Anzeige

Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf

15. Dec 2022
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf
Anzeige
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf
Anzeige
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf
Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf
Nächste SlideShare
Real tikkkkkkkkkkkkkkReal tikkkkkkkkkkkkkk
Wird geladen in ... 3
1 von 11
Anzeige

Más contenido relacionado

Anzeige

Perbedaan Pendapat Antara Orang Tua dan Anak Dalam Menanggapi Gaya Hidup Yang Milenial.pdf

  1. PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA ORANG TUA DAN ANAK DALAM MEMAKNAI GAYA HIDUP YANG MILENIAL Ayla Fianti Syawalia, Elsa Rahma Izzati, Masayu Aviandini, Novalia Agung W. Ardhoyo, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Jakarta Email : masayuaviandini024@gmail.com ABSTRAK Fenomena gaya hidup milenial menjadi salah satu bagian dari lanskap kehidupan masyarakat dewasa saat ini. Terdapat tata-tata cara, kebiasaan dan elemen-elemen dalam gaya hidup milenial yang dianggap positif maupun negatif, baik bagi orang tua maupun sang anak yang berasal dari generasi Y atau Millennials. Maka dari itu, penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana fenomena perbedaan pendapat antara orang tua dengan anak yang berasal dari generasi milennial terhadap gaya hidup milennial yang dipraktikan oleh anak-anak tersebut dan bagaimana hal tersebut dapat mengarah kepada konflik dan atau diskusi yang terjadi diantara kedua golongan usia dan/atau generasi tersebut. Penelitian ini akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik pengambilan data secara wawancara, observasi serta studi dokumentasi untuk memperoleh temuan serta mendukung temuan yang diperoleh peneliti. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa antara orang tua dan anak mempunyai pandangan yang berbeda tentang gaya hidup yang milenial. Perbedaan tersebut mengarah kepada hal yang dianggap positif maupun yang dianggap negatif oleh orang tua dari anak yang berasal dari generasi millennial terhadap gaya hidup millennial itu sendiri yang pada akhirnya dapat mengarah kepada konflik maupun diskusi. Kata kunci : Perbedaan pendapat orang tua dan anak, Millennial, konflik orang tua dan anak
  2. PENDAHULUAN Generasi milenial umumnya ditandai dengan peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Milenial menghabiskan lebih banyak waktu untuk melihat layar perangkat mereka, mereka tidak memikirkan orang-orang di sekitar mereka, mereka lebih peduli dengan urusan mereka sendiri. Minat membaca buku di perpustakaan menurun, karena generasi milenial lebih suka membaca melalui perangkatnya, generasi milenial juga harus memiliki akun media sosial dan pusat informasi sebagai sarana komunikasi utama, generasi milenial lebih memilih untuk melihat melalui media sosial. layar perangkat daripada televisi dan lebih memilih untuk melakukan pembelian melalui media online daripada di pasar (Safitri, 2022). Generasi milenial ini berusia antara 18 dan 35 tahun, perkembangan antara remaja akhir dan dewasa. Masa perubahan, yang dulunya tidak menentu, emosional, tidak bertanggung jawab dan menghabiskan waktu berinteraksi di media sosial. Namun, remaja akhir sedang mempersiapkan diri untuk memasuki fase dewasa menjadi pribadi yang utuh dan kemudian dikaitkan dengan perkembangan pikiran, perasaan, sikap dan pengelolaan emosi. Generasi milenial telah banyak berubah dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Milenial memiliki karakteristik yang berbeda dalam memahami realitas kehidupan. Kelebihan dari generasi ini adalah mereka lebih mudah memahami teknologi, mereka dapat dengan mudah mengakses banyak masalah pengembangan masyarakat, mereka dapat dengan mudah mengakses sejumlah besar sumber informasi pendukung melalui internet, generasi milenial lebih pintar dari generasi sebelumnya. politik, ekonomi, bidang sosial dan lain-lain (Safitri, 2022). Milenial dan generasi Z dinilai perlu menerapkan gaya hidup minimalis. Permasalahan generasi muda saat ini adalah gaya hidup yang cenderung boros dan tidak mempedulikan investasi. Di Indonesia, generasi milenial dan gen Z memiliki kemampuan manajemen keuangan yang payah akibat gaya hidup yang cenderung lebih boros, sulit menabung, serta tidak terlalu mempedulikan investasi untuk kebutuhan mendatang. (Tjiasaka, 2022). Ada beberapa faktor yang membuat generasi milenial dan gen Z boros dan sulit menabung. Faktor tersebut yaitu akses internet yang luas dan kehadiran e-commerce. Dengan dua kemudahan ini, milenial dan gen Z cenderung lebih banyak mau dan kemudian boros, (Tjiasaka, 2022) Masalah yang sering menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja antara lain masalah waktu bermain, pulang larut dan tidak langsung mengikuti perintah orang tua. Perilaku anak yang melakukan kesalahan lebih dari satu kali membuat orang tua merasa marah, frustasi
  3. dan kecewa. Perilaku orang tua saat marah adalah membentak anak dengan suara keras, kesal dan hukuman fisik. Orang tua menenangkan diri setelah konflik dengan anak mereka dengan tetap diam. Orang tua menyesal menghukum anak-anak mereka dan anak-anak merasa menyesal telah melakukan kesalahan. Orang tua dan anak siap untuk menyelesaikan konflik, dan hubungan orang tua-anak akan membaik kembali. Manajemen konflik yang dilakukan dalam keluarga Jawa termasuk dalam tipe manajemen konflik konstruktif. Ada tiga jenis manajemen konflik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yaitu; (1) pemecahan masalah yang positif melalui diskusi, (2) konfrontasi yang melibatkan kata-kata kasar dan hukuman, dan (3) penarikan diri yang ditandai dengan penghindaran masalah, penghindaran diskusi, dan menjaga jarak. Remaja merindukan kebebasan untuk membuat keputusan mandiri dan membuat pilihan hidup. Keinginan orang tua untuk mengontrol dan mengetahui segala sesuatu yang dilakukan anak remajanya terkadang membuat remaja tidak nyaman. Dari masa kanak-kanak hingga remaja, remaja mengambil lebih banyak tanggung jawab untuk diri mereka sendiri dan menjadi kurang bergantung pada orang tua mereka. Pada masa ini, remaja mulai menyembunyikan dan menyimpan rahasia dari orang tuanya. Rahasia perkembangan remaja bisa menjadi salah satu cara untuk mencapai tugas perkembangan saat ini. Karena tentunya ketika remaja memiliki rahasia, membedakan siapa yang berhak tahu dan siapa yang tidak berhak tahu. Perbedaan pendapat dan keinginan antara orang tua dan remaja yang tidak mau menceritakan semuanya kepada orang tua merupakan salah satu alasan yang dapat menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja. Tidak semua konflik sebenarnya memiliki makna negatif. Konflik dapat berdampak positif atau negatif tergantung bagaimana konflik tersebut ditangani. Konflik yang diselesaikan dengan benar dapat membangun hubungan orang tua-remaja ke arah yang positif yang ditandai dengan penyesuaian diri remaja, dan resolusi konflik yang merusak hubungan orang tua-remaja dapat dikaitkan dengan perilaku remaja yang bermasalah. Dalam contoh konflik ini terjadi perbedaan pendapat tentang waktu main anak yang dianggap terlalu larut oleh orang tua. Waktu main anak yang sering melebihi waktu malam yang orang tua sudah kasih untuk mereka menyebabkan orang tua mereka khawatir dengan keadaan anaknya di luar sana. Di waktu yang senggang antara orang tua dan anak, mereka dapat membicarakan konflik ini dengan cara musyawarah bersama dan dibicarakan dengan kepala dingin alasan mengapa anak melakukan hal negatif tersebut, agar orang tua jaga tahu alasan anak melakukan hal itu, sehingga dapat menentukan jalan keluarnya dan tidak ada lagi terjadi konflik seperti itu ke depannya. Setelah dibicarakan dengan baik, anak akan mulai
  4. pulang tepat waktu saat keluar rumah dan mulai mengontrol diri mereka agar tidak pulang larut malam. Setiap manusia berhak memiliki privasi masing-masing, walaupun hubungan mereka sangat dekat seperti layaknya orang tua dan anak, tetapi mereka berhak memiliki privasi terhadap diri mereka sendiri. Kejadian ini tentu menimbulkan banyak perdebatan dan menjadi hal yang sangat rumit untuk diperbincangkan, tetapi juga penting untuk komunikasi antara orang tua dan anak. Untuk itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan jalan keluar dari perdebatan tersebut, sehingga tidak menimbulkan perdebatan yang lebih panjang antara permasalahan ini. METODOLOGI Paradigma penelitian yang digunakan penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme. Paradigme konstruktivisme merujuk pada adanya pendekatan terhadap konstruksi sosial. Dalam paradigma konstruktivisme, Karman menjelaskan bahwa proses sosial didapatkan melalui aksi dan interaksi yang terjadi antara individu yang terjadi secara kontinu hingga pada akhirnya menghasilkan suatu realitas sosial yang dialami dan dimiliki secara individual (Karman, 2015). Selain itu, Goffman dalam Tamburaka mengatakan bahwa setiap individu dapat secara kontinu mengubah definisi dalam simbolisasi mengenai suatu baik itu tindakan atau action maupun mengenai individu lain ketika bergerak melintasi ruang dan waktu. Dalam hal ini Goffman mengatakan bahwa setiap orang memiliki lambang atau simbol masing-masing namun terkadang kita sebagai individu tidak menyadarinya. Selebihnya Goffman mengatakan bahwa pengalaman seorang individu terhadap realitas berkaitan dengan bagaimana individu tersebut mampu dalam memaknai situasi yang terdapat dalam kehidupan kesehariannya (Tamburaka, 2012). Mengacu pada penelitian ini, penelitian ini menggunakan paradigma konstrutivisme. Sesuai dengan pernyataan yang diusulkan oleh Karman dan Goffman, dapat dilihat bahwa penelitian mengenai perbedaan pendapat antara orang tua dan anak dalam menanggapi gaya hidup yang milenial ini mengacu pada bagaimana dua kategori subjek yang berbeda secara usia yaitu orang tua dan anak, memaknai realitas sosial terkait gaya hidup yang dalam hal ini adalah gaya hidup milenial berdasarkan dengan pengalaman yang dialami dan dimiliki oleh dua kategori subjek penelitian tersebut. Sehingga, dalam hal ini penelitian ini akan melihat bagaimana realitas tersebut dibangun oleh dua kategori subjek penelitian tersebut yang ditempuh melalui pendekatan kualitatif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merujuk pada penelitian yang bersifat induktif
  5. yaitu dari khusus ke umum. Menurut Sugiyono, metode penelitian kualitatif adalah metode yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme, sedangkan untuk meneliti objek alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrument kunci dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi. Analisis data bersifat induktif atau kualitatif serta hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2011).Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat dilihat bahwasannya kualitatif merujuk pada adanya pemaknaan atas suatu fenomena yang terjadi. Dalam hal ini para peneliti yang menggunakan pendekatan kualitatif harus berhasil menemukan makna yang dikonstruksi oleh subjek penelitian atau dalam hal ini dalam penelitian kualitatif disebut juga sebagai informan(yang mana penyebutan responden lebih cenderung digunakan dalam penelitian kuantitatif). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Sehingga, peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap para informan mengenai perbedaan pendapat antara orang tua dan anak dalam menanggapi gaya hidup yang milenial. Peneliti menyusun pedoman wawancara yang kemudian ditanyakan kepada para informan yang termasuk dalam kategori yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu berdasar pada kategori usia yaitu usia orang tua dan usia anak. Pedoman wawancara tersebut diaplikasikan dalam bentuk wawancara mendalam terhadap informan yang masuk dalam kategori pada penelitian ini. Penelitian yang digunakan dalam riset ini adalah penlitian deskriptif. Furchan mengatakan bahwa terdapat beberapa karakteristik dari penelitian deskriptif, yaitu: 1. Penelitian deskriptif cenderung menggambarkan suatu fenomena apa adanya dengan cara menelaah secara teratur-ketat, mengutamakan objektivitas dan dilakukan secara cermat; 2. Tidak adanya perlakuan yang diberikan atau dikendalikan serta tidak ada uji (Furchan, 2004). Sedangkan menurut Kountur, penelitian deskriptif memiliki ciri- ciri sebagai berikut: 1. Berhubungan dengan keadaan yang terjadi pada saat itu; 2. Menguraikan suatu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan satu per satu; 3. Variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan (treatment) (Kountur, 2003). Terdapat 3 jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Wawancara Penelitian ini menggunakan sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan informan atau subjek penelitian. Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara mendalam kepada informan yang termasuk dalam kategori yang dibutuhkan dalam peneltian ini yaitu antara orang dengan anak untuk memperoleh pandangan terhadap pendapat dalam menanggapi gaya hidup yang milenial. 2. Observasi Penelitian ini juga menggunakan metode observasi dalam memperoleh data. Hal yang diobservasi dalam hal ini adalah konflik yang terjadi antara orang tua dengan anak terkait perbedaan pendapat dalam menanggapi gaya hidup yang milenial yang tentu berbeda diantara keduanya. Pengamatan konflik tersebut ditempuh melalui melihat secara
  6. langsung maupun tidak langsung orang tua yang sedang berdebat dengan anak mengenai pendapat dalam menanggapi gaya hidup yang milenial. 3. Studi kepustakaan Di samping wawancara mendalam dan observasi, penelitian ini juga menggunakan studi kepustakaan dalam memperoleh data untuk menunjang penelitian ini. Studi kepustakaan tersebut dilakukan dengan mengutip literatur-literatur yang relevan dengan objek penelitian dari buku, artikel maupun dari hasil penelitian terdahulu. Peneliti mengacu pada literatur-literatur dan bacaan serta hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan perbedaan pendapat antara orang tua dan anak dalam menanggapi gaya hidup yang milenia. Maka dari itu, peneliti mengacu pada literatur yang bersifat bagaimana pendapat orang tua terhadap gaya hidup milenial, pendapat anak terhadap gaya hidup milenial serta menemukan penelitian terdahulu yang sudah mengkombinasikan pandangan orang tua dan anak mengenai gaya hidup yang milenial. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian kepada suatu keluarga, yaitu orang tua dan anak. Yang dimana terjadi konflik nyata yang disebabkan oleh perbedaan pendapat antara orang tua dan anak dalam menanggapi waktu main. Peneliti melakukan wawancara dan observasi kepada orang tua dan anak sebagai objek penelitian. Peneliti menggunakan model Lasswell sebagai petunjuk proses komunikasi yang terjadi antara komunikator dan komunikan. Orang tua dan anak pada umumnya merupakan manifestasi dari perbedaan antar generasi. Tantangan yang paling berat bagi orang tua adalah masalah komunikasi akibat kesenjangan antara nilai-nilai ideal yang diajarkan generasi sebelumnya dengan kenyataan yang dihadapi generasi sekarang. Tanpa komunikasi yang efektif dan intensif antara orang tua dan anak, akan timbul kesalahpahaman karena cara berpikir yang berbeda dan dapat menimbulkan konflik. Mengingat kemudahan akses informasi yang diperoleh melalui perkembangan teknologi, tidak heran jika anak-anak menemukan atau bahkan meniru hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diberikan oleh orang tuanya. . Apalagi jika orang tua tidak menjelaskan dengan baik nilai-nilai positif yang harus diikuti oleh anak. Jika anak tidak mendapat tanggapan positif dari orang-orang terdekatnya, mereka akan mencarinya di tempat lain, seperti di sekolah, di lingkungan sekitar, di internet, di televisi, atau bahkan di jalanan kota. Komunikasi yang tidak efektif antara orang tua dan anak dapat menimbulkan
