Kartu Snellen digunakan untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dengan membaca huruf pada jarak tertentu. Tajam penglihatan 6/6 berarti dapat membaca huruf pada jarak 6 meter, sedangkan orang normal juga dapat. Jika hanya dapat membaca pada jarak lebih jauh, tajam penglihatannya lebih rendah. Kartu ini berguna untuk mengetahui kondisi penglihatan dan kebutuhan koreksi.
1. 15 August 2007
Tajam Penglihatan
Kemampuan seseorang untuk melihat suatu objek dengan ukuran tertentu dan dari jarak
tertentu. Alat yang biasa digunakan untuk mengetahui tajam penglihatan sesorang adalah
dengan Snellen Chart.
Biasanya dengan jarak ukur 6 meter dari Snellen chart , dimana sinar yang masuk ke mata
dianggap sejajar sehingga mata tidak melakukan akomodasi.
Notasi untuk memberi penilaian tajam penglihatan bisa dalam bentuk decimal contoh (0.8,
1.0), Pecahan dalam meter ( 6/6, 6/15) atau dalam pecahan dalam satuan feet (20/20, 20/25).
Jika seseorang bisa membaca huruf pada notasi 6, maka orang tersebut normal dan Acies
Visus nya 6/6. ( Acies visus ( AV ) adalah Tajam penglihatan sesorang sebelum di koreksi ).
Jika seseorang hanya bisa membaca huruf pada notasi 15, maka orang ini tidak normal
penglihatannya dan AV nya adalah 6/15 begitu seterusnya.
Angka 6/15 juga berarti bahwa orang itu hanya bisa melihat objek sebesar itu pada jarak 6
meter, sedangkan orang normal bisa melihat objek itu pada jarak 15 meter.
Nah bagaimana dengan tajam penglihatan mata anda?, anda bisa memeriksakan mata anda ke
Dokter spesialis mata atau dating ke Optik dimana ada Refraksionis optisien yang akan
memeriksa visus mata anda.
Kemampuan seseorang untuk melihat suatu objek dengan ukuran tertentu dan dari jarak
tertentu. Alat yang biasa digunakan untuk mengetahui tajam penglihatan sesorang adalah
dengan Snellen Chart.
Biasanya dengan jarak ukur 6 meter dari Snellen chart , dimana sinar yang masuk ke mata
dianggap sejajar sehingga mata tidak melakukan akomodasi.
Notasi untuk memberi penilaian tajam penglihatan bisa dalam bentuk decimal contoh (0.8,
1.0), Pecahan dalam meter ( 6/6, 6/15) atau dalam pecahan dalam satuan feet (20/20, 20/25).
Jika seseorang bisa membaca huruf pada notasi 6, maka orang tersebut normal dan Acies
Visus nya 6/6. ( Acies visus ( AV ) adalah Tajam penglihatan sesorang sebelum di koreksi ).
Jika seseorang hanya bisa membaca huruf pada notasi 15, maka orang ini tidak normal
penglihatannya dan AV nya adalah 6/15 begitu seterusnya.
Angka 6/15 juga berarti bahwa orang itu hanya bisa melihat objek sebesar itu pada jarak 6
meter, sedangkan orang normal bisa melihat objek itu pada jarak 15 meter.
2. Nah bagaimana dengan tajam penglihatan mata anda?, anda bisa memeriksakan mata anda ke
Dokter spesialis mata atau dating ke Optik dimana ada Refraksionis optisien yang akan
memeriksa visus mata anda.
Emmetropia atau Mata Normal
oleh: nf88ja
Summary rating: 5 stars (95 Tinjauan)
Kunjungan : 1119
kata:300
More About : pengertian tajam penglihatan 6/6
ª
Emmetropia berasal ari kata Yunani, emmetros yang berarti ukuran normal atau dalam
keseimbangan wajar, sedangkan arti opsis adalah penglihatan. Mata dengan sifat emmetropia
adalah keadaan mata tanpa adanya kelainan refraksi (pembiasan) sinar mata dan berfungsi normal.
Pada mata emmetropia ini daya biasnya adalah normal, dimana sinar jauh difokuskan sempurna di
daerah macula lutea tanpa bantuan akomodasi, atau lebih detilnya adalah dimana sinar sejajar yang
masuk kebola mata dibiaskan oleh media refrakta dalam sumbu orbit membentuk satu titik fokus
tepat di retina(macula lutea). Namun jika sinar sejajar tidak difokuskan tepat diretina disebut
ametropia.
Perlu diketahui bahwa media refrakta meliputi :
kornea,
lensa mata ( lensa kristalin ),
badan kaca,
retina.
