat, tapi ibunya ibu kandung ? menurut saya tidak. Hal ini dapat dianalogikan seperti anak tiri, dimana anak tiri memiliki hubungan nasab dengan orang tua kandungnya dan tidak memiliki hubungan hukum dengan orang tua tirinya. Proses permohonan pengangkatan anak ini bisa dilakukan dalam tiga proses; a. Proses Legislasi Proses peradilan tidak akan dapat berjalan tanpa adanya payung hukum, oleh karenanya mesti ada perangkat hukum sebagai landasan dari pengangkatan anak baik kaitannya sebagai hukum formil maupun hukum materil. Peraturan tersebut bisa dalam bentuk SEMA, dll. b. Para pihak yang mengajukan Secara materil persyaratan mengenai pengangkatan anak memang sudah dapat diakomodir oleh beberapa peraturan yang ada, akan tetapi apabila tujuan dari adanya pengangkatan ini adalah dalam rangka melindungi hak-hak keperdataan anak, maka perlu diatur lebih lanjut mengenai hukum formilnya. Sebut saja bahwa pihak yang dapat mengajukan pengangkatan anak ini tidak harus berkutat pada wiilayah orang tua (dalam hal ini ayah), akan tetapi pihak lain yang berkepentingan dapat juga harus mengajukan permohonan pengangkatan anak
  • 10. atas bagi ayah biologisnya. Kenapa demikian ? karena bisa jadi ayahnya tidak mau mengangkat anak tersebut, dan apabila hal tersebut terjadi tentu anak tidak akan terlindungi. Disinilah letak pentingnya hukum mengatur hal tersebut. Sebut saja dalam suatu kasus, ketika ada seorang laki-laki berzinah dengan seorang perempuan, dan terjadilah kehamilan dan memiliki anak, kemudian laki-laki tersebut tidak mau bertanggung jawab, maka pihak perempuan dapat mengajukan permohonan pengangkatan anak bagi sebagai anak angkat dari laki-laki tersebut; Pengajuan perkara pengangkatan anak, tidak hanya bisa bersifat voluntair, akan tetapi juga bisa bersifat kontentius. Ketika yang mengajukan perkara pengangkatan anak adalah ayah biologis, maka perkara menjadi voluntair, akan tetapi ketika yang mengajukan bukan ayah biologisnya, maka perkara menjadi kontentius, dimana ayah biologis menjadi pihak Tergugat. Kemudian di dalam persidangan, akan dibuktikan perihal kebenaran pihak Tergugat sebagai ayah biologis. Wasiat Wajibah Bagi Anak Tidak Sah Sebagaimana disebutkan terdahulu, anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang tidak sah tentu tidak memiliki hubungan hukum dengan ayah biologisnya. Hal ini mencakup seluruh hal termasuk hak-hak saling mewarisi. Anak yang tidak sah secara hukum tidak dapat saling mewarisi dengan ayah bilogisnya. Akan tetapi berdasarkan pembahasan diatas tentu hal ini akan merugikan anak. Oleh karenanya mesti ada upaya perlindungan hak-hak anak tersebut. Adopsi atau pengangkatan anak dapat menjadi salah satu wasilah yang dapat memberikan alternative sehingga anak bisa mendapatkan harta peninggalan meskipun tidak dari bagian waris, maksud saya disini adalah wasiat wajibah. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 209 ayat (2) (2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya Dengan adanya penetapan anak angkat maka terjagalah lembaga wasiat wajibah atas anak tersebut, dan dengan adanya wasiat wajibah maka sang anak akan mendapat perolehan harta peninggalan dari ayah kandungnya. Meskipun demikian pemikiran tentang wasiat wajibah ini perlu pula mengadopsi terhadap pemikiran Hakim Agung ; Habiburrahman (dalam makalah
  • 11. Hukum Kewarisan KHI yang disajikan dalam rakernas 2011) yang menyebutkan bahwa wasiat wajibah bagi anak angkat terjadi manakala harta yang ditinggalkan banyak dan besarannya tidak boleh melebihi bagian yang terkecil dari ahli waris. Dari uraian singkat diatas, dapat ditarik suatu simpul, bahwa setiap anak yang terlahir memiliki hak keperdataan yang sama dimata hukum, tak terkecuali anak yang terlahir dari perkawinan yang tidak sah, atau tidak diakui oleh undang-undang. Hak tersebut harus dilindungi sesuai dengan amanat undang-undang. Oleh karenanya salah satu solusi yang dapat menjaga hak-hak anak tanpa harus bertentangan dengan hukum. Salah satunya melalui lembaga tabanni / adopsi dengan menjadikan anak tersebut menjadi anak angkat atas ayah biologisnya melalui suatu penetapan pengadilan. Dengan menjadi anak angkat, maka sang anak akan mendapatkan hak-hak keperdataannya dari sang ayah termasuk dari harta peninggalan sang ayah melalui lembaga wasiat wajibah. Tentu atas pemikiran yang penulis paparkan diatas, ada yang setuju atau tidak menyetujuinya, sebagai suatu wacana pemikiran hukum hal ini penulis sampaikan. Mudah-mudahan bisa memancing tanggapan-tanggapan dan sumbangsih pemikiran, melalui komentar atau tulisan-tulisan dari siapa saja yang membaca tulisan ini. Wallahu a’lam bishowab