Audiometri adalah tes pendengaran untuk menentukan jenis dan derajat gangguan pendengaran dengan mengukur ambang pendengaran menggunakan audiometer pada rentang frekuensi dan intensitas suara. Hasilnya berupa audiogram yang menunjukkan ambang pendengaran untuk masing-masing telinga.
1. Audiometri
Audiometri adalah pemeriksaan untuk menentukan jenis dan derajat ketulian (gangguan dengar).
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan jenis ketulian apakah :
- Tuli Konduktif
- Tuli Saraf (Sensorineural)
- Serta derajat ketulian.
Audiometer adalah peralatan elektronik untuk menguji pendengaran. Audiometer diperlukan
untuk mengukur ketajaman pendengaran:
· digunakan untuk mengukur ambang pendengaran
· mengindikasikan kehilangan pendengaran
· pembacaan dapat dilakukan secara manual atau otomatis
· mencatat kemampuan pendengaran setiap telinga pada deret frekuensi yang berbeda
· menghasilkan audiogram (grafik ambang pendengaran untuk masing-masing telinga pada suatu
rentang frekuensi)
· pengujian perlu dilakukan di dalam ruangan kedap bunyi namun di ruang yang heningpun
hasilnya memuaskan
· berbiaya sedang namun dibutuhkan hanya jika kebisingan merupakan masalah/kejadian yang
terus-menerus, atau selain itu dapat menggunakan fasilitas di rumah sakit setemapat.
Audiometri skrining atau Screening Audiometry adalah salah satu prosedur klinis yang dilakukan
dokter dalam ruang lingkup Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Ini merupakan salah satu
kewajiban perusahaan sebagai langkah pencegahan gangguan pendengaran sekaligus sebagai
langkah monitoring pengaruh tingkat kebisingan terhadap pekerja yang terpapar. Tujuannya,
untuk mengetahui adanya penurunan pendengaran sebelum gangguan tersebut dirasakan dengan
jelas oleh pekerja
Pada umumnya, dokter perusahaan hanya bertugas melakukan audiometri skrining, apabila
ditemukan adanya indikasi gangguan pendengaran maka dokter perusahaan akan merujuk
pekerja tersebut pada dokter ahli THT-KL (Telinga Hidung dan Tenggorokan - Kepala Leher)
untuk menjalani audiometri diagnostik dan menjalani penanganan lebih lanjut.
2. Pada audiometri diagnostik terdapat pemeriksaan AC (Air Conduction) dan BC (Bone
Conduction) sehingga dapat digunakan untuk mendiagnosa suatu gangguan pendengaran,
sedangkan pada audiometri skrining hanya terdapat pemeriksaan AC.
Prosedur Awal Sebelum Pemeriksaan Audiometri Skrinning
1. Siapkan audiometri pure-tone
2. Siapkan ruang/tempat kedap suara
3. Minta pekerja mengisi kuesioner:
- Riwayat hobi/pekerjaan yang mempunyai paparan bising
- Faktor resiko gangguan pendengaran (cth: cedera kepala, penggunaan obat ototoksik, penyakit
telinga, operasi telingta, riwayat tuli di keluarga)
- Gejala yang berkaitan dengan gangguan pendengaran (cth: tinnitus, secret telinga, pusing,
gangguan komunikasi)
4. Pemeriksaan klinis
- Periksa keadaan eksternal telinga
- Periksa keadaan internal telinga dengan otoskopi
- Pemeriksaan garpu tala
5. Pastikan pekerja bebas paparan bising 16 jam sebelum pemeriksaan untuk mengurangi resiko
TTS (Temporary Threshold Shift)
Prosedur Audiometri Skrinning
A. Beri penjelasan pada pekerja: “saya akan mengetes pendengaran saudara, anda akan
mendengar beberapa bunyi dengan tingkat volume yang berbeda, setiap kali anda mendengar
bunyi tekan tombolnya 1 kali, dengar dengan seksama”
B. Pastikan pekerja paham
C. Pastikan earphone audiometer terpasang dengan baik
3. D. Mulai dari frekuensi dan intensitas suara terendah. Frekuensi yang dites: 500 Hz, 1 KHz, 2
Khz, 3 KHz, 4 KHz, 6 KHz, 8 KHz. Intensitas suara yang dites dari 0 – 120 dBHL
E. Perhatikan pekerja saat pemeriksaan telah berjalan
Audiogram
Audiogram adalah catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan audiometer,
yang berisi grafik ambang pendengaran pada berbagai frekuensi terhadap intensitas suara dalam
desibel (dB).
