1. 39 021
Berda’wah Bermodal Aqidah
m.
n Isla السالم عليكم ورحمة ﷲ وبركاته
K
ajia Ikhwati fillah rahimakumullah, kali ini kami mengajak kita untuk menela’ah sebuah
contoh yang digambarkan Allah SWT dalam mensyukuri hidayah, yaitu ‘aqidah tauhid. Yang
kemudian ni’mat ini memotivasi diri dalam menyambut seruan Allah Ta’ala untuk mengajak
manusia lain bertauhid, yaitu berilmu tentang keagungan Allah Azza Wajalla dan hanya men‐
yembah‐Nya.
Berdakwah, mengajak manusia lain yang belum kenal Allah agar mengenal‐Nya, yang men‐
yembah selain Allah agar hanya menyembah‐Nya. Dimana itu dilakukan tanpa berkecil hati
dengan keadaan sosial dan kondisi fisik, dan tanpa memandang siapapun yang dihadapi. Ber‐
modal iman, maka keimanan yang harganya tak ternilai itulah yang ditawarkan untuk dimiliki
juga oleh orang yang belum beriman kepada Rab semesta alam.
Mari kita simak, tafsir Fii Zhilalil Qur’an karya Said Qutub rahimahullah. Surat Yasin ayat 20~25.
***
Inilah sambutan dan hati yang tertutup dari da’wah para rasul. Itulah contoh hati yang dibi‐
carakan oleh surah ini dalam bagian yang pertama dan itulah gambaran contoh yang wujud di
alam nyata. Adapun contoh orang yang mengikut al‐Quran dan takut kepada Allah walaupun
ia tidak melihat‐Nya, maka dia mempunyai cara bentindak dan cara menyambut dawah yang
berlainan pula:
َ َ ۡ ۡ َّ ِ َ َ َ ٰ َ ۡ ٌ ۟ ُ َ ِ َ ۡ َ
وجآء مِن أَ ۡقصا ٱلمدِي َنة رجل َيسعى قال َي ٰـق ۡوم ٱتبِعُو ْا ٱلمُرسلِين
ۡ َ َ َ
Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki‐laki [Habib An Najjar] dengan bergegas‐gegas ia
berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan‐utusan itu, (20)
َ ُ ۡ َ ۟ ۡ ُ ۡ َّ َ
ٱتبعُو ْا من ال َيسـَٔلُكمۡ أَجرً ا وھُم مُّھ َتدون
ِ َّ
ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang‐orang yang men‐
dapat petunjuk. (21)
وما لِى ال أَعبد ٱلَّذِى فطرنِى وإِلَ ۡيه ترجعُون
َ َ ُۡ ِ َ َ َ َ ُُ ۡ َٓ َ َ َ
29 Syawal 1431H / 8 Oktober 2010
Mengapa aku tidak menyembah [Tuhan] yang telah menciptakanku dan yang hanya
kepada‐Nya‐lah kamu [semua] akan dikembalikan? (22)
َ َ َ ُ َ َ َ ِّ َ ِ ُ َّ ۟ ِ َ ۡ
ءأ ََّتخِذ مِن دونهۦۤ ءالِھة إِن يُر ۡدن ٱلرَّ حم ٰـنُ بضُرٍّ ال ت ۡغن عنى شف ٰـعتھُمۡ ش ۡي ۟ـًٔا وال يُنقِذون
ِ ُ ِ ِ ًَ َ ِِ ُ ُ َ
Mengapa aku akan menyembah tuhan‐tuhan selain‐Nya, jika [Allah] Yang Maha Pemurah
menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafa’at mereka tidak memberi manfa’at
sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak [pula] dapat menyelamatkanku? (23)
ً۟ ٓ
إ ِِّنى إِذا لَّفِى ضل ٰـل مُّبين
ٍ ِ ٍ۟ َ َ
Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata. (24)
1
2. 021 إ ِِّنى ءامنت بربكمۡ فٱسمعُون
ِ َ ۡ َ ُ ِّ َ ِ ُ َ َ ٓ
Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah [pengakuan
keimanan] ku. (25)
Itulah sambutan fitrah yang sehat kepada da’wah yang benar dan lurus, mudah dan hangat.
ltulah pemahaman yang lurus dan sambutan terhadap nada pernyataan yang kuat yang men‐
jelaskan kebenaran yang begitu nyata.
Lelaki ini telah mendengar da’wah dan terus menyambutnya setelah dia melihat dalil‐dalil
yang benar dan logis. Apabila hatinya merasakan hakikat iman, maka hakikat inipun bergerak
di dalam hatinya dan dia tidak dapat lagi mendiamkan dirinya. Dia tidak dapat lagi duduk di
rumahnya apabila ía melihat kesesatan, kekufuran dan kejahatan di sekelilingnya. Dia terus
keluar menemui kaumnya membawa keimanan yang terpasak di dalam hati dan bergerak
dalam perasaannya, sedangkan kaumnya mendustakan para rasul dan mengancam mereka.
Dia datang menemui mereka dari daerah pedalaman negeri itu untuk melaksanakan kewaji‐
bannya, yaitu untuk menyeru kaumnya kepada kebenaran dan mencegah mereka dari melaku‐
kan kezhaliman dan penyerangan terhadap para rasul yang harnpir‐hampir dilakukan mereka.
Orang ini nampaknya bukanlah seorang yang mempunyai pangkat dan kuasa dan bukan pula
seorang yang disegani di kalangan kaumnya atau mempunyai keluarga yang kuat di be‐
lakangnya, tetapi ‘aqidah yang hidup di dalam hati nuraninya itulah yang mendorongnya
datang dari daerah pedalaman negeri itu.
***
Wallahu a’lam bishowab.
dits Perilaku Yang Diampuni
ra Ha
utia : عن ابْن عبَّاس رضِ ي ﷲُ ع ْنھما : أَنَّ رسُول ﷲ صلَّى ﷲ عليه وسلم قال : إِنَّ ﷲَ َتجاوز لِيْ عنْ أُمتِي
َّ َ َ َ َ َ َ َ ِ َ ْ َ َُ َ َ َ َ ِ ِ َ
M
[َ ه ]حديث حسن رواه ابن ماجة والبيھقي وغيرھما ِ َْالخطأ ُ والنسْ َيانُ وما اسْ تكرھُوا علي
ِ ُْ َ َ ِّ َ َ َ ْ
Dari Ibnu Abbas radiallahuanhuma : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam ber‐
sabda : “Sesungguhnya Allah ta’ala memafkan umatku karena aku (disebabkan beberapa hal) :
Kesalahan, lupa dan segala sesuatu yang dipaksa“
(Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi dan lainnya)
m
Fatwa Para Sahabat Lebih Layak Untuk Diikuti
Isla
aah
Tel Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Boleh berfatwa dengan menggunakan
atsar/riwayat dari para ulama Salaf dan fatwa para sahabat. Dan itu merupakan fatwa
29 Syawal 1431H / 8 Oktober 2010
yang lebih layak untuk diambil daripada pendapat‐pendapat ulama muta’akhirin
(belakangan) serta fatwa mereka. Karena sesungguhnya kedekatan mereka terhadap ke‐
benaran itu tergantung dengan kedekatan masa mereka dengan masa Rasulshalawatul‐
laahi wa salaamuhu ‘alaihi wa ‘ala aalihi. Sehingga fatwa‐fatwa para Sahabat itu lebih
utama untuk diikuti daripada fatwa para tabi’in.
Begitu pula fatwa para tabi’in itu lebih utama diambil daripada fatwa tabi’ut
tabi’in, demikianlah seterusnya. Oleh karena itu setiap kali suatu masa itu se‐
makin dekat dengan masa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam maka kebenaran
yang ada pun juga semakin mendominasi. Inilah hukum yang berlaku bila
2
3. ditinjau dari tingkatan orang, bukan menurut tinjauan perindividu…” (dinukil dari Al Bayyinaat
As Salafiyah ‘ala Anna Aqwaala Shahabah Hujjah Syar’iyah karya Ahmad Salam, hal. 11)
Macam‐Macam Perