SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 10
Downloaden Sie, um offline zu lesen
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF:
TINJAUAN FILSAFAT ILMU
Oleh: Rizal Mustansyir1
Abstract
The discourse on the progressive law blows up recently. The
assumption which declared that “law is for human” strengthened
the progressive law position. This progressive law condition
contradicts to the positive law which pretend to be formalistic. The
law environment in Indonesia which is coloured with crisis of
distrust makes the idea of progressive law accepted enthusiasticly.
While the view that “law as a process, law in the making” takes the
idea of progressive law as an actual thing. The problem is that the
progressive law has not been established a theory yet. It still need
to be explored intensively. This passage examines the progressive
law in the perspective of philosophy of science, because whatever
theory or sosial movement must have had a philosophical ground.
Keywords: The progressive law, Perspective of philosophy of
science
A. Pendahuluan
Gagasan selalu berkembang lebih cepat daripada kenyataan
yang terjadi. Hal yang demikian berlaku pula bagi hukum progresif
sebagai sebuah gagasan yang merespon fenomena hukum yang
terjadi di Indonesia. Ketika hukum sebagai satu kenyataan yang
dianggap powerless, tak berdaya mengantisipasi kejahatan, maka
muncullah semangat baru untuk mengatasi kejumudan berupa
hukum progresif.
Kendati gagasan tentang hukum progresif baru
dikumandangkan beberapa pakar hukum di Indonesia, di antaranya
oleh Satjipto Rahardjo, namun tanggapan cukup meluas di kalangan
masyarakat ilmiah, bahkan masyarakat awam. Alasannya cukup
sederhana; pertama, kejahatan sistemik yang melanda Indonesia
semisal korupsi telah menimbulkan dampak luas, sehingga korupsi
ditahbiskan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) bagi
kehidupan bangsa. Untuk itu masyarakat membutuhkan perangkat
1
Dosen Fakultas Filsafat UGM.
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
16
hukum yang dipandang adekuat untuk mengatasi kejahatan tersebut.
Kedua, gagasan tentang hukum progresif belum lagi merupakan
teori yang mapan (established theory), sehingga lebih mudah
dibicarakan pada tataran wacana (discourse) yang mengundang
masukan dari berbagai pakar, tidak hanya pakar hukum, melainkan
juga pakar dari berbagi disiplin ilmu. Ketiga, setiap manusia pasti
memiliki idealisme yang tinggi untuk meraih sesuatu, hukum
progresif memenuhi persyaratan idealisasi, karena sangat
menyentuh hasrat atau keinginan manusia akan keadilan (will to
justice).
Berbagai alasan tentang kebutuhan atas hukum yang dapat
mengatasi semua problema hukum cenderung bersifat das Sollen,
perihal seharusnya ketimbang das Sein, perihal senyatanya. Namun
das Sollen sangat dibutuhkan manusia, karena terkait dengan
dimensi moralitas. Hukum adalah persoalan manusia yang berujung
pada titik omega berupa keadilan, sedangkan keadilan itu sendiri
merupakan salah satu wajah ideal dari moral. Dengan demikian
hukum harus terkait dengan moral, manakala diinginkan untuk
memiliki kekuatan yang mengikat sekaligus membangkitkan
kesadaran manusia tentang substansi hukum. Kesadaran manusia
merupakan mikro kosmos dari jagad raya hukum. Sedahsyat apa
pun aturan dibuat, tanpa didorong oleh kesadaran si pelaku, maka
hukum hanya menjadi lembaran dokumen tanpa ruh.
B. Asumsi Hukum Progresif
Satu pemikiran ilmiah lazimnya berangkat dari persoalan
(problem). Archie Bahm (1986: 6) menegaskan bahwa titik tolak
penting dalam penelitian ilmiah ialah problem. Satu penelitian
ilmiah bertitik tolak dari permasalahan tertentu yang menarik untuk
dipecahkan oleh seorang peneliti atau ilmuwan. Masalah bisa
ditemukan dalam berbagai literatur atau kepustakaan yang dibaca,
sehingga melahirkan rasa ingin tahu (curiousity) yang lebih besar
terhadap satu pokok persoalan. Masalah juga bisa ditemukan
melalui diskusi, baik yang sifatnya ringan maupun yang berat atau
ketat ilmiah sehingga mengundang rasa ingin tahu atas satu fokus
permasalahan. Bisa jadi masalah penelitian berawal dari
pengalaman hidup sehari-hari, perihal yang dipandang biasa
(ordinary) oleh orang awam bisa menjadi gagasan ilmiah di
kalangan para ilmuwan. Kadangkala permasalahan bisa muncul
dalam bentuk intuitif, yakni kilatan pengetahuan yang muncul
dalam diri seseorang secara spontan, tanpa direncanakan terlebih
Rizal Mustansyir, Landasan Filosofis Mazhab Hukum...
17
dahulu. Acapkali permasalahan timbul lantaran teori yang ada
dipandang tak mampu memecahkan, minimal tidak memuaskan,
problem kongkret di masyarakat. Demikian pula halnya dalam
hukum progresif, hal terakhir inilah yang paling menonjol ketika
teori hukum yang ada dipandang tidak lagi memadai untuk
mengatasi problem hukum di masyarakat.
Salah satu problem hukum dalam kehidupan masyarakat
Indonesia yang sulit untuk diatasi adalah korupsi. Magnis Suseno,
salah seorang pakar Filsafat Sosial, menengarai bahwa korupsi tidak
berkurang pasca kejatuhan Orde Baru, karena sewaktu Soeharto
berkuasa ia masih mampu mendisiplinkan para bawahannya.
Namun ketika Soeharto jatuh, sifat asli mereka semakin kelihatan.
Mereka hanya mementingkan diri sendiri dan menggunakan
kesempatan untuk merampok harta negara sebanyak mungkin
(Magnis-Suseno, 2003).
Satjipto Rahardjo (2004) menegaskan bahwa tindakan pro-aktif
aparat kejaksaan untuk mengungkap kasus korupsi sangat
dinantikan masyarakat. Selain membutuhkan jaksa yang berani,
Indonesia juga membutuhkan penegakan hukum yang progresif.
Tuntutan kebutuhan akan hukum progresif sebagaimana yang
ditengarai oleh Satjipto Rahardjo berangkat dari kekecewaan
masyarakat atas ketidakmampuan aparat hukum untuk
meminimalisasikan tinmdak pidana korupsi yang dijuluki sebagai
extra ordinary crime (Yudoyono, 2005). Muladi bahkan melihat
korupsi tidak lagi sebagai local matter tetapi sudah merupakan
fenomena transnasional yang dapat mempengaruhi kehidupan
internasional, sehingga dibutuhkan kerja sama internasional untuk
mengendalikannya secara komprehensif dan multidisipliner
(Muladi, 2004). Bayangkan saja tokoh masyarakat yang juga
ilmuwan profesional seperti panitia KPU saja terlibat dalam
masalah korupsi. Anggota DPR yang dianggap mampu mewakili
aspirasi rakyat, malah melukai hati rakyat dengan perilaku korupsi.
Kebutuhan akan hukum progresif dengan pendekatan yang
komprehensif dan multidisipliner merupakan kata kunci untuk
memahami asumsi yang ada di balik hukum progresif itu sendiri.
Paling tidak ada beberapa asumsi yang perlu diperhatikan dalam
hukum progresif. Pertama, Hukum adalah untuk manusia, bukan
sebaliknya. Kehadiran hukum bukan untuk dirinya sendiri,
melainkan untuk sesuatu yang lebih luas dan besar. Kalau terjadi
permasalahan di bidang hukum, maka hukum harus ditinjau dan
diperbaiki, bukan manusia yang dipaksa untuk dimasukkan ke
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
18
dalam skema hukum. Kedua, Hukum bukan institusi yang mutlak
dan final, melainkan dalam proses untuk terus menjadi (law as a
process, law in the making) (Satjipto Rahardjo, 2005).
C. Keterkaitan Hukum Progresif dengan Teori lain
Sebuah artikel (www.antikorupsi.org) yang berjudul
“Rekonstruksi Birokrasi Kejaksaan dengan Pendekatan Hukum
Progresif Studi Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan Tindak
Pidana Korupsi” menunjukkan kebersinggungan hukum progresif
dengan beberapa teori. Pertama, teori hukum responsif dengan
tokohnya Nonet & Selznick yang menginginkan agar hukum peka
terhadap setiap perkembangan masyarakat. Salah satu ciri yang
menonjol dari teori hukum responsif ini ialah menawarkan lebih
dari sekadar procedural justice, namun lebih berorientasi pada
keadilan dengan memperhatikan kepentingan umum. Teori ini lebih
menekankan pada substantial justice. Persoalan keadilan lebih