Yang biasa dilakukan di poliklinik THT ialah audiometer nada murni. Audiometer nada murni
adalah suatu alat elektronik akustik yang dapat menghasilkan nada murni mulai dari frekuensi
125 Hz sampai 8000 Hz. Dengan alat ini dapat ditentukan keadaan fungsi masing-masing telinga
secara kualitatif (normal, tuli konduktif, tuli sensori neural, tuli campuran) dan kuantitatif
(normal, tuli ringan, tuli sedang, tuli berat).
Contoh Audiogram
Perlu diingat baik-baik:
- Gunakan tinta merah untuk telinga kanan, dan tinta biru untuk telinga kiri
- Hantaran udara (Air Conduction = AC)
Kanan = O
4. Kiri = X
- Hantaran tulang (Bone Conduction = BC)
Kanan = C
Kiri = כ
- Hantaran udara (AC) dihubungkan dengan garis lurus ( ) dengan menggunakan
tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri
- Hantaran tulang (BC) dihubungkan dengan garis putus-putus ( - - - - - - - - ) dengan
menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri
1. CONTOH AUDIOGRAM PENDENGARAN NORMAL (TELINGA KANAN)
Normal : AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB
AC dan BC berimpit, tidak ada air-bone gap
5. 2. CONTOH AUDIOGRAM TULI SENSORI NEURAL (TELINGA KANAN)
Tuli sensori neural : AC dan BC lebih dari 25 dB
AC dan BC berimpit, tidak ada air-bone gap
3. CONTOH AUDIOGRAM TULI KONDUKTIF (TELINGA KANAN)
Tuli Konduktif : BC normal atau kurang dari 25 dB
AC lebih dari 25 dB
Antara AC dan BC terdapat air-bone gap
6. 4. CONTOH AUDIOGRAM TULI CAMPUR (TELINGA KANAN)
Tuli Campur : BC lebih dari 25 dB
AC lebih besar dari BC, terdapat air-bone gap
Sumber: Buku THT FKUI
Catatan :
· Disebut terdapat air-bone gap apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan lebih atau sama
dengan 10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang berdekatan.
· Untuk menghitung ambang dengar (AD), akumulasikan AD pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz,
dan 2000 Hz (merupakan ambang dengar percakapan sehari-hari), kemudian dirata-ratakan.
AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz
3
Derajat ketulian (menurut buku FKUI) :
- Normal : 0 – 25 dB
- Tuli ringan : 26 – 40 dB
- Tuli sedang : 41 – 60 dB
- Tuli berat : 61 – 90 dB
- Tuli sangat berat : > 90 dB
7. Ada pula referensi yang menggolongkan derajat ketulian sebagai berikut (berlaku di
Poliklinik THT RSWS) :
- Normal : -10 – 26 dB
- Tuli ringan : 27 – 40 dB
- Tuli sedang : 41 – 55 dB
- Tuli sedang-berat : 56 – 70 dB
- Tuli berat : 71 – 90 dB
- Tuli total : > 90 dB
Pada diagnosis dapat ditulis hasil pemeriksaan:
· NH (Normal Hearing)
· SNHL (Sensory Neural Hearing Lose)
· CHL (Conductive Hearing Lose)
· MHL (Mix Hearing Loose)
· Jangan lupa sertakan nilai derajat ambang dengarnya
9. Dari sampel hasil yang kami lampirkan kedua sampel adalah perawat gigi yang setiap hari
bekerja selama rata-rata 8 jam dengan intensitas pemaparan alat bor dan mesin angin dari dental
unit,sampel telah bekerja dan terpapar lebih dari 5 tahun dengan 40 jam kerja dalam 1 minggu
Dari sampel I (Agus rianto) dilakukan pemeriksaan 8 x rangsangan suara dengan tingkat
frekuensi dan desibel yang berbeda pada 4k dengan sampel bisa mendengar di 30 db hal ini
menandakan bahwa sampel 1 kemungkinan dalam batas normal tetapi berpotensi kea rah tuli
ringan daam kondisi tertentu
Dari sampel 2 (wenti agustina) setelah di lakukan pemeriksaan 8 x rangsangan suara dengan
tingkat frekuensi dan desibel yang berbeda pada 4k dengan sampel berada di kisaran 15-25 db
hal ini berdasarkan data yg di sepakati ,sampel 2 termasuk dalam batas normal