Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian No. 4 Tahun 2006 tentang Tata Cara Kriteria Penyusunan Daftar Prioritas Proyek Infrastruktur Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini mengatur tentang tata cara pengajuan proyek infrastruktur kerjasama pemerintah dan badan usaha untuk dimasukkan ke dalam daftar prioritas proyek infrastruktur. Proyek yang diajukan harus memenuhi kriteria kelayakan seperti kesiapan hukum, rencana pembangunan, kompetitif, kesiapan lahan, konsep proyek, dan manfaat ekonomi dan sosial. Komite a
Ähnlich wie Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian No. 4 Tahun 2006 tentang Tata Cara Kriteria Penyusunan Daftar Prioritas Proyek Infrastruktur Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
Ähnlich wie Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian No. 4 Tahun 2006 tentang Tata Cara Kriteria Penyusunan Daftar Prioritas Proyek Infrastruktur Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (20)
Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian No. 4 Tahun 2006 tentang Tata Cara Kriteria Penyusunan Daftar Prioritas Proyek Infrastruktur Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
1. MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN
PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR
NOMOR : PER-03 /M.EKON/06/2006
TENTANG
TATA CARA DAN KRITERIA PENYUSUNAN DAFTAR
PRIORITAS PROYEK INFRASTRUKTUR KERJASAMA
PEMERINTAH DAN BADAN USAHA
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU KETUA
KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR
Menimbang : a. bahwa penyediaan infrastruktur yang dikerjasamakan
dengan badan usaha perlu dilaksanakan berdasarkan
urutan skala prioritas sehingga dapat dilaksanakan
secara terarah, terencana, terharmonisasi, tepat guna
dan tepat sasaran;
b. bahwa penetapan proyek penyediaan in£rastruktur dalam
daftar prioritas proyek infrastruktur perlu dilakukan
berdasarkan tata cara dan kriteria tertentu;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua
Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur
tentang Tata Cara Dan Kriteria Penyusunan Daftar
Prioritas Proyek Infrastruktur Kerjasama Pemerintah
Dan Badan Usaha;
Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 62 Tahun 2005;
2. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara
Republik Indonesia, sebagaimana diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2005;
2. 3. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite
Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur;
4. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur;
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M
Tahun 2004, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 8/M Tahun 2005;
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P
Tahun 2005;
7. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
selaku Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan
Infrastruktur Nomor PER-0l/M.EKON/05/2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Komite Kebijakan Percepatan
Penyediaan Infrastruktur;
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.0l/2006
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengendalian dan
Pengelolaan Risiko Atas Penyediaan Infrastruktur;
9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 518/KMK.01/2005
tentang Pembentukan Komite Pengelolaan Risiko Atas
Penyediaan Infrastruktur;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SELAKU
KETUA KOMITE KEBIJAKAN PERCEPATAN PENYEDIAAN
INFRASTRUKTUR TENTANG TATA CARA DAN KRITERIA PENYUSUNAN
DAFTAR PRIORITAS PROYEK INFRASTRUKTUR KERJASAMA
PEMERINTAH DAN BADAN USAHA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal l
Dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini yang
dimaksud dengan:
1. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah adalah pimpinan kementerian/
lembaga/ daerah yang ruang lingkup, tugas dan tanggung jawabnya
meliputi sektor infrastruktur sebagaimana diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
2. Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur, yang
selanjutnya disebut Komite, adalah komite yang dibentuk dan
memiliki susunan keanggotaan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan
Penyediaan Infrastruktur.
3. 3. Sekretariat Komite adalah unsur pembantu Ketua Komite yang berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Komite sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
selaku Ketua Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur
Nomor PER0l/M.EKON/05/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komite
Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur.
4. Unit Pusat Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
(Public Private Partnership), yang selanjutnya disebut Unit Pusat
Pengembangan PPP adalah organ Komite sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua
Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur Nomor PER-
Ol/M.EKON/05/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komite
Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur.
5. Badan Usaha adalah badan usaha swasta yang berbentuk perseroan
terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), dan Koperasi.
6. Proyek Kerjasama adalah Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan
melalui Perjanjian Kerjasama atau pemberian Izin Pengusahaan antara
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha.
7. Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan
konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan
infrastruktur dan/ atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/
atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan
kemanfaatan infrastruktur.
8. Daftar Prioritas Proyek Kerjasama, adalah daftar yang memuat Proyek
Kerjasama yang diprioritaskan penyediaannya secara lintas sektor.
9. Perjanjian Kerjasama adalah kesepakatan tertulis untuk Penyediaan
Infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan
Badan Usaha yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
10. Izin Pengusahaan adalah izin untuk Penyediaan Infrastruktur yang
diberikan oleh MenterijKepala LembagajKepala Daerah kepada Badan
Usaha yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden
Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
Dalam Penyediaan Infrastruktur.
BAB II
MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini dimaksudkan
sebagai:
a. pedoman bagi Menteri Kepala Lembaga Kepala Daerah dalam mengajukan
Proyek Kerjasama kepada Komite untuk ditetapkan dalam Daftar
Prioritas Proyek Kerjasama;
4. b. pedoman bagi organisasi Komite dalam melakukan evaluasi terhadap
Proyek Kerjasama yang akan ditetapkan dalam Daftar Prioritas Proyek
Kerjasama.
Pasal 3
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini ditujukan untuk
menciptakan koordinasi dalam Penyediaan Infrastruktur dengan
memperhatikan kepentingan ekonomi secara makro.
Pasal 4
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini mengatur
mengenai:
a. tatacara pengajuan Proyek Kerjasama oleh Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah kepada Komite untuk ditetapkan dalam Daftar
Prioritas Proyek Kerjasama; dan
b. kriteria evaluasi Proyek Kerjasama untuk dapat ditetapkan dalam
Daftar Prioritas Proyek Kerjasama.
BAB III
TATA CARAP ENGAJUAN PROYEK KERJASAMA
DAN KRITERIA EVALUASI
Bagian Pertama
Pengajuan Usulan Proyek Kerjasama
Pasal 5
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah mengajukan usulan Proyek Kerjasama
kepada Komite untuk dimasukan dalam Daftar Prioritas Proyek Kerjasama.
Pasal 6
Usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib dilengkapi dengan
dokumen sebagai berikut:
a. pra-studi kelayakan;
b. dokumen lelang yang paling sedikit memuat;
1) rencana bentuk kerja sama;
2) rencana pembiayaan Proyek Kerjasama dan sumber dananya;
3) rencana penawaran kerjasama, yang mencakup jadwal, proses, dan
cara penilaian;
4) analisis risiko yang memuat alokasi risiko dan upaya mitigasi;
c. dokumen yang memuat uraian terperinci mengenai usulan atas Dukungan
Pemerintah, disertai dengan analisis mengenai tindakan preventif
yang perlu dilakukan dalam rangka mengurangi timbulnya kewajiban
keuangan Pemerintah (contingent liabilities) sebagai dampak
pelaksanaan Perjanjian Kerjasama, dalam hal Proyek Kerjasama yang
diusulkan memerlukan Dukungan Pemerintah; dan
5. d. dokumen hasil konsultasi publik.
Bagian Kedua
Evaluasi Kelayakan Proyek Kerjasama
Pasal 7
(1) Komite melalui Sekretariat Komite memeriksa kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dalam jangka waktu 7 (tujuh)
hari sejak tanggal diterimanya usulan.
(2) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap,
Komite dapat meminta tambahan dokumen kepada Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah.
(3) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lengkap,
Sekretariat Komite meneruskan kepada Unit Pusat Pengembangan PPP
untuk dievaluasi kelayakannya.
(4) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Unit
Pusat Pengembangan PPP melalui Sekretariat Komite dapat meminta
dokumen dan/ atau keterangan lain yang diperlukan kepada
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah.
