2. Kerangka dada terdiri atas tulang dan tulang rawan. Batas” yg membentuk rongga
didalam thorax ialah:
a. Depan : sternum dan tulang rawan iga”
b. Belakang : 12 ruas tulang punggung beserta cakram antar ruas ( diskus
invertebralis)
c. Samping : Iga – iga beserta otot interkostal
d. Bawah : Diafragma
e. Atas : Leher
3. Rongga thorax berisikan :
Sebelah kanan dan kiri rongga dada terisi penuh oleh paru – paru beserta
pembungkus pleuranya. Pleura ini membungkus setiap belah, dan membentuk batas
lateral pada mediastinum.
Mediastinum ialah ruang di dalam rongga dada antara kedua paru – paru. Isinya
jantung dan pembuluh – pembuluh darah besar, usofagus, duktus torasika, aorta
desendens, dan vena kava superior, saraf vagus, dan frenikus dan sejumlah besar
kelenjar limfe.
4. Pneumothorax udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat terjadi secara
spontan (spontaneous pleura), sebagai akibat trauma ataupun proses patologis, atau
dimasukkan dengan sengaja (Dorland 1998 : 872).
Pneumothorax atau sering disebut sebagai kolaps paru – paru penimbunan udara
atau gas di dalam rongga pleura.
Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru – paru
dan rongga dada.
5. Pneumothorax terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yg berisi
udara melalui robekan atau pecahnya pleura.
Robekan ini b/d bronkus.
Pelebaran /alveoli & pecahnya septa – septa alveoli kemudian membentuk
suatu bula yg disebut granulomatus fibrosis.
Granulomatus fibrosis ad salah satu penyebab tersering terjadinya
pneumothorax, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya
obstruksi empisema.
6. 1. Berdasarkan terjadinya:
a. Artificial Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka
tusuk atau pneumothorax disengaja.
b. Traumatic biasanya disebbkan trauma pd trakea/esofagus akibat tindakan
pemeriksaan dg alat”( endoskopi ) atau benda tajam yg tertelan.
c. Barotrauma pada thorax. Dibagi mjd pneumothorax tension dan non tension
pneumothorax.
- Pneumothorax tension medical emergency dimana udara terakumulasi pd
rongga pleura dan akan bertambah setiap kali bernapas.
- Non – Tension pneumothorax udara tidak semakin bertambah shgg tekanan
terhadap organ didalam rongga dada tidak juga meningkat.
d. Spontan
7. PATHWAY
Trauma dada
Kebocoran / Tusukan/ Laserasi pleura visceral
Udara / cairan masuk ke dalam ruang pleura
Volume ruang pleura meningkat
Distress pernafasan
Gangguan pertukaran gas
Penekanan pada struktur mediasional.
8. a. Tachypnea
b. Dyspnea
c. Cyanosis.
d. Tracheal deviation.
e. Dull resonance on percussion.
f. Unequal chest rise.
g. Tachycardia.
h. Hypotension
i. Pale, cool, clammy skin.
9. Penatalaksanaan pneumotorax tergantung dari luasnya pneumothorax.
Tujuannya yaitu u/ mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan
kecenderungan untuk kambuh lagi.
Prinsip – prinsip penanganan pneumothorax menurut British Sosiety dan American
collage of chest fisician ad :
a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen
b. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube trakeostomi dg atau tanpa
pleurodesis.
c. Trakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya blep atau bula.
d. Torakotomi
10. Untuk pengkajian fisik meliputi :
1. Identitas klien
2. Riwayat kesehatan. ( Riwayat penyakit sekarang dahulu dan riwayat penyakit keluarga)
3. Aktivitas/istirahat : Dispnea
4. Sirkulasi : Takikardia
5. Integritas ego
6. Makanan dan cairan
7. Nyeri/kenyamanan : biasanya meningkat karena pernapasan, batuk.
8. Pernapasan : kesulitan bernapas, batuk, peningkatan frekwensi bernapas, takipnea.
9. Keamanan : adanya trauma dada
10. penyuluhan/pembelajaran : riwayat faktor resiko keluarga, TB, kanker, adanya bedah
intrathorakal/biopsy paru.
11. a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/ cairan pada area pleural, data
menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
b. GDA : variable tergantung pada derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang
meningkat. PaO2 mungkin normal/menurun, saturasi oksigen biasa menurun.
c. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemotoraks)
d. HB : mungkin menurun menunjukkan kehilangan darah
e. Laboratorium (darah lengkap dan astrup)
12. 1. Ketidak efektifan pola pernapasan yang
berhubungan dengan menurunya ekspansi paru
sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam
rongga pleura.
2. Resiko tinggi trauma pernapasan berhubungan
dengan pemasangan WSB.
3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan
kurang terpajan pada informasi.
13. Dx Keperawatan : Ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru skunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga
pleura.
Tujuan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola pernapassan klien kembali efektif.
Intervensi :
1. Identifikasi factor penyebab kolaps spontan, trauma keganasan, infeksi komplikasi
mekanik pernapasan.
Rasional : Memahami penyebab dari kolaps paru sangat penting untuk mempersiapkan
WSD pada pneumothoraks dan menentukan untuk interfensi lainnya.
14. 2. Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien.
3. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi duduk.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
4. Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR)
Rasional : Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru
5. Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara napas pada bagian paru. Kemungkinan
akibat dari berkurangnya atau tidak berfungsinya lobus, segmen, dan salah satu dari paru.
Pada daereah kolaps paru suara pernapasan tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian yang
kolaps suara pernapasan tidak terdengar dengan jelas. Hal tersebut dapat menentukan fungsi
paru yang baik dan ada tidaknya atelektasis paru.
15. 6. Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang
efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas
dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat
batuk lebih efektif.
7. Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan pemasangan
WSD.
Rasional : Dengan WSD memungkinkan udara keluar dari rongga
pleura dan mempertahankan agar paru tetap mengembang
dengan jalan mempertahankan tekanan negative pada
intrapleura.
16. Implementasi Evaluasi
1. Mengidentifikasi faktor kolaps spontan , Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan
trauma keganasan serta infeksi berada dalam batas normal, pada pemeriksaan
komplikasi mekanik pernapasan. rontgen thorak terlihat adanya pengembangan
2. Melakukan pengkajian kualitas paru bunyi napas terdengar jelas.
pernapasan, kedalaman dan melaporkan
perubahan yang ada.
3. Membaringkan pasien dalam posisi yang
nyaman.
4. Melakukan observasi TTV ( Nadi dan
pernapasan)
5. Melakukan auskultasi pada suara napas.
6. Mengajarkan klien cara batuk dan napas
dalam yang efektif
7. Kolaborasi dengan tim dokter untuk
tindakan dekompresi dengan pemasangan
WSD