SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 51
Downloaden Sie, um offline zu lesen
TINGGI RENDAHNYA PENGETAHUAN MAHASISWA PRIA
MENGENAI PENTINGNYA SIRKUMSISI PADA ORGAN GENITALIA
DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON
TAHUN 2014
PROPOSAL PENELITIAN
Untuk Pembuatan Tugas Sebagai Syarat
Penilaian Dalam Blok Metodologi Penelitian
OLEH :
LEONARDO JEVERSON SIPAHELUT
NIM. 2013-83-017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2014
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL : TINGGI RENDAHNYA PENGETAHUAN MAHASISWA
PRIA MENGENAI PENTINGNYA SIRKUMSISI PADA
ORGAN GENITALIA DI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON TAHUN 2014
NAMA : LEONARDO JEVERSON SIPAHELUT
NIM : 2013-83-017
PROPOSAL INI TELAH DIPERIKSA PERBAIKANNYA PADA TANGGAL
16 DESEMBER 2014
Ambon, 27 Desember 2014
Pembimbing I Pembimbing II
(dr. Farah Ch. Noya, MHPEd) (dr. Vebiyanti, M.Sc)
NIP. 198210142008122003 NIP. 198107082008122001
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkat dan cinta kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian untuk
pembuatan tugas sebagai salah satu syarat penilaian dalam blok metodologi
penelitian dengan judul “Tinggi Rendahnya Pengetahuan Mahasiswa Pria
Mengenai Pentingnya Sirkumsisi Pada Organ Genitalia Di Fakultas Kedokteran
Universitas Pattimura Ambon Tahun 2014”.
Penelitian yang diajukan dalam proposal ini dipilih mengingat sirkumsisi
merupakan suatu hal penting yang harus dilakukan seorang pria, maka peneliti
ingin meneliti apakah dengan rendahnya pengetahuan pria mengenai sirkumsisi
pada organ genitalia membuat mereka tidak melakukan sirkumsisi khususnya
pada mahasiswa pria di Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon.
Penulis menyadari sungguh bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan untuk perkembangan penulisan diwaktu yang akan datang.
Akhir kata penulis ucapkan terimakasih dan semoga proposal ini dapat
diterima dan bermanfaat bagi semua pihak.
Ambon, Desember 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………… i
LEMBARAN PENGESAHAN …………………………………………… ii
KATA PENGANTAR …………………………………………... iii
DAFTAR ISI ………………………………………...… iv
DAFTAR TABEL …………………………………………… vi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………... vii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang …………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………… 5
1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………… 5
1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………… 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….... 8
2.1. Sirkumsisi …………………………………………… 8
2.1.1. Defenisi …………………………………………… 8
2.1.2. Sejarah …………………………………………… 8
2.1.3. Metode …………………………………………... 10
2.1.4. Komplikasi …………………………………………... 20
2.2. Organ Genitalia Pria …………………………………………... 24
2.2.1. Anantomi …………………………………………... 24
2.2.1.1. Penis ………………………………………….. 24
2.2.1.2. Skrotum ………………………………………….. 29
2.3. Pengetahuan (Knowladge) ………………………………………….. 29
2.4. Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon
Mengenai Pentingnya Sirkumsisi Pada Organ Genitalia…………………. 31
2.5. Kerangka Teori ………………………………………….. 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………………….. 34
v
3.1. Desain Penelitian ………………………………………….. 34
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………………... 34
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian …………………………………………… 34
3.3.1. Populasi Penelitian …………………………………………... 34
3.3.1. Sampel Penelitian …………………………………………... 34
3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian ………………………….. 34
3.4. Kriteria Restriksi …………………………………………... 35
3.4.1. Kriteria Inklusi …………………………………………... 35
3.4.2. Kriteria Ekslusi …………………………………………... 35
3.5. Variabel Penelitian …………………………………………... 35
3.5.1. Variabel Terikat …………………………………………... 35
3.5.2. Variabel Bebas …………………………………………... 36
3.6. Kerangka Konsep …………………………………………... 36
3.7. Defenisi Operasional …………………………………………... 36
3.8. Instrumen Penelitian …………………………………………... 37
3.9. Pengumpulan Data …………………………………………... 37
3.10. Pengolahan dan Analisis Data …………………………………………... 38
3.11. Alur Penelitian …………………………………………... 38
3.12. Etika Penelitian …………………………………………... 39
3.13. Jadwal Pelaksanaan Penelitian …………………………………………... 39
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… ix
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Matrix Elaborasi ………………………………… 7
Tabel 3.1. Defenisi Operasional ………………………………… 36
Tabel 3.2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ………………………………… 39
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Peta global jumlah keseluruhan sirkumsisi pria tingkat Negara pada
tahun 2006 …………………………………………………. 1
Gambar 1.2. Perkiraan jumlah pria di atas 15 tahun yang melakukan sirkumsisi
berdasarkan negara …………………………………………. 3
Gambar 2.1. Cotta tera yang ditemukan pada tahun 1969 ……………………. 9
Gambar 2.2. Penjepit gomco …………………………………………………. 15
Gambar 2.3. Proses penarikkan kulit dengan platform pada saat melakukan
Sirkumsisi …………………………………………………. 15
Gambar 2.4. Proses pengencangan kulup dengan sekrup pada saat melakukan
Sirkumsisi …………………………………………………. 16
Gambar 2.5. Penjepit mogen …………………………………………………. 17
Gambar 2.6. Alat yang digunakan dalam metode elektrokauteri……………… 18
Gambar 2.7. Penjepit plastibel ………………………………………………… 19
Gambar 2.8. Sirkumsisi dengan metode dorsal silt-ventral dengan memberi celah
antara kulup (preputium) dengan glands penis…………………… 20
Gambar 2.9. Proses menjahit setelah sirkumsisi dilakukan……………………. 20
Gambar 2.10. Meatitis pada anak usia 3 tahun…………………………………. 23
Gambar 2.11. Potongan sagital organ reproduksi pria serta struktur-struktur
Disekitarnya ………………………………………………….. 24
Gambar 2.12. Sistem reproduksi pria tampak anterior…………………………. 25
Gambar 2.13. Pandangan anterior dan lateral penis, menampilkan jaringan
erektil ………………………………………………….. 26
Gambar 2.14. Penis. A dan B. Tiga korpus jaringan erektil, dua corpora cavernosa
dan satu corpus spongiosum dengan glands penis. C. Uretra pars
spongiosum yang terbuka untuk memperlihatkan lipatan membran
mukosa dan muara kelenjar di bagian atas uretra………………… 27
Gambar 2.15. Skrotum …………………………………………………... 29
viii
Gambar 2.16. Kerangka teori penelitian …………………………………... 33
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian ………………………………….. 36
Gambar 3.2. Kerangka alur penelitian …………………………….….… 36
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sirkumsisi merupakan salah satu hal yang penting yang dilakukan seorang
pria guna menjaga kebersihan dan kesehatan organ genitalianya. Beberapa waktu
belakangan ini, sirkumsisi hanya dipandang sebagai suatu kewajiban yang
dilakukan oleh sekelompok orang demi menjalankan ritual keagamaannya.
Pada tahun 2006 kurang lebih 30% dari perwakilan 665 juta pria di dunia
telah melakukan sirkumsisi.1,2
Rata-rata yang telah melakukan sirkumsisi adalah
usia 15 tahun ke atas.2
Sirkumsisi dilakukan dengan alasan menambah
keuntungan seksual, alasan kebudayaan, alasan kebersihan organ genitalia, dan
demi alasan keagamaan.1,2,3
Gambar 1.1. Peta global jumlah keseluruhan sirkumsisi pria tingkat negara pada tahun 2006
sumber : World Health Organization. The Global of Prevalence Male Circumcision. 2009.1
2
Pria di beberapa negara beranggapan bahwa sirkumsisi hanya sebuah
tradisi keagamaan bagi pemeluk agama Islam.1,4
Hal ini berarti, pria non-Muslim
atau yang tidak memeluk agama Islam tidak akan melakukan sirkumsisi dengan
alasan tidak diharuskan dalam ajaran agama mereka. Selain itu, penyakit infeksi
kulit dan kelamin (STIs) seperti herpes, chlamydia, dan syphilis, gonorrhea dan
penyakit menular seksual seperti HIV-AIDS, serta infeksi saluran kemih
merupakan dampak yang ditimbulkan apabila tidak di lakukan sirkumsisi pada
organ genitalia.1,3,4
Berdasarkan data yang diterbitkan oleh WHO3
tahun 2006 diperkirakan
jumlah keseluruhan pria non-Muslim dan non-Yahudi yang telah melakukan
sirkumsisi pada negara Angola sekitar 90%, Australia 59%, Kanada 30%,
Republik Demokratik Kongo 90%, Ethiopia 92%, Ghana 85%, Indonesia 25%,
Kenya 83%, Madagaskar 98%, Nigeria 90%, Filipina 90%, Republik Korea 60%,
Afrika Selatan 35%, Uganda 14%, Inggris Raya 6%, Republik Tanzania 58%, dan
Amerika Serikat 75%.3
Dari total keseluruhan pria yang telah melakukan
sirkumsisi, di temukan 69% adalah Muslim yang mayoritas berdomisili pada Asia
Timur, Asia Tengah, dan Afrika Utara. 0,8% adalah Yahudi, dan 13% pria non-
Muslim dan non-Yahudi yang berdomisili di Amerika Serikat.1,3
Terjadi
peningkatan jumlah keseluruhan pria non-Yahudi dan non-Muslim yang
berdomisili pada negara Brazil, Cina, India, dan Jepang yang meningkat sekitar
15% yang telah melakukan sirkumsisi dengan alasan melaksanakan kewajiban
yang berlaku dalam budaya setempat, serta alasan medis.2,3
Pada Republik Tanzania jumlah keseluruhan pria yang melakukan sirkumsisi
meningkat setelah organ genitalianya diperiksa dari pada yang belum melakukan
pemeriksaan pada organ genitalianya yaitu sekitar 34% berbanding 28%.3,4
Sedangkan dalam studi terhadap remaja di Texas Amerika Serikat, dilaporkan
jumlah keseluruhan pria yang melakukan sirkumsisi lebih rendah setelah
dilakukan pemeriksaan klinis yaitu 36%.3
Studi lanjutan di Texas, ditemukan
bahwa 27% pria tidak melakukan sirkumsisi pada organ genitalianya dengan
alasan mereka tidak memiliki pemahaman dan pengetahuan khusus mengenai
sirkumsisi itu sendiri.3
3
Gambar 1.2. Perkiraan jumlah pria di atas 15 tahun yang melakukan sirkumsisi beradasarkan
negara.
sumber : World Health Organization. Male Circumcision: Global Trends and Determinats of
Prevalence, Safety and Acceptability. 2007.3
Pada tahun 2009, jumlah keseluruhan pria yang melakukan sirkumsisi
meningkat menjadi 76%-92% di Indonesia, Pakistan, Bangladesh, dan Timur
Tengah. Akan tetapi, hal ini sangat bertolak belakang dengan jumlah keseluruhan
pria yang melakukan sirkumsisi di Australia, Kanada, dan Inggris Raya yang
hanya sekitar 20% dari total keseluruhan pria yang berdomisili di Negara
tersebut.1,5,6
Pada penelitian sebelumnya oleh Naidoo,et al7
tahun 2011 menyebutkan
bahwa rata-rata tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai sirkumsisi telah
dikategorikan cukup baik dengan presentase 66,43% dengan sikap yang relatif
positif. Dari keseluruhan sampel yang diteliti sekitar 85,4% responden merasa
4
bahwa sirkumsisi pada pria merupakan suatu hal yang tepat untuk dipromosikan.
Sementara itu, dari keseluruhan mahasiswa pria menjadi sampel penelitian, hanya
3 orang bersedia untuk melakukan sirkumsisi pada organ genitalia mereka, dengan
alasan sirkumsisi lebih menjamin kesehatan organ genitalia mereka. Selain itu,
sakit dan nyeri pada organ genitalia merupakan alasan yang paling banyak dipilih
sebagai alasan tidak ingin melakukan sirkumsisi.7
Hal sama ditemukan pada penelitian oleh Phiri,et al8
tahun 2011 bahwa
rata-rata pengetahuan pria mengenai sirkumsisi pada organ genitalia dikategorikan
baik dengan presentase 71,7 %. Selain itu, dalam penelitian ini dijelaskan bahwa
tingkat pendidikan seseorang sangat menentukan pengetahuan seseorang
mengenai sirkumsisi. Hal ini dibuktikan dengan, dari keseluruhan sampel yang
diteliti di dapatkan 85,9% dan 71,7% berpengetahuan sangat baik dan baik
mengenai sirkumsisi berasal dari kalangan orang berpendidikan tinggi, dan hanya
25% yang memiliki pengetahuan buruk mengenai sirkumsisi berasal dari kalangan
orang dengan tingkat pendidikan rendah.8
Hal yang sedikit berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh
Nasution,et al9
mengenai gambaran pengetahuan orang tua terhadap sirkumsisi
pada anak laki-laki tahun 2010. Pada hasil penelitian didapatkan, selain faktor
pendidikan yang tinggi, faktor lain yang menentukan tingkat pengetahuan
seseorang mengenai sirkumsisi adalah agama, usia, jenis kelamin, serta jenis
kegiatan yang biasa dilakukan pada lingkungan tempat tinggal orang tersebut.
Dapat dibuktikan bahwa mayoritas orang tua yang beragama Islam memiliki
tingkat pengetahuan yang lebih baik dari orang tua yang beragama lainnya, yaitu
sekitar 91,7%. Usia juga sangat berpengaruh sebab didapati rentang usia 25-30
tahun berpengetahuan sangat baik. Selain itu, didapati juga bahwa pria memiliki
pengetahuan yang lebih baik mengenai sirkumsisi dibandingkan dengan wanita.9
Namun, terdapat beberapa kesenjangan yang peneliti temukan dari
penelitian-penelitian sebelumnya. Misalnya, salah satu faktor yang yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang mengenai sirkumsisi adalah faktor
pendidikan orang tersebut. Akan tetapi, pada penelitian lain ditemukan selain
faktor pendidikan, faktor agama, usia, jenis kelamin, serta sumber informasi yang
5
diperoleh juga merupakan faktor yang menentukan tinggi rendahnya pengetahuan
seseorang mengenai sirkumsisi.
Berdasarkan uraian diatas, maka dianggap perlu dilakukan suatu penelitian
terhadap tinggi rendahnya pengetahuan mahasiswa fakultas kedokteran universitas
pattimura mengenai pentingnya sirkumsisi pada organ genitalia.
1.2. Rumusan Masalah
Survei tentang tinggi rendahnya pengetahuan mengenai pentingnya
sirkumsisi pada organ genitalia merupakan suatu hal yang sangat penting
dilakukan. Hal ini disebabkan masih rendahnya pengetahuan tentang sirkumsisi,
karena beberapa dekade terakhir pria di beberapa negara maju hanya melakukan
sirkumsisi guna melaksanakan ritual keagamaan dan hanya demi mematuhi norma
sosial budaya yang berlaku didaerah itu. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian
mengenai tinggi rendahnya pengetahuan tentang pentingnya sirkumsisi pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon, yang nantinya
akan menjadi pelayan kesehatan dilingkungan masyarakat.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Mengetahui tinggi rendahnya pengetahuan mahasiswa pria mengenai
pentingnya sirkumsisi pada organ genitalia di Fakultas Kedokteran
Universitas Pattimura Ambon.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan pengetahuan baru
kepada fakultas kedokteran mengenai pentingnya sirkumsisi bagi organ
genitalia pria.
1.4.2 Penelitian ini juga diharapkan akan memberi pengetahuan tambahan
kepada mahasiswa fakultas kedokteran mengenai pentingnya sirkumsisi
pada organ genitalianya.
6
1.4.3 Penelitian ini juga hendaknya memberikan pengetahuan tambahan kepada
masyarakat mengenai pentingnya sirkumsisi pada organ genitalia terhadap
kebersihan dan kesehatan organ genitaliannya.
1.4.4 Sebagai sumber penelitian selanjutnya yang diharapkan akan diterbitkan
dalam jurnal daerah, nasional, maupun internasional.
7
Tabel 1.1. Matrix Elaborasi
Peneliti Judul Penelitian Tempat Kelebihan/Kekurangan
Desain
Penelitian
Populasi
Penelitian
Hasil
Naidoo,et al
(2011)
Knowledge,
attitudes and
perceptions of
pharmacy and
nursing students
towards male
circumcision
and HIV in a
KwaZulu-Natal
University,
South Africa
Sekolah
farmasi dan
farmakolog
i,
Universitas
KwaZulu-
Natal,
Afrika
Selatan
Kekurangannya adalah
kendala waktu dan
kenyamanan. Hal ini
disebabkan karena
sulit menyikronkan
waktu yang tepat
kepada mahasiswa
yang sedang kuliah
yang berpartisipasi
sebagai responden.
Serta sampel yang
digunakan terlalu
kecil.
Deskriptif-
Cross
sectional
Seluruh
mahasiswa
Sekolah
farmasi dan
farmakologi,
Universitas
KwaZulu-
Natal, Afrika
Selatan
Positif.
Tingkat
pengetahuan
mahasiswa
pria maupun
wanita telah
baik mengenai
sirkumsisi.
(p<0,03)
Phiri,et al
(2011)
Awareness,
Knowledge,
Attitudes And
Up-Take Of
Male
Circumcision
As An Hiv
Prevention
Strategy Among
Youth In
Zambia: A Case
Study Of
Lusaka District
Universitas
Zambia
Kekurangannya, hanya
memilih tempat
penelitian berdasarkan
keterjangkauan.
Sampel unit
perwakilannya hanya
pria yang berusia 15-
24 tahun tanpa
randomisasi.
Test non-
eksperimental
design study
Semua pria
pada 3 kota
terpilih, yaitu :
satu kepadatan
tinggi
(Chawama),
satu kepadatan
menengah
(Libala) dan
satu densitas
rendah
(Kalundu).
Positif.
Tingkat
pengetahuan
pria akan
sirkumsisi
sangat
bergantung
pada derajat
pendidikannya.
Nasution,et al
(2010)
Gambaran
Pengetahuan
Orang Tua
Tentang
Sirkumsisi Pada
Anak Laki-Laki
Di Kelurahan
Perintis
Kecamatan
Medan Timur
Tahun 2010
Penelitian
dilakukan
di
Kelurahan
Perintis
Kecamatan
Medan
Timur
Kekurangannya adalah
lokasi penelitian yang
dipilih. Dimana hanya
memilih 1 kecamatan
pada Propinsi Medan
Timur. Sehingga hasil
yang diperoleh hanya
mewakili kecamatan
tersebut tanpa
mewakili keseluruhan
kecamatan yang
berada di Medan
Timur.
Deskriptif -
Cross
Sectional
1. Populasi
Target : orang
tua
2. Populasi
Terjangkau :
pengetahuan
orang tua
tentang
sirkumsisi pada
anak laki-laki
di Kelurahan
Perintis
Kecamtan
Medan Timur
tahun 2010.
Positif, tingkat
pengetahuan
orang tua rata-
rata baik.
Dengan, faktor
yang
berpengaruh
bukan hanya
pendidikan
tetapi usia,
jenis kelamin,
agama, serta
kegiatan yang
sering
dilakukan juga
berpengaruh
terhadap
pegetahuan
orang tua akan
sirkumsisi.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sirkumsisi
2.1.1. Defenisi
Sirkumsisi merupakan prosedur bedah tertua yang telah dilakukan selama
berabad-abad dan telah di dokumentasikan.10,11
Sirkumsisi dilakukan dengan
beberapa alasan seperti, untuk kepentingan medis, ritual keagamaan, norma sosial
budaya yang mengikat, serta beberapa alasan lainnya.3,5,10,11,12
Pada umumnya,
sirkumsisi dilakukan pada pria dan masyarakat Islam di seluruh dunia.11
Sirkumsisi pada pria merupakan salah satu prosedur bedah yang paling sering
dilakukan di seluruh dunia.3,13,14
Sirkumsisi pada pria sering disebut juga sebagai
suatu prosedur bedah elektif, yang berarti bahwa hal ini dilakukan hanya untuk
alasan kecantikan.12
Pada proses bedah ini, bagian yang diangkat adalah
preputium (kulup yang membungkus glands penis).2,6,15
Kulup yang membungkus
glands penis ini sangat berkontribusi dalam memberikan sensasi seksual ketika
sedang melakukan hubungan seks.12,14
2.1.2. Sejarah
Dalam catatan sejarah dan temuan arkeologi, sirkumsisi pertama kali
dilakukan pada zaman perdaban mesir kuno.16
Masyarakat mesir telah melakukan
sirkumsisi pada awal abad 23 sebelum masehi.16,17
Hal ini dibuktikan dengan
ditemukannya sebuah gambaran pada relief dinding makam mentri Firaun Teti
yang memerintah pada tahun 2345-2393 sebelum masehi, ditemukannya sebuah
stela dari Naga Ed Dar yang menunjukan proses sirkumsisi terhadap 120 orang
sedang dilakukan, serta The Ebers Papyrus yang ditulis sekitar tahun 1550
sebelum masehi yang memberi penangkal untuk perdarahan yang terjdi setelah
melakukan sirkumsisi.16,17
Pada tahun 1969, ditemukan sebuah cotta terra yang bentuknya seperti
penis yang telah dilakukan sirkumsisi dari lingga yang bertuliskan tanggal akhir
abad ke 12 di Stratum XI di Tel Gezer di Israel.16
Penemuan ini menunjukan
9
bahwa sejak zaman dulu penduduk Filistin dan Kanaan telah melakukan
sirkumsisi.16,17
Ada kemungkinan bahwa penduduk pesisir lainnya telah
melakukan sirkumsisi, sebab sirkumsisi merupakan prosedur bedah tertua yang di
lakukan oleh manusia.16
Gambar 2.1. Cotta Tera yang ditemukan pada tahun 1969
sumber : Biblical Archeology Review.2006.16
Data ini menunjukan bahwa praktik sirkumsisi telah menyebar dari Mesir
dan secara cepat menyebar sampai ke daerah Semit Barat lainnya.18
Tidak ada
bukti khusus yang menunjukan bahwa orang-orang Semit Timur Mesopotamia
seperti, Akkadians, Asiria, dan Babilonia telah melakukan sirkumsisi.18
Dalam perkembangan selanjutnya, dikatakan bahwa agama sangat
memberi kontribusi yang besar terhadap proses sirkumsisi.17,18
Bukti pertama
yang menghubungkan sirkumsisi ditemukan dalam Alkitab pada kitab Perjanjian
Lama, Kejadian pasal 17 ayat 10-11, yang menggambarkan hubungan Allah
dengan Abraham. Berdasarkan perjanjian tersebut Abraham serta anaknya Ismail
melakukan sirkumsisi. Bukan hanya Abraham dan Ismail tapi, seluruh hamba-
hambanya, yang berjumlah hampir 400 orang laki-laki melakukan sirkumsisi.18,19
Sejak saat itu, banyak pendapat yang mengatakan bahwa ritual sirkumsisi
sebenarnya dibawa oleh Abraham ketika Ia tinggal di Mesir.19
Sirkumsisi yang dilakukan oleh penduduk Israel berbeda dari yang
dilakukan oleh penduduk Mesir.18
Di Israel sirkumsisi dilakukan pada hari
10
kedelapan setelah kelahiran, sedangkan di Mesir sirkumsisi dilakukan setelah
seorang pria memasuki masa pubertas. Penduduk Israel melakukan prosedur
sirkumsisi dengan posisi bayi terlentang, sementara penduduk Mesir melakukan
sirkumsisi dengan posisi berdiri dan duduk. Selain itu, metode sirkumsisi yang di
lakukan di Israel adalah dengan menghilangkan seluruh bagian kulup yang
membungkus atau yang menutupi glands penis secara keseluruhan, sedangkan
sirkumsisi yang di lakukan di Mesir hanya dengan memotong kulup yang
membungkus area V pada korona glandis dan memungkinkan sisa kulup
tergantung secara bebas.18,19
Sirkumsisi juga dijelaskan dalam Alkitab Kitab Yosua. Ketika orang Israel
meninggalkan Mesir dan akan memasuki Kanaan, Tuhan memerintahkan Yosua
untuk menyunat (melakukan sirkumsisi) pada semua orang.18,19
Meskipun
hubungan antara Yahudi dan sirkumsisi dijelaskan di dalam Alkitab, sirkumsisi
ternyata tidak dijelaskan dalam Kitab Al-Qur’an. Akan tetapi, sirkumsisi tetap
menjadi suatu ritual wajib yang harus dilakukan terhadap pria Muslim.19
Ada
kemungkinan besar umat Islam mewarisi kebiasaan dari ritual bangsa Arab yang
diyakini merupakan keturunan Ismail yang di sirkumsisi oleh Abraham ketika
berusia 13 tahun.18,19
Dan sampai saat ini, rata-rata umat Muslim di dunia
melakukan sirkumsisi pada anak laki-laki mereka delapan hari setelah kelahiran