  7. kecenderungan pembentukan karakter yang kurang baik pada anak. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa anak tersebut memiliki kondisi mental dan sikap yang menyimpang. Karakteristik buruk para milenial yang erat dengan kemudahan teknologi, seperti individualis, apatis terhadap lingkungan, mengharapkan kebutuhan atau keinginannya dapat segera tercapai, lebih fokus terhadap materialistis, konsumeris dan eksistensi diri di media sosial, kurang peduli terhadap sesama, mungkin akan terjadi pada anak-anak mereka. Bagaimana para orang tua milenial ini membangun karakter dan konsep diri yang positif kepada anak-anak mereka. Sedangkan kasu-kasus yang terjadi pada anak akibat perkembangan teknologi ini semakin marak terjadi. Faktor-faktor keluarga yang mempengaruhi perkembangan anak adalah Keberfungsian keluarga dan pola Hubungan Orang tua terhadap anak. Fitzpatrick (1994) mengidentifikasi empat tipe keluarga, yaitu (a) tipe konsensus. Jenis nilai keluarga ini komunikasi terbuka, tetapi otoritas dalam keluarga adalah orang tua. (b) Tipe Pluralis, tipe keluarga ini adalah tipe keluarga yang cerewet tetapi kurang penurut. (c) Tipe keluarga protektif, tipe keluarga ini adalah tipe keluarga yang jarang berbicara tetapi sangat penurut. (d) Tipe “laissez-faire”, tipe keluarga ini adalah tipe keluarga yang jarang berbicara, sedikit tunduk, dan jarang terlibat. Hubungan keluarga memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan konsep diri seorang anak. Dalam bukunya The Psychology of Communication, Jalaludin Rakhmat menjelaskan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi konsep diri: orang lain dan kelompok afinitas. Orang lain yang dirujuk oleh George Herbert Meade adalah orang penting lainnya, yaitu orang yang sangat penting seperti anggota keluarga, kerabat, orang lain yang tinggal di rumah yang sama. Richard Dewey dan W.J. Humber menyebutnya sebagai orang lain yang emosional, yaitu orang lain yang memiliki keterikatan emosional dengan kita, adalah kelompok yang menghubungkan kita secara emosional dan memengaruhi pembentukan konsep diri kita. Remaja berusia 16-20an yang menginjak bangku SMA hingga kuliah sering mengalami konflik nyata dengan orang tua. Konflik tersebut bisa terjadi karena pendewasaan remaja yang menanggap dirinya sudah cukup usia untuk bisa memilih hidupnya sendiri. Dari sudut pandang orang tua, orang tua melarang anaknya karena adanya "cinta buta". Cinta buta yang dimaksud adalah orang tua pernah mengalami hal serupa di masa lalu, sehingga ia tidak mau anaknya menjadi seperti dirinya karena ada hal yang kurang baik terjadi. Orang tua takut anaknya mengalami hal buruk. Jadi cinta buta merupakan cinta yang alasannya tidak dapat dicari, suka
  8. maupun tidak suka orang tersebut harus nurut terhadap orang yang cinta buta. Masa anak remaja adalah masa orang tua kehilangan "bayi kecil" mereka, orang tua masih mengganggap anak mereka adalah bayi kecilnya karena orang tua telah mengurus anaknya dari semenjak didalam perut hingga lahir dan tumbuh besar. Pengorbanan orang tua untuk anaknya dalam berbagai hal membuat orang tua selalu ingat bahwa anak mereka adalah bayi kecil mereka padahal anaknya sudah berumur remaja. Cinta buta yaitu kekhawatiran orang tua yang tidak bisa diterima secara logika oleh anak. Anak yang terlalu dilarang oleh orang tua akan memiliki sifat pembohong karena apapun hal yang akan dilakukan si anak dengan alasan yang jujur pasti orang tuanya melarang, sehingga anak perlu berbohong memberikan alasan lain agar orang tuanya mengizinkan mereka untuk melakukan kegiatan diluar. Dengan berbohong, anak akan terus berbohong untuk menutupi kebohongan lainnya agar tidak ketahuan oleh orang tua. Masalah yang sering menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja antara lain masalah waktu berrmain, pulang larut dan tidak langsung mengikuti perintah orang tua. Perilaku anak yang melakukan kesalahan lebih dari satu kali membuat orang tua merasa marah, frustasi dan kecewa. Perilaku orang tua saat marah adalah membentak anak dengan suara keras, kesal dan hukuman fisik. Orang tua menenangkan diri setelah konflik dengan anak mereka dengan tetap diam. Orang tua menyesal menghukum anak-anak mereka dan anak-anak merasa menyesal telah melakukan kesalahan. Orang tua dan anak siap untuk menyelesaikan konflik, dan hubungan orang tua-anak akan membaik kembali. Manajemen konflik yang dilakukan dalam keluarga Jawa termasuk dalam tipe manajemen konflik konstruktif. Ada tiga jenis manajemen konflik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yaitu; (1) pemecahan masalah yang positif melalui diskusi, (2) konfrontasi yang melibatkan kata-kata kasar dan hukuman, dan (3) penarikan diri yang ditandai dengan penghindaran masalah, penghindaran diskusi, dan menjaga jarak. Remaja merindukan kebebasan untuk membuat keputusan mandiri dan membuat pilihan hidup. Keinginan orang tua untuk mengontrol dan mengetahui segala sesuatu yang dilakukan anak remajanya terkadang membuat remaja tidak nyaman. Dari masa kanak-kanak hingga remaja, remaja mengambil lebih banyak tanggung jawab untuk diri mereka sendiri dan menjadi kurang bergantung pada orang tua mereka. Pada masa ini, remaja mulai menyembunyikan dan menyimpan rahasia dari orang tuanya. Rahasia perkembangan remaja bisa menjadi salah satu cara untuk mencapai tugas perkembangan saat ini. Karena tentunya ketika remaja memiliki rahasia, membedakan siapa yang berhak tahu dan siapa yang
  9. tidak berhak tahu. Perbedaan pendapat dan keinginan antara orang tua dan remaja yang tidak mau menceritakan semuanya kepada orang tua merupakan salah satu alasan yang dapat menimbulkan konflik antara orang tua dan remaja. Tidak semua konflik sebenarnya memiliki makna negatif. Konflik dapat berdampak positif atau negatif tergantung bagaimana konflik tersebut ditangani. Konflik yang diselesaikan dengan benar dapat membangun hubungan orang tua-remaja ke arah yang positif yang ditandai dengan penyesuaian diri remaja, dan resolusi konflik yang merusak hubungan orang tua-remaja dapat dikaitkan dengan perilaku remaja yang bermasalah. Dalam konflik yang terjadi orang tua merupakan seorang komunikator dan anak merupakan komunikan. Konflik yang terjadi disini adalah karena anak yang pulang larut malam setelah beraktivitas diluar dan tidak mengikuti perintah orang tua. Sebelum kejadian anak pulang larut malam, orang tua sudah memberikan batasan waktu untuk anak pulang. Pada wawancara yang dilakukan, orang tua memberikan batasan waktu pulang pada anak hingga pukul 22.00 WIB, tetapi ternyata anaknya baru pulang pukul 23.00 WIB atau bahkan sering kali tidak pulang kerumah karena menginap di rumah temannya. Pada diwaktu tertentu, anak tidak memberikan kabar kepada orang tua bila akan pulang ke rumah atau tidak pulang. Hal tersebut membuat orang tua marah dan khawatir terhadap anak. Alasan orang tua melarang anak pulang malam sebenarnya beragam, tetapi pada konflik ini orang tua memberikan dua alasan. Alasan pertama yaitu malam hari adalah waktu yang sangat berbahaya untuk berada diluar rumah. Dan alasan yang kedua yaitu karena kurangnya rasa percaya keluarga terhadap anak yang disebabkan oleh tidak terbukanya anak kepada orang tua. Di waktu yang senggang antara orang tua dan anak, mereka dapat membicarakan konflik ini dengan cara musyawarah bersama dan dibicarakan dengan kepala dingin alasan anak melakukan hal tersebut. Ternyata hal tersebut terjadi karena orang tua kurang memberikan waktu untuk bermain seperti teman- temannya yang lain. Karena sejatinya yang dibutuhkan oleh anak-anak remaja itu hanyalah ingin bermain bersama dengan teman-temannya. Anak merasa tidak diberika kebebasan untuk bersenang-senang dengan teman sebayanya menjadi penyebab mengapa anak sering nekat keluar malam. Setelah orang tua mengetahui penyebab anak mereka selalu pulang malam, orang tua mulai melakukan diskusi singkat diwaktu-waktu terntentu sehingga anak merasa dekat dengan orang tua dan percaya kepada orang tuanya. Setelah dibicarakan dengan baik, anak akan mulai pulang tepat waktu saat keluar rumah dan mulai mengontrol diri mereka agar tidak pulang larut malam. Setiap manusia berhak memiliki privasi masing-masing, walaupun
