1) Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang memiliki akal dan ruh, sehingga memiliki derajat tertinggi di sisi-Nya. Sejak lahir, manusia memiliki rasa ingin bertuhan melalui ruh.
2) Konsep spiritual terletak pada qalbu, ruh, dan kekuatan rohani manusia sehingga ingin mendekatkan diri kepada Tuhan melalui berpikir, merasakan, beribadah, berdoa, dan berkarya.
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Jurnal Konsep Manusia sebagai Makhluk Bertuhan [PAI]
1. TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, Vol 3 (No. 1), Halaman
Available online at
TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society Website:
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/tarbiya
TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, x (x), xxxx, x-x
KONSEP MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERTUHAN
Suci Nurpratiwia, Achmad Jaelania, Amario Faustaa, Hani Harjayantia, Lydia
Nurkumalawatia
aUniversitas Negeri Jakarta
E-mail : *91.lydianur@gmail.com , *sucinurpratiwi@unj.ac.id.
No. Tlp/WA: 089539393549
Abstract
God created humans with special completeness and not given to other creatures, in the form of
reason. With the mind, humans have the highest degree on His side. Humans from birth by nature
already have a sense of wanting to believe in God through the spirit bestowed by Allah. Spirit as the
potential to form a commendable character from his spiritual. The spiritual concept lies in the heart,
spirit, and spiritual power of humans so that they wish to draw closer to Him, by way of thinking,
feeling, worshiping, praying, and working. Spiritual is the basis of one's faith. A person's faith is
formed because of the role of God and humans. The role of God is the gift of reason and spirit, while
humans in the form of learning, habituation, and experience from oneself and others. The research
method used is descriptive method, this research with library or library research. The research
paradigm is in the form of qualitative research. By analyzing the contents of the meaning of speech in
context, text, and situations. In Reflective Logic and Comparative Analysis in a systematic, precise,
valid, sharp, and profound way. So that it can produce human concepts that have the ability to explain
and present the results of the study conceptually and empirically related to the essence and urgency of
faith, and spirituality, as well as the character of the morality of mercy.Keywords: Spiritual, God,
human, reason.
Abstrak
Tuhan menciptakan manusia dengan kelengkapan yang istimewa dan tidak diberikan kepada makhluk
lain, berupa akal pikiran. Dengan akal pikiran, manusia memiliki derajat tertinggi di sisi-Nya. Manusia
sejak lahir secara fitrah sudah memiliki rasa ingin bertuhan melalui ruh yang dianugerahkan oleh
Allah swt. Ruh sebagai potensi untuk membentuk karakter yang terpuji dari spiritualnya. Konsep
spiritual terletak di dalam qalbu, ruh, dan kekuatan rohani manusia sehingga berkeinginan untuk
mendekatkan diri kepada-Nya, dengan cara berpikir, merasakan, beribadah, berdoa, dan berkarya.
Spiritual menjadi dasar keimanan seseorang. Iman seseorang terbentuk karena peran Tuhan dan
manusia. Peran tuhan yaitu karunia berupa akal dan ruh, sedangkan manusia berupa proses
pembelajaran, pembiasaan, dan pengalaman dari diri sendiri maupun orang lain. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode deskriptif, penelitian ini dengan kepustakaan atau Library Reseach.
Paradigma penelitian berupa penelitian kualitatif. Dengan menganalisis isi makna tuturan dalam
konteks, teks, dan situasi. Secara Logika Reflektif dan Analisis Komparasi secara sistematis, tepat,
valid, tajam, dan mendalam. Sehingga dapat menghasilkan konsep manusia yang memiliki
kemampuan menjelaskan dan menyajikan hasil penelaahan secara konseptual dan secara empiris
terkait esensi dan urgensi keimanan, dan spiritual, serta karakter akhlakul karimah.
Kata Kunci : Spiritual, Tuhan, manusia, akal.
How to Cite : Nurpratiwi, Sa
, Jaelani, Aa
, Fausta, A a
, Harjayanti H a
, Nurkumalawati, La
. 2020
a
Universitas Negeri Jakarta
Permalink/DOI: xxx
2. TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, Vol 3 (No. 1), Halaman
Pendahuluan.
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa, yang telah dianugerahi
dengan sempurna yaitu sejumlah
kelengkapan fisik dan psikis yang memiliki
kecenderungan untuk dibentuk ke arah yang
baik atau buruk. Kelengkapan tersebut adalah
akal, kemampuan, dan pikiran dalam menen-
tukan kebebasan serta melaksanakan suatu
perbuatan yang bermanfaat atau merugikan
baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Dengan akal pikiran, manusia memiliki
derajat tertinggi di sisi-Nya. Manusia sejak
lahir secara fitrah sudah memiliki rasa ingin
bertuhan melalui ruh yang dianugerahkan
oleh Allah swt. Ruh sebagai potensi untuk
membentuk karakter yang terpuji.
Manusia mempunyai akal dan pikiran
untuk berfikir secara logis dan dinamis, dan
bisa membatasi diri dengan perbuatan yang
tidak harus dilakukan, dan kita bisa memilih
perbuatan mana yang baik atau positif dan
yang buruk atau negatif.
Manusia memiliki kedudukan sesuai
dengan kodrat, harkat, martabat, hak, dan
kewajiban. Kodrat manusia adalah sifat sah
keseluruhan, kemampuan atau bakat alami
yang melekat pada manusia, yaitu manusia
sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk
sosial dan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Secara kodratnya, kedudukan manusia
secara pribadi mencerminkan sesuai dengan
sifat-sifat asli, kemampuan, dan bakat-bakat
alami yang melekat padanya. Harkat manusia
artinya derajat manusia. Harkat manusia
adalah nilai manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa yang taqwa, menjadi
manusia beriman, islam, dan ihsan. Martabat
manusia artinya harga diri manusia. Martabat
manusia adalah kedudukan manusia yang
terhormat sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa yang berakal budi sehingga
manusia mendapat tempat yang lebih tinggi
dibanding makhluk yang lain. Ditinjau dari
martabat, kedudukan manusia itu lebih tinggi
dan lebih terhormat dibandingkan dengan
makhluk lain. Manusia untuk berpikir yang
baik, Manusia dengan hewan sama-sama
memiliki otak, tetapi otak yang dimiliki oleh
manusia diberikan akal yang dapat digunakan
untuk berpikir secara baik serta dapat
berbahasa yang dapat saling dimengerti.
Allah menciptakan manusia di dunia ini
dengan berbagai ragam dan kekurangan dan
kelebihannya. Sekurang-kurang kemampuan
seseorang, dibaliknya itu terdapat kelebihan
yang tersembunyi yang mungkin tidak semua
orang dapat mengetahuinya.
Allah berfirman di dalam Q.S. Ar-
Rahman :
ِنٰبِذَكُت اَمُكِبَر ِءۤ ََلٰا ِيَاِبَف
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah
yang kamu dustakan?”
Di dalam Q.S. Ar-Rahman, firman-Nya
diulang sebanyak 33 kali, memberi makna
manusia memiliki sifat untuk ingkar dan
sering mendustakan kebesaran-Nya dalam
sikap dan perbuatan. Menyembunyikan
Kebenaran itu sangat manusiawi, sehingga
mereka jadikan kewajaran.
Dari kutipan qur’an tersebut, sudah
selayaknya kita sebagai manusia yang
memiliki keistimewaan dan tanggung jawab
(Sebagai makhluk bertuhan) harus pandai-
pandai mensyukuri atas segala nikmat dan
karunia Allah SWT. Dan berusaha
menghilangkan sifat ingkar dalam bentuk
kesyukuran.
Dalam Q.S. Ibrahim ayat 7.
َذَع َّنِإ ْمُتْرَفَك نِئَل َو ۖ ْمُكَّنَدي ِزَ ََل ْمُتْرَكَش نِئَل ْمُكُّبَر َنَّذَأَت ْذِإ َوِبا
ٌديِدَشَل
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Salah satu usaha untuk membimbing
manusia yang pandai bersyukur melalui
penanaman agama yang baik dengan
pengajaran dan penanaman aqidah, akhlaq,
dan budi pekerti di lingkungan keluarga,
masyarakat, dan madrasah untuk
membentengi dirinya dari pengaruh-
pengaruh yang tidak baik dari luar. Salah
satu cara dalam membimbing manusia
tersebut ialah dengan ditempuh melalui
proses pendidikan dan pengajaran khususnya
3. TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, Vol 3 (No. 1), Halaman
pada nilai-nilai spiritual, keimanan, dan
pembentukan pribadi yang berkarakter
akhlakul karimah.
Pembahasan.
Q.S. Ar-Rum : 30.
َرَطَف ِتَّلٱ ِ َّٱَّلل َتَرْطِف ۚ اًفيِنَح ِينِلدِل َكَهْج َو ْمِقَأَفََ اَّنٱل
ْكَأ َّنِكَٰل َو ُمِيَقْلٱ ُينِٱلد َكِلَٰذ ۚ ِ َّٱَّلل ِقْلَخِل َليِدْبَت ََل ۚ اَهْيَلَعَِ اَّنٱل َرََث
َونُمَلْعَي َ.َل
“Hadapkan wajahmu dengan lurus
kepada agama Allah; tataplah atas fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia
sesuai dengan fitrah itu.”
Semua manusia terlahir dalam keadaan
fitrah (tauhid), sehingga kedua orangtua yang
menjadikan Islam, Nasrani, dan Yahudi.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
secara fitrah sejak lahir sudah memiliki sifat
ingin bertuhan dan menghamba kepada-Nya
sebagai bentuk keyakinan dan keimanannya
terhadap Allah swt. Al-Qur’an dengan terang
dan indah menjelaskan bahwa semua
makhluk di dunia ini merasa ingin bertuhan
dengan penghambaan tidak terbatas melalui
ibadah.
Q.S. Al-Insyirah ayat 44, Allah swt
berfirman :
نِم نِإ َو ۚ َّنِهيِف نَم َو ُض ْرَ ْٱَل َو ُعْبَّسٱل ُت َٰو َٰمَّسٱل ُهَل ُحِبَسُت ٍءْ َش
َقْفَت ََّل نِكَٰل َو ۦِهِدْمَحِب ُحِبَسُي ََّلِإَانَك ۥُهَّنِإ ۗ ْمُهَحيِبْسَت َونُهاًميِلَح
اًورُفَغ
“Bertasbih kepada-Nya langit yang
tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya
dan tidak ada suatupun di antara semua
makhluk melainkan bertasbih dan memuji
kepada-Nya tetapi kalian tidak mengerti
tasbih mereka (karena) hal ini dilakukan
bukan dengan bahasa kalian, sesungguhnya
Dia maha penyantun lagi maha pengampun”.
Manusia sebagai khalifah di muka bumi
selain dibekali pikiran yang kuat juga
dibekali dengan hati untuk merasakan hal
yang ada disekitarnya. Manusia dapat
berbuat baik melalui hatinya, dan berfikir
dengan menggunakan pikirannya masing
masing.
Untuk menjadi manusia sebagai
makhluk bertuhan memerlukan spiritualitas.
Menurut Carl Gustav Jung, manusia modern
mengalami keterasingan diri dari diri sendiri
dan lingkungan sosial bahkan jauh dari
Tuhan. Dan kegagalan memaknai hidup
mengakibatkan jauh dari rasa aman, damai,
dan tenteram. Agar manusia memiliki
kekuatan spiritual perlu dilakukan pelatihan
jiwa secara sistematis, dramatis, dan
berkesinambungan dengan memadukan
antara pola pikir (tafakkur wa ta’amul), olah
rasa (tadzawwuq), olah jiwa (riyadhah), dan
olahraga (rihlah wa jihad).
Menurut Syahrin Harahao, jika manusia
memiliki kesadaran dan kecerdasan spiritual,
maka rohaninya akan kuat karena bimbingan
maksimal dari hati nurani tersebut yang
menjadikannya lebih dinamis, kreatis, etos
kerja tinggi, dan lain-lain.
Manusia memiliki Hawa nafsu yang
memungkinkan manusia berbuat hal yang
tidak baik dan atau bersifat egois. Hawa
nafsu tentunya harus ada dalam diri manusia
untuk menjalankan kekhalifahan di bumi.
Jika manusia melampaui hawa nafsu yang
telah ditentukan maka manusia akan
melakukan sesuatu yang tidak baik. Maka,
perlu kecerdasan dalam kehidupan manusia
yang dikenal sebagai tiga jenis kecerdasan.
Manusia sebagai mahluk bertuhan
memiliki tiga jenis kecerdasan yang telah
kita pelajari dari awal jenjang Pendidikan,
yaitu IQ (Intelegent Qoutient), EQ
(Emosional Qoutient), SQ (Spiritual
Qoutient). IQ digunakan untuk mencakup
sejumlah kemampuan, seperti kemampuan
menalar, merencanakan, memecahkan
masalah, berpikir abstrak, memahami
gagasan, menggunakan bahasa, daya
tangkap, dan belajar. Kecerdasan erat
kaitannya dengan kemampuan kognitif yang
dimiliki oleh individu. EQ merupakan jenis
kecerdasan buatan yang digunakan untuk
mengatur emosi dalam seseorang, sedangkan
SQ adalah jenis kecerdasan yang
memungkinkan seseorang dapat
mengendalikan kegiatan spiritualnya.
Konsep spiritual manusia sebagai
makhluk bertuhan jadi kesadaran manusia
4. TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, Vol 3 (No. 1), Halaman
terletak pada hati, jika ingin mendekatkan
diri kepada Allah swt harus memiliki hati
yang suci sehingga jiwa mendapat sinar
pancaran rahmat dari-Nya, sehingga jika
dikaitkan dengan jenis kecerdasan erat
hubugannya dengan SQ, EQ, dan IQ karena
butuh pemikiran terbuka, pengendalian emosi
yang baik, dan kecerdasan spiritual yang
tinggi.
Secara etimologis, spiritual diartikan
pembentukan jiwa atau penjiwaan. Menurut
doe (dalam muntohar, 2010:36) mengartikan
bahwa spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya
harga diri, nilai nilai moral dan rasa saling
memiliki. Spiritual membuat kita merasakan
ada kekuatan nonfisik besar yaitu Tuhan dan
spiritual membuat kita merasa dapat
berhubungan langsung dengan tuhan.
Dalam sudut pandang islam “spirit” dapat
digambarkan sebagai jiwa halus yang telah
ditiup kepada manusia. Jiwa halus ini sering
disebut dengan roh. Roh pada diri manusia
memang ditiupkan oleh Tuhan untuk
membuat manusia melakukan tindakan
terpuji karena roh dapat menunjukan arah
kebenaran sejati. Roh juga membuat manusia
mampu berhubungan dengan tuhan. Dengan
ditiupkannya roh, manusia mampu meyakini
adanya tuhan dari setiap fenomena Alam
yang terjadi disekitar kita. enarnya manusia
memiliki fitrah sebagai manusia yang
bertuhan. Roh manusia menurut Islam adalah
suci, karena ia adalah karunia Ilahi yang
dipancarkan dari Zat Tuhan. Roh
bersemayam di dalam hati (qalb) sehingga
dari hati terpancar kecerdasan, keinginan,
kemampuan, dan perasaan. Ketika hati
ditempati roh, maka hati menjadi bersinar
dan memancarkan cahaya kebaikan Tuhan.
Hati yang terpancari oleh kebaikan Tuhan
disebut dengan hati nurani (hati yang
tercahayai).
Pengaruh roh dalam hati manusia tidak
selamanya maksimal. Pada saat-saat tertentu
cahaya roh meredup sehingga hati sulit untuk
menangkap kebenaran yang terpapar di alam
semesta ini. Hati yang mengalami keredupan
cahaya roh disebut dengan hati yang gelap
(qalb zhulmānī). Ketika manusia memiliki
hati yang gelap, ia menjadi sulit untuk tetap
terhubung dengan kebenaran sejati yang
universal. Akibatnya, manusia menjadi
mudah untuk berbuat maksiat dan keburukan.
Nilai spiritual dan keimanan seseorang
diuji dalam perbuatan dan tingkah laku.
Untuk menjadi seorang manusia yang
beriman, dapat ditanamkan melalui madrasah
atau pendidikan. Setiap pendidikan dan
pembelajaran mempunyai tujuan yaitu
menjadikan manusia menuju ketakwaan dan
keihsanan. Demikian juga pada Pendidikan
Nasional memiliki tujuan yaitu untuk
meningkatkan ketaqwaan, dan akhlak, serta
budi pekerti yang mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Begitu pula
tujuan pembelajaran Aqidah Akhlak yang
bertujuan memberikan kemampuan dasar
kepada manusia tentang aqidah Islam untuk
mengembangkan kehidupan beragama
sehingga menjadi muslim yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
serta berakhlaq mulia, sebagai pribadi,
sebagai anggota masyarakat dan sebagai
warga negara. Maka untuk mencapai tujuan
tersebut diperlukan sebuah proses
pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran manusia
memiliki pembagian kecerdasan. Ada tiga
jenis kecerdasan pada manusia, diantaranya
kecerdasan SQ yang merupakan kependekan
dari spiritual Qoutient. Setiap orang memiliki
SQ yang berbeda beda, semakin tinggi nilai
kualitatif dari SQ tersebut, maka orang itu
akan semakin bagus dalam berspiritual.
