1. Protozoa Parasit Usus
Struktur tubuh protozoa tersusun dari unit-unit (komponen) fungsional yang disebut sebagai
organel-organel bukan organ-organ sebab Protozoa adalah hewan bersel satu atau terdiri dari satu
sel saja. Seluruh fungsi kehidupannya dilakukan oleh satu sel tersebut. Sedangkan “organ” terdiri
dari banyak sel dan “organel-organel” adalah bagian sel yang mengalami diferensiasi yang
disesuaikan dengan fungsinya. Pengelompokan Protozoa parasit dalam parasitologi dilakukan
berdasarkan patologi anatomi hospesnya dengan urutan yang disesuaikan dengan taksonominya.
Alasan pengelompokan tersebut, dimaksudkan untuk mempermudah dalam mempelajarinya.
Protozoa Parasit Rongga Tubuh
Protozoa atrial adalah protozoa yang berhabitat pada rongga tubuh seperti mulut, hidung, vagina,
urethera. Dalam kelompok protozoa atrial yaitu Entomoeba gingivalis (Kelas Sarcodina) dan
Trichomonas tenax dan T. vaginalis (Kelas Flagellata), hanya T. vaginalis yang patogen. E.
gingivalis hanya diketahui bentuk trophozoit saja yang sangat mirip dengan E. histolytica. Spesies
ini tinggal di dalam gingiva manusia bersifat apatogen sama halnya dengan T. tenax. T. vaginalis
habitat pada vagina dan glandula prostata. Pada wanita menyebabkan vaginistis yaitu dapat
mengeluarkan banyak sekret keputihan yang menyebabkan keputihan. Infeksi pada laki-laki
dirasakan setelah adanya infeksi sekunder oleh bakteri dan mungkin menyebabkan uretritis dan
prostata.
Protozoa Parasit pada Darah Manusia serta Vertebrata lainnya
Protozoa yang hidup parasit di dalam darah dan jaringan manusia mencakup berbagai jenis yaitu
Trypanosoma spp, Leishmania spp, Plasmodium spp, dan Toxoplasma gondii. Parasit
Trypanosoma cukup luas penyebarannya, sebagian tidak patogen, di dalam darah hewan
mamalia, reptilia, amfibia, burung, ikan ada ada 3 spesies patogen pada manusia yaitu
Trypanosoma gambiense, T. rhodesiense dan T. cruzi. Bentuk-bentuk perkembangan familia
Trypanosomidae ini adalah Trypomastigot, Epimastigot, Promastigot, dan Amastigot. Bentuk-
bentuk perkembangan ini ada yang lengkap dan ada pula yang tidak lengkap. Daur hidup
Trypanosoma pada mamalia terjadi berganti-ganti di dalam inang vertebrata dan invertebrata.
Penularan Trypanosoma dan dapat secara langsung dan dapat secara tidak langsung yaitu
mengalami pertumbuhan siklik (mekanik) di dalam serangga pengisap darah sebelum menjadi
infektif. Vektor bagi Trypanosoma gambiense dan T. rhodesiense adalah lalat tse-tse, sedangkan
Trypanosoma cruzi adalah serangga reduvidae. Klasifikasi Trypanosoma didasarkan atas
morfologi, cara penularan dan sifat patogen. Parasit Plasmodium penyebab malaria yang tersebar
sangat luas dan banyak menimbulkan kematian pada manusia ada 4 spesies yaitu P. vivax, P.
malariae, P. falciparum dan P. ovale, sedangkan spesies lainnya dapat menginfeksi burung,
monyet, rodentia dan sebagainya. Pembasmiannya sangat tergantung pada penggunaan
insektisida, pengobatan dan faktor-faktor sosio ekonomi yang cukup komplex. Untuk kelangsungan
hidup parasit tersebut mempunyai fase schizogoni, fase gametogami, dan fase sporogoni.
Patologinya menyebabkan pecahnya eritrosit, reaksi humoral kelemahan limpa, hati, ginjal dan
gangguan peredaran darah. Gejala klinis ialah serangan demam yang intermitten dan pembesaran
limpa. Pencegahan mencakup pengurangan sumber infeksi, pengendalian nyamuk malaria.
Pengobatan meliputi penghancuran parasit praeritrositik, obat represif, obat penyembuh dan obat
radikal untuk bentuk eksoeritrositik, gametositik dan gametastatik.
Protozoa Parasit Pada Jaringan
Protozoa parasit jaringan merupakan protozoa parasit yang hidup berparasit di dalam jaringan
hospesnya. Protozoa parasit ini merupakan penyebab penyakit bagi manusia dan hewan
khususnya dan berperan penting dalam dunia kesehatan pada umumnya. Protozoa yang bersifat
parasit pada jaringan hospes ini meliputi 2 kelas yaitu kelas Flagellata dan Sporozoa. Pada kelas
Flagellata berupa genus Leishmania sedangkan pada kelas Sporozoa berupa genus Toxoplasma.
Dari genus Leishmania ini hanya terdapat 3 spesies penting terutama bagi kesehatan manusia
2. yaitu dapat menyebabkan penyakit leishmaniasis. Adapun ketiga spesies tersebut adalah
Leishmania donovani penyebab leishmaniasis visceral; Leishmania tropica penyebab
leishmaniasis kulit dan Leishmania brazilliennis penyebab leishmaniasis muko kutis. Meskipun
ketiga genus Leishmania ini merupakan protozoa parasit pada jaringan, tetapi di dalam daur
(siklus) hidupnya masih tetap membutuhkan hospes perantara untuk kelangsungan hidupnya.
Adapun sebagai hospes perantaranya adalah lalat Phlebotomus dan darah manusia. Di antara
genus Toxoplasma hanya satu spesies saja yang mampu menginfeksi berbagai macam hospes
yaitu spesies Toxoplasma gondii. T. gondii ini merupakan penyebab penyakit toxoplasmosis pada
manusia. Di dalam daur hidupnya mempunyai tiga bentuk perkembangan yaitu bentuk zoite, kista
dan ookista. Sebagai berikut infektifnya adalah sporozoit, kestozoit dan endozoit. Sedangkan cara
infeksinya adalah bukan dengan melalui vektor, tetapi dengan berbagai cara yaitu per-os,
transplantasi, transfusi ataupun dengan kista, trophozoit atau ookista selama melakukan penelitian
di laboratorium. Peristiwa ini dapat mengakibatkan toxoplasmosis kongenital dan toxoplasmosis
dapatan (perolehan). Penularan dari manusia ke manusia terjadi dengan melalui plasenta
penyebab toxoplasmosis kongenital.
Trematoda Usus
Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti daun, dilengkapi dengan alat-alat
ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang menjadi satu (hermafrodit)
kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma). Mempunyai batil isap kepala di bagian anterior
tubuh dan batil isap perut di bagian posterior tubuh. Dalam siklus hidupnya Trematoda pada
umumnya memerlukan keong sebagai hospes perantara I dan hewan lain (Ikan, Crustacea ,
keong) ataupun tumbuh-tumbuhan air sebagai hospes perantara kedua. Manusia atau hewan
Vertebrata dapat menjadi hospes definitifnya. Habitat Trematoda dalam tubuh hospes definitif
bermacam-macam, ada yang di usus, hati, paru-paru, dan darah. Macam-macam spesies
Trematoda usus adalah: F. buski, H. heterophyes, M. yokagawai, Echinostoma, Hypoderaeum dan
Gastrodiscus. Manusia menjadi hospes definitifnya dan hewan-hewan lain seperti mamalia (anjing,
kucing) dan burung dapat menjadi hospes reservoar. Siklus hidup selalu memerlukan keong
sebagai hospes perantara I dan hospes perantara II (keong : Echinostoma, tumbuhan air F.buski;
ikan H.heterophyes dan M.yokogawai). Patologi penyakit yang disebabkan oleh Trematoda usus
disebabkan oleh perlekatan cacing pada mukosa usus dengan batil isapnya. Semakin besar
ukuran cacing maka semakin parah kerusakan yang ditimbulkan. Gejala klinis tergantung jumlah
parasit dalam usus, pada infeksi ringan gejala tidak nyata, sedangkan pada infeksi berat gejala
yang timbul adalah sakit perut, diare, dan akibat terjadinya malabsorpsi bisa timbul edema.
Diagnosis dilakukan dengan menemukan telur dalam tinja penderita. Bila bentuk telur hampir
sama maka perlu menemukan cacing dewasanya dalam tinja penderita. Obat-obatan untuk
trematoda usus hampir sama, yaitu tetrakloretilen, heksilresorsinol, dan praziquantel.
Cestoda Usus
Cestoda merupakan cacing berbentuk seperti pita memanjang. tubuh terdiri dari kepala (skolek),
dan proglottid (segmen tubuh) yang terdiri dari: proglottid immature, mature, dan gravid. Proglottid
gravid dapat digunakan untuk identifikasi spesies berdasarkan bentuknya dan bentuk uterus di
dalamnya. Terdapat 2 golongan besar Cestoda, yaitu: 1. Pseudophyllidean yang mempunyai
skolek berbentuk seperti sendok dengan dilengkapi 2 buah alat isap yang berbentuk celah
memanjang yang disebut bothria, contoh spesies: Diphyllobothrium latum. 2. Cyclophyllidean yang
mempunyai skolek dengan alat isap berbentuk seperti mangkuk yang disebut asetabulum,
jumlahnya 4 buah. Diphyllobothrium latum merupakan pseudophyilidean. Cestoda yang hidup di
usus manusia sebagai hospes definitifnya. Hospes reservoarnya adalah hewan/mamalia pemakan
ikan. Memerlukan 2 buah hospes perantara dalam daur hidupnya yaitu: (1) Cyclops atau
Diaptomus di mana larva cacing disebut proserkoid, dan (2) Ikan air tawar dengan larva cacing di
dalamnya disebut pleroserkoid. Fam.Taeniidae yang termasuk Cyclophyllidean Cestoda
mempunyai 3 spesies penting bagi kesehatan manusia maupun hewan, yaitu T.saginata, T.solium,
dan E.granulossus. Bentuk telur antara ketiga cacing tersebut sukar dibedakan satu sama lain.
Ketiganya mempunyai skolek yang dilengkapi dengan batil isap berbentuk mangkuk yang disebut
asetabulum. Pada skolek T.solium dan E.granulossus dilengkapi dengan rostellum dan kait-kait .
3. Sedangkan skolek T.saginata tidak ada rostrumnya. T.saginata dan T.solium merupakan cacing
pita yang panjang sampai bermeter-meter ukurannya, sedangkan E.granulossus merupakan
cacing pita yang terpendek, hanya mempunyai 3 buah proglottid saja. Manusia dapat terinfeksi
T.saginata bila makan daging sapi yang mengandung kista yang disebut sistiserkus bovis, dan
menderita taeniasis saginata (terdapat cacing dewasa dalam ususnya). Infeksi T.solium pada
manusia dapat terjadi melalui 2 cara yaitu:
1. Bila menelan telurnya akan terjadi larva dalam jaringan tubuh manusia, disebut menderita
sistiserkosis.
2. Bila makan daging babi yang mengandung larva sistiserkus selulose, manusia akan menderita
taeniasis solium.
Diagnosis taeniasis saginata/solium dengan menemukan telur/proglottid gravid pada tinja
penderita. Sedangkan sistiserkosis dapat diketahui dengan pemeriksaan serologis, CT-scan atau
dengan pembedahan (tergantung letak kista dalam jaringan tubuh manusia). Infeksi E.granulossus
pada manusia dapat terjadi bila menelan telurnya, manusia akan menderita hidatidosis (terjadinya
kista hidatida dalam jaringan tubuh manusia). Tempat yang sering terjadi kista adalah hati (66%).
Diagnosis dengan pemeriksaan serologis, sinar rontgen, dan pembedahan bila letaknya
memungkinkan. Cacing pita yang kecil H.nana hospes definitifnya manusia, dan penularan dapat
terjadi secara langsung bila manusia menelan telur cacing tersebut. H.nana var.fraterna dan
H.diminuta yang hospes definitifnya tikus memerlukan hospes perantara, yaitu pinjal tikus, dan
kumbang tepung. Hospes perantara bila menelan telur cacing tersebut akan menetas menjadi
larva sistiserkoid. Bila manusia menelan hospes perantara yang mengandung sistiserkoid akan
menderita hymenolepsis.
Cacing pita D.caninum merupakan cacing pita anjing /carnivora lainnya. Habitat dalam hospes
adalah dalam usus halus. Manusia terinfeksi secara kebetulan/aksidental terutama terjadi pada
anak-anak yang menelan pinjal anjing/kucing yang mengandung larva sistiserkoid. Akibat infeksi
ini pada anak-anak tidak begitu nyata bila infeksinya ringan namun bila infeksi berat dapat terjadi
gangguan pencernaan, diare, dan reaksi alergi. Pencegahan dengan meningkatkan kebersihan
perorangan serta lingkungan dengan mengobati anjing dari pinjal yang menempel pada tubuhnya.
Pengobatan dipylidiasis seperti pada infeksi cacing pita lainnya, yaitu dengan: niklosamid,
praziquantel, atau kuinakrin
Nematoda Usus
Cacing tambang terdiri dari beberapa spesies, yang menginfeksi manusia adalah N.americanus
dan A.duodenale, yang menginfeksi hewan (anjing/kucing) baik liar maupun domestik adalah
A.ceylanicum meskipun cacing ini dilaporkan dapat menjadi dewasa dalam usus halus manusia
dan tidak pernah menyebabkan creeping eruption, A.caninum dan A.braziliense yang tidak dapat
menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan menyebabkan creeping eruption pada manusia.
Perbedaan morfologi antar spesies dapat dilihat dari bentuk rongga mulut, ada tidaknya gigi, dan
bentuk bursa kopulatriks cacing jantan. Akibat utama yang ditimbulkan bila menginfeksi manusia
atau hewan adalah anemia mikrositik hipokromik, karena cacing tambang menyebabkan
perdarahan di usus akibat luka yang ditimbulkan juga cacing tambang mengisap darah hospes.
Penyakit cacing tambang tersebar luas di daerah tropis, pencegahan tergantung pada sanitasi
lingkungan, kebiasaan berdefikasi, dan memakai alas kaki. Strongyloides stercoralis merupakan
cacing Nematoda usus yang hidup parasit pada manusia, namun dalam siklus hidupnya terdapat
fase hidup bebas di tanah. Bentuk telurnya sulit dibedakan dengan telur cacing tambang. Manusia
dapat terinfeksi melalui 3 cara: yaitu langsung, tak langsung, dan autoinfeksi. Cara pencegahan
dan penyebaran cacing ini sama seperti cacing tambang. Obat yang efektif untuk strongyloidiasis
adalah thiabendazol. Akibat utama yang ditimbulkan adalah peradangan pada usus, disentri terus-
menerus dan rasa sakit pada perut bagian kanan atas. Diagnosis dengan menemukan larva dalam
tinja atau dalam sputum penderita. Pada cacing Nematoda usus ada beberapa spesies yang
menginfeksi manusia maupun hewan. Nematoda usus terbesar adalah A.lumbricoides yang
bersama-sama dengan T.trichiura, serta cacing tambang sering menginfeksi manusia karena telur
4. cacing tersebut semuanya mengalami pemasakan di tanah dan cara penularannya lewat tanah
yang terkontaminasi sehingga cacing tersebut termasuk dalam golongan soil-transmitted
helminths. A.lumbricoides, T.trichiura dan E.vermicularis mempunyai stadium infektif yaitu telur
yang mengandung larva. Siklus hidup A.lumbricoides lebih rumit karena melewati siklus paru-paru,
sedangkan T.trichiura dan E.vermicularis tidak. Gejala klinis penyakit cacing ini bila infeksi ringan
tidak jelas, biasanya hanya tidak enak pada perut kadang-kadang mual. Infeksi askariasis yang
berat dapat menyebabkan kurang gizi dan sering terjadi sumbatan pada usus. Trikhuriasis berat
biasanya dapat terjadi anemia, sedangkan pada enterobiasis gejala yang khas adalah gatal-gatal
di sekitar anus pada waktu malam hari saat cacing betina keluar dari usus untuk meletakkan
telunya di daerah perianal. Diagnosis askariasis dan trikhuriasis dengan menemukan telur dalam
tinja penderita, sedangkan untuk enterobiasis dapat ditegakkan dengan anal swab karena telur E.
vermicularis tidak dikeluarkan bersama tinja penderita. Infeksi cacing usus ini tersebar luas di
seluruh dunia baik daerah tropis maupun sub tropis. Anak-anak lebih sering terinfeksi dari pada
orang dewasa karena kebiasaan main tanah dan kurang/belum dapat menjaga kebersihan sendiri.
Semua infeksi cacing usus dapat dicegah dengan meningkatkan kebersihan lingkungan,
pembuangan tinja atau sanitasi yang baik, mengerti cara-cara hidup sehat, tidak menggunakan
tinja sebagai pupuk tanaman dan mencuci bersih sayuran/buah yang akan di makan mentah. Obat
cacing, seperti piperasin, mebendazole, tiabendazol, dan lain-lain dapat diberikan dengan hasil
yang cukup memuaskan.
Trematoda dan Cstoda yang Hidup Parasit pada Darah/Jaringan Tubuh Manusia dan Hewan
Spesies trematoda hati yang dapat menginfeksi manusia adalah C. sinensis dan O. viverini,
sedangkan O. felineus, F. hepatica dan F. gigantica lebih banyak menginfeksi hewan. Stadium
infektil cacing hati adalah metaserkaria. Telur dari C. sinensis dan Opistorchis pada waktu
dikeluarkan sudah mengandung mirasidium, ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan telur
Fasciola yang besar dan tidak berembrio pada waktu dikeluarkan bersama tinja. Habitat cacing-
cacing tersebut terutama adalah di saluran empedu, kecuali F. gigantica yang habitatnya di hati.
Hospes perantara I cacing-cacing tersebut adalah keong, namun hospes perantara II C. sinensis
dan Opistorchis adalah ikan air tawar dan hospes perantara II Fasciola adalah tumbuh-tumbuhan
air. Patologis dan gejala klinis terutama karena peradangan yang disebabkan oleh hasil
metabolisme cacing yang bersifat toksin. Gejala utama dalah demam, sakit daerah perut,
pembesaran hati yang lunak, diare dan anemia. Diagnosis dengan menemukan telur dalam tinja
penderita. Pencegahan dengan memasak ikan dan tumbuhan air yang akan dimakan. Pengobatan
dengan bithionol. Paragonimus westermani merupakan trematoda yang menginfeksi paru-paru
manusia dan hewan (mamalia). Stadium infektifnya adalah metasekaria yang mengkista dalam
tubuh ketam atau udang (HP perantar II). Keong merupakan hospes perantara I nya. Patologi dan
gejala klinis disebabkan oleh cacing dewasa dalam alveoli paru-paru dan mengeluarkan telur yang
menyebabkan gejala batuk dengan bercak seperti serbuk besi dan sputum yang mengandung
telur.
PARASITOLOGI
Parasitologi adalah suatu ilmu cabang Biologi yang mempelajari tentang semua organisme parasit.
Tetapi dengan adanya kemajuan ilmu, parasitologi kini terbatas mempelajari organisme parasit
yang tergolong hewan parasit, meliputi: protozoa, helminthes, arthropoda dan insekta parasit, baik
yang zoonosis ataupun anthroponosis. Cakupan parasitologi meliputi taksonomi, morfologi, siklus
hidup masing-masing parasit, serta patologi dan epidemiologi penyakit yang ditimbulkannya.
Organisme parasit adalah organisme yang hidupnya bersifat parasitis; yaitu hidup yang selalu
merugikan organisme yang ditempatinya (hospes). Predator adalah organisme yang hidupnya juga
bersifat merugikan organisme lain (yang dimangsa). Bedanya, kalau predator ukuran tubuhnya
jauh lebih besar dari yang dimangsa, bersifat membunuh dan memakan sebagian besar tubuh
mangsanya. Sedangkan parasit, selain ukurannya jauh lebih kecil dari hospesnya juga tidak
menghendaki hospesnya mati, sebab kehidupan hospes sangat essensial dibutuhkan bagi parasit
yang bersangkutan.
5.
6. Tujuan Pengajaran Parasitologi
Menyadari akibat yang dapat ditimbulkan oleh gangguan parasit terhadap kesejahteraan manusia,
maka perlu dilakukan usaha pencegahan dan pengendalian penyakitnya. Sehubungan dengan hal
tersebut maka sangat diperlukan suatu pengetahuan tentang kehidupan organisme parasit yang
bersangkutan selengkapnya. Tujuan pengajaran parasitologi, dalam hal ini di antaranya adalah
mengajarkan tentang siklus hidup parasit serta aspek epidemiologi penyakit yang ditimbulkannya.
Dengan mempelajari siklus hidup parasit, kita akan dapat mengetahui bilamana dan bagaimana
kita dapat terinfeksi oleh parasit, serta bagaimana kemungkinan akibat yang dapat ditimbulkannya.
Selanjutnya ditunjang oleh pengetahuan epidemiologi penyakit, kita akan dapat menentukan cara
pencegahan dan pengendaliannya.
Istilah dalam Parasitologi dan Pembagian Hewan Parasit
1. Organisme (manusia atau hewan) yang ditempati oleh organisme lain (parasit) di mana
organisme tersebut merugikan hospes (inang) yang ditumpanginya karena mengambil makanan
disebut hospes.
2. Hospes yang dirugikan itu dapat digolongkan menjadi 4 macam yaitu hospes definitif, hospes
perantara, hospes predileksi dan hospes reservoir. Hospes definitif yaitu hospes yang membantu
hidup parasit dalam stadium dewasa/stadium seksual.
3. Berdasar lama waktu hidupnya parasit dibagi menjadi dua yaitu parasit temporer dan stasioner.
Parasit temporer disebut juga parasit nonperiodis (nonberkala) yang mengunjungi hospesnya pada
waktu-waktu berselang atau parasit tersebut tidak menetap pada tubuh hospesnya.
4. Pediculus humanus disebut sebagai ektoparasit karena hidup di kepala atau hidup pada
permukaan luar hospesnya.
Hubungan antara Parasit dengan Inang
Derajat preferensi inang adalah produk adaptasi biologis dari parasit yang menyebabkan parasit
tersebut secara alami mempunyai pilihan terhadap inang dan juga jaringan tubuh inang. Semakin
tinggi derajat preferensi suatu parasit terhadap inang akan menyebabkan adanya spesifitas inang.
Kekebalan terhadap parasit, Modus dan Sumber Penulurannya
Di dalam tubuh terdapat suatu mekanisme yaitu mekanisme tanggap kebal yang akan mengenali
dan segera memusnahkan setiap sel yang berbeda/asing dari sel normal tubuhnya sendiri. Seperti
pada kekebalan terhadap bakteri, cendawan, dan virus, kekebalan dalam parasitologi terdiri dari
kekebalan bawaan yang mungkin disebabkan spesifitas inang, karakteristik fisik inang, sifat
biokimia yang khas dan kebiasaan inang serta kekebalan didapat. Kekebalan didapat dibedakan
menjadi:
- Kekebalan secara pasif, contohnya ialah kekebalan anak yang didapat dari kolostrum ibunya.
- Kekebalan didapat secara aktif.
Reaksi kekebalan didapat secara aktif timbul setelah adanya rangsangan oleh antigen. Tergantung
dari sifat antigen sehingga terjadi pembelahan limfosit-limfosit menjadi sel-T atau sel B. Sel T
mempunyai reseptor khusus terhadap antigen tertentu, sedangkan sel B akan mengeluarkan
antibodi yang dikenal sebagai imunoglobulin yang akan berikatan secara khas pula dengan
antigen. Modus penularan ialah cara atau metode penularan penyakit yang biasanya terjadi. Pada
umumnya, cara penularan penyakit parasit adalah secara kontak langsung, melalui mulut (food-
borne parasitosis), melalui kulit, melalui plasenta, melalui alat kelamin dan melalui air susu.
Sumber penularan bagi penyakit parasit, seperti halnya bagi penyakit menular lain terjadi dari
inang yang satu ke inang yang lain. Penularan dapat juga dari sumber penyakit kepada inang
baru. Adapun yang dapat berlaku sebagai sumber penularan penyakit parasit ialah organisme baik
7. hewan maupun tumbuhan dan benda mati seperti tanah, air, makanan dan minuman.
Ekologi Parasit
Ekologi parasit adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara parasit dengan lingkungan
habitatnya, terutama mengenai distribusi parasit dengan sumber makanannya dan interaksi jenis-
jenis parasit dalam satu habitat. Parasit yang terdapat di dalam tubuh inang, mungkin terdapat di
dalam sistem pencernaan, sistem sirkulasi, sistem respirasi atau alat-alat dalam tubuh seperti hati,
ginjal, otak dan limpa. Biometeorologi adalah ilmu tentang atmosfer dan segala fenomena-
fenomenanya/ilmu tentang cuaca yang berhubungan dengan data kehidupan. Faktor meteorologi
yang berpengaruh pada kelangsungan hidup parasit adalah:
a. Data biometeorologi
b. Penguapan air
c. Kandungan air dalam tanah.
