Analisis budaya dijelaskan sebagai studi terhadap dimensi simbolik dari kehidupan sosial. Terdapat empat pendekatan utama dalam analisis budaya yaitu fenomenologi, antropologi budaya, strukturalisme, dan teori kritik. Pendekatan-pendekatan ini dikemukakan oleh Berger, Douglas, Foucault, dan Habermas sebagai kerangka untuk memahami budaya.
1. BAB I
PENDAHULUAN
Walaupun beberapa penelitian, teori-teori dan metode yang ada
dalam ilmu-ilmu sosial memilki langkah yang menggembirakan(
mangalami kemajuan), namun dalam beberapa dekade tarakhir, studi
terhadap budaya hanya mengalami sedikit kamjuan. Secara umum teori-
teori yang dihasilkan didasarkan pada hasil kerja empirik. Sejak perang
dunia kedua ilmu-ilmu sosial condong untuk memberikan sedikit perhatian
terhadap faktor kebudayaan. Dalam tradisi Marxist yang terkenal
cenderung mengabaikan alam budaya. Neo-marxis di Amerika dan Inggris
juga diusahakan dihilangkan dengan alasan hal itu adalah ideologis bukan
budaya. Pandangan Struktural-Fungsional terutama oleh Parson
mengidentifikasi budaya sebagai suatu sistem autonomous, tetapi
penelitian pengembangan terhadap sistem ini sangatlah sedikit.
Sedangkan simbolic interactionism menekankan pada simbol dan arti,
pengembagannya sekitarnya persepsi individu dalam lingkungan terkecil
dari pada dengan contoh/pola budayanya itu sendiri. Pandangan lain
adalah psikologi sosial, yang didalamnya mengamati fenomena
kebudayaan antara lain tentang kepercayaan dan sikap, tetapi
penekanannya lebih kepada jiwa individu dari pada mencurahkan teorinya
untuk penyelidikan tentang budaya. Dalam psikologi sosial, dimana
hubungan antara ‘budaya dan kepribadian’ menempati posisi formal yang
cukup penting, penelitiannya yang memfokuskan pada tiap kehidupan
juga kurang mengarah kepada budaya itu sendiri.
Mengapa studi tentang kebudayaan itu terhenti untuk dilanjutkan ?
beberapa waktu yang lalu, menurut interpretasi ini, para ilmuwan dibidang
sosial menemukan bahwa kebudayaan itu benar-benar sedikit berbeda
dalam urusan manusia. Mereka menganggap segalanya sebagai fakta
dari kehidupan sosial.
1
2. BAB II
ISI BUKU
A. Empat Pandangan Tentang Budaya
Dalam buku dikemukakan mengenai empat pendekatan dalam
mempelajari kebudayaan. Secara garis besar mainstreamnya ada diluar
ilmu sosial. Keempat Pendekatan ini berorientasi terhadp kenyataan dari
pikiran, simbolism, bahasa dan percakapan. Dalam tradisi filosofi ada
yang disebut positivistik dari ilmu sosial kontemporer. Keempat
pendekatan itu yaitu, pertama Fenomenologi, kedua, antropologi budaya,
ketiga strukturalime dan keempat adalah teori kritik.
Pendekatan-pendekatan ini merupakan yang terbesar di wilayah
Eropa, karena itu sebagian mungkin tidak cukup dikenal oleh bangsa
Amerika. Dalam buku ini yang memberikan kontribusi penulisan yaitu :
1. Peter L Berger yang mengemukakan pendekatan fenomenologi pada
pertengahan tahun 1960-an. Fenomenologi ini diilhami dari pendapat
Hegel dan merupakan refleksi dari filsafat teori tentang manusia.
2. Mary Douglas yang mengemukakan tentang antropologi budaya dari
tradisi British. Douglas mengemukakan pandangannya tentang ritual,
simbol-simbol, tata kehidupan sosial dan perbandingan kosmologis.
Pandangan Dougla ini merupakan inspirasi dari Manowski dan
Durkheim tentang sistem klasifikasi dalam masyarakat.
3. Michel Foucault, yang memberikan pandangan tentang tradisi
strukturalisme dari analisis budaya perancis.
4. Jurgen Habermas, orang jerman yang mengemukan tentang teori kritik
terhadap ilmu-ilmu sosial.Seperti halnya dengan penganut Madzhab
Frankfurt lainnya, ia memberi tafsiran baru pada ide Marx untuk
disesuaikan dengan keadaaan zaman modern. Konsep materialistik
sejarah Marx dianggap terlalu terikat pada falsafah Hagel., kaena itu
andaian Marx tentang metafisik harus diganti dengan teori kritik (critical
theory). Habermas mengenalkan alternatif model baru yaitu Logika
2
3. interaksi dan logika hermenutik, yang cenderung menuju kepada
praksis dengan logika dijadikan dasar herneutik. Dalam model ini hal
yang ditekankan adalah komunikasi, inti modelnya ialah dialog yang
berlangsung itu haruslah berdasarkan atas pengakuan diantara orang-
orang yang mengambil bagian dalam dialog tersebut dalam mencari
kemungkinan manusia menguasai teknologi. Melalui logika interaksi
dan hermeneutik, politik mewujudkan suatu ruang lingkup yang bebas
dari penguasaan dari semua orang dalam upaya mencapai bersama
serta kemanusiaan. Dari uraian itu tampak bahwa Habermas mencoba
untuk memindahkan pernanan kaum proletariat kepada para ilmuwan
yang melibatkan diri dari proses ilmiah., karena kini ilmu merupakan
daya kratifitas penting dalam masyarakat. Adapaun faktor utama yang
menentukan keadaan dan perkembangan masyarakat adalah ilmu,
serta cara-cara bagimanakah ilmuwan memahami tugas mereka, teori
kritik memberikan arahan dan pedoman bagi para ilmuwan itu. Model
yang ketiga yang diajukan Habermas adalah Praksis kritik atau
emansipatori, yang bertujuan untuk menjamin terjadinya perubahan
dalam struktur penguasaan dalam masyarakat (apabila model kedua
dianggap gagal). Dalam mengembangkan masyarakat perlu dicari cara
baru tentang struktur masyarakat dengan cara menghilangkan represif,
seperti menumbuh-kembangkan kaidah dalam menemukan unsur tak
sadar (psikoanalisis Frued) akibat tekanan, sehingga memungkinkan
para individu menerimanya secara sadar. Kritik terhadapHabermas
dalam memberikan konsep dialektik baru ialah ketiga model yang
tampak seperti lapisan itu berkaitan satu sama lainnya dianggap tidak
jelas.
Kontribusi dari Peter berger, Mary Douglas, Michel Foucault dan
Jurgen Heberrmas memberikan gambran yang jelas sebagai alternatif
dalam melakukan penyelidikan tentang budaya. Berger menekankan pada
interpretasi personal mengenai seseorang dalam menyesuaikan dengan
realitas kehidupan sehari-hari. Sedangkan Douglas menekankan pada
3
4. aturan ritual dan benda-benda artifact dalam mendefinisikan konsep;
Kalau Foucault kekuatan masalah–penguatannya pada kategori
pengetahuan dan Habermas asumsi utamanya adalah tindakan
komunikatif sebagai dasar epistimologi.
B. Analisis Budaya
Kesimpulannya, kerangka yang jelas muncul dari Berger, Douglas,
Foucault dan Habermas yang mengidentifikasi budaya sebagai aspek
nyata dari realitas sosial. Pola-pola yang muncul merupakan subyek untuk
diobservasi dan diinterpretasi secara teoritis. Analisis budaya dapat
didefinisikan sebagai studi terhadap dimensi simbolic expresive dari
kehidupan sosial. Subjek dari analisis budaya adalah apa yang nampak
dalam tindakan objektif, peristiwa-peristiwa, ungkapan-ungkapan dan
obyke dari interaksi sosial. Level yang tepat dari analisis adalah pola
antara interaksi dengan benda dari pada usaha untuk mereduksi budaya
lain sebagai bagian dari internal individu atau kondisi jasmaniah dari
masyarakat. Untuk itu analisis budaya berbeda dari disiplin ilmu yang lain
seperti psikologi sosial atau sosiologi dalam aspek unik dari tingkah laku
manusia.
Pertanyaan yang timbul apakah analisis budaya dapat produktif
dan apakah strateginya cukup berhasil untuk melakukan penyelidikan ?
Jawaban dari pertanyaan ini masih jauh dari kejelasan, tetapi beberapa
petunjuk dapat diidentifikasikan. Sebagai contoh: metode difokuskan pada
penyimpangan yang biasanya terlihat jelas pada strategi nilai dari
kerangka yang dikemukakanoleh Foucault dan Douglas. Kegilaan,
penyakit, siksaan, hukuman penjara, penyimpangan seksual semuanya
itu memberikan sumber pengetahuan tentang budaya. Penyimpangan
cenderung mendorong pembicaraan yang dapat dianalisis. Hal itu juga
merupakan merupakan tutjuan secara teoritis, sebagimana yang
diungkapkan Douglasdalam tindakan penyimpangan dramatis dari batas
budaya dan sebaliknya. Tindakan yang menyimpang batas budaya
4
5. menjadi didefinisikan sebagai penyimpangan. Karena itu penyimpangan
adalah sebuah kategori khusus untuk memahami sifat umum dari makna
budaya.
Tugas dasar dari anlisis budaya seharusnya menjadi studi dari
batas-batas simbolis untuk konstitusi pokok dari urusan perintah budaya.
Batas-batas simbolis memisahkan bidang, menciptakan kontek dalam
pikiran yang berarti dapat menggantikan tindakan. Selain itu yang
dipisahkan oleh batas-batas simbolis dapat juga join dengan mereka.
Sebagaimana yang diamati oleh Douglas dan Berger bahwa salah satu
yang mampu untuk mendorong (secara fisik dan mengandung ibarat) dari
satu bidang untuk lainnya umumnya ungkapan, konstitusi juga merupakan
dasar untuk menguji perbedaan budaya (khususnya dalam teori
Habermas mengenai evolusi budaya).
Berkenaan dengan budaya sebagai aspek yang dapat diobservasi
dari tingkah laku manusia biasa mengeaskan pada realitas batas-batas
simbolis. Sumber yang dikeluarkan dan pemeliharaan aktivitas sosial
dapat dipahami sebagai usaha untuk mepertajam batas untuk
mendefinisikan ulang perbedaan budaya.
Pelajarn lain dari teoritis adalah perspektif metateoritis pada alam
dari kultur modern yang penting untuk menjadi pedoman seleksi dari
problem konkrit dari penyelidikan. Namun dalam perspektifnya seringkali
terjadi dan bersandar pada asumsi-asumsi tentang pelajaran sejarah
bukan subjek diri mereka untu penyelidikan empiris. Analisis budaya dapat
diikuti dengan satu refrensi eksplisit atau lainnya dari kerangka
metateoritical. Pada kasus lain proses selektif akan menjadi timbul .
Sebagai petunjuk praktis analisis budaya memerlukan diskusi tentang
manfaat konsep alternatif dari sejarah.
Pada beberapa kasus hal tersebut merupakan fakta batas budaya
yang termasuk isu – antara alternatif konsep absolut, antara diri dan
masyarakat, antara keadaan dan diri, antara keadaan dan ekonomi dan
yang lainnya. Kemudian analisis praktis dari problem budaya kontemporer
5
6. dapat diperluas dengan mengeksplorasi cara pada batas-batas yang
didefinisikan dan menjadi gejala mendefinisikan budaya kembali.
Permulaan ini terlihat produktif dari wawasan selanjutnya dalam
studi tentang budaya. Sebagai contoh sepasang struktur bahasa yang
secara penuh dieksploitasi oleh Levi-Strauss meskipun tidak secara
universal Levi Strauss percaya. Contoh : bagus jahat, gelap terang. Batas-
batas simbolis sebagai keseimbangan antara tiap pasangan yang
mewakili benda signifikan untuk diselidiki.
6
7. BAB III
KESIMPULAN
Untuk melakukan penyelidikan tentang budaya perlu dilakukan
anlisis budaya. Sehingga analisis budaya ini dianggap sebagai studi
terhadap dimensi simbolic expresive dari kehidupan sosial. Subjek dari
analisis budaya adalah apa yang nampak dalam tindakan objektif,
peristiwa-peristiwa, ungkapan-ungkapan dan obyek dari interaksi sosial.
Level yang tepat dari analisis adalah pola antara interaksi dengan benda
dari pada usaha untuk mereduksi budaya lain sebagai bagian dari internal
individu atau kondisi jasmaniah dari masyarakat. Untuk itu analisis budaya
berbeda dari disiplin ilmu yang lain seperti psikologi sosial atau sosiologi
dalam aspek unik dari tingkah laku
Kerangka yang jelas dari analisis budaya ini muncul dari Peter L.
Berger, Mary Douglas, Michel Foucault dan Jurgen Habermas yang
mengidentifikasi budaya sebagai aspek nyata dari realitas sosial. Pola-
pola yang muncul merupakan subyek untuk diobservasi dan diinterpretasi
secara teoritis. Mereka adalah tokoh-tokoh dalam ilmu sosial yang berasal
dari daratan Eropa.
Ada empat pendekatan dalam menganalisis budaya yang terbesar
di wilayah Eropa, karena itu sebagian mungkin tidak cukup dikenal oleh
bangsa Amerika. Empat pendekatan itu sebagai berikut :
1. pendekatan fenomenologi yang dikemukakan oleh Peter L Berger
pada pertengahan tahun 1960-an. Fenomenologi ini diilhami dari
pendapat Hegel dan merupakan refleksi dari filsafat teori tentang
manusia.
2. Pendekatan antropologi budaya yang dikemukakan oleh Mary Douglas
tentang dari tradisi British. Douglas mengemukakan pandangannya
tentang ritual, simbol-simbol, tata kehidupan sosial dan perbandingan
kosmologis. Pandangan Dougla ini merupakan inspirasi dari Manowski
dan Durkheim tentang sistem klasifikasi dalam masyarakat.
7
8. 3. Pendekatan Strukturalisme yang dikemukakan oleh Michel Foucault,
yang memberikan pandangan tentang tradisi strukturalisme dari
analisis budaya perancis.
4. Pendekatan Teori kritik yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas.
Pendekatan ini merupakan upaya untuk menjamin adanya perubahan-
perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat.
8
9. DAFTAR PUSTAKA
Judistira Garna, 1996, Ilmu-ilmu Sosial Dasar konsep Posisi, Program
Pasca Sarjana Universitas Padjajaran, Bandung
Wuthnow, Robert, James Davison, Albert Bergesen and Edith Kurzweil,
1984, Cultural Analysis, Boston, London
9