atau setelah anak mereka memasuki masa pubertas.19
Kekristenan tidak mewajibkan pria melakukan sirkumsisi. Hal ini
disebabkan karena umat Kristen menerima Perjanjian Lama.19
Namun, banyak
pria Kristen yang melakukan sirkumsisi dengan alasan kebersihan organ
genitalianya.17,19
Dalam perkembangan selanjutnya, dijelaskan bahwa sirkumsisi telah
menjadi suatu kebiasaan rutin, yang di lakukan lebih dari 60% pria di dunia
dengan alasan medis, maupun melaksanakan kewajiban agama mereka.19
2.1.3. Metode
Metode yang digunakan dalam prosedur sirkumsisi sangat bervariasi. Hal
ini bergantung pada tingkat kemampuan dokter dan pelayan kesehatan yang
11
melakukan prosedur bedah tersebut, serta peralatan yang digunakan dalam
sirkumsisi.14,20,21
Biasanya tingkat kemampuan ini didapatkan melalui sebuah
proses pelatihan khusus.14
Selain itu, banyak sekali cara menghilangkan rasa sakit
saat sirkumsisi dilakukan, salah satu caranya dengan memberikan obat-obatan anti
nyeri.20
Metode sirkumsisi juga terus berkembang setiap tahunnya, sehingga
pelaksanaannya lebih cepat dan lebih efisien hingga saat ini.14,20
Beberapa metode sirkumsisi yang sering dilakukan antara lain :
1. Metode Klasik
Metode klasik merupakan salah satu metode sirkumsisi yang saat ini sudah
jarang dilakukan atau sudah ditinggalkan.20
Metode klasik banyak
ditemukan pada daerah pedalaman yang sudah jarang di jangkau.14,20
Dalam metode ini alat yang digunakan adalah sebilah bambu tajam, pisau,
atau silet. Metode ini dilakukan tanpa pembiusan sebelumnya dan relatif
lebih cepat karena setelah dilakukan sirkumsisi bekas luka langsung dijahit
dan dibungkus dengan kain kasa. Sehingga metode sirkumsisi ini
memungkinkan terjadinya perdarahan hebat serta infeksi yang parah
apabila tidak dilakukan secara benar dan steril.14,20
2. Metode Dorsumsisi
Dorsumsisi merupakan merupakan perbaikan dari metode klasik. Metode
ini telah menggunakan peralatan medis standard dan masih dipakai hingga
saat ini.14,20
Di Sunda metode ini dikenal dengan nama sopak londong.20
Pada metode ini, umumnya bekas luka tidak dijahit, walaupun dalam
pelaksanaannya ada beberapa dokter yang telah memodifikasi dengan
melakukan pembiusan serta jahitan pada bekas luka untuk mengurangi
risiko perdarahan.14,20
Kelebihan dorsumsisi adalah peralatan yang
digunakan lebih murah dan sederhana, prosesnya singkat, relatif murah,
sudah banyak dikenal masyarakat umum, serta bisa dilakukan pada bayi
atau anak berusia di bawah 3 tahun yang pembuluh darahnya masih
kecil.20
Kekurangan metode ini adalah risiko terpotongnya glands penis
lebih besar serta dapat menimbulkan nekrosis jaringan dan perdarahan
apabila tidak dilakukan penjahitan setelah selesai dilakukan sirkumsisi.14,20
12
3. Metode Standar Sirkumsisi Konvensional
Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode dorsumsisi dan paling
sering digunakan oleh dokter maupun pelayan medis lainnya.20
Peralatan
yang digunakan dalam metode ini telah sesuai dengan standar medis serta
membutuhkan keahlian khusus untuk melakukan metode ini.14,20
Benang
yang digunakan untuk penjahitan luka merupakan benang yang terbuat
dari daging sehingga kemungkinan terjadi infeksi sangat rendah dan risiko
perdarahan tidak ada. Metode ini sangat baik dilakukan pada semua
kelompok usia, biaya yang yang di keluarkan sangat terjangkau, serta
banyak menjadi pilihan bagi pasien dengan kelainan fimosis.
Kekurangannya adalah dokter serta pelayan kesehatan yang ingin
mengguakan metode ini dalam praktik sirkumsisi harus memiliki keahlian
yang khusus serta terlatih.20
4. Metode Lonceng
Metode ini berbeda dengan metode-metode lainnya, karena pada metode
ini tidak dilakukan pemotongan kulup. Ujung penis diikat menggunakan
sebuah alat khusus sehingga bentuknya menyerupai lonceng, akibatnya
sistem sirkulasi atau peredaran darah akan tersumbat yang mengakibatkan
kurangnya suplai darah pada ujung penis. Apabila terjadi terus menerus
maka jaringan pada kulup yang membungkus penis akan mengalami
nekrosis dan akan terlepas dengan sendirinya. Alat untuk melakukan
sirkumsisi dengan metode ini telah diproduksi di beberapa Negara Eropa,
Amerika Serikat, dan Asia dengan nama circumcision cord device.14
5. Metode Klamp
Metode ini memiliki banyak variasi alat serta nama. Prinsip kerjanya
sama, yaitu kulup dijepit dengan menggunakan suatu alat yang umumnya
sekali pakai penggunaan, kemudian dipotong dengan menggunakan pisau
bedah tanpa dilakukan penjahitan.14
Metode Klamp yang sering digunakan dalam praktik sirkumsisi, antara
lain:
13
a. Metode Cincin ( Tara Klamp)
Penemu metode ini adalah Dr. T. Gurcharan Singh pada tahun 1990.
Alat yang digunakan dalam metode ini terbuat dari plastik untuk sekali
pakai. dr. Sofin adalah dokter yang mencetuskan metode cincin ini di
Indonesia, setelah lulus dari Fakultas kedokteran Universitas Gajah
Mada Yogyakarta pada tahun 2001.14,20
Pada metode ini, ujung kulup
dilebarkan, lalu ditahan agar tetap merenggang. Dengan cara
memasang cincin karet. Kulup yag direnggangkan tadi akan
menghitam dan terlepas dengan sendirinya. Prosesnya hanya
berlangsung sekitar 3-5 menit. Kelebihan dari metode cincin adalah
mudah dan aman dalam penggunaan, tidak memerlukan penjahitan
sehingga tidak mengganggu aktifitas sehari-hari. Hampir tidak terjadi
perdarahan sama sekali dan setelah sirkumsisi dilakukan pun tidak ada
rasa nyeri maupun sakit.14,20
b. Metode Smart Klamp
Metode ini merupakan metode dan teknik sirkumsisi yang telah
diperkenalkan sejak tahun 2001 di Jerman.20
Penemu metode ini
adalah dr. Harrie Van Baars. Alat yang digunakan dalam metode
sirkumsisi ini terdiri atas beberapa ukuran yang berbeda tergantung
dari fungsi alat tersebut digunakan. Ukurannya mulai dari nomor 10,
13, 16, dan 21. Untuk melakukan sirkumsisi pada bayi maka
digunakan alat bernomor 10, sedangkan untuk orang dewasa
digunakan alat bernomor 21. Akan tetapi tidak selalu menggunakan
patokan ini, sebab ukuran diameter glands penis seseorang sangat
berbeda dan harus disesuaikan dengan ukuran glands penis pria yang
melakukan sirkumsisi.14,20
Alat yang digunakan terbuat dari dua jenis
bahan kunci klamp, yakni nilon dan polikarbonat yang dikemas secara
steril dan sekali pakai.20
Metode ini memberikan perlindungan luka
dengan sistem tertutup. Luka sayatan terkunci secara rapat sehingga
tidak memungkinkan masuknya kuman atau mikroorganisme
pengganggu yang dapat mengakibatkan penularan infeksi penyakit.14,20
14
Pada metode ini glands penis pria yang akan di sirkumsisi diukur
diameternya. Selanjutnya diberi anastesi lokal secara hati-hati. Kulup
(preputium) dibersihkan dan ditarik sehingga tidak terjadi perlekatan
dengan glands penis. Batas kulup yang akan dibuang ditandai dengan
spidol. Setelah itu, tabung klamp dimasukkan ke dalam kulup hingga
mencapai batas korona glandis. Lalu klamp pengunci dimasukkan
sesuai arah tabung dan diputar 90 derajat sampai posisi klamp siap
dikunci. Setelah posisi kulup yang akan dibuang sudah terpasang
dengan baik, harus diperhatikan juga bahwa saluran kencing tidak
terhalangi oleh tabung. Selanjutnya adalah mengunci klamp sehingga
terdengar bunyi klik. Sisi paling luar kulup dibuang menggunakan
pisau bisturi. Kemudian luka dibersihkan dengan obat antiinfeksi dan
dibungkus dengan kasa steril.14,20,21
c. Metode Gomco Klamp
Metode ini pertama kali digunakan pada tahun 1934.20
Pembuat alat
atau kalmp adalah Hirram S, Yellen MD, dan Aaron Goldstein. Alat
ini terdiri dari bel logam dan plat datar dengan lubang didalamnya.
Terdpat pula sebuah sekrup yang berfungsi untuk memberi
tekanan.14,20
Metode ini menggunakan 4 buah perangkat yaitu bel,
platform, pengait lengan, dan sekrup yang berfungsi melindungi
kelenjar, menyediakan hemostasis dan platform untuk reseksi pada
kulup. Sirkumsisi diawali dengan menarik kulup untuk membebaskan
perlengketan dan memungkinkan paparan dan pemeriksaan kelenjar
untuk melihat terjadi kelainan atau tidak.20,21
15
Gambar 2.2. Penjepit gomco yang teriri atas bel, platform, pengait lengan, dan sekrup
sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21
Gambar 2.3. Proses penarikkan kulit dengan platform pada saat melakukan sirkumsisi
sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21
16
Gambar 2.4. Proses pengencangan kulup dengan sekrup pada saat melakukan sirkumsisi
sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21
d. Metode Ismail Klamp
Metode ini ditemukan oleh dr. Ismail MD. Saleh. Secara teknis alat
yang digunakan hampir sama dengan metode lainnya hanya saja
mekanisme pengunciannya dengan menggunakan sistem sekrup yang
diperkirakan lebih baik dari metode gomco klamp.14,20
e. Metode Q-Tan Klamp
Metode ini menggunakan sekrup sebagai mekanisme pengunciannya,
akan tetapi sekrupnya terkunci mati (irreversible locking system)
sehingga alat ini tidak mungkin di daur ulang karena pembukaan alat
ini harus dengan dipotong. Alat yang digunakan dalam metode ini juga
belum diproduksi secara luas, sebab masih dilakukan penelitian sampai
sekarang mengenai layak atau tidaknya alat ini untuk digunakan.14,20
f. Metode Ali’s Klamp
Metode ini menggunakan alat yang sama dengan metode smart klamp,
hanya saja klemnya di rancang miring dengan pertimbangan mengikuti
bentuk dan ukuran dari glands penis.14,20
g. Metode Sunathrone Klamp
Metode ini ditemukan oleh dr. Moehammad Tasron Surat seorang
dokter asal Malaysia. Kelebihan metode adalah lebih paktis dan proses
penyembuhannya lebih cepat serta tidak memerlukan perawatan yang
khusus setelah sirkumsisi selesai dilakukan.14,20
17
h. Metode Mogen Klamp
Metode ini awalnya dilakukan untuk ritul sirkumsisi di Yahudi. Alat
yang digunakan adalah penjepit mogen, yang biasanya digunakan oleh
dokter ahli kandungan, serta berfungsi untuk memberikan
hemostasis.21
Gambar 2.5. Penjepit mogen.
sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21
6. Metode Elektrokauteri
Metode ini lebih dikenal dengan nama sirkumsisi yang menggunakan
laser. Secara teknis, penamaannya kurang tepat karena alat yang
digunakan bukanlah laser. Akan tetapi menggunakan elemen yang
dipanaskan. Alatnya seperti pistol dengan dua buah lempeng kawat yang
saling berhubungan pada bagian ujungnya. Apabila diberikan arus listrik,
ujung logam akan menjadi panas dan memerah. Elemen yang memerah
tersebut yang akan digunakan untuk memotong kulup (preputium).14,20
18
Gambar 2.6. Alat yang digunakan dalam metode elektrokauteri
sumber : http://www.salimah.or.id/mengenal-7-metode-sunatkhitan-sirkumsisi/.20
Keunggulan metode ini adalah lebih cepat dalam pengerjaannya, tidak ada
risiko perdarahan yang berlebih sehingga sangat baik penggunaanya pada
anak dibawah usia 3 tahun. Kekurangan metode ini adalah menimbulkan
bau yang menyengat dalam pengerjaannya, dapat menyebabkan luka
bakar, serta sangat bergantung pada energi listrik sebagai sumber daya
utama sehingga jika terjadi kerusakan alat, maka akan terjadi sengatan
listrik yang beresiko bagi pasien maupun operator.14,20
7. Metode Flashcutter
Metode ini merupkan pengembangan dari metode elektrokauteri.
Perbedaanya terletak pada pisau yang terbuat dari logam yang lurus dan
tajam. Flashcutter dapat langsung digunakan walaupun tanpa adanya arus
listrik yang diberikan, sebab didalamnya telah terdapat energi dari baterai
isi ulang buatan Jepang. Di Indonesia, metode ini pertama kali digunakan
pada tahun 2006.14,20,21
8. Metode Laser Karbondiogsida (CO2)
Metode ini dilakukan dengan menggunakan laser CO2. Prinsip kerjanya
secara umum hampir sama dengan metode lainnya yaitu, setelah diberikan
anastesi lokal, bagian kulup ditarik dan dijepit dengan klem. Selanjutnya,
pemotongan kulup menggunakan laser CO2. Tidak terjadi perdarahan
apapun setelah proses sirkumsisi selesai dilakukan. Walaupun demikian,
kulit harus tetap dijahit supaya proses penyembuhannya berjalan dengan
19
baik. Tidak membutuhkan waktu yang lama dalam prosesnya, hanya
sekitar 10-15 menit saja proses sirkumsisi telah selesai dilakukan dengan
metode ini. Cara sirkumsisi seperti ini sangat cocok untuk anak-anak usia
pra pubertas. Kelebihannya operasi cepat, tidak terdapat perdarahan,
penyembuhan cepat, hasil sirkumsisinya baik, serta tidak terasa sakit atau
nyeri selama proses sirkumsisi berlangsung. Kelemahannya adalah harga
yang mahal dan hanya bisa dilakukan di Rumah Sakit yang besar dan telah
terakreditasi.14,20
9. Metode Plastibel
Metode ini telah dikembangkan pada tahun 1950 dan merupakan salah
satu variasi dari penjepit gomco.21
Gambar 2.7. Penjepit plastibel
sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21
10. Metode Dorsal Slit-Ventral
Dalam metode ini, dokter atau pelayan kesehatan yang bertugas akan
membuat sayatan agar dapat menentukan jarak antara batas kulup dengan
glands penis. Prinsip kerjanya sama yaitu, sebelum kulup dipotong,
terlebih dahulu diberikan celah antara glands penis dengan kulup, supaya
tidak terjadi cedera pada saat proses ini berlangsung.21
Metode ini
memungkinkan terjadi perdarahan yang berlebihan, serta apabila bekas
jahitannya tidak dirawat dengan baik maka akan menyebabkan infeksi.20,21
20
Gambar 2.8. Sirkumsisi dengan metode dorsal silt-ventral dengan memberi celah antara kulup
(preputium) dengan glands penis
sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.
21
Gambar 2.9. Proses menjahit setelah sirkumsisi dilakukan
sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21
2.1.4. Komplikasi
Tingkat efek samping setelah melakukan sirkumsisi sangat bervariasi di
seluruh dunia.5
Beberapa laporan menyebutkan frekuensi efek samping setelah
melakukan sirkumsisi merupakan hal yang sangat serius, hal ini disebabkan
selama periode 5 tahun terakhir lebih dari 74% dari semua kunjungan ahli urologi
pediatrik adalah untuk masalah komplikasi setelah sirkumsisi.5,21
Efek samping
(komplikasi) setelah melakukan sirkumsisi dikategorikan sebagai komplikasi awal
dan komplikasi akhir.21
Komplikasi awal misalnya, perdarahan, nyeri,
penghapusan kulit yang tidak memadai, serta infeksi situs bedah yang cenderung
kecil untuk diobati. Perdarahan pada pasien setelah melakukan sirkumsisi dengan
21
gangguan koagulasi dapat berakibat fatal. Komplikasi awal lainnya misalnya,
hispospadia, nekrosis kelenjar, dan amputasi kelenjar.5,21
Sementara itu,
komplikasi akhir meliputi inklusi kista epidermal, penghilangan kulup yang
berlebihan, fimosis, penis terkubur, penyempitan uretra, fistula uretrokutaneus,
meatitis, serta stenosis meatus.21,22
Semua komplikasi ini dapat terjadi akibat kurangnya kemampuan dokter
atau pelayan kesehatan mengenai teknik atau metode melakukan sirkumsisi
dengan benar. Ditambah lagi dengan peralatan yang tidak steril saat melakukan
sirkumsisi.5,21
Menganalisis teknik serta metode yang digunakan dalam sirkumsisi,
kebanyakan dokter serta pelayan medis menggunakan teknik lengan konvensial.
Sementara orang awam yang melakukan sirkumsisi sendiri lebih memilih
menggunakan metode elektrokauteri.22,23
Selain itu, dari beberapa laporan
menyebutkan bahwa sirkumsisi dengan metode lengan konvensional memiliki
resiko komplikasi lebih rendah dibandingkan dengan metode elektrokauteri.22
Beberapa komplikasi sering terjadi setelah dilakukan sirkumsisi antara
lain:
1. Kematian
Kematian merupakan salah satu kasus yang jarang ditemukan pada kasus
komplikasi setelah sirkumsisi.5,21
Laporan yang diterbitkan pleh Ontario
Pediatric Comite of Death2
pada tahun 2007 di New York disebutkan
bahwa dari 500 pria yang melakukan sirkumsisi hanya sekitar 0,5% pria
yang mengalami kematian setelah sirkumsisi.12,23
Hal ini diakibatkan
karena alat yang digunakan dalam sirkumsisi tidak steril, sehingga terjadi
infeksi dan mengakibatkan tetanus.12,21
2. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi yang paling umum terjadi setelah
sirkumsisi.21
Perdarahan dapat terjadi pada sepanjang kulit tepi antar
jahitan atau dari pembuluh darah dan yang paling sering terjadi pada
daerah frenulum.21,22
Biasanya pria yang mengalami perdarahan setelah
sirkumsisi adalah pria dengan penyakit hemofilia dan pria dengan kelainan
koagulasi.21
22
3. Infeksi
Infeksi dapat terjadi akibat prosedur bedah yang salah pada saat
melakukan sirkumsisi atau disebabkan penggunaan alat yang tidak steril
pada saat proses pembedahan.21
Dari beberapa kasus infeksi ditemukan
bahwa sirkumsisi dengan menggunakan penjepit plastibel dan gomco
memiliki resiko infeksi lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan
alat penjepit lainnya.22,23
Infeksi dapat dicegah dengan persiapan yang
tepat dari pasien, misalnya dengan menggunakan sarung tangan saat
membersihkan penis, menerapkan prosedur perawatan luka yang tepat
saat merawat luka bekas jahitan pada penis, serta mengkonsumsi
antibiotik untuk mencegah infeksi yang mungkin disebabkan karena
bakteri gram.21
4. Kehilangan Kulit (Wound Dehiscence)
Kehilangan kulit biasanya terjadi pada saat sirkumsisi neonatus.
Penyebabnya adalah kelebihan kulup (preputium) yang ditarik kedalam
penjepit dan dipotong saat melakukan sirkumsisi. Biasanya dapat sembuh
dengan cepat tanpa perawatan khusus.21
5. Meatus Stenosis (meatitis)
Dengan tidak adanya kulup. Eritema atau kemerahan biasanya terjadi
setelah melakukan sirkumsisi. Meatitis umumnya dapat dicegah dengan
memastikan bahwa penis tetap dalam keadaan kering setelah dilakukan
sirkumsisi. Dari beberapa kasus komplikasi di dunia, dilaporkan bahwa
pria yang mengalami meatiis setelah sirkumsisi adalah 26% dari total
keseluruhannya. Meatitis dapat diobati dengan cara meatotomi atau
meatoplasti.21,22,23
23
Gambar 2.10. Meatitis pada anak usia 3 tahun
sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21
6. Fistula Uretrokutaneus
Fistula uretrokutaneus merupakan komplikasi yang jarang ditemukan,
akan tetapi kasusnya meningkat setelah dilakukan sirkumsisi
menggunakan penjepit plastibel dan gomco. Biasnya ditemukan pada anak
yang melakukan sirkumsisi. Cedera uretra ini dapat ditangani ketika penis
telah berkembang dengan baik.21,23
7. Nekrosis Kelenjar
Nekrosis jarigan dapat terjadi sebagai akibat dari cedera selama sirkumsisi
berlangsung. Selain itu neksrosis jaringan juga dapat terjadi akibat
melakukan oberasi pergantian kelamin. Pengobatannya dengan diberikan
obat antibotik gosok pada kulit sehingga membuat jaringan yang
mengalami nekrosis mengelupas. Penggunaan elektrokauteri merupakan
kontraindikasi pada penjepit yang digunakan dalam sirkumsisi.21,22,23
8. Hispospadia
Hispospadia merupakan kelainan pada anak laki-laki, yang dicirikan
dengan posisi lubang kencing (ostium uretra externum) yang abnormal
yang tidak terletak pada ujung glands penis tetapi berada lebih di bawah
dan lebih pendek.5,22
Sebagian besar anak dengan kelainan hipospadia
memiliki bentuk penis yang melengkung.21
Hipospadia dapat disebabkan
karena kelainan genetik, maupun kesalahan prosedur dalam melakukan
sirkumsisi.21,23
24
2.2. Organ Genitalia Pria
2.2.1. Anatomi
Gambar 2.11. Potongan sagital organ reproduksi pria serta struktur-struktur di sekitarnya.
sumber : Tortora. Principles anatomi & physiology. Ed 13.24
Organ genitalia pria terdiri atas organ genitalia eksterna dan organ
genitalia interna.25,25,26
Organ genitalia eksterna terdiri atas skrotum dan
penis.24,25,26
Organ genitalia interna terdiri atas testis, saluran-saluran genitaia
yang terdiri atas, ductuli efferentes, ductus epididymis, ductus deferents, serta
ductus ejaculatorius, dan kelenjar-kelenjar genitalia yang terdiri atas, glandula
prostat, glandula bulbourethalis, serta vesicula seminalis.24,26,27
Secara umum,
organ genitalia interna terletak dalam cavum pelvica, hanya saja pada pria
sebagian besar terletak di luar cavum pelvica, yaitu terletak pada daerah perineum
dan inguinal.24,28
Sedangkan organ genitalia eksterna terletak di luar cavum
pelvica pada perineum (secara ginekologis).28,29
Berikut adalah pembahasan
mengenai organ genitalia eksterna (karena berkaitan dengan sirkumsisi).
25
Gambar 2.12. Sistem reproduksi pria tampak dari anterior
sumber : Martini, Nath. Fundamentals of anatomy and physiology. Ed 9.29
2.2.1.1. Penis
Penis merupakan organ reproduksi tubuler yang berfungsi untuk
mengeluarkan urin dan memindahkan sperma ke vagina selama berhubungan
seksual.28
Penis terbagi atas 3 bagian utama yaitu, glands penis, corpus penis, dan
radix penis.25,26,28
Terdapat pula bagian-bagian lain pada penis yaitu, orificium
urethtrae externum, urethtrae pars cavernosum, collumna glandis, corona glandis,
preputium, serta frenulum preputii.28
Bagian preputium atau kulup pembungkus
penis ini merupakan suatu kelenjar minyak yang akan menghasilkan cairan lilin
yang disebut dengan smegma.27
Akan tetapi smegma dapat menjadi sumber nutrisi
yang baik bagi bakteri, sehingga dapat terjadi peradangan ringan bahkan sampai
infeksi parah apabila tidak pernah dibersihkan secara baik.28,29
Kulup pembungkus
penis ini yang akan di potong pada saat melakukan sirkumsisi.29
26
Gambar 2.13. Pandangan anterior dan leteral penis, menampilkan jaringan erektil.
sumber : Martini, Nath. Fundamentals of anatomy and physiology. Ed 9.29
Penis memiliki radix yang terfiksasi serta corpus yang tergantung dengan
bebas. Radix penis dibentuk oleh bulbus penis, crus penis dextrum, dan crus
penis sinistrum yang disebut tiga massa jaringan erektil penis. Bulbus penis
terletak pada garis tengah serta melekat pada permukaan bawah diafragma
urogenital Bulbus dilalui oleh urethtra dan permukaan luarnya dibungkus oleh
musculus bulbospongiosus. Masing-masing crus penis, baik sinistra maupun
dextra melekat pada tepi arcus pubis dan permukaan luarnya diliputi oleh