dipahami sebagai quid ius, bukan quid iuris.
Kedua, teori hukum realis atau legal realism yang ditokohi
Oliver Wendell Holmes yang terkenal dengan adagium “The life of
the law has not been logic; it has been experience”. Bahwasanya
hukum tidak sebatas logika, melainkan lebih pada pengalaman.
Hukum tidak dilihat dari kacamata hukum itu sendiri, melainkan
lebih dilihat dan dinilai dari tujuan sosial yang ingin dicapai, serta
akibat yang ditimbulkan dari cara bekerjanya hukum. Pemahaman
atas hukum tidak hanya bersifat tekstual, melainkan melampaui
dokumen hukum.
Ketiga, sociological jurisprudence yang ditokohi Roscoe
Pound mengkaji hukum tidak hanya sebatas pada studi tentang
peraturan, tetapi juga melihat efek dan bekerjanya hukum (law as a
tool for social engineering). Hukum merupakan alat rekayasa sosial.
Keempat, hukum alam (natural law) yang memberi
penjelasan tentang hal-hal yang meta-juridical atau sesuatu di balik
hukum. Hukum alam memandang hukum tidak terlepas dari nilai-
nilai moral yang bersifat transendental.
Kelima, studi hukum kritis (critical legal studies) yang
ditokohi Roberto M. Unger. Mazhab ini tidak puas dengan hukum
modern yang sarat dengan prosedur. Gerakan studi hukum kritis
telah menggerogoti gagasan pokok pemikiran hukum moderen dan
menyodorkan satu konsepsi hukum yang secara tak langsung
mengenai masyarakat dan memberi gambaran tentang satu praktek
Rizal Mustansyir, Landasan Filosofis Mazhab Hukum...
19
politik. Dua perhatian yang paling menonjol dari gerakan ini ialah
kritik terhadap formalisme dan objektivisme (Unger, 1999: xxv).
Pengaitan hukum progresif dengan kelima teori hukum
pendahulunya ini cukup beralasan (Rationis sufficientis), karena
dinamika masyarakat yang ditangkap oleh berbagai teori hukum
yang telah mengemuka tentu mengalami perubahan yang signifikan.
Di samping itu sebuah teori dalam disiplin ilmu apa pun hanya
dipandang sebagai bentuk kebenaran sementara (meminjam prinsip
Falsifiable Karl Popper) sebelum ditemukan teori lain yang
dipandang lebih sophisticated. Kesadaran akan hukum sebagai
sebuah proses untuk terus menjadi, melahirkan kesadaran baru
bahwa hukum harus terus menerus mencari jati diri. Ibarat ular yang
terus berganti kulit, maka diperlukan keterbukaan wawasan dari
para pakar hukum untuk terus melangkah ke arah idealisme hukum
dan melawan bentuk kemandegan hukum dan pendewaan atas
berhala teoritis dalam panggung ilmiah (Francis Bacon
menyebutnya dengan istilah Idola Theatri).
D. Landasan Filosofis Hukum Progresif
Hukum progresif memang masih berupa wacana, namun
kehadirannya terasa sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia
yang sudah mengalami krisis kepercayaan terhadap hukum yang
berlaku sekarang ini. Hukum progresif belum lagi menampakkan
dirinya sebagai sebuah teori yang sudah mapan. Menurut pemikiran
Imre Lakatos (Chalmers, 1983: 85), apa yang kita pikirkan sebagai
“teori” merupakan kumpulan yang sesungguhnya rapuh, berbeda
dengan teori yang dihimpun dari beberapa gagasan umum atau
yang biasa dinamakan Lakatos dengan inti pokok program (hard
core). Lakatos menamakan kumpulan ini dengan istilah program
riset (Research Programs). Para ilmuwan yang terlibat dalam
program ini akan melindungi inti teori dari usaha falsifikasi di
belakang suatu sabuk pelindung ( a protective belt) dari hipotesis
pelengkap (auxiliary hypotheses). Demikian pula halnya dengan
hukum progresif, harus ada inti pokok program (hard core) yang
perlu dijaga dan dilindungi dari kesalahan-kesalahan yang mungkin
timbul ketika hukum progresif itu akan diterapkan ke dalam
peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, manakala hukum
progresif dikembangkan dari wacana (discourse) menjadi sebuah
teori, maka haruslah dilengkapi dengan hipotesis pelengkap
(auxiliary hypotheses). Hal inilah yang nampaknya belum dimiliki
hukum progresif, sehingga pencetus ide (Satipto Rahardjo) harus
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
20
dapat mengembangkan program riset ilmiah tentang hukum
progresif secara serius, tidak hanya berhenti pada tataran wacana.
Inti pokok program yang perlu dipertahankan dalam hukum
progresif adalah hukum adalah untuk manusia, bukan
sebaliknya. Adagium bahwa hukum adalah untuk manusia perlu
dipertahankan dari berbagai bentuk falsifiable agar kedudukan
hukum sebagai alat (tool) untuk mencapai sesuatu, bukan sebagai
tujuan yang sudah final. Apa yang dimaksud dengan falsifiable
disini meminjam istilah Popper, yaitu sebuah hipotesis atau teori
hanya diterima sebagai kebenaran sementara sejauh belum
ditemukan kesalahannya. Semakin sulit ditemukan kesalahannya,
maka hipotesis atau teori itu justeru mengalami pengukuhan
(corroboration).
Setiap teori ilmiah, baik yang sudah mapan maupun yang
masih dalam proses kematangan, memiliki landasan filosofis. Ada
tiga landasan filosofis pengembangan ilmu, termasuk hukum, yaitu
ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Landasan ontologis ilmu
hukum artinya hakikat kehadiran ilmu hukum itu dalam dunia
ilmiah. Artinya apa yang menjadi realitas hukum, sehingga
kehadirannya benar-benar merupakan sesuatu yang substansial.
Landasan epistemologis ilmu hukum artinya cara-cara yang
dilakukan di dalam ilmu hukum, sehingga kebenarannya bisa
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Landasan aksiologis ilmu
hukum artinya manfaat dan kegunaan apa saja yang terdapat dalam
hukum itu, sehingga kehadirannya benar-benar bisa dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat.
Landasan ontologis hukum progresif lebih terkait dengan
persoalan realitas hukum yang terjadi di Indonesia. Masyarakat
mengalami krisis kepercayaan terhadap peraturan hukum yang
berlaku. Hukum yang ada dianggap sudah tidak mampu mengatasi
kejahatan kerah putih (white colar crime) seperti korupsi, sehingga
masyarakat mengimpikan teori hukum yang lebih adekuat. Ketika
kehausan masyarakat akan kehadiran hukum yang lebih baik itu
sudah berakumulasi, maka gagasan tentang hukum progresif ibarat
gayung bersambut. Persoalannya adalah substansi hukum progresif
itu sendiri seperti apa, belum ada hasil pemikiran yang terprogram
secara ilmiah.
Landasan epistemologis hukum progresif lebih terkait dengan
dimensi metodologis yang harus dikembangkan untuk menguak
kebenaran ilmiah. Selama ini metode kasuistik, dalam istilah logika
lebih dekat dengan pengertian induktif, lebih mendominasi bidang
Rizal Mustansyir, Landasan Filosofis Mazhab Hukum...
21
hukum. Kasus pelanggaran hukum tertentu yang dikaitkan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dicari dalam pasal-
pasal hukum yang tertulis, menjadikan dimensi metodologis belum
berkembang secara optimal. Interpretasi atas peraturan perundang-
undangan yang berlaku didominasi oleh pakar hukum yang
kebanyakan praktisi yang memiliki kepentingan tertentu, misalnya
untuk membela kliennya. Tentu saja hal ini mengandung validitas
tersendiri, namun diperlukan terobosan metodologis yang lebih
canggih untuk menemukan inovasi terhadap sistem hukum yang
berlaku. Misalnya interpretasi terhadap peraturan perundang-
undangan yang tidak semata-mata bersifat tekstual, melainkan juga
kontekstual. Hukum tidak dipandang sebagai kumpulan huruf atau
kalimat yang dianggap mantera sakti yang hanya boleh dipahami
secara harafiah. Metode hermeneutika boleh dikembangkan oleh
para pakar hukum untuk membuka wawasan tentang berbagai
situasi yang melingkupi kasus hukum yang sedang berkembang dan
disoroti masyarakat. Misalnya kasus korupsi yang terjadi di
kalangan birokrat, bukan semata-mata dipahami sebagai bentuk
kecilnya gaji yang mereka terima, sehingga sikap permisif atas
kejahatan korupsi yang dilakukan acapkali terjadi. Pemahaman atas
sikap amanah atas jabatan yang mereka emban jauh lebih penting
untuk menuntut rasa tanggung jawab (sense of responsibility)
