Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut merupakan ringkasan eksekutif dari refleksi kinerja program Indonesia Mengajar antara tahun 2010-2015.
2. Program tersebut menunjukkan kinerja yang baik dalam meningkatkan perhatian terhadap pendidikan dan munculnya inisiatif lokal baru di sekolah dan daerah.
3. Namun, belum jelas apakah perubahan yang dicapai dapat berkelanjutan setel
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Refleksi terhadap Kinerja Indonesia Mengajar Tahun 2010-2015 (Ringkasan Eksekutif)
1. RINGKASAN EKSEKUTIF
RELEKSI KINERJA PROGRAM
INDONESIA MENGAJAR 2010-2015
Australian Aid—dikelola oleh the Palladium Group untuk Pemerintah Australia
2. Refleksi Kinerja Program Indonesia Mengajar 2010-2015 i
Daftar Isi
Daftar Isi ..........................................................................................................................I
1. Pengantar..................................................................................................................1
2. Latar Belakang Dan Konteks ......................................................................................1
3. Logika Perubahan Program Indonesia Mengajar (Im) .................................................1
3.1. Tujuan Im ...........................................................................................................1
3.2. Tema Capaian Im................................................................................................2
4. Hasil Utama Refleksi Kinerja Im .................................................................................3
4.1. Aspek-Aspek Yang Menunjukkan Kinerja Yang Baik.............................................3
4.2. Aspek-Aspek Dengan Kinerja Yang Masih Belum Jelas.........................................4
4.3. Aspek-Aspek Yang Berpotensi Mengalami Peningkatan.......................................4
Catatan: Konsep ‘Adhocracy’ Adalah Kunci Untuk Memahami Kinerja Im...................6
5. Kemungkinan Pembelajaran Yang Dapat Diperoleh Dari Organisasi Lain ....................7
6. Aspek-Aspek Untuk Dipertimbangkan........................................................................7
3.
4. Refleksi Kinerja Program Indonesia Mengajar 2010-2015 1
1. Pengantar
Laporan ini dipersiapkan oleh Mark Fiorello dari PT SOLIDARITAS Consultindo Abadi (SOLIDARITAS),
yaitu seorang konsultan yang dipekerjakan oleh Education Partnership – Performance Oversight and
Monitoring unit (EP-POM), di mana EP-POM mewakili Departemen Luar Negeri dan Perdagangan
Australia (Department of Foreign Affairs and Trade - DFAT) untuk mendukung Indonesia Mengajar
(IM). Laporan ini meringkas hasil dari proses “analisis kinerja dan identifikasi pelajaran yang terkait
dari sejumlah badan/ organisasi yang dianggap relevan” (secara kumulatif disebut sebagai
“penugasan” atau “hasil kajian”).
Ringkasan Eksekutif ini utamanya ditujukan untuk menyajikan temuan-temuan pokok yang dijumpai
selama masa penugasan. Temuan tersebut, yang dipaparkan secara terperinci dalam laporan utama,
bertujuan untuk dipergunakan IM sebagai bahan acuan untuk mengembangkan dan
menyempurnakan strategi umumnya selama periode 2016-2020 dan ke depannya.
2. Latar Belakang dan Konteks
Selama 5 tahun keberadaan awalnya (dari tahun 2010-2015), IM telah mendapatkan banyak
pengetahuan dan pengalaman, yang telah digunakan IM untuk mengadaptasi dan meningkatkan
kinerjanya seiring waktu. Saat ini, ketika IM sedang berada dalam masa persiapan untuk memasuki
fase kedua dari keberadaannya (2016-2021), jajaran kepemimpinan IM merasa bahwa ada
serangkaian pertanyaan yang belum terjawab mengenai strategi dan kinerja organisasi. Dengan
dukungan dari DFAT – melalui EP-POM – antara bulan Februari dan April 2016, IM telah menjalankan
suatu proses yang difasilitasi untuk:
Mengkaji, mengklarifikasi dan (bilamana diperlukan) mengembangkan lebih jauh ‘logika
perubahan’ IM,
Melakukan refleksi (dan, sejauh mana memungkinkan, melakukan penilaian yang lebih
terstruktur) atas berbagai aspek strategi IM selama ini, dan
Mengidentifikasi organisasi lain yang mungkin relevan bagi IM untuk dijadikan sumber
pembelajaran dan mengidentifikasi pembelajaran utama dari organisasi tersebut yang bisa
dimanfaatkan IM untuk memperbaiki efektifitas di masa mendatang.