musculus ischiocavernosus. Bulbus melanjutkan diri ke anterior sebagai corpus
penis dan membentuk corpus spongiosum penis. Di bagian anterior, crus sinistra
dan crus dextra penis akan saling mendekati dan pada bagian dorsal corpus
terletak saling berdampingan dan membentuk corpus cavernosum penis.25,26,27
27
Gambar 2.14. Penis. A dan B. Tiga korpus jaringan erektil, dua corpora cavernosa dan satu
corpus spongiosum dengan glands penis. C. Uretra pars spongiosum yang terbuka untuk
memperlihatkan lipatan membran mukosa dan muara kelenjar di bagian atas uretra
sumber : Snell R. Anatomi klinis berdasarkan sistem.25
28
Corpus penis atau batang penis terdiri atas tiga jaringan erektil yang
diliputi pembungkus (fascia) yang berbentuk tubular yang disebut fascia buck.
Ketiga jaringan erektil ini terbentuk dari dua corpora cavernosa yang terletak pada
daerah dorsal (saling berkaitan satu sama lainnya) dan corpus spongiosum yang
terletak pada bagian vetralnya. Pada bagian distal corpus spongiosum akan
melebar dan membentuk glands penis, yang meliputi ujung distal corpora
cavernosa. Pada ujung glands penis terdapat muara dari urethrae yang disebut
meatus urethrae externus.25,26,29
Pada penis juga terdapat otot-otot yang disebut musculi penis yang terdiri
atas, musculus bulbospongiosum dan musculus ischiocavernosus (seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya). Musculus bulbospongiosus terletak di sisi kanan
dan kiri garis tengah, meliputi bulbus penis dan pada bagian posterior corpus
spongiosum penis. Musculus bulbospongiosum ini berfungsi menekan urethtrae
pars spongiosa serta mengosongkan urin atau sisa cairan semen. Musculus
bulbospongiosum juga berperan dalam proses ereksi penis, serta menghambat
aliran vena dari jaringan erektil, akibat penekanan dari serabut-serabut anterior
terhadap vena dorsalis penis. Musculus ischiocavernosus yang meliputi crus penis
pada masing-masing sisi. Fungsinya menekan crus penis dan membantu dalam
proses ereksi sama halnya musculus bulbospongiosum.27,29
Penis di vaskularisasi oleh arteri dan vena. Corpora cavernosa penis di
vaskularisasi oleh arteria profunda penis. Corpus spongiosum di vaskularisasi oleh
arteria bulbi penis. Serta terdapat pula arteria dorsalis penis. Semua arteri ini
merupakan cabang dari arteria pudenda internum. Vena-vena yang memberi
vaskularisasi pada penis bermuara pada venae pudendae internae.26,28,29
Penis di inervasi oleh nervus pudendus dan plexus pelvicus. Pada penis
juga terdapat aliran limfe. Cairan limfe pada kulit penis akan dialirkan ke
kelompok medial nodus inguinalis superficialis. Struktur-struktur profunda penis
akan mengalirkan cairan limfenya ke nodi iliaci interni.25,29
29
2.2.1.2. Skrotum
Gambar 2.15. Skrotum sebagai struktur pendukung dari testis.
sumber : Tortora. Principles anatomi & physiology. Ed 13.24
Skrotum merupakan kantung kulit elastis dan fascia atau pembungkus
yang berisi testis dan epididymis.25,26,28
Kulit skrotum sangat beralur erta di
tumbuhi rambut-rambut halus yang jarang.27
Pada skrotum juga terdapat raphe
scrotalis yang merupakan asal bilateral skrotum.25
Skrotum berfungsi untuk
melindungi testis serta sebagai pengatur suhu agar kualitas sperma tetap
terjaga.28,29
Skrotum dapat mengkerut apabila berada pada suhu yang dingin, dan
dapat menggantung saat berada pada suhu yang panas atau temperatur tinggi.28
2.3. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah seperangkat pemahaman, pengertian dan ilmu sebagai
tingkat kemampuan dan tingkat pengetahuan seseorang untuk membayangkan dan
mempersepsikan suatu topik. Tingkat pengetahuan merupakan domain yang
penting dalam pembentukan sikap maupun tindakan seseorang.30
Meskipun
demikian, tingkat pengetahuan tidak selalu tercermin dalam sikap dan tindakan
seseorang.31
30
Pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah seseorang mengetahui
dan melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui pancaindra manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga.32
Untuk mengukur tingkat pengetahuan seseorang terdiri dari 6
tingkatan. Tingkatan pengetahuan tersebut mencakup kompetensi ketrampilan
intelektual yang dimulai dari hal sederhana sampai domain yang paling kompleks.
Adapun tingkatan pengetahuan tersebut adalah:
1. Tahu (Know), artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang diterima.
Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. 32,33
2. Memahami (Comprehention), diartikan sebagai kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang suatu objek yang diketahui dan
kemampuan untuk menginterpretasikan materi tersebut dengan benar dan
tepat. 32,33
3. Aplikasi (Aplication), adalah kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi tahu kondisi yang tepat. 32,33
4. Analisis (Analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suat
u objek kedalam berbagai komponen, yang masih didalam struktur organis
asi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 32,33
5. Sintesis (Synthesis), merupakan kemampuan untuk menghubungkan
beberapa bagian menjadi suatu keseluruhan yang baru, dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi yang
baru dari formulasi telah ada.32,33
6. Evaluasi (Evaluation), adalah kemampuan untuk melakukan penilaian dari
suatu materi atau objek. Penilaian tersebut harus berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.
32,33
31
Menurut Notoatmodjo (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
adalah:30
1. Sosial Ekonomi
Faktor lingkungan sosial dan ekonomi merupakan faktor yang
mempengaruhi pengetahuan karena kedua faktor ini mendukung tingginya
pengetahuan dan yang berkaitan dengan ekonomi juga pendidikan seseorang.
Faktor ekonomi mempunyai hubungan sebab akibat dengan tingkat
pendidikan seseorang, contohnya jika seseorang yang memiliki tingkat
ekonomi yang rendah maka akan berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuannya,dan begitu juga sebaliknya.30
2. Kultur (Budaya dan Agama)
Faktor budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan
seseorang, karena informasi baru yang diterima seseorang akan disaring,
sehingga harus sesuai dengan budaya yang ada dan agama yang dianut.30
3. Pendidikan
Makin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang maka ia akan mudah
menerima hal-hal baru dan mudah juga menyesuaikan dirinya dengan hal baru
tersebut.30
4. Pengalaman
Faktor pengalaman berkaitan dengan umur dan pendidikan individu,
contoh yang berkaitan dengan pendidikan yaitu seseorang yang berpendidikan
tinggi pasti akan mempunyai pengalaman yang luas, sedangkan yang
berhubungan dengan umur yaitu jika semakin tua umur seseorang maka
pengalaman yang dimiliki akan makin banyak.30
2.4. Pengetahuan Mahasiswa Pria mengenai Pentingnya Sirkumsisi Pada
Organ Genitalia
Hingga saat ini, tingkat pengetahuan akan sirkumsisi masih sangat rendah
di Indonesia. Sosialisasi untuk menambah wawasan serta pemahaman akan
sirkumsisi pada organ genitalia pun sampai saat ini belum optimal dilakukan.
Dalam studi lanjutan di Texas, ditemukan bahwa 27% pria tidak melakukan
32
sirkumsisi pada organ genitalia mereka, disebabkan karena mereka tidak memiliki
pengetahuan apapun mengenai sirkumsisi.3
Perhatian pada tingkat pendidikan
kedokteran sudah semakin jelas. Pendidikan tingkat tinggi dipandang sebagai cara
bijaksana untuk menginterinvensi profesi kedokteran sehingga kelak ketika
mahasiswa lulus dapat berkarya sesuai dengan keilmuan dan harapan masyarakat.
Oleh karenanya, survei mengenai tinggi rendahnya pengetahuan mahasiswa pria
mengenai pentingnya sirkumsisi pada organ genitalia amat berguna bagi
mahasiswa bidang kedokteran serta bagi institusi. Hasil survei ini akan
menunjukan tingkatan mahasiswa dan intervensi lanjut yang barangkali
diperlukan institusi pendidikan kedokteran.
Survei yang dilakukan di Universitas KwaZulu-Natal Afrika Selatan,
menunjukan bahwa tingkat pengetahuanmahasiswa akan sirkumsisi sudah
dikategorikan cukup baik dengan presentase 66,43%. Bahkan ada beberapa
mahasiswa pria yang bersedia untuk melakukan sirkumsisi pada organ genitalia
mereka setelah memperoleh informasi mengenai sirkumsisi, dengan alasan untuk
kesehatan dan kebersihan organ genitalianya.7
Oleh karena itu intervensi untuk
membentuk sikap melalui pengetahuan sedapat mungkin disampaikan dengan
menarik. Dunia pendidikan formal, saat mahasiswa kedokteran dan profesi
kesehatan menuntut ilmu tentu sebaiknya memanfaatkan dirinya agar dapat
memberikan intervensi yang bermakna.
33
2.5. Kerangka Teori
Gambar 2.16. Kerangka Teori
Sirkumsisi
Sejarah
Metode
Komplikasi
Organ Genitalia
Anatomi
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kategorik dengan survei
yang menggunakan desain penelitian cross sectional (studi potong lintang).
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampus Fakultas Kedokteran Universitas
Pattimura Ambon. Waktu penelitian dimulai pada bulan November 2014 dan
berakhir pada bulan Januari 2015, atau selama proses pembelajaran dalam blok
metodologi penelitan berlangsung.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa pria Fakultas Kedokteran
Universitas Pattimura Ambon. Penentuan Populasi ini dengan alasan
keterjangkauan.
3.3.2. Sampel Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan pada mahasiswa pria Fakultas kedokteran
Universitas Pattimura Ambon. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara acak
sederhana (simple random sampling).
3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian
Data diambil dari mahasiswa tingkat pertama, ketiga, kelima, dan tingkat
akhir pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon.
Peneliti akan menggunakan tabel random dengan menghubungkan nomor yang
keluar dari tabel acak dengan nomor absensi mahasiswa pada setiap angkatan.
35
Rumus perhitungan jumlah sampel mengikuti rumusan deskriptif
kategorik:
n = besar sampel; Zα = derivate baku alpha,yang ditetapkan oleh peneliti. Dalam
kasus ini peneliti menetapkan α = 5% sehingga ditemukan Zα = 1,96
P = proporsi kategori yang akan diteliti. Dalam hal ini belum ada kepustakaan
khusus di Indonesia, oleh karenanya untuk menjamin besar minimal sampel
maksimal, maka P ditentukan sebesar 0,5. Q = [1-P] = 0,5. d = presisi penelitian
yang ditentukan oleh peneliti sebesar 0,1.
Berdasarkan rumus besar sampel di atas, maka akan ditemukan n = 96
responden. Untuk memperluas perolehan data, jumlah tersebut ditambah 10%
untuk populasinya sehingga menjadi 106 responden.
3.4. Kriteria Restriksi
3.4.1. Kriteria Inklusi
Terdaftar resmi sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Pattimura Ambon tahun ajaran 2014/2015 (daftar registrasi) semester satu, tiga,
lima, dan tujuh.
3.4.2. Kriteria Ekslusi
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Patimura Ambon yang tidak
kooperatif dalam penelitian.
3.5. Variabel Penelitian
3.5.1. Variabel Terikat
Adapun variabel terikat dalam penelitian ini, yaitu pentingnya sirkumsisi
pada organ genitalia pria.
36
3.5.2. Variabel Bebas
Adapun variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu pengetahuan mahasiswa
pria Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon.
3.6. Kerangka Konsep
Keterangan :
= Variabel Bebas
= Variabel Terikat
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian
3.7. Defenisi Operasional
Variabel Defenisi Operasional
Cara
Pengukuran
Skala
Pengukuran
Hasil Ukur
Pengetahuan
Pengetahuan
merupakan
seperangkat
pemahaman,
pengertian, serta ilmu
sebagai tolak ukur
seseorang dalam
membayangkan atau
mempersepsi sebuah
objek.1
Pengetahuan
dalam hal ini berkaitan
dengan sirkumsisi pada
organ genitalia.
Kuesioner Ordinal
1.Baik jika
jumlah skor
responden 8 -
10
2.Cukup jika
jumlah skor
responden 6 - 7
3.Kurang jika
skor responden
>6
Tabel 3.1. Defenisi Operasional
Mahasiswa Fakultas
Kedokteran
Universitas Pattimura
Ambon
Pentingnya Sirkumsisi
Pada Organ Genitalia
Pengetahuan
37
3.8. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan adalah
kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan. Dan nantinya responden akan
diwawancarai oleh pewawancara (peneliti), guna memperoleh segala inormasi
yang berkaitan dengan pengetahuan mereka mengenai pentingnya sirkumsisi pda
organ genitalia.
3.9. Pengumpulan Data
Persetujuan setelah penjelasan (Informed consent) akan diminta sebelum
memulai pengisisan kuesioner. Data akan dikumpulkan menggunakan kuesioner
dan akan divalidasi pada 20 orang mahasiswa FK Unpatti. Untuk memastikan
keterisian kuesioner, peneliti akan melakukan wawancara. Follow-up akan
dilakukan bilamana kuesioner belum terisi sepenuhnya. Data demografik
dikumpulkan setelah pemberian informed consent. Setiap hari peneliti akan
berusaha untuk mewawancarai 10 responden. Sehingga pengumpulan data
diharapkan selesai dalam waktu 2-3 minggu dengan memperhitungkan penundaan
dan pencarian ulang terhadap responden yang sulit ditemui. Pengambilan
responden ditentukan dengan acak sederhana dengan cara mengaitkan tabel acak
terhadap daftar hadir tiap angkatan. Kemudian, tim peneliti akan menghubungi
responden yang ditentukan dan membuat perjanjian untuk bertemu dengan
responden guna wawancara terstruktur untuk pengisian kuesioner mengenai
pengetahuan akan sirkumsisi pada organ genitalia. Semua pewawancara akan
mengikuti pelatihan tiga hari sebelum mengadakan pengisian kuesioner agar
terdapat persamaan persepsi dalam pengisian kuesioner. Pelatihan juga bertujuan
agar pengumpul data fasih mengenali isi kuesioner. Dua minggu setelah pelatihan,
para pengumpul data berkumpul dan mengevaluasi hasil pengumpulan data. Bila
terdapat kesulitan pencarian data maka tim peneliti akan menyelesaikan kesulitan
itu. Keputusan akan diambil bila diperlukan tambahan alokasi waktu untuk
melakukan wawancara untuk mencapai target minimal sesuai perhitungan sampel
di atas.
38
3.10. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dibantu dengan piranti lunak SPSS. Data akan
dimasukkan segera setelah wawancara. Data antar pengumpul data dipertukarkan
dan dilakukan re-entry dengan file yang berbeda. Kedua data kemudian diperiksa
kembali, koreksi dilakukan bilamana data tidak saling sesuai. Data cleaning akan
dilakukan sebelum analisis oleh peneliti. Kedua file (pertama dan kedua) akan
dibandingkan. Jika ada perbedaan diantara keduanya, kuesioner asli akan
dijadikan dasar dalam melakukan koreksi. Pemeriksaan logis data deskripsi akan
dilakukan sebagai fungsi monitoring dan dilakukan koreksi bilamana perlu
terutama pada data-data yang seharusnya tidak terjawab. Analisis deskriptif akan
dilakukan pada seluruh data. Konfiden interval (α=0.05) akan digunakan.
3.11. Alur penelitian
Gambar 3.2. Kerangka alur penelitian
Mahasiswa pria FK Unpatti
Analisis data dan
penyusunan laporan
penelitian
Subjek Penelitan
Pengisisan kuesioner dan
wawancara
Kuesioner
Kriteria inklusi
Uji validitas kepada
15 orang mahasiswa
Melatih wawancara
39
3.12. Etika Penelitian
Tinjauan etik akan dilakukan oleh Komite Etik Penelitian, Fakultas
Kedokteran Universitas Pattimura Ambon. Formulir tinjauan etik yang tersedia di
Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon akan digunakan sebagai
registrasi penelitian ini kepada Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas
Pattimura Ambon disertai dengan proposal yang telah disetujui.
3.13. Jadwal Pelaksanaan penelitian
Kegiatan Bulan Ke-
5 6 7 8 9 10 11 12
Penyusunan proposal
Seminar proposal
Perbaikan proposal
Pengumpulan data
Pengolahan dan analisis data
Ujian skripsi
Tabel 3.2. Jadwal pelaksanaan penelitian
ix
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. The global prevalence of male circumcision:
information package on male circumcision and HIV prevention insert 2.
[Internet]. 2007 [cited 2014 Nov 22]. Available from:
http://www.who.int/hiv/pub/malecircumcision/infopack_en_2.pdf
2. World Health Organization. Traditional male circumcision among young
people: a public health perspective in the context of HIV. [Internet]. 2009
Nov [cited 2014 Dec 26]. Available from:
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241598910_eng.pdf
3. World Health Organization. Male circumcision: global trends and
determinats of prevalence, safety, and acceptability. [Internet]. 2007 [cited
2014 Nov 22]. Available from:
http://whqlibdoc.who.int/publications/2007/9789241596169_eng.pdf
4. World Health Organization. Male circumcision and HIV prevention: in
eastern and southern Africa. [Internet]. 2007 [cited 2014 Nov 22].
Available from:
http://www.who.int/hiv/pub/malecircumcision/cntry_experiences_se_afric
a_06.09.09.pdf
5. The Royal Australian College of Physicians. Circumcision of infant males:
pediatrics & child health division. [Internet]. 2010 Sep [cited 2014 Nov
22]. Available from:
www.racp.edu.au
6. World Health Organization. Neonatal and child male circumcision: a
global reviews. [Internet]. 2010 April [cited 2014 Dec 26]. Available from:
http://www.who.int/hiv/pub/malecircumcision/neonatal_child_MC_UNAI
DS.pdf
7. Naidoo PV, Dawood F, Driver C, Narainsamy M, Ndlovu S, Ndlovu V.
Knowlwedge, attitudes and perception of pharmacy and nursing students
towards male circumcision and HIV in a KwaZulu-Natal University, South
Africa. Publish on 2012 Jul 11 [cited on 2014 Dec 26]. Available from:
x
http://www.phcfm.org/index.php/phcfm/article/viewFile/327/413
8. Phiri M. Awarness, knowledge, attitudes and up-take of male circumcision
as an HIV prevention strategy among youth in Zambia: a case study of
Lusaka district. Publish on 2011 [cited on 2014 Dec 26]. Available from:
http://dspace.unza.zm:8080/xmlui/bitstream/handle/123456789/1059/Cove
r%20and%20preliminary%20pages.pdf?sequence=2
9. Nasution Syaifuddin. Gambaran pengetahuan orang tua tentang sirkumsisi
pada anak laki-laki di kelurahan perintis kecamatan medan timur tahun
2010. [Skripsi]. Fakultas kedokteran. Universits Sumatra Utara. 2010
10. Massry SG. History of circumcision: a religious obligation or a medical
necessity. Origns of nephrology. 2011:100-2
11. Mohammad A, Ghazo Al, Banihani KE. Circumcision revision in male
children. Pediatric urology. International braz Jpurnal urology. 2006 July-
August,32(4):454-58
12. Urological Society of Australia and New Zealand. Circumcision – surgical
procedures. Publish on 2013 [cited on 2014 Dec 26]. Available from :
http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcpdf.nsf/ByPDF/Circumcisio
n_surgical_procedures/$File/Circumcision_surgical_procedures.pdf
13. Department of Health and Human Services-USA (CDC). Male
circumcision. Publish on 2013 [cited on 2014 Dec 26]. Available from:
http://www.cdc.gov/hiv/resources/factsheets/PDF/circumcision.pdf
14. Hirji H, Charlton R, Sarmah S. Male circumcision: a review of the
evidence. Journal of Men’s Health and Gender. 2005 March,2(1):21-30
15. Draper R, Knott L, Willacy H. Circumcision. Publish on 2013 May 04
[cited on 2014 Dec 26]. Available from:
http://www.patient.co.uk/pdf/1250.pdf#
16. King PJ. Who did it, who didn’t and why. Biblical archaeology review.
2006;36:49-55.
17. Richards D. Male circumcision: medical or ritual? J Law Med. 1996;3:1-
13
xi
18. Remondino PC. History of circumcision from the earlier time to the
present. Publish on 1891. BiblioBazaar; 2008
19. Brigman, W.E. Circumcision as a child abuse: the legal and constitutional
issues. J Family Law. 1985;23:337-339
20. Salimah. Mengenal 7 metode sunat/khitan. Publish on 2014 Februry 24
[cited on 2014 Dec 26]. Available from:
http://www.salimah.or.id/mengenal-7-metode-sunatkhitan-sirkumsisi/
21. Aaron J, Krill, Lane S, Pallmer, Jeffrey S, Palmer. Complications of
circumcision. The Scientific World Journal.2011,(11): 2458-68
22. Bailey RC, Plummer FA, Moses S. Male circumcision and HIV
prevention: current knowlwdge and future research directions. Lancet
Infectious Dieases. 2001,1: 223-31
23. Thorup J, Thorup SC, Ifaoui IBR. Complication rate after ircumcision in
pediatric surgical setting should not be neglected. Danish Medical Journal.
2013 August,60(8): 4681-83
24. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. Ed.13.
Hoboken: John Wiley & Sons, 2012
25. Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan sistem. Sugiharto L, penerjemah;
Hartanto H, et al, editor. Jakarta: EGC, 2011
26. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed.6. Sugiharto L,
penerjemah; Hartanto H, et al, editor. Jakarta: EGC, 2006
27. Ellis H. Clinical anatomy a revision and applied anatomy for clinical
student. Ed 11. British: Blackwell publish, 2006
28. Marieb EN, Hoehn K. Human anatomy & physiology. Ed 9. United states
of America: Pearson, 2011
29. Martini FH, Nath JL, Bartholomew. Fundamentals of anatomy &
physiology. Ed 9. United States of America: Pearson, 2010
30. World Health Organization. Advocacy, communication and
socialmmobilization for TB control: a guide to developing knowledge,
attitude and practice surveys [Internet]. 2008 [cited 2014 Jan 8]. Available
from:
x
http://www.who.int/tb/people_and_communities/advocacy_communicatio
n/en
31. Data Collection the KAP Survey Model. Knowledge, attitudes, and
practice survey model [Internet]. 2011 [cited 2014 Jan 27]. Available
from:
http://issuu.com/doctorsoftheworld/docs/mdm_guide_kap_survey_2011
32. Atmawati C. Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang asi dengan
perilaku perawatan payudara postpartum di rumah bersalin An Nissa
Surakarta [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret. 2010
33. Rinendy D. Hubungan antara pengetahuan dan sikap mahasiswa profesi
dengan tindakan pencegahan penyakit menular di RS Gigi dan Mulut
Universitas Jember [Skripsi]. 2012

