Kebijakan ekonomi politik; studi kebijakan antidumping dalam cafta
1. KEBIJAKAN EKONOMI POLITIK INDONESIA
Studi Tentang Implementasi Kebijakan Antidumping di Indonesia
Dalam Kerangka Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Advokasi Kebijakan Publik
Disusun Oleh:
DIAN HERDIANA
170120110015
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN MAGISTER KEBIJAKAN PUBLIK
BANDUNG
2012
2. Pendahuluan
Terkait dengan perdagangan bebas,
kesepakatan ASEAN-China FTA juga dapat
menimbulkan dampak baik positif maupun
negatif. Dampak positif dari perjanjian ACFTA
tersebut akan dinikmati langsung oleh sektor
yang produknya diekspor ke China, sementara
dampak negatif dirasakan oleh produsen dalam
negeri yang produknya dipasarkan di dalam
negeri dan memiliki tingkat daya saing yang
relatif kurang kompetitif yang harus bersaing
dengan produk China.
3. Lanjutan
Dalam lima tahun terakhir peningkatan impor dari
China pada umumnya diatas 20 % pertahunnya. Hal ini
menunjukkan bahwa produk-produk China berpotensi
dan sudah menjadi ancaman terhadap pasar domestik
untuk produk yang sejenis. Pada tahun 2010, produk
China praktis menguasai setiap lini di Indonesia.
Dimana kualitas barangnya seadanya, tetapi haraganya
yang murah meriah membuat produk China laku keras.
Data perdagangan akhir 2010, neraca perdagangan
Indonesia-China defisit di pihak Indonesia. Nilai ekspor
Indonesia ke China 49,2 miliar dollar AS, sementara
nilai impor dari China sebesar 52 miliar dollar AS.
4. Lanjutan
Pemberlakuan ACFTA telah menuai dampak negatif
dimana sekitar 20 persen sektor industri manufaktur beralih
ke sektor perdagangan, hal ini dapat dicontohkan penyurutan
manufaktur pada industri alas kaki. Dari sekitar 1,5 juta
tenaga kerja pada tahun 2000 sebanyak 300.000 orang di
antaranya terpaksa dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK),
jumlah pengangguran pun kian bertambah. Survey yang
dilakukan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
langsung ke Shanghai dan Guangzhou, China, menemukan
adanya praktik banting harga (dumping) untuk beberapa
produk yang diekspor ke Indonesia. Dari 190 barang yang
diekspor ke Indonesia, ditemukan 30 produk dengan harga
lebih murah dibandingkan dengan harga di pasar lokal
mereka. Artinya, China telah menerapkan politik dumping.
5. Lanjutan
Sebagai negara yang turut ambil bagian dalam
perdaganagn multilateral, Indonesia telah meratifikasi
Agreement Estabilihing WTO melalui Undang- Undang
Nomor 7 Tahun 1994, sebagai konsekuensinya Indonesia
kemudian membuat ketentuan dasar tentang antidumping
dengan cara menyisipkannya dalam Undang-undang No. 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan ditindaklanjuti
dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea
Masuk Imbalan dan diikuti dengan beberapa Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Ketentuan
Antidumping ini hanya dikenakan pada produk yang
mengancam produk industri dalam negeri karena
menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.
6. Lanjutan
Dalam menghadapi China dalam perdagangan
bebas ini seharusnya Indonesia sudah matang dalam
pembelaan industri dalam negeri karena China juga
terkenal sering melakukan politik dumping.Jadi dengan
adanya ACFTA ini banyak peristiwa tentang
perdagangan bilateral antara Indonesia dan China
tidak seimbang dan berdampak pada kerugian dan
kelesuan permintaan terhadap produk industri dalam
negeri terutama industri kecil dan menengah. Industri
dalam negeri dalam menghadapi pasar bebas dan
persaingan global masih sangat rentan dan lemah.
7. Lanjutan
Disinilah perlindungan dari pemerintah sangat dibutuhkan
melalui perangkat hukum internasional dan nasional mengenai
antidumping sebagai tindakan balasan terhadap politik dumping
yang dilakukan negara lain dalam hal ini khususnya China.
Ditambah lagi dalam keadaan yang menunjukkan indikasi
kesulitan menghadapi produk China terkait ACFTA ini.
Bagaimanapun Indonesia harus mampu dalam melindungi
industri dalam negeri dari praktik dumping dan juga mampu
mengantisipasi upaya apa yang akan digunakan untuk
menghadapi tuduhan praktik dumping dari negara lain dalam
waktu yang tepat. Karena pengusaha terutama pengusaha kecil
dan menengah tidak sanggup menyelesaikan tugas dan peran
pemerintah dalam melindungi produk industri dalam negeri dari
persaingan yang curang atau praktik dumping tersebut.