3. Logika Perubahan Program Indonesia Mengajar (IM)
Salah satu fokus utama dari penugasan ini adalah untuk mengklarifikasi dan (jika dibutuhkan) lebih
jauh mengembangkan logika perubahan program IM. Hal ini telah dilaksanakan dengan cara
memperjelas (a) tujuan IM secara keseluruhan, (b) capaian yang diharapkan akan tercapai pada akhir
dari setiap fase, (c) “jalur perubahan” pokok bagi pencapaian hasil tersebut, dan (d) kegiatan pokok
yang akan dilaksanakan oleh IM untuk mengejar capaian yang diharapkan.
3.1. Tujuan IM
IM memiliki dua tujuan yang berbeda namun setara pentingnya.
5. Refleksi Kinerja Program Indonesia Mengajar 2010-2015 2
Tujuan IM yang pertama adalah menyangkut pendidikan di Indonesia. IM memandang “bangsa
Indonesia yang hidup cerdas” sebagai tujuan besarnya, yang juga menjadi alasan yang mendasari
keberadaan organisasi IM sendiri. Tujuan pokok ini akan dicapai melalui pemenuhan dua tujuan
antara yakni: pendidikan dasar terselenggara secara efektif dan adanya ekosistem pendidikan di
setiap tempat dan setiap tingkatan yang kondusif dan dinamis.
Tujuan IM yang kedua menyangkut kepemimpinan. IM dibangun atas dasar kritik yang mendasar
terhadap kepemimpinan di Indonesia, yakni bahwa banyak pemimpin Indonesia tidak memiliki
pemahaman tentang kondisi di wilayah yang lebih terpencil dan di tingkat akar rumput, sehingga
mereka cenderung untuk membuat keputusan dan menjalankan kebijakan yang tidak selalu
memenuhi kepentingan wilayah terpencil tersebut dan juga bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Tujuan kedua dari keberadaan IM adalah agar pemimpin Indonesia memimpin dengan ‘cerdas’,
dimana “cerdas” termasuk menempatkan pada sudut pandang dan pemahaman yang peka terkait
bagaimana pemerintah (serta pihak lain) dapat berkontribusi kepada pembangunan Indonesia yang
merata. Tujuan antara terkait tujuan besar ini adalah agar pemimpin Indonesia memahami dan
peka terhadap realitas di Indonesia sampai ke bawah di tingkat akar rumput.
3.2. Tema Capaian IM
Penugasan ini telah mengidentifikasi empat “tema capaian” IM dan telah mengajukan “tema
capaian” kelima untuk ke depannya. Tema capaian tersebut dijabarkan dibawah ini:
Tema capaian ke-1 – penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah IM (“in service schools”)
Tema capaian ini menyangkut pelaksanaan manajemen berbasis sekolah (MBS) oleh para kepala
sekolah, penerapan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa oleh para guru, dan partisipasi
aktif para orangtua siswa dalam pendidikan dan perkembangan anak mereka di sekolah. Siswa
diposisikan sebagai pintu masuk (entry point) untuk semua perubahan ini, karena perubahan positif
dalam hal semangat dan prestasi siswa memiliki potensi besar untuk menciptakan perhatian dan
motivasi untuk perubahan, baik kepada guru maupun kepada orangtua siswa.