Pada mata emmetropia akan mempunyai penglihatan normal yaitu 6/6 atau 20/20 dalam keadaan
100%. Jika media refrakta mengalami kekeruhan maka sinar sejajar tidak dapat diteruskan ke retina.
Pada keadaan seperti ini sudah dipastikan bahwa penglihatan tidak akan mencapai 6/6. Perlu
diketahui walaupun mata dalam keadaan bentuk yang normal tetapi media refrakta yang ada
didalamnya terjadi kekeruhan maka penglihatan tetap tidak dapat sempurna mencapai 6/6,
sehingga yang terjadi pada tajam penglihatannya berkisar 6/40, bahkan jika lebih parah hanya
mencapai pada 1/300.
Arti dari 6/6 adalah suatu perbandingan dimana pada mata seseorang dapat melihat pada
jarak 6 meter, sedangkan mata pada orang normal juga dapat melihat pada jarak 6 meter.
3. Arti dari 6/40 adalah jika pada seseorang (penderita ametropia) hanya dapat melihat suatu
obyek pada jarak 6 meter dengan benda yang sudah ditentukan besarannya, sedangkan
orang dengan mata normal dapat melihat obyek yang sudah ditentukan tadi dengan jarak 40
meter.
Pemeriksaan Visus Mata
Tidak semua orang mempunyai visus
yang sama. Visus dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata. Visus penderita
bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kaca mata) tetapi mempunyai arti yang
lebih luas yaitu memberi keterangan tentang baik buruknya fungsi mata secara keseluruhan.
Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan fungsi mata. Gangguan penglihatan memerlukan
pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya visus.
Visus perlu dicatat pada setiap mata yang memberikan keluhan mata.
Pemeriksaan visus dapat dilakukan dengan menggunakan Optotype Snellen, kartu Cincin
Landolt, kartu uji E, dan kartu uji Sheridan/Gardiner. Optotype Snellen terdiri atas sederetan
huruf dengan ukuran yang berbeda dan bertingkat serta disusun dalam baris mendatar. Huruf
yang teratas adalah yang besar, makin ke bawah makin kecil. Penderita membaca Optotype
Snellen dari jarak 6 m, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan
beristirahat atau tanpa akomodasi. Pembacaan mula-mula dilakukan oleh mata kanan dengan
terlebih dahulu menutup mata kiri. Lalu dilakukan secara bergantian. Tajam penglihatan
dinyatakan dalam pecahan. Pembilang menunjukkan jarak pasien dengan kartu, sedangkan
penyebut adalah jarak pasien yang penglihatannya masih normal bisa membaca baris yang
sama pada kartu. Dengan demikian dapat ditulis rumus:
V =D/d
Keterangan:
V = ketajaman penglihatan (visus)
d = jarak yang dilihat oleh penderita
D = jarak yang dapat dilihat oleh mata normal
Pada tabel di bawah ini terlihat visus yang dinyatakan dalam sistem desimal, Snellen dalam
meter dan kaki.
Data Penggolongan Visus dalam Desimal
4. Data Penggolongan Visus
Dengan Optotype Snellen dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat
seseorang, seperti :
1. Bila visus 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang
normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.
2. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka 30, berarti
tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
3. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti
tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
4. Bila visus adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak 6 meter yang oleh orang
normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.
5. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji
hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.
6. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak
3 meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat
dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
7. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan visus pasien yang lebih buruk
daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 1 meter,
berarti visus adalah 1/300.
8. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat
lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/~. Orang normal dapat
melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga.
9. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya
adalah 0 (nol) atau buta total. Visus dan penglihatan kurang dibagi dalam tujuh kategori.
Adapun penggolongannya adalah sebagai berikut:
a. Penglihatan normal
Pada keadaan ini penglihatan mata adalah normal dan sehat
5. b. Penglihatan hampir normal
Tidak menimbulkan masalah yang gawat, akan tetapi perlu diketahui penyebabnya. Mungkin
suatu penyakit masih dapat diperbaiki.
c. Low vision sedang
Dengan kacamata kuat atau kaca pembesar masih dapat membaca dengan cepat.
d. Low vision berat
Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum akan tetapi mendapat kesukaran pada lalu
lintas dan melihat nomor mobil. Untuk membaca diperlukan lensa pembesar kuat. Membaca
menjadi lambat.
e. Low vision nyata
Bertambahnya masalah orientasi dan mobilisasi. Diperlukan tongkat putih untuk mengenal
lingkungan. Hanya minat yang kuat masih mungkin membaca dengan kaca pembesar,
umumnya memerlukan Braille, radio, pustaka kaset.
6. f. Hampir buta
Penglihatan kurang dari 4 kaki untuk menghitung jari. Penglihatan tidak bermanfaat, kecuali
pada keadaan tertentu. Harus mempergunakan alat nonvisual.
g. Buta total
Tidak mengenal rangsangan sinar sama sekali. Seluruhnya tergantung pada alat indera
lainnya atau tidak mata. Di bawah ini ditunjukkan tabel penggolongan keadaan tajam
penglihatan normal, tajam penglihatan kurang (low vision) dan tajam penglihatan dalam
keadaan buta.
Source : http://venasaphenamagna.blogspot.com/2011/02/pemeriksaan-visus-mata.html
Fungsi Kartu Snellen Standar
Juni
05 undefined
den ger
Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan melihat
seseorang seperti :
Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh
orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter.
Bila pasien hanya dapat membaca pada baris yang menunjukkan angka 30, berarti tajam
penglihatan pasien adalah 6/30.
Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka 50, berarti
tajam penglihatan pasien ialah 6/50.
Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada 6 meter yang oleh
orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60 meter.
Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan uji
hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.
Bila pasien hanya dapat melihat atu menentukan jumlah jari yang diperhatikan pada jarak 3
meter maka dinyatakan tajam 3/60. dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat
dinilai sampai 1/60, yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien lebih buruk
daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300
meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam
penglihatannya adalah 1/300.
Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat
lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/-. Orang normal dapat
melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga.
Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya
adalah 0 (nol) atau buta total.
Hal di atas dapat dilakukan apda orang yang telah dewasa atau dapat berkomunikasi. Pada bayi tidak
mungkin dilakukan pemeriksaan tersebut. Pada bayi yang belum mempunyai penglihatan seperti
orang dewasa secara fungsional dapat dinilai apakah penglihatannya akan berkembang normal
7. adalah dengan melihat refleks fiksasi.
Bayi normal akan dapat berfiksasi pada usia 6 minggu, sedang mempunyai kemampuan untuk dapat
mengikuti sinar pada usia 2 bulan. Refleks pupil sudah mulai terbentuk sehingga dengan cara ini
dapat diketahui keadaan fungsi bayi pada masa perkembangannya. Pada anak yang lebih besar
dapat dipakai benda-benda yang lebih besar dan berwarna untuk digunakan dalam pengujian
penglihatan.
Untuk mengetahui sama atau tidaknya ketajaman penglihatan kedua mata akan dapat dilakukan
dengan uji menutup salah satu mata. Bila satu mata ditutup akan menimbulkan reaksi yang berbeda
pada sikap anak berarti ia sedang memakai mata yang tidak disenangi atau kurang baik dibanding
mata yang lainnya.
Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat kelainan refraksi, maka dilakukan
uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang
masih dapat dikoreksi dengan kaca mata. Bila penglihatannya berkurang dengan diletakkannya
pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan yang
mengakibatkan penglihatan menurun. Pada seseorang yang terganggu akomodasinya atau adanya
presbiopia, maka apabila melihat benda-benda yang sedikit didekatkan akan terlihat kabur
Visus penglihatan
Di kalangan refraksionis (ahli pemeriksaan refraksi mata) dan kedokteran mata,
dikenal dengan istilah uji visus dasar (visus = tajam penglihatan). Pada prinsipnya,
uji visus ini adalah upaya untuk mengetahui ketajaman penglihatan seseorang dan
menilainya dengan dibandingkan penglihatan normal. Jadi, hasil dari uji visus ini
berupa angka perbandingan yang menggambarkan kemampuan penglihatan pasien
yang diuji bila dibandingkan dengan penglihatan orang normal.
Alat yang dipakai sebagai obyek tes untuk uji visus ini (biasa disebut optotip)
adalah berupa kartu besar atau papan yang berisi huruf - huruf atau angka atau
gambar/simbol dalam berbagai ukuran (tertentu) yang disusun urut dari yang
terbesar di atas, makin kebawah makin kecil. Setiap ukuran huruf diberi kode
angka yang dipakai untuk menilai kemampuan penglihatan pasien yang diuji. Dalam
penulisan kode - kode tersebut, ada 3 standar notasi yang sering digunakan, yaitu
notasi metrik (Belanda), notasi feet (Inggeris/imperial), dan notasi desimal
(Amerika). Notasi metrik bisa dikenali dengan nilai pembilang yang umumnya 6
(6/…), feet dengan nilai 20 (20/…) dan desimal, sesuai dengan namanya, notasinya
berbentuk bilangan desimal (0,…). Ukuran huruf terbesar pada optotip, umumnya
berkode 6/60 atau 20/200 atau 0,1.
Penempatan optotip (banyak yang menyebut kartu Snellen), sebaiknya berada di
area yang penerangannya bagus namun tidak menimbulkan efek silau. Akan sangat
8. bagus bila ditempatkan di bawah downlight yang cukup terang, dalam ruang yang
penerangannya redup.
Cara pengujiannya, tempatkan diri anda sejarak 6 meter (20 feet) dari optotip,
tutup sebelah mata anda dengan tangan (jangan dipejamkan) dan amati huruf-
huruf (atau angka, atau simbol) yang menjadi obyek tes pada optotip tersebut
secara urut dari yang terbesar. Perhatikan baris huruf terkecil yang masih mampu
anda lihat dengan jelas, lihat kodenya. Jika anda masih mampu melihat dengan
jelas huruf - huruf yang berkode 6/30, dan baris huruf di bawahnya tidak mampu
lagi, berarti nilai ketajaman penglihatan anda adalah 6/30. Angka 6 menyatakan
jarak anda dengan optotip (jarak periksa) yaitu 6 meter, sedangkan angka 30
menyatakan bahwa huruf tersebut masih bisa dilihat dengan jelas oleh penglihatan
normal dari jarak 30 meter. Ini bisa dikatakan bahwa anda memiliki tajam
penglihatan sebesar 6/30 atau 1/5 (atau 20%) dari penglihatan normal. Lakukan
untuk mata yang sebelah lagi, dengan cara yang sama seperti sebelumnya.
Mengapa tidak dilakukan dengan kedua mata terbuka secara bersamaan? Karena
ada kemungkinan terjadi perbedaan kemampuan antara mata kiri dengan yang
kanan, jadi harus dilakukan penilaian sendiri - sendiri untuk mata kanan dan kiri.
Penglihatan yang normal akan memiliki skor 6/6 (20/20 dalam notasi feet) yang
berarti mampu melihat jelas huruf - huruf yang berkode 6/6 (20/20 dalam notasi
feet) pada optotip.
Bagaimana jika anda tidak mampu melihat dengan jelas huruf (atau angka atau
simbol) yang terbesar di optotip? Untuk melakukan pengujian ini, anda butuh
bantuan orang lain yang sebaiknya mengerti tentang cara pemeriksaan tajam
penglihatan secara benar. Anda bisa menemui Refraksionis Optisi di optikal
langganan anda atau ke dokter mata. Jika orang yang diuji penglihatannya tidak
mampu melihat huruf/angka/simbol terbesar pada optotip, pengujian tajam
penglihatan akan dilakukan dengan cara menghitung jari tangan pemeriksa yang
diposisikan di depan dada. Mula - mula, pemeriksa berdiri sejarak 1 meter dari
orang yang diuji dan diminta menyebutkan jumlah jari tangan yang ditunjukkan
oleh pemeriksa. Secara berangsur - angsur, pemeriksa mundur sejauh 1 meter
hingga orang yang diuji tidak mampu melihat dengan jelas jari - jari tangan
pemeriksa. Tentu saja setiap mundur 1 meter pemeriksa harus mengubah jumlah
jari yang ditunjukkannya. Jarak terjauh di mana orang yang diuji masih bisa
menghitung jari pemeriksa dengan benar, itulah nilai ketajaman penglihatannya.
Penglihatan orang normal akan masih mampu melihat jari tangan dengan jelas
pada jarak 60 meter. Jika orang yang diuji hanya mampu menghitung jari tangan
dengan benar pada jarak 4 meter, maka tajam penglihatannya dinotasikan 4/60,
atau ada juga yang menotasikan CF 4 (CF= Count Fingers).
Jika orang yang diuji tidak mampu melihat jari tangan dengan jelas pada jarak 1
meter, pengujian penglihatan dilakukan dengan ayunan/lambaian tangan.
Pemeriksa mengayunkan tangan ke atas-bawah atau ke kiri-kanan yang diposisikan
di depan dada pemeriksa. Langkah - langkahnya hampir serupa dengan uji hitung
jari, hanya orang yang diuji diminta menyebutkan arah goyangan/lambaian tangan
pemeriksa. Penglihatan orang normal masih mampu mengenal arah goyangan
9. tangan pada jarak 300 meter. Jika orang yang diuji hanya mampu mengenal arah
goyangan tangan dari jarak 4 meter, maka tajam penglihatannya dinotasikan 4/300
atau HM 4 (HM= Hand Motion).
Pengujian dengan menggunakan sorotan cahaya lampu dilakukan jika orang yang
diuji tidak mampu mengenal arah goyangan tangan dari jarak 1 meter. Jika orang
yang diuji masih mampu merespon adanya cahaya yang diarahkan ke
penglihatannya, maka tajam penglihatannya dinotasikan 1/~ atau LP (Light
Perception). Jika tidak, maka dinotasikan nol atau NLP (No Light Perception).
Seseorang sudah dinyatakan buta jika tajam penglihatan dengan koreksi terbaiknya
hanya mencapai 20/200 atau lebih rendah dari itu.
