SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 15
Downloaden Sie, um offline zu lesen
351
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
DAN PERTANYAAN SOCRATIK UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA
I Wayan Redhana
FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha (email: redhana.undiksha@gmail.com)
Abstrak: Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji efektivitas model pembelajaran berbasis masalah dan pertanyaan Socratic
untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA di
SMP. Penelitian kuasi eksperimental ini menggunakan nonequivalent control group
design, dengan melibatkan 273 siswa dari empat SMP di Buleleng, Bali. Dua kelas
diambil dari masing-masing sekolah, satu kelas sebagai kelompok kontrol yang
diajar dengan model pembelajaran langsung, dan satu kelas sebagai kelompok eks-
perimen yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan pertanyaan
Sokratik. Data dianalisi dengan menggunakan Ancova pada taraf signifikansi 5%.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah
dan pertanyaan Sokratik lebih efektif jika dibanding dengan model pembelajaran
langsung untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis.
Kata Kunci: pembelajaran berbasis masalah, pertanyaan Socratik, berpikir kritis
Abstract: A Problem-Based Teaching Model and The Socratic Question to Im-
prove Students’ Critical Thinking Skill. This study was aimed to test the effec-
tiveness of the problem-based teaching model and the Socratic questions to im-
prove the students’ critical thinking skill in the science subject at the junior high
school. This quasi-experimental study employed the nonequivalent control group
design, involving 273 students from four junior high schools in Buleleng, Bali. Two
classes were taken from each school, one as the control group taught using the di-
rect teaching model and one as the experimental group taught using the problem-
based teaching model and the Socratic questions. The data were analyzed using the
Ancova analysis at the significance level of 0.05. The findings showed that the
problem-based teaching model and the Socratic questions were more effective than
the direct teaching model in improving the students’ critical thinking skill.
Keywords: problem-based teaching, Socratic question, critical thinking
PENDAHULUAN
Era globalisasi di abad XXI, mendo-
rong terjadinya persaingan yang ketat
antarbangsa di dunia. Persaingan ini di-
sebut sebagai persaingan bebas. Bangsa
yang mampu menguasai sejumlah
352
Cakrawala Pendidikan, November 2012, Th. XXXI, No. 3
pengetahuan, teknologi, dan keteram-
pilan akan menjadi pemenang (the win-
ner). Sebaliknya, bangsa yang tidak
mampu menguasai pengetahuan, tek-
nologi, dan keterampilan akan menjadi
pecundang (the losser). Oleh karena itu,
sumber daya manusia yang berkualitas
yangmenguasai ilmu pengetahuan, tek-
nologi dan sejumlah keterampilan mu-
tlak diperlukan agar dapat memenang-
kan persaingan di era global. Selain itu,
sumber daya manusia yang berkualitas
juga diperlukan untuk menggerakkan
sektor-sektor industri di negara kita.
Penyiapan sumber daya manusia
yang berkualitas dapat dilakukan me-
lalui pendidikan yang berkualitas. Pada
UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional dinyatakan bah-
wa Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembang-
kan potensi dirinya untuk memiliki ke-
kuatan spiritual keagamaan, pengenda-
lian diri, kepribadian, kecerdasan, akh-
lak mulia, serta keterampilan yang di-
perlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara.
Dalam upaya mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran seperti
dimandatkan oleh Undang-undang No.
20 tahun 2003, proses pembelajaran se-
harusnya direformasi. Berkaitan de-
ngan reformasi proses pembelajaran ini,
pemerintah melalui Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas)
No. 41 Tahun 2007 telah menetapkan
standar proses. Pada Permendiknas ter-
sebut dinyatakan bahwa proses pem-
belajaran hendaknya berlangsung se-
cara interaktif, inspiratif, menyenang-
kan, menantang, memotivasi peserta di-
dik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan per-
kembangan fisik serta psikologis peser-
ta didik. Guru-guru hendaknya mela-
kukan pergeseran dari pengajaran yang
menekankan pada keterampilan ber-
pikir tingkat rendah ke pembelajaran
yang menekankan pada keterampilan
berpikir tingkat tinggi atau keterampil-
an berpikir kritis (Tsapartis & Zoller,
2003:53; Lubezki, Dori, & Zoller, 2004:
179).
Berkaitan dengan keterampilan ber-
pikir kritis, Walker (2005:19) menyata-
kan bahwa keterampilan berpikir kritis
merupakan suatu proses yang me-
mungkinkan siswa memperoleh penge-
tahuan baru melalui proses pemecahan
masalah dan kolaborasi. Keterampilan
berpikir kritis memfokuskan pada pro-
ses belajar daripada hanya pemeroleh-
an pengetahuan. Keterampilan berpikir
kritis melibatkan aktivitas-aktivitas, se-
perti menganalisis, menyintesis, mem-
buat pertimbangan, menciptakan, dan
menerapkan pengetahuan baru pada
situasi dunia nyata. Keterampilan ber-
pikir kritis penting dalam proses pem-
belajaran karena keterampilan ini mem-
berikan kesempatan kepada siswa be-
lajar melalui penemuan. Keterampilan
berpikir kritis merupakan jantung dari
masa depan semua masyarakat di se-
luruh dunia (Elder & Paul lewat Zoller,
Ben-Chaim, & Ron, 2000:572). Candy
(Phillips & Bond, 2004:277) melaporkan
bahwa keterampilan berpikir kritis me-
rupakan salah satu tujuan yang paling
penting dari semua sektor pendidikan.
353
Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan
Pentingnya mengembangkan keteram-
pilan berpikir kritis siswa dalam pem-
belajaran telah menjadi tujuan pendi-
dikan akhir-akhir ini (Tsapartis &
Zoller, 2003:50; Lubezki, Dori, & Zoller,
2004:175). Elam (McTighe & Schollen-
berger, 1985:3) menyatakan bahwa ke-
terampilan berpikir kritis merupakan
tujuan pendidikan tertinggi. Pembela-
jaran merupakan alat untuk menyiap-
kan siswa menjadi anggota masyarakat
agar dapat hidup bertanggung jawab
dan aktif dalam masyarakat berbasis
teknologi, maka sekolah pada semua
tingkatan seharusnya memfokuskan
pada pengembangan keterampilan ber-
pikir kritis siswa (Costa, lewat Zoller,
Ben-Chaim, & Ron, 2000:571). Dengan
demikian, tujuan utama pembelajaran
adalah untuk mengembangkan kete-
rampilan berpikir kritis siswa dalam
konten dan proses sains (Zoller, Ben-
Chaim, & Ron, 2000:571-572). Oleh
karena itu, penting untuk membekali
siswa dengan keterampilan berpikir
kritis agar mereka dapat menolong
dirinya dan orang lain dalam meng-
hadapi masalah dan untuk berhasil
dalam kehidupan. Orang yang memi-
liki keterampilan berpikir kritis adalah
orang yang mampu mengambil kepu-
tusan secara tepat, cepat, dan bertang-
gung jawab, dan mampu menghindar-
kan diri dari penipuan, indokrinasi, dan
pencucian otak (Lipman, 2003:209).
Keterampilan berpikir kritis adalah
keterampilan yang dapat dipelajari.
Dengan demikian, keterampilan ini da-
pat diajarkan. Keterampilan berpikir
kritis tidak akan berkembang dengan
baik tanpa ada usaha sadar untuk me-
ngembangkannya selama pembelajaran
(Zohar, Weinberger, & Tamir, 1994:191).
Keterampilan berpikir kritis memerlu-
kan pembelajaran dan latihan secara
terus menerus dan disengaja agar dapat
berkembang ke arah yang potensial.
Oleh karena itu, siswa harus ditantang
agar dapat mengembangkan keteram-
pilan berpikir kritis selama pembelajar-
an.
Salah satu tantangan yang dilaku-
kan oleh guru adalah menghadapkan
siswa dengan masalah. Masalah yang
dimaksud bukanlah masalah well-struc-
tured, melainkan masalah ill-structured.
Berkaitan dengan masalah ini, Ruther-
ford dan Ahlgren (1990:188) menyata-
kan bahwa Students should be given
problems–at levels appropriate to their
maturity–that require them to decide what
evidence is relevant and to offer their own
interpretations of what the evidence means.
This puts a premium, just as science does,
on careful observation and thoughtful ana-
lysis. Students need guidance, encourage-
ment, and practice in collecting, sorting,
and analyzing evidence, and in building
arguments based on it. However, if such
activities are not to be destructively boring,
they must lead to some intellectually satis-
fying payoff that students care about.
Esensi dari pandangan Rutherford
dan Ahlgren di atas adalah siswa perlu
diberikan pengalaman belajar otentik
dan keterampilan pemecahan masalah.
Caranya adalah dengan menghadapkan
siswa denganmasalah-masalah ill-struc-
tured. Pengalaman-pengalaman atau
pembelajaran yang memberikan kesem-
patan kepada siswa memperoleh kete-
rampilanpemecahanmasalah dapat me-
rangsangketerampilanberpikirkritissis-
wa.
354
Cakrawala Pendidikan, November 2012, Th. XXXI, No. 3
Salah satu model pembelajaran
yang menghadapkan siswa dengan
masalah ill-structured adalah model
pembelajaran berbasis masalah. Pada
model pembelajaran berbasis masalah,
siswa pertama dihadapkan dengan ma-
salah ill-structured, open-ended, ambigu,
dan kontekstual. Agar dapat memecah-
kan masalah, siswa harus mempelajari
materi terlebih dahulu. Artinya, siswa
harusmengkonstruksipengetahuan me-
lalui proses penemuan. Setelah siswa
memahami materi yang terkait dengan
masalah, siswa selanjutnya memecah-
kan masalah yang dihadapi. Dalam
proses pemecahan masalah, siswa be-
kerja dalam kelompok.
Model pembelajaran berbasis masa-
lah merupakan model pembelajaran
inkuiri terbuka. Pada pembelajaran in-
kuiri ini, siswa dihadapkan dengan ma-
salah tanpa adanya bimbingan dari
guru. Pada kenyataannya, siswa SMP
mengalami kesulitan untuk memecah-
kan masalah tanpa adanya bimbingan.
Oleh karena itu, model pembelajaran
berbasis masalah yang murni sangat
sulit diterapkan pada level berpikir
siswa SMP. Oleh karena itu, perlu di-
lakukan modifikasi terhadap model
pembelajaran berbasis masalah. Modifi-
kasi yang dimaksud adalah dengan me-
masukkan unsur-unsur bimbingan.
Unsur bimbingan pertama yang di-
integrasikan ke dalam model pembe-
lajaran berbasis masalah adalah perta-
nyaan konseptual. Pertanyaan konsep-
tual ini bertujuan untuk membimbing
siswa menguasai konsep-konsep IPA
yang esensial yang digunakan untuk
memecahkan masalah. Unsur bimbing-
an kedua adalah pertanyaan Socratik.
Pertanyaan Socratik diturunkan dari
nama Socrates, seorang folosofi yang
sangat terkenal dan berpengaruh pada
pengembangan keterampilan berpikir
kritis. Selama berabad-abad, ia dikagu-
mi sebagai orang yang memiliki inte-
gritas dan inkuiri intelektual dan diang-
gap sebagai seorang pemikir kritis yang
ideal. Karena kemampuannya berpikir
kritis, maka namanya diabadikan seba-
gai pertanyaan Socratik untuk perta-
nyaan-pertanyaan kritis.
Pertanyaan Socratik adalah perta-
nyaan kritis yang bertujuan untuk me-
ngembangkan keterampilanberpikir kri-
tis siswa. Pertanyaan ini membantu sis-
wa mengembangkan ide-ide atau mate-
ri yang telah dipelajari sehingga pema-
haman siswa terhadap materi pelajaran
menjadi semakin mendalam. Pertanya-
an Socratik ini terdiri atas enam jenis,
yaitu (1) pertanyaan yang meminta kla-
rifikasi; (2) pertanyaan yang menyelidi-
ki asumsi; (3) pertanyaan yang menye-
lidiki alasan dan bukti; (4) pertanyaan
tentang pendapat atau perspektif; (5)
pertanyaan yang menyelidiki implikasi
atau akibat; dan (6) dan pertanyaan ten-
tang pertanyaan (Paul, 1990:169). Model
pembelajaran hasil modifikasi ini selan-
jutnya disebut sebagai model pembe-
lajaran berbasis masalah dan pertanya-
an Socratik (MPBM-PS).
Untuk mengevaluasi efektivitas
MPBM-PS dalam meningkatkan kete-
rampilan berpikir kritis siswa, model
pembelajaran langsung digunakan se-
bagai pembanding. Alasan pemilihan
model pembelajaran langsung ini ada-
lah kebanyakan guru-guru IPA mene-
rapkan model pembelajaran langsung
dalam mengajarkan materi IPA.
355
Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan
METODE
Pengujian efektivitas MPBM-PS da-
lam meningkatkan keterampilan ber-
pikir kritis siswa dilakukan dengan
menggunakan penelitian kuasi eksperi-
men dengan rancangan nonequivalent
control group design. Sebagai pemban-
ding adalah model pembelajaran lang-
sung. Pada jenis penelitian kuasi eks-
perimen, kelas yang sudah ada (intact
class) digunakan dalam penelitian ini.
Populasi dalam penelitian ini ada-
lah siswa SMP yang ada di Kabupaten
Buleleng Bali. Jumlah sekolah yang ter-
libat dalam penelitian ini sebanyak em-
pat SMP. Setiap sekolah diambil dua
kelas paralel, yaitu kelas VIII. Dengan
demikian, ada delapan kelas yang berisi
273 orang siswa yang terlibat dalam
penelitian ini. Satu kelas setiap sekolah
digunakan sebagai kelompok kontrol
dan satu kelas yang lain digunakan
sebagai kelompok eksperimen. Pada ke-
lompok kontrol diterapkan model pem-
belajaran langsung, sedangkan pada ke-
lompok eksperimen diterapkan MPBM-
PS. Standar kompetensi yang diajarkan
pada kedua model pembelajaran ter-
sebut sebagai berikut. Pertama, “Mema-
hami berbagai sistem dalam kehidupan
manusia, dengan kompetensi dasar (a)
mendeskripsikan sistem pencernaan
pada manusia dan hubungannya de-
ngan kesehatan, dan (b) mendeskripsi-
