SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 10
PEMBAHASAN
Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular. Pada pemberian
secara intravaskular, obat akan langsung berada di sirkulasi sistemik tanpa mengalami
absorpsi, sedangkan pada pemberian secara ekstravaskular umumnya obat mengalami
absorpsi. Setelah obat masuk dalam sirkulasi sistemik, obat akan didistribusikan, sebagian
mengalami pengikatan dengan protein plasma dan sebagian dalam bentuk bebas. Obat bebas
selanjutnya didistribusikan sampai ditempat kerjanya dan menimbulkan efek. Kemudian
dengan atau tanpa biotransformasi obat diekskresikan dari dalam tubuh melalui organ-organ
ekskresi, terutama ginjal. Seluruh proses yang meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi disebut proses farmakokinetik dan proses ini berjalan serentak (Zunilda,.dkk, 1995).
Pemberian larutan obat secara intravascular, biasanya intavena, dilakukan dengan dua
cara yaitu secara infus dengan kecepatan atau dosis tetap dan secara intermiten (berkala)
yaitu obat diberikan dengan dosis tetap secara intravena bolus dengan pemberian berulang,
dengan interval tertentu. Lama interval pemberian obat bisa bervariasi antar-individu,
tergantung kecepatan obat dieliminasi dari tubuh – dengan kata lain tergantung waktu paro
eliminasi obat pada subjek. Sedangkan pemeberian ekstravaskular berulang merupakan cara
pemberian obat yang sangat lazim pada pengobatan, utamanya per oral. Seperti halnya
pemberian intravena berulang, obat akan terakumulasi di dalam tubuh jika pemberian
berikutnya dilakukan ketika obat masih tersisa di dalam tubuh. Seberapa besar akumulasinya,
tergantung interval pemberian obat, relatif terhadap waktu paro eliminasinya. Semakin
pendek interval pemberian obat – dibandingkan waktu paro eliminasi obat – semakin tinggi
akumulasinya; demikian sebaliknya (Hakim, 2012).
Pada percobaan kali ini dilakukan simulasi invitro model farmakokinetika rute
ekstravaskuler kompartemen satu terbuka dengan menggunakan metilan merah yang di
anggap sebagai obat terhadap waktu. Percobaan ini disimulasikan dengan keadaan yang ada
didalam tubuh dimana obat diberikan secara per oral. Langkah awal dalam percobaan ini
adalah pembuatan larutan baku dengan melarutkan metilen merah dalam air suling sampai
konsentrasi 100 µg/ml. Kemudian dari konsentrasi tersebut diencerkan hingga diperoleh
konsentrasi masing-masing 40, 50, 60 dan 80 µg/ml. Pembuatan larutan baku dengan
perbedaan kadar ini yaitu untuk dibandingkan dengan hasil kadar yang didapat dari
absorbansi sampel. Pembuatan larutan baku juga digunakan untuk menentukan panjang
gelombang maksimum pada spektrofotometer visible. Langkah selanjutnya yaitu mengukur
masing-masing serapan semua larutan baku yang telah dibuat, hal ini dilakukan dengan
menggunakan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 446 nm. Sehingga diperoleh
nilai absorbansi untuk larutan baku dengan konsentrasi 40; 50 ; 60 ; 80 µg/ml berturut-turut
adalah 0.001; 0,022; 0,087; dan 0,132. Dari data absrbansi tersebut diperoleh nilai a= -0,118,
b = 3,17.10-3
, dan r = 0,96. Sehingga diperoleh persamaan regresi linear y = 3,17.10-3
x –
0,118. Regresi linier ini menunjukkan data yang diperoleh memiliki ketelitian dan presisi
yang lumayan bagus, karena berdasarkan pustaka nilai regresi yang sempurna adalah
mendekati 1→ 0,9999 (Cahyadi, 1985).
Gambar 1. Kurva Baku Metilen Merah
Langkah selanjutnya yaitu pembuatan larutan sampel dengan menimbang metilen merah
sebanyak 100 mg. kemudian 100 mg metilen merah dibagi ke dalam 4 peringkat dosis,
masing-masing 25 mg. sebanyak 25 mg metilen merah dilarutkan dalam 500 ml air suling
(disimulasikan sebagai nilai volume distribusi (Vd) dalam gelas beker (diasumsikan sebagai
sistem tubuh) dan 25 mg metilen merah disini di simulasikan sebagai jumlah dosis obat yang
diberikan. Setelah itu, diambil sebanyak 100 ml sebagai nilai klirens obat dan digantikan
dengan air suling pada volume yang sama. Prosedur tersebut dilakukan secara berulang
sampai semua dosis metilen masuk. Pemberian berulang ini dimaksudkan agar kadar obat di
dalam darah selalu berada dalam kadar terapeutik, yaitu kadar obat berada di dalam kisaran
terapeutik yang secara klinik telah dibuktikan berkolerasi dengan efek terapi obat (Hakim,
2012). Kemudian diukur serapan sampel yang sudah diambil pada panjang gelombang
maksimum yang telah diperoleh yaitu 446 nm dan digunakan air suling sebagai blanko.
Selanjutnya dihitung parameter farmakokinetiknya. Dalam rute ekstravaskuler ini terjadi
proses absorpsi, distribusi dan eliminasi (metabolisme dan ekskresi). Jadi, hampir semua obat
pada dosis terapi mengikuti kinetika orde pertama (first order), artinya kecepatan proses-
proses tersebut sebanding dengan jumlah obat yang ada (yang tinggal). Jadi jumlah obat yang
diabsorpsi, distribusi dan dieliminasi persatuan waktu makin lama makin sedikit, sebanding
dengan jumlah obat yang masih belum mengalami proses tersebut (Setiawati, 2005).
Setelah dilakukan pengukuran serapan dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 446 nm, didapatkan nilai absorbansi untuk larutan yang dimabil pada menit ke
15 ; 30 ; 45 ; 60 ; 75 ; 90 ; 105 ; 120 ; 135 berturut-turut adalah 0,020 ; 0,078 ; 0,125 ; 0,152 ;
0,146 ; 0,110 ; 0,084 ; 0,068 ; 0,036. Nilai absorbansi tersebut masing-masing dimasukan
kedalam persamaan regresi larutan baku metilen merah yang diperoleh yaitu y = 3,17.10-3
x –
0,118. Sehingga diperoleh kadar (C) metilen merah pada masing-masing waktu pengambilan
pada menit ke 15 ; 30 ; 45 ; 60 ; 75 ; 90 ; 105 ; 120 ; 135 berturut turut adalah sebesar 10,03
µg/ml ; 28,32 µg/ml ; 43,15 µg/ml ; 51,67 µg/ml ; 49,77 µg/ml ; 38,42 µg/ml ; 30,22 µg/ml ;
25,17 µg/ml ; dan 15,07 µg/ml. Dari data tersebut diperoleh nilai log C sampel sebesar
1,0013 (menit ke 15) ; 1,4520 (menit ke 30) ; 1,6349 (menit ke 45) ; 1,7132 (menit ke 60) ;
1,6969 (menit ke 75); 1,5845(menit ke 90) ; 1,4802 (menit ke 105) ; 1,4008 (menit ke 120) ;
dan 1,1781 (menit ke 135). Sehingga di peroleh kurva sebagai berikut :
Gambar 2. Kurva hubungan Log C sampel terhadap waktu
Hasil yang diperoleh sesuai dengan literatur karena ketika obat baru saja diberikan
kepada subyek (pada t=0), kadar obat di dalam darah C=0, karena belum ada proses absorpsi.
Kemudian, karena jumlah obat yang diabsorpsi pada waktu-waktu awal lebih besar dari
jumlah obat yang dieliminasi (perbandingan ka/k dapat berkisar antara 5-10 kali), kadar obat
di dalam darah terus meningkat, sampai mencapai kadar puncak (Cmaks). Pada kadar puncak
ini, kecepatan absorpsi sama dengan kecepatan eliminasi obat. Waktu yang diperlukan untuk
mencapai Cmaks adalah Tmaks. Begitu mencapai kadar puncak, kadar obat terus menurun,
sebab jumlah obat yang tersedia untuk diabsorpsi makin berkurang, sehingga menyebabkan
penurunan kecepatan absorpsi. Selanjutnya ketika waktu terus berjalan, menyebabkan jumlah
obat di tempat absorpsi menjadi sangat kecil, atau boleh dianggap nol. Misalnya selama 5 kali
waktu paro absorpsi diperkirakan 97% obat telah terabsorpsi, atau hanya 3% saja yang tersisa
ditempat absorpsi. Mulai saat inilah penurunan kadar obat di dalam darah mencerminkan
eliminasi obat (Shargel dkk., 2005).
Untuk menentukan K eliminasi dicari regresi yang paling linear, yaitu menggunakan
data lima terbawah, sehingga diperoleh nilai a = 2,323 ; b = -0,0081 ; dan r = 0,96.
Gambar 3. Kurva hubungan log C sampel terhadap waktu
Kelompok I dan III melakukan percobaan dengan pemberian dosis serta nilai klirens
yang sama (dosis = 200 mg dan klirens = 200 ml), hanya saja nilai Vd untuk kedua kelompok
tersebut berbeda yaitu 0,5 liter dan 1 liter. Begitu pula dengan kelompok II dan IV yang
memiliki perbedaan parameter Vd yaitu 0,5 liter dan 1 liter dan pada dosis dan klirens yang
sama (Dosis = 100 mg dan Cl = 100 ml). Berdasarkan hasil praktikum dan perhitungan,
diperoleh bahwa nilai k akan menjadi lebih besar pada obat dengan nilai Vd yang lebih kecil.
Hal ini membuktikan bahwa nilai k berbanding terbalik dengan nilai Vd. Selain itu,
pemberian dosis yang berbeda pada nilai Vd yang sama akan memberikan nilai k dan AUC
yang berbeda pula (Hakim,2012). Dari hasil praktikum dapat dilihat bahwa simulasi invitro
ekstravaskuler model farmakokinetika yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada nilai
klirens (CL) dan volume distribusi (Vd) dapat mengakibatkan terjadinya perbedaan nilai
farmakokintekia lainnya dalam hal ini AUC dan k. Klirens dan Volume distribusi merupakan
parameter farmakokinetika primer yang nilainya di pengaruhi langsung oleh variabel biologis
(Shargel,2005).
Pada kelompok 1, diperoleh kadar (C) metilen merah pada masing-masing waktu
pengambilan pada menit ke 15 ; 30 ; 45 ; 60 ; 75 ; 90 ; 105 ; 120 ; 135 berturut turut adalah
sebesar 24,85 µg/ml ; 48,83 µg/ml ; 70,97 µg/ml ; 78,17 µg/ml ; 64,29 µg/ml ; 55,45 µg/ml ;
45,67 µg/ml ; 27,38 µg/ml ; dan 14,13 µg/ml. Pada kelompok 3, diperoleh kadar (C) metilen
merah pada masing-masing waktu pengambilan pada menit ke 15 ; 30 ; 45 ; 60 ; 75 ; 90 ;
105 ; 120 ; 135 berturut turut adalah sebesar 45,533 µg/ml ; 61,199 µg/ml ; 63,722 µg/ml ;
72,555 µg/ml ; 70,347 µg/ml ; 63,407 µg/ml ; 59,306 µg/ml ; 53,943 µg/ml ; dan 48,896
µg/ml. Pada kelompok 4, diperoleh kadar (C) metilen merah pada masing-masing waktu
pengambilan pada menit ke 15 ; 30 ; 45 ; 60 ; 75 ; 90 ; 105 ; 120 ; 135 berturut turut adalah
sebesar 38,17 µg/ml ; 53,94 µg/ml ; 60,56 µg/ml ; 70,97 µg/ml ; 64,35 µg/ml ; 62,77 µg/ml ;
61,19 µg/ml ; 59,30 µg/ml ; dan 57,72 µg/ml. Kadar yang diperoleh pada semua kelompok
berbeda-beda karena dosis, Vd, dan Cl nya berbeda-beda. Hasil yang diperoleh pada semua
kelompok sesuai dengan literatur karena ketika obat baru saja diberikan kepada subyek (pada
t=0), kadar obat di dalam darah C=0, karena belum ada proses absorpsi. Kemudian, karena
jumlah obat yang diabsorpsi pada waktu-waktu awal lebih besar dari jumlah obat yang
dieliminasi (perbandingan ka/k dapat berkisar antara 5-10 kali), kadar obat di dalam darah
terus meningkat, sampai mencapai kadar puncak (Cmaks). Pada kadar puncak ini, kecepatan
absorpsi sama dengan kecepatan eliminasi obat. Waktu yang diperlukan untuk mencapai
Cmaks adalah Tmaks, T maks pada semua kelompok adalah sama yaitu pada menit ke 60.
Begitu mencapai kadar puncak, kadar obat terus menurun, sebab jumlah obat yang tersedia
untuk diabsorpsi makin berkurang, sehingga menyebabkan penurunan kecepatan absorpsi
(Shargel dkk., 2005).
Gambar 4. Area Under Curve (AUC) Metilen merah
Area Under Curve (AUC)
Area Under Curve (AUC) adalah permukaan di bawah kurva (grafik) yang
menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu. AUC dapat dihitung
secara matematis dan merupakan ukuran untuk bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat
digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila penentuan
kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan. Selain itu antara kadar plasma puncak
dan bioavailabilitas terdapat hubungan langsung (Tjay dan Rahardja, 2002). Nilai AUC
bukan merupakan jumlah obat yang diabsorpsi, namun sekedar menggambarkan jumlah obat
yang diabsorpsi dan masuk kedalam sirkulasi sistemik (Shargel dkk., 2005).
Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan nilai AUC 15-30 = 18,39 µg.menit/ml ;
AUC 30-45 = 23,25 µg.menit/ml ; AUC 45-60 = 25,11 µg.menit/ml ; AUC 60-75= 25,57
µg.menit/ml; AUC 75-90 = 24,6 µg.menit/ml ; AUC 90-105 = 22,98 µg.menit/ml ; AUC 105-120 =
21,60 µg.menit/ml ; AUC 120-135 = 19,34 µg.menit/ml; AUC 135-∞ = 62,832 µg.menit/ml.
Sehingga nilai AUC total atau AUC 15-∞ = 243,572 µg.menit/ml. Dari interval waktu
pengambilan sampel telah memenuhi syarat, sebab T1/2 eliminasi ditemukan 36,96 menit.
Pengambilan sampel di akhir dilakukan sampai 3 kali T1/2 yakni 135 menit. hal ini sesuai
KADAR(mcg/ml)
dengan liliteratur karena pengakhiran pengambilan sampel dilakukan 3-5 kali T1/2 eliminasi
obat. Pada percobaan kali ini, harga AUC sisa sebesar 25% dari AUC total. Jadi akurasi AUC
yang diperoleh yaitu 75% dan dikategorikan cukup baik karena terdapat pada rentang 0,70 –
0,80 (Hakim, 2012).
Daftar pustaka
Cahyadi, Yeyet, 1985, Pengantar Farmakokinetika, Cermin Dunia Kedokteran, No : 37
Hakim, Lukman, 2012, Farmakokinetik, Bursa Ilmu, Yogyakarta.
Shargel L. dan Andrew B.C., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan,
Airlangga Univeersity Press, Surabaya.
Setiawati, A., 2005, Farmakologi dan Terapi Edisi 4, Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting Edisi kelima, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Zunilda, S.B, dan F.D. Suyatna, 1995, Pengantar Farmakologi, Farmakologi dan Terapi
Edisi kelima, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Cahyadi, Yeyet, 1985, Pengantar Farmakokinetika, Cermin Dunia Kedokteran, No : 37
KESIMPULAN
Dapus ditambah cahyadi
1. Pada rute pemberian intravaskuler, obat tidak mengalami fase absorpsi dan distribusi.
Sedangkan pada rute pemberian ekstravaskuler obat mengalami fase absorpsi,
distribusi, dan eliminasi.
2. Data yang diperoleh dari hasi percobaan dengan dosis 100 mg, Cl 100 ml, dan Vd 500
ml diperoleh kadar (C) metilen merah pada masing-masing waktu pengambilan pada
menit ke 15 ; 30 ; 45 ; 60 ; 75 ; 90 ; 105 ; 120 ; 135 berturut turut adalah sebesar 10,03
µg/ml ; 28,32 µg/ml ; 43,15 µg/ml ; 51,67 µg/ml ; 49,77 µg/ml ; 38,42 µg/ml ;
30,22 µg/ml ; 25,17 µg/ml ; dan 15,07 µg/ml.
3. Simulasi invitro ekstravaskuler model farmakokinetika yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa pada nilai klirens (CL) dan volume distribusi (Vd) dapat
mengakibatkan terjadinya perbedaan nilai farmakokintekia lainnya dalam hal ini AUC
dan k. Klirens dan Volume distribusi merupakan parameter farmakokinetika primer
yang nilainya di pengaruhi langsung oleh variabel biologis
4. Hasil yang diperoleh pada semua kelompok menunjukkan Tmax yang sama yaitu
pada menit ke 60.
5. Akurasi AUC yang diperoleh yaitu 75% / 0,75 dan dikategorikan cukup baik karena
terdapat pada rentang 0,70 – 0,80.
4. Hasil yang diperoleh pada semua kelompok menunjukkan Tmax yang sama yaitu
pada menit ke 60.
5. Akurasi AUC yang diperoleh yaitu 75% / 0,75 dan dikategorikan cukup baik karena
terdapat pada rentang 0,70 – 0,80.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrakStandarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
Gina Sakinah
 