Tema capaian ke-2 – peningkatan keterlibatan masyarakat di daerah-daerah IM
Tema capaian ini menyangkut anggota masyarakat baik di tingkat desa maupun kabupaten untuk
berpartisipasi lebih aktif dalam bidang pendidikan.
Tema capaian ke-3 – inisiatif lokal muncul dan berkembang di daerah
Tema capaian ini menyangkut keberadaan dan kegiatan para “penggerak” (istilah IM untuk para
aktor di tingkat lokal yang membantu dalam memimpin pengembangan dan pelaksanaan inisiatif
daerah), termasuk dalam menggalang dukungan anggota masyarakat dan mitra pengusaha. “Pegiat”
(istilah IM untuk para aktivis di luar daerah IM yang berpartisipasi dalam dan membantu mengelola
sejumlah inisiatif) memberikan dukungan yang penting terhadap pengembangan dan pelaksanaan
inisiatif-inisiatif di tingkat lokal.
Tema capaian ke-4 –Pemimpin masa depan berkembang
Tema capaian ini menyangkut sumbangan-sumbangan para alumni jaringan kerja IM (yaitu mantan
Pengajar Muda (PM), karyawan IM, dan para penggerak) melalui cara-cara yang menunjukkan
6. Refleksi Kinerja Program Indonesia Mengajar 2010-2015 3
pemahaman dan kepekaan mereka tentang tingkat akar rumput, dan juga senantiasa
mengembangkan kapasitas kepemimpinan mereka.
Usulan tambahan tema capaian – identifikasi permasalahan sistemik dan pengembangan strategi
untuk mengatasi permasalahan tesebut
Tema capaian ini, yang diusulkan berdasarkan hasil dari pengkajian ini, menyangkut para pembuat
keputusan dan pihak-pihak yang memiliki kemampuan untuk memengaruhi kebijakan, agar mereka
memahami dan turut bertindak untuk mengatasi hambatan yang bersifat sistemik, untuk dapat
mencapai penyelenggaraan pendidikan yang lebih efektif.
4. Hasil Utama Refleksi Kinerja IM
4.1. Aspek-aspek yang menunjukkan kinerja yang baik
Kajian ini telah mengidentifikasi beberapa aspekdari logika perubahan program IM, dimana bukti-
bukti yang ditemukan menunjukkan bahwa capaian yang diharapkan memang sudah tercapai.
Beberapa bidang yang menunjukkan kinerja yang baik meliputi:
1. MENINGKATNYA PERHATIAN, SEMANGAT DAN MOMENTUM TERKAIT DENGAN PENDIDIKAN
DI SEKOLAH-SEKOLAH IM. Tampak jelas bahwa IM sangat efektif dalam membangun
momentum untuk perubahan yang positif, baik di tingkat sekolah maupun daerah. Momentum
ini dimulai di ruang kelas dari interaksi PM dengan siswa. Ada juga beberapa bukti lain yang
menguatkan dugaan bahwa karena guru dan orangtua siswa mengamati adanya perubahan
dalam siswa yang diajar oleh para PM, sebagian dari mereka juga sudah mulai menerapkan
perubahan dalam perilaku mereka sendiri. Perubahan ini juga disebabkan interaksi PM yang
positif dan mendukung, baik dengan guru lain maupun dengan para orangtua siswa.
2. LAHIRNYA BEBERAPA INISIATIF LOKAL BARU. Sejumlah inisiatif baru telah mencul di seluruh
jaringan IM, dan banyak diantaranya yang secara langsung atau tidak langsung menutup
kesenjangan kinerja pemerintah yang belum optimal dalam hal penyelenggaraan atau
pengelolaan pendidikan. Jumlah dan keberagaman inisiatif lokal ini menjadi indikator yang baik
untuk memperlihatkan bahwa IM telah menemukan suatu rumusan yang efektif untuk
menggagas hal yang berpotensi menghasilkan perubahan positif dalam pendidikan, serta untuk
melibatkan pihak non-pemerintah untuk menerjemahkan gagasan-gagasan tersebut menjadi
tindakan nyata.
3. MENYEDIAKAN PENGALAMAN AKAR RUMPUT YANG BERKESINAMBUNGAN BAGI PARA
PEMIMPIN DI MASA DEPAN. Tampak jelas bahwa pengabdian para PM selama satu tahun
meninggalkan kesan yang mendalam bagi diri mereka sendiri, dan kesan tersebut akan terus
memengaruhi selama masa produktif mereka. Kajian ini menemukan berbagai indikasi yang kuat
bahwa para alumni tetap berkomitmen kepada konsep IM dan banyak di antara mereka tetap
aktif terlibat dalam jaringan IM dengan berbagai cara: bukan hanya sekedar berpartisipasi dalam
IM dan menyumbang kepada inisiatif IM, namun juga mempertahankan komunikasi secara
informal dengan para alumni yang lain dan dengan para PM dan pihak lokal lainnya di sekolah,
komunitas, dan daerah di mana mereka telah mengajar sebelumnya.
7. Refleksi Kinerja Program Indonesia Mengajar 2010-2015 4
4.2. Aspek-aspek dengan kinerja yang masih belum jelas
Selain beberapa aspek yang sudah memperlihatkan kinerja yang baik seperti tersebut di atas, kajian
ini juga mengidentifikasi dua aspek dimana kinerja IM penting, tapi belum jelas apakah cukup baik:
1. BERKAITAN DENGAN KEBERLANJUTAN PERUBAHAN DI TINGKAT LOKAL SETELAH IM TIDAK
HADIR LAGI SECARA FISIK. Salah satu pertanyaan penting, yang hingga saat ini belum terjawab,
adalah apakah perubahan perilaku IM yang telah berhasil didorong di antara para tokoh utama
di tingkat sekolah, komunitas dan daerah, akan tetap bertahan dalam jangka panjang, apabila
sudah tidak ada dorongan dan dukungan secara langsung dari para PM. Pertanyaan penting
kedua adalah, sampai sejauh mana inisiatif lokal yang telah dibentuk dalam periode tersebut
akan terus bertahan, menimbang kemungkinan terbatasnya sumber daya dan kapasitas yang
ada. Untuk selanjutnya, apakah IM mampu untuk terus memberikan dukungan secara efektif
terhadap inisiatif ini dari jarak jauh atau tidak, akan menjadi penentu utama keberhasilan IM
dalam mendorong perubahan di bidang pendidikan untuk jangka panjangnya.
2. BERKAITAN DENGAN PERUBAHAN DI BIDANG PEMBELAJARAN SISWA. Hanya terdapat sedikit
bukti terkait sejauh mana peningkatan semangat dan perhatian terhadap pendidikan yang telah
diciptakan oleh IM telah/akan berhasil mencapai tujuan “penyediaan pendidikan yang lebih
efektif” dan “bangsa yang lebih cerdas”. Seperti diakui oleh pemimpin IM, sejauh mana PM dan
inisiatif lokal berkontribusi kepada perubahan yang positif dalam pencapaian pembelajaran,
hingga saat ini masih menjadi pertanyaan besar yang belum terjawab.
4.3. Aspek-aspek yang berpotensi mengalami peningkatan
Kajian ini juga mengidentifikasi beberapa aspek dengan potensi adanya peluang bagi IM untuk
meningkatkan kinerjanya di masa mendatang:
1. MENITIKBERATKAN PENINGKATAN PEMBELAJARAN. Tujuan IM yang berkaitan dengan
pendidikan sangatlah luas dan bisa dianggap multi-tafsir. IM tampaknya belum mampu
menggunakan bahsa yang sama untuk membahas isu peningkatan pembelajaran, dan IM juga
tampaknya belum memiliki cara untuk mengungkap nilai strategis sebuah inisiatif, dalam
konteks potensi sebuah inisiatif dalam mengatasi masalah terkait hasil pembelajaran.
Pengumpulan data dan/atau pengenalan terhadap cara-cara yang sederhana untuk mengukur
hasil pembelajaran bisa menjadi salah satu solusi untuk menyalurkan energi positif yang
dihasilkan oleh IM terhadap beberapa sasaran yang lebih spesifik.
2. MENJELASKAN APA YANG DIMAKSUD DENGAN “EKOSISTEM PENDIDIKAN YANG KONDUSIF
DAN DINAMIS”, DAN MENIMBANG BAGAIMANA MENDUKUNG DAN MENDORONG
INTERVENSI TERKAIT PERUBAHAN POSITIF DALAM PEMERINTAHAN DI BIDANG PENDIDIKAN.
Kajian ini mengungkapkan sangat sedikit informasi yang memberikan indikasi bahwa IM sudah
memfokuskan upayanya untuk memerhatikan dan mengatasi permasalahan yang lebih sistemik,
seperti: korupsi yang telah mengakar, kurangnya dukungan dan pengawasan terhadap kepala
sekolah dan pengajar, atau permasalahan terkait pengelolaan sumber daya manusia, termasuk
di dalamnya politisasi birokrasi pendidikan dan kurangnya fokus pada kompetensi dasar para
pengajar dan kepala sekolah. Tanpa adanya upaya untuk mengatasi permasalahan yang
8. Refleksi Kinerja Program Indonesia Mengajar 2010-2015 5
mendasar ini, maka intervensi IM di tingkat sekolah beresiko tinggi untuk gagal menghasilkan
perubahan yang berkelanjutan.
3. MENDORONG PELAKSANAAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH SECARA SADAR DAN
KONSISTEN. Ada satu bagian logika perubahan program IM, dimana semua pihak mengakui
kinerja IM belum optimal, yakni yang berkaitan dengan kepala sekolah dan pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah di tingkat sekolah. Kajian ini tidak menemukan informasi bahwa IM
berdampak secara signifikan pada manajemen berbasis sekolah, atau pada perilaku kepala
sekolah. Pengalaman IM selama 5 tahun pertama menunjukkan bahwa strategi yang secara
umum cukup berhasil memengaruhi perilaku para pengajar (termasuk: memberikan informasi
dan contoh, menghubungkan para pengajar dengan pemikiran yang sama, membuka peluang
untuk pengembangan diri) ternyata tidak cocok bagi para kepala sekolah. Dibutuhkan suatu
pendekatan yang berbeda untuk memengaruhi agar para kepala sekolah menerapkan
manajemen berbasis sekolah.
4. PENGEMBANGAN DAN PENDAMPINGAN BAGI PARA PM, TERUTAMA TERKAIT KEMAMPUAN
MEREKA UNTUK ‘BERPIKIR SISTEMATIS’ DAN ‘BEKERJA SECARA POLITIS’. Walaupun IM baru
mulai mempertimbangkan kemampuan melibatkan aktor-aktor penting (high-level engagement)
sebagai salah satu kompetensi pokok yang dibutuhkan oleh seorang PM, namun pelatihan bagi
PM masih lebih menitikberatkan pada peran mereka sebagai seorang guru (Pengajar Muda)
daripada sebagai penggerak masyarakat (Penggerak Muda). Kemampuan pokok yang
dikembangkan selama pelatihan adalah mengajar, memfasilitasi, dan menjadi pelatih (coaching),
sehingga hanya tersisa sedikit perhatian untuk membantu para PM dalam memahami
permasalahan yang sifatnya sistematik secara lebih baik, atau bagaimana para PM bisa bekerja
sama dalam sistem pendidikan dan politik lokal.
5. PENYUSUNAN PROFIL DAN PELAKSANAAN SELEKSI DAN PENGEMBANGAN BAGI STAF DAN
MANAJER UNTUK GALUH. Salah satu komponen penting untuk keberhasilan IM adalah
kemampuan para “karyawan pendukung” (support staff, yaitu Staf dan Manajer Galuh) untuk
bisa bergerak secara mandiri dan bekerja sama secara efektif dengan semua anggota jaringan
IM. Walaupun IM sudah memberikan perhatian penuh dalam seleksi dan pelatihan para PM,
namun IM belum memberikan perhatian yang setara kepada kegiatan seleksi dan
pengembangan staf maupun manajer Galuh. Maka perlu ada upaya untuk memikirkan kembali
“profil keberhasilan” para staf dan manajer Galuh, baik dalam rangka kompetensi dasar mereka
maupun dalam konteks kesesuaiannya dengan sifat “khas” IM. Dengan profil keberhasilan yang
dijabarkan secara lebih jelas, maka IM seharusnya dapat memanfaatkan pengalamannya melatih
PM untuk membuat program pengembangan yang lebih baik bagi staf maupun manajer Galuh.
6. PENGELOLAAN DAN INTERMEDIASI PENGETAHUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa IM
merupakan organisasi yang secara aktif belajar dan menerapkan pelajaran yang didapat: proses
refleksi diterapkan pada kegiatan utama, sementara pelaku serta pekerja sukarela IM di setiap
tingkatan dibantu dan didorong untuk tetap berinovasi dan memperbaiki diri berdasarkan
berbagai pengalaman yang sudah dilalui. Namun, sebagian besar kekayaan pengalaman yang
sudah diakumulasi oleh IM ini bersifat tersirat (tacit), atau hanya ‘berada di dalam kepala’ orang-
orang tertentu dan tidak dibagikan kepada para pelaku lain, baik di dalam maupun di luar
jaringan IM. Rupanya belum ada budaya untuk mendokumentasikan pembelajaran yang berhasil
9. Refleksi Kinerja Program Indonesia Mengajar 2010-2015 6
ditarik dari pengalaman untuk digunakan di masa mendatang atau untuk diterapkan dalam
konteks yang berbeda. Kondisi ini dipersulit dengan sikap positif yang melekat di tingkat
organisasi, yang tampaknya justru menciptakan hambatan untuk mendokumentasikan
pengalaman negatif yang terjadi, walaupun dengan tujuan untuk digunakan sebagai acuan bagi
pembelajaran dan perbaikan internal. Lebih jauh lagi, kajian ini menemukan bahwa sebagian
besar ‘badan pengetahuan’ IM hanya didasarkan kepada pengalaman pribadi masing-masing dan
pengalamannya berada di dalam jaringan, dan jarang terdapat acuan kepada konsep atau
pengalaman eksternal.
7. EVALUASI DAN REFLEKSI STRATEGIS. Upaya evaluasi dan pemantauan IM lebih banyak
dilakukan di tingkat operasional. Hampir tidak ada evaluasi atau dokumentasi di tingkat strategis
terhadap: (a) proses pengembangan dan penerapan inisiatif pokok; atau (b) hasil yang dicapai
dari inisiatif pokok tersebut. Hal ini berarti bahwa pertanyaan para pemimpin IM yang berkaitan
dengan ketepatan dan efektivitas strategi organisasi dalam meraih capaian yang diharapkan
belum mendapat jawaban yang memuaskan.
8. MENINGKATKAN KESELARASAN VISI DENGAN TUJUAN MELALUI PENGKOMUNIKASIAN “APA
YANG DIMAKSUD DENGAN INDONESIA MENGAJAR”. Selama pembuatan pengkajian ini,
banyak pihak yang mempertanyakan apa yang telah dilakukan oleh IM dan apa tujuan yang ingin
dicapai oleh IM dan bahkan memiliki pemahaman dasar yang salah tentang hal tersebut.