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

240289728 refleksi-kasus
240289728 refleksi-kasus240289728 refleksi-kasus
240289728 refleksi-kasusharun9693
 
Promkes (midwifery)-- Prinsip Perubahan Perilaku
Promkes (midwifery)-- Prinsip Perubahan  PerilakuPromkes (midwifery)-- Prinsip Perubahan  Perilaku
Promkes (midwifery)-- Prinsip Perubahan PerilakuLindarti Marsiyah
 
Modul 5 kb1 persiapan pasien pre operatif
Modul 5 kb1 persiapan pasien pre operatifModul 5 kb1 persiapan pasien pre operatif
Modul 5 kb1 persiapan pasien pre operatifUwes Chaeruman
 
SIKLUS MENSTRUASI
SIKLUS MENSTRUASISIKLUS MENSTRUASI
SIKLUS MENSTRUASIshelviaa
 
Pemeriksaan Fisik Pada Ibu Hamil
Pemeriksaan Fisik Pada Ibu HamilPemeriksaan Fisik Pada Ibu Hamil
Pemeriksaan Fisik Pada Ibu Hamilpjj_kemenkes
 
Makalah Kesehatan Reproduksi Konsep Gender
Makalah Kesehatan Reproduksi Konsep GenderMakalah Kesehatan Reproduksi Konsep Gender
Makalah Kesehatan Reproduksi Konsep GenderShafa Nabilah Eka Puteri
 
Kerusakan jalan lahir
Kerusakan jalan lahirKerusakan jalan lahir
Kerusakan jalan lahirNova Ci Necis
 
LP kala II lama
LP kala II lamaLP kala II lama
LP kala II lamaneng elis
 
Alat alat kebidanan beserta fungsinya
Alat alat kebidanan beserta fungsinyaAlat alat kebidanan beserta fungsinya
Alat alat kebidanan beserta fungsinyafitri fitriani
 
peningkatan Tekanan IntraCranial
peningkatan Tekanan IntraCranialpeningkatan Tekanan IntraCranial
peningkatan Tekanan IntraCranialNoorahmah Adiany
 

Was ist angesagt? (20)

06 partograf
06 partograf06 partograf
06 partograf
 
Soal etikolegal
Soal etikolegalSoal etikolegal
Soal etikolegal
 
240289728 refleksi-kasus
240289728 refleksi-kasus240289728 refleksi-kasus
240289728 refleksi-kasus
 
askeb abortus imminens
askeb abortus imminensaskeb abortus imminens
askeb abortus imminens
 
INFERTILITAS
INFERTILITASINFERTILITAS
INFERTILITAS
 
Promkes (midwifery)-- Prinsip Perubahan Perilaku
Promkes (midwifery)-- Prinsip Perubahan  PerilakuPromkes (midwifery)-- Prinsip Perubahan  Perilaku
Promkes (midwifery)-- Prinsip Perubahan Perilaku
 
Atresia Rekti Atresia Ani
Atresia Rekti Atresia AniAtresia Rekti Atresia Ani
Atresia Rekti Atresia Ani
 
Modul 5 kb1 persiapan pasien pre operatif
Modul 5 kb1 persiapan pasien pre operatifModul 5 kb1 persiapan pasien pre operatif
Modul 5 kb1 persiapan pasien pre operatif
 
SIKLUS MENSTRUASI
SIKLUS MENSTRUASISIKLUS MENSTRUASI
SIKLUS MENSTRUASI
 
Retensi urine
Retensi  urineRetensi  urine
Retensi urine
 
Pemeriksaan Fisik Pada Ibu Hamil
Pemeriksaan Fisik Pada Ibu HamilPemeriksaan Fisik Pada Ibu Hamil
Pemeriksaan Fisik Pada Ibu Hamil
 
Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan GinekologiPemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan Ginekologi
 
Makalah Kesehatan Reproduksi Konsep Gender
Makalah Kesehatan Reproduksi Konsep GenderMakalah Kesehatan Reproduksi Konsep Gender
Makalah Kesehatan Reproduksi Konsep Gender
 
Isi
IsiIsi
Isi
 
Kerusakan jalan lahir
Kerusakan jalan lahirKerusakan jalan lahir
Kerusakan jalan lahir
 
Plasenta Previa
Plasenta PreviaPlasenta Previa
Plasenta Previa
 
LP kala II lama
LP kala II lamaLP kala II lama
LP kala II lama
 
Alat alat kebidanan beserta fungsinya
Alat alat kebidanan beserta fungsinyaAlat alat kebidanan beserta fungsinya
Alat alat kebidanan beserta fungsinya
 
PERAWATAN PAYUDARA
PERAWATAN PAYUDARAPERAWATAN PAYUDARA
PERAWATAN PAYUDARA
 
peningkatan Tekanan IntraCranial
peningkatan Tekanan IntraCranialpeningkatan Tekanan IntraCranial
peningkatan Tekanan IntraCranial
 

Andere mochten auch

Kti lia akmaliah
Kti lia akmaliahKti lia akmaliah
Kti lia akmaliahYondy Arion
 
materi baru
materi barumateri baru
materi baruRe Mo
 
Laporan kegiatan posdaya kesehatan
Laporan kegiatan posdaya kesehatanLaporan kegiatan posdaya kesehatan
Laporan kegiatan posdaya kesehatanMoch Adi Sucipto
 
Proposal Pengaruh kinesio taping terhadap penurunan derajat myeri pada kasus ...
Proposal Pengaruh kinesio taping terhadap penurunan derajat myeri pada kasus ...Proposal Pengaruh kinesio taping terhadap penurunan derajat myeri pada kasus ...
Proposal Pengaruh kinesio taping terhadap penurunan derajat myeri pada kasus ...Muhammad Gifari
 
Surveilans TBC
Surveilans TBC Surveilans TBC
Surveilans TBC Riri Santu
 
36 protap pengambilandanpenyediaanspesimen
36 protap pengambilandanpenyediaanspesimen36 protap pengambilandanpenyediaanspesimen
36 protap pengambilandanpenyediaanspesimenPENDIDIKAN & KESEHATAN
 
Hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian bblr di rsud banjarbaru
Hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian bblr di rsud banjarbaruHubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian bblr di rsud banjarbaru
Hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian bblr di rsud banjarbaruOperator Warnet Vast Raha
 
Proposal kegiatan pelatihan kewirausahaan
Proposal kegiatan pelatihan kewirausahaanProposal kegiatan pelatihan kewirausahaan
Proposal kegiatan pelatihan kewirausahaanYan Thea
 

Andere mochten auch (12)

Kti lia akmaliah
Kti lia akmaliahKti lia akmaliah
Kti lia akmaliah
 
materi baru
materi barumateri baru
materi baru
 
Laporan kegiatan posdaya kesehatan
Laporan kegiatan posdaya kesehatanLaporan kegiatan posdaya kesehatan
Laporan kegiatan posdaya kesehatan
 
J500060022
J500060022J500060022
J500060022
 
Antepartum hemorrhage
Antepartum hemorrhageAntepartum hemorrhage
Antepartum hemorrhage
 
Proposal Pengaruh kinesio taping terhadap penurunan derajat myeri pada kasus ...
Proposal Pengaruh kinesio taping terhadap penurunan derajat myeri pada kasus ...Proposal Pengaruh kinesio taping terhadap penurunan derajat myeri pada kasus ...
Proposal Pengaruh kinesio taping terhadap penurunan derajat myeri pada kasus ...
 
Surveilans TBC
Surveilans TBC Surveilans TBC
Surveilans TBC
 
Makalah pemeriksaan lab darah
Makalah pemeriksaan lab darahMakalah pemeriksaan lab darah
Makalah pemeriksaan lab darah
 
Karya ilmiah (hiv aids)
Karya ilmiah (hiv aids)Karya ilmiah (hiv aids)
Karya ilmiah (hiv aids)
 
36 protap pengambilandanpenyediaanspesimen
36 protap pengambilandanpenyediaanspesimen36 protap pengambilandanpenyediaanspesimen
36 protap pengambilandanpenyediaanspesimen
 
Hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian bblr di rsud banjarbaru
Hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian bblr di rsud banjarbaruHubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian bblr di rsud banjarbaru
Hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian bblr di rsud banjarbaru
 
Proposal kegiatan pelatihan kewirausahaan
Proposal kegiatan pelatihan kewirausahaanProposal kegiatan pelatihan kewirausahaan
Proposal kegiatan pelatihan kewirausahaan
 

Ähnlich wie Sirkumsisi Pengetahuan

Laporan pkm penyuluhan kespro
Laporan pkm penyuluhan kesproLaporan pkm penyuluhan kespro
Laporan pkm penyuluhan kesproAyunina2
 
Panduan Diskusi Kelompok Pengguna Napza Suntik
Panduan Diskusi Kelompok Pengguna Napza SuntikPanduan Diskusi Kelompok Pengguna Napza Suntik
Panduan Diskusi Kelompok Pengguna Napza SuntikSketchpowder, Inc.
 
Hasil monev-jkn-21092014
Hasil monev-jkn-21092014Hasil monev-jkn-21092014
Hasil monev-jkn-21092014neni teh
 
Daftar isi
Daftar isiDaftar isi
Daftar isineni teh
 
PKL 2 RSIB (FIXNYA PAKE BGT).docx
PKL 2 RSIB (FIXNYA PAKE BGT).docxPKL 2 RSIB (FIXNYA PAKE BGT).docx
PKL 2 RSIB (FIXNYA PAKE BGT).docxNetaDwiAgt
 
Hasil survei penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar...
Hasil survei penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar...Hasil survei penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar...
Hasil survei penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar...AntiNarkoba.com
 
Analisis faktor faktor yang mempengaruhi
Analisis faktor faktor yang mempengaruhiAnalisis faktor faktor yang mempengaruhi
Analisis faktor faktor yang mempengaruhiyogieardhensa
 
Pedoman dan Modul Pendidikan Kecakapan Hidup untuk Pencegahan HIV dan AIDS ba...
Pedoman dan Modul Pendidikan Kecakapan Hidup untuk Pencegahan HIV dan AIDS ba...Pedoman dan Modul Pendidikan Kecakapan Hidup untuk Pencegahan HIV dan AIDS ba...
Pedoman dan Modul Pendidikan Kecakapan Hidup untuk Pencegahan HIV dan AIDS ba...IWAN SUKMA NURICHT
 
Kanker serviks (sistem reproduksi)
Kanker serviks (sistem reproduksi)Kanker serviks (sistem reproduksi)
Kanker serviks (sistem reproduksi)Okta-Shi Sama
 
Abstrak,daftr isi,dll
Abstrak,daftr isi,dllAbstrak,daftr isi,dll
Abstrak,daftr isi,dllevinurleni
 
Abstrak,daftr isi,dll
Abstrak,daftr isi,dllAbstrak,daftr isi,dll
Abstrak,daftr isi,dllevinurleni
 
Abstrak,daftr isi,dll
Abstrak,daftr isi,dllAbstrak,daftr isi,dll
Abstrak,daftr isi,dllevinurleni
 

Ähnlich wie Sirkumsisi Pengetahuan (20)

Laporan pkm penyuluhan kespro
Laporan pkm penyuluhan kesproLaporan pkm penyuluhan kespro
Laporan pkm penyuluhan kespro
 
Panduan Diskusi Kelompok Pengguna Napza Suntik
Panduan Diskusi Kelompok Pengguna Napza SuntikPanduan Diskusi Kelompok Pengguna Napza Suntik
Panduan Diskusi Kelompok Pengguna Napza Suntik
 
SMD Legian 2022.pdf
SMD Legian 2022.pdfSMD Legian 2022.pdf
SMD Legian 2022.pdf
 
Hasil monev-jkn-21092014
Hasil monev-jkn-21092014Hasil monev-jkn-21092014
Hasil monev-jkn-21092014
 
Daftar isi
Daftar isiDaftar isi
Daftar isi
 
Buku Saku - Panduan Investigasi Pejabat Publik untuk Masyarakat (MAPPI FHUI)
Buku Saku - Panduan Investigasi Pejabat Publik untuk Masyarakat (MAPPI FHUI)Buku Saku - Panduan Investigasi Pejabat Publik untuk Masyarakat (MAPPI FHUI)
Buku Saku - Panduan Investigasi Pejabat Publik untuk Masyarakat (MAPPI FHUI)
 
PKL 2 RSIB (FIXNYA PAKE BGT).docx
PKL 2 RSIB (FIXNYA PAKE BGT).docxPKL 2 RSIB (FIXNYA PAKE BGT).docx
PKL 2 RSIB (FIXNYA PAKE BGT).docx
 
Hasil survei penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar...
Hasil survei penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar...Hasil survei penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar...
Hasil survei penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar...
 
Analisis faktor faktor yang mempengaruhi
Analisis faktor faktor yang mempengaruhiAnalisis faktor faktor yang mempengaruhi
Analisis faktor faktor yang mempengaruhi
 
Modul3 mortalitas
Modul3 mortalitasModul3 mortalitas
Modul3 mortalitas
 
Pedoman dan Modul Pendidikan Kecakapan Hidup untuk Pencegahan HIV dan AIDS ba...
Pedoman dan Modul Pendidikan Kecakapan Hidup untuk Pencegahan HIV dan AIDS ba...Pedoman dan Modul Pendidikan Kecakapan Hidup untuk Pencegahan HIV dan AIDS ba...
Pedoman dan Modul Pendidikan Kecakapan Hidup untuk Pencegahan HIV dan AIDS ba...
 
Kanker serviks (sistem reproduksi)
Kanker serviks (sistem reproduksi)Kanker serviks (sistem reproduksi)
Kanker serviks (sistem reproduksi)
 
Kti komariah
Kti komariahKti komariah
Kti komariah
 
Pedoman ppt
Pedoman pptPedoman ppt
Pedoman ppt
 
BPN 2011
BPN 2011BPN 2011
BPN 2011
 
Kompre
KompreKompre
Kompre
 
Kti nailul khoiriyah
Kti nailul khoiriyahKti nailul khoiriyah
Kti nailul khoiriyah
 
Abstrak,daftr isi,dll
Abstrak,daftr isi,dllAbstrak,daftr isi,dll
Abstrak,daftr isi,dll
 
Abstrak,daftr isi,dll
Abstrak,daftr isi,dllAbstrak,daftr isi,dll
Abstrak,daftr isi,dll
 
Abstrak,daftr isi,dll
Abstrak,daftr isi,dllAbstrak,daftr isi,dll
Abstrak,daftr isi,dll
 

Kürzlich hochgeladen

3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfMeboix
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxDesiNatalia68
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensissuser1cc42a
 
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptxAzwarArifkiSurg
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANDianFitriyani15
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasiantoniareong
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfhurufd86
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitIrfanNersMaulana
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptKianSantang21
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/maGusmaliniEf
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar KepHaslianiBaharuddin
 

Kürzlich hochgeladen (20)

3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah SakitPresentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
Presentasi Pelaporan-Insiden KTD di Rumah Sakit
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
 

Sirkumsisi Pengetahuan

  • 1. TINGGI RENDAHNYA PENGETAHUAN MAHASISWA PRIA MENGENAI PENTINGNYA SIRKUMSISI PADA ORGAN GENITALIA DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON TAHUN 2014 PROPOSAL PENELITIAN Untuk Pembuatan Tugas Sebagai Syarat Penilaian Dalam Blok Metodologi Penelitian OLEH : LEONARDO JEVERSON SIPAHELUT NIM. 2013-83-017 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON 2014
  • 2. ii HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL : TINGGI RENDAHNYA PENGETAHUAN MAHASISWA PRIA MENGENAI PENTINGNYA SIRKUMSISI PADA ORGAN GENITALIA DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON TAHUN 2014 NAMA : LEONARDO JEVERSON SIPAHELUT NIM : 2013-83-017 PROPOSAL INI TELAH DIPERIKSA PERBAIKANNYA PADA TANGGAL 16 DESEMBER 2014 Ambon, 27 Desember 2014 Pembimbing I Pembimbing II (dr. Farah Ch. Noya, MHPEd) (dr. Vebiyanti, M.Sc) NIP. 198210142008122003 NIP. 198107082008122001
  • 3. iii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan cinta kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian untuk pembuatan tugas sebagai salah satu syarat penilaian dalam blok metodologi penelitian dengan judul “Tinggi Rendahnya Pengetahuan Mahasiswa Pria Mengenai Pentingnya Sirkumsisi Pada Organ Genitalia Di Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon Tahun 2014”. Penelitian yang diajukan dalam proposal ini dipilih mengingat sirkumsisi merupakan suatu hal penting yang harus dilakukan seorang pria, maka peneliti ingin meneliti apakah dengan rendahnya pengetahuan pria mengenai sirkumsisi pada organ genitalia membuat mereka tidak melakukan sirkumsisi khususnya pada mahasiswa pria di Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon. Penulis menyadari sungguh bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perkembangan penulisan diwaktu yang akan datang. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih dan semoga proposal ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak. Ambon, Desember 2014 Penulis
  • 4. iv DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………………… i LEMBARAN PENGESAHAN …………………………………………… ii KATA PENGANTAR …………………………………………... iii DAFTAR ISI ………………………………………...… iv DAFTAR TABEL …………………………………………… vi DAFTAR GAMBAR …………………………………………... vii BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1 1.1. Latar Belakang …………………………………………… 1 1.2. Rumusan Masalah …………………………………………… 5 1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………… 5 1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………… 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….... 8 2.1. Sirkumsisi …………………………………………… 8 2.1.1. Defenisi …………………………………………… 8 2.1.2. Sejarah …………………………………………… 8 2.1.3. Metode …………………………………………... 10 2.1.4. Komplikasi …………………………………………... 20 2.2. Organ Genitalia Pria …………………………………………... 24 2.2.1. Anantomi …………………………………………... 24 2.2.1.1. Penis ………………………………………….. 24 2.2.1.2. Skrotum ………………………………………….. 29 2.3. Pengetahuan (Knowladge) ………………………………………….. 29 2.4. Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon Mengenai Pentingnya Sirkumsisi Pada Organ Genitalia…………………. 31 2.5. Kerangka Teori ………………………………………….. 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………………….. 34
  • 5. v 3.1. Desain Penelitian ………………………………………….. 34 3.2. Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………………... 34 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian …………………………………………… 34 3.3.1. Populasi Penelitian …………………………………………... 34 3.3.1. Sampel Penelitian …………………………………………... 34 3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian ………………………….. 34 3.4. Kriteria Restriksi …………………………………………... 35 3.4.1. Kriteria Inklusi …………………………………………... 35 3.4.2. Kriteria Ekslusi …………………………………………... 35 3.5. Variabel Penelitian …………………………………………... 35 3.5.1. Variabel Terikat …………………………………………... 35 3.5.2. Variabel Bebas …………………………………………... 36 3.6. Kerangka Konsep …………………………………………... 36 3.7. Defenisi Operasional …………………………………………... 36 3.8. Instrumen Penelitian …………………………………………... 37 3.9. Pengumpulan Data …………………………………………... 37 3.10. Pengolahan dan Analisis Data …………………………………………... 38 3.11. Alur Penelitian …………………………………………... 38 3.12. Etika Penelitian …………………………………………... 39 3.13. Jadwal Pelaksanaan Penelitian …………………………………………... 39 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… ix
  • 6. vi DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1. Matrix Elaborasi ………………………………… 7 Tabel 3.1. Defenisi Operasional ………………………………… 36 Tabel 3.2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ………………………………… 39
  • 7. vii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1. Peta global jumlah keseluruhan sirkumsisi pria tingkat Negara pada tahun 2006 …………………………………………………. 1 Gambar 1.2. Perkiraan jumlah pria di atas 15 tahun yang melakukan sirkumsisi berdasarkan negara …………………………………………. 3 Gambar 2.1. Cotta tera yang ditemukan pada tahun 1969 ……………………. 9 Gambar 2.2. Penjepit gomco …………………………………………………. 15 Gambar 2.3. Proses penarikkan kulit dengan platform pada saat melakukan Sirkumsisi …………………………………………………. 15 Gambar 2.4. Proses pengencangan kulup dengan sekrup pada saat melakukan Sirkumsisi …………………………………………………. 16 Gambar 2.5. Penjepit mogen …………………………………………………. 17 Gambar 2.6. Alat yang digunakan dalam metode elektrokauteri……………… 18 Gambar 2.7. Penjepit plastibel ………………………………………………… 19 Gambar 2.8. Sirkumsisi dengan metode dorsal silt-ventral dengan memberi celah antara kulup (preputium) dengan glands penis…………………… 20 Gambar 2.9. Proses menjahit setelah sirkumsisi dilakukan……………………. 20 Gambar 2.10. Meatitis pada anak usia 3 tahun…………………………………. 23 Gambar 2.11. Potongan sagital organ reproduksi pria serta struktur-struktur Disekitarnya ………………………………………………….. 24 Gambar 2.12. Sistem reproduksi pria tampak anterior…………………………. 25 Gambar 2.13. Pandangan anterior dan lateral penis, menampilkan jaringan erektil ………………………………………………….. 26 Gambar 2.14. Penis. A dan B. Tiga korpus jaringan erektil, dua corpora cavernosa dan satu corpus spongiosum dengan glands penis. C. Uretra pars spongiosum yang terbuka untuk memperlihatkan lipatan membran mukosa dan muara kelenjar di bagian atas uretra………………… 27 Gambar 2.15. Skrotum …………………………………………………... 29
  • 8. viii Gambar 2.16. Kerangka teori penelitian …………………………………... 33 Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian ………………………………….. 36 Gambar 3.2. Kerangka alur penelitian …………………………….….… 36
  • 9. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sirkumsisi merupakan salah satu hal yang penting yang dilakukan seorang pria guna menjaga kebersihan dan kesehatan organ genitalianya. Beberapa waktu belakangan ini, sirkumsisi hanya dipandang sebagai suatu kewajiban yang dilakukan oleh sekelompok orang demi menjalankan ritual keagamaannya. Pada tahun 2006 kurang lebih 30% dari perwakilan 665 juta pria di dunia telah melakukan sirkumsisi.1,2 Rata-rata yang telah melakukan sirkumsisi adalah usia 15 tahun ke atas.2 Sirkumsisi dilakukan dengan alasan menambah keuntungan seksual, alasan kebudayaan, alasan kebersihan organ genitalia, dan demi alasan keagamaan.1,2,3 Gambar 1.1. Peta global jumlah keseluruhan sirkumsisi pria tingkat negara pada tahun 2006 sumber : World Health Organization. The Global of Prevalence Male Circumcision. 2009.1
  • 10. 2 Pria di beberapa negara beranggapan bahwa sirkumsisi hanya sebuah tradisi keagamaan bagi pemeluk agama Islam.1,4 Hal ini berarti, pria non-Muslim atau yang tidak memeluk agama Islam tidak akan melakukan sirkumsisi dengan alasan tidak diharuskan dalam ajaran agama mereka. Selain itu, penyakit infeksi kulit dan kelamin (STIs) seperti herpes, chlamydia, dan syphilis, gonorrhea dan penyakit menular seksual seperti HIV-AIDS, serta infeksi saluran kemih merupakan dampak yang ditimbulkan apabila tidak di lakukan sirkumsisi pada organ genitalia.1,3,4 Berdasarkan data yang diterbitkan oleh WHO3 tahun 2006 diperkirakan jumlah keseluruhan pria non-Muslim dan non-Yahudi yang telah melakukan sirkumsisi pada negara Angola sekitar 90%, Australia 59%, Kanada 30%, Republik Demokratik Kongo 90%, Ethiopia 92%, Ghana 85%, Indonesia 25%, Kenya 83%, Madagaskar 98%, Nigeria 90%, Filipina 90%, Republik Korea 60%, Afrika Selatan 35%, Uganda 14%, Inggris Raya 6%, Republik Tanzania 58%, dan Amerika Serikat 75%.3 Dari total keseluruhan pria yang telah melakukan sirkumsisi, di temukan 69% adalah Muslim yang mayoritas berdomisili pada Asia Timur, Asia Tengah, dan Afrika Utara. 0,8% adalah Yahudi, dan 13% pria non- Muslim dan non-Yahudi yang berdomisili di Amerika Serikat.1,3 Terjadi peningkatan jumlah keseluruhan pria non-Yahudi dan non-Muslim yang berdomisili pada negara Brazil, Cina, India, dan Jepang yang meningkat sekitar 15% yang telah melakukan sirkumsisi dengan alasan melaksanakan kewajiban yang berlaku dalam budaya setempat, serta alasan medis.2,3 Pada Republik Tanzania jumlah keseluruhan pria yang melakukan sirkumsisi meningkat setelah organ genitalianya diperiksa dari pada yang belum melakukan pemeriksaan pada organ genitalianya yaitu sekitar 34% berbanding 28%.3,4 Sedangkan dalam studi terhadap remaja di Texas Amerika Serikat, dilaporkan jumlah keseluruhan pria yang melakukan sirkumsisi lebih rendah setelah dilakukan pemeriksaan klinis yaitu 36%.3 Studi lanjutan di Texas, ditemukan bahwa 27% pria tidak melakukan sirkumsisi pada organ genitalianya dengan alasan mereka tidak memiliki pemahaman dan pengetahuan khusus mengenai sirkumsisi itu sendiri.3
  • 11. 3 Gambar 1.2. Perkiraan jumlah pria di atas 15 tahun yang melakukan sirkumsisi beradasarkan negara. sumber : World Health Organization. Male Circumcision: Global Trends and Determinats of Prevalence, Safety and Acceptability. 2007.3 Pada tahun 2009, jumlah keseluruhan pria yang melakukan sirkumsisi meningkat menjadi 76%-92% di Indonesia, Pakistan, Bangladesh, dan Timur Tengah. Akan tetapi, hal ini sangat bertolak belakang dengan jumlah keseluruhan pria yang melakukan sirkumsisi di Australia, Kanada, dan Inggris Raya yang hanya sekitar 20% dari total keseluruhan pria yang berdomisili di Negara tersebut.1,5,6 Pada penelitian sebelumnya oleh Naidoo,et al7 tahun 2011 menyebutkan bahwa rata-rata tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai sirkumsisi telah dikategorikan cukup baik dengan presentase 66,43% dengan sikap yang relatif positif. Dari keseluruhan sampel yang diteliti sekitar 85,4% responden merasa
  • 12. 4 bahwa sirkumsisi pada pria merupakan suatu hal yang tepat untuk dipromosikan. Sementara itu, dari keseluruhan mahasiswa pria menjadi sampel penelitian, hanya 3 orang bersedia untuk melakukan sirkumsisi pada organ genitalia mereka, dengan alasan sirkumsisi lebih menjamin kesehatan organ genitalia mereka. Selain itu, sakit dan nyeri pada organ genitalia merupakan alasan yang paling banyak dipilih sebagai alasan tidak ingin melakukan sirkumsisi.7 Hal sama ditemukan pada penelitian oleh Phiri,et al8 tahun 2011 bahwa rata-rata pengetahuan pria mengenai sirkumsisi pada organ genitalia dikategorikan baik dengan presentase 71,7 %. Selain itu, dalam penelitian ini dijelaskan bahwa tingkat pendidikan seseorang sangat menentukan pengetahuan seseorang mengenai sirkumsisi. Hal ini dibuktikan dengan, dari keseluruhan sampel yang diteliti di dapatkan 85,9% dan 71,7% berpengetahuan sangat baik dan baik mengenai sirkumsisi berasal dari kalangan orang berpendidikan tinggi, dan hanya 25% yang memiliki pengetahuan buruk mengenai sirkumsisi berasal dari kalangan orang dengan tingkat pendidikan rendah.8 Hal yang sedikit berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Nasution,et al9 mengenai gambaran pengetahuan orang tua terhadap sirkumsisi pada anak laki-laki tahun 2010. Pada hasil penelitian didapatkan, selain faktor pendidikan yang tinggi, faktor lain yang menentukan tingkat pengetahuan seseorang mengenai sirkumsisi adalah agama, usia, jenis kelamin, serta jenis kegiatan yang biasa dilakukan pada lingkungan tempat tinggal orang tersebut. Dapat dibuktikan bahwa mayoritas orang tua yang beragama Islam memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik dari orang tua yang beragama lainnya, yaitu sekitar 91,7%. Usia juga sangat berpengaruh sebab didapati rentang usia 25-30 tahun berpengetahuan sangat baik. Selain itu, didapati juga bahwa pria memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai sirkumsisi dibandingkan dengan wanita.9 Namun, terdapat beberapa kesenjangan yang peneliti temukan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Misalnya, salah satu faktor yang yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang mengenai sirkumsisi adalah faktor pendidikan orang tersebut. Akan tetapi, pada penelitian lain ditemukan selain faktor pendidikan, faktor agama, usia, jenis kelamin, serta sumber informasi yang
  • 13. 5 diperoleh juga merupakan faktor yang menentukan tinggi rendahnya pengetahuan seseorang mengenai sirkumsisi. Berdasarkan uraian diatas, maka dianggap perlu dilakukan suatu penelitian terhadap tinggi rendahnya pengetahuan mahasiswa fakultas kedokteran universitas pattimura mengenai pentingnya sirkumsisi pada organ genitalia. 1.2. Rumusan Masalah Survei tentang tinggi rendahnya pengetahuan mengenai pentingnya sirkumsisi pada organ genitalia merupakan suatu hal yang sangat penting dilakukan. Hal ini disebabkan masih rendahnya pengetahuan tentang sirkumsisi, karena beberapa dekade terakhir pria di beberapa negara maju hanya melakukan sirkumsisi guna melaksanakan ritual keagamaan dan hanya demi mematuhi norma sosial budaya yang berlaku didaerah itu. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian mengenai tinggi rendahnya pengetahuan tentang pentingnya sirkumsisi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon, yang nantinya akan menjadi pelayan kesehatan dilingkungan masyarakat. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Mengetahui tinggi rendahnya pengetahuan mahasiswa pria mengenai pentingnya sirkumsisi pada organ genitalia di Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan pengetahuan baru kepada fakultas kedokteran mengenai pentingnya sirkumsisi bagi organ genitalia pria. 1.4.2 Penelitian ini juga diharapkan akan memberi pengetahuan tambahan kepada mahasiswa fakultas kedokteran mengenai pentingnya sirkumsisi pada organ genitalianya.
  • 14. 6 1.4.3 Penelitian ini juga hendaknya memberikan pengetahuan tambahan kepada masyarakat mengenai pentingnya sirkumsisi pada organ genitalia terhadap kebersihan dan kesehatan organ genitaliannya. 1.4.4 Sebagai sumber penelitian selanjutnya yang diharapkan akan diterbitkan dalam jurnal daerah, nasional, maupun internasional.
  • 15. 7 Tabel 1.1. Matrix Elaborasi Peneliti Judul Penelitian Tempat Kelebihan/Kekurangan Desain Penelitian Populasi Penelitian Hasil Naidoo,et al (2011) Knowledge, attitudes and perceptions of pharmacy and nursing students towards male circumcision and HIV in a KwaZulu-Natal University, South Africa Sekolah farmasi dan farmakolog i, Universitas KwaZulu- Natal, Afrika Selatan Kekurangannya adalah kendala waktu dan kenyamanan. Hal ini disebabkan karena sulit menyikronkan waktu yang tepat kepada mahasiswa yang sedang kuliah yang berpartisipasi sebagai responden. Serta sampel yang digunakan terlalu kecil. Deskriptif- Cross sectional Seluruh mahasiswa Sekolah farmasi dan farmakologi, Universitas KwaZulu- Natal, Afrika Selatan Positif. Tingkat pengetahuan mahasiswa pria maupun wanita telah baik mengenai sirkumsisi. (p<0,03) Phiri,et al (2011) Awareness, Knowledge, Attitudes And Up-Take Of Male Circumcision As An Hiv Prevention Strategy Among Youth In Zambia: A Case Study Of Lusaka District Universitas Zambia Kekurangannya, hanya memilih tempat penelitian berdasarkan keterjangkauan. Sampel unit perwakilannya hanya pria yang berusia 15- 24 tahun tanpa randomisasi. Test non- eksperimental design study Semua pria pada 3 kota terpilih, yaitu : satu kepadatan tinggi (Chawama), satu kepadatan menengah (Libala) dan satu densitas rendah (Kalundu). Positif. Tingkat pengetahuan pria akan sirkumsisi sangat bergantung pada derajat pendidikannya. Nasution,et al (2010) Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Sirkumsisi Pada Anak Laki-Laki Di Kelurahan Perintis Kecamatan Medan Timur Tahun 2010 Penelitian dilakukan di Kelurahan Perintis Kecamatan Medan Timur Kekurangannya adalah lokasi penelitian yang dipilih. Dimana hanya memilih 1 kecamatan pada Propinsi Medan Timur. Sehingga hasil yang diperoleh hanya mewakili kecamatan tersebut tanpa mewakili keseluruhan kecamatan yang berada di Medan Timur. Deskriptif - Cross Sectional 1. Populasi Target : orang tua 2. Populasi Terjangkau : pengetahuan orang tua tentang sirkumsisi pada anak laki-laki di Kelurahan Perintis Kecamtan Medan Timur tahun 2010. Positif, tingkat pengetahuan orang tua rata- rata baik. Dengan, faktor yang berpengaruh bukan hanya pendidikan tetapi usia, jenis kelamin, agama, serta kegiatan yang sering dilakukan juga berpengaruh terhadap pegetahuan orang tua akan sirkumsisi.
  • 16. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sirkumsisi 2.1.1. Defenisi Sirkumsisi merupakan prosedur bedah tertua yang telah dilakukan selama berabad-abad dan telah di dokumentasikan.10,11 Sirkumsisi dilakukan dengan beberapa alasan seperti, untuk kepentingan medis, ritual keagamaan, norma sosial budaya yang mengikat, serta beberapa alasan lainnya.3,5,10,11,12 Pada umumnya, sirkumsisi dilakukan pada pria dan masyarakat Islam di seluruh dunia.11 Sirkumsisi pada pria merupakan salah satu prosedur bedah yang paling sering dilakukan di seluruh dunia.3,13,14 Sirkumsisi pada pria sering disebut juga sebagai suatu prosedur bedah elektif, yang berarti bahwa hal ini dilakukan hanya untuk alasan kecantikan.12 Pada proses bedah ini, bagian yang diangkat adalah preputium (kulup yang membungkus glands penis).2,6,15 Kulup yang membungkus glands penis ini sangat berkontribusi dalam memberikan sensasi seksual ketika sedang melakukan hubungan seks.12,14 2.1.2. Sejarah Dalam catatan sejarah dan temuan arkeologi, sirkumsisi pertama kali dilakukan pada zaman perdaban mesir kuno.16 Masyarakat mesir telah melakukan sirkumsisi pada awal abad 23 sebelum masehi.16,17 Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya sebuah gambaran pada relief dinding makam mentri Firaun Teti yang memerintah pada tahun 2345-2393 sebelum masehi, ditemukannya sebuah stela dari Naga Ed Dar yang menunjukan proses sirkumsisi terhadap 120 orang sedang dilakukan, serta The Ebers Papyrus yang ditulis sekitar tahun 1550 sebelum masehi yang memberi penangkal untuk perdarahan yang terjdi setelah melakukan sirkumsisi.16,17 Pada tahun 1969, ditemukan sebuah cotta terra yang bentuknya seperti penis yang telah dilakukan sirkumsisi dari lingga yang bertuliskan tanggal akhir abad ke 12 di Stratum XI di Tel Gezer di Israel.16 Penemuan ini menunjukan
  • 17. 9 bahwa sejak zaman dulu penduduk Filistin dan Kanaan telah melakukan sirkumsisi.16,17 Ada kemungkinan bahwa penduduk pesisir lainnya telah melakukan sirkumsisi, sebab sirkumsisi merupakan prosedur bedah tertua yang di lakukan oleh manusia.16 Gambar 2.1. Cotta Tera yang ditemukan pada tahun 1969 sumber : Biblical Archeology Review.2006.16 Data ini menunjukan bahwa praktik sirkumsisi telah menyebar dari Mesir dan secara cepat menyebar sampai ke daerah Semit Barat lainnya.18 Tidak ada bukti khusus yang menunjukan bahwa orang-orang Semit Timur Mesopotamia seperti, Akkadians, Asiria, dan Babilonia telah melakukan sirkumsisi.18 Dalam perkembangan selanjutnya, dikatakan bahwa agama sangat memberi kontribusi yang besar terhadap proses sirkumsisi.17,18 Bukti pertama yang menghubungkan sirkumsisi ditemukan dalam Alkitab pada kitab Perjanjian Lama, Kejadian pasal 17 ayat 10-11, yang menggambarkan hubungan Allah dengan Abraham. Berdasarkan perjanjian tersebut Abraham serta anaknya Ismail melakukan sirkumsisi. Bukan hanya Abraham dan Ismail tapi, seluruh hamba- hambanya, yang berjumlah hampir 400 orang laki-laki melakukan sirkumsisi.18,19 Sejak saat itu, banyak pendapat yang mengatakan bahwa ritual sirkumsisi sebenarnya dibawa oleh Abraham ketika Ia tinggal di Mesir.19 Sirkumsisi yang dilakukan oleh penduduk Israel berbeda dari yang dilakukan oleh penduduk Mesir.18 Di Israel sirkumsisi dilakukan pada hari
  • 18. 10 kedelapan setelah kelahiran, sedangkan di Mesir sirkumsisi dilakukan setelah seorang pria memasuki masa pubertas. Penduduk Israel melakukan prosedur sirkumsisi dengan posisi bayi terlentang, sementara penduduk Mesir melakukan sirkumsisi dengan posisi berdiri dan duduk. Selain itu, metode sirkumsisi yang di lakukan di Israel adalah dengan menghilangkan seluruh bagian kulup yang membungkus atau yang menutupi glands penis secara keseluruhan, sedangkan sirkumsisi yang di lakukan di Mesir hanya dengan memotong kulup yang membungkus area V pada korona glandis dan memungkinkan sisa kulup tergantung secara bebas.18,19 Sirkumsisi juga dijelaskan dalam Alkitab Kitab Yosua. Ketika orang Israel meninggalkan Mesir dan akan memasuki Kanaan, Tuhan memerintahkan Yosua untuk menyunat (melakukan sirkumsisi) pada semua orang.18,19 Meskipun hubungan antara Yahudi dan sirkumsisi dijelaskan di dalam Alkitab, sirkumsisi ternyata tidak dijelaskan dalam Kitab Al-Qur’an. Akan tetapi, sirkumsisi tetap menjadi suatu ritual wajib yang harus dilakukan terhadap pria Muslim.19 Ada kemungkinan besar umat Islam mewarisi kebiasaan dari ritual bangsa Arab yang diyakini merupakan keturunan Ismail yang di sirkumsisi oleh Abraham ketika berusia 13 tahun.18,19 Dan sampai saat ini, rata-rata umat Muslim di dunia melakukan sirkumsisi pada anak laki-laki mereka delapan hari setelah kelahiran atau setelah anak mereka memasuki masa pubertas.19 Kekristenan tidak mewajibkan pria melakukan sirkumsisi. Hal ini disebabkan karena umat Kristen menerima Perjanjian Lama.19 Namun, banyak pria Kristen yang melakukan sirkumsisi dengan alasan kebersihan organ genitalianya.17,19 Dalam perkembangan selanjutnya, dijelaskan bahwa sirkumsisi telah menjadi suatu kebiasaan rutin, yang di lakukan lebih dari 60% pria di dunia dengan alasan medis, maupun melaksanakan kewajiban agama mereka.19 2.1.3. Metode Metode yang digunakan dalam prosedur sirkumsisi sangat bervariasi. Hal ini bergantung pada tingkat kemampuan dokter dan pelayan kesehatan yang
  • 19. 11 melakukan prosedur bedah tersebut, serta peralatan yang digunakan dalam sirkumsisi.14,20,21 Biasanya tingkat kemampuan ini didapatkan melalui sebuah proses pelatihan khusus.14 Selain itu, banyak sekali cara menghilangkan rasa sakit saat sirkumsisi dilakukan, salah satu caranya dengan memberikan obat-obatan anti nyeri.20 Metode sirkumsisi juga terus berkembang setiap tahunnya, sehingga pelaksanaannya lebih cepat dan lebih efisien hingga saat ini.14,20 Beberapa metode sirkumsisi yang sering dilakukan antara lain : 1. Metode Klasik Metode klasik merupakan salah satu metode sirkumsisi yang saat ini sudah jarang dilakukan atau sudah ditinggalkan.20 Metode klasik banyak ditemukan pada daerah pedalaman yang sudah jarang di jangkau.14,20 Dalam metode ini alat yang digunakan adalah sebilah bambu tajam, pisau, atau silet. Metode ini dilakukan tanpa pembiusan sebelumnya dan relatif lebih cepat karena setelah dilakukan sirkumsisi bekas luka langsung dijahit dan dibungkus dengan kain kasa. Sehingga metode sirkumsisi ini memungkinkan terjadinya perdarahan hebat serta infeksi yang parah apabila tidak dilakukan secara benar dan steril.14,20 2. Metode Dorsumsisi Dorsumsisi merupakan merupakan perbaikan dari metode klasik. Metode ini telah menggunakan peralatan medis standard dan masih dipakai hingga saat ini.14,20 Di Sunda metode ini dikenal dengan nama sopak londong.20 Pada metode ini, umumnya bekas luka tidak dijahit, walaupun dalam pelaksanaannya ada beberapa dokter yang telah memodifikasi dengan melakukan pembiusan serta jahitan pada bekas luka untuk mengurangi risiko perdarahan.14,20 Kelebihan dorsumsisi adalah peralatan yang digunakan lebih murah dan sederhana, prosesnya singkat, relatif murah, sudah banyak dikenal masyarakat umum, serta bisa dilakukan pada bayi atau anak berusia di bawah 3 tahun yang pembuluh darahnya masih kecil.20 Kekurangan metode ini adalah risiko terpotongnya glands penis lebih besar serta dapat menimbulkan nekrosis jaringan dan perdarahan apabila tidak dilakukan penjahitan setelah selesai dilakukan sirkumsisi.14,20
  • 20. 12 3. Metode Standar Sirkumsisi Konvensional Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode dorsumsisi dan paling sering digunakan oleh dokter maupun pelayan medis lainnya.20 Peralatan yang digunakan dalam metode ini telah sesuai dengan standar medis serta membutuhkan keahlian khusus untuk melakukan metode ini.14,20 Benang yang digunakan untuk penjahitan luka merupakan benang yang terbuat dari daging sehingga kemungkinan terjadi infeksi sangat rendah dan risiko perdarahan tidak ada. Metode ini sangat baik dilakukan pada semua kelompok usia, biaya yang yang di keluarkan sangat terjangkau, serta banyak menjadi pilihan bagi pasien dengan kelainan fimosis. Kekurangannya adalah dokter serta pelayan kesehatan yang ingin mengguakan metode ini dalam praktik sirkumsisi harus memiliki keahlian yang khusus serta terlatih.20 4. Metode Lonceng Metode ini berbeda dengan metode-metode lainnya, karena pada metode ini tidak dilakukan pemotongan kulup. Ujung penis diikat menggunakan sebuah alat khusus sehingga bentuknya menyerupai lonceng, akibatnya sistem sirkulasi atau peredaran darah akan tersumbat yang mengakibatkan kurangnya suplai darah pada ujung penis. Apabila terjadi terus menerus maka jaringan pada kulup yang membungkus penis akan mengalami nekrosis dan akan terlepas dengan sendirinya. Alat untuk melakukan sirkumsisi dengan metode ini telah diproduksi di beberapa Negara Eropa, Amerika Serikat, dan Asia dengan nama circumcision cord device.14 5. Metode Klamp Metode ini memiliki banyak variasi alat serta nama. Prinsip kerjanya sama, yaitu kulup dijepit dengan menggunakan suatu alat yang umumnya sekali pakai penggunaan, kemudian dipotong dengan menggunakan pisau bedah tanpa dilakukan penjahitan.14 Metode Klamp yang sering digunakan dalam praktik sirkumsisi, antara lain:
  • 21. 13 a. Metode Cincin ( Tara Klamp) Penemu metode ini adalah Dr. T. Gurcharan Singh pada tahun 1990. Alat yang digunakan dalam metode ini terbuat dari plastik untuk sekali pakai. dr. Sofin adalah dokter yang mencetuskan metode cincin ini di Indonesia, setelah lulus dari Fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada tahun 2001.14,20 Pada metode ini, ujung kulup dilebarkan, lalu ditahan agar tetap merenggang. Dengan cara memasang cincin karet. Kulup yag direnggangkan tadi akan menghitam dan terlepas dengan sendirinya. Prosesnya hanya berlangsung sekitar 3-5 menit. Kelebihan dari metode cincin adalah mudah dan aman dalam penggunaan, tidak memerlukan penjahitan sehingga tidak mengganggu aktifitas sehari-hari. Hampir tidak terjadi perdarahan sama sekali dan setelah sirkumsisi dilakukan pun tidak ada rasa nyeri maupun sakit.14,20 b. Metode Smart Klamp Metode ini merupakan metode dan teknik sirkumsisi yang telah diperkenalkan sejak tahun 2001 di Jerman.20 Penemu metode ini adalah dr. Harrie Van Baars. Alat yang digunakan dalam metode sirkumsisi ini terdiri atas beberapa ukuran yang berbeda tergantung dari fungsi alat tersebut digunakan. Ukurannya mulai dari nomor 10, 13, 16, dan 21. Untuk melakukan sirkumsisi pada bayi maka digunakan alat bernomor 10, sedangkan untuk orang dewasa digunakan alat bernomor 21. Akan tetapi tidak selalu menggunakan patokan ini, sebab ukuran diameter glands penis seseorang sangat berbeda dan harus disesuaikan dengan ukuran glands penis pria yang melakukan sirkumsisi.14,20 Alat yang digunakan terbuat dari dua jenis bahan kunci klamp, yakni nilon dan polikarbonat yang dikemas secara steril dan sekali pakai.20 Metode ini memberikan perlindungan luka dengan sistem tertutup. Luka sayatan terkunci secara rapat sehingga tidak memungkinkan masuknya kuman atau mikroorganisme pengganggu yang dapat mengakibatkan penularan infeksi penyakit.14,20
  • 22. 14 Pada metode ini glands penis pria yang akan di sirkumsisi diukur diameternya. Selanjutnya diberi anastesi lokal secara hati-hati. Kulup (preputium) dibersihkan dan ditarik sehingga tidak terjadi perlekatan dengan glands penis. Batas kulup yang akan dibuang ditandai dengan spidol. Setelah itu, tabung klamp dimasukkan ke dalam kulup hingga mencapai batas korona glandis. Lalu klamp pengunci dimasukkan sesuai arah tabung dan diputar 90 derajat sampai posisi klamp siap dikunci. Setelah posisi kulup yang akan dibuang sudah terpasang dengan baik, harus diperhatikan juga bahwa saluran kencing tidak terhalangi oleh tabung. Selanjutnya adalah mengunci klamp sehingga terdengar bunyi klik. Sisi paling luar kulup dibuang menggunakan pisau bisturi. Kemudian luka dibersihkan dengan obat antiinfeksi dan dibungkus dengan kasa steril.14,20,21 c. Metode Gomco Klamp Metode ini pertama kali digunakan pada tahun 1934.20 Pembuat alat atau kalmp adalah Hirram S, Yellen MD, dan Aaron Goldstein. Alat ini terdiri dari bel logam dan plat datar dengan lubang didalamnya. Terdpat pula sebuah sekrup yang berfungsi untuk memberi tekanan.14,20 Metode ini menggunakan 4 buah perangkat yaitu bel, platform, pengait lengan, dan sekrup yang berfungsi melindungi kelenjar, menyediakan hemostasis dan platform untuk reseksi pada kulup. Sirkumsisi diawali dengan menarik kulup untuk membebaskan perlengketan dan memungkinkan paparan dan pemeriksaan kelenjar untuk melihat terjadi kelainan atau tidak.20,21
  • 23. 15 Gambar 2.2. Penjepit gomco yang teriri atas bel, platform, pengait lengan, dan sekrup sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21 Gambar 2.3. Proses penarikkan kulit dengan platform pada saat melakukan sirkumsisi sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21
  • 24. 16 Gambar 2.4. Proses pengencangan kulup dengan sekrup pada saat melakukan sirkumsisi sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21 d. Metode Ismail Klamp Metode ini ditemukan oleh dr. Ismail MD. Saleh. Secara teknis alat yang digunakan hampir sama dengan metode lainnya hanya saja mekanisme pengunciannya dengan menggunakan sistem sekrup yang diperkirakan lebih baik dari metode gomco klamp.14,20 e. Metode Q-Tan Klamp Metode ini menggunakan sekrup sebagai mekanisme pengunciannya, akan tetapi sekrupnya terkunci mati (irreversible locking system) sehingga alat ini tidak mungkin di daur ulang karena pembukaan alat ini harus dengan dipotong. Alat yang digunakan dalam metode ini juga belum diproduksi secara luas, sebab masih dilakukan penelitian sampai sekarang mengenai layak atau tidaknya alat ini untuk digunakan.14,20 f. Metode Ali’s Klamp Metode ini menggunakan alat yang sama dengan metode smart klamp, hanya saja klemnya di rancang miring dengan pertimbangan mengikuti bentuk dan ukuran dari glands penis.14,20 g. Metode Sunathrone Klamp Metode ini ditemukan oleh dr. Moehammad Tasron Surat seorang dokter asal Malaysia. Kelebihan metode adalah lebih paktis dan proses penyembuhannya lebih cepat serta tidak memerlukan perawatan yang khusus setelah sirkumsisi selesai dilakukan.14,20
  • 25. 17 h. Metode Mogen Klamp Metode ini awalnya dilakukan untuk ritul sirkumsisi di Yahudi. Alat yang digunakan adalah penjepit mogen, yang biasanya digunakan oleh dokter ahli kandungan, serta berfungsi untuk memberikan hemostasis.21 Gambar 2.5. Penjepit mogen. sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21 6. Metode Elektrokauteri Metode ini lebih dikenal dengan nama sirkumsisi yang menggunakan laser. Secara teknis, penamaannya kurang tepat karena alat yang digunakan bukanlah laser. Akan tetapi menggunakan elemen yang dipanaskan. Alatnya seperti pistol dengan dua buah lempeng kawat yang saling berhubungan pada bagian ujungnya. Apabila diberikan arus listrik, ujung logam akan menjadi panas dan memerah. Elemen yang memerah tersebut yang akan digunakan untuk memotong kulup (preputium).14,20
  • 26. 18 Gambar 2.6. Alat yang digunakan dalam metode elektrokauteri sumber : http://www.salimah.or.id/mengenal-7-metode-sunatkhitan-sirkumsisi/.20 Keunggulan metode ini adalah lebih cepat dalam pengerjaannya, tidak ada risiko perdarahan yang berlebih sehingga sangat baik penggunaanya pada anak dibawah usia 3 tahun. Kekurangan metode ini adalah menimbulkan bau yang menyengat dalam pengerjaannya, dapat menyebabkan luka bakar, serta sangat bergantung pada energi listrik sebagai sumber daya utama sehingga jika terjadi kerusakan alat, maka akan terjadi sengatan listrik yang beresiko bagi pasien maupun operator.14,20 7. Metode Flashcutter Metode ini merupkan pengembangan dari metode elektrokauteri. Perbedaanya terletak pada pisau yang terbuat dari logam yang lurus dan tajam. Flashcutter dapat langsung digunakan walaupun tanpa adanya arus listrik yang diberikan, sebab didalamnya telah terdapat energi dari baterai isi ulang buatan Jepang. Di Indonesia, metode ini pertama kali digunakan pada tahun 2006.14,20,21 8. Metode Laser Karbondiogsida (CO2) Metode ini dilakukan dengan menggunakan laser CO2. Prinsip kerjanya secara umum hampir sama dengan metode lainnya yaitu, setelah diberikan anastesi lokal, bagian kulup ditarik dan dijepit dengan klem. Selanjutnya, pemotongan kulup menggunakan laser CO2. Tidak terjadi perdarahan apapun setelah proses sirkumsisi selesai dilakukan. Walaupun demikian, kulit harus tetap dijahit supaya proses penyembuhannya berjalan dengan
  • 27. 19 baik. Tidak membutuhkan waktu yang lama dalam prosesnya, hanya sekitar 10-15 menit saja proses sirkumsisi telah selesai dilakukan dengan metode ini. Cara sirkumsisi seperti ini sangat cocok untuk anak-anak usia pra pubertas. Kelebihannya operasi cepat, tidak terdapat perdarahan, penyembuhan cepat, hasil sirkumsisinya baik, serta tidak terasa sakit atau nyeri selama proses sirkumsisi berlangsung. Kelemahannya adalah harga yang mahal dan hanya bisa dilakukan di Rumah Sakit yang besar dan telah terakreditasi.14,20 9. Metode Plastibel Metode ini telah dikembangkan pada tahun 1950 dan merupakan salah satu variasi dari penjepit gomco.21 Gambar 2.7. Penjepit plastibel sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21 10. Metode Dorsal Slit-Ventral Dalam metode ini, dokter atau pelayan kesehatan yang bertugas akan membuat sayatan agar dapat menentukan jarak antara batas kulup dengan glands penis. Prinsip kerjanya sama yaitu, sebelum kulup dipotong, terlebih dahulu diberikan celah antara glands penis dengan kulup, supaya tidak terjadi cedera pada saat proses ini berlangsung.21 Metode ini memungkinkan terjadi perdarahan yang berlebihan, serta apabila bekas jahitannya tidak dirawat dengan baik maka akan menyebabkan infeksi.20,21
  • 28. 20 Gambar 2.8. Sirkumsisi dengan metode dorsal silt-ventral dengan memberi celah antara kulup (preputium) dengan glands penis sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011. 21 Gambar 2.9. Proses menjahit setelah sirkumsisi dilakukan sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21 2.1.4. Komplikasi Tingkat efek samping setelah melakukan sirkumsisi sangat bervariasi di seluruh dunia.5 Beberapa laporan menyebutkan frekuensi efek samping setelah melakukan sirkumsisi merupakan hal yang sangat serius, hal ini disebabkan selama periode 5 tahun terakhir lebih dari 74% dari semua kunjungan ahli urologi pediatrik adalah untuk masalah komplikasi setelah sirkumsisi.5,21 Efek samping (komplikasi) setelah melakukan sirkumsisi dikategorikan sebagai komplikasi awal dan komplikasi akhir.21 Komplikasi awal misalnya, perdarahan, nyeri, penghapusan kulit yang tidak memadai, serta infeksi situs bedah yang cenderung kecil untuk diobati. Perdarahan pada pasien setelah melakukan sirkumsisi dengan
  • 29. 21 gangguan koagulasi dapat berakibat fatal. Komplikasi awal lainnya misalnya, hispospadia, nekrosis kelenjar, dan amputasi kelenjar.5,21 Sementara itu, komplikasi akhir meliputi inklusi kista epidermal, penghilangan kulup yang berlebihan, fimosis, penis terkubur, penyempitan uretra, fistula uretrokutaneus, meatitis, serta stenosis meatus.21,22 Semua komplikasi ini dapat terjadi akibat kurangnya kemampuan dokter atau pelayan kesehatan mengenai teknik atau metode melakukan sirkumsisi dengan benar. Ditambah lagi dengan peralatan yang tidak steril saat melakukan sirkumsisi.5,21 Menganalisis teknik serta metode yang digunakan dalam sirkumsisi, kebanyakan dokter serta pelayan medis menggunakan teknik lengan konvensial. Sementara orang awam yang melakukan sirkumsisi sendiri lebih memilih menggunakan metode elektrokauteri.22,23 Selain itu, dari beberapa laporan menyebutkan bahwa sirkumsisi dengan metode lengan konvensional memiliki resiko komplikasi lebih rendah dibandingkan dengan metode elektrokauteri.22 Beberapa komplikasi sering terjadi setelah dilakukan sirkumsisi antara lain: 1. Kematian Kematian merupakan salah satu kasus yang jarang ditemukan pada kasus komplikasi setelah sirkumsisi.5,21 Laporan yang diterbitkan pleh Ontario Pediatric Comite of Death2 pada tahun 2007 di New York disebutkan bahwa dari 500 pria yang melakukan sirkumsisi hanya sekitar 0,5% pria yang mengalami kematian setelah sirkumsisi.12,23 Hal ini diakibatkan karena alat yang digunakan dalam sirkumsisi tidak steril, sehingga terjadi infeksi dan mengakibatkan tetanus.12,21 2. Perdarahan Perdarahan merupakan komplikasi yang paling umum terjadi setelah sirkumsisi.21 Perdarahan dapat terjadi pada sepanjang kulit tepi antar jahitan atau dari pembuluh darah dan yang paling sering terjadi pada daerah frenulum.21,22 Biasanya pria yang mengalami perdarahan setelah sirkumsisi adalah pria dengan penyakit hemofilia dan pria dengan kelainan koagulasi.21
  • 30. 22 3. Infeksi Infeksi dapat terjadi akibat prosedur bedah yang salah pada saat melakukan sirkumsisi atau disebabkan penggunaan alat yang tidak steril pada saat proses pembedahan.21 Dari beberapa kasus infeksi ditemukan bahwa sirkumsisi dengan menggunakan penjepit plastibel dan gomco memiliki resiko infeksi lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan alat penjepit lainnya.22,23 Infeksi dapat dicegah dengan persiapan yang tepat dari pasien, misalnya dengan menggunakan sarung tangan saat membersihkan penis, menerapkan prosedur perawatan luka yang tepat saat merawat luka bekas jahitan pada penis, serta mengkonsumsi antibiotik untuk mencegah infeksi yang mungkin disebabkan karena bakteri gram.21 4. Kehilangan Kulit (Wound Dehiscence) Kehilangan kulit biasanya terjadi pada saat sirkumsisi neonatus. Penyebabnya adalah kelebihan kulup (preputium) yang ditarik kedalam penjepit dan dipotong saat melakukan sirkumsisi. Biasanya dapat sembuh dengan cepat tanpa perawatan khusus.21 5. Meatus Stenosis (meatitis) Dengan tidak adanya kulup. Eritema atau kemerahan biasanya terjadi setelah melakukan sirkumsisi. Meatitis umumnya dapat dicegah dengan memastikan bahwa penis tetap dalam keadaan kering setelah dilakukan sirkumsisi. Dari beberapa kasus komplikasi di dunia, dilaporkan bahwa pria yang mengalami meatiis setelah sirkumsisi adalah 26% dari total keseluruhannya. Meatitis dapat diobati dengan cara meatotomi atau meatoplasti.21,22,23
  • 31. 23 Gambar 2.10. Meatitis pada anak usia 3 tahun sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21 6. Fistula Uretrokutaneus Fistula uretrokutaneus merupakan komplikasi yang jarang ditemukan, akan tetapi kasusnya meningkat setelah dilakukan sirkumsisi menggunakan penjepit plastibel dan gomco. Biasnya ditemukan pada anak yang melakukan sirkumsisi. Cedera uretra ini dapat ditangani ketika penis telah berkembang dengan baik.21,23 7. Nekrosis Kelenjar Nekrosis jarigan dapat terjadi sebagai akibat dari cedera selama sirkumsisi berlangsung. Selain itu neksrosis jaringan juga dapat terjadi akibat melakukan oberasi pergantian kelamin. Pengobatannya dengan diberikan obat antibotik gosok pada kulit sehingga membuat jaringan yang mengalami nekrosis mengelupas. Penggunaan elektrokauteri merupakan kontraindikasi pada penjepit yang digunakan dalam sirkumsisi.21,22,23 8. Hispospadia Hispospadia merupakan kelainan pada anak laki-laki, yang dicirikan dengan posisi lubang kencing (ostium uretra externum) yang abnormal yang tidak terletak pada ujung glands penis tetapi berada lebih di bawah dan lebih pendek.5,22 Sebagian besar anak dengan kelainan hipospadia memiliki bentuk penis yang melengkung.21 Hipospadia dapat disebabkan karena kelainan genetik, maupun kesalahan prosedur dalam melakukan sirkumsisi.21,23
  • 32. 24 2.2. Organ Genitalia Pria 2.2.1. Anatomi Gambar 2.11. Potongan sagital organ reproduksi pria serta struktur-struktur di sekitarnya. sumber : Tortora. Principles anatomi & physiology. Ed 13.24 Organ genitalia pria terdiri atas organ genitalia eksterna dan organ genitalia interna.25,25,26 Organ genitalia eksterna terdiri atas skrotum dan penis.24,25,26 Organ genitalia interna terdiri atas testis, saluran-saluran genitaia yang terdiri atas, ductuli efferentes, ductus epididymis, ductus deferents, serta ductus ejaculatorius, dan kelenjar-kelenjar genitalia yang terdiri atas, glandula prostat, glandula bulbourethalis, serta vesicula seminalis.24,26,27 Secara umum, organ genitalia interna terletak dalam cavum pelvica, hanya saja pada pria sebagian besar terletak di luar cavum pelvica, yaitu terletak pada daerah perineum dan inguinal.24,28 Sedangkan organ genitalia eksterna terletak di luar cavum pelvica pada perineum (secara ginekologis).28,29 Berikut adalah pembahasan mengenai organ genitalia eksterna (karena berkaitan dengan sirkumsisi).
  • 33. 25 Gambar 2.12. Sistem reproduksi pria tampak dari anterior sumber : Martini, Nath. Fundamentals of anatomy and physiology. Ed 9.29 2.2.1.1. Penis Penis merupakan organ reproduksi tubuler yang berfungsi untuk mengeluarkan urin dan memindahkan sperma ke vagina selama berhubungan seksual.28 Penis terbagi atas 3 bagian utama yaitu, glands penis, corpus penis, dan radix penis.25,26,28 Terdapat pula bagian-bagian lain pada penis yaitu, orificium urethtrae externum, urethtrae pars cavernosum, collumna glandis, corona glandis, preputium, serta frenulum preputii.28 Bagian preputium atau kulup pembungkus penis ini merupakan suatu kelenjar minyak yang akan menghasilkan cairan lilin yang disebut dengan smegma.27 Akan tetapi smegma dapat menjadi sumber nutrisi yang baik bagi bakteri, sehingga dapat terjadi peradangan ringan bahkan sampai infeksi parah apabila tidak pernah dibersihkan secara baik.28,29 Kulup pembungkus penis ini yang akan di potong pada saat melakukan sirkumsisi.29
  • 34. 26 Gambar 2.13. Pandangan anterior dan leteral penis, menampilkan jaringan erektil. sumber : Martini, Nath. Fundamentals of anatomy and physiology. Ed 9.29 Penis memiliki radix yang terfiksasi serta corpus yang tergantung dengan bebas. Radix penis dibentuk oleh bulbus penis, crus penis dextrum, dan crus penis sinistrum yang disebut tiga massa jaringan erektil penis. Bulbus penis terletak pada garis tengah serta melekat pada permukaan bawah diafragma urogenital Bulbus dilalui oleh urethtra dan permukaan luarnya dibungkus oleh musculus bulbospongiosus. Masing-masing crus penis, baik sinistra maupun dextra melekat pada tepi arcus pubis dan permukaan luarnya diliputi oleh musculus ischiocavernosus. Bulbus melanjutkan diri ke anterior sebagai corpus penis dan membentuk corpus spongiosum penis. Di bagian anterior, crus sinistra dan crus dextra penis akan saling mendekati dan pada bagian dorsal corpus terletak saling berdampingan dan membentuk corpus cavernosum penis.25,26,27
  • 35. 27 Gambar 2.14. Penis. A dan B. Tiga korpus jaringan erektil, dua corpora cavernosa dan satu corpus spongiosum dengan glands penis. C. Uretra pars spongiosum yang terbuka untuk memperlihatkan lipatan membran mukosa dan muara kelenjar di bagian atas uretra sumber : Snell R. Anatomi klinis berdasarkan sistem.25
  • 36. 28 Corpus penis atau batang penis terdiri atas tiga jaringan erektil yang diliputi pembungkus (fascia) yang berbentuk tubular yang disebut fascia buck. Ketiga jaringan erektil ini terbentuk dari dua corpora cavernosa yang terletak pada daerah dorsal (saling berkaitan satu sama lainnya) dan corpus spongiosum yang terletak pada bagian vetralnya. Pada bagian distal corpus spongiosum akan melebar dan membentuk glands penis, yang meliputi ujung distal corpora cavernosa. Pada ujung glands penis terdapat muara dari urethrae yang disebut meatus urethrae externus.25,26,29 Pada penis juga terdapat otot-otot yang disebut musculi penis yang terdiri atas, musculus bulbospongiosum dan musculus ischiocavernosus (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya). Musculus bulbospongiosus terletak di sisi kanan dan kiri garis tengah, meliputi bulbus penis dan pada bagian posterior corpus spongiosum penis. Musculus bulbospongiosum ini berfungsi menekan urethtrae pars spongiosa serta mengosongkan urin atau sisa cairan semen. Musculus bulbospongiosum juga berperan dalam proses ereksi penis, serta menghambat aliran vena dari jaringan erektil, akibat penekanan dari serabut-serabut anterior terhadap vena dorsalis penis. Musculus ischiocavernosus yang meliputi crus penis pada masing-masing sisi. Fungsinya menekan crus penis dan membantu dalam proses ereksi sama halnya musculus bulbospongiosum.27,29 Penis di vaskularisasi oleh arteri dan vena. Corpora cavernosa penis di vaskularisasi oleh arteria profunda penis. Corpus spongiosum di vaskularisasi oleh arteria bulbi penis. Serta terdapat pula arteria dorsalis penis. Semua arteri ini merupakan cabang dari arteria pudenda internum. Vena-vena yang memberi vaskularisasi pada penis bermuara pada venae pudendae internae.26,28,29 Penis di inervasi oleh nervus pudendus dan plexus pelvicus. Pada penis juga terdapat aliran limfe. Cairan limfe pada kulit penis akan dialirkan ke kelompok medial nodus inguinalis superficialis. Struktur-struktur profunda penis akan mengalirkan cairan limfenya ke nodi iliaci interni.25,29
  • 37. 29 2.2.1.2. Skrotum Gambar 2.15. Skrotum sebagai struktur pendukung dari testis. sumber : Tortora. Principles anatomi & physiology. Ed 13.24 Skrotum merupakan kantung kulit elastis dan fascia atau pembungkus yang berisi testis dan epididymis.25,26,28 Kulit skrotum sangat beralur erta di tumbuhi rambut-rambut halus yang jarang.27 Pada skrotum juga terdapat raphe scrotalis yang merupakan asal bilateral skrotum.25 Skrotum berfungsi untuk melindungi testis serta sebagai pengatur suhu agar kualitas sperma tetap terjaga.28,29 Skrotum dapat mengkerut apabila berada pada suhu yang dingin, dan dapat menggantung saat berada pada suhu yang panas atau temperatur tinggi.28 2.3. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah seperangkat pemahaman, pengertian dan ilmu sebagai tingkat kemampuan dan tingkat pengetahuan seseorang untuk membayangkan dan mempersepsikan suatu topik. Tingkat pengetahuan merupakan domain yang penting dalam pembentukan sikap maupun tindakan seseorang.30 Meskipun demikian, tingkat pengetahuan tidak selalu tercermin dalam sikap dan tindakan seseorang.31
  • 38. 30 Pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah seseorang mengetahui dan melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.32 Untuk mengukur tingkat pengetahuan seseorang terdiri dari 6 tingkatan. Tingkatan pengetahuan tersebut mencakup kompetensi ketrampilan intelektual yang dimulai dari hal sederhana sampai domain yang paling kompleks. Adapun tingkatan pengetahuan tersebut adalah: 1. Tahu (Know), artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 32,33 2. Memahami (Comprehention), diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang suatu objek yang diketahui dan kemampuan untuk menginterpretasikan materi tersebut dengan benar dan tepat. 32,33 3. Aplikasi (Aplication), adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi tahu kondisi yang tepat. 32,33 4. Analisis (Analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suat u objek kedalam berbagai komponen, yang masih didalam struktur organis asi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 32,33 5. Sintesis (Synthesis), merupakan kemampuan untuk menghubungkan beberapa bagian menjadi suatu keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi yang baru dari formulasi telah ada.32,33 6. Evaluasi (Evaluation), adalah kemampuan untuk melakukan penilaian dari suatu materi atau objek. Penilaian tersebut harus berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. 32,33
  • 39. 31 Menurut Notoatmodjo (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah:30 1. Sosial Ekonomi Faktor lingkungan sosial dan ekonomi merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan karena kedua faktor ini mendukung tingginya pengetahuan dan yang berkaitan dengan ekonomi juga pendidikan seseorang. Faktor ekonomi mempunyai hubungan sebab akibat dengan tingkat pendidikan seseorang, contohnya jika seseorang yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah maka akan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuannya,dan begitu juga sebaliknya.30 2. Kultur (Budaya dan Agama) Faktor budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi baru yang diterima seseorang akan disaring, sehingga harus sesuai dengan budaya yang ada dan agama yang dianut.30 3. Pendidikan Makin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah juga menyesuaikan dirinya dengan hal baru tersebut.30 4. Pengalaman Faktor pengalaman berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, contoh yang berkaitan dengan pendidikan yaitu seseorang yang berpendidikan tinggi pasti akan mempunyai pengalaman yang luas, sedangkan yang berhubungan dengan umur yaitu jika semakin tua umur seseorang maka pengalaman yang dimiliki akan makin banyak.30 2.4. Pengetahuan Mahasiswa Pria mengenai Pentingnya Sirkumsisi Pada Organ Genitalia Hingga saat ini, tingkat pengetahuan akan sirkumsisi masih sangat rendah di Indonesia. Sosialisasi untuk menambah wawasan serta pemahaman akan sirkumsisi pada organ genitalia pun sampai saat ini belum optimal dilakukan. Dalam studi lanjutan di Texas, ditemukan bahwa 27% pria tidak melakukan
  • 40. 32 sirkumsisi pada organ genitalia mereka, disebabkan karena mereka tidak memiliki pengetahuan apapun mengenai sirkumsisi.3 Perhatian pada tingkat pendidikan kedokteran sudah semakin jelas. Pendidikan tingkat tinggi dipandang sebagai cara bijaksana untuk menginterinvensi profesi kedokteran sehingga kelak ketika mahasiswa lulus dapat berkarya sesuai dengan keilmuan dan harapan masyarakat. Oleh karenanya, survei mengenai tinggi rendahnya pengetahuan mahasiswa pria mengenai pentingnya sirkumsisi pada organ genitalia amat berguna bagi mahasiswa bidang kedokteran serta bagi institusi. Hasil survei ini akan menunjukan tingkatan mahasiswa dan intervensi lanjut yang barangkali diperlukan institusi pendidikan kedokteran. Survei yang dilakukan di Universitas KwaZulu-Natal Afrika Selatan, menunjukan bahwa tingkat pengetahuanmahasiswa akan sirkumsisi sudah dikategorikan cukup baik dengan presentase 66,43%. Bahkan ada beberapa mahasiswa pria yang bersedia untuk melakukan sirkumsisi pada organ genitalia mereka setelah memperoleh informasi mengenai sirkumsisi, dengan alasan untuk kesehatan dan kebersihan organ genitalianya.7 Oleh karena itu intervensi untuk membentuk sikap melalui pengetahuan sedapat mungkin disampaikan dengan menarik. Dunia pendidikan formal, saat mahasiswa kedokteran dan profesi kesehatan menuntut ilmu tentu sebaiknya memanfaatkan dirinya agar dapat memberikan intervensi yang bermakna.
  • 41. 33 2.5. Kerangka Teori Gambar 2.16. Kerangka Teori Sirkumsisi Sejarah Metode Komplikasi Organ Genitalia Anatomi
  • 42. 34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kategorik dengan survei yang menggunakan desain penelitian cross sectional (studi potong lintang). 3.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kampus Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon. Waktu penelitian dimulai pada bulan November 2014 dan berakhir pada bulan Januari 2015, atau selama proses pembelajaran dalam blok metodologi penelitan berlangsung. 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa pria Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon. Penentuan Populasi ini dengan alasan keterjangkauan. 3.3.2. Sampel Penelitian Pengambilan sampel dilakukan pada mahasiswa pria Fakultas kedokteran Universitas Pattimura Ambon. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana (simple random sampling). 3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian Data diambil dari mahasiswa tingkat pertama, ketiga, kelima, dan tingkat akhir pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon. Peneliti akan menggunakan tabel random dengan menghubungkan nomor yang keluar dari tabel acak dengan nomor absensi mahasiswa pada setiap angkatan.
  • 43. 35 Rumus perhitungan jumlah sampel mengikuti rumusan deskriptif kategorik: n = besar sampel; Zα = derivate baku alpha,yang ditetapkan oleh peneliti. Dalam kasus ini peneliti menetapkan α = 5% sehingga ditemukan Zα = 1,96 P = proporsi kategori yang akan diteliti. Dalam hal ini belum ada kepustakaan khusus di Indonesia, oleh karenanya untuk menjamin besar minimal sampel maksimal, maka P ditentukan sebesar 0,5. Q = [1-P] = 0,5. d = presisi penelitian yang ditentukan oleh peneliti sebesar 0,1. Berdasarkan rumus besar sampel di atas, maka akan ditemukan n = 96 responden. Untuk memperluas perolehan data, jumlah tersebut ditambah 10% untuk populasinya sehingga menjadi 106 responden. 3.4. Kriteria Restriksi 3.4.1. Kriteria Inklusi Terdaftar resmi sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon tahun ajaran 2014/2015 (daftar registrasi) semester satu, tiga, lima, dan tujuh. 3.4.2. Kriteria Ekslusi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Patimura Ambon yang tidak kooperatif dalam penelitian. 3.5. Variabel Penelitian 3.5.1. Variabel Terikat Adapun variabel terikat dalam penelitian ini, yaitu pentingnya sirkumsisi pada organ genitalia pria.
  • 44. 36 3.5.2. Variabel Bebas Adapun variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu pengetahuan mahasiswa pria Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon. 3.6. Kerangka Konsep Keterangan : = Variabel Bebas = Variabel Terikat Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian 3.7. Defenisi Operasional Variabel Defenisi Operasional Cara Pengukuran Skala Pengukuran Hasil Ukur Pengetahuan Pengetahuan merupakan seperangkat pemahaman, pengertian, serta ilmu sebagai tolak ukur seseorang dalam membayangkan atau mempersepsi sebuah objek.1 Pengetahuan dalam hal ini berkaitan dengan sirkumsisi pada organ genitalia. Kuesioner Ordinal 1.Baik jika jumlah skor responden 8 - 10 2.Cukup jika jumlah skor responden 6 - 7 3.Kurang jika skor responden >6 Tabel 3.1. Defenisi Operasional Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon Pentingnya Sirkumsisi Pada Organ Genitalia Pengetahuan
  • 45. 37 3.8. Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan. Dan nantinya responden akan diwawancarai oleh pewawancara (peneliti), guna memperoleh segala inormasi yang berkaitan dengan pengetahuan mereka mengenai pentingnya sirkumsisi pda organ genitalia. 3.9. Pengumpulan Data Persetujuan setelah penjelasan (Informed consent) akan diminta sebelum memulai pengisisan kuesioner. Data akan dikumpulkan menggunakan kuesioner dan akan divalidasi pada 20 orang mahasiswa FK Unpatti. Untuk memastikan keterisian kuesioner, peneliti akan melakukan wawancara. Follow-up akan dilakukan bilamana kuesioner belum terisi sepenuhnya. Data demografik dikumpulkan setelah pemberian informed consent. Setiap hari peneliti akan berusaha untuk mewawancarai 10 responden. Sehingga pengumpulan data diharapkan selesai dalam waktu 2-3 minggu dengan memperhitungkan penundaan dan pencarian ulang terhadap responden yang sulit ditemui. Pengambilan responden ditentukan dengan acak sederhana dengan cara mengaitkan tabel acak terhadap daftar hadir tiap angkatan. Kemudian, tim peneliti akan menghubungi responden yang ditentukan dan membuat perjanjian untuk bertemu dengan responden guna wawancara terstruktur untuk pengisian kuesioner mengenai pengetahuan akan sirkumsisi pada organ genitalia. Semua pewawancara akan mengikuti pelatihan tiga hari sebelum mengadakan pengisian kuesioner agar terdapat persamaan persepsi dalam pengisian kuesioner. Pelatihan juga bertujuan agar pengumpul data fasih mengenali isi kuesioner. Dua minggu setelah pelatihan, para pengumpul data berkumpul dan mengevaluasi hasil pengumpulan data. Bila terdapat kesulitan pencarian data maka tim peneliti akan menyelesaikan kesulitan itu. Keputusan akan diambil bila diperlukan tambahan alokasi waktu untuk melakukan wawancara untuk mencapai target minimal sesuai perhitungan sampel di atas.
  • 46. 38 3.10. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dibantu dengan piranti lunak SPSS. Data akan dimasukkan segera setelah wawancara. Data antar pengumpul data dipertukarkan dan dilakukan re-entry dengan file yang berbeda. Kedua data kemudian diperiksa kembali, koreksi dilakukan bilamana data tidak saling sesuai. Data cleaning akan dilakukan sebelum analisis oleh peneliti. Kedua file (pertama dan kedua) akan dibandingkan. Jika ada perbedaan diantara keduanya, kuesioner asli akan dijadikan dasar dalam melakukan koreksi. Pemeriksaan logis data deskripsi akan dilakukan sebagai fungsi monitoring dan dilakukan koreksi bilamana perlu terutama pada data-data yang seharusnya tidak terjawab. Analisis deskriptif akan dilakukan pada seluruh data. Konfiden interval (α=0.05) akan digunakan. 3.11. Alur penelitian Gambar 3.2. Kerangka alur penelitian Mahasiswa pria FK Unpatti Analisis data dan penyusunan laporan penelitian Subjek Penelitan Pengisisan kuesioner dan wawancara Kuesioner Kriteria inklusi Uji validitas kepada 15 orang mahasiswa Melatih wawancara
  • 47. 39 3.12. Etika Penelitian Tinjauan etik akan dilakukan oleh Komite Etik Penelitian, Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon. Formulir tinjauan etik yang tersedia di Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon akan digunakan sebagai registrasi penelitian ini kepada Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon disertai dengan proposal yang telah disetujui. 3.13. Jadwal Pelaksanaan penelitian Kegiatan Bulan Ke- 5 6 7 8 9 10 11 12 Penyusunan proposal Seminar proposal Perbaikan proposal Pengumpulan data Pengolahan dan analisis data Ujian skripsi Tabel 3.2. Jadwal pelaksanaan penelitian
  • 48. ix DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization. The global prevalence of male circumcision: information package on male circumcision and HIV prevention insert 2. [Internet]. 2007 [cited 2014 Nov 22]. Available from: http://www.who.int/hiv/pub/malecircumcision/infopack_en_2.pdf 2. World Health Organization. Traditional male circumcision among young people: a public health perspective in the context of HIV. [Internet]. 2009 Nov [cited 2014 Dec 26]. Available from: http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241598910_eng.pdf 3. World Health Organization. Male circumcision: global trends and determinats of prevalence, safety, and acceptability. [Internet]. 2007 [cited 2014 Nov 22]. Available from: http://whqlibdoc.who.int/publications/2007/9789241596169_eng.pdf 4. World Health Organization. Male circumcision and HIV prevention: in eastern and southern Africa. [Internet]. 2007 [cited 2014 Nov 22]. Available from: http://www.who.int/hiv/pub/malecircumcision/cntry_experiences_se_afric a_06.09.09.pdf 5. The Royal Australian College of Physicians. Circumcision of infant males: pediatrics & child health division. [Internet]. 2010 Sep [cited 2014 Nov 22]. Available from: www.racp.edu.au 6. World Health Organization. Neonatal and child male circumcision: a global reviews. [Internet]. 2010 April [cited 2014 Dec 26]. Available from: http://www.who.int/hiv/pub/malecircumcision/neonatal_child_MC_UNAI DS.pdf 7. Naidoo PV, Dawood F, Driver C, Narainsamy M, Ndlovu S, Ndlovu V. Knowlwedge, attitudes and perception of pharmacy and nursing students towards male circumcision and HIV in a KwaZulu-Natal University, South Africa. Publish on 2012 Jul 11 [cited on 2014 Dec 26]. Available from:
  • 49. x http://www.phcfm.org/index.php/phcfm/article/viewFile/327/413 8. Phiri M. Awarness, knowledge, attitudes and up-take of male circumcision as an HIV prevention strategy among youth in Zambia: a case study of Lusaka district. Publish on 2011 [cited on 2014 Dec 26]. Available from: http://dspace.unza.zm:8080/xmlui/bitstream/handle/123456789/1059/Cove r%20and%20preliminary%20pages.pdf?sequence=2 9. Nasution Syaifuddin. Gambaran pengetahuan orang tua tentang sirkumsisi pada anak laki-laki di kelurahan perintis kecamatan medan timur tahun 2010. [Skripsi]. Fakultas kedokteran. Universits Sumatra Utara. 2010 10. Massry SG. History of circumcision: a religious obligation or a medical necessity. Origns of nephrology. 2011:100-2 11. Mohammad A, Ghazo Al, Banihani KE. Circumcision revision in male children. Pediatric urology. International braz Jpurnal urology. 2006 July- August,32(4):454-58 12. Urological Society of Australia and New Zealand. Circumcision – surgical procedures. Publish on 2013 [cited on 2014 Dec 26]. Available from : http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcpdf.nsf/ByPDF/Circumcisio n_surgical_procedures/$File/Circumcision_surgical_procedures.pdf 13. Department of Health and Human Services-USA (CDC). Male circumcision. Publish on 2013 [cited on 2014 Dec 26]. Available from: http://www.cdc.gov/hiv/resources/factsheets/PDF/circumcision.pdf 14. Hirji H, Charlton R, Sarmah S. Male circumcision: a review of the evidence. Journal of Men’s Health and Gender. 2005 March,2(1):21-30 15. Draper R, Knott L, Willacy H. Circumcision. Publish on 2013 May 04 [cited on 2014 Dec 26]. Available from: http://www.patient.co.uk/pdf/1250.pdf# 16. King PJ. Who did it, who didn’t and why. Biblical archaeology review. 2006;36:49-55. 17. Richards D. Male circumcision: medical or ritual? J Law Med. 1996;3:1- 13
  • 50. xi 18. Remondino PC. History of circumcision from the earlier time to the present. Publish on 1891. BiblioBazaar; 2008 19. Brigman, W.E. Circumcision as a child abuse: the legal and constitutional issues. J Family Law. 1985;23:337-339 20. Salimah. Mengenal 7 metode sunat/khitan. Publish on 2014 Februry 24 [cited on 2014 Dec 26]. Available from: http://www.salimah.or.id/mengenal-7-metode-sunatkhitan-sirkumsisi/ 21. Aaron J, Krill, Lane S, Pallmer, Jeffrey S, Palmer. Complications of circumcision. The Scientific World Journal.2011,(11): 2458-68 22. Bailey RC, Plummer FA, Moses S. Male circumcision and HIV prevention: current knowlwdge and future research directions. Lancet Infectious Dieases. 2001,1: 223-31 23. Thorup J, Thorup SC, Ifaoui IBR. Complication rate after ircumcision in pediatric surgical setting should not be neglected. Danish Medical Journal. 2013 August,60(8): 4681-83 24. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. Ed.13. Hoboken: John Wiley & Sons, 2012 25. Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan sistem. Sugiharto L, penerjemah; Hartanto H, et al, editor. Jakarta: EGC, 2011 26. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed.6. Sugiharto L, penerjemah; Hartanto H, et al, editor. Jakarta: EGC, 2006 27. Ellis H. Clinical anatomy a revision and applied anatomy for clinical student. Ed 11. British: Blackwell publish, 2006 28. Marieb EN, Hoehn K. Human anatomy & physiology. Ed 9. United states of America: Pearson, 2011 29. Martini FH, Nath JL, Bartholomew. Fundamentals of anatomy & physiology. Ed 9. United States of America: Pearson, 2010 30. World Health Organization. Advocacy, communication and socialmmobilization for TB control: a guide to developing knowledge, attitude and practice surveys [Internet]. 2008 [cited 2014 Jan 8]. Available from:
  • 51. x http://www.who.int/tb/people_and_communities/advocacy_communicatio n/en 31. Data Collection the KAP Survey Model. Knowledge, attitudes, and practice survey model [Internet]. 2011 [cited 2014 Jan 27]. Available from: http://issuu.com/doctorsoftheworld/docs/mdm_guide_kap_survey_2011 32. Atmawati C. Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang asi dengan perilaku perawatan payudara postpartum di rumah bersalin An Nissa Surakarta [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret. 2010 33. Rinendy D. Hubungan antara pengetahuan dan sikap mahasiswa profesi dengan tindakan pencegahan penyakit menular di RS Gigi dan Mulut Universitas Jember [Skripsi]. 2012