No 2
Pengertian Rabun Jauh (Miopi)
Miopia
Miopia adalah anomali refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan
retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi
refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata akan jatuh di
depan retina, tanpa akomodasi. Miopia berasal dari bahasa Yunani “muopia” yang memiliki
arti menutup mata. Miopia merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya
adalah “nearsightedness” (American Optometric Association, 2006).
Miopia atau sering disebut sebagai rabun jauh merupakan jenis kerusakan mata yang
disebabkan pertumbuhan bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang
terlalu cekung (Sidarta, 2007).
Penyebab
Penyeba miopia dipengaruhi berbagai faktor, antara lain :
1. Genetika (Herediter)
Penelitian genetika menunjukkan bahwa miopia ringan dan sedang biasanya bersifat
poligenik, sedangkan miopia berat bersifat monogenik. Penelitian pada pasangan kembar
monozigot menunjukkan bahwa jika salah satu dari pasangan kembar ini menderita miopia,
10. terdapat risiko sebesar 74 % pada pasangannya untuk menderita miopia juga dengan
perbedaan kekuatan lensa di bawah 0,5 D.
2. Nutrisi
Nutrisi diduga terlibat pada perkembangan kelainan-kelainan refraksi. Penelitian di Afrika
menunjukkan bahwa pada anak-anak dengan malnutrisi yang berat terdapat prevalensi
kelainan refraksi (ametropia, astigmatisma, anisometropia) yang tinggi.
3. Tekanan Intraokuler
Peningkatan tekanan intraokuler atau peningkatan tekanan vena diduga dapat menyebabkan
jaringan sklera teregang. Hal ini ditunjang oleh penelitian pada monyet, yang mana ekornya
digantung sehingga kepalanya terletak di bawah. Pada monyet-monyet tersebut ternyata
timbul miopia.
Pembagian
Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata, miopia
dapat dibagi kepada dua yaitu :
1. Miopia Simpleks : Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang ringan ini
berupa kresen miopia yang ringan dan berkembang sangat lambat. Biasanya tidak terjadi
kelainan organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa mencapai tajam penglihatan yang
normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi biasanya kurang dari -6D. Keadaan ini disebut
juga dengan miopia fisiologi.
2. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia
progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Tanda-tanda
miopia maligna adalah adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan
oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan
tingkat keparahan miopia dengan waktu yang relatif pendek. Kelainan refrasi yang terdapat
pada miopia patologik biasanya melebihi -6 D (Sidarta, 2007).
Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara klinis dapat terbagi lima
yaitu:
1. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu panjang atau
indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi.
2. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling kurang cahaya.
Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap tahap pencahayaan yang ada.
Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk
memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi
miopia.
3. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme
akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang memegang lensa
kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat miopia ini hanya
sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak
boleh buru – buru memberika lensa koreksi.
11. 4. Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia
progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah
normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke
waktu.
5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat – obatan, naik turunnya
kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan sebagainya.
Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk
mengkoreksikannya (Sidarta, 2007):
1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
2. Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
3. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah (Sidarta, 2007):
1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
2. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.
3. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun.
4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
Cara Terjadi Rabun jauh
Miopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan disebut sebagai
miopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif yang tinggi atau akibat indeks
refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat. Dalam hal ini disebut sebagai miopia refraktif
(Curtin, 2002).
Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya apabila miopia lebih dari -6 dioptri(D)
disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk
stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi
korioretina. Atrofi retina terjadi kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang
terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya
neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen
epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris retina luar dan dewasa akan terjadi degenerasi
papil saraf optik (Sidarta, 2007).
Terjadinya perpanjangan sumbu yang berlebihan pada miopia patologi masih belum
diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasia dan komplikasi penyakit ini,
seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaukoma. Columbre melakukan penelitian
tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya,
tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika
kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan okular postnatal pada mata
manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua
mekanisme patogenesis terhadap elongasi berlebihan pada miopia.
Diagnosis Miopia
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan melihat terlalu
dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh. Pasien dengan
miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah
kelopak yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan memicingkan matanya untuk
mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek lubang kecil. Pasien miopia
12. mempunyai pungtum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata
ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esoptropia. Pada pemeriksaan
funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus
posterior fundus mata miopia, yang terdapat pada daerah papil saraf optik akibat tidak
tertutupnya sklera oleh koroid. Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan
pada fundus okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer ( Sidarta,
2007).
Pengujian atau test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata secara umum atau standar
pemeriksaan mata, (Sidarta, 2003) terdiri dari :
Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen) dan jarak dekat (Jaeger).
Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kaca mata.
Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan kemungkinan ada atau tidaknya
kebutaan.
Uji gerakan otot-otot mata.
Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di retina.
Mengukur tekanan cairan di dalam mata.
Pemeriksaan retina.
Lensa Kontak Khusus Atasi Miopia
Penulis : Prita Daneswari|Senin, 09 Mei 2011
LENSA kontak ini dikenakan hanya pada malam hari dan dilepaskan di pagi hari. Lensa ini
dirancang khusus untuk memulihkan penglihatan hingga normal hari demi hari tanpa perlu
menggunakan kacamata atau lensa kontak lain.
Miopia pada anak-anak dapat diperlambat atau bahkan dihentikan dengan memakai lensa
kontak khusus ini. Temuan ini menunjukkan bahwa lensa orthokeratology (OK) dapat
membantu mengurangi pertumbuhan miopia di seluruh dunia, khususnya di Asia.
"Riset kami telah menunjukkan bahwa lensa OK efektif, setidaknya dalam jangka pendek,
13. guna menghentikan perkembangan miopia," kata Helen Swarbrick, yang mengepalai
Universitas New South Wales, seperti dikutip dari ToI, (4/5).
Lensa OK telah digunakan selama bertahun-tahun, terutama digunakan untuk mengoreksi
miopia tingkat rendah sampai sedang, katanya. "Terbukti, setelah memakai lensa selama 1
jam lalu dilepaskan, penderita myopia bisa membaca dua baris kalimat berukuran lebih kecil
pada tabel visi dokter mata standar," kata Swarbrick.
"Efeknya dramatis. Setelah satu malam memakai lensa OK, penglihatan dapat meningkat
sebanyak enam sampai tujuh baris."
Faktor genetik, pola makan, dan kebiasaan bekerja dalam jarak pandang dekat seperti
membaca, menonton TV, dan melihat layar komputer mungkin menjelaskan mengapa kasus
miopia meningkat secara dramatis. (Pri/OL-06)
Penyebab Mata Butuh Kacamata (1)
March 25th, 2008 paknenisna Leave a comment Go to comments
Normalnya, sinar - sinar sejajar yang masuk ke dalam bola mata akan dibiaskan oleh sistem
optis bolamata dan terfokus dalam satu titik yang jatuh tepat pada retina. Kondisi ini disebut
emmetropia.
Sayang, tidak semua orang memiliki kondisi mata yang ideal seperti itu. Pada beberapa
orang, titik fokus dari sinar - sinar tersebut justru jatuh di depan retina, atau di belakang
retina. Bahkan, dapat terjadi sistem optis bolamata membiaskannya tidak saja menjadi satu
titik fokus, tetapi malah dua atau bahkan lebih. Kondisi inilah yang disebut ammetropia, dan
menyebabkan mata tidak dapat melihat dengan sempurna, bahkan kabur sama sekali.
Ammetropia ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
Miopia
Adalah kondisi di mana sinar - sinar sejajar yang masuk ke bolamata titik fokusnya jatuh di
depan retina.
14. Istilah myopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2, yang mana terbentuk
dari dua kata, meyn yang berarti menutup, dan ops yang berarti mata. Ini memang
menyiratkan salah satu ciri - ciri penderita miopia yang suka menyipitkan matanya ketika
melihat sesuatu yang baginya nampak kurang jelas, karena dengan cara ini akan terbentuk
debth of focus di dalam bola mata sehingga titik fokus yang tadinya berada di depan retina,
akan bergeser ke belakang mendekati retina.
Sebenarnya, miopia juga dapat dikatakan merupakan keadaan di mana panjang fokus media
refrakta lebih pendek dari sumbu orbita (mudahnya, panjang aksial bola mata jika diukur dari
kornea hingga makula leutea di retina). Berdasarkan pengertian ini, maka dikenal dua jenis
miopia, yaitu:
1. Miopia aksial, adalah miopia yang disebabkan oleh sumbu orbita yang lebih panjang
dibandingkan panjang fokus media refrakta. Dalam hal ini, panjang fokus media
refrakta adalah normal (± 22,6 mm) sedangkan panjang sumbu orbita > 22,6 mm.
2. Miopia refraktif, adalah miopia yang disebabkan oleh panjang fokus media refrakta
yang lebih besar dibandingkan panjang sumbu orbita normal (± 22,6 mm).
Klasifikasi miopia yang umum diketahui adalah berdasarkan ukuran dioptri lensa yang
dibutuhkan untuk mengkoreksinya.
Miopia ringan, lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri.
Miopia sedang, lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
Miopia tinggi, lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita miopia kategori ini rawan
terhadap bahaya pengelupasan retina dan glaukoma sudut terbuka.