kan sistem peredaran darah pada ma-
nusia dan hubungannya dengan kese-
hatan. Kedua, “Memahami kegunaan
bahan kimia dalam kehidupan, dengan
kompotensi dasar mendeskripsikan ba-
han kimia alami dan bahan kimia buat-
an dalam kemasan yang terdapat dalam
bahan makanan.”
Langkahpembelajaranpada MPBM-
PS sebagai berikut.
 Sebelum pembelajaran dimulai, guru
melaksanakan pretes. Tes yang di-
gunakan adalah tes keterampilan
berpikir kritis berbasis konten IPA
yang telah disiapkan oleh peneliti.
 Guru menyampaikan kompetensi da-
sar dan tujuan pembelajaran.
 Guru menyampaikan sistem penilai-
an yang digunakan.
 Guru, selanjutnya membagi siswa ke
dalam kelompok-kelompok belajar
yang anggotanya terdiri atas 4-5
orang (siswa didistribusikan ke da-
lam kelompok-kelompok belajar ber-
dasarkan kemampuan akademik dan
jenis kelamin). Dalam kelompok, se-
tiap anggota berperan secara bergilir-
an sebagai ketua, sekretaris, penyaji,
dan anggota.
 Guru membagikan lembar kerja sis-
wa (LKS) kepada semua siswa dan
menugaskan mereka mempelajari
dan memahami masalah ill-structured
yang terdapat dalam LKS. Guru me-
nyediakan bimbingan, jika diperlu-
kan.
 Guru menugaskan siswa menjawab
pertanyaan-pertanyaan konseptual
dalam LKS secara kolaboratif. Per-
tanyaan ini membimbing siswa me-
mahamikonsep-konsep esensial yang
berhubungan dengan materi pelajar-
an dan masalah ill-structured yang di-
pecahkan. Siswa dapat mengguna-
kan berbagai sumber informasi agar
dapat memahami konsep-konsep
esensial dan dapat memecahkan ma-
salah dengan baik. Guru bergerak
dari kelompok satu ke kelompok
lainnya untuk memantau kesulitan
356
Cakrawala Pendidikan, November 2012, Th. XXXI, No. 3
yang dialami siswa dan menyedia-
kan bimbingan jika diperlukan.
 Setelah menjawab pertanyaan-perta-
nyaan konseptual dalam LKS, selan-
jutnya siswa mendiskusikan solusi
terhadap masalah ill-structured dalam
kelompok. Guru juga bergerak dari
kelompok satu ke kelompok yang
lain dan menyediakan bimbingan,
jika diperlukan.
 Guru, selanjutnya, memimpin pelak-
sanaan diskusi kelas yang diawali
dengan mengajukan pertanyaan kon-
septual yang terdapat dalam LKS.
Setiap kelompok ditugaskan men-
jawab pertanyaan-pertanyaan kon-
septual ini secara bergiliran, sedang-
kan kelompok yang lain diminta
memberi tanggapan.
 Selama diskusi kelas, guru mengaju-
kanpertanyaan Socratik untuk meng-
uji ide-ide siswa dan sekaligus me-
ngembangkan ide-ide tersebut se-
hingga siswa dapat memahami ma-
teri IPA secara mandalam.
 Salah satu kelompok ditugaskan oleh
guru menyajikan solusi terhadap ma-
salah ill-structured. Kelompok lain di-
undang memberikan tanggapan atau
pertanyaan. Guru juga mengajukan
pertanyaan Socratik untuk menguji
ide atau pendapat siswa dan meng-
arahkannya agar siswa sampai pada
solusi yang rasional.
 Guru menugaskan siswa mendis-
kusikan pertanyaan-pertanyaan da-
lam LKS. Pertanyaan-pertanyaan ini
merupakan pertanyaan-pertanyaan
yang menuntut aplikasi konsep. Ja-
waban terhadap pertanyaan yang di-
buat oleh setiap kelompok kemudian
dikumpulkan untuk dikoreksi oleh
guru. Guru memberikan komentar
dan perbaikan terhadap jawaban ke-
lompok siswa yang masih salah. Ja-
waban kelompok siswa ini dikem-
balikan untuk diperbaiki.
 Guru melaksanakan postes pada
akhir pembelajaran dengan meng-
gunakan tes yang sama seperti pada
pretes.
Sementara itu, langkah-langkah
pembelajaran yang dilaksanakan pada
kelompok kontrol sebagai berikut.
 Sebelum pembelajaran dimulai, guru
melaksanakan pretes. Tes yang di-
gunakan adalah tes keterampilan
berpikir kritis berbasis konten IPA
yang telah disiapkan oleh peneliti.
 Guru membuka pelajaran dengan
menyampaikan kompetensi dasar
dan tujuan pembelajaran.
 Guru menyampaikan sistem penilai-
an yang digunakan.
 Guru menyajikan materi pelajaran
baik berupa pengetahuan maupun
keterampilan. Penyajian materi dapat
berupa: (1) penyajian materi dalam
langkah-langkah kecil sehingga ma-
teri dapat dikuasai oleh siswa dalam
waktu relatif pendek; (2) pemberian
contoh-contoh konsep; (3) pemodel-
an atau peragaan keterampilan de-
ngan cara demonstrasi atau atau
penjelasan langkah-langkah kerja ter-
hadap tugas; dan/atau (d) menjelas-
kan ulang hal-hal yang sulit.
 Guru memandu siswa melakukan
latihan-latihan. Peran guru yang pen-
ting pada fase ini adalah memberi-
kan umpan balik terhadap respon
siswa dan mengoreksi respon siswa
yang salah.
 Guru memberikan kesempatan ke-
357
Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan
pada siswa untuk berlatih konsep
atau keterampilan. Latihan terbim-
bing ini baik juga digunakan oleh
guru untuk menilai kemampuan sis-
wadalam melaksanakan tugas-tugas-
nya. Pada fase ini peran guru adalah
memonitor dan memberikan bim-
bingan, jika diperlukan.
 Siswa melakukan kegiatan latihan
secara mandiri. Fase ini dapat dilalui
jika siswa telah menguasai tahap-
tahap pengerjaan tugas 85-90% da-
lam fase bimbingan latihan.
 Guru menugaskan siswa menjawab
pertanyaan-pertanyaan penerapan
konsep yang terdapat dalam LKS.
 Guru melaksanakan postes pada
akhir pembelajaran dengan menggu-
nakan tes yang sama seperti pada
pretes.
Observasi pelaksanaan pembelajar-
an dilakukan untuk mengetahui pene-
rapan dari MPBM-PS dan model pem-
belajaran langsung.
Data yang diperoleh pada peneliti-
an ini berupa data kuantitatif, yaitu
skorpretesdan postes keterampilan ber-
pikir kritis siswa. Data dianalisis de-
ngan statistik deskriptif dan statistik
analisis kovarian (analysis of covarian,
Ancova) satu jalur pada taraf signi-
fikansi 5%. Penentuan skor rata-rata,
median, varians, dan deviasi standar
dilakukan dengan analisis statistik des-
kriptif. Uji beda rata-rata dua populasi
menggunakan statistik inferensial An-
cova. Sebelumnya, dilakukan uji asumsi
yang meliputi uji normalitas, homoge-
nitas varians, linieritas, dan homoge-
nitas kemiringan regresi. Semua uji di-
lakukan dengan bantuan SPSS versi 19.
HASIL
Data Deskriptif
Data yang diperoleh pada peneli-
tian ini berupa data kuantitatif, berupa
skor pretes dan skor protes keteram-
pilan berpikir kritis siswa. Deskripsi
data ditunjukkan pada Tabel 1.
Hasil Uji Normalitas
Sebelum dilakukan uji Ancova, se-
baran data diuji normalitasnya dengan
menggunakanteknikKolmogorov-Smir-
nov dan Shapiro-Wilk. Hasil-hasil uji
normalitas data ditunjukkan pada Tabel
2.
Keputusan uji sebaran data dilaku-
kan dengan membandingkan nilai sig-
nifikansi (p-value) yang diperoleh de-
ngan nilai α, yaitu 0,05. Dalam hal ini,
yang dikehendaki adalah nilai signifi-
kansi lebih dari 0,05. Berdasarkan hasil
uji normalitas pada Tabel 2, tampak
bahwa untuk semua kelompok (kontrol
pretes, eksperimen pretes, kontrol pos-
tes, dan eksperimen postes) diperoleh
nilai signifikansi lebih dari 0,05. Hal ini
berarti bahwa sebaran data pada semua
kelompok berdistribusi normal.
Hasil Uji Homogenitas Varians
Uji homogenitas varians merupa-
kan salah satu prasyarat uji Ancova. Uji
ini dilakukan dengan membandingkan
varians antarkelompok, yaitu kelompok
kontrol pretes, kelompok kontrol pos-
tes, kelompok eksperimen pretes, dan
kelompok eksperimen postes. Hasil uji
homogesitas varians dilakukan dengan
statistik Levene's Test of Equality of Error
Variances. Hasil uji homogenitas varians
ditunjukkan pada Tabel 3.
358
Cakrawala Pendidikan, November 2012, Th. XXXI, No. 3
Tabel 1. Deskripsi Data Hasil Penelitian
Tes
Kelompok Statistik
Kesalahan
standar
Pretes Kontrol Rata-rata 12,75 0,311
SD 3,631
Minimum 5
Maksimum 21
Eksperimen Rata-rata 12,85 0,328
SD 3,840
Minimum 5
Maksimum 23
Postes Kontrol Rata-rata 20,38 0,351
SD 4,097
Minimum 11
Maksimum 31
Eksperimen Rata-rata 24,93 0,401
SD 4,695
Minimum 12
Maksimum 35
Tabel 2. Hasil uji Normalitas Data
Tes Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistik df Sig. Statistik df Sig.
Pretes Kontrol 0,092 136 0,007 0,983 136 0,084
Eksperimen 0,076 136 0,052 0,979 136 0,034
Postes Kontrol 0,073 136 0,076 0,989 136 0,372
Eksperimen 0,087 136 0,013 0,984 136 0,124
a. Lilliefors Significance Correction
Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Va-
rians
F df1 df2 Sig.
1,914 1 270 0,168
Tests the null hypothesis that the error
variance of the dependent variable is equal
across groups.
Jika nilai signifikansi kurang dari
0,05, varians yang diperoleh tidak ho-
mogen. Sebaliknya, jika nilai signifikan-
si lebih dari 0,05, varians yang diper-
oleh homogen. Uji homogenitas varians
menghasilkan nilai signifikansi sebesar
0,168. Ini berarti bahwa varians antar-
kelompok homogen.
Linieritas
Ancova mengasumsikan bahwa hu-
bungan antara variabel kovariat dan
variabel terikat adalah linier untuk se-
tiap kelompok. Penentangan asumsi ini
akan mengurangi kemampuan atau
sensitivitas dari uji Ancova. Salah satu
uji linieritas yang dapat dilakukan ada-
lah dengan membuat scatterplots antara
359
Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan
variabel kovariat dan variabel terikat
untuk setiap kelompok. Hasil scatter-
plots uji linieritas ditunjukkan pada
Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1 tam-
pak bahwa hubungan antara variabel
kovariat dan variabel terikat adalah
linier, baik untuk kelompok kontrol
maupun kelompok eksperimen. De-
ngan demikian, dapat dilakukan uji le-
bih lanjut, yaitu uji homogenitas ke-
miringan regresi.
Homogenitas Kemiringan Regresi
Asumsi terakhir berkaitan dengan
uji homogenitas kemiringan regresi.
Pada uji ini, interaksi antara variabel
kovariat dan variabel bebas (variabel
manipulasi atau perlakuan) diselidiki.
Kita menginginkan bahwa tidak ada
interaksi antara variabel kovariat dan
variabel bebas. Agar dapat menyelidiki
interaksi ini, hubungan antara variabel
kovariat dan variabel terikat untuk se-
tiap kelompok dibuat. Ada beberapa
cara untuk melakukan pengujian ho-
mogenitas kemiringan regresi. Salah sa-
tunya adalah melalui pengujian secara
statistik. Hasil pengujian homogenitas
kemiringan regresi ditunjukkan pada
Tabel 4.
Pada uji homogenitas kemiringan
regresi, kita hanya perlu melihat nilai
signifikansi untuk model*pretes dalam
Tabel 4. Jika nilai signifikansi kurang
dari 0,05, ada interaksi antara variabel
kovariat dan variabel bebas. Sebalik-
nya, jika nilai signifikansi lebih dari
0,05, tidak ada interaksi antara variabel
kovariat dan variabel bebas. Nilai sig-
nifikansi yang diperoleh sebesar 0,895.
Ini berarti bahwa tidak ada interaksi
antara variabel kovariat dan variabel
bebas (variabel manipulasi atau per-
lakuan). Dengan demikian, hal ini tidak
menentang asumsi. Dapat disimpulkan
bahwa jika terdapat perbedaan skor
keterampilan berpikir kritis siswa pada
postes, perbedaan ini semata-mata ha-
nya disebabkan oleh perbedaan varia-
bel bebas (model pembelajaran), bukan
karena variabel kovariat.
Gambar 1. Hasil Uji Linieritas
360
Cakrawala Pendidikan, November 2012, Th. XXXI, No. 3
Tabel 4. Homogenitas Kemiringan Regresi
Sumber
Type III Sum of
Squares
df
Rata-rata
kuadrat
F Sig.
Corrected
Model
1740,901a 3 580,300 31,540 0,000
Intercept 7544,771 1 7544,771 410,065 0,000
Model 97,196 1 97,196 5,283 0,022
Pretes 329,531 1 329,531 17,910 0,000
Model * Pretes 0,322 1 0,322 0,018 0,895
Error 4930,919 268 18,399
Total 146223,000 272
Corrected Total 6671,820 271
a. R Squared = 0,261 (Adjusted R Squared = 0,253)
Tabel 5. Hasil uji Ancova Satu Jalur
Sumber
Type III Sum
of Squares
df
Rata-rata
Kuadrat
F Sig.
Partial Eta
Squared
Corrected Model 1740,579a 2 870,290 47,474 0,000 0,261
Intercept 7560,407 1 7560,407 412,421 0,000 0,605
Pretes 331,899 1 331,899 18,105 0,000 0,063
Model 1388,224 1 1388,224 75,728 0,000 0,220
Error 4931,241 269 18,332
Total 146223,000 272
Corrected Total 6671,820 271
a. R Squared = 0,261 (Adjusted R Squared = 0,255
Hasil Uji Ancova Satu Jalur
Karena semua sebaran data berdis-
tribusi normal, varians antarkelompok
homogen, hubungan antara variabel
kovariat dan variabel terikat linier, dan
tidak ada interaksi antara variabel ko-
variat dan variabel bebas, uji Ancova
satu jalur dapat dilanjutkan (Tabel 5).
Hipotesis yang diuji adalah:
Ha: Model pembelajaran berbasis ma-
salah dan pertanyaan Socratik
(MPBM-PS) lebih baik daripada
model pembelajaran langsung da-
lam meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa.
H0: Model pembelajaran berbasis ma-
salah dan pertanyaan Socratik
(MPBM-PS) sama dengan atau ti-
dak lebih baik daripada model
pembelajaran langsung dalam me-
ningkatkan keterampilan berpikir
kritis siswa.
Atau dapat ditulis:
Ha: µ2 > µ1
H0: µ2 ≤ µ1
Keterangan: µ1 = model pembelajaran
langusng dan µ2 = MPBM-PS
Dari hasil uji Ancova, jika nilai
signifikansi (p-value) yang diperoleh
kurang dari 0,05 (nilai α), maka tidak
cukup bukti untuk mendukung H0.
Sebaliknya, jika nilai signifikansi (p-
361
Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan
value) yang diperoleh lebih dari 0,05,
maka ada cukup bukti untuk men-
dukung H0.
Hasil-hasil penting yang perlu di-
perhatikan dalam Tabel 5 adalah kolom
source, khususnya untuk aspek model.
Nilai signifikansi (p-value) untuk model
adalah 0,000. Oleh karena nilai signifi-
kansi yang diperoleh kurang dari 0,05,
tidak cukup bukti untuk mendukung
H0. Atau dengan kata lain, ada cukup
bukti untuk mendukung Ha. Dapat di-
buktikan bahwa MPBM-PS lebih baik
daripada model pembelajaran lang-
sung dalam meningkatkan keteram-
pilan berpikir kritis siswa pada mata
pelajaran IPA SMP.
PEMBAHASAN
Hasil-hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa
MPBM-PS lebih baik daripada model
pembelajaran langsung dalam mening-
katkan keterampilan berpikir kritis sis-
wa. MPBM-PS dapat memacu siswa
membaca sumber-sumber informasi
agar mereka dapat memecahkan masa-
lah ill-structured. Informasi atau pe-
nguasaan konsep-konsep IPA esensial
yang diperlukan untuk memecahkan
masalah ill-structured dibimbing oleh
pertanyaan konseptual. Sementara pen-
dalaman materi IPA dibimbing oleh
pertanyaan Socratik. Dengan demikian,
peningkatan keterampilan berpikir kri-
tis siswa melalui implementasi MPBM-
PS disebabkan oleh efek kumulatif dari
ketiga komponen yang menyusun
MPBM-PS tersebut, yaitu masalah ill-
structured, pertanyaan konseptual, dan
pertanyaan Socratik. Ketiga komponen
ini merupakan satu kesatuan. Masing-
masing komponen saling memperkuat
satu sama lain dalam memberi efek
pada peningkatan keterampilan ber-
pikir kritis siswa. Artinya, peningkatan
keterampilan berpikir kritis siswa tidak
disebabkan oleh salah satu komponen,
tetapi merupakan kontribusi dari ke-
tiganya.
Pengajuan masalah ill-structured
pada awal pembelajaran dapat mem-
bangkitkan keingintahuan siswa. Masa-
lah ill-structured ini dapat bertindak se-
bagai starting point untuk memulai
pembelajaran dan sebagai motivator
bagi siswa untuk mempelajari materi
IPA. Berkaitan dengan hal ini, Tan
(2003:16) mengungkapkan bahwa ma-
salah ill-structured dapat meningkatkan
keingintahuan dan memotivasi siswa
belajar materi atau pengetahuan baru
yang digunakan untuk memecahkan
masalah. Siswa mengumpulkan dan
mempelajari sumber-sumber informasi
yang terkait. Sumber-sumber informasi
ini dapat berasal buku-buku pelajaran
dan juga dapat berasal dari sumber-
sumber lain, seperti jurnal, artikel in-
ternet, dan bahkan ahli.
Dalam mempelajari informasi ini,
siswa dipandu oleh pertanyaan kon-
septual. Penggunaan pertanyaan kon-
septual dalam MPBM-PS dimaksudkan
untuk menyediakan bimbingan bagi
siswa. Jika siswa hanya disediakan ma-
salah ill-structured, siswa akan meng-
alami kebingungan dalam memecah-
kan masalah tersebut. Pertanyaan kon-
septual menuntun siswa mempelajari
konsep-konsep esensial yang berkaitan
dengan masalah yang dipecahkan se-
cara bertahap. Dengan menjawab per-
tanyaan konseptual, secara tidak lang-
362
Cakrawala Pendidikan, November 2012, Th. XXXI, No. 3
sung siswa sudah memulai proses pe-
mecahan masalah.
Dalam pembelajaran berbasis ma-
salah yang umum, sebelum siswa me-
ngumpulkan informasi, siswa meru-
muskan isu-isu belajar (White, 1996:75;
Gijselaers, 1996:17). Sementara itu, Tan
(2003:54) mengidentikkan pembuatan
isu-isu belajar ini dengan what we Need
to know dalam tabel KND (we Know,
what we Need to know, what we need to
Do). Namun, dalam MPBM-PS, isu-isu
belajar tersebut sesungguhnya adalah
pertanyaan konseptual yang sudah di-
sediakan dalam lembar kerja yang di-
hadapi oleh siswa. Dengan demikian,
pertanyaan konseptual yang diajukan
kepada siswa merupakan salah satu
dari unsur bimbingan yang disediakan
oleh MPBM-PS.
Ide-ide siswa yang muncul dari
pertanyaan konseptual, selanjutnya,
dikembangkan dengan pertanyaan So-
cratik. Pertanyaan Socratik juga dapat
digunakanuntuk menggali ide-ide tam-
bahan dari siswa yang tidak muncul
ketika digali melalui pertanyaan kon-
septual. Pada pertanyaan Socratik, ide-
ide siswa diklarifikasi, pertanyaan di-
kembangkan, dan asumsi, alasan, buk-
ti, argumen, dan implikasi atau akibat
dari suatu hal diselidiki. Pemilihan je-
nis pertanyaan Socratik sangat tergan-
tung pada respon atau ide-ide siswa
yang muncul ketika pertanyaan kon-
septual diajukan. Dengan kata lain, je-
nis pertanyaan Socratik yang mana di-
gunakan untuk menyelidiki pendapat
siswa tidak dapat ditentukan sejak
awal sebelum ada respon siswa yang
berkaitan dengan pertanyaan konsep-
tual. Pertanyaan Socratik merupakan
unsur bimbingan yang lain dalam
MPBM-PS. Dengan demikian, MPBM-
PS merupakan suatu model pembe-
lajaran inkuiri terbimbing.
Kenyataan menunjukkan bahwa
pertanyaan Socratik dapat meningkat-
kan keterampilan berpikir kritis siswa.
Melalui pertanyaan Socratik, ide-ide
siswa diuji dan diklarifikasi. Siswa juga
diminta menunjukkan alasan, asumsi,
bukti, dan implikasi dari suatu pen-
dapat. Hal ini beralasan karena perta-
nyaan Socratik meliputi: (1) pertanyaan
yang meminta klarifikasi; (2) pertanya-
an yang menyelidiki asumsi; (3) per-
tanyaan yang menyelidiki alasan atau
bukti; (4) pertanyaan yang meminta
pendapat; (5) pertanyaan yang menye-
lidiki implikasi atau akibat; dan (6)
pertanyaan tentang pertanyaan (Paul &
Binker, 1990:292). Pertanyaan Socratik
dapat: (1) meningkatkan isu-isu dasar;
(2) menyelidiki secara mendalam; (3)
membantu siswa menemukan struktur
pikirannya; (4) membantu siswa me-
ngembangkan sensitivitasterhadap kla-
rifikasi,akurasi, dan relevansi; (5) mem-
bantu siswa agar sampai pada pertim-
bangan melalui penalaran sendiri; (6)
dan membantu siswa menganalisis
klaim, bukti, kesimpulan, isu, asumsi,
implikasi, konsep, dan pendapat.
Efektivitas MPBM-PS dalam me-
ningkatkan keterampilan berpikir kritis
siswa seperti diuraikan di atas sejalan
dengan temuan-temuan penelitian se-
belumnya yang telah dilaporkan oleh
beberapa peneliti (Seddigi & Overton,
2003:390; Sellnow & Ahlfeldt, 2005:37;
Yalcin et al., 2006:495; Barak, Ben-
Chaim, & Zoller, 2007:8; Akinoğlu &
Tandoğan, 2007:77).
363
Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan
Empat pilar pendidikan yang di-
canangkan oleh UNESCO, yaitu learn-
ing to know, learning to do, learning to be,
dan learning to live together sangat re-
levan dengan MPBM-PS. Pada imple-
mentasi model pembelajaran ini, learn-
ing to know terjadi ketika siswa mem-
pelajari konsep-konsep, prinsip-prin-
sip, teori-teori, dan hukum-hukum
yang digali melalui pertanyaan kon-
septual. Sementara itu, pertanyaan So-
cratik membimbing siswa memahami
konsep-konsep, prinsip-prinsip, teori-
teori, dan hukum-hukum tersebut se-
cara lebih mendalam, yang selanjutnya
digunakan untuk memecahkan masa-
lah.
Pada learning to do (belajar untuk
berbuat), siswa berbuat melakukan pe-
nyelidikan, baik di laboratorium mau-
pun di lapangan. Pada learning to be
(belajar menjadi diri sendiri), siswa
belajar secara mandiri dan bertangung
jawab atas keberhasilan belajarnya.
Pada learning to live together (belajar hi-
dup bersama), pembelajaran diarahkan
pada pembentukan seorang peserta di-
dik yang mempunyai kesadaran bahwa
mereka hidup dalam lingkungan sosial.
Mereka harus dapat hidup berdam-
pingan, menghargai orang lain, dan
toleran terhadap orang lain. Kondisi ini
diharapkan terjadi ketika siswa belajar
secara kolaboratif. Dalam kelompok,
siswa memupuk kerjasama dengan sis-
wa lain yang berbeda etnis, agama, bu-
daya, latar belakang sosial dan eko-
nomi, dan sebagainya.
Salah satu cita-cita pendidikan ada-
lah masyarakat terdidik (educated-so-
ciety). Hal ini dapat dicapai melalui
proses pembelajaran yang bermutu se-
hingga dapat menghasilkan lulusan
yang berwawasan luas, profesional,
unggul, berpandangan jauh ke depan
(visioner), memiliki sikap percaya diri
dan harga diri yang tinggi sehingga da-
pat menjadi teladan bagi kepentingan
masyarakat, bangsa, dan pembangunan
(Sidi, 2003:9). MPBM-PS sebagai suatu
model pembelajaran inovatif dapat
mencapai harapan di atas. Hal ini di-
sebabkan oleh model pembelajaran ini
memungkinkan siswa memahami ma-
teri secara mendalam dan mengem-
bangkan keterampilan berpikir kritis.
Keterampilan ini merupakan keteram-
pilan hidup. Dengan keterampilan ber-
pikir kritis, siswa akan mempunyai wa-
wasan yang luas; berpikiran terbuka;
mampumenghadapitantangan; dan da-
pat mengindarkan diri dari penipuan,
indokrinasi, dan pencucian otak (Lip-
man, 2003:209).
PENUTUP
Dari hasil-hasil yang dicapai pada
penelitian ini dapat disimpulkan se-
bagai berikut. Pertama, karakteristik
model pembelajaran berbasis masalah
dan pertanyaan Socratik adalah pem-
belajaran dimulai dengan masalah ill-
structured. Untuk memulai pemecahan
masalah, siswa dibimbing oleh perta-
nyaan konseptual. Pertanyaan ini mem-
bantu siswa menguasai konsep-konsep
IPA yang esensial. Dalam upaya me-
ngembangkan ide-ide dan keterampil-
an berpikir kritis, siswa dibimbing oleh
pertanyaan Socratik. Kedua, model
pembelajaran berbasis masalah dan
pertanyaan Socratik lebih baik dari-
pada model pembelajaran langsung da-
lam meningkatkan keterampilan ber-
364
Cakrawala Pendidikan, November 2012, Th. XXXI, No. 3
pikir kritis siswa pada mata pelajaran
IPA SMP.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan
kepada Direktorat Penelitian dan Pe-
ngabdian pada Masyarakat, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemen-
terian Pendidikan dan Kebudayaan
yang telah mendanai penelitian ini me-
lalui program penelitian Hibah ber-
saing.
DAFTAR PUSTAKA
Akinoğlu, O. & Tandoğan, R. O. 2007.
“The Effects of Problem-Based
Active Learning in Science Edu-
cation on Students’ Academic
Achievement, Attitude and Con-
cept Learning.” Eurasia Journal of
Mathematics, Science & Technology
Education, 3(1), hlm. 71-81.
Barak, M, Ben-Chaim, D., & Zoller, U.
2007. “Purposely Teaching for
the Promotion of Higher-Order
Thinking Skills: A Case of Criti-
cal Thinking.” http://www. spri-
ngerlink.com/content. (diunduh
14 Januari 2008).
Gijselaers, W. H. 1996. “Connecting
Problem-Based Learning with
Educational Theory.” New Direc-
tion for Teaching and Learning, 60,
hlm. 13-21.
Lipman, M. 2003. Thinking in Education.
2nd Ed. Cambridge: Cambridge
University Press.
Lubezki, A., Dori, Y. J., & Zoller, U.
2004. “HOCS-Promoting Assess-
ment of Students’ Performance
on Environment-Related Under-
graduate Chemistry.” Chemistry
Education Research and Practice,
5(2), hlm. 175-184.
McTighe, J. & Schollenberger, J. 1985.
“Why Teach Thinking? A State-
ment of Rational,” dalam A. L.
Costa (Eds), Developing Mind: A
Resource Book for Teaching Thin-
king. (hlm. 3-6). Alexandria: As-
sociation for Supervision and
Curriculum Development.
Paul, R. & Binker, A. J. A. 1990. Socratic
Questioning. Rohnert Park, CA:
Center for Critical Thinking and
Moral Critique.
Paul, R. 1990. Critical Thinking: What
Every Person Needs to Survive in a
Rapidly Changing World. Rohnert
Park, CA: Center for Critical
Thinking and Moral Critique.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasio-
nal Republik Indonesia No. 41
Tahun 2007 tentang Standar Pro-
ses untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah.
Phillips, V. & Bond, C. 2004. “Under-
graduates’ Experiences of Criti-
cal Thinking.” Higher Education
Research & Development, 23(3),
hlm. 277-294.
365
Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan
Rutherford, F. J. & Ahlgren, A. 1990.
Science for All Americans. New
York: Oxford University Press.
Seddigi, Z. S. & Overton, T. L. 2003.
“How Students Perceive Group
Problem Solving: the Case of a
Non-Specialist Chemistry Class.”
Chemistry Education: Research and
Practice, 5(3), hlm. 387-395.
Sellnow, D. D. & Ahlfeldt, S. L. 2005.
“Fostering Critical Thinking and
Teamwork Skills via Problem-
based Learning (PBL) Approach
to Public Speaking Fundamen-
tals.” Communication Teacher,
19(1), hlm. 33-38.
Sidi, I. D. 2003. Menuju Masyarakat Be-
lajar: Menggagas Paradigma Baru
Pendidikan. Ciputat: Logos Wa-
cana Ilmu.
Tan, O. S. 2003. Problem-based Learning
Innovation: Using Problems to Po-
wer Learning in the 21st Century.
Singapore: Thomson Learning.
Tsapartis, G. & Zoller, U. 2003.
“Evaluation of Higher vs. Lower-
order Cognitive Skills-Type Exa-
mination in Chemistry: Impli-
cations for University in-class
Assessment and Examination.”
U.Chem.Ed., 7, hlm. 50-57.
Undang-Undang Republik Indonesia
No. 20 Tahun 2003 tentang Sis-
tem Pendidikan Nasional.
Walker, G. H., 2005. “Critical Thinking
in Asynchronous Discussions.”
International Journal of Instrucyio-
nal Technology and Distance Learn-
ing, 2(6), hlm. 19-21.
White, H. B. 1996. “Dan Tries Problem-
Based Learning: A Case.” http://-
www.udel.edu/ pbl/dancase3.-
html. (diunduh 3 Juli 2007).
Yalcin, B. M., Karahan, T. F., Karade-
nisil, D., & Sahin, E. M. 2006.
“Short-Term Effects of Problem-
Based Learning Curriculum on
Students’ Self-Directed Skills
Development.” Croatia Medical
Journal, 47, hlm. 491-498.
Zohar, A., Weinberger, Y., & Tamir, P.
1994. “The Effect of Biology Cri-
tical Thinking Project in The De-
velopment of Critical thinking.”
Journal of Research in Science
Teaching, 31(2), hlm. 183-196.
Zoller, U., Ben-Chaim, D., & Ron, S.
2000. “The Disposition toward
Critical Thinking of High School
and University Science Students:
An Inter-Intra Isreaeli-Italian
Study.” International Journal of
Science Education, 22(6), hlm. 571-
582.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Jurnal pendidikan matematika
Jurnal pendidikan matematikaJurnal pendidikan matematika
Jurnal pendidikan matematikaNurmalianis Anis
 
Model 5 E
Model 5 EModel 5 E
Model 5 EKusdian
 
Model 5 E
Model 5 EModel 5 E
Model 5 EKusdian
 
Jurnal Peningkatan Hasil Belajar Matematika siswa melalui penerapan pembelaja...
Jurnal Peningkatan Hasil Belajar Matematika siswa melalui penerapan pembelaja...Jurnal Peningkatan Hasil Belajar Matematika siswa melalui penerapan pembelaja...
Jurnal Peningkatan Hasil Belajar Matematika siswa melalui penerapan pembelaja...Ghaniy Bahtiar
 
Berfikir matematis 824 1732-1-pb
Berfikir matematis 824 1732-1-pbBerfikir matematis 824 1732-1-pb
Berfikir matematis 824 1732-1-pbAfwanilhuda Nst
 
Psikologi pendidikan
Psikologi pendidikanPsikologi pendidikan
Psikologi pendidikanmuhammad
 
Proposal calon skripsi
Proposal calon skripsiProposal calon skripsi
Proposal calon skripsiSayid Barca
 
Makalah seminar ispi
Makalah seminar ispiMakalah seminar ispi
Makalah seminar ispisrirejeki345
 
makalah prosiding ilmiah
makalah prosiding ilmiahmakalah prosiding ilmiah
makalah prosiding ilmiahyunita97544748
 
25022013 siska ryane mpmt
25022013 siska ryane mpmt25022013 siska ryane mpmt
25022013 siska ryane mpmtsiskaryane
 
contoh Jurnal Matematika
contoh Jurnal Matematikacontoh Jurnal Matematika
contoh Jurnal Matematikaimam syafii
 
Artikel ff78f36adf773c182704824e300c97f7
Artikel ff78f36adf773c182704824e300c97f7Artikel ff78f36adf773c182704824e300c97f7
Artikel ff78f36adf773c182704824e300c97f7gusty_21
 
Iis listiani iryanti (037108095)
Iis listiani iryanti  (037108095)Iis listiani iryanti  (037108095)
Iis listiani iryanti (037108095)Ajir d'Kuvagaa
 

Was ist angesagt? (20)

Jurnal pendidikan matematika
Jurnal pendidikan matematikaJurnal pendidikan matematika
Jurnal pendidikan matematika
 
Model 5 E
Model 5 EModel 5 E
Model 5 E
 
Model 5 E
Model 5 EModel 5 E
Model 5 E
 
Bab.2.pdf
Bab.2.pdfBab.2.pdf
Bab.2.pdf
 
Proposal ptk
Proposal ptkProposal ptk
Proposal ptk
 
Jurnal Peningkatan Hasil Belajar Matematika siswa melalui penerapan pembelaja...
Jurnal Peningkatan Hasil Belajar Matematika siswa melalui penerapan pembelaja...Jurnal Peningkatan Hasil Belajar Matematika siswa melalui penerapan pembelaja...
Jurnal Peningkatan Hasil Belajar Matematika siswa melalui penerapan pembelaja...
 
Analisis Skripsi
Analisis SkripsiAnalisis Skripsi
Analisis Skripsi
 
Berfikir matematis 824 1732-1-pb
Berfikir matematis 824 1732-1-pbBerfikir matematis 824 1732-1-pb
Berfikir matematis 824 1732-1-pb
 
Jp kim ia211
Jp kim ia211Jp kim ia211
Jp kim ia211
 
Psikologi pendidikan
Psikologi pendidikanPsikologi pendidikan
Psikologi pendidikan
 
Proposal calon skripsi
Proposal calon skripsiProposal calon skripsi
Proposal calon skripsi
 
Tugas resume jurnal
Tugas resume jurnalTugas resume jurnal
Tugas resume jurnal
 
Makalah seminar ispi
Makalah seminar ispiMakalah seminar ispi
Makalah seminar ispi
 
makalah prosiding ilmiah
makalah prosiding ilmiahmakalah prosiding ilmiah
makalah prosiding ilmiah
 
Kelompok ii pbl
Kelompok ii pblKelompok ii pbl
Kelompok ii pbl
 
25022013 siska ryane mpmt
25022013 siska ryane mpmt25022013 siska ryane mpmt
25022013 siska ryane mpmt
 
Contoh ptk bahasa indonesia kelas iv
Contoh ptk bahasa indonesia kelas ivContoh ptk bahasa indonesia kelas iv
Contoh ptk bahasa indonesia kelas iv
 
contoh Jurnal Matematika
contoh Jurnal Matematikacontoh Jurnal Matematika
contoh Jurnal Matematika
 
Artikel ff78f36adf773c182704824e300c97f7
Artikel ff78f36adf773c182704824e300c97f7Artikel ff78f36adf773c182704824e300c97f7
Artikel ff78f36adf773c182704824e300c97f7
 
Iis listiani iryanti (037108095)
Iis listiani iryanti  (037108095)Iis listiani iryanti  (037108095)
Iis listiani iryanti (037108095)
 

Ähnlich wie Redhana cakrawala

Makalah keynote1redhana
Makalah keynote1redhanaMakalah keynote1redhana
Makalah keynote1redhanaiwayanredhana
 
239602990 pengajaran-kemahiran-berfikir-aras-tinggi
239602990 pengajaran-kemahiran-berfikir-aras-tinggi239602990 pengajaran-kemahiran-berfikir-aras-tinggi
239602990 pengajaran-kemahiran-berfikir-aras-tinggiStar Ng
 
Tugas 3 SMP.pptx
Tugas 3 SMP.pptxTugas 3 SMP.pptx
Tugas 3 SMP.pptxZalfa49
 
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...guestf6b63af
 
MODEL PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013.pptx
MODEL PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013.pptxMODEL PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013.pptx
MODEL PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013.pptxmega311
 
Hbhe1203 bagaimana kemahiran berfikir aras tinggi
Hbhe1203 bagaimana kemahiran berfikir aras tinggiHbhe1203 bagaimana kemahiran berfikir aras tinggi
Hbhe1203 bagaimana kemahiran berfikir aras tinggimuhammad
 
MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...
MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...
MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...safitkafit
 
46881-124592-1-PB (1).pdf
46881-124592-1-PB (1).pdf46881-124592-1-PB (1).pdf
46881-124592-1-PB (1).pdfLiraAgustriani
 
2. konsep pendekatan scientific rev final
2. konsep pendekatan scientific rev final2. konsep pendekatan scientific rev final
2. konsep pendekatan scientific rev finalJulak Laraw
 
Matriks pembelajaran inquiry
Matriks pembelajaran inquiryMatriks pembelajaran inquiry
Matriks pembelajaran inquiryRisky Hasibuan
 
PPT SKRIPSI Pendidikan Agama slam ALFIAN.pptx
PPT SKRIPSI Pendidikan Agama slam ALFIAN.pptxPPT SKRIPSI Pendidikan Agama slam ALFIAN.pptx
PPT SKRIPSI Pendidikan Agama slam ALFIAN.pptxasforone8
 

Ähnlich wie Redhana cakrawala (20)

Makalah keynote1redhana
Makalah keynote1redhanaMakalah keynote1redhana
Makalah keynote1redhana
 
239602990 pengajaran-kemahiran-berfikir-aras-tinggi
239602990 pengajaran-kemahiran-berfikir-aras-tinggi239602990 pengajaran-kemahiran-berfikir-aras-tinggi
239602990 pengajaran-kemahiran-berfikir-aras-tinggi
 
Tugas 3 SMP.pptx
Tugas 3 SMP.pptxTugas 3 SMP.pptx
Tugas 3 SMP.pptx
 
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...
Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Terhadap Penalaran Formal Dan Penulisan ...
 
Ptk
PtkPtk
Ptk
 
MODEL PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013.pptx
MODEL PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013.pptxMODEL PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013.pptx
MODEL PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013.pptx
 
Pembelajaran pakem
Pembelajaran pakemPembelajaran pakem
Pembelajaran pakem
 
JURNAL.docx
JURNAL.docxJURNAL.docx
JURNAL.docx
 
Hbhe1203 bagaimana kemahiran berfikir aras tinggi
Hbhe1203 bagaimana kemahiran berfikir aras tinggiHbhe1203 bagaimana kemahiran berfikir aras tinggi
Hbhe1203 bagaimana kemahiran berfikir aras tinggi
 
Ipi22489
Ipi22489Ipi22489
Ipi22489
 
MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...
MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...
MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KONSEP DASAR IPS YANG KREATIF, INOVATIF DAN MENYEN...
 
46881-124592-1-PB (1).pdf
46881-124592-1-PB (1).pdf46881-124592-1-PB (1).pdf
46881-124592-1-PB (1).pdf
 
5 fasa needham
5 fasa needham5 fasa needham
5 fasa needham
 
2. konsep pendekatan scientific rev final
2. konsep pendekatan scientific rev final2. konsep pendekatan scientific rev final
2. konsep pendekatan scientific rev final
 
Matriks pembelajaran inquiry
Matriks pembelajaran inquiryMatriks pembelajaran inquiry
Matriks pembelajaran inquiry
 
14. bab i
14. bab i14. bab i
14. bab i
 
Pembelajaran problem based learning
Pembelajaran problem based learningPembelajaran problem based learning
Pembelajaran problem based learning
 
Tugas Desain Pembelajaran
Tugas Desain PembelajaranTugas Desain Pembelajaran
Tugas Desain Pembelajaran
 
Ptk agama kristen
Ptk agama kristenPtk agama kristen
Ptk agama kristen
 
PPT SKRIPSI Pendidikan Agama slam ALFIAN.pptx
PPT SKRIPSI Pendidikan Agama slam ALFIAN.pptxPPT SKRIPSI Pendidikan Agama slam ALFIAN.pptx
PPT SKRIPSI Pendidikan Agama slam ALFIAN.pptx
 

Mehr von iwayanredhana

Sem interipaiv redhana
Sem interipaiv redhanaSem interipaiv redhana
Sem interipaiv redhanaiwayanredhana
 
Ptk pengemb profesionalismeguru
Ptk pengemb profesionalismeguruPtk pengemb profesionalismeguru
Ptk pengemb profesionalismeguruiwayanredhana
 
Profesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatif
Profesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatifProfesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatif
Profesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatifiwayanredhana
 
Pembelajaran ict redhana
Pembelajaran ict redhanaPembelajaran ict redhana
Pembelajaran ict redhanaiwayanredhana
 
Makalah berpikirtingkattinggiredhana
Makalah berpikirtingkattinggiredhanaMakalah berpikirtingkattinggiredhana
Makalah berpikirtingkattinggiredhanaiwayanredhana
 
Pedoman penulisan jp kimia
Pedoman penulisan jp kimiaPedoman penulisan jp kimia
Pedoman penulisan jp kimiaiwayanredhana
 
Pelatihan auditor 2013
Pelatihan auditor 2013Pelatihan auditor 2013
Pelatihan auditor 2013iwayanredhana
 
Pedoman evaluasi diri prodi
Pedoman evaluasi diri prodiPedoman evaluasi diri prodi
Pedoman evaluasi diri prodiiwayanredhana
 
Borang akreditasi program studi sarjana
Borang akreditasi program studi sarjanaBorang akreditasi program studi sarjana
Borang akreditasi program studi sarjanaiwayanredhana
 

Mehr von iwayanredhana (17)

Sem interipaiv redhana
Sem interipaiv redhanaSem interipaiv redhana
Sem interipaiv redhana
 
Ptk pengemb profesionalismeguru
Ptk pengemb profesionalismeguruPtk pengemb profesionalismeguru
Ptk pengemb profesionalismeguru
 
Ptk keynote
Ptk keynotePtk keynote
Ptk keynote
 
Profesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatif
Profesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatifProfesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatif
Profesionalisme gurumelaluipembelajaraninovatif
 
Pembelajaran ict redhana
Pembelajaran ict redhanaPembelajaran ict redhana
Pembelajaran ict redhana
 
Makalah berpikirtingkattinggiredhana
Makalah berpikirtingkattinggiredhanaMakalah berpikirtingkattinggiredhana
Makalah berpikirtingkattinggiredhana
 
Jp kim ia312
Jp kim ia312Jp kim ia312
Jp kim ia312
 
Jp kim ia311
Jp kim ia311Jp kim ia311
Jp kim ia311
 
Jp kimia122 redhana
Jp kimia122 redhanaJp kimia122 redhana
Jp kimia122 redhana
 
Jp kim ia121redhana
Jp kim ia121redhanaJp kim ia121redhana
Jp kim ia121redhana
 
Jp kim ia 11redhana
Jp kim ia 11redhanaJp kim ia 11redhana
Jp kim ia 11redhana
 
Pedoman penulisan jp kimia
Pedoman penulisan jp kimiaPedoman penulisan jp kimia
Pedoman penulisan jp kimia
 
Perumusan standar
Perumusan standarPerumusan standar
Perumusan standar
 
Sosialisasi spmi ok
Sosialisasi spmi okSosialisasi spmi ok
Sosialisasi spmi ok
 
Pelatihan auditor 2013
Pelatihan auditor 2013Pelatihan auditor 2013
Pelatihan auditor 2013
 
Pedoman evaluasi diri prodi
Pedoman evaluasi diri prodiPedoman evaluasi diri prodi
Pedoman evaluasi diri prodi
 
Borang akreditasi program studi sarjana
Borang akreditasi program studi sarjanaBorang akreditasi program studi sarjana
Borang akreditasi program studi sarjana
 