Tidak semua orang memilki SQ yang tinggi.
Ada orang yang mengidap penyakit spiritual.
Sebaliknya, ada juga orang yang memiliki
kesahatan spiritual dan akan membantu
pekerjaan pada hidupnya karena dapat
membuat hidup lebih tenang (Abid Al-Jabiri
: 2000).
Peradaban modern telah dibangun
dengan perkembangan, khususnya teknologi
dan budaya modern. Realitas simbolik dan
metafisik seperti Tuhan dianggap sebagai
realitas semu sebagai hasil dari evolusi
realitas materi. Sehingga spiritualitas dapat
berkurang pada era modern ini. Hal ini dapat
meyebabkan penyakit spiritual.
5. TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, Vol 3 (No. 1), Halaman
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak mampu memenuhi kebutuhan
pokok manusia karena tidak ada spiritualitas
yang terlibat didalamnya. Karena spiritual,
niat baik manusia akan tumbuh dan
menjadikan segala sesuatu bermanfaat bagi
dirinya dan orang lain. Sayyed hossein nasr
melihat fenomena hilangnya spiritualitas
sebagai ketercabutan manusia dari akar
tradisi sehinga manusia hidup diluar
eksistansi. Apabila manusia hidup diluar
eksistansi. Maka, manusia akan mengalami
disorientasi tujuan hidup.
Tetapi kehampaan spiritual dapat diobati
dengan cara tasawuf. Melalui tasawuf
manusia dilatih untuk mengedepankan
makna dan visi spiritual dan diterapkan pada
kehidupan sehari hari. Apabila manusia
memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi
maka ilmu pengetahuan dan teknologi
modern akan dianggap manusia sebagai
anugerah dari Tuhan untuk membantu
manusia menjalankan kekhalifahannya di
bumi (Ahmad Sidqi : 2015).
Manusia memiliki tingkat kecerdasan
spiritual yang berbeda beda. Tetapi sebagai
orang yang beragama islam, harus meyakini
hubungan dengan sang pencipta yaitu Allah
SWT. Apabila sudah meyakini adanya
hubungan yang erat dengan Allah SWT.
Maka, pekerjaan manusia akan terasa lebih
berguna dan bermanfaat.
Salah satu cara untuk meningkatkan
kecerdasan spiritual adalah meyakini adanya
rukun iman. Iman kepada Allah SWT
merupakan pokok dari seluruh iman yang
tergabung dalam rukun iman. Karena iman
kepada Allah SWT merupakan pokok dari
keimanan yang lain, maka keimanan kepada
Allah SWT harus tertanam dengan benar
kepada diri seseorang.
Q.S. An-Nisa Ayat 136, disebutkan :
َلََّزن ىِذَّلٱ ِبَٰتِكْلٱ َو ۦِهِلوُس َر َو ِ َّٱَّللِب ۟واُنِامَء ۟ا َٰٓوُنَماَء َينِذَّلٱ اَهُّيَأََٰٰٓي
ْكَي نَم َو ۚ ُلْبَق نِم َلَنزَأ َٰٓىِذَّلٱ ِبَٰتِكْلٱ َو ۦِهِلوُس َر ٰ َلَعِ َّٱَّللِب ْرُف
ًاديِعَب اًًلَٰلَض َّلَض ْدَقَف ِر ِاخَءْلٱ ِم ْوَيْلٱ َو ۦِهِلُس ُر َو ۦِهِبُتُك َو ۦِهِتَكِئ
ََٰٰٓلَم َو
“Wahai orang-orang yang beriman,
tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-
Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan
kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang
kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
kemudian, maka sesungguhnya orang itu
telah sesat sejauh-jauhnya”.
Nilai keimanan seseorang menjadi tolok
ukur dalam sikap dan perbuatannya. Untuk
menjadi manusia yang takwa tercermin pada
keimanannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Jika tidak tertanam dengan benar, maka
ketidakbenaran ini akan berlanjut kepada
keimanan yang lain, seperti iman kepada
malaikat-Nya, kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
dan hari kiamat, serta qadha-qadar-Nya. Dan
pada akhirnya akan merusak ibadah
seseorang secara keseluruhan. Di masyarakat
tidak jarang kita jumpai cara-cara beribadah
seorang yang tidak sesuai dengan ajaran
Islam, padahal orang tersebut mengaku
beragama Islam.
Manusia sebagai makhluk bertuhan
meyakini dan mengimani Allah swt.
Keyakinan dimaknai sebagai pembenaran
terhadap suatu konsep (tentang Tuhan)
sehingga ia menjadi aturan dalam hati yang
menunjukkan hukum sebab-akibat, identitas
diri, dan mempengaruhi penilaian terhadap
segala sesuatu, serta dijalankan dengan
penuh komitmen. Keimanan tercermin dari
sikap dan perilaku yang dilakukan manusia.
Keimanan manusia memiliki pasang-
surut. Iman terbentuk karena peran Tuhan
dan manusia. Peran tuhan seperti karunia
berupa akal dan ruh, sedangkan manusia
berupa proses pembelajaran, pembiasaan,
dan pengalaman dari diri sendiri maupun
orang lain. Jadi, proses pembentukan iman
identik dengan pembentukan karakter,
dengan kata lain “Orang yang beriman
adalah orang yang berkarakter”.
