1. Penjajahan VOC dan
Reaksi Bangsa
Indonesia
-XI MIA C-
Kelompok 2
Eko Urip Fibrianto (07)
El Medina Aulia Putri (08)
Erninda Patriani (09)
Figa Cospiningrum T. P. (10)
Haikal Zaidan Nauval (11)
Hakim Subekti (12)
3. Kedatangan Bangsa Belanda di
Indonesia
Penjajah Belanda, Cornelis de Houtman, mendarat kali pertama
di Indonesia pada tahun 1596. Rombongan mendarat di Banten
dengan alasan untuk berdagang, akan tetapi dalam perkembangan
berikutnya bangsa Belanda bersikap kurang bersahabat sehingga
mereka diusir dari kerajaan Banten.
Cornelis de Houtman beserta rombongan kemudian melanjutkan
pelayarannya ke arah timur menelusuri pantai utara Pulau Jawa hingga
tiba di Pulau Bali. Setelah mempelajari jalur pelayaran laut dan
membeli rempah-rempah, mereka kembali ke negara asalnya. Pada
tahun 1598, bangsa Belanda mendarat di Banten untuk kali kedua dan
dipimpin oleh Jacob Van Neck. Rombongan yang datang kali kedua ini,
jumlahnya lebih banyak dan masing-masing kelompok membentuk
kongsi dagang sehingga menimbulkan persaingan di antara mereka
sendiri. Upaya Inggris untuk mengatasi persaingan dagang yang
semakin kuat di antara sesama pendatang dari Belanda adalah dengan
mendirikan dan menyaingi persekutuan dagang Inggris di India dengan
nama East India Company (EIC).
4. Latar Belakang Pembentukan
VOC
Persaingan yang cukup keras terjadi di antara perusahaan
dagang orang-orang Belanda. Masing-masing ingin memenangkan
kelompoknya agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Kenyataan ini mendapat perhatian khusus dari pihak pemerintah dan
parlemen Belanda, sebab persaingan antarkongsi Belanda juga akan
merugikan Kerajaan Belanda sendiri.
Maka pemerintah dan Parlemen Belanda pada 1598
mengusulkan agar antar kongsi dagang Belanda bekerja sama
membentuk sebuah perusahaan dagang yang lebih besar. Usulan ini
baru terealisasi empat tahun berikutnya, yakni pada 20 Maret 1602
secara resmi dibentuklah persekutuan kongsi dagang Belanda di
Nusantara yang bernama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC)
atau disebut dengan “Perserikatan Maskapai Perdagangan Hindia
Timur/Kongsi Dagang India Timur”. VOC secara resmi didirikan di
Amsterdam.
VOC dipimpin oleh sebuah dewan yang beranggotakan 17 orang,
sehingga disebut “Dewan Tujuh Belas” (de Heeren XVII). Mereka terdiri
dari delapan perwakilan kota pelabuhan dagang di Belanda.
5. Tujuan Pembentukan VOC
(1.) Menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama
kelompok/kongsi pedagang Belanda yang telah ada,
(2.) Memperkuat kedudukan Belanda dalam menghadapi
persaingan dengan para pedagang negara lain.
(3.) Menguasai pelabuhan penting.
(4.) Menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.
(5.) Melaksanakan monopoli perdagangan di Indonesia.
(6.) Mengatasi persaingan antara Belanda dengan pedagang
Eropa lainnya.
6. Kewenangan dan Hak VOC
(1.) Melakukan monopoli perdagangan di wilayah antara Tanjung
Harapan sampai dengan Selat Magelhaens, termasuk
Kepulauan Nusantara,
(2.) Membentuk angkatan perang sendiri,
(3.) Melakukan peperangan,
(4.) Mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat,
(5.) Mencetak dan mengeluarkan mata uang sendiri,
(6.) Mengangkat pegawai sendiri,
(7.) Memerintah di negeri jajahan, dan
(8.) Bertindak atas nama Belanda (Oktroi).
7. VOC di Indonesia
Pada tahun 1619, kedudukan VOC dipindahkan ke Batavia dan
diperintah oleh Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen. Perpindahan
kedudukan VOC dari Ambon ke Batavia ditujukan untuk merebut
daerah dan memperkuat diri dalam persaingan dengan persekutuan
dagang milik Inggris (EIC) yang sedang mengalami konflik dengan
Wijayakrama (penguasa Jayakarta).
Masa VOC berkuasa di Indonesia disebut sebagai "zaman
kompeni". Dalam upaya mengembangkan usahanya, VOC memperoleh
piagam (charter) yang diterima dari pemerintah Kerajaan Belanda.
Piagam (charter), secara umum menyatakan bahwa VOC diberikan
kewenangan dan hak-hak seperti yang telah disebutkan.
Dalam perkembangan berikutnya, kompeni berubah menjadi
kekuatan yang tidak sebatas berdagang, tetapi ikut campur, yakni
dengan mengendalikan pemerintahan kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Penindasan kompeni yang kejam sangat menyengsarakan rakyat
Indonesia hingga menimbulkan perlawanan di beberapa daerah.
8. Kemunduran VOC
Pada abad ke-18, VOC mengalami kemunduran karena tidak dapat melaksanakan
tugas dari pemerintah Belanda. Kemunduran VOC semakin parah, ditandai dengan
kondisi keuangan yang kian merosot hingga mengalami kebangkrutan.
Beberapa faktor penyebab kemunduran VOC adalah sebagai berikut:
1. Banyaknya jumlah pegawai VOC yang korupsi.
2. Rendahnya kemampuan VOC dalam memantau monopoli perdagangan.
3. Berlangsungnya perlawanan rakyat secara terus-menerus dari berbagai daerah di
Indonesia.
4. Masalah yang dihadapi VOC semakin besar dan rumit hingga diketahui oleh
pemerintah Belanda bahwa VOC tidak mampu melaksanakan tugasnya dan tidak
mampu menangkal setiap agresi dari pihak asing. Pada saat itu, di negeri Belanda
sedang terjadi konflik politik.
Pada tanggal 31 Desember 1799, VOC resmi dibubarkan dan pemerintah Belanda
(saat itu Republik Bataaf) mencabut hak-hak VOC. Semua kekayaan dan utang VOC
diambil alih oleh negara dan mulai saat itu pula, segala bentuk kekuasaan atas Indonesia
berada langsung di bawah pemerintahan Belanda. Kekuasaan Republik Bataaf di Belanda
ternyata tidak berlangsung lama dan belum sempat berkuasa di Indonesia. Pada tahun
1806, terjadi perubahan politik di Eropa hingga Republik Bataaf dibubarkan dan berdirilah
Kerajaan Belanda yang diperintah oleh Raja Louis Napoleon.
10. Sultan Nuku dari Maluku
Pada tahun 1680, VOC memaksakan sebuah perjanjian baru
dengan penguasa Tidore. Kerajaan Tidore yang semula sebagai sekutu
turun statusnya menjadi vassal VOC. VOC mengangkat Putra Alam
sebagai Sultan Tidore. Padahal menurut tradisi kerajaan Tidore yang
berhak sebagai sultan adalah Pangeran Nuku.
Penempatan Tidore sebagai vassal atau daerah kekuasaan VOC
telah menimbulkan protes keras dari Pangeran Nuku. Akhirnya timbul
perang hebat antara rakyat Maluku di bawah pimpinan Pangeran Nuku
melawan tentara VOC. Sultan Nuku mendapat dukungan rakyat Papua,
orang-orang Gamrange dari Halmahera, Sultan Aharal dan Pangeran
Ibrahim dari Ternate, dan Inggris.
Belanda kewalahan dan tidak mampu membendung ambisi Nuku
untuk lepas dari dominasi Belanda. Akhirnya Sultan Nuku berhasil
mengembangkan pemerintahan yang berdaulat melepaskan diri dari
dominasi Belanda di Tidore sampai akhir hayatnya (tahun 1805).
11. Sultan Agung dari Mataram
Sultan Agung sangat menentang keberadaan VOC di Jawa
yang terus memaksakan kehendak untuk melakukan monopoli
perdagangan. Hal tersebut membuat para pedagang pribumi
mengalami kemunduran dan membawa penderitaan rakyat.
Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke
Batavia.
Pada tahun 1628, pasukan Mataram di bawah pimpinan
Tumenggung Baureksa melakukan serangan dengan mengepung
Batavia. Pada tahun 1629, Sultan Agung dan pasukannya
kembali melancarkan serangan ke Batavia dengan persenjataan
yang lebih lengkap. Tetapi, kedua serangan tersebut sama-sama
mengalami kegagalan akibat VOC lebih unggul dalam
persenjataan.
12. Sultan Ageng dari Banten
Banten memiliki posisi yang strategis sebagai bandar
perdagangan internasional. Oleh karena itu, sejak awal Belanda
ingin menguasai Banten, tetapi tidak pernah berhasil. Akhirnya
VOC membangun Bandar di Batavia pada tahun 1619. Terjadilah
persaingan antara Banten dan Batavia memperebutkan posisi
sebagai bandar perdagangan internasional.
Sultan Ageng berusaha memulihkan posisi Banten sebagai
Bandar perdagangan internasional sekaligus menandingi
perkembangan di Batavia. Ia mengundang para pedagang Eropa
lain dan mengembangkan hubungan dagang dengan negara-
negara Asia.
Perkembangan di Banten ternyata tidak disukai oleh VOC.
Oleh karena itu, VOC sering melakukan blokade. Jung-jung Cina
dan kapal-kapal dagang dari Maluku dilarang meneruskan
perjalanan menuju Banten.
13. Sebagai balasan, Sultan Ageng mengirim beberapa
pasukannya untuk mengganggu kapal-kapal dagang VOC di
Batavia dan melakukan perusakan beberapa kebun tanaman
tebu milik VOC.
Menghadapi serangan pasukan Banten, VOC terus
memperkuat kota Batavia dengan mendirikan benteng-benteng
pertahanan seperti Benteng Noordwijk.
Sementara itu untuk kepentingan pertahanan, Sultan
Ageng membangun saluran irigasi yang berfungsi untuk
meningkatkan produksi pertanian dan memudahkan
transportasi perang.
14. Sultan Hasanuddin dari Goa
Tanggal 7 Juli 1667, meletus Perang Goa. VOC menyerang
pasukan Goa dari berbagai penjuru. Beberapa serangan VOC
berhasil ditahan pasukan Hasanuddin. Tetapi dengan pasukan
gabungan disertai peralatan senjata yang lebih lengkap, VOC
berhasil mendesak pasukan Hasanuddin. Benteng pertahanan
tentara Goa di Barombang dapat diduduki oleh pasukan Aru
Palaka. Hal ini menandai kemenangan pihak VOC atas kerajaan
Goa. Kemudian Hasanuddin dipaksa untuk menandatangani
Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667.
15. Isi Perjanjian Bongaya :
1. Goa harus mengakui hak monopoli VOC
2. Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan
wilayah Goa
3. Goa harus membayar biaya perang
Sultan Hasanuddin tidak ingin melaksanakan isi perjanjian
itu karena bertentangan dengan hati nurani dan semboyan
masyarakat Goa. Pada tahun 1668 Sultan Hasanuddin kembali
menggerakkan kekuatan rakyat untuk melawan kesewenang-
wenangan VOC. Namun perlawanan ini dapat dipadamkan oleh
VOC. Dengan sangat terpaksa Sultan Hasanuddin harus
melaksanakan isi Perjanjian Bongaya.
16. Raja Indra Pahlawan dari Siak
Tahun 1751 berkobar perang melawan VOC. VOC berusaha
memutus jalur perdagangan menuju Siak. VOC mendirikan benteng
pertahanan di sepanjang jalur yang menghubungkan Sungai Indragiri,
Kampar, sampai Pulau Guntung. Kapal-kapal dagang yang akan menuju
Siak juga ditahan oleh VOC.
Disepakati bahwa VOC harus dilawan dengan tipu daya. Sultan
Indra diminta berpura-pura berdamai dengan cara memberikan hadiah
kepada Belanda. Siasat ini dikenal dengan “Siasat Hadiah Sultan”. VOC
setuju dengan ajakan damai ini. Pada saat perundingan baru dimulai,
Sultan Siak dipaksa untuk tunduk kepada pemerintaha VOC. Sultan
segera memberi kode pada anak buah dan segera menyergap dan
membunuh orang-orang Belanda di loji itu. Loji segera dibakar dan
rombongan Sultan Siak kembali ke Siak dengan membawa
kemenangan, sekalipun belum berhasil mengenyahkan VOC dari
Malaka.
17. Raden Mas Said dan Pangeran
Mangkubumi dari Mataram
Karena merasa sudah berpengalaman, Raden Mas Said
mengajukan permohonan untuk mendapatkan kenaikan
pangkat. Tetapi, Mas Said justru mendapat cercaan dan hinaan
dari keluarga kepatihan. Mas Said merasa sakit hati dengan sikap
keluarga kepatihan. Akhirnya muncul niat untuk melakukan
perlawanan terhadap VOC yang telah membuat kerajaan kacau
karena banyak bangwasan yang bersekutu dengan VOC.
Perlawanan Mas Said ternyata cukup kuat karena
mendapat dukungan dari masyarakat. Oleh karena itu, pada
tahun 1745 Pakubuwana II mengumumkan barang siapa yang
dapat memadamkan perlawanan Mas Said akan diberi hadiah
sebidang tanah di Sukowati.
18. Pangeran Mangkubumi dan para pengikutnya berhasil
memadamkan perlawanan Mas Said. Ternyata Pakubuwana II
ingkar janji. Akhirnya, Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas
Said bersepakat untuk bersatu melawan VOC.
Perlawanan Pangeran Mangkubumi berakhir setelah
tercapai Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755. Isi
pokok perjanjian itu adalah bahwa Mataram dibagi menjadi dua
yaitu wilayah bagian barat (daerah Yogyakarta) diberikan kepada
Pangeran Mangkubumi sebagai Sri Sultan Hamengkubuwana I,
sedang bagian timur (daerah Surakarta) tetap diperintah oleh
Pakubuwana III.
Sedangkan perlawanan Mas Said berakhir setelah tercapai
Perjanjian Salatiga pada tanggal 17 Maret 1757 yang isinya Mas
Said diangkat sebagai penguasa di sebagian wilayah Surakarta
dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I.