Pertanyaan ini sangat masuk akal, karena sebagai organisasi yang terdesentralisasi dan relatif
baru didirikan, strategi dan bahkan identitas IM masih terus berubah sesuai dengan
pembelajarannya tentang upaya mana yang efektif dan mana yang tidak. Namun pertanyaan ini
juga menunjukkan bahwa ada potensi untuk menyempurnakan bagaimana IM harus
mengomunikasikan tujuan besarnya dan mendorong terjadinya kesesuaian persepsi tentang
tujuan-tujuan antara oleh berbagai kelompok pelaku lain yang berbeda yang berada di dalam
lingkup pergerakan IM.
Catatan: Konsep ‘Adhocracy’ adalah Kunci untuk Memahami Kinerja IM
Adalah tidak mudah untuk menjabarkan atau menggambarkan IM menggunakan pemahaman
konvensional tentang pengelolaan atau struktur organisasi, yang mengasumsikan bahwa wewenang
harus terpusat dan strategi harus dijabarkan secara jelas. IM lebih tepat dipahami sebagai struktur
yang cenderung organik dengan perilaku organisasi yang tidak terlalu formal serta sangat
terdesentralisasi struktur organisasinya. Jenis organisasi tersebut sering disebut dalam literatur
pengembangan organisasi sebagai sebuah “adhocracy”. Sifat “adhocracy” IM ini merupakan unsur
pokok dalam identitas IM dan juga menjadi kunci dalam keberhasilannya. Hal ini dikarenakan
“adhocracy” umumnya adalah bentuk yang cocok dengan lingkungan yang bersifat dinamis dan
kompleks, serta membutuhkan inovasi tingkat tinggi. Berdasarkan hasil dari pengkajian ini,
tampaknya struktur IM yang ‘organik’ dengan demikian tingginya tingkat desentralisasi berpengaruh
signifikan terhadap kemampuan IM untuk menghasilkan solusi kreatif pada berbagai lingkungan
lokal yang berbeda-beda, baik di tingkat sekolah maupun di tingkat daerah.
10. Refleksi Kinerja Program Indonesia Mengajar 2010-2015 7
5. Kemungkinan Pembelajaran yang Dapat Diperoleh dari
Organisasi Lain
Pengkajian ini mengidentifikasi dua organisasi yang tampaknya dapat dijadikan sumber
pembelajaran yang penting bagi IM, yaitu:
Pratham (www.pratham.org) merupakan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terbesar di
India, yang mendalami “intervensi berkualitas tinggi, berbiaya rendah dan mudah direplikasi” dan
ditujukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di India. Pratham juga telah bekerja sama dengan
akademisi internasional untuk menjalankan evaluasi terhadap beberapa program. Seiring dengan
berjalannya waktu, evaluasi tersebut telah menyumbangkan berbagai bukti terkait cara-cara yang
efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan. Evaluasi tersebut juga sudah membuat Pratham
memiliki reputasi sebagai organisasi yang berfokus kepada inovasi, kualitas, dan penelitian. Kajian ini
mengusulkan agar komunikasi terbangun antara Pratham dan IM untuk melihat kemiripan antara
keduanya, serta peluang untuk kerja sama lebih lanjut.
KINERJA (www.kinerja.or.id) merupakan proyek yang didanai oleh USAID dan berfokus pada aspek
pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah di bidang pelayanan publik di sektor kesehatan dan
pendidikan, baik dari sisi kebutuhan (pemerintah) maupun dari sisi penawaran (pengguna jasa dan
masyarakat). KINERJA telah mengembangkan suatu pendekatan inovatif yang melibatkan para
orangtua siswa, siswa, serta para pemangku kepentingan lainnya dalam manajemen sekolah.
SOLIDARITAS telah memfasilitasi suatu diskusi untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman antara
tim KINERJA dengan IM, yang hasilnya dapat dimanfaatkan oleh IM untuk mengembangkan suatu
strategi yang lebih efektif dalam mendorong perbaikan manajemen sekolah.
6. Aspek-aspek untuk Dipertimbangkan
Berdasarkan gambaran diatas, kajian ini telah mengidentifikasi 10 “aspek untuk dipertimbangkan”
yang dapat menyempurnakan kinerja organisasi IM secara keseluruhan di masa mendatang.
1. Mengidentifikasi penilaian hasil pembelajaran yang sederhana namun akurat dan menerapkannya
dalam intervensi-intervensi IM di tingkat sekolah dan/atau daerah, sebagai cara untuk
mendapatkan perhatian dan menggalang dukungan komunitas di sekitar isu hasil pembelajaran.
2. Menetapkan “penanda kemajuan” dalam kaitannya dengan siklus perubahan di tingkat sekolah
maupun daerah selama 5 tahunan, dan secara eksplisit menyebutkan adanya perubahan peran
PM selama masa waktu tersebut. Peran PM berubah (a) dari tingkat sekolah ke tingkat daerah;
dan juga (b) dari peran PM sebagai Pengajar Muda menjadi Penggerak Muda.
3. Menerapkan pendekatan yang lebih terstruktur untuk memperbaiki manajemen sekolah
dengan cara menggunakan gagasan KINERJA yang secara aktif menciptakan “ruang aman”
dimana kepala sekolah, komite sekolah, dan orangtua siswa dan anggota masyarakat dapat
membahas mengenai permasalahan, menyetujui tindakan yang akan diambil, dan
memantau perkembangan.
11. Refleksi Kinerja Program Indonesia Mengajar 2010-2015 8
4. Mendirikan suatu unit refleksi dan evaluasi internal yang mampu menjalankan dan/ atau
mengelola pekerjaan evaluasi di tingkat strategis, termasuk melalui kerja sama dengan peneliti-
peneliti eksternal.
5. Memperluas konsep pelatihan dan pendampingan bagi para PM lebih jauh daripada sekedar
kegiatan pedagogi, memfasilitasi, dan coaching, sehingga dapat juga mencakup konsep literatur
reformasi organisasi (institutional reform), perangkat fasilitasi untuk menganalisa permasalahan,
serta perangkat untuk merencanakan interaksi dengan para pemangku kepentingan strategis. IM
juga perlu menyusun seperangkat bahan pengayaan tambahan yang menyangkut beberapa topik
dan menyediakan materi tersebut untuk semua PM maupun pelaku lain di dalam jaringan IM
secara online.
6. Mengembangkan Profil Kompetensi bagi semua Staf dan Manajer Galuh dan menerapkan
proses rekrutmen dan seleksi yang ketat terhadap semua lowongan kerja di Galuh.
7. Memperkuat praktek-praktek pengelolaan pengetahuan, termasuk bereksperimen dalam
penerapan exit interviews (wawancara di akhir pekerjaan) dan After Action Reviews (kajian
bersama setelah tindakan).
8. Mendorong dikembangkannya sebuah “Bank Pengetahuan” bagi jaringan IM, dengan secara
aktif mendorong staf Galuh (dan berbagai pelaku lain dalam jaringan kerja IM) untuk mengkaji
dan meringkas konten yang terkait topik-topik tertentu.
9. Mengakui bahwa sikap optimis, walaupun penting, juga berpotensi untuk menghambat proses
pembelajaran, dan bekerja secara aktif untuk menumbuhkan budaya yang mendukung
pertukaran informasi secara terbuka dan positif.
10. Mengeksplorasi kerja sama dengan program INOVASI yang didanai oleh DFAT, misalnya dengan
cara mengajukan proposal untuk kerjasama dalam mengevaluasi inisiatif lokal yang tampaknya
menjanjikan (misalnya Gerakan Bima Mengajar atau RUBI Bima).
12. Australia’s Education Partnership with Indonesia
Education Partnership Performance Oversight and Monitoring
EP-POM
19
th
floor Ratu Plaza Building
Jl. Jend. Sudirman No. 9
Jakarta 10270
T: 021 720 6616
F: 021 720 6616 ext.100
E: nick.clinch@ep-pom.com
Australian Aid – managed by the Palladium Group on behalf of the Australian Government