Sedangkan klasifikasi secara klinis adalah sebagaimana berikut:
1. Simple Myopia, adalah miopia yang disebabkan oleh dimensi bolamata yang terlalu
panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa kristalin yang terlalu tinggi.
2. Nocturnal Myopia, adalah miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi sekeliling
kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap level
pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang
membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga
menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia.
3. Degenerative Myopia, disebut juga malignant, pathological, atau progressive myopia.
Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah
15. normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia jenis ini bertambah buruk dari
waktu ke waktu.
4. Pseudomyopia, diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme
akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot - otot siliar yang memegang lensa
kristalin. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat miopia ini
hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus
ini, tidak boleh buru - buru memberikan lensa koreksi.
5. Induced Myopia, merupakan miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat - obatan,
naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa, dan
sebagainya.
Faktor - faktor penyebab miopia :
Pada miopia aksial;
Menurut Plempius (1632), memanjangnya sumbu bolamata tersebut disebabkan oleh
adanya kelainan anatomis.
Menurut Donders (1864), memanjangnya sumbu bolamata tersebut karena bolamata
sering mendapatkan tekanan otot pada saat konvergensi.
Menurut Levinsohn (1925), memanjangnya sumbu bolamata diakibatkan oleh
seringnya melihat ke bawah pada saat bekerja di ruang tertutup, sehingga terjadi
regangan pada bolamata.
Pada miopia refraktif, menurut Albert E. Sloane dapat terjadi karena beberapa macam sebab,
antara lain :
Kornea terlalu melengkung (< 7,7 mm).
Terjadi hydrasi / penyerapan cairan pada lensa kristalin sehingga bentuk lensa
kristalin menjadi lebih gembung dan daya biasnya meningkat. Hal ini biasanya terjadi
pada penderita katarak stadium awal (immatura).
Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bolamata (biasanya terjadi pada penderita
diabetes melitus).
Beberapa hal yang mempengaruhi resiko terjadinya miopia, antara lain :
1. Keturunan. Orang tua yang mempunyai sumbu bolamata yang lebih panjang dari
normal akan melahirkan keturunan yang memiliki sumbu bolamata yang lebih
panjang dari normal pula.
2. Ras/etnis. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan miopia yang lebih besar
(70% - 90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30% - 40%). Paling kecil adalah
Afrika (10% - 20%).
3. Perilaku. Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat memperbesar
resiko miopia. Demikian juga kebiasaan membaca dengan penerangan yang kurang
memadai.
Penderita myopia yang tidak terkoreksi, biasanya akan mengeluhkan:
Sering sakit kepala, beberapa orang mengatakan pusing.
Cepat lelah mata pada waktu mengemudi, kesulitan membaca/mengamati rambu -
rambu jalan.
16. Kesulitan membaca/mengamati papan tulis atau layar tampilan lcd projektor, terutama
ketika posisi duduknya agak jauh di belakang.
Tanda - tanda adanya miopia ditunjukkan dengan kebiasaan penderitanya untuk
memicingkan/menyipitkan mata pada saat melihat obyek pada jarak agak jauh. Pada anak -
anak usia sekolah, biasanya juga ditunjukkan oleh prestasi belajar yang memburuk.
Mengatasi kondisi miopia.
Dari ulasan mengenai beberapa faktor penyebab di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kondisi miopia tersebut secara teoritis akan dapat diatasi dengan cara:
1. Menempatkan lensa berkekuatan negatif di depan sistem optis bola mata. Cara ini
paling mudah dan banyak dilakukan, yaitu dengan menggunakan kacamata maupun
lensa kontak.
2. Mengurangi kelengkungan (artinya, membuat kondisinya menjadi lebih flat/rata)
permukaan depan kornea, yang tujuannya adalah mengurangi daya bias sistem optis
bolamata sehingga titik fokusnya bergeser mendekat ke retina. Metode non operatif
untuk ini adalah Orthokeratology, yaitu dengan menggunakan lensa kontak kaku
untuk (selama beberapa waktu) memaksa kontur kornea mengikuti kontur lensa
kontak tersebut. Sedangkan metode operatif yang mulai populer di Indonesia saat ini
adalah LASIK yang dianggap lebih modern dari pada PRK dan LASEK.
3. Memperpipih bentuk lensa kristalin, yaitu dengan mempengaruhi otot siliaris yang
menjadi tempat bergantungnya lensa kristalin. Namun, pada prakteknya, ini hanya
dapat dilakukan jika kecembungan berlebihan yang terjadi pada lensa kristalin
tersebut diakibatkan oleh kekejangan akomodasi.
4. Mengurangi indeks bias cairan dalam bolamata. Pada prakteknya, hingga saat ini,
penulis belum menemukan referensi yang menyebutkan bahwa secara ilmiah
kedokteran ada yang berhasil melakukannya.