Karakteristik manusia sebagai mahluk
Bertuhan, antara lain :
a. Mengakui kebesaran dan keagungan
Tuhan yang diwujudkan dengan berbagai
cara.
b. Menyadari bahwa dunia serta isinya
adalah ciptaan Tuhan.
c. Manusia dianugerahi akal dan budi yang
dapat dikembangkan secara maksimal.
d. Manusia memiliki kelebihan dan
keterbatasan yang kadang sukar
dijelaskan.
6. TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, Vol 3 (No. 1), Halaman
Manusia sebagai makhluk bertuhan
memiliki keyakinan akan adanya Tuhan,
yang selanjutnya membawa manusia untuk
mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan
cara menghambakan diri, yaitu:
a. Menerima segala kepastian yang menimpa
diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari
Tuhan.
b. Menaati segenap ketetapan, aturan, hukum
dll yang diyakini berasal dari Tuhan.
c. Mampu memanfaatkan anugerah Allah
swt yang tidak ternilai tersebut dengan
penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana
serta mempertanggungjawabkannya di
dunia maupun di akhirat-Nya.
Psikologi Konversi Agama
Terjadinya perubahan atau perpindahan
keagamaan seseorang disebabkan oleh
kondisi ragawi, kondisi kejiwaan dan
lingkungannya merupakan sebagai penentu
utama seseorang dalam berperilaku dan
tingkah laku dalam hidupnya. Sehingga
perubahan yang dialami seseorang itu
sebagai karakteristik sikap individu sesudah
peristiwa konversi agama. Hal ini dapat
dilihat dan diamati dalam kehidupannya
sehari-hari.
Untuk lebih mudah memahami
pengertian konversi agama, perlu dijelaskan
pengertian konversi agama secara
etimologis dan terminologis.
1. Konversi agama menurut etimologi.
Konversi agama terdiri dari kata
konversi dan kata agama. Menurut
Jalaluddin kata konversi secara
etimologi berasal dari kata “Conversio”
yang berarti: tobat, pindah, berubah
(agama). Selanjutnya, kata tersebut
dipakai dalam kata Inggris “Conversion”
yang mengandung pengertian; berubah
dari suatu keadaan, atau dari suatu
agama ke agama lain (change from one
state, or from onee religion, to another).
Dalam bahasa sangsekerta kata agama
terdiri dari kata “a“ berarti tidak, kata
“gama” berarti berjalan, maka agama
berarti tidak berjalan atau tetap ditempat.
Harun Nasution menegaskan bahwa
intisarinya (agama) adalah ikatan.
Karena itu agama mengandung arti
ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi
manusia. Ikatan dimaksud berasal dari
kekuatan yang lebih tinggi dari manusia
sebagai kekuatan gaib yang tak dapat
ditangkap dengan panca indra, namun
mempunyai pengaruh yang besar sekali
terhadap kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, makna dari kata
konversi agama diatas dapat difahami
bahwa konversi agama berarti; bertobat,
berubah agama, atau berbalik pendirian
dari kepercayaan dar agama yang dianut
sebelumnya, dan masuk ke dalam agama
lain. Dengan kata lain, konversi agama
menunjukkan terjadinya perubahan
keyakinan yang berlawanan arah dari
keyakinannya semula (pertama), atau
berubah/pindah dari faham-faham
keagamaan lama, pindah kepada fham-
faham keagaman yang baru.
2. Konversi Agama menurut terminologi.
Dalam hal ini, Jalaluddin mengutip
pendapat William James bahwa konversi
agama adalah: to be converted, to be
regenerated, to recieve, to eperiene
religion, to gain an assurance, are so
many pharases whichdenotes to the
process, gratdual or sudden by which a
self hother devide, and consciously right
superior and happy, in consequence of
its firmer hold upon religious realities.
Max Heirich konversi religius adalah
suatu tindakan dengan nama seseorang
atau kolompok masuk atau berpindah ke
suatu sistem kepercayaan atau perilaku
yang berlawanan arah degan
kepercayaan sebelumnya.
7. TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, Vol 3 (No. 1), Halaman
Walter Houston dalam bukunya “The
Psychology of Religon” memberikan
definisi konversi agama sebagai berikut,
bahwa: Konversi agama sebagai suatu
macam pertumbuhan atau perkembangan
spiritual yang mengandung perubahan
arah yang cukup berarti, dalam sikap
terhadap agama dan tindak agama. Lebih
lanjut ditegasnya bahwa, konversi agama
menunjukkan perubahan emosi yang
tiba-tiba ke arah mendapat hidayah Allah
secara mendada, telah terjadi, yang
mungkin saja sangat mendalam atau
dangkal. Dan mungkin pula terjadi
perubahan tersebut secara berangsur-
angsur.
Dengan demikian. konversi agama
merupakan tindakan seseorang atau
sekelompok orang yang menyatakan
sikapnya yang berlawanan arah dengan
kepecayaan sebelumnya. Dengan kata
lain, konversi agama adalah pernyataan
seseorang yang pindah dari agama yang
lama, kemudian masuk / pindah ke
agama yang baru atau perubahan sikap
individu dalam masalah-masalah
keagamaan yang ada dalam agamanya,
sehingga perubahan sikap itu berlawanan
arah dengan sikap dan tindakan yang
dilakukan sebelumnya.
Karakteristik konversi agama pada
individu memiliki beberapa ciri utama,
yaitu :
1. Terjadinya perubahan arah dan
pandangan hidup atau keyakinan
seseorang terhadap agama yang
diyakininya, sehingga ia merobah
pandangan hidupnya dengan cara pindah
/ masuk agama yang baru.
2. Terjadinya perubahan/pandangan atau
faham-faham keagamaan dalam agama
yang dianutnya.
3. Terjadinya perubahan arah atau
pandangan hidup itu secara mendadak
atau secara berproses.
4. Perubahan yang terjadi pada indivdu
dipengaruhi oleh kondisi badaniah,
kejiwaan dan lingkungannya atau
disebabkan petunjuk Ilahi.
Secara psikologis terjadinya konversi
agama pada seseorang disebabkan adanya
suatu tenaga jiwa yang menguasai dan
merobah kebiasaan individu. Sebagaimana
dibuktikan William James pada hasil
penelitian terhadap pengalaman agama
berbagai tokoh yang melakukan konversi
agama dengan kesimpulan sebagai berikut :
1. Konversi agama terjadi karena adanya
suatu tenaga jiwa yang menguasai pusat
kebiasaan seseorang sehingga pada
dirinya muncul persepsi baru, dalam
bentuk suatu ide yang bersemi secara
mantap.
2. Konversi agama dapat terjadi oleh
karena suatu krisis ataupun secara
mendadak (tanpa sutu proses).
Tipologi Konversi Agama.
Konversi agama yang terjadi dalam
masyarakat terdiri dari dua bentuk, yaitu :
1. Tipe Volitional (perubahan bertahap).
Konversi agama tipe ini terjadi melalui
proses, dimana individu berusaha
merubah kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukannya secara berangsur-angsur.
Jalaluddin menulis pendapat Starbuck
bahwa konversi agama tipe ini terjadi
secara proses sedikit demi sedikit
sehingga kemudian menjadi aspek dari
kebiasaan kerohanian yang baru.
Perubahan secara bertahap ini biasanya
terjadi secara lambat, orang harus
menempuh perjuangan batin secara
mendalam untuk menjauhkan dirinya
dari dosa-dosa dan kesalahan yang
dilakukan dalam hidupnya. Konversi
agama tipe ini melalui proses, berapa
lamanya proses yang dilalui oleh orang-
orang yang melakukan konversi agama
tidaklah sama, tergantung kepada
kepribadian, pendidikan dan lingkungan
8. TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, Vol 3 (No. 1), Halaman
seseorang, namun proses ini harus
mereka jalani. Untuk merobah sistem
kepercayaan seseorang agak sukar
karena termasuk kedalam pranata
primer.
2. Tipe Self Surrender (perubahan drastis).
Konversi agama tipe ini terjadi secara
tiba-tiba, biasanya perubahan sikap
keagamaan tipe self surrender tidak
melalui proses yang lama atau panjang,
bisa terjadi dengan seketika baik proses
perubahan sikap individu terhadap
agama orang lain maupun perubahan
sikap individu terhadap masalah-masalah
yang terdapat dalam agamanya. Dalam
hal ini Jalaluddin setuju dengan pendapat
William James yang mengatakan bahwa
adanya pengaruh petunjuk dari Yang
Maha Kuasa terhadap seseorang, karena
gejala konversi ini terjadi dengan
sendirinya pada diri seseorang, sehingga
ia menerima konversi yang baru dengan
pengaruh terhadap jiwa sepenuhnya. Jadi
ada semacam petunjuk (Hidayah) dari
Tuhan.
Mengimplementasikan rasa bertuhan
dalam mengembangkan pribadi mulia.
a. Implementasi rasa bertuhan.
Bagi seorang hamba yang memiliki
iman yang baik, maka akan
memancarkan tingkah laku atau
tabia’at yang baik pula. Yaitu
perangai atau tingkah laku yang
memberikan manfaat bagi diri dan
lingkungannya. akhlak mulia itu bisa
lahir dalam bentuk, diantaranya :
- Tawadhu’
Tawadhu’ memeliki pengertian sifat
rendah hati. Yaitu sifat yang tidak
mau membanggakan diri atas
kelebihan dan keistimewaan yang
diberikan Allah kepadanya. Seorang
yang tawadhu’ menyadari bahwa
apapun yan ia miliki; ilmu,
kekayaan, jabatan, pangkat dan lain-
lain, merupakan anugerah dan
amanah dari Allah. Itu semua justru
dijadikan sebagai media dalam
rangka menyadari betapa maha
besarnya dan maha kuasanya Allah.
- Wara’.
Yaitu sikap yang selalu waspada
terhadap hal-hal yang dapat
merendahkan martabat sebagai
hamba Allah. Seorang yang
memiliki sifat wara’ selalu berusaha
menghindarkan diri dari hal yang
bersifat subhat, sebab itu akan
menjadikan hijab bagi dirinya
terhadap kebesaran Allah yang
Maha Mulia.
- Ikhlas.
Ikhlas merupakan perbuatan atau
tingkah laku yang dilakukan oleh
seorang hamba hanya diperuntukkan
bagai Allah semata. Apapun
katifitas kehidupannya dalam rangka
mengarungi lautan kehidupan,
dimaknai sebagai ibadah kepada
Allah Swt.
- Sabar.
Merupakan sikap yang tangguh
dalam menghadapi problematika
kehidupan. Orang yang sabar tidak
mudah putus asa serta yakin akan
rahmat Allah dalam setiap peritiwa
kehidupan yang dialami, apapun itu
bentuknya.
Firman Allah Q.S. 94 : 5-6.
ۙاًرْسُي ِرْسُعْلا َعَم َِّناَفۗاًرْسُي ِرْسُعْلا َعَم َِّنا
“Karena sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan.
sesungguhnya sesudah kesulitan
itu ada kemudahan.”
9. TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, Vol 3 (No. 1), Halaman
- Syukur
Yaitu penggunaan seluruh nikmat
Allah oleh seorang hamba –baik
dalam bentuk pendengaran,
penglihatan, hati, maupun yang
lainnya- sesuai dengan tujuan
penciptaanya Semua anugerah
yang diberikan Allah kepada
manusia, terutama nikmat panca
indera diberikan oleh Allah
memiliki tujuan. Pendengaran
Allah berikan bertuajuan agar
manusia dapat mendengarkan
pengajaran, perkatan yang baik.
Begitu juga dengan nuikmat yang
lain.
- Tawakkal.
Tawakkal adalah bersandar kepada
Allah dalam segala hal. Allahlah
sebagai penyebab segala sesuatu.
Artinya, manusia sebagai seoarang
hamba menayadari betapa
didalamnya dirinya tidak ada
kekuatan. Sungguh pemilik
kekuatan dan daya hanya Allah.
Takwa merupakan sikap hidup
yang mampu menghantarkan
seseorang kepada ketenangan
hidup.
b. Cara manusia meyakini dan
mengimani Allah SWT.
Iman kepada Allah SWT
merupakan pokok dari seluruh
iman yang tergabung dalam rukun
iman. Karena iman kepada Allah
SWT merupakan pokok dari
keimanan yang lain, maka
keimanan kepada Allah SWT
harus tertanam dengan benar
kepada diri seseorang. Sebab jika
iman kepada Allah SWT tidak
tertanam dengan benar, maka
ketidak-benaran ini akan berlanjut
kepada keimanan yang lain, seperti
iman kepada malaikat-malaikat
Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul
Nya, hari kiamat, serta qadha dan
qadar Nya. Dan pada akhirnya
akan merusak ibadah seseorang
secara keseluruhan. Di masyarakat
tidak jarang kita jumpai cara-cara
beribadah seorang yang tidak
sesuai dengan ajaran Islam,
padahal orang tersebut mengaku
beragama Islam.
Islam memberikan tawaran berupa
konsep menghadapai berbagai
persoalan kehidupan, baik secara
pribadi maupun kehidupan kolektif.
Islam tidak saja menyangkut aspek
ritual, tetapi adalah merupakan
petunjuk tentang kehidupan secara
menyeluruh, baik menyangkut urusan
pribadi maupun sosial. Pemahaman
tentang Islam selama ini pada
umumnya hanya pada aspek tertentu,
ialah lebih banyak pada aspek
ritualnya. Pemahaman seperti itu
tidak akan melahirkan pribadi unggul
dan atau tangguh.
Sebagai manusia muslim dituntut
untuk memahami kitab suci dan
sejarah kenabian itu hingga meraih
kesempurnaan. Al-Qur'an
mengajarkan agar siapapun
memahami ilmu seluas-luasnya. Ilmu
yang luas itu juga berasal dari sumber
yang sempurna. Dalam hazanah Islam
dikenal ada dua sumber ilmu, yaitu
ayat-ayat qawliyah dan ayat-ayat
qawniyah. Ayat qawliyah adalah
berupa al Qur'an dan hadits nabi.
Melalui dua sumber ajaran Islam itu,
seseorang akan memperoleh ilmu
pengetahuan yang tidak akan
mungkin diperoleh dari sumber
lainnya. Pengetahuan tentang sejarah
kejadian manusia, penciptaan
10. TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, Vol 3 (No. 1), Halaman
berbagai makluk, hal-hal yang
bersifat ghaib, dan semacamnya
adalah hanya bisa diketahui dari kitab
suci itu.
Selain memahami ayat-ayat
qawliyah, umat Islam juga dianjurkan
agar mengembangkan ilmu
pengetahuan melalui kajian terhadap
ayat-ayat kawniyah, yaitu berupa
alam semesta ini. Kegiatan itu
dilakukan melalui observasi,
eksperimentasi, dan penalaran logis.
Berbekalkan kedua summer
pengetahuan itu, maka kelima misi
Islam sebagaimana dikemukakan di
muka akan bisa diimplementasikan di
dalam kehidupan sehari-hari. Umat
Islam dengan demikian akan memiliki
pribadi unggul, yaitu kokoh secara
jasmani maupun rohaninya.
Pada umumnya seseorang merasa
telah beragama Islam secara
sempurna manakala sudah
menjalankan rukun Islam, memenuhi
rukun Iman, dan ikhsan. Kegiatan
yang bernuansa Islam hanya dipahami
ketika berada di masjid atau mushalla,
memberikan sedekah yang kadang
jumlahnya terbatas, puasa di bulan
ramadhan, dan menjalankan ibadah
haji. Beberapa kegiatan ritual itu
seharusnya melahirkan kedamaian
dan ketenteraman, tetapi seringkali
justru sebaliknya, yaitu perdebatan
yang kemudian membuahkan
perpecahan yang tidak mudah
diselesaikan.
Ditinjau dari segi yang umum dan
yang khusus ada dua cara beriman
kepada Allah SWT :
- Bersifat Ijmali
Cara beriman kepada Allah SWT
yang bersifat ijmali maksudnya
adalah, bahwa kita mepercayai
Allah SWT secara umum atau
secara garis besar. Al-Qur’an
sebagai suber ajaran pokok Islam
telah memberikan pedoman
kepada kita dalam mengenal Allah
SWT. Diterangkan, bahwa Allah
adalah dzat yang Maha Esa, Maha
Suci. Dia Maha Pencipta, Maha
Mendengar, Maha Kuasa, dan
Maha Sempurna.
- Bersifat Tafshili
Cara beriman kepada Allah SWT
yang bersifat tafsili, maksudnya
adalah mempercayai Allah secara
rinci. Kita wajib percaya dengan
sepenuh hati bahwa Allah SWT
memiliki sifat-sifat yang berbeda
dengan sifat-sifat makhluk Nya.
Sebagai bukti adalah adanya “Asmaul
Husna” yang kita dianjurkan untuk
berdoa dengan Asmaul Husna serta
menghafal dan juga meresapi dalam
hati dengan menghayati makna yang
terkandung di dalamnya.
1. Keyakinan dirinya kepada Tuhan.
2. Ucapan yang mengikuti
keyakinannya.
3. Melakukan berbagai kegiatan
hidup.
Esensi dan urgensi visi ilahi untuk
membangun dunia yang damai
Manusia tidak akan mampu membangun
relasi yang harmoni dengan tuhan apabila
hidupnya lebih didominasi oleh kepentingan
ragawi dan bendawi. Oleh karena itu, sisi
spritualis harus memainkan peran utama
dalam kehidupan manusia sehingga mampu
merasakan kehadiran tuhan dalam setiap
gerak dan sikapnya. Apabila kita mampu
mengasah sprtualitasnya sehingga ia dapat
merasakan kehadiran tuhan maka ia akan
dapat melihat segala sesuatu dengan
visituhan ( ilahi). Visi ilahi inilah yang
sangat dibutuhkan oleh ummat manusia
11. TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, Vol 3 (No. 1), Halaman
sehingga setiaptindak tanduk dan sikap
perilaku manusia didasari dengsn demngat
kecintaan kepada tuhan sebagai manifestasi
kebenaran universal dan pengabdian serta
pelayanan kepada sesama ciptaan tuhan
dengan begitu akan terciptanya dunia yang
damai.
Metode.
Penelitian ini merupakan penelitian
kepustakaan atau Library Reseach sehingga
paradigma penelitian yang digunakan adalah
paradigma penelitian kualitatif. Peneliti
berusaha menemukan gambaran lengkap
tentang konsep makna manusia sebagai
makhluk bertuhan serta maksud dari sumber
materi yang dikaji. Metode yang digunakan
adalah penelitian deskriptif.
Dalam menganalisis permasalahan,
penelitian dilakukan melalui tiga cara yaitu :
a. Content Analysis atau analisis isi, yaitu
bahwa analisis wacana merupakan usaha
memahami makna tuturan dalam konteks,
teks dan situasi.
b. Analisis Logika Reflektif yaitu analisis
data yang berpedoman pada cara berfikir
reflektif, cara berfikir proses mondar-
mandir secara cepat antara induksi dan
deduksi.
c. Analisis Komparasi yaitu metode untuk
membandingkan beberapa segi yang
meliputi data, situasi, dan konsep filosofis.
Secara sistematis, tepat, valid, tajam,
dan mendalam.
Kesimpulan.
Dari artikel tentang konsep manusia
sebagai makhluk bertuhan, dapatlah
disimpulkan bahwa : Manusia secara fitrah
sejak lahir sudah suci dan dianugerahi dalam
roh atau jiwa halus oleh Allah swt sebagai
bekal keimanan dan keinginan menghamba
kepada Allah swt. Semua manusia terlahir
dalam keadaan fitrah (tauhid), sehingga
kedua orangtua yang menjadikan Islam,
Nasrani, dan Yahudi. Namun seiring waktu
manusia dapat mencari kebenaran hakiki
melalui akal, pikiran, dan perasaan sampai
menemukan nilai-nilai spiritual sampai
memperoleh kebenaran dan keimanan yang
benar-benar sesuai yang diperintahkan
sehingga menjadi manusia berkepribadian
akhlakul karimah.
Kesadaran dan kecerdasan spiritual
menjadikan rohani yang kuat melalui
bimbingan maksimal dan kontinu pada hati
nurani tersebut, agar menjadi lebih dinamis,
kreatif dan inovatif, serta memiliki etos kerja
tinggi yang bermanfaat bagi dirinya maupun
orang lain.
Konsep spiritual manusia sebagai
makhluk bertuhan terletak pada ruh dan
kekuatan rohani atau spiritual sehingga
menjadikan manusia ingin mendekatkan diri
kepada-Nya, yang diwujudkannya dalam cara
berpikir, merasakan, berdoa, dan berkarya
secara baik dan benar dengan memanfaatkan
potensi, bakat yang telah diberikan oleh
Allah SWT secara bijak, cerdas, dan sesuai
kaidah-kaidah agama Islam. Nilai spritual
dapat dilatih dari sejak kecil di lingkungan
keluarga, masyarakat, dan madrasah secara
terus menerus dan konsisten sampai
memperoleh keimanan yang baik dan mantap
sehingga tidak mudah terpengaruh akan
ajaran agama lain. Namun keimanan
seseorang mengalami pasang surut maka
harus selalu dijaga agar akal dan qalbunya
terus menerus terbimbing oleh siraman
rohani sehingga spiritual terus optimal untuk
memperoleh pencerahan dan kekuatan dalam
menjaga nilai keimanan dan ketakwaan.
Keimanan seseorang dapat dibentuk
secara umum yaitu ijmali dan khusus secara
tafshili. Kemudian akhlakul karimah dapat
diterapkan melalui sikap dan perilaku yang
tawadhu’, wara’, ikhlas, sabar, syukur, dan
tawakkal. Sehingga manusia mampu
memanfaatkan anugerah Allah SWT yang
tidak ternilai tersebut dengan penuh rasa
tanggung jawab dan bijaksana serta
mempertanggungjawabkan di dunia maupun
di akhirat-Nya.
12. TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, Vol 3 (No. 1), Halaman
Daftar Pustaka.
Syahidin, dkk. 2019. Pendidikan Agama
Islam untuk Perguruan Tinggi. Makassar
: UNM.
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. (Bandung : Alfabeta, 2014).
Departemen Agama RI. 2008. Al-Qur'an dan
terjemahannya. Bandung: Diponegoro.
Hadits riwayat Muslim, Ahmad, dan Abu
Dawud no. 829.
Bagir, Haidar, 2005. Buku Saku Filsafat
Islam. Bandung: Arasy.
Abid Al-Jabiri, Muh. 2000. Binyah al-Aql al-
Araby. Tanpa kota: Markaz Dirasat al-
Wahdah al-arbiyah.
Ahmad sidqi, Wajah tasawauf di era modern
: antara tantangan dan jawaban (2015)