Redhana cakrawala

  • 1. 351 MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PERTANYAAN SOCRATIK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA I Wayan Redhana FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha (email: redhana.undiksha@gmail.com) Abstrak: Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas model pembelajaran berbasis masalah dan pertanyaan Socratic untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA di SMP. Penelitian kuasi eksperimental ini menggunakan nonequivalent control group design, dengan melibatkan 273 siswa dari empat SMP di Buleleng, Bali. Dua kelas diambil dari masing-masing sekolah, satu kelas sebagai kelompok kontrol yang diajar dengan model pembelajaran langsung, dan satu kelas sebagai kelompok eks- perimen yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan pertanyaan Sokratik. Data dianalisi dengan menggunakan Ancova pada taraf signifikansi 5%. Temuan penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dan pertanyaan Sokratik lebih efektif jika dibanding dengan model pembelajaran langsung untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Kata Kunci: pembelajaran berbasis masalah, pertanyaan Socratik, berpikir kritis Abstract: A Problem-Based Teaching Model and The Socratic Question to Im- prove Students’ Critical Thinking Skill. This study was aimed to test the effec- tiveness of the problem-based teaching model and the Socratic questions to im- prove the students’ critical thinking skill in the science subject at the junior high school. This quasi-experimental study employed the nonequivalent control group design, involving 273 students from four junior high schools in Buleleng, Bali. Two classes were taken from each school, one as the control group taught using the di- rect teaching model and one as the experimental group taught using the problem- based teaching model and the Socratic questions. The data were analyzed using the Ancova analysis at the significance level of 0.05. The findings showed that the problem-based teaching model and the Socratic questions were more effective than the direct teaching model in improving the students’ critical thinking skill. Keywords: problem-based teaching, Socratic question, critical thinking PENDAHULUAN Era globalisasi di abad XXI, mendo- rong terjadinya persaingan yang ketat antarbangsa di dunia. Persaingan ini di- sebut sebagai persaingan bebas. Bangsa yang mampu menguasai sejumlah
  • 2. 352 Cakrawala Pendidikan, November 2012, Th. XXXI, No. 3 pengetahuan, teknologi, dan keteram- pilan akan menjadi pemenang (the win- ner). Sebaliknya, bangsa yang tidak mampu menguasai pengetahuan, tek- nologi, dan keterampilan akan menjadi pecundang (the losser). Oleh karena itu, sumber daya manusia yang berkualitas yangmenguasai ilmu pengetahuan, tek- nologi dan sejumlah keterampilan mu- tlak diperlukan agar dapat memenang- kan persaingan di era global. Selain itu, sumber daya manusia yang berkualitas juga diperlukan untuk menggerakkan sektor-sektor industri di negara kita. Penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas dapat dilakukan me- lalui pendidikan yang berkualitas. Pada UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bah- wa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembang- kan potensi dirinya untuk memiliki ke- kuatan spiritual keagamaan, pengenda- lian diri, kepribadian, kecerdasan, akh- lak mulia, serta keterampilan yang di- perlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam upaya mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran seperti dimandatkan oleh Undang-undang No. 20 tahun 2003, proses pembelajaran se- harusnya direformasi. Berkaitan de- ngan reformasi proses pembelajaran ini, pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 41 Tahun 2007 telah menetapkan standar proses. Pada Permendiknas ter- sebut dinyatakan bahwa proses pem- belajaran hendaknya berlangsung se- cara interaktif, inspiratif, menyenang- kan, menantang, memotivasi peserta di- dik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan per- kembangan fisik serta psikologis peser- ta didik. Guru-guru hendaknya mela- kukan pergeseran dari pengajaran yang menekankan pada keterampilan ber- pikir tingkat rendah ke pembelajaran yang menekankan pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau keterampil- an berpikir kritis (Tsapartis & Zoller, 2003:53; Lubezki, Dori, & Zoller, 2004: 179). Berkaitan dengan keterampilan ber- pikir kritis, Walker (2005:19) menyata- kan bahwa keterampilan berpikir kritis merupakan suatu proses yang me- mungkinkan siswa memperoleh penge- tahuan baru melalui proses pemecahan masalah dan kolaborasi. Keterampilan berpikir kritis memfokuskan pada pro- ses belajar daripada hanya pemeroleh- an pengetahuan. Keterampilan berpikir kritis melibatkan aktivitas-aktivitas, se- perti menganalisis, menyintesis, mem- buat pertimbangan, menciptakan, dan menerapkan pengetahuan baru pada situasi dunia nyata. Keterampilan ber- pikir kritis penting dalam proses pem- belajaran karena keterampilan ini mem- berikan kesempatan kepada siswa be- lajar melalui penemuan. Keterampilan berpikir kritis merupakan jantung dari masa depan semua masyarakat di se- luruh dunia (Elder & Paul lewat Zoller, Ben-Chaim, & Ron, 2000:572). Candy (Phillips & Bond, 2004:277) melaporkan bahwa keterampilan berpikir kritis me- rupakan salah satu tujuan yang paling penting dari semua sektor pendidikan.
  • 3. 353 Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan Pentingnya mengembangkan keteram- pilan berpikir kritis siswa dalam pem- belajaran telah menjadi tujuan pendi- dikan akhir-akhir ini (Tsapartis & Zoller, 2003:50; Lubezki, Dori, & Zoller, 2004:175). Elam (McTighe & Schollen- berger, 1985:3) menyatakan bahwa ke- terampilan berpikir kritis merupakan tujuan pendidikan tertinggi. Pembela- jaran merupakan alat untuk menyiap- kan siswa menjadi anggota masyarakat agar dapat hidup bertanggung jawab dan aktif dalam masyarakat berbasis teknologi, maka sekolah pada semua tingkatan seharusnya memfokuskan pada pengembangan keterampilan ber- pikir kritis siswa (Costa, lewat Zoller, Ben-Chaim, & Ron, 2000:571). Dengan demikian, tujuan utama pembelajaran adalah untuk mengembangkan kete- rampilan berpikir kritis siswa dalam konten dan proses sains (Zoller, Ben- Chaim, & Ron, 2000:571-572). Oleh karena itu, penting untuk membekali siswa dengan keterampilan berpikir kritis agar mereka dapat menolong dirinya dan orang lain dalam meng- hadapi masalah dan untuk berhasil dalam kehidupan. Orang yang memi- liki keterampilan berpikir kritis adalah orang yang mampu mengambil kepu- tusan secara tepat, cepat, dan bertang- gung jawab, dan mampu menghindar- kan diri dari penipuan, indokrinasi, dan pencucian otak (Lipman, 2003:209). Keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan yang dapat dipelajari. Dengan demikian, keterampilan ini da- pat diajarkan. Keterampilan berpikir kritis tidak akan berkembang dengan baik tanpa ada usaha sadar untuk me- ngembangkannya selama pembelajaran (Zohar, Weinberger, & Tamir, 1994:191). Keterampilan berpikir kritis memerlu- kan pembelajaran dan latihan secara terus menerus dan disengaja agar dapat berkembang ke arah yang potensial. Oleh karena itu, siswa harus ditantang agar dapat mengembangkan keteram- pilan berpikir kritis selama pembelajar- an. Salah satu tantangan yang dilaku- kan oleh guru adalah menghadapkan siswa dengan masalah. Masalah yang dimaksud bukanlah masalah well-struc- tured, melainkan masalah ill-structured. Berkaitan dengan masalah ini, Ruther- ford dan Ahlgren (1990:188) menyata- kan bahwa Students should be given problems–at levels appropriate to their maturity–that require them to decide what evidence is relevant and to offer their own interpretations of what the evidence means. This puts a premium, just as science does, on careful observation and thoughtful ana- lysis. Students need guidance, encourage- ment, and practice in collecting, sorting, and analyzing evidence, and in building arguments based on it. However, if such activities are not to be destructively boring, they must lead to some intellectually satis- fying payoff that students care about. Esensi dari pandangan Rutherford dan Ahlgren di atas adalah siswa perlu diberikan pengalaman belajar otentik dan keterampilan pemecahan masalah. Caranya adalah dengan menghadapkan siswa denganmasalah-masalah ill-struc- tured. Pengalaman-pengalaman atau pembelajaran yang memberikan kesem- patan kepada siswa memperoleh kete- rampilanpemecahanmasalah dapat me- rangsangketerampilanberpikirkritissis- wa.
  • 4. 354 Cakrawala Pendidikan, November 2012, Th. XXXI, No. 3 Salah satu model pembelajaran yang menghadapkan siswa dengan masalah ill-structured adalah model pembelajaran berbasis masalah. Pada model pembelajaran berbasis masalah, siswa pertama dihadapkan dengan ma- salah ill-structured, open-ended, ambigu, dan kontekstual. Agar dapat memecah- kan masalah, siswa harus mempelajari materi terlebih dahulu. Artinya, siswa harusmengkonstruksipengetahuan me- lalui proses penemuan. Setelah siswa memahami materi yang terkait dengan masalah, siswa selanjutnya memecah- kan masalah yang dihadapi. Dalam proses pemecahan masalah, siswa be- kerja dalam kelompok. Model pembelajaran berbasis masa- lah merupakan model pembelajaran inkuiri terbuka. Pada pembelajaran in- kuiri ini, siswa dihadapkan dengan ma- salah tanpa adanya bimbingan dari guru. Pada kenyataannya, siswa SMP mengalami kesulitan untuk memecah- kan masalah tanpa adanya bimbingan. Oleh karena itu, model pembelajaran berbasis masalah yang murni sangat sulit diterapkan pada level berpikir siswa SMP. Oleh karena itu, perlu di- lakukan modifikasi terhadap model pembelajaran berbasis masalah. Modifi- kasi yang dimaksud adalah dengan me- masukkan unsur-unsur bimbingan. Unsur bimbingan pertama yang di- integrasikan ke dalam model pembe- lajaran berbasis masalah adalah perta- nyaan konseptual. Pertanyaan konsep- tual ini bertujuan untuk membimbing siswa menguasai konsep-konsep IPA yang esensial yang digunakan untuk memecahkan masalah. Unsur bimbing- an kedua adalah pertanyaan Socratik. Pertanyaan Socratik diturunkan dari nama Socrates, seorang folosofi yang sangat terkenal dan berpengaruh pada pengembangan keterampilan berpikir kritis. Selama berabad-abad, ia dikagu- mi sebagai orang yang memiliki inte- gritas dan inkuiri intelektual dan diang- gap sebagai seorang pemikir kritis yang ideal. Karena kemampuannya berpikir kritis, maka namanya diabadikan seba- gai pertanyaan Socratik untuk perta- nyaan-pertanyaan kritis. Pertanyaan Socratik adalah perta- nyaan kritis yang bertujuan untuk me- ngembangkan keterampilanberpikir kri- tis siswa. Pertanyaan ini membantu sis- wa mengembangkan ide-ide atau mate- ri yang telah dipelajari sehingga pema- haman siswa terhadap materi pelajaran menjadi semakin mendalam. Pertanya- an Socratik ini terdiri atas enam jenis, yaitu (1) pertanyaan yang meminta kla- rifikasi; (2) pertanyaan yang menyelidi- ki asumsi; (3) pertanyaan yang menye- lidiki alasan dan bukti; (4) pertanyaan tentang pendapat atau perspektif; (5) pertanyaan yang menyelidiki implikasi atau akibat; dan (6) dan pertanyaan ten- tang pertanyaan (Paul, 1990:169). Model pembelajaran hasil modifikasi ini selan- jutnya disebut sebagai model pembe- lajaran berbasis masalah dan pertanya- an Socratik (MPBM-PS). Untuk mengevaluasi efektivitas MPBM-PS dalam meningkatkan kete- rampilan berpikir kritis siswa, model pembelajaran langsung digunakan se- bagai pembanding. Alasan pemilihan model pembelajaran langsung ini ada- lah kebanyakan guru-guru IPA mene- rapkan model pembelajaran langsung dalam mengajarkan materi IPA.
  • 5. 355 Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan METODE Pengujian efektivitas MPBM-PS da- lam meningkatkan keterampilan ber- pikir kritis siswa dilakukan dengan menggunakan penelitian kuasi eksperi- men dengan rancangan nonequivalent control group design. Sebagai pemban- ding adalah model pembelajaran lang- sung. Pada jenis penelitian kuasi eks- perimen, kelas yang sudah ada (intact class) digunakan dalam penelitian ini. Populasi dalam penelitian ini ada- lah siswa SMP yang ada di Kabupaten Buleleng Bali. Jumlah sekolah yang ter- libat dalam penelitian ini sebanyak em- pat SMP. Setiap sekolah diambil dua kelas paralel, yaitu kelas VIII. Dengan demikian, ada delapan kelas yang berisi 273 orang siswa yang terlibat dalam penelitian ini. Satu kelas setiap sekolah digunakan sebagai kelompok kontrol dan satu kelas yang lain digunakan sebagai kelompok eksperimen. Pada ke- lompok kontrol diterapkan model pem- belajaran langsung, sedangkan pada ke- lompok eksperimen diterapkan MPBM- PS. Standar kompetensi yang diajarkan pada kedua model pembelajaran ter- sebut sebagai berikut. Pertama, “Mema- hami berbagai sistem dalam kehidupan manusia, dengan kompetensi dasar (a) mendeskripsikan sistem pencernaan pada manusia dan hubungannya de- ngan kesehatan, dan (b) mendeskripsi- kan sistem peredaran darah pada ma- nusia dan hubungannya dengan kese- hatan. Kedua, “Memahami kegunaan bahan kimia dalam kehidupan, dengan kompotensi dasar mendeskripsikan ba- han kimia alami dan bahan kimia buat- an dalam kemasan yang terdapat dalam bahan makanan.” Langkahpembelajaranpada MPBM- PS sebagai berikut.  Sebelum pembelajaran dimulai, guru melaksanakan pretes. Tes yang di- gunakan adalah tes keterampilan berpikir kritis berbasis konten IPA yang telah disiapkan oleh peneliti.  Guru menyampaikan kompetensi da- sar dan tujuan pembelajaran.  Guru menyampaikan sistem penilai- an yang digunakan.  Guru, selanjutnya membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar yang anggotanya terdiri atas 4-5 orang (siswa didistribusikan ke da- lam kelompok-kelompok belajar ber- dasarkan kemampuan akademik dan jenis kelamin). Dalam kelompok, se- tiap anggota berperan secara bergilir- an sebagai ketua, sekretaris, penyaji, dan anggota.  Guru membagikan lembar kerja sis- wa (LKS) kepada semua siswa dan menugaskan mereka mempelajari dan memahami masalah ill-structured yang terdapat dalam LKS. Guru me- nyediakan bimbingan, jika diperlu- kan.  Guru menugaskan siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan konseptual dalam LKS secara kolaboratif. Per- tanyaan ini membimbing siswa me- mahamikonsep-konsep esensial yang berhubungan dengan materi pelajar- an dan masalah ill-structured yang di- pecahkan. Siswa dapat mengguna- kan berbagai sumber informasi agar dapat memahami konsep-konsep esensial dan dapat memecahkan ma- salah dengan baik. Guru bergerak dari kelompok satu ke kelompok lainnya untuk memantau kesulitan
  • 6. 356 Cakrawala Pendidikan, November 2012, Th. XXXI, No. 3 yang dialami siswa dan menyedia- kan bimbingan jika diperlukan.  Setelah menjawab pertanyaan-perta- nyaan konseptual dalam LKS, selan- jutnya siswa mendiskusikan solusi terhadap masalah ill-structured dalam kelompok. Guru juga bergerak dari kelompok satu ke kelompok yang lain dan menyediakan bimbingan, jika diperlukan.  Guru, selanjutnya, memimpin pelak- sanaan diskusi kelas yang diawali dengan mengajukan pertanyaan kon- septual yang terdapat dalam LKS. Setiap kelompok ditugaskan men- jawab pertanyaan-pertanyaan kon- septual ini secara bergiliran, sedang- kan kelompok yang lain diminta memberi tanggapan.  Selama diskusi kelas, guru mengaju- kanpertanyaan Socratik untuk meng- uji ide-ide siswa dan sekaligus me- ngembangkan ide-ide tersebut se- hingga siswa dapat memahami ma- teri IPA secara mandalam.  Salah satu kelompok ditugaskan oleh guru menyajikan solusi terhadap ma- salah ill-structured. Kelompok lain di- undang memberikan tanggapan atau pertanyaan. Guru juga mengajukan pertanyaan Socratik untuk menguji ide atau pendapat siswa dan meng- arahkannya agar siswa sampai pada solusi yang rasional.  Guru menugaskan siswa mendis- kusikan pertanyaan-pertanyaan da- lam LKS. Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut aplikasi konsep. Ja- waban terhadap pertanyaan yang di- buat oleh setiap kelompok kemudian dikumpulkan untuk dikoreksi oleh guru. Guru memberikan komentar dan perbaikan terhadap jawaban ke- lompok siswa yang masih salah. Ja- waban kelompok siswa ini dikem- balikan untuk diperbaiki.  Guru melaksanakan postes pada akhir pembelajaran dengan meng- gunakan tes yang sama seperti pada pretes. Sementara itu, langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan pada kelompok kontrol sebagai berikut.  Sebelum pembelajaran dimulai, guru melaksanakan pretes. Tes yang di- gunakan adalah tes keterampilan berpikir kritis berbasis konten IPA yang telah disiapkan oleh peneliti.  Guru membuka pelajaran dengan menyampaikan kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran.  Guru menyampaikan sistem penilai- an yang digunakan.  Guru menyajikan materi pelajaran baik berupa pengetahuan maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa: (1) penyajian materi dalam langkah-langkah kecil sehingga ma- teri dapat dikuasai oleh siswa dalam waktu relatif pendek; (2) pemberian contoh-contoh konsep; (3) pemodel- an atau peragaan keterampilan de- ngan cara demonstrasi atau atau penjelasan langkah-langkah kerja ter- hadap tugas; dan/atau (d) menjelas- kan ulang hal-hal yang sulit.  Guru memandu siswa melakukan latihan-latihan. Peran guru yang pen- ting pada fase ini adalah memberi- kan umpan balik terhadap respon siswa dan mengoreksi respon siswa yang salah.  Guru memberikan kesempatan ke-
  • 7. 357 Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan pada siswa untuk berlatih konsep atau keterampilan. Latihan terbim- bing ini baik juga digunakan oleh guru untuk menilai kemampuan sis- wadalam melaksanakan tugas-tugas- nya. Pada fase ini peran guru adalah memonitor dan memberikan bim- bingan, jika diperlukan.  Siswa melakukan kegiatan latihan secara mandiri. Fase ini dapat dilalui jika siswa telah menguasai tahap- tahap pengerjaan tugas 85-90% da- lam fase bimbingan latihan.  Guru menugaskan siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan penerapan konsep yang terdapat dalam LKS.  Guru melaksanakan postes pada akhir pembelajaran dengan menggu- nakan tes yang sama seperti pada pretes. Observasi pelaksanaan pembelajar- an dilakukan untuk mengetahui pene- rapan dari MPBM-PS dan model pem- belajaran langsung. Data yang diperoleh pada peneliti- an ini berupa data kuantitatif, yaitu skorpretesdan postes keterampilan ber- pikir kritis siswa. Data dianalisis de- ngan statistik deskriptif dan statistik analisis kovarian (analysis of covarian, Ancova) satu jalur pada taraf signi- fikansi 5%. Penentuan skor rata-rata, median, varians, dan deviasi standar dilakukan dengan analisis statistik des- kriptif. Uji beda rata-rata dua populasi menggunakan statistik inferensial An- cova. Sebelumnya, dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas, homoge- nitas varians, linieritas, dan homoge- nitas kemiringan regresi. Semua uji di- lakukan dengan bantuan SPSS versi 19. HASIL Data Deskriptif Data yang diperoleh pada peneli- tian ini berupa data kuantitatif, berupa skor pretes dan skor protes keteram- pilan berpikir kritis siswa. Deskripsi data ditunjukkan pada Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Sebelum dilakukan uji Ancova, se- baran data diuji normalitasnya dengan menggunakanteknikKolmogorov-Smir- nov dan Shapiro-Wilk. Hasil-hasil uji normalitas data ditunjukkan pada Tabel 2. Keputusan uji sebaran data dilaku- kan dengan membandingkan nilai sig- nifikansi (p-value) yang diperoleh de- ngan nilai α, yaitu 0,05. Dalam hal ini, yang dikehendaki adalah nilai signifi- kansi lebih dari 0,05. Berdasarkan hasil uji normalitas pada Tabel 2, tampak bahwa untuk semua kelompok (kontrol pretes, eksperimen pretes, kontrol pos- tes, dan eksperimen postes) diperoleh nilai signifikansi lebih dari 0,05. Hal ini berarti bahwa sebaran data pada semua kelompok berdistribusi normal. Hasil Uji Homogenitas Varians Uji homogenitas varians merupa- kan salah satu prasyarat uji Ancova. Uji ini dilakukan dengan membandingkan varians antarkelompok, yaitu kelompok kontrol pretes, kelompok kontrol pos- tes, kelompok eksperimen pretes, dan kelompok eksperimen postes. Hasil uji homogesitas varians dilakukan dengan statistik Levene's Test of Equality of Error Variances. Hasil uji homogenitas varians ditunjukkan pada Tabel 3.
  • 8. 358 Cakrawala Pendidikan, November 2012, Th. XXXI, No. 3 Tabel 1. Deskripsi Data Hasil Penelitian Tes Kelompok Statistik Kesalahan standar Pretes Kontrol Rata-rata 12,75 0,311 SD 3,631 Minimum 5 Maksimum 21 Eksperimen Rata-rata 12,85 0,328 SD 3,840 Minimum 5 Maksimum 23 Postes Kontrol Rata-rata 20,38 0,351 SD 4,097 Minimum 11 Maksimum 31 Eksperimen Rata-rata 24,93 0,401 SD 4,695 Minimum 12 Maksimum 35 Tabel 2. Hasil uji Normalitas Data Tes Kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistik df Sig. Statistik df Sig. Pretes Kontrol 0,092 136 0,007 0,983 136 0,084 Eksperimen 0,076 136 0,052 0,979 136 0,034 Postes Kontrol 0,073 136 0,076 0,989 136 0,372 Eksperimen 0,087 136 0,013 0,984 136 0,124 a. Lilliefors Significance Correction Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Va- rians F df1 df2 Sig. 1,914 1 270 0,168 Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05, varians yang diperoleh tidak ho- mogen. Sebaliknya, jika nilai signifikan- si lebih dari 0,05, varians yang diper- oleh homogen. Uji homogenitas varians menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,168. Ini berarti bahwa varians antar- kelompok homogen. Linieritas Ancova mengasumsikan bahwa hu- bungan antara variabel kovariat dan variabel terikat adalah linier untuk se- tiap kelompok. Penentangan asumsi ini akan mengurangi kemampuan atau sensitivitas dari uji Ancova. Salah satu uji linieritas yang dapat dilakukan ada- lah dengan membuat scatterplots antara
  • 9. 359 Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan variabel kovariat dan variabel terikat untuk setiap kelompok. Hasil scatter- plots uji linieritas ditunjukkan pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1 tam- pak bahwa hubungan antara variabel kovariat dan variabel terikat adalah linier, baik untuk kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen. De- ngan demikian, dapat dilakukan uji le- bih lanjut, yaitu uji homogenitas ke- miringan regresi. Homogenitas Kemiringan Regresi Asumsi terakhir berkaitan dengan uji homogenitas kemiringan regresi. Pada uji ini, interaksi antara variabel kovariat dan variabel bebas (variabel manipulasi atau perlakuan) diselidiki. Kita menginginkan bahwa tidak ada interaksi antara variabel kovariat dan variabel bebas. Agar dapat menyelidiki interaksi ini, hubungan antara variabel kovariat dan variabel terikat untuk se- tiap kelompok dibuat. Ada beberapa cara untuk melakukan pengujian ho- mogenitas kemiringan regresi. Salah sa- tunya adalah melalui pengujian secara statistik. Hasil pengujian homogenitas kemiringan regresi ditunjukkan pada Tabel 4. Pada uji homogenitas kemiringan regresi, kita hanya perlu melihat nilai signifikansi untuk model*pretes dalam Tabel 4. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05, ada interaksi antara variabel kovariat dan variabel bebas. Sebalik- nya, jika nilai signifikansi lebih dari 0,05, tidak ada interaksi antara variabel kovariat dan variabel bebas. Nilai sig- nifikansi yang diperoleh sebesar 0,895. Ini berarti bahwa tidak ada interaksi antara variabel kovariat dan variabel bebas (variabel manipulasi atau per- lakuan). Dengan demikian, hal ini tidak menentang asumsi. Dapat disimpulkan bahwa jika terdapat perbedaan skor keterampilan berpikir kritis siswa pada postes, perbedaan ini semata-mata ha- nya disebabkan oleh perbedaan varia- bel bebas (model pembelajaran), bukan karena variabel kovariat. Gambar 1. Hasil Uji Linieritas
  • 10. 360 Cakrawala Pendidikan, November 2012, Th. XXXI, No. 3 Tabel 4. Homogenitas Kemiringan Regresi Sumber Type III Sum of Squares df Rata-rata kuadrat F Sig. Corrected Model 1740,901a 3 580,300 31,540 0,000 Intercept 7544,771 1 7544,771 410,065 0,000 Model 97,196 1 97,196 5,283 0,022 Pretes 329,531 1 329,531 17,910 0,000 Model * Pretes 0,322 1 0,322 0,018 0,895 Error 4930,919 268 18,399 Total 146223,000 272 Corrected Total 6671,820 271 a. R Squared = 0,261 (Adjusted R Squared = 0,253) Tabel 5. Hasil uji Ancova Satu Jalur Sumber Type III Sum of Squares df Rata-rata Kuadrat F Sig. Partial Eta Squared Corrected Model 1740,579a 2 870,290 47,474 0,000 0,261 Intercept 7560,407 1 7560,407 412,421 0,000 0,605 Pretes 331,899 1 331,899 18,105 0,000 0,063 Model 1388,224 1 1388,224 75,728 0,000 0,220 Error 4931,241 269 18,332 Total 146223,000 272 Corrected Total 6671,820 271 a. R Squared = 0,261 (Adjusted R Squared = 0,255 Hasil Uji Ancova Satu Jalur Karena semua sebaran data berdis- tribusi normal, varians antarkelompok homogen, hubungan antara variabel kovariat dan variabel terikat linier, dan tidak ada interaksi antara variabel ko- variat dan variabel bebas, uji Ancova satu jalur dapat dilanjutkan (Tabel 5). Hipotesis yang diuji adalah: Ha: Model pembelajaran berbasis ma- salah dan pertanyaan Socratik (MPBM-PS) lebih baik daripada model pembelajaran langsung da- lam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. H0: Model pembelajaran berbasis ma- salah dan pertanyaan Socratik (MPBM-PS) sama dengan atau ti- dak lebih baik daripada model pembelajaran langsung dalam me- ningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Atau dapat ditulis: Ha: µ2 > µ1 H0: µ2 ≤ µ1 Keterangan: µ1 = model pembelajaran langusng dan µ2 = MPBM-PS Dari hasil uji Ancova, jika nilai signifikansi (p-value) yang diperoleh kurang dari 0,05 (nilai α), maka tidak cukup bukti untuk mendukung H0. Sebaliknya, jika nilai signifikansi (p-
  • 11. 361 Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan value) yang diperoleh lebih dari 0,05, maka ada cukup bukti untuk men- dukung H0. Hasil-hasil penting yang perlu di- perhatikan dalam Tabel 5 adalah kolom source, khususnya untuk aspek model. Nilai signifikansi (p-value) untuk model adalah 0,000. Oleh karena nilai signifi- kansi yang diperoleh kurang dari 0,05, tidak cukup bukti untuk mendukung H0. Atau dengan kata lain, ada cukup bukti untuk mendukung Ha. Dapat di- buktikan bahwa MPBM-PS lebih baik daripada model pembelajaran lang- sung dalam meningkatkan keteram- pilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA SMP. PEMBAHASAN Hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa MPBM-PS lebih baik daripada model pembelajaran langsung dalam mening- katkan keterampilan berpikir kritis sis- wa. MPBM-PS dapat memacu siswa membaca sumber-sumber informasi agar mereka dapat memecahkan masa- lah ill-structured. Informasi atau pe- nguasaan konsep-konsep IPA esensial yang diperlukan untuk memecahkan masalah ill-structured dibimbing oleh pertanyaan konseptual. Sementara pen- dalaman materi IPA dibimbing oleh pertanyaan Socratik. Dengan demikian, peningkatan keterampilan berpikir kri- tis siswa melalui implementasi MPBM- PS disebabkan oleh efek kumulatif dari ketiga komponen yang menyusun MPBM-PS tersebut, yaitu masalah ill- structured, pertanyaan konseptual, dan pertanyaan Socratik. Ketiga komponen ini merupakan satu kesatuan. Masing- masing komponen saling memperkuat satu sama lain dalam memberi efek pada peningkatan keterampilan ber- pikir kritis siswa. Artinya, peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa tidak disebabkan oleh salah satu komponen, tetapi merupakan kontribusi dari ke- tiganya. Pengajuan masalah ill-structured pada awal pembelajaran dapat mem- bangkitkan keingintahuan siswa. Masa- lah ill-structured ini dapat bertindak se- bagai starting point untuk memulai pembelajaran dan sebagai motivator bagi siswa untuk mempelajari materi IPA. Berkaitan dengan hal ini, Tan (2003:16) mengungkapkan bahwa ma- salah ill-structured dapat meningkatkan keingintahuan dan memotivasi siswa belajar materi atau pengetahuan baru yang digunakan untuk memecahkan masalah. Siswa mengumpulkan dan mempelajari sumber-sumber informasi yang terkait. Sumber-sumber informasi ini dapat berasal buku-buku pelajaran dan juga dapat berasal dari sumber- sumber lain, seperti jurnal, artikel in- ternet, dan bahkan ahli. Dalam mempelajari informasi ini, siswa dipandu oleh pertanyaan kon- septual. Penggunaan pertanyaan kon- septual dalam MPBM-PS dimaksudkan untuk menyediakan bimbingan bagi siswa. Jika siswa hanya disediakan ma- salah ill-structured, siswa akan meng- alami kebingungan dalam memecah- kan masalah tersebut. Pertanyaan kon- septual menuntun siswa mempelajari konsep-konsep esensial yang berkaitan dengan masalah yang dipecahkan se- cara bertahap. Dengan menjawab per- tanyaan konseptual, secara tidak lang-
  • 12. 362 Cakrawala Pendidikan, November 2012, Th. XXXI, No. 3 sung siswa sudah memulai proses pe- mecahan masalah. Dalam pembelajaran berbasis ma- salah yang umum, sebelum siswa me- ngumpulkan informasi, siswa meru- muskan isu-isu belajar (White, 1996:75; Gijselaers, 1996:17). Sementara itu, Tan (2003:54) mengidentikkan pembuatan isu-isu belajar ini dengan what we Need to know dalam tabel KND (we Know, what we Need to know, what we need to Do). Namun, dalam MPBM-PS, isu-isu belajar tersebut sesungguhnya adalah pertanyaan konseptual yang sudah di- sediakan dalam lembar kerja yang di- hadapi oleh siswa. Dengan demikian, pertanyaan konseptual yang diajukan kepada siswa merupakan salah satu dari unsur bimbingan yang disediakan oleh MPBM-PS. Ide-ide siswa yang muncul dari pertanyaan konseptual, selanjutnya, dikembangkan dengan pertanyaan So- cratik. Pertanyaan Socratik juga dapat digunakanuntuk menggali ide-ide tam- bahan dari siswa yang tidak muncul ketika digali melalui pertanyaan kon- septual. Pada pertanyaan Socratik, ide- ide siswa diklarifikasi, pertanyaan di- kembangkan, dan asumsi, alasan, buk- ti, argumen, dan implikasi atau akibat dari suatu hal diselidiki. Pemilihan je- nis pertanyaan Socratik sangat tergan- tung pada respon atau ide-ide siswa yang muncul ketika pertanyaan kon- septual diajukan. Dengan kata lain, je- nis pertanyaan Socratik yang mana di- gunakan untuk menyelidiki pendapat siswa tidak dapat ditentukan sejak awal sebelum ada respon siswa yang berkaitan dengan pertanyaan konsep- tual. Pertanyaan Socratik merupakan unsur bimbingan yang lain dalam MPBM-PS. Dengan demikian, MPBM- PS merupakan suatu model pembe- lajaran inkuiri terbimbing. Kenyataan menunjukkan bahwa pertanyaan Socratik dapat meningkat- kan keterampilan berpikir kritis siswa. Melalui pertanyaan Socratik, ide-ide siswa diuji dan diklarifikasi. Siswa juga diminta menunjukkan alasan, asumsi, bukti, dan implikasi dari suatu pen- dapat. Hal ini beralasan karena perta- nyaan Socratik meliputi: (1) pertanyaan yang meminta klarifikasi; (2) pertanya- an yang menyelidiki asumsi; (3) per- tanyaan yang menyelidiki alasan atau bukti; (4) pertanyaan yang meminta pendapat; (5) pertanyaan yang menye- lidiki implikasi atau akibat; dan (6) pertanyaan tentang pertanyaan (Paul & Binker, 1990:292). Pertanyaan Socratik dapat: (1) meningkatkan isu-isu dasar; (2) menyelidiki secara mendalam; (3) membantu siswa menemukan struktur pikirannya; (4) membantu siswa me- ngembangkan sensitivitasterhadap kla- rifikasi,akurasi, dan relevansi; (5) mem- bantu siswa agar sampai pada pertim- bangan melalui penalaran sendiri; (6) dan membantu siswa menganalisis klaim, bukti, kesimpulan, isu, asumsi, implikasi, konsep, dan pendapat. Efektivitas MPBM-PS dalam me- ningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa seperti diuraikan di atas sejalan dengan temuan-temuan penelitian se- belumnya yang telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Seddigi & Overton, 2003:390; Sellnow & Ahlfeldt, 2005:37; Yalcin et al., 2006:495; Barak, Ben- Chaim, & Zoller, 2007:8; Akinoğlu & Tandoğan, 2007:77).
  • 13. 363 Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan Empat pilar pendidikan yang di- canangkan oleh UNESCO, yaitu learn- ing to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together sangat re- levan dengan MPBM-PS. Pada imple- mentasi model pembelajaran ini, learn- ing to know terjadi ketika siswa mem- pelajari konsep-konsep, prinsip-prin- sip, teori-teori, dan hukum-hukum yang digali melalui pertanyaan kon- septual. Sementara itu, pertanyaan So- cratik membimbing siswa memahami konsep-konsep, prinsip-prinsip, teori- teori, dan hukum-hukum tersebut se- cara lebih mendalam, yang selanjutnya digunakan untuk memecahkan masa- lah. Pada learning to do (belajar untuk berbuat), siswa berbuat melakukan pe- nyelidikan, baik di laboratorium mau- pun di lapangan. Pada learning to be (belajar menjadi diri sendiri), siswa belajar secara mandiri dan bertangung jawab atas keberhasilan belajarnya. Pada learning to live together (belajar hi- dup bersama), pembelajaran diarahkan pada pembentukan seorang peserta di- dik yang mempunyai kesadaran bahwa mereka hidup dalam lingkungan sosial. Mereka harus dapat hidup berdam- pingan, menghargai orang lain, dan toleran terhadap orang lain. Kondisi ini diharapkan terjadi ketika siswa belajar secara kolaboratif. Dalam kelompok, siswa memupuk kerjasama dengan sis- wa lain yang berbeda etnis, agama, bu- daya, latar belakang sosial dan eko- nomi, dan sebagainya. Salah satu cita-cita pendidikan ada- lah masyarakat terdidik (educated-so- ciety). Hal ini dapat dicapai melalui proses pembelajaran yang bermutu se- hingga dapat menghasilkan lulusan yang berwawasan luas, profesional, unggul, berpandangan jauh ke depan (visioner), memiliki sikap percaya diri dan harga diri yang tinggi sehingga da- pat menjadi teladan bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan pembangunan (Sidi, 2003:9). MPBM-PS sebagai suatu model pembelajaran inovatif dapat mencapai harapan di atas. Hal ini di- sebabkan oleh model pembelajaran ini memungkinkan siswa memahami ma- teri secara mendalam dan mengem- bangkan keterampilan berpikir kritis. Keterampilan ini merupakan keteram- pilan hidup. Dengan keterampilan ber- pikir kritis, siswa akan mempunyai wa- wasan yang luas; berpikiran terbuka; mampumenghadapitantangan; dan da- pat mengindarkan diri dari penipuan, indokrinasi, dan pencucian otak (Lip- man, 2003:209). PENUTUP Dari hasil-hasil yang dicapai pada penelitian ini dapat disimpulkan se- bagai berikut. Pertama, karakteristik model pembelajaran berbasis masalah dan pertanyaan Socratik adalah pem- belajaran dimulai dengan masalah ill- structured. Untuk memulai pemecahan masalah, siswa dibimbing oleh perta- nyaan konseptual. Pertanyaan ini mem- bantu siswa menguasai konsep-konsep IPA yang esensial. Dalam upaya me- ngembangkan ide-ide dan keterampil- an berpikir kritis, siswa dibimbing oleh pertanyaan Socratik. Kedua, model pembelajaran berbasis masalah dan pertanyaan Socratik lebih baik dari- pada model pembelajaran langsung da- lam meningkatkan keterampilan ber-
  • 14. 364 Cakrawala Pendidikan, November 2012, Th. XXXI, No. 3 pikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA SMP. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Penelitian dan Pe- ngabdian pada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemen- terian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah mendanai penelitian ini me- lalui program penelitian Hibah ber- saing. DAFTAR PUSTAKA Akinoğlu, O. & Tandoğan, R. O. 2007. “The Effects of Problem-Based Active Learning in Science Edu- cation on Students’ Academic Achievement, Attitude and Con- cept Learning.” Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 3(1), hlm. 71-81. Barak, M, Ben-Chaim, D., & Zoller, U. 2007. “Purposely Teaching for the Promotion of Higher-Order Thinking Skills: A Case of Criti- cal Thinking.” http://www. spri- ngerlink.com/content. (diunduh 14 Januari 2008). Gijselaers, W. H. 1996. “Connecting Problem-Based Learning with Educational Theory.” New Direc- tion for Teaching and Learning, 60, hlm. 13-21. Lipman, M. 2003. Thinking in Education. 2nd Ed. Cambridge: Cambridge University Press. Lubezki, A., Dori, Y. J., & Zoller, U. 2004. “HOCS-Promoting Assess- ment of Students’ Performance on Environment-Related Under- graduate Chemistry.” Chemistry Education Research and Practice, 5(2), hlm. 175-184. McTighe, J. & Schollenberger, J. 1985. “Why Teach Thinking? A State- ment of Rational,” dalam A. L. Costa (Eds), Developing Mind: A Resource Book for Teaching Thin- king. (hlm. 3-6). Alexandria: As- sociation for Supervision and Curriculum Development. Paul, R. & Binker, A. J. A. 1990. Socratic Questioning. Rohnert Park, CA: Center for Critical Thinking and Moral Critique. Paul, R. 1990. Critical Thinking: What Every Person Needs to Survive in a Rapidly Changing World. Rohnert Park, CA: Center for Critical Thinking and Moral Critique. Peraturan Menteri Pendidikan Nasio- nal Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Pro- ses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Phillips, V. & Bond, C. 2004. “Under- graduates’ Experiences of Criti- cal Thinking.” Higher Education Research & Development, 23(3), hlm. 277-294.
  • 15. 365 Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan Rutherford, F. J. & Ahlgren, A. 1990. Science for All Americans. New York: Oxford University Press. Seddigi, Z. S. & Overton, T. L. 2003. “How Students Perceive Group Problem Solving: the Case of a Non-Specialist Chemistry Class.” Chemistry Education: Research and Practice, 5(3), hlm. 387-395. Sellnow, D. D. & Ahlfeldt, S. L. 2005. “Fostering Critical Thinking and Teamwork Skills via Problem- based Learning (PBL) Approach to Public Speaking Fundamen- tals.” Communication Teacher, 19(1), hlm. 33-38. Sidi, I. D. 2003. Menuju Masyarakat Be- lajar: Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Ciputat: Logos Wa- cana Ilmu. Tan, O. S. 2003. Problem-based Learning Innovation: Using Problems to Po- wer Learning in the 21st Century. Singapore: Thomson Learning. Tsapartis, G. & Zoller, U. 2003. “Evaluation of Higher vs. Lower- order Cognitive Skills-Type Exa- mination in Chemistry: Impli- cations for University in-class Assessment and Examination.” U.Chem.Ed., 7, hlm. 50-57. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sis- tem Pendidikan Nasional. Walker, G. H., 2005. “Critical Thinking in Asynchronous Discussions.” International Journal of Instrucyio- nal Technology and Distance Learn- ing, 2(6), hlm. 19-21. White, H. B. 1996. “Dan Tries Problem- Based Learning: A Case.” http://- www.udel.edu/ pbl/dancase3.- html. (diunduh 3 Juli 2007). Yalcin, B. M., Karahan, T. F., Karade- nisil, D., & Sahin, E. M. 2006. “Short-Term Effects of Problem- Based Learning Curriculum on Students’ Self-Directed Skills Development.” Croatia Medical Journal, 47, hlm. 491-498. Zohar, A., Weinberger, Y., & Tamir, P. 1994. “The Effect of Biology Cri- tical Thinking Project in The De- velopment of Critical thinking.” Journal of Research in Science Teaching, 31(2), hlm. 183-196. Zoller, U., Ben-Chaim, D., & Ron, S. 2000. “The Disposition toward Critical Thinking of High School and University Science Students: An Inter-Intra Isreaeli-Italian Study.” International Journal of Science Education, 22(6), hlm. 571- 582.