No 3
Rabun Dekat (Hipermetropi)
Rabun Dekat (Hipermetropi)- Hipermetropi atau rabun dekat adalah mata yang tidak dapat
memfokuskan benda pada jarak dekat. Rabun dekat ini merupakan kebalikan dari rabun jauh.
Walaupun penderita rabun dekat (Hipermetropi) (benda-benda jauh biasanya terlihat jelas,
titik dekat (PP) agak lebih besar dari mata “normal” 25 cm, yang menyebabkan penderita
17. rabun dekat atau hipermetropi sulit membaca. Kelainan rabun dekat atau hipermetropi
disebabkan lensa mata terlalu pipih sehingga bayangan benda yang dilihat terbentuk di
belakang retina. Cacat mata rabun dekat atau hipermetropi dapat ditolong dengan lensa
konvergen (cembung), tampak seperti pada Gambar 1. Memperbaiki mata rabun dekat.
Gambar 1. Memperbaiki cacat mata rabun dekat dengan lensa cembung
Cacat mata yang sama dengan rabun dekat atau hipermetropi adalah presbiopi, yaitu mata
yang tidak dapat melihat dengan jelas pada jarak yang jauh maupun jarak baca mata normal.
Kacamata Berlensa Cembung untuk Rabun dekat (Hipermetropi)
Karena rabun dekat (hipermetropi) tidak dapat melihat benda-benda dekat dengan jelas, lensa
kacamata yang digunakannya haruslah lensa yang dapat membentuk bayangan benda-benda
dekat tepat di titik dekat matanya. Benda-benda dekat yang dimaksud yang memiliki jarak 25
cm di depan mata. Oleh karena itu, untuk penderita rabun dekat lensa kacamata harus
membentuk bayangan benda pada jarak S = 25 cm tepat di titik dekat (PP, punctum
proximum) atau S„ = –PP. Kembali tanda negatif diberikan pada S„ karena bayangannya
bersifat maya atau di depan lensa. Jika nilai S dan S„ ini dimasukkan ke dalam Persamaan
dan
Diperoleh
dengan PP dinyatakan dalam satuan meter (m) dan P dalam dioptri. Karena PP > 0,25 m,
kekuatan lensa P akan selalu positif. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang bermata
rabun dekat (hipermetropi) perlu ditolong oleh kacamata berlensa positif (cembung atau
konvergen).
Contoh menghitung kekuatan lensa mata rabun dekat (hipermetropi)
18. Seseorang penderita rabun dekat menggunakan kacamata berkekuatan +2 dioptri agar dapat
membaca seperti orang bermata normal. Berapa jauhkah letak benda terdekat ke matanya
yang masih dapat dilihatnya dengan jelas?
Jawab
Letak benda terdekat ke mata yang masih dapat dilihat dengan jelas oleh mata tidak lain
adalah titik dekat atau punctum proximum (PP). Ambil jarak baca orang bermata normal 25
cm. Oleh karena orang tersebut menggunakan lensa positif atau lensa cembung maka sesuai
dengan persamaan diatas, diperoleh
sehingga diperoleh titik dekat mata penderita rabun dekat tersebut adalah PP = ½ m = 50 cm.
Hipermetropia
Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di
belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara panjang bola
mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar terletak di
belakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan panjang sumbu bola mata
(hipermetropia aksial), seperti yang terjadi pada kelainan bawaan tertentu, atau penurunan
indeks bias refraktif (hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak mempunyai lensa).
Pasien dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya
berakomodasi. Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 D maka penglihatan jauh juga akan
terganggu. Pasien hipermetropia hingga + 2.00 D dengan usia muda atau 20 tahun masih
dapat melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata tanpa kesulitan, namun tidak demikian bila usia
sudah 60 tahun. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan
melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. Pada
perubahan usia, lensa berangsur-angsur tidak dapat memfokuskan bayangan pada retina
sehingga akan lebih terletak di belakangnya. Sehingga diperlukan penambahan lensa positif
atau konveks dengan bertambahnya usia. Pada anak usia 0-3 tahun hipermetropia akan
bertambah sedikit yaitu 0-2.00 D.
Pada hipermetropia dirasakan sakit kepala terutama di dahi, silau, dan kadang juling atau
melihat ganda. Kemudian pasien juga mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus-
menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di
belakang retina. Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena
matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada
pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang telah
lanjut akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit
kepala, mata terasa pedas dan tertekan.
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung atau konveks untuk
mematahkan sinar lebih kuat kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah diberikan koreksi
lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Pasien dengan
hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif terbesar yang masih memberikan
tajam penglihatan maksimal.