mereka. Hukum harus dikaitkan dengan kemampuan seseorang
dalam mengemban amanah.
Dengan demikian landasan epistemologis hukum progresif
bergerak pada upaya penemuan langkah metodologis yang tepat,
agar hukum progresif dapat menjadi dasar kebenaran bagi peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Apa yang
dimaksud dengan metodologis disini ialah kajian perihal urutan
langkah-langkah yang ditempuh (prosedur ilmiah), supaya
pengetahuan yang diperoleh benar-benar memenuhi ciri ilmiah.
Metodologi merupakan bidang yang ditempuh untuk memperoleh
pengetahuan dan sekaligus menjamin objektivitas atau kebenaran
ilmu. Metodologi merupakan proses yang menampilkan logika
sebagai paduan sistematis dari berbagai proses kognitif yang
meliputi: klasifikasi, konseptualisasi, kesimpulan, observasi,
eksperimen, generalisasi, induksi, deduksi, dan lain-lain. (1984:48).
Hukum progresif baru dapat dikatakan ilmiah manakala prosedur
ilmiah berupa langkah-langkah metodis di atas sudah jelas.
Landasan aksiologis hukum progresif terkait dengan
problem nilai yang terkandung di dalamnya. Aksiologi atau Teori
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
22
Nilai menurut Runes (1972:32) adalah hasrat, keinginan, kebaikan,
penyelidikan atas kodratnya, kriterianya, dan status metafisiknya.
Hasrat, keinginan, dan kebaikan dari hukum progresif perlu
ditentukan kriteria dan status metafisiknya agar diperoleh gambaran
yang lebih komprehensif tentang nilai yang terkandung di
dalamnya. Kriteria nilai terkait dengan standar pengujian nilai yang
dipengaruhi aspek psikologis dan logis. Hal ini sangat tergantung
pada aliran filsafat yang dianut, kaum hedonist misalnya
menemukan standar nilai dalam kuantitas kesenangan. Kaum
idealis lebih mengakui sistem objektif norma rasional sebagai
kriteria. Sedangkan kaum naturalis menemukan ketahanan biologis
sebagai tolok ukur. Hukum progresif seharusnya lebih memihak
pada cara pandang kaum idealis yang mengakui sistem objektif
norma rasional, karena persoalan yang dihadapi hukum progresif
harus dipandang secara objektif-rasionalistik.
Pentingnya memahami landasan nilai dalam sebuah teori atau
gerakan ilmiah adalah untuk mengetahui secara pasti orientasi atau
kiblat dari teori atau aliran tersebut. Persoalan yang pokok dalam
aksiologi ilmu adalah: Apa tujuan pengembangan ilmu? Apakah
ilmu bebas nilai ataukah tidak? Nilai-nilai apa yang harus ditaati
oleh ilmuwan? Tujuan ilmu yang hakiki adalah untuk kemaslahatan
atau kepentingan manusia, bukan ilmu untuk ilmu (science to
science). Ilmu yang dikembangkan untuk kepentingan manusia
senantiasa akan memihak pada masyarakat, bukan pada dokumen
atau lembaran ilmiah semata. Ketika kepentingan manusia
terkalahkan oleh dokumen ilmiah, maka di sanalah dibutuhkan
landasan nilai (basic of value) yang mampu memperjuangkan dan
mengangkat martabat kemanusiaan sebagai suatu bentuk actus
humanus.
Hukum progresif harus memiliki landasan nilai yang tidak
terjebak ke dalam semangat legal formal semata, namun memihak
kepada semangat kemanusiaan (spirit of humanity). Problem ilmu
itu bebas nilai atau tidak, masih menjadi perdebatan di kalangan
ilmuwan.Namun mereka yang berpihak pada kubu bebas nilai
(value-free) -- terutama kaum positivistik-- harus mengakui bahwa
manusia tidak dapat diperlakukan seperti benda mati atau angka-
angka yang bersifat exactly, measurable, clear and distinct.
Manusia adalah mahluk berkesadaran yang memiliki nurani yang
tidak sertamerta serba pasti, terukur, jelas dan terpilah. Manusia
adalah mahluk dinamis yang selalu berproses dalam menemukan
jati dirinya. Lantaran itu pula terma “kejahatan” (criminal) tidak
Rizal Mustansyir, Landasan Filosofis Mazhab Hukum...
23
ditemukan dalam ranah benda mati atau dunia satwa, melainkan
dalam kehidupan manusia.
Ilmu selalu memiliki kepentingan, ujar Habermas. Ia
menegaskan bahwa pemahaman atas realitas didasarkan atas tiga
kategori pengetahuan yang mungkin, yakni informasi yang
memperluas kekuasaan kita atas kontrol teknik; informasi yang
memungkinkan orientasi tindakan dalam tradisi umum; dan analisis
yang membebaskan kesadaran kita dari ketergantungannya atas
kekuasaan. Dengan demikian hanya ada tiga struktur kepentingan
yang saling terkait dalam organisasi sosial, yaitu kerja, bahasa, dan
kekuasaan. (1971:313). Hukum progresif pun tak sepenuhnya
bebas nilai, bahkan sangat terkait dengan kepentingan pembebasan
kesadaran kita dari ketergantungan atas kekuasaan (politik, hukum
positif, dan lain-lain).
Nilai-nilai yang harus ditaati oleh ilmuwan (termasuk pakar
hukum), tidak hanya peraturan perundang-undangan sebagai bentuk
rule of the game dalam kehidupan berbangsa-bernegara, tetapi juga
keberpihakan kepada kebenaran (truth), pengembangan
profesionalitas yang menuntut pertanggungjawaban ilmiah dan lain
sebagainya.
E. Penutup
Berdasarkan uraian di atas tentang hukum progresif yang
ditinjau dari perspektif filosofis, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut.
Pertama; terlalu dini untuk mengatakan bahwa hukum progresif itu
sebagai sebuah teori, karena syarat bagi sebuah teori, yakni sudah
melalui pengujian metodologis yang dapat dipertanggungjawabkan
dalam komunitas ilmiah, belum lagi dipenuhi.
Kedua, hukum progresif sebagai sebuah wacana cukup menarik
minat dan perhatian masyarakat ilmiah, karena semangat
pembaharuan dan pengembangan atas teori hukum yang selama ini
berlaku, namun dianggap tidak mampu mengatasi persoalan hukum
yang ada di masyarakat Indonesia.
Ketiga, hukum progresif dapat berkembang menjadi sebuah teori
hukum (tidak sekadar sebagai gerakan atau trend) apabila
diletakkan dalam kerangka Scientific Research Program, program
riset ilmiah dengan menemukan inti pokok program (hard core)
yang terlindungi dari berbagai bentuk kesalahan (falsifiable).
Keempat, hukum progresif sebagai sebuah gerakan/aliran/mazhab
dapat terus dikembangkan, dengan syarat memiliki visi dan misi
Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008
24
yang jelas. Sebab gerakan tanpa visi dan misi yang jelas, meskipun
idenya bagus, pasti akan ditinggalkan oleh para pengikutnya.
Kelima, landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis bagi
hukum progresif perlu dikembangkan agar warna ilmiah-
filosofisnya jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dalam
komunitas ilmiah.
-JF-
DAFTAR PUSTAKA
Bahm, Archie., 1986, Metaphysics: An Introduction, Harper and
Row Publishers, Albuquerque.
Chalmers, A.F., 1983, Apa itu Yang Dinamakan Ilmu?,
Terjemahan: Redaksi Hasta Mitra, What is this thing called
Science? Penerbit Hasta Mitra, Jakarta.
Habermas, Jurgen., 1971, Knowledge and Human Interest,
Translated by: Jeremy J. Shapiro, Beacon Press, Boston.
Magnis Suseno., 2003, “Pembangunan Berkelanjutan dalam
Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa”, dalam Seminar Pembangunan Hukum
Nasional VIII dengan tema Penegakan Hukum dalam Era
Pembangunan Berkelanjutan, BPHN Depkeh & HAM,
Denpasar, 14-18 Juli 2003.
Muladi, 2004, “Substantive Highlights’s dari Konvensi PBB
untuk Melawan Korupsi”, dalam Seminar Aspek
Pertanggungjawaban Pidana Dalam Kebijakan Publik dari
Tindak Pidana Korupsi, Diselenggarakan oleh Kejaksaan
Agung RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum UNDIP,
Semarang, 6-7 Mei 2004.
Satjipto Rahardjo., 2004, “Kejaksaan Segeralah Bertindak”,
dalam KOMPAS, 2 Oktober, 2004.
Satjipto Rahardjo., 2005 “Hukum Progresif, Hukum Yang
Membebaskan”, dalam Jurnal Hukum Progresif, Volume
1/No.1/April 2005, PDIH Ilmu Hukum UNDIP.
Susilo Bambang Yudoyono, 2005, Pidato disampaikan dalam
Rapat Koordinasi tentang Percepatan Penanganan TPK
antara Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK, Jakarta, 7 Maret,
2005.
Unger, Roberto M., 1999, Gerakan Studi Hukum Kritis,
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014Rudi Sudirdja
 
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukum
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukumAliran yg menghubungkan uu,hakim,hukum
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukumDian Permata Sari
 
Implementasi Nilai Nilai Pancasila Dalam Bidang Politik
Implementasi Nilai Nilai Pancasila Dalam Bidang PolitikImplementasi Nilai Nilai Pancasila Dalam Bidang Politik
Implementasi Nilai Nilai Pancasila Dalam Bidang PolitikPuspitaMelati
 
Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014
Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014
Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014Rudi Sudirdja
 
10. pancasila nilai pengembangan ilmu
10. pancasila nilai pengembangan ilmu10. pancasila nilai pengembangan ilmu
10. pancasila nilai pengembangan ilmudita rahmawati
 
Peristilahan hukum adat
Peristilahan hukum adatPeristilahan hukum adat
Peristilahan hukum adatNuelimmanuel22
 
Hukum Acara Pengadilan Agama
Hukum Acara Pengadilan AgamaHukum Acara Pengadilan Agama
Hukum Acara Pengadilan AgamaSiddiki Syadzily
 
Filsafat dan metodologi ilmu pemerintahan (prof tjahya)
Filsafat dan metodologi  ilmu  pemerintahan (prof tjahya)Filsafat dan metodologi  ilmu  pemerintahan (prof tjahya)
Filsafat dan metodologi ilmu pemerintahan (prof tjahya)DIP IPDN Angkatan 3
 
Tindak Pidana dalam KUHP
Tindak Pidana dalam KUHPTindak Pidana dalam KUHP
Tindak Pidana dalam KUHPMuhaiminL
 
Antropologi hukum (Piyantoro PPT)
Antropologi hukum (Piyantoro PPT)Antropologi hukum (Piyantoro PPT)
Antropologi hukum (Piyantoro PPT)Belum Kerja
 
Makalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukumMakalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukumWarnet Raha
 
Mahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusiMahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusiRyan Danny
 
pengertian filsafat hukum
pengertian filsafat hukumpengertian filsafat hukum
pengertian filsafat hukumFitria Novita
 

Was ist angesagt? (20)

UPAYA PAKSA
UPAYA PAKSAUPAYA PAKSA
UPAYA PAKSA
 
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
 
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukum
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukumAliran yg menghubungkan uu,hakim,hukum
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukum
 
Implementasi Nilai Nilai Pancasila Dalam Bidang Politik
Implementasi Nilai Nilai Pancasila Dalam Bidang PolitikImplementasi Nilai Nilai Pancasila Dalam Bidang Politik
Implementasi Nilai Nilai Pancasila Dalam Bidang Politik
 
Subjek hukum
Subjek hukumSubjek hukum
Subjek hukum
 
aliran kriminologi
aliran kriminologialiran kriminologi
aliran kriminologi
 
Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014
Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014
Pembahasan soal uas hukum acara pidana fh unpas 2014
 
10. pancasila nilai pengembangan ilmu
10. pancasila nilai pengembangan ilmu10. pancasila nilai pengembangan ilmu
10. pancasila nilai pengembangan ilmu
 
Peristilahan hukum adat
Peristilahan hukum adatPeristilahan hukum adat
Peristilahan hukum adat
 
Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidana
 
Hukum Acara Pengadilan Agama
Hukum Acara Pengadilan AgamaHukum Acara Pengadilan Agama
Hukum Acara Pengadilan Agama
 
Filsafat dan metodologi ilmu pemerintahan (prof tjahya)
Filsafat dan metodologi  ilmu  pemerintahan (prof tjahya)Filsafat dan metodologi  ilmu  pemerintahan (prof tjahya)
Filsafat dan metodologi ilmu pemerintahan (prof tjahya)
 
Tindak Pidana dalam KUHP
Tindak Pidana dalam KUHPTindak Pidana dalam KUHP
Tindak Pidana dalam KUHP
 
teori dan madzhab kriminologi
teori dan madzhab kriminologiteori dan madzhab kriminologi
teori dan madzhab kriminologi
 
Antropologi hukum (Piyantoro PPT)
Antropologi hukum (Piyantoro PPT)Antropologi hukum (Piyantoro PPT)
Antropologi hukum (Piyantoro PPT)
 
Makalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukumMakalah antropologi hukum
Makalah antropologi hukum
 
Metodologi ilmu pemerintahan
Metodologi ilmu pemerintahanMetodologi ilmu pemerintahan
Metodologi ilmu pemerintahan
 
Kriminologi
KriminologiKriminologi
Kriminologi
 
Mahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusiMahkamah konstitusi
Mahkamah konstitusi
 
pengertian filsafat hukum
pengertian filsafat hukumpengertian filsafat hukum
pengertian filsafat hukum
 

Andere mochten auch

Voz da Paróquia Março 2016
Voz da Paróquia Março 2016Voz da Paróquia Março 2016
Voz da Paróquia Março 2016jesmioma
 
Indian_Start-up_Ecosystem_Maturing_Executive_Summary
Indian_Start-up_Ecosystem_Maturing_Executive_SummaryIndian_Start-up_Ecosystem_Maturing_Executive_Summary
Indian_Start-up_Ecosystem_Maturing_Executive_SummaryRahul Katyal
 
Langkah mengirim email enkripsi(thunderbird)
Langkah mengirim email enkripsi(thunderbird)Langkah mengirim email enkripsi(thunderbird)
Langkah mengirim email enkripsi(thunderbird)windi rohmaheny
 
Stasys PELDŽIUS, Saulius RAGAIŠIS „Programų kūrimo procesų vertinimas“
Stasys PELDŽIUS, Saulius RAGAIŠIS „Programų kūrimo procesų vertinimas“Stasys PELDŽIUS, Saulius RAGAIŠIS „Programų kūrimo procesų vertinimas“
Stasys PELDŽIUS, Saulius RAGAIŠIS „Programų kūrimo procesų vertinimas“Lietuvos kompiuterininkų sąjunga
 
KONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERN
KONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERNKONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERN
KONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERNKuliahMandiri.org
 
Regina ZLATKAUSKIENĖ „Informacinių technologijų ugdymo turinio kaita“
Regina ZLATKAUSKIENĖ „Informacinių technologijų ugdymo turinio kaita“Regina ZLATKAUSKIENĖ „Informacinių technologijų ugdymo turinio kaita“
Regina ZLATKAUSKIENĖ „Informacinių technologijų ugdymo turinio kaita“Lietuvos kompiuterininkų sąjunga
 
Entrevista a mr tom mxl pasto - septiembre de 2016
Entrevista a mr tom   mxl pasto - septiembre de 2016Entrevista a mr tom   mxl pasto - septiembre de 2016
Entrevista a mr tom mxl pasto - septiembre de 2016Camilo Herrera
 
Local history overview
Local history overviewLocal history overview
Local history overviewteacher56
 
3 а одемчук т.в
3 а одемчук т.в3 а одемчук т.в
3 а одемчук т.вAnthony Ivaniuk
 

Andere mochten auch (15)

Krispy Natural
Krispy NaturalKrispy Natural
Krispy Natural
 
Library Resume 2016
Library Resume 2016Library Resume 2016
Library Resume 2016
 
Presentation
PresentationPresentation
Presentation
 
La ville de Seduva
La ville de SeduvaLa ville de Seduva
La ville de Seduva
 
Voz da Paróquia Março 2016
Voz da Paróquia Março 2016Voz da Paróquia Março 2016
Voz da Paróquia Março 2016
 
Indian_Start-up_Ecosystem_Maturing_Executive_Summary
Indian_Start-up_Ecosystem_Maturing_Executive_SummaryIndian_Start-up_Ecosystem_Maturing_Executive_Summary
Indian_Start-up_Ecosystem_Maturing_Executive_Summary
 
Langkah mengirim email enkripsi(thunderbird)
Langkah mengirim email enkripsi(thunderbird)Langkah mengirim email enkripsi(thunderbird)
Langkah mengirim email enkripsi(thunderbird)
 
Stasys PELDŽIUS, Saulius RAGAIŠIS „Programų kūrimo procesų vertinimas“
Stasys PELDŽIUS, Saulius RAGAIŠIS „Programų kūrimo procesų vertinimas“Stasys PELDŽIUS, Saulius RAGAIŠIS „Programų kūrimo procesų vertinimas“
Stasys PELDŽIUS, Saulius RAGAIŠIS „Programų kūrimo procesų vertinimas“
 
KONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERN
KONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERNKONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERN
KONSEP SEMIOTIK CHARLES JENCKS DALAM ARSITEKTUR POST-MODERN
 
Regina ZLATKAUSKIENĖ „Informacinių technologijų ugdymo turinio kaita“
Regina ZLATKAUSKIENĖ „Informacinių technologijų ugdymo turinio kaita“Regina ZLATKAUSKIENĖ „Informacinių technologijų ugdymo turinio kaita“
Regina ZLATKAUSKIENĖ „Informacinių technologijų ugdymo turinio kaita“
 
Entrevista a mr tom mxl pasto - septiembre de 2016
Entrevista a mr tom   mxl pasto - septiembre de 2016Entrevista a mr tom   mxl pasto - septiembre de 2016
Entrevista a mr tom mxl pasto - septiembre de 2016
 
Local history overview
Local history overviewLocal history overview
Local history overview
 
Hideout 125
Hideout 125Hideout 125
Hideout 125
 
3 а одемчук т.в
3 а одемчук т.в3 а одемчук т.в
3 а одемчук т.в
 
The Plant Kingdom
The Plant KingdomThe Plant Kingdom
The Plant Kingdom
 

Ähnlich wie TEORI HUKUM PROGRESIF

Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismLatar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismIsnaldi Utih
 
650 article text-1407-1-10-20190719
650 article text-1407-1-10-20190719650 article text-1407-1-10-20190719
650 article text-1407-1-10-20190719Yori Feriyandi
 
Posisi pemikiran hukum progresif dalam konfigurasi aliran filsafat hukum by s...
Posisi pemikiran hukum progresif dalam konfigurasi aliran filsafat hukum by s...Posisi pemikiran hukum progresif dalam konfigurasi aliran filsafat hukum by s...
Posisi pemikiran hukum progresif dalam konfigurasi aliran filsafat hukum by s...M.ZUN-NUN TUHEPALY
 
hahah.docx
hahah.docxhahah.docx
hahah.docxTenouye
 
214 article text-740-1-10-20160528
214 article text-740-1-10-20160528214 article text-740-1-10-20160528
214 article text-740-1-10-20160528Yori Feriyandi
 
Materi Kuliah OL FH 7.ppt
Materi Kuliah OL FH 7.pptMateri Kuliah OL FH 7.ppt
Materi Kuliah OL FH 7.pptRipatKizuto
 
1. dimyati
1. dimyati1. dimyati
1. dimyatirizquna
 
BAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.ppt
BAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.pptBAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.ppt
BAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.pptasifsardari
 
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).ppt
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).pptMATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).ppt
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).pptKukuhDt
 
FILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdf
FILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdfFILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdf
FILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdfmuhidinsaja1
 
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptxPERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptxIlyasAlbar
 
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptxPPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptxFiaHarleni
 

Ähnlich wie TEORI HUKUM PROGRESIF (20)

Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan InterdisiplinerKebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
 
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismLatar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
 
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisiplinerKebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
 
Paradigma hukum
Paradigma hukumParadigma hukum
Paradigma hukum
 
650 article text-1407-1-10-20190719
650 article text-1407-1-10-20190719650 article text-1407-1-10-20190719
650 article text-1407-1-10-20190719
 
Hukum non doktrinal
Hukum non doktrinalHukum non doktrinal
Hukum non doktrinal
 
Posisi pemikiran hukum progresif dalam konfigurasi aliran filsafat hukum by s...
Posisi pemikiran hukum progresif dalam konfigurasi aliran filsafat hukum by s...Posisi pemikiran hukum progresif dalam konfigurasi aliran filsafat hukum by s...
Posisi pemikiran hukum progresif dalam konfigurasi aliran filsafat hukum by s...
 
hahah.docx
hahah.docxhahah.docx
hahah.docx
 
214 article text-740-1-10-20160528
214 article text-740-1-10-20160528214 article text-740-1-10-20160528
214 article text-740-1-10-20160528
 
Materi Kuliah OL FH 7.ppt
Materi Kuliah OL FH 7.pptMateri Kuliah OL FH 7.ppt
Materi Kuliah OL FH 7.ppt
 
TEORI HUKUM
TEORI HUKUMTEORI HUKUM
TEORI HUKUM
 
1. dimyati
1. dimyati1. dimyati
1. dimyati
 
BAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.ppt
BAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.pptBAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.ppt
BAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.ppt
 
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).ppt
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).pptMATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).ppt
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).ppt
 
FILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdf
FILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdfFILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdf
FILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdf
 
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptxPERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
PERANAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP MASYARAKAT DALAM KEHIDUPAN SOSIAL.pptx
 
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptxPPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
 
Law Sociology
Law SociologyLaw Sociology
Law Sociology
 
Nur Sania Dasopang
Nur Sania DasopangNur Sania Dasopang
Nur Sania Dasopang
 
Sinopsis pranata hukum
Sinopsis pranata hukumSinopsis pranata hukum
Sinopsis pranata hukum
 

Mehr von KuliahMandiri.org

Penelitian ilmiah-dan-martabat-manusia
Penelitian ilmiah-dan-martabat-manusiaPenelitian ilmiah-dan-martabat-manusia
Penelitian ilmiah-dan-martabat-manusiaKuliahMandiri.org
 
Ebook tentang manusia reza_aa_wattimena
Ebook tentang manusia reza_aa_wattimenaEbook tentang manusia reza_aa_wattimena
Ebook tentang manusia reza_aa_wattimenaKuliahMandiri.org
 
Bahagia kenapa tidak reza_aa_wattimena
Bahagia kenapa tidak reza_aa_wattimenaBahagia kenapa tidak reza_aa_wattimena
Bahagia kenapa tidak reza_aa_wattimenaKuliahMandiri.org
 
PERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar Bangsa
PERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar BangsaPERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar Bangsa
PERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar BangsaKuliahMandiri.org
 
AKTUALISASI PEMAHAMAN NILAI MENURUT MAX SCHELER BAGI MASA DEPAN BANGSA INDONESIA
AKTUALISASI PEMAHAMAN NILAI MENURUT MAX SCHELER BAGI MASA DEPAN BANGSA INDONESIAAKTUALISASI PEMAHAMAN NILAI MENURUT MAX SCHELER BAGI MASA DEPAN BANGSA INDONESIA
AKTUALISASI PEMAHAMAN NILAI MENURUT MAX SCHELER BAGI MASA DEPAN BANGSA INDONESIAKuliahMandiri.org
 
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASIIDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASIKuliahMandiri.org
 
GERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSI
GERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSIGERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSI
GERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSIKuliahMandiri.org
 
MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGER
MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGERMANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGER
MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGERKuliahMandiri.org
 
TINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAH
TINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAHTINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAH
TINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAHKuliahMandiri.org
 
Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan
Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan  Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan
Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan KuliahMandiri.org
 
Filosofi pengelolaan 0lingkungan hidup
Filosofi pengelolaan 0lingkungan hidupFilosofi pengelolaan 0lingkungan hidup
Filosofi pengelolaan 0lingkungan hidupKuliahMandiri.org
 

Mehr von KuliahMandiri.org (20)

Kant
KantKant
Kant
 
Filsafat perselingkuhan
Filsafat perselingkuhanFilsafat perselingkuhan
Filsafat perselingkuhan
 
Dunia dalam-gelembung
Dunia dalam-gelembungDunia dalam-gelembung
Dunia dalam-gelembung
 
Penelitian ilmiah-dan-martabat-manusia
Penelitian ilmiah-dan-martabat-manusiaPenelitian ilmiah-dan-martabat-manusia
Penelitian ilmiah-dan-martabat-manusia
 
menjadi pemimpin sejati
menjadi pemimpin sejatimenjadi pemimpin sejati
menjadi pemimpin sejati
 
Ebook tentang manusia reza_aa_wattimena
Ebook tentang manusia reza_aa_wattimenaEbook tentang manusia reza_aa_wattimena
Ebook tentang manusia reza_aa_wattimena
 
Bahagia kenapa tidak reza_aa_wattimena
Bahagia kenapa tidak reza_aa_wattimenaBahagia kenapa tidak reza_aa_wattimena
Bahagia kenapa tidak reza_aa_wattimena
 
PERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar Bangsa
PERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar BangsaPERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar Bangsa
PERSPEKTIF Dari Spiritualitas Hidup sampai dengan Hubungan Antar Bangsa
 
AKTUALISASI PEMAHAMAN NILAI MENURUT MAX SCHELER BAGI MASA DEPAN BANGSA INDONESIA
AKTUALISASI PEMAHAMAN NILAI MENURUT MAX SCHELER BAGI MASA DEPAN BANGSA INDONESIAAKTUALISASI PEMAHAMAN NILAI MENURUT MAX SCHELER BAGI MASA DEPAN BANGSA INDONESIA
AKTUALISASI PEMAHAMAN NILAI MENURUT MAX SCHELER BAGI MASA DEPAN BANGSA INDONESIA
 
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASIIDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
IDE DAN PRAKSIS NEO-NASIONALISME DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
 
GERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSI
GERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSIGERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSI
GERAKAN FEMINISME ISLAM DALAM PERSPEKTIF FATIMAH MERNISSI
 
MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGER
MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGERMANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGER
MANUSIA DAN HISTORISITASNYA MENURUT MARTIN HEIDEGGER
 
TINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAH
TINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAHTINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAH
TINJAUAN FILOSOFIS PROBLEMA PENGELOLAAN SAMPAH
 
metode ilmiah
metode ilmiahmetode ilmiah
metode ilmiah
 
Etika penelitian
Etika penelitianEtika penelitian
Etika penelitian
 
filsafat ilmu_(dasar)
filsafat ilmu_(dasar)filsafat ilmu_(dasar)
filsafat ilmu_(dasar)
 
Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan
Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan  Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan
Tokoh & aliran dalam Filsafat ilmu Pengetahuan
 
Karl Marx
Karl MarxKarl Marx
Karl Marx
 
Perspektif Sosiologi
Perspektif SosiologiPerspektif Sosiologi
Perspektif Sosiologi
 
Filosofi pengelolaan 0lingkungan hidup
Filosofi pengelolaan 0lingkungan hidupFilosofi pengelolaan 0lingkungan hidup
Filosofi pengelolaan 0lingkungan hidup
 

Kürzlich hochgeladen

RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...Kanaidi ken
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasarrenihartanti
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfWidyastutyCoyy
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptAgusRahmat39
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)PUNGKYBUDIPANGESTU1
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...Kanaidi ken
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASbilqisizzati
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 

Kürzlich hochgeladen (20)

RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 

TEORI HUKUM PROGRESIF

  • 1. LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMU Oleh: Rizal Mustansyir1 Abstract The discourse on the progressive law blows up recently. The assumption which declared that “law is for human” strengthened the progressive law position. This progressive law condition contradicts to the positive law which pretend to be formalistic. The law environment in Indonesia which is coloured with crisis of distrust makes the idea of progressive law accepted enthusiasticly. While the view that “law as a process, law in the making” takes the idea of progressive law as an actual thing. The problem is that the progressive law has not been established a theory yet. It still need to be explored intensively. This passage examines the progressive law in the perspective of philosophy of science, because whatever theory or sosial movement must have had a philosophical ground. Keywords: The progressive law, Perspective of philosophy of science A. Pendahuluan Gagasan selalu berkembang lebih cepat daripada kenyataan yang terjadi. Hal yang demikian berlaku pula bagi hukum progresif sebagai sebuah gagasan yang merespon fenomena hukum yang terjadi di Indonesia. Ketika hukum sebagai satu kenyataan yang dianggap powerless, tak berdaya mengantisipasi kejahatan, maka muncullah semangat baru untuk mengatasi kejumudan berupa hukum progresif. Kendati gagasan tentang hukum progresif baru dikumandangkan beberapa pakar hukum di Indonesia, di antaranya oleh Satjipto Rahardjo, namun tanggapan cukup meluas di kalangan masyarakat ilmiah, bahkan masyarakat awam. Alasannya cukup sederhana; pertama, kejahatan sistemik yang melanda Indonesia semisal korupsi telah menimbulkan dampak luas, sehingga korupsi ditahbiskan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) bagi kehidupan bangsa. Untuk itu masyarakat membutuhkan perangkat 1 Dosen Fakultas Filsafat UGM.
  • 2. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 16 hukum yang dipandang adekuat untuk mengatasi kejahatan tersebut. Kedua, gagasan tentang hukum progresif belum lagi merupakan teori yang mapan (established theory), sehingga lebih mudah dibicarakan pada tataran wacana (discourse) yang mengundang masukan dari berbagai pakar, tidak hanya pakar hukum, melainkan juga pakar dari berbagi disiplin ilmu. Ketiga, setiap manusia pasti memiliki idealisme yang tinggi untuk meraih sesuatu, hukum progresif memenuhi persyaratan idealisasi, karena sangat menyentuh hasrat atau keinginan manusia akan keadilan (will to justice). Berbagai alasan tentang kebutuhan atas hukum yang dapat mengatasi semua problema hukum cenderung bersifat das Sollen, perihal seharusnya ketimbang das Sein, perihal senyatanya. Namun das Sollen sangat dibutuhkan manusia, karena terkait dengan dimensi moralitas. Hukum adalah persoalan manusia yang berujung pada titik omega berupa keadilan, sedangkan keadilan itu sendiri merupakan salah satu wajah ideal dari moral. Dengan demikian hukum harus terkait dengan moral, manakala diinginkan untuk memiliki kekuatan yang mengikat sekaligus membangkitkan kesadaran manusia tentang substansi hukum. Kesadaran manusia merupakan mikro kosmos dari jagad raya hukum. Sedahsyat apa pun aturan dibuat, tanpa didorong oleh kesadaran si pelaku, maka hukum hanya menjadi lembaran dokumen tanpa ruh. B. Asumsi Hukum Progresif Satu pemikiran ilmiah lazimnya berangkat dari persoalan (problem). Archie Bahm (1986: 6) menegaskan bahwa titik tolak penting dalam penelitian ilmiah ialah problem. Satu penelitian ilmiah bertitik tolak dari permasalahan tertentu yang menarik untuk dipecahkan oleh seorang peneliti atau ilmuwan. Masalah bisa ditemukan dalam berbagai literatur atau kepustakaan yang dibaca, sehingga melahirkan rasa ingin tahu (curiousity) yang lebih besar terhadap satu pokok persoalan. Masalah juga bisa ditemukan melalui diskusi, baik yang sifatnya ringan maupun yang berat atau ketat ilmiah sehingga mengundang rasa ingin tahu atas satu fokus permasalahan. Bisa jadi masalah penelitian berawal dari pengalaman hidup sehari-hari, perihal yang dipandang biasa (ordinary) oleh orang awam bisa menjadi gagasan ilmiah di kalangan para ilmuwan. Kadangkala permasalahan bisa muncul dalam bentuk intuitif, yakni kilatan pengetahuan yang muncul dalam diri seseorang secara spontan, tanpa direncanakan terlebih
  • 3. Rizal Mustansyir, Landasan Filosofis Mazhab Hukum... 17 dahulu. Acapkali permasalahan timbul lantaran teori yang ada dipandang tak mampu memecahkan, minimal tidak memuaskan, problem kongkret di masyarakat. Demikian pula halnya dalam hukum progresif, hal terakhir inilah yang paling menonjol ketika teori hukum yang ada dipandang tidak lagi memadai untuk mengatasi problem hukum di masyarakat. Salah satu problem hukum dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang sulit untuk diatasi adalah korupsi. Magnis Suseno, salah seorang pakar Filsafat Sosial, menengarai bahwa korupsi tidak berkurang pasca kejatuhan Orde Baru, karena sewaktu Soeharto berkuasa ia masih mampu mendisiplinkan para bawahannya. Namun ketika Soeharto jatuh, sifat asli mereka semakin kelihatan. Mereka hanya mementingkan diri sendiri dan menggunakan kesempatan untuk merampok harta negara sebanyak mungkin (Magnis-Suseno, 2003). Satjipto Rahardjo (2004) menegaskan bahwa tindakan pro-aktif aparat kejaksaan untuk mengungkap kasus korupsi sangat dinantikan masyarakat. Selain membutuhkan jaksa yang berani, Indonesia juga membutuhkan penegakan hukum yang progresif. Tuntutan kebutuhan akan hukum progresif sebagaimana yang ditengarai oleh Satjipto Rahardjo berangkat dari kekecewaan masyarakat atas ketidakmampuan aparat hukum untuk meminimalisasikan tinmdak pidana korupsi yang dijuluki sebagai extra ordinary crime (Yudoyono, 2005). Muladi bahkan melihat korupsi tidak lagi sebagai local matter tetapi sudah merupakan fenomena transnasional yang dapat mempengaruhi kehidupan internasional, sehingga dibutuhkan kerja sama internasional untuk mengendalikannya secara komprehensif dan multidisipliner (Muladi, 2004). Bayangkan saja tokoh masyarakat yang juga ilmuwan profesional seperti panitia KPU saja terlibat dalam masalah korupsi. Anggota DPR yang dianggap mampu mewakili aspirasi rakyat, malah melukai hati rakyat dengan perilaku korupsi. Kebutuhan akan hukum progresif dengan pendekatan yang komprehensif dan multidisipliner merupakan kata kunci untuk memahami asumsi yang ada di balik hukum progresif itu sendiri. Paling tidak ada beberapa asumsi yang perlu diperhatikan dalam hukum progresif. Pertama, Hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya. Kehadiran hukum bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas dan besar. Kalau terjadi permasalahan di bidang hukum, maka hukum harus ditinjau dan diperbaiki, bukan manusia yang dipaksa untuk dimasukkan ke
  • 4. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 18 dalam skema hukum. Kedua, Hukum bukan institusi yang mutlak dan final, melainkan dalam proses untuk terus menjadi (law as a process, law in the making) (Satjipto Rahardjo, 2005). C. Keterkaitan Hukum Progresif dengan Teori lain Sebuah artikel (www.antikorupsi.org) yang berjudul “Rekonstruksi Birokrasi Kejaksaan dengan Pendekatan Hukum Progresif Studi Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi” menunjukkan kebersinggungan hukum progresif dengan beberapa teori. Pertama, teori hukum responsif dengan tokohnya Nonet & Selznick yang menginginkan agar hukum peka terhadap setiap perkembangan masyarakat. Salah satu ciri yang menonjol dari teori hukum responsif ini ialah menawarkan lebih dari sekadar procedural justice, namun lebih berorientasi pada keadilan dengan memperhatikan kepentingan umum. Teori ini lebih menekankan pada substantial justice. Persoalan keadilan lebih dipahami sebagai quid ius, bukan quid iuris. Kedua, teori hukum realis atau legal realism yang ditokohi Oliver Wendell Holmes yang terkenal dengan adagium “The life of the law has not been logic; it has been experience”. Bahwasanya hukum tidak sebatas logika, melainkan lebih pada pengalaman. Hukum tidak dilihat dari kacamata hukum itu sendiri, melainkan lebih dilihat dan dinilai dari tujuan sosial yang ingin dicapai, serta akibat yang ditimbulkan dari cara bekerjanya hukum. Pemahaman atas hukum tidak hanya bersifat tekstual, melainkan melampaui dokumen hukum. Ketiga, sociological jurisprudence yang ditokohi Roscoe Pound mengkaji hukum tidak hanya sebatas pada studi tentang peraturan, tetapi juga melihat efek dan bekerjanya hukum (law as a tool for social engineering). Hukum merupakan alat rekayasa sosial. Keempat, hukum alam (natural law) yang memberi penjelasan tentang hal-hal yang meta-juridical atau sesuatu di balik hukum. Hukum alam memandang hukum tidak terlepas dari nilai- nilai moral yang bersifat transendental. Kelima, studi hukum kritis (critical legal studies) yang ditokohi Roberto M. Unger. Mazhab ini tidak puas dengan hukum modern yang sarat dengan prosedur. Gerakan studi hukum kritis telah menggerogoti gagasan pokok pemikiran hukum moderen dan menyodorkan satu konsepsi hukum yang secara tak langsung mengenai masyarakat dan memberi gambaran tentang satu praktek
  • 5. Rizal Mustansyir, Landasan Filosofis Mazhab Hukum... 19 politik. Dua perhatian yang paling menonjol dari gerakan ini ialah kritik terhadap formalisme dan objektivisme (Unger, 1999: xxv). Pengaitan hukum progresif dengan kelima teori hukum pendahulunya ini cukup beralasan (Rationis sufficientis), karena dinamika masyarakat yang ditangkap oleh berbagai teori hukum yang telah mengemuka tentu mengalami perubahan yang signifikan. Di samping itu sebuah teori dalam disiplin ilmu apa pun hanya dipandang sebagai bentuk kebenaran sementara (meminjam prinsip Falsifiable Karl Popper) sebelum ditemukan teori lain yang dipandang lebih sophisticated. Kesadaran akan hukum sebagai sebuah proses untuk terus menjadi, melahirkan kesadaran baru bahwa hukum harus terus menerus mencari jati diri. Ibarat ular yang terus berganti kulit, maka diperlukan keterbukaan wawasan dari para pakar hukum untuk terus melangkah ke arah idealisme hukum dan melawan bentuk kemandegan hukum dan pendewaan atas berhala teoritis dalam panggung ilmiah (Francis Bacon menyebutnya dengan istilah Idola Theatri). D. Landasan Filosofis Hukum Progresif Hukum progresif memang masih berupa wacana, namun kehadirannya terasa sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang sudah mengalami krisis kepercayaan terhadap hukum yang berlaku sekarang ini. Hukum progresif belum lagi menampakkan dirinya sebagai sebuah teori yang sudah mapan. Menurut pemikiran Imre Lakatos (Chalmers, 1983: 85), apa yang kita pikirkan sebagai “teori” merupakan kumpulan yang sesungguhnya rapuh, berbeda dengan teori yang dihimpun dari beberapa gagasan umum atau yang biasa dinamakan Lakatos dengan inti pokok program (hard core). Lakatos menamakan kumpulan ini dengan istilah program riset (Research Programs). Para ilmuwan yang terlibat dalam program ini akan melindungi inti teori dari usaha falsifikasi di belakang suatu sabuk pelindung ( a protective belt) dari hipotesis pelengkap (auxiliary hypotheses). Demikian pula halnya dengan hukum progresif, harus ada inti pokok program (hard core) yang perlu dijaga dan dilindungi dari kesalahan-kesalahan yang mungkin timbul ketika hukum progresif itu akan diterapkan ke dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, manakala hukum progresif dikembangkan dari wacana (discourse) menjadi sebuah teori, maka haruslah dilengkapi dengan hipotesis pelengkap (auxiliary hypotheses). Hal inilah yang nampaknya belum dimiliki hukum progresif, sehingga pencetus ide (Satipto Rahardjo) harus
  • 6. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 20 dapat mengembangkan program riset ilmiah tentang hukum progresif secara serius, tidak hanya berhenti pada tataran wacana. Inti pokok program yang perlu dipertahankan dalam hukum progresif adalah hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya. Adagium bahwa hukum adalah untuk manusia perlu dipertahankan dari berbagai bentuk falsifiable agar kedudukan hukum sebagai alat (tool) untuk mencapai sesuatu, bukan sebagai tujuan yang sudah final. Apa yang dimaksud dengan falsifiable disini meminjam istilah Popper, yaitu sebuah hipotesis atau teori hanya diterima sebagai kebenaran sementara sejauh belum ditemukan kesalahannya. Semakin sulit ditemukan kesalahannya, maka hipotesis atau teori itu justeru mengalami pengukuhan (corroboration). Setiap teori ilmiah, baik yang sudah mapan maupun yang masih dalam proses kematangan, memiliki landasan filosofis. Ada tiga landasan filosofis pengembangan ilmu, termasuk hukum, yaitu ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Landasan ontologis ilmu hukum artinya hakikat kehadiran ilmu hukum itu dalam dunia ilmiah. Artinya apa yang menjadi realitas hukum, sehingga kehadirannya benar-benar merupakan sesuatu yang substansial. Landasan epistemologis ilmu hukum artinya cara-cara yang dilakukan di dalam ilmu hukum, sehingga kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Landasan aksiologis ilmu hukum artinya manfaat dan kegunaan apa saja yang terdapat dalam hukum itu, sehingga kehadirannya benar-benar bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Landasan ontologis hukum progresif lebih terkait dengan persoalan realitas hukum yang terjadi di Indonesia. Masyarakat mengalami krisis kepercayaan terhadap peraturan hukum yang berlaku. Hukum yang ada dianggap sudah tidak mampu mengatasi kejahatan kerah putih (white colar crime) seperti korupsi, sehingga masyarakat mengimpikan teori hukum yang lebih adekuat. Ketika kehausan masyarakat akan kehadiran hukum yang lebih baik itu sudah berakumulasi, maka gagasan tentang hukum progresif ibarat gayung bersambut. Persoalannya adalah substansi hukum progresif itu sendiri seperti apa, belum ada hasil pemikiran yang terprogram secara ilmiah. Landasan epistemologis hukum progresif lebih terkait dengan dimensi metodologis yang harus dikembangkan untuk menguak kebenaran ilmiah. Selama ini metode kasuistik, dalam istilah logika lebih dekat dengan pengertian induktif, lebih mendominasi bidang
  • 7. Rizal Mustansyir, Landasan Filosofis Mazhab Hukum... 21 hukum. Kasus pelanggaran hukum tertentu yang dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dicari dalam pasal- pasal hukum yang tertulis, menjadikan dimensi metodologis belum berkembang secara optimal. Interpretasi atas peraturan perundang- undangan yang berlaku didominasi oleh pakar hukum yang kebanyakan praktisi yang memiliki kepentingan tertentu, misalnya untuk membela kliennya. Tentu saja hal ini mengandung validitas tersendiri, namun diperlukan terobosan metodologis yang lebih canggih untuk menemukan inovasi terhadap sistem hukum yang berlaku. Misalnya interpretasi terhadap peraturan perundang- undangan yang tidak semata-mata bersifat tekstual, melainkan juga kontekstual. Hukum tidak dipandang sebagai kumpulan huruf atau kalimat yang dianggap mantera sakti yang hanya boleh dipahami secara harafiah. Metode hermeneutika boleh dikembangkan oleh para pakar hukum untuk membuka wawasan tentang berbagai situasi yang melingkupi kasus hukum yang sedang berkembang dan disoroti masyarakat. Misalnya kasus korupsi yang terjadi di kalangan birokrat, bukan semata-mata dipahami sebagai bentuk kecilnya gaji yang mereka terima, sehingga sikap permisif atas kejahatan korupsi yang dilakukan acapkali terjadi. Pemahaman atas sikap amanah atas jabatan yang mereka emban jauh lebih penting untuk menuntut rasa tanggung jawab (sense of responsibility) mereka. Hukum harus dikaitkan dengan kemampuan seseorang dalam mengemban amanah. Dengan demikian landasan epistemologis hukum progresif bergerak pada upaya penemuan langkah metodologis yang tepat, agar hukum progresif dapat menjadi dasar kebenaran bagi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Apa yang dimaksud dengan metodologis disini ialah kajian perihal urutan langkah-langkah yang ditempuh (prosedur ilmiah), supaya pengetahuan yang diperoleh benar-benar memenuhi ciri ilmiah. Metodologi merupakan bidang yang ditempuh untuk memperoleh pengetahuan dan sekaligus menjamin objektivitas atau kebenaran ilmu. Metodologi merupakan proses yang menampilkan logika sebagai paduan sistematis dari berbagai proses kognitif yang meliputi: klasifikasi, konseptualisasi, kesimpulan, observasi, eksperimen, generalisasi, induksi, deduksi, dan lain-lain. (1984:48). Hukum progresif baru dapat dikatakan ilmiah manakala prosedur ilmiah berupa langkah-langkah metodis di atas sudah jelas. Landasan aksiologis hukum progresif terkait dengan problem nilai yang terkandung di dalamnya. Aksiologi atau Teori
  • 8. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 22 Nilai menurut Runes (1972:32) adalah hasrat, keinginan, kebaikan, penyelidikan atas kodratnya, kriterianya, dan status metafisiknya. Hasrat, keinginan, dan kebaikan dari hukum progresif perlu ditentukan kriteria dan status metafisiknya agar diperoleh gambaran yang lebih komprehensif tentang nilai yang terkandung di dalamnya. Kriteria nilai terkait dengan standar pengujian nilai yang dipengaruhi aspek psikologis dan logis. Hal ini sangat tergantung pada aliran filsafat yang dianut, kaum hedonist misalnya menemukan standar nilai dalam kuantitas kesenangan. Kaum idealis lebih mengakui sistem objektif norma rasional sebagai kriteria. Sedangkan kaum naturalis menemukan ketahanan biologis sebagai tolok ukur. Hukum progresif seharusnya lebih memihak pada cara pandang kaum idealis yang mengakui sistem objektif norma rasional, karena persoalan yang dihadapi hukum progresif harus dipandang secara objektif-rasionalistik. Pentingnya memahami landasan nilai dalam sebuah teori atau gerakan ilmiah adalah untuk mengetahui secara pasti orientasi atau kiblat dari teori atau aliran tersebut. Persoalan yang pokok dalam aksiologi ilmu adalah: Apa tujuan pengembangan ilmu? Apakah ilmu bebas nilai ataukah tidak? Nilai-nilai apa yang harus ditaati oleh ilmuwan? Tujuan ilmu yang hakiki adalah untuk kemaslahatan atau kepentingan manusia, bukan ilmu untuk ilmu (science to science). Ilmu yang dikembangkan untuk kepentingan manusia senantiasa akan memihak pada masyarakat, bukan pada dokumen atau lembaran ilmiah semata. Ketika kepentingan manusia terkalahkan oleh dokumen ilmiah, maka di sanalah dibutuhkan landasan nilai (basic of value) yang mampu memperjuangkan dan mengangkat martabat kemanusiaan sebagai suatu bentuk actus humanus. Hukum progresif harus memiliki landasan nilai yang tidak terjebak ke dalam semangat legal formal semata, namun memihak kepada semangat kemanusiaan (spirit of humanity). Problem ilmu itu bebas nilai atau tidak, masih menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan.Namun mereka yang berpihak pada kubu bebas nilai (value-free) -- terutama kaum positivistik-- harus mengakui bahwa manusia tidak dapat diperlakukan seperti benda mati atau angka- angka yang bersifat exactly, measurable, clear and distinct. Manusia adalah mahluk berkesadaran yang memiliki nurani yang tidak sertamerta serba pasti, terukur, jelas dan terpilah. Manusia adalah mahluk dinamis yang selalu berproses dalam menemukan jati dirinya. Lantaran itu pula terma “kejahatan” (criminal) tidak
  • 9. Rizal Mustansyir, Landasan Filosofis Mazhab Hukum... 23 ditemukan dalam ranah benda mati atau dunia satwa, melainkan dalam kehidupan manusia. Ilmu selalu memiliki kepentingan, ujar Habermas. Ia menegaskan bahwa pemahaman atas realitas didasarkan atas tiga kategori pengetahuan yang mungkin, yakni informasi yang memperluas kekuasaan kita atas kontrol teknik; informasi yang memungkinkan orientasi tindakan dalam tradisi umum; dan analisis yang membebaskan kesadaran kita dari ketergantungannya atas kekuasaan. Dengan demikian hanya ada tiga struktur kepentingan yang saling terkait dalam organisasi sosial, yaitu kerja, bahasa, dan kekuasaan. (1971:313). Hukum progresif pun tak sepenuhnya bebas nilai, bahkan sangat terkait dengan kepentingan pembebasan kesadaran kita dari ketergantungan atas kekuasaan (politik, hukum positif, dan lain-lain). Nilai-nilai yang harus ditaati oleh ilmuwan (termasuk pakar hukum), tidak hanya peraturan perundang-undangan sebagai bentuk rule of the game dalam kehidupan berbangsa-bernegara, tetapi juga keberpihakan kepada kebenaran (truth), pengembangan profesionalitas yang menuntut pertanggungjawaban ilmiah dan lain sebagainya. E. Penutup Berdasarkan uraian di atas tentang hukum progresif yang ditinjau dari perspektif filosofis, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. Pertama; terlalu dini untuk mengatakan bahwa hukum progresif itu sebagai sebuah teori, karena syarat bagi sebuah teori, yakni sudah melalui pengujian metodologis yang dapat dipertanggungjawabkan dalam komunitas ilmiah, belum lagi dipenuhi. Kedua, hukum progresif sebagai sebuah wacana cukup menarik minat dan perhatian masyarakat ilmiah, karena semangat pembaharuan dan pengembangan atas teori hukum yang selama ini berlaku, namun dianggap tidak mampu mengatasi persoalan hukum yang ada di masyarakat Indonesia. Ketiga, hukum progresif dapat berkembang menjadi sebuah teori hukum (tidak sekadar sebagai gerakan atau trend) apabila diletakkan dalam kerangka Scientific Research Program, program riset ilmiah dengan menemukan inti pokok program (hard core) yang terlindungi dari berbagai bentuk kesalahan (falsifiable). Keempat, hukum progresif sebagai sebuah gerakan/aliran/mazhab dapat terus dikembangkan, dengan syarat memiliki visi dan misi
  • 10. Jurnal Filsafat Vol.18, Nomor 1, April 2008 24 yang jelas. Sebab gerakan tanpa visi dan misi yang jelas, meskipun idenya bagus, pasti akan ditinggalkan oleh para pengikutnya. Kelima, landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis bagi hukum progresif perlu dikembangkan agar warna ilmiah- filosofisnya jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dalam komunitas ilmiah. -JF- DAFTAR PUSTAKA Bahm, Archie., 1986, Metaphysics: An Introduction, Harper and Row Publishers, Albuquerque. Chalmers, A.F., 1983, Apa itu Yang Dinamakan Ilmu?, Terjemahan: Redaksi Hasta Mitra, What is this thing called Science? Penerbit Hasta Mitra, Jakarta. Habermas, Jurgen., 1971, Knowledge and Human Interest, Translated by: Jeremy J. Shapiro, Beacon Press, Boston. Magnis Suseno., 2003, “Pembangunan Berkelanjutan dalam Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa”, dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII dengan tema Penegakan Hukum dalam Era Pembangunan Berkelanjutan, BPHN Depkeh & HAM, Denpasar, 14-18 Juli 2003. Muladi, 2004, “Substantive Highlights’s dari Konvensi PBB untuk Melawan Korupsi”, dalam Seminar Aspek Pertanggungjawaban Pidana Dalam Kebijakan Publik dari Tindak Pidana Korupsi, Diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum UNDIP, Semarang, 6-7 Mei 2004. Satjipto Rahardjo., 2004, “Kejaksaan Segeralah Bertindak”, dalam KOMPAS, 2 Oktober, 2004. Satjipto Rahardjo., 2005 “Hukum Progresif, Hukum Yang Membebaskan”, dalam Jurnal Hukum Progresif, Volume 1/No.1/April 2005, PDIH Ilmu Hukum UNDIP. Susilo Bambang Yudoyono, 2005, Pidato disampaikan dalam Rapat Koordinasi tentang Percepatan Penanganan TPK antara Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK, Jakarta, 7 Maret, 2005. Unger, Roberto M., 1999, Gerakan Studi Hukum Kritis, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta.