2. Pengantar
Dalam Hukum Perlindungan Konsumen,
prinsip tentang tanggung jawab merupakan
perihal yang sangat penting karena dalam hal
kasus pelanggaran konsumen diperlukan
kehati-hatian dalam menganalisa pihak mana
yang harus bertanggung jawab dan seberapa
besar tanggung jawab yang dapat dibebankan
kepada pihak yang terkait.
3. Prinsip-prinsip tanggung jawab dalam
hukum Perlindungan Konsumen
Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dibedakan sebagai
berikut :
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on
fault).
2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumption of liability
principle)
3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of
nonliability principle)
4. Prinsip tanggung jawab mutlak (Strict liability)
5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability principle)
4. Prinsip tanggung jawab berdasarkan
unsur kesalahan
Prinsip yang berlaku dalam hukum pidana dan perdata
Diatur dalam pasal 1365, 1366, dan 1367 KUH Perdata
Prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawaban secara
hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukan
Dikenal dengan pasal 1365 KUH Perdata tentang Perbuatan Melawan Hukum
Prinsip ini harus memenuhi empat unsur
1. Adanya perbuatan
2. Adanya unsur kesalahan
3. Adanya kerugian yang diakibatkan
4. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian
5. Yang dimaksud dengan kesalahan dalam prinsip ini adalah
unsur yang bertentangan dengan hukum tidak hanya
bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga kepatutan
dan kesusilaan dalam masyarakat.
Asas tanggung jawab ini dapat diterima karena adalah adil
bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian
bagi pihak korban.
Prinsip tanggung jawab berdasarkan
unsur kesalahan
6. Prinsip Praduga untuk selalu
bertanggung jawab
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung
jawab (presumption of liability principle), sampai saat ia dapat
membuktikan ia tidak bersalah.
Beban pembuktian ada pada si tergugat (beban pembuktian
terbalik)
Prinsip ini bertentangan dengan asas hukum praduga tidak
bersalah (presumption of innoncent)
7. Prinsip praduga untuk tidak selalu
bertanggung jawab
Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab
(presumption of nonliability principle) adalah kebalikan
dari prinsip kedua diatas.
Prinsip ini hanya dikenal dalam lingkup transaksi
konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasa
demikian biasanya secara common sense dapat
dibenarkan.
8. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
(Strict Liability)
Identik dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability)
Strict liability adalah tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak
sebagai factor yang menentukan. Namun ada pengecualian yang
memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, mis dalam keadaan
force majeur.
Menurut R.C. Hoeber prinsip ini diterapkan karena :
1. Konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya
kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks,
2. Diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada
gugatan atas kesalahannya
3. Asas ini dapat memaksa produsen lebih hati-hati
9. Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secara
umum digunakan untuk menjerat pelaku usaha, khususnya produsen barang
yang memasarkan produk yang merugikan konsumen atau yang dikenal
dengan asas tanggung jawab produk (product liability)
Gugatan product liability dapat dilakukan berdasarkan tiga hal, yaitu :
1. Melanggar jaminan (breach of warranty),
2. Adanya unsur kelalaian, dan
3. Menerapkan tanggung jawab mutlak (strict liability)
Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
(Strict Liability)
10. Prinsip tanggung jawab dengan
pembatasan
Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan
(limitation of liability principle) sangat disenangi
oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai
klausula eksonerasi dalam perjanjian standar
yang dibuatnnya
11. Daftar Pustaka
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2004.
Agnes M. Toar, Tanggung Jawab produk dan sejarah perkembangan di
beberapa negara (Makalah dibawakan dalam penataran hukum perikatan II,
Makasar, 17-29 Juli 1989.
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta.