Morbus Hansen atau penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang menyerang kulit dan saraf perifer. Penyakit ini memiliki berbagai manifestasi klinis dan klasifikasi berdasarkan gejala klinis dan status imun. Pengobatan dilakukan dengan kombinasi obat anti-bakteri selama berbulan-bulan untuk mencegah komplikasi dan menyembuhkan pasien. Pencegahan melalui sanitasi lingkungan dan menjaga daya t
2. PENGERTIAN
• Morbus hansen ( Penyakit kusta/ lepra )
adalah penyakit infeksi kronis yang
disebabkan oleh mycobacterium leprae
yang menyerang syaraf tepi ( primer ),
kulit dan jaringan tubuh lainnya, kecuali
susunan syaraf pusat.
7. ETIOLOGI
• Micobacterium Leprae atau kuman Hanse
• Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk
batang
• Hidup dalam sel terutama jaringan yang
bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur
dalam media buatan.
• Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi
sistemik pada binatang Armadillo
8. PATOFISIOLOGI
• Kuman M.leprae masuk ke dalam tubuh dapat melalui
beberapa cara, diantaranya melalui kulit yang tidak
utuh, saluran nafas, atau saluran pencernaan. Setelah
masuk ke dalam tubuh, kuman menuju ke tempat
predileksinya, yaitu sel schwan pada saraf tepi. Di
dalam sel inilah kuman berkembang biak. Sel tersebut
pecah dan kemudian menginfeksi sel schwan yang
lain atau ke kulit. Perkembangan penyakit kusta ini
bergantung pada kerentanan seseorang. Respons
tubuh setelah masa tunas bergantung pada derajat
system imunitas seluler (cellular mediated immune)
pasien. Kalau system imunitas seluler tinggi, penyakit
brkembang kea rah tipe tuberkuloid; dan bila rendah,
berkembang ke arah tipe lepramatosa. M.leprae
berpredileksi di daerah yang relative lebih dingin, yaitu
daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit
10. KLASIFIKASI
• Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta
berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik,
histo patologik, dan status imun penderita
a. TT (tuberkuloid) : Lesi berupa makula hipo
pigmantasi/eutematosa dengan permukaan
kering dan kadang dengan skuama di
atasnya. Jumlah biasanya yang satu dengaN
yang besar bervariasi. Gejala berupa
gangguan sensasibilitas, pertumbuhan
langsung dan sekresi kelenjar keringat. BTA (
- ) dan uji lepramin ( + ) kuat.
11. • b. BT (borderline tuberkuloid): Lesi berupa
makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan
kering bengan jumlah 1-4 buah, gangguan
sensibilitas ( + ). Lesi berupa makula/infiltrat
eritematosa permukaan agak mengkilat.
Gambaran khas lesi ”punched out” dengan infiltrat
eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam
dan tidak begitu jelas pada tepi luarnya.
• Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada
sediaan apus kerokan jaringan kulit dan uji
lepperawatan lukain ( - ).
12. c. BL (borderline lepromatous) : Lesi infiltrat
eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran
bervariasi, bilateral tapi asimetris, gangguan
sensibilitas sedikit/(-), BTA (+) banyak, uji
Lepperawatan lukain (-).
d. LL (lepromatosa) : Lesi infiltrat eritematosa
dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil,
jumlah sangat banyak dan simetris. BTA (+)
sangat banyak pada kerokan jaringan kulit
dan mukosa hidung, uji Lepperawatan lukain
( - ).
13. WHO membagi menjadi dua kelompok,
yaitu:
• Pause Basiler (PB) : TT, BT
• Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL
15. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
• Inspeksi. Pasien diminta memejamkan
mata, menggerakkan mulut, bersiul dan
tertawa untuk mengetahui fungsi saraf
wajah. Semua kelainan kulit diseluruh
tubuh diperhatikan. Seperti adanya
makula, nodul, jaringan parut kulit yang
keriput penebalan kulit dan kehilangan
rambut tubuh (alopesia dan madarosis)
16. • Pemeriksaan Bakteriologis dilakukan dengan
pewarnaan tahan asam, yaitu zeihl neelsen atau
kinyoun gabett
• Uji kulit dengan jarum, kapas atau air panas dan
dingin
• Uji keringat ditemukan anhidrosis karena rusaknya
kelenjar keringat. Uji ini dilakukan dengan cara
menggores lesi dengan pensil tinta mulai dari
beberapa cm diluar lesi melewati permukaan lesi
dan keluar batas lesi. Hasilnya, pada luar goresan
pensil akan mengembang berwarna ungu,
sedangkan didaerah lesi tidak.
17. • Uji lepromin
Ini dilakukan untuk menentukan diagnosis
dan klasifikasi penyakit kusta. Tipe I, T,
dan BT: uji lepperawatan lukain positif.
Tipe BB, BL, LL: uji lepperawatan lukain
negative
18. PENATALAKSANAAN
• Tujuan utama pemberantasan Morbus
Hansen adalah menyembuhkan pasien
Mobus Hansen dan mencegah timbulnya
cacat serta memutuskan mata rantai
penularan
19. Tipe PB, Jenis obat dan dosis untuk orang
dewasa adalah sebagai berikut :
• Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan
petugas
• DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah
• Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9
bulan, dan setelah selesai minum tidak lagi
dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah
Completion Treatment Cure dan Pasien tidak
lagi dalam pengawasan.
20. Tipe MB
• Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa :
• Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas
• Klofazimun 300 mg/bulan diminum di depan petugas
dilanjutkan dengan Klofazimun 50 mg/hari diminum di
rumah
• Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu
maksimal 36 bulan. Sesudah selesai minum 24 dosis
dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih
aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO
(1995) pengobatan MB dberkan untuk dua belas dosis
yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien
langsung dinyatakan RFT
21. KOMPLIKASI
• Cacat merupakan komplikasi yang dapat
terjadi pada pasien Morbus Hansen baik
akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun
karena neuritis sewaktu terjadi reaksi
Morbus Hansen.
22. PROGNOSIS
• Bila seseorang terinfeksi M. Lepra,
sebagian besar (95%) akan sembuh
sendiri dan 5% akan menjadi
indeterminate. Dari 5% indeterminate,
30% bermanifestsi klinis menjadi
determinate dan 70% sembuh.
23. PENCEGAHAN
– Menjaga daya tahan tubuh
– Menhindari kontak langsung dengan
penderita kusta
– Menjaga hygiene dan sanitasi lingkungan
24. EPIDEMIOLOGI
• Penyakit ini menyerang semua usia, jenis kelamin
rasio pria:wanita 2.3:1.0. paling sering terjadi pada
daerah sosek yang rendah dan insidensinya
meningkat pada daerah tropis dan sub tropis.
• tahun 2000 WHO menyatakan 92 negara
merupaka negara endemik penyakit kusta, di
Indonesia penyakit kusta hampir di seluruh
wilayah tetapi penyebarannya tidak merata. Angka
kejadian tertinggi di Indonesia bagain timur. 90%
penderita tinggal diantara keluarga mereka dan
hanya beberapa saja yang tinggal di rumah sakit
kusta, kononi penapungan, atau pertampungan
kusta (Depkes, Dit.jen PPM dan PL, 2002).