  10. hubungan mereka sangat dekat seperti layaknya orang tua dan anak, tetapi mereka berhak memiliki privasi terhadap diri mereka sendiri. KESIMPULAN Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat dilihat bahwa antara anak dengan orang tua memiliki perbedaan pandangan mengenai gaya hidup yang millennial. Seperti yang telah disebutkan bahwa pada umumnya orang tua dari generasi millennial adalah orang-orang yang berasal dari generasi X. Antara generasi X dengan generasi Millennial atau Y tersebut tentunya memiliki pandangan yang berbeda terhadap gaya hidup millennial. Perbedaan tersebut mengarah kepada hal yang dianggap positif maupun yang dianggap negatif oleh orang tua dari anak yang berasal dari generasi millennial terhadap gaya hidup millennial itu sendiri yang pada akhirnya dapat mengarah kepada konflik maupun diskusi. Sehingga jalan keluar yang tepat untuk mengakhiri konflik diskusi perbedaan usia adalah dengan saling mengerti keadaan satu sama lain dan saling terbuka agar terjalin keharmonisan antara oranng tua dan anak. Maka dari itu, bersangkutan dengan tujuan penelitian ini, untuk sementara diperoleh pengetahuan bahwa perbedaan pendapat yang terjadi antara orang tua dengan anak dalam diskursus gaya hidup millennial adalah karena adanya perbedaan pandangan antara kelompok orang tua dengan kelompok anak mengenai gaya hidup yang sepatutnya dijalankan, yang mana anak-anak terutama yang berada dalam kelompok millennial merasa bahwa gaya hidup millennial merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari sedangkan bagi orang tua gaya hidup millennial tidak dapat dipungkiri sudah menjadi bagian dari gaya hidup manusia pada era ini namun masih menganggap bahwa gaya hidup yang dijalankan masih mengacu dengan generasinya.
  11. DAFTAR PUSTAKA Furchan, A. (2004). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Office). Karman. (2015). Konstruksi Realitas Sosial Sebagai Gerakan Pemikiran. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika. 5(3). Kountur. (2003). Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: PPM). Ningsih (2012). Pengelolaan konflik orang tua-remaja dalam keluarga Jawa. Naskah Publkasi. Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/20315/15/Naskah_Publikasi.pdf Rizki (2021). Interaksi komunikasi generasi milenial terhadap orang tua. Repository. Diakses dari https://repository.ar- raniry.ac.id/id/eprint/16630/1/Ayu%20Darani%20Rizki%2C%20160401009%2C%20 FDK%2C%20KPI%2C%20082277400564.pdf Safitri (2022). Milenial dan Gen Z Dinilai Perlu Menerapkan Gaya Hidup Minimalis. Kompas. Diakses dari https://amp.kompas.com/money/read/2022/01/27/182126126/milenial- dan-gen-z-dinilai-perlu-menerapkan-gaya-hidup-minimalis Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Tamburaka, Apriadi (2012). Agenda Setting Media Massa. Jakarta: Rajawali Pers. Koerner, A. F., & Fitzpatrick, M, A. (2002). Understanding Family Communication Patterns and Family Functioning: The Roles of Conversation Orientation and Conformity Orientation. Annals of the International Communication Association Ritchie, L. D., & Fitzpatrick, M. A. (1990). Family communication patterns: Measuring intrapersonal perceptions of interpersonal relationships. Communication research. Rakhmat, Jalaludin (2012). The Psychology of Communication. Bandung. Remaja Rosdakarya
Anzeige