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Sapan Nada
 
Laporan resmi krim hidrocortison
Laporan resmi krim hidrocortisonLaporan resmi krim hidrocortison
Laporan resmi krim hidrocortison
Kezia Hani Novita
 
Konstanta dielektrik
Konstanta dielektrikKonstanta dielektrik
Konstanta dielektrik
Trie Marcory
 

Was ist angesagt? (20)

identifikasi senyawa golongan alkohol ,fenol dan asam karboksilat
identifikasi senyawa golongan alkohol ,fenol dan asam karboksilatidentifikasi senyawa golongan alkohol ,fenol dan asam karboksilat
identifikasi senyawa golongan alkohol ,fenol dan asam karboksilat
 
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap  Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap  Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Abso...
 
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrakStandarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
 
19008 self formulation asetosal.
19008 self formulation asetosal.19008 self formulation asetosal.
19008 self formulation asetosal.
 
Laporan Teknologi Sediaan Steril : Pembuatan Injeksi klorpromazin HCL.
Laporan Teknologi Sediaan Steril : Pembuatan Injeksi klorpromazin HCL.Laporan Teknologi Sediaan Steril : Pembuatan Injeksi klorpromazin HCL.
Laporan Teknologi Sediaan Steril : Pembuatan Injeksi klorpromazin HCL.
 
Stabilitas Obat
Stabilitas ObatStabilitas Obat
Stabilitas Obat
 
Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2
 
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
 
Emulsi
Emulsi Emulsi
Emulsi
 
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKALAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
 
Laporan resmi krim hidrocortison
Laporan resmi krim hidrocortisonLaporan resmi krim hidrocortison
Laporan resmi krim hidrocortison
 
Gel
GelGel
Gel
 
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUANlaporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
 
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT
BIOFARMASI SEDIAAN YANG  DIBERIKAN MELALUI KULITBIOFARMASI SEDIAAN YANG  DIBERIKAN MELALUI KULIT
BIOFARMASI SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT
 
Uji Mutu Sediaan Suspensi
Uji Mutu Sediaan SuspensiUji Mutu Sediaan Suspensi
Uji Mutu Sediaan Suspensi
 
PENGANTAR FARMAKOKINETIK
PENGANTAR FARMAKOKINETIKPENGANTAR FARMAKOKINETIK
PENGANTAR FARMAKOKINETIK
 
Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)Biofarmasetika (Pendahuluan)
Biofarmasetika (Pendahuluan)
 
Konstanta dielektrik
Konstanta dielektrikKonstanta dielektrik
Konstanta dielektrik
 
Klt ku
Klt kuKlt ku
Klt ku
 
Ekskresi dan klirens ginjal
Ekskresi dan klirens ginjalEkskresi dan klirens ginjal
Ekskresi dan klirens ginjal
 

Ähnlich wie Pembahasan farkin fix

Farmakokinetika pengaturan dosis
Farmakokinetika   pengaturan dosisFarmakokinetika   pengaturan dosis
Farmakokinetika pengaturan dosis
Dwi Ramdhini
 
TUGAS FARMAKOKINETIK KLINIK.pptx
TUGAS FARMAKOKINETIK KLINIK.pptxTUGAS FARMAKOKINETIK KLINIK.pptx
TUGAS FARMAKOKINETIK KLINIK.pptx
LuckyBoyCount
 
FARMAKOKINETIKA_INFUS_INTRAVENA 10-11.ppt
FARMAKOKINETIKA_INFUS_INTRAVENA 10-11.pptFARMAKOKINETIKA_INFUS_INTRAVENA 10-11.ppt
FARMAKOKINETIKA_INFUS_INTRAVENA 10-11.ppt
putriramdaniah
 
infusi intravena dan pemberian dosis berganda iv pertemuan ke-5.pptx
infusi intravena dan pemberian dosis berganda iv pertemuan ke-5.pptxinfusi intravena dan pemberian dosis berganda iv pertemuan ke-5.pptx
infusi intravena dan pemberian dosis berganda iv pertemuan ke-5.pptx
WidyaNingrum46
 
MATERI PS 5 ADHRIE TCI di ICU Final (1).pptx
MATERI PS 5 ADHRIE TCI di ICU Final (1).pptxMATERI PS 5 ADHRIE TCI di ICU Final (1).pptx
MATERI PS 5 ADHRIE TCI di ICU Final (1).pptx
TaraManurung
 
Henny analisis cairan pleura
Henny analisis cairan pleuraHenny analisis cairan pleura
Henny analisis cairan pleura
pdspatklinsby
 
resep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dny
resep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dnyresep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dny
resep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dny
vickiyugasworo
 
TDM- Konversi Infus IV ke oral farmasiii
TDM- Konversi Infus IV ke oral farmasiiiTDM- Konversi Infus IV ke oral farmasiii
TDM- Konversi Infus IV ke oral farmasiii
lydiaevangelist15
 

Ähnlich wie Pembahasan farkin fix (20)

Farmakokinetika pengaturan dosis
Farmakokinetika   pengaturan dosisFarmakokinetika   pengaturan dosis
Farmakokinetika pengaturan dosis
 
fdokumen.com_2-infusi-intravenabahan.pptx
fdokumen.com_2-infusi-intravenabahan.pptxfdokumen.com_2-infusi-intravenabahan.pptx
fdokumen.com_2-infusi-intravenabahan.pptx
 
TUGAS FARMAKOKINETIK KLINIK.pptx
TUGAS FARMAKOKINETIK KLINIK.pptxTUGAS FARMAKOKINETIK KLINIK.pptx
TUGAS FARMAKOKINETIK KLINIK.pptx
 
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi ObatLaporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
Laporan Praktikum Absorbsi & Ekskresi Obat
 
Pk pituitary
Pk pituitaryPk pituitary
Pk pituitary
 
fkb502biofarmasi--farmakokinetik.pdf
fkb502biofarmasi--farmakokinetik.pdffkb502biofarmasi--farmakokinetik.pdf
fkb502biofarmasi--farmakokinetik.pdf
 
Farmakokinetika_P6.pptx
Farmakokinetika_P6.pptxFarmakokinetika_P6.pptx
Farmakokinetika_P6.pptx
 
Journal reading
Journal readingJournal reading
Journal reading
 
FARMAKOKINETIKA_INFUS_INTRAVENA 10-11.ppt
FARMAKOKINETIKA_INFUS_INTRAVENA 10-11.pptFARMAKOKINETIKA_INFUS_INTRAVENA 10-11.ppt
FARMAKOKINETIKA_INFUS_INTRAVENA 10-11.ppt
 
Laporan farmakologi (1)
Laporan farmakologi (1)Laporan farmakologi (1)
Laporan farmakologi (1)
 
Teodas (1)
Teodas (1)Teodas (1)
Teodas (1)
 
Biofarmasetika i
Biofarmasetika iBiofarmasetika i
Biofarmasetika i
 
Ti2
Ti2Ti2
Ti2
 
infusi intravena dan pemberian dosis berganda iv pertemuan ke-5.pptx
infusi intravena dan pemberian dosis berganda iv pertemuan ke-5.pptxinfusi intravena dan pemberian dosis berganda iv pertemuan ke-5.pptx
infusi intravena dan pemberian dosis berganda iv pertemuan ke-5.pptx
 
MATERI PS 5 ADHRIE TCI di ICU Final (1).pptx
MATERI PS 5 ADHRIE TCI di ICU Final (1).pptxMATERI PS 5 ADHRIE TCI di ICU Final (1).pptx
MATERI PS 5 ADHRIE TCI di ICU Final (1).pptx
 
Henny analisis cairan pleura
Henny analisis cairan pleuraHenny analisis cairan pleura
Henny analisis cairan pleura
 
resep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dny
resep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dnyresep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dny
resep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dny
 
Tunjuk langit
Tunjuk langitTunjuk langit
Tunjuk langit
 
zanjabila sediaan-steril.pptx
zanjabila sediaan-steril.pptxzanjabila sediaan-steril.pptx
zanjabila sediaan-steril.pptx
 
TDM- Konversi Infus IV ke oral farmasiii
TDM- Konversi Infus IV ke oral farmasiiiTDM- Konversi Infus IV ke oral farmasiii
TDM- Konversi Infus IV ke oral farmasiii
 

Kürzlich hochgeladen

Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
IvvatulAini
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
novibernadina
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ssuser35630b
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptStoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptxPelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
Pelaksana Lapangan Pekerjaan Jalan .pptx
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 

Pembahasan farkin fix

  • 1. PEMBAHASAN Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskular dan ekstravaskular. Pada pemberian secara intravaskular, obat akan langsung berada di sirkulasi sistemik tanpa mengalami absorpsi, sedangkan pada pemberian secara ekstravaskular umumnya obat mengalami absorpsi. Setelah obat masuk dalam sirkulasi sistemik, obat akan didistribusikan, sebagian mengalami pengikatan dengan protein plasma dan sebagian dalam bentuk bebas. Obat bebas selanjutnya didistribusikan sampai ditempat kerjanya dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi obat diekskresikan dari dalam tubuh melalui organ-organ ekskresi, terutama ginjal. Seluruh proses yang meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi disebut proses farmakokinetik dan proses ini berjalan serentak (Zunilda,.dkk, 1995). Pemberian larutan obat secara intravascular, biasanya intavena, dilakukan dengan dua cara yaitu secara infus dengan kecepatan atau dosis tetap dan secara intermiten (berkala) yaitu obat diberikan dengan dosis tetap secara intravena bolus dengan pemberian berulang, dengan interval tertentu. Lama interval pemberian obat bisa bervariasi antar-individu, tergantung kecepatan obat dieliminasi dari tubuh – dengan kata lain tergantung waktu paro eliminasi obat pada subjek. Sedangkan pemeberian ekstravaskular berulang merupakan cara pemberian obat yang sangat lazim pada pengobatan, utamanya per oral. Seperti halnya pemberian intravena berulang, obat akan terakumulasi di dalam tubuh jika pemberian berikutnya dilakukan ketika obat masih tersisa di dalam tubuh. Seberapa besar akumulasinya, tergantung interval pemberian obat, relatif terhadap waktu paro eliminasinya. Semakin pendek interval pemberian obat – dibandingkan waktu paro eliminasi obat – semakin tinggi akumulasinya; demikian sebaliknya (Hakim, 2012). Pada percobaan kali ini dilakukan simulasi invitro model farmakokinetika rute ekstravaskuler kompartemen satu terbuka dengan menggunakan metilan merah yang di anggap sebagai obat terhadap waktu. Percobaan ini disimulasikan dengan keadaan yang ada didalam tubuh dimana obat diberikan secara per oral. Langkah awal dalam percobaan ini adalah pembuatan larutan baku dengan melarutkan metilen merah dalam air suling sampai konsentrasi 100 µg/ml. Kemudian dari konsentrasi tersebut diencerkan hingga diperoleh konsentrasi masing-masing 40, 50, 60 dan 80 µg/ml. Pembuatan larutan baku dengan perbedaan kadar ini yaitu untuk dibandingkan dengan hasil kadar yang didapat dari absorbansi sampel. Pembuatan larutan baku juga digunakan untuk menentukan panjang gelombang maksimum pada spektrofotometer visible. Langkah selanjutnya yaitu mengukur masing-masing serapan semua larutan baku yang telah dibuat, hal ini dilakukan dengan
  • 2. menggunakan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 446 nm. Sehingga diperoleh nilai absorbansi untuk larutan baku dengan konsentrasi 40; 50 ; 60 ; 80 µg/ml berturut-turut adalah 0.001; 0,022; 0,087; dan 0,132. Dari data absrbansi tersebut diperoleh nilai a= -0,118, b = 3,17.10-3 , dan r = 0,96. Sehingga diperoleh persamaan regresi linear y = 3,17.10-3 x – 0,118. Regresi linier ini menunjukkan data yang diperoleh memiliki ketelitian dan presisi yang lumayan bagus, karena berdasarkan pustaka nilai regresi yang sempurna adalah mendekati 1→ 0,9999 (Cahyadi, 1985). Gambar 1. Kurva Baku Metilen Merah Langkah selanjutnya yaitu pembuatan larutan sampel dengan menimbang metilen merah sebanyak 100 mg. kemudian 100 mg metilen merah dibagi ke dalam 4 peringkat dosis, masing-masing 25 mg. sebanyak 25 mg metilen merah dilarutkan dalam 500 ml air suling (disimulasikan sebagai nilai volume distribusi (Vd) dalam gelas beker (diasumsikan sebagai sistem tubuh) dan 25 mg metilen merah disini di simulasikan sebagai jumlah dosis obat yang diberikan. Setelah itu, diambil sebanyak 100 ml sebagai nilai klirens obat dan digantikan dengan air suling pada volume yang sama. Prosedur tersebut dilakukan secara berulang sampai semua dosis metilen masuk. Pemberian berulang ini dimaksudkan agar kadar obat di dalam darah selalu berada dalam kadar terapeutik, yaitu kadar obat berada di dalam kisaran terapeutik yang secara klinik telah dibuktikan berkolerasi dengan efek terapi obat (Hakim,
  • 3. 2012). Kemudian diukur serapan sampel yang sudah diambil pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh yaitu 446 nm dan digunakan air suling sebagai blanko. Selanjutnya dihitung parameter farmakokinetiknya. Dalam rute ekstravaskuler ini terjadi proses absorpsi, distribusi dan eliminasi (metabolisme dan ekskresi). Jadi, hampir semua obat pada dosis terapi mengikuti kinetika orde pertama (first order), artinya kecepatan proses- proses tersebut sebanding dengan jumlah obat yang ada (yang tinggal). Jadi jumlah obat yang diabsorpsi, distribusi dan dieliminasi persatuan waktu makin lama makin sedikit, sebanding dengan jumlah obat yang masih belum mengalami proses tersebut (Setiawati, 2005). Setelah dilakukan pengukuran serapan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm, didapatkan nilai absorbansi untuk larutan yang dimabil pada menit ke 15 ; 30 ; 45 ; 60 ; 75 ; 90 ; 105 ; 120 ; 135 berturut-turut adalah 0,020 ; 0,078 ; 0,125 ; 0,152 ; 0,146 ; 0,110 ; 0,084 ; 0,068 ; 0,036. Nilai absorbansi tersebut masing-masing dimasukan kedalam persamaan regresi larutan baku metilen merah yang diperoleh yaitu y = 3,17.10-3 x – 0,118. Sehingga diperoleh kadar (C) metilen merah pada masing-masing waktu pengambilan pada menit ke 15 ; 30 ; 45 ; 60 ; 75 ; 90 ; 105 ; 120 ; 135 berturut turut adalah sebesar 10,03 µg/ml ; 28,32 µg/ml ; 43,15 µg/ml ; 51,67 µg/ml ; 49,77 µg/ml ; 38,42 µg/ml ; 30,22 µg/ml ; 25,17 µg/ml ; dan 15,07 µg/ml. Dari data tersebut diperoleh nilai log C sampel sebesar 1,0013 (menit ke 15) ; 1,4520 (menit ke 30) ; 1,6349 (menit ke 45) ; 1,7132 (menit ke 60) ; 1,6969 (menit ke 75); 1,5845(menit ke 90) ; 1,4802 (menit ke 105) ; 1,4008 (menit ke 120) ; dan 1,1781 (menit ke 135). Sehingga di peroleh kurva sebagai berikut : Gambar 2. Kurva hubungan Log C sampel terhadap waktu
  • 4. Hasil yang diperoleh sesuai dengan literatur karena ketika obat baru saja diberikan kepada subyek (pada t=0), kadar obat di dalam darah C=0, karena belum ada proses absorpsi. Kemudian, karena jumlah obat yang diabsorpsi pada waktu-waktu awal lebih besar dari jumlah obat yang dieliminasi (perbandingan ka/k dapat berkisar antara 5-10 kali), kadar obat di dalam darah terus meningkat, sampai mencapai kadar puncak (Cmaks). Pada kadar puncak ini, kecepatan absorpsi sama dengan kecepatan eliminasi obat. Waktu yang diperlukan untuk mencapai Cmaks adalah Tmaks. Begitu mencapai kadar puncak, kadar obat terus menurun, sebab jumlah obat yang tersedia untuk diabsorpsi makin berkurang, sehingga menyebabkan penurunan kecepatan absorpsi. Selanjutnya ketika waktu terus berjalan, menyebabkan jumlah obat di tempat absorpsi menjadi sangat kecil, atau boleh dianggap nol. Misalnya selama 5 kali waktu paro absorpsi diperkirakan 97% obat telah terabsorpsi, atau hanya 3% saja yang tersisa ditempat absorpsi. Mulai saat inilah penurunan kadar obat di dalam darah mencerminkan eliminasi obat (Shargel dkk., 2005). Untuk menentukan K eliminasi dicari regresi yang paling linear, yaitu menggunakan data lima terbawah, sehingga diperoleh nilai a = 2,323 ; b = -0,0081 ; dan r = 0,96. Gambar 3. Kurva hubungan log C sampel terhadap waktu Kelompok I dan III melakukan percobaan dengan pemberian dosis serta nilai klirens yang sama (dosis = 200 mg dan klirens = 200 ml), hanya saja nilai Vd untuk kedua kelompok tersebut berbeda yaitu 0,5 liter dan 1 liter. Begitu pula dengan kelompok II dan IV yang memiliki perbedaan parameter Vd yaitu 0,5 liter dan 1 liter dan pada dosis dan klirens yang sama (Dosis = 100 mg dan Cl = 100 ml). Berdasarkan hasil praktikum dan perhitungan, diperoleh bahwa nilai k akan menjadi lebih besar pada obat dengan nilai Vd yang lebih kecil.
  • 5. Hal ini membuktikan bahwa nilai k berbanding terbalik dengan nilai Vd. Selain itu, pemberian dosis yang berbeda pada nilai Vd yang sama akan memberikan nilai k dan AUC yang berbeda pula (Hakim,2012). Dari hasil praktikum dapat dilihat bahwa simulasi invitro ekstravaskuler model farmakokinetika yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada nilai klirens (CL) dan volume distribusi (Vd) dapat mengakibatkan terjadinya perbedaan nilai farmakokintekia lainnya dalam hal ini AUC dan k. Klirens dan Volume distribusi merupakan parameter farmakokinetika primer yang nilainya di pengaruhi langsung oleh variabel biologis (Shargel,2005). Pada kelompok 1, diperoleh kadar (C) metilen merah pada masing-masing waktu pengambilan pada menit ke 15 ; 30 ; 45 ; 60 ; 75 ; 90 ; 105 ; 120 ; 135 berturut turut adalah sebesar 24,85 µg/ml ; 48,83 µg/ml ; 70,97 µg/ml ; 78,17 µg/ml ; 64,29 µg/ml ; 55,45 µg/ml ; 45,67 µg/ml ; 27,38 µg/ml ; dan 14,13 µg/ml. Pada kelompok 3, diperoleh kadar (C) metilen merah pada masing-masing waktu pengambilan pada menit ke 15 ; 30 ; 45 ; 60 ; 75 ; 90 ; 105 ; 120 ; 135 berturut turut adalah sebesar 45,533 µg/ml ; 61,199 µg/ml ; 63,722 µg/ml ; 72,555 µg/ml ; 70,347 µg/ml ; 63,407 µg/ml ; 59,306 µg/ml ; 53,943 µg/ml ; dan 48,896 µg/ml. Pada kelompok 4, diperoleh kadar (C) metilen merah pada masing-masing waktu pengambilan pada menit ke 15 ; 30 ; 45 ; 60 ; 75 ; 90 ; 105 ; 120 ; 135 berturut turut adalah sebesar 38,17 µg/ml ; 53,94 µg/ml ; 60,56 µg/ml ; 70,97 µg/ml ; 64,35 µg/ml ; 62,77 µg/ml ; 61,19 µg/ml ; 59,30 µg/ml ; dan 57,72 µg/ml. Kadar yang diperoleh pada semua kelompok berbeda-beda karena dosis, Vd, dan Cl nya berbeda-beda. Hasil yang diperoleh pada semua kelompok sesuai dengan literatur karena ketika obat baru saja diberikan kepada subyek (pada t=0), kadar obat di dalam darah C=0, karena belum ada proses absorpsi. Kemudian, karena jumlah obat yang diabsorpsi pada waktu-waktu awal lebih besar dari jumlah obat yang dieliminasi (perbandingan ka/k dapat berkisar antara 5-10 kali), kadar obat di dalam darah terus meningkat, sampai mencapai kadar puncak (Cmaks). Pada kadar puncak ini, kecepatan absorpsi sama dengan kecepatan eliminasi obat. Waktu yang diperlukan untuk mencapai Cmaks adalah Tmaks, T maks pada semua kelompok adalah sama yaitu pada menit ke 60. Begitu mencapai kadar puncak, kadar obat terus menurun, sebab jumlah obat yang tersedia untuk diabsorpsi makin berkurang, sehingga menyebabkan penurunan kecepatan absorpsi (Shargel dkk., 2005).
  • 6. Gambar 4. Area Under Curve (AUC) Metilen merah Area Under Curve (AUC) Area Under Curve (AUC) adalah permukaan di bawah kurva (grafik) yang menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu. AUC dapat dihitung secara matematis dan merupakan ukuran untuk bioavailabilitas suatu obat. AUC dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan. Selain itu antara kadar plasma puncak dan bioavailabilitas terdapat hubungan langsung (Tjay dan Rahardja, 2002). Nilai AUC bukan merupakan jumlah obat yang diabsorpsi, namun sekedar menggambarkan jumlah obat yang diabsorpsi dan masuk kedalam sirkulasi sistemik (Shargel dkk., 2005). Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan nilai AUC 15-30 = 18,39 µg.menit/ml ; AUC 30-45 = 23,25 µg.menit/ml ; AUC 45-60 = 25,11 µg.menit/ml ; AUC 60-75= 25,57 µg.menit/ml; AUC 75-90 = 24,6 µg.menit/ml ; AUC 90-105 = 22,98 µg.menit/ml ; AUC 105-120 = 21,60 µg.menit/ml ; AUC 120-135 = 19,34 µg.menit/ml; AUC 135-∞ = 62,832 µg.menit/ml. Sehingga nilai AUC total atau AUC 15-∞ = 243,572 µg.menit/ml. Dari interval waktu pengambilan sampel telah memenuhi syarat, sebab T1/2 eliminasi ditemukan 36,96 menit. Pengambilan sampel di akhir dilakukan sampai 3 kali T1/2 yakni 135 menit. hal ini sesuai KADAR(mcg/ml)
  • 7. dengan liliteratur karena pengakhiran pengambilan sampel dilakukan 3-5 kali T1/2 eliminasi obat. Pada percobaan kali ini, harga AUC sisa sebesar 25% dari AUC total. Jadi akurasi AUC yang diperoleh yaitu 75% dan dikategorikan cukup baik karena terdapat pada rentang 0,70 – 0,80 (Hakim, 2012). Daftar pustaka Cahyadi, Yeyet, 1985, Pengantar Farmakokinetika, Cermin Dunia Kedokteran, No : 37 Hakim, Lukman, 2012, Farmakokinetik, Bursa Ilmu, Yogyakarta. Shargel L. dan Andrew B.C., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Airlangga Univeersity Press, Surabaya. Setiawati, A., 2005, Farmakologi dan Terapi Edisi 4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting Edisi kelima, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Zunilda, S.B, dan F.D. Suyatna, 1995, Pengantar Farmakologi, Farmakologi dan Terapi Edisi kelima, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Cahyadi, Yeyet, 1985, Pengantar Farmakokinetika, Cermin Dunia Kedokteran, No : 37
  • 8. KESIMPULAN Dapus ditambah cahyadi 1. Pada rute pemberian intravaskuler, obat tidak mengalami fase absorpsi dan distribusi. Sedangkan pada rute pemberian ekstravaskuler obat mengalami fase absorpsi, distribusi, dan eliminasi. 2. Data yang diperoleh dari hasi percobaan dengan dosis 100 mg, Cl 100 ml, dan Vd 500 ml diperoleh kadar (C) metilen merah pada masing-masing waktu pengambilan pada menit ke 15 ; 30 ; 45 ; 60 ; 75 ; 90 ; 105 ; 120 ; 135 berturut turut adalah sebesar 10,03 µg/ml ; 28,32 µg/ml ; 43,15 µg/ml ; 51,67 µg/ml ; 49,77 µg/ml ; 38,42 µg/ml ; 30,22 µg/ml ; 25,17 µg/ml ; dan 15,07 µg/ml. 3. Simulasi invitro ekstravaskuler model farmakokinetika yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada nilai klirens (CL) dan volume distribusi (Vd) dapat mengakibatkan terjadinya perbedaan nilai farmakokintekia lainnya dalam hal ini AUC dan k. Klirens dan Volume distribusi merupakan parameter farmakokinetika primer yang nilainya di pengaruhi langsung oleh variabel biologis
  • 9. 4. Hasil yang diperoleh pada semua kelompok menunjukkan Tmax yang sama yaitu pada menit ke 60. 5. Akurasi AUC yang diperoleh yaitu 75% / 0,75 dan dikategorikan cukup baik karena terdapat pada rentang 0,70 – 0,80.
  • 10. 4. Hasil yang diperoleh pada semua kelompok menunjukkan Tmax yang sama yaitu pada menit ke 60. 5. Akurasi AUC yang diperoleh yaitu 75% / 0,75 dan dikategorikan cukup baik karena terdapat pada rentang 0,70 – 0,80.