Pengaruh Faktor Cuaca terhadap Siklus Hidup Parasit
Pengaruh jumlah hujan dan temperatur terhadap kelangsungan hidup suatu jenis parasit berbeda,
sebagai contoh Nematoda parasit membutuhkan lebih sedikit curah hujan dibandingkan dengan
Trematoda. Trematoda membutuhkan jumlah air yang lebih banyak dibandingkan dengan
Nematoda sebab untuk menetaskan miracidium diperlukan genangan air. Demikian juga pada telur
cacing nematoda umumnya lebih tahan terhadap temperatur yang lebih tinggi daripada Trematoda
dan Cestoda, tetapi sebagai larva infektif sebaliknya, yaitu larva Nematoda lebih tahan dingin
daripada larva Trematoda dan Cestoda. Diduga bagian sinar matahari yang berpengaruh besar
pada siklus hidup parasit adalah sinar ultraviolet. Dalam bereaksi terhadap tantangan dari faktor-
faktor cuaca tersebut parasit bereaksi secara gabungan dan bukan bereaksi terhadap faktor itu
satu demi satu.
Ruang Lingkup Parasitisme
Dalam mempelajari parasitologi diperlukan pengertian dan pendekatan ekologi serta memahami
ekologi parasit yang merupakan dasar pembahasan berbagai masalah antara lain masuknya
parasit ke dalam hospes, kepadatan parasit, inang dan sebagainya. Demikian juga untuk
memahami penyebarannya perlu dipelajari mikro distribusi parasit. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kehidupan parasit antara lain air, temperatur, sinar matahari, waktu, flora dan fauna.
Semua makhluk hidup itu bereaksi terhadap banyak faktor-faktor tersebut secara bersama-sama,
tidak terhadap faktor satu demi satu. Selanjutnya dalam mencegah dan mengobati penyakit secara
umum dengan tindakan praktis, khususnya dalam pencegahan serta pemberantasannya.
Penggolongan Zoonosis dan Aspek yang Mempengaruhinya
Zoonosis adalah penyakit atau penularan-penularan yang secara alamiah terjadi antara hewan
dan manusia. Penggolongan zoonosis dapat didasarkan pada:
(1) tingkat derajat revervoirnya dalam sistem zoologi,
(2) siklus penularan dan prospek pengendaliannya,
(3) taksonomi parasit penyebabnya.
Hal-hal yang berpengaruh terhadap kasus zoonosis parasiter pada manusia adalah:
1. aspek sosial budaya atau ekonomi; di antaranya adalah jenis pekerjaan. Sebagai pemburu juga
pekerja hutan, mereka lebih terbuka kemungkinannya untuk memperoleh zoonosis parasiter dari
8. hewan buruan dan hewan liar di hutan sebagai reservoirnya. Berbeda dengan pekerja
pengalengan susu, daging atau ikan yang secara langsung lebih terbuka terhadap penularan
zoonosis parasiter dari jenis toksoplasmosis, hidatidosis dan larva migran.
2. Aspek ekologi; bertambahnya populasi atau dengan adanya transmigrasi, yang akan mengubah
keadaan lingkungan. Perubahan ekologi, seperti adanya 2 ekosistem yang semula terpisah,
kemudian bersatu dan dapat menjadi fokus baru bagi berbagai penyakit zoonosis; di antaranya
schistosomiasis, trypanosomiasis, paragonimiasis dan sebagainya
3. Aspek iklim dan cuaca; sebagai contoh: negara Indonesia dengan iklim tropis, panas, tetapi
curah hujan cukup sehingga kelembabannya cukup pula. Hal tersebut memungkinkan
pertumbuhan dan perkembangan berbagai jenis parasit selagi berada di luar tubuh hospesnya.
Contoh: sporulasi ookista Toxoplasma gondii, pembentukan telur infektif berbagai cacing parasit
usus, demikian pula bagi kelangsungan hidup berbagai vektor dan hospes perantara yang sangat
dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Faktor-faktor yang mendukung siklus hidup zoonosis parasiter di
daerah endemis, di antaranya: faktor bangsa, ethnis, agama, populasi geografis.