8. Tinjauan Pustaka
• Michael Howlet dan M Ramesh(1995:11) dalam
Subarsono (2005:13) mengemukakan bahwa evaluasi
kebijakan adalah proses untuk memonitor dan
menilai hasil atau kinerja kebijakan.
• Anderson (1979) mengatakan bahwa Evaluasi adalah
the appraisal of assesstment of policy including its
content implementation and impact (penilaian atau
pengukuran kebijakan termasuk isi, implementasi
dan dampaknya).
9. Lanjutan
Menurut Abidin (2006 : 211) evaluasi secara lengkap
mengandung tiga pengertian yaitu :
1. Evaluasi awal, sejak dari proses perumusan
kebijakan sampai saat sebelum dilaksanakan (ex-ante
evaluation);
2. Evaluasi dalam proses pelaksanaan atau
monitoring
3. Evaluasi akhir, yang dilakukan setelah selesai
proses pelaksanaan kebijakan (ex-post evaluation)
10. Lanjutan
Abidin (2006 : 213) lebih lanjut mengemukakan bahwa informasi
yang dihasilkan dari evaluasi merupakan nilai (values) yang antara lain
berkenaan dengan :
1. Efisiensi (Efficiency), yakni perbandingan antara hasil dengan biaya,
atau (hasil/biaya).
2. Keuntungan (profitability), yaitu selisih antara hasil dengan biaya atau
(hasil/biaya).
3. Efektif (effectiveness), yakni penilaian pada hasil, tanpa
memperhitungkan biaya.
4. Keadilan (equity), yakni keseimbangan (proporsional) dalam pembagian
hasil (manfaat) dan/atau biaya (pengorbanan)
5. Detriments, yakni indikator negatif dalam bidang sosial seperti kriminal
dan sebagainya.
6. Manfaat tambahan (marginal rate of return), yaitu tambahan hasil
banding biaya atau pengorbanan (change-in benefits/change –in-cost).
11. Lanjutan
Kepentingan Nasional
Morgenthau mendefiniskan kepentingan nasional
sebagai suatu konsep yang harus diartikan sebagai
power. Oleh sebab itu Morgenthau menunjuk
kepentingan nasional berdasarkan definisi power,
artinya bahwa posisi power yang harus dimiliki negara
merupakan pertimbangan utama yang memberikan
bentuk kepada kepentingan nasional. Konsekuensi dari
pemikiran tersebut adalah bahwa suatu situasi atau
tujuan nasional harus dievaluasi dan diukur dengan
menggunakan tolok ukur posisi power negara.
12. Lanjutan
Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan
yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan
penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa
antar perorangan (individu dengan individu), antara
individu dengan pemerintah suatu negara atau
pemerintah suatu Negara dengan pemerintah negara
lain. Batasan lain tentang perdagangan internasional
adalah proses tukar-menukar barang dan jasa
kebutuhan antara dua negara atau lebih yang berbeda
hukum dan kedaulatan dengan memenuhi peraturan
yang diterima secara internasional.
13. Lanjutan
Politik Luar Negeri
Kepentingan nasional merupakan keseluruhan nilai yang hendak
diperjuangkan atau dipertahankan dalam forum internasional. Oleh sebab
itu dapat dikatakan bahwa kepentingan nasional merupakan kunci dalam
politik luar negeri. Menurut Couloumbis dan Wolfe, politik luar negeri
sintesis dari tujuan atau kepentingan nasional dengan power dan
kapabilitas. Politik luar negeri pelaksanaanya dilakukan oleh aparat
pemerintah. Oleh karena itu aparat pemerintah mempunyai pengaruh
terhadap politik luar negeri.
Disamping aparat pemerintah, kekuatan-kekuatan sosial politik yang
lebih dikenal dengan pressure group ikut berpengaruh pula dalam
pembentukan politik luar negeri suatu negara. Tujuan politik luar negeri
adalah untuk memujudkan kepentingan nasional. Tujuan tersebut
memuat gambaran atau keadaan Negara di masa mendatang dan kondisi
masa depan yang diinginkan. Pemerintah suatu Negara menetapkan
berbagai sarana yang diusahakan untuk dicapai dengan melakukan
berbagai tindakan yang menunjukan adanya kebutuhan, keinginan, dan
tujuan.
14. Lanjutan
Konsep dan Pengertian Dumping
Dumping adalah istilah yang digunakan dalam
perdagangan internasional yakni praktik dagang
yang dilakukan eksportir dengan menjual
komoditi di pasaran internasional dengan harga
yang kurang dari nilai yang wajar atau lebih
rendah dari harga barang tersebut di negerinya
sendiri, atau dari harga jual kepada negara lain
pada umumnya, sehingga merusak pasaran dan
merugikan produsen pesaing negara pengimpor.
15. Lanjutan
• Dalam ilmu ekonomi dumping diartikan sebagai “traditionally
defined as selling at a lower price in one national market than in
another”. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai
sistem penjualan barang di pasaran luar negeri dalam jumlah
banyak dengan harga yang rendah sekali (dengan tujuan agar harga
pembelian di dalam negeri tidak diturunkan sehingga akhirnya
dapat menguasai pasar luar negeri dan dapat menguasai harga
kembali).
• Dalam Black’s Law dictionary, Pengertian dumping dinyatakan
sebagai berikut, “The act of selling in quantity at a very low price or
practically regardless of the price; also, selling goods abroad at less
than the market price at home.” Dimana dalam terjemahan bebas
dapat diartikan sebuah tindakan yang menjual barang dalam
kuantitas harga yang sangat rendah atau hampir mengabaikan
harga, juga menjual barang-barang luar negeri kurang dari harga
pasar di tempat asalnya.
16. Pembahasan
Proses Terbentuknya ACFTA
Pada tahun 2001, pada pertemuan antara China dan ASEAN di
Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, Cina menawarkan sebuah
proposal ASEAN-China Free Trade Area untuk jangka waktu 10
tahun. Dalam prosesnya negoisasi tersebut akan berlanjut melalui
tahapan-tahapan. Satu tahun berikutnya yaitu tahun 2002,
pemimpin ASEAN dan China siap menandatangani kerangka
perjanjian Comprehensive Economic Cooperation (CEC), yang
didalamnya terdapat pula diskusi mengenai Free Trade Area (FTA).
Tidak diragukan lagi bahwa proposal oleh Cina sangat menarik
karena Cina dan ASEAN sama-sama melihat kemungkinan besar
akan adanya pertumbuhan ekonomi yang lebih signifikan dengan
perjanjian tersebut. Inisiatif untuk bekerjasama dalam
pengembangan ekonomi datang dari cina.
17. Lanjutan
Kemudian pada tanggal 6 Oktober 2003 protokol perubahan persetujuan
tersebut ditandatangani oleh Menteri-menteri Ekonomi ASEAN-RRC
Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation
between The Association of Southeast Asian Nations and The People’s
Republic of China (ACFTA) ditandatangani di Kamboja oleh para kepala
negara anggota ASEAN dengan tujuan Framework Agreement AC-FTA
tersebut di Bali, Indonesia pada tanggal 8 Desember 2006, adalah:
• Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan
investasi kedua pihak;
• Meliberalisasikan perdagangan barang jasa dan investasi;
• Mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling
menguntungkan kedua pihak;
• Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota
baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak.
18. Dampak ACFTA
Serbuan produk asing terutama dari China
dapat mengakibatkan kehancuran sektor-sektor
ekonomi yang diserbu. Padahal sebelum tahun
2009 saja Indonesia telah mengalami proses
deindustrialisasi (penurunan industri).
Berdasarkan data Kamar Dagang dan Industri
(KADIN) Indonesia, peran industri pengolahan
mengalami penurunan dari 28,1% pada 2004
menjadi 27,9% pada 2008
19. Lanjutan
Pasar dalam negeri yang diserbu produk asing
dengan kualitas dan harga yang sangat bersaing akan
mendorong pengusaha dalam negeri berpindah
usaha dari produsen di berbagai sektor ekonomi
menjadi importir atau pedagang saja. Sebagai
contoh, harga tekstil dan produk tekstik (TPT) Cina
lebih murah antara 15% hingga 25%. Menurut Wakil
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API),
selisih 5% saja sudah membuat industri lokal
kelabakan, apalagi perbedaannya besar.
20. Lanjutan
Adanya gejala deindustrialisasi yang terjadi
pasca pemberlakuan ACFTA. Sebelum era
reformasi, di saat ekonomi tumbuh sekitar
7%, industri pengolahan bisa tumbuh hingga
14%. Saat ini, dengan pertumbuhan 6,5%,
industri pengolahan hanya tumbuh kurang
dari 2%.
21. Langkah Pemerintah terkait dampak ACFTA
Guna mengantisipasi dampak ACFTA tersebut, pemerintah secara umum telah
menerapkan sepuluh kebijakan yaitu. (Dampak Penerapan ACFTA Bagi
Perdagangan Indonesia)
• Mengevaluasi dan merevisi semua Standar Nasional Indonesia (SNI) yang sudah
kadaluarsa dan menerapkannya secara wajib dengan terlebih dahulu
menotofikasikan ke WTO.
• Mengefektifkan fungsi Komite Anti Dumping dan menangani setiap kasus dugaan
praktek dumping dan pemberian subsidi secara langsung oleh mitra dagang.
• Mengefektifkan fungsi komite Pengaman Perdagangan Indonesia (KPPI) dalam
menanggulangi lonjakan barang impor di pasar dalam negeri
• Meningkatkan lobi pemerintah untuk mengamankan ekspor Indonesia antara lain
dari ancaman dumping dan subsidi oleh Negara mitra dagang.
• Mengakselerasi penerapan dari instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Fokus Ekonomi 2008-2009.
22. Lanjutan
• Melakukan harmonisasi tariff bea masuk (BM) pos tariff untuk produk
hulu dan hilir, sehingga diharapkan akan memacu investasi dan daya
saing.
• Mengefektifkan tugas dan fungsi aparat kepabeanan, termasuk mengkaji
kemungkinan penerapan jalur merah bagi produk yang rawan
penyelundupan produk illegal.
• Membatasi/melarang ekspor bahan baku mentah untuk mencukupi
kebutuhan energi bagi industri dalam negeri sehingga dapat mendorong
tumbuhnya industri pengolahan ditingkat hulu sekaligus memperkuat
daya saing industri lokal.
• Mempertajam kebijakan tentang fasilitas PPh untuk Penanaman Modal di
bidang usaha tertentu dan / atau di daerah tertentu.
• Melanjutkan kebijakan Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) No.
56 Tahun 2008 yang mengatur pembatasan pintu masuk pelabuhan untuk
lima produk tertentu yaitu alas kaki, barang elektronik, mainan anak-anak,
garmen serta makanan dan minuman
23. Penegakan Hukum Terhadap Produk Impor
yang Berindikasi Dumping
Untuk melindungi produk industri dalam negeri terhadap
produk dumping melalui Departemen Perindustrian dan
Perdagangan, serta Komisi Anti Dumping Indonesia (KADI)
telah melakukan beberapa upaya penegakan hukum baik
secara preventif maupun represif.
Upaya Prenventif adalah merupakan upaya pencegahan
terhadap pelanggaran penjual barang atau produk impor di
dalam negeri. Sehingga merugikan industri domestik yang
memproduksi produk sejenis. Upaya pencegahan tersebut
dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain:
24. Lanjutan
• Melakukan sosialisasi, pendidikan dan training kepada para pelaku
ekonomi (eksportir dan importir) tentang regulasi dan kebijakan ekspor-
impor, baik terkait dengan upaya peningkatan kualitas produk industri
dalam negeri maupun dalam mengantisipasi terhadap produk impor yang
berindikasi menimbulkan kerugian terhadap produk industri domestik,
sehingga diharapkan produk industri dalam negeri akan mampu bersaing
di pasar bebas, baik domestik maupun internasional.
• Melakukan pembinaan terhadap para aparatur pada lembagalembaga
yang terkait dengan penyelesaian masalah perdagangan dan dumping.
• Melakukan pengkajian terhadap mekanisme perizinan impor yang
berindikasi menimbulkan kerugian terhadap industri sejenis di dalam
negeri.
25. Lanjutan
Upaya Represif adalah pengenaan sanksi balasan berupa
pengenaan bea masuk tambahan yang disebut dengan “bea
masuk anti dumping (BMAD). Untuk menindaklanjuti
ketentuan tersebut, selanjutnya Pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang Kepabeanan No. 10 Tahun 1995 yang telah
diubah menjadi Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006.
Dalam pasal 18 dinyatakan bahwa Bea Masuk Antidumping
dikenakan terhadap barang impor dalam hal:
26. Lanjutan
a. Harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai
normalnya, dan
b. Impor barang tersebut:
• Menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut;
• Mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam
negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang
tersebut; atau
• Menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam
negeri.
27. Kesimpulan
Semenjak diberlakukannya perjanjian ACFTA, ada
yang memandang bahwa perjanjian tersebut sebagai
sebuah kesempatan dan ada juga yang menolak dan
memandang sebagai ancaman dengan berbagai
alasan diantaranya berpotensi membangkrutkan
banyak perusahaan dalam negeri dan pekerja lokal
akan terancam pemutusan hubungan kerja sebagai
imbas dari membanjirnya produk China yang terbukti
memiliki harga yang lebih murah.