Bagian Ketiga
Kriteria Evaluasi Kelayakan Proyek Kerjasama
Pasal 8
Evaluasi kelayakan Proyek Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a. kesiapan aspek hukum, dimana Proyek Kerjasama yang diusulkan telah
sesuai dengan hukum Republik Indonesia;
b. kesesuaian dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional;
c. kesesuaian dengan rencana strategis sektor;
d. kompetitif, dimana Proyek Kerjasama yang diusulkan menarik bagi
Badan Usaha sehingga akan terjadi kompetisi pada proses pelelangan;
e. ketersediaan lahan, dimana lahan untuk pelaksanaan Proyek Kerjasama
telah tersedia, atau dalam hal lahan yang diperlukan belum tersedia
atas nama Pemerintah, telah ada dokumen resmi yang diterbitkan oleh
Pemerintah yang memuat rencana terperinci atas pengadaan lahan,
berikut antisipasi atau tindakan yang akan dilakukan dalam proses
pengadaan lahan;
f. kesiapan konsep proyek, dimana struktur Proyek Kerjasama yang
diajukan sesuai untuk dikerjasamakan dengan Badan Usaha;
g. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah, dimana Proyek
Kerjasama telah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah baik yang
disusun di tingkat daerah maupun nasional;
6. h. kesiapan pengendalian dampak lingkungan, dimana usulan Proyek
Kerjasama telah dilengkapi dengan analisis mengenai dampak
lingkungan;
i. kejelasan bentuk kerjasama, dimana usulan Proyek Kerjasama telah
dilengkapi dengan usulan mengenai bentuk kerjasama dengan pola
pembiayaan yang jelas;
J. kelengkapan dokumen lelang, dimana usulan Proyek Kerjasama telah
dilengkapi dengan dokumen lelang yang mencakup informasi yang
dibutuhkan oleh Badan Usaha, termasuk di dalamnya rancangan
Perjanjian Kerjasama;
k. kemanfaatan dan kelayakan biaya ekonomi dan sosial, dimana usulan
Proyek Kerjasama dapat memberikan manfaat, dan layak dari segi biaya
ekonomi dan sosial sebagaimana dibuktikan dengan analisis yang
terperinci mengenai manfaat dan biaya ekonomi dan sosial, yang
mencakup analisis mengenai penangulangan masalah kesempatan kerja,
peran dalam pengurangan kemiskinan, pengaruh terhadap tingkat
produktifitas, peran dalam pengurangan kesenjangan antar daerah, dan
pertumbuhan ekonomi secara makro;
l. kejelasan penanggulangan risiko, dimana risiko yang timbul dari
pelaksanaan Proyek Kerjasama telah dianalisis secara terperinci dari
segi alokasi risiko, taksiran besarnya risiko secara kuantitatif dan
langkah-langkah yang perlu diambil untuk meminimalkan tingkat
risiko; dan
m. tingkat kelayakan proyek, dimana tingkat kelayakan Proyek Kerjasama
telah dianalisis melalui suatu pra-studi kelayakan baik dari segi
finansial dan teknis.
Bagian Keempat
Evaluasi Prioritas Proyek Kerjasama
Pasal 9
(1) Unit Pusat Pengembangan PPP melakukan evaluasi untuk menentukan
prioritas Proyek Kerjasama dalam Daftar Prioritas Proyek Kerjasama.
(2) Dalam menetapkan urutan piroritas, Unit Pusat Pengembangan PPP
mempertimbangkan:
a. analisis manfaat, biaya ekonomi dan sosial; dan
b. harmonisasi dan/ atau integrasi antar sektor.
BAB IV
PENETAPAN DAFTAR PRIORITAS PROYEK KERJASAMA
Pasal 10
(1) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan
Pasal 9, Unit Pusat Pengembangan PPP menyampaikan rekomendasi
kepada Komite.
7. (2) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ~Jerisi daftar
prioritas Proyek Kerjasama yang layak.
Pasal 11
(1) Berdasarkan rekomendasi Unit Pusat Pengembangan PPP, Komite
menetapkan Proyek Kerjasama yang layak dalam Daftar Prioritas
Proyek Kerjasama.
(2) Daftar Prioritas Proyek Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)memuat:
a. Proyek Kerjasama yang diprioritaskan penyediaannya; dan
b. perkiraan jadwal pelaksanaan pelelangan masing-masing Proyek
Kerjasama
(3) D~ftar Prioritas Proyek Kerjasama dapat diketahui publik.
(4) Usulan Proyek Kerjasama yang dianggap tidak layak untuk dimasukkan
dalam Daftar Prioritas Proyek Kerjasama diberitahukan oleh
Sekretariat Komite kepada Menteri/Kepaia Lembaga/Kepala Daerah
disertai alasan-alasannya.
BAB V
PENUTUP
Pasal 12
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini mulai berlaku
sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juni 2006
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN
PERCEPATAN PENYEDIAAN
INFRASTRUKTUR
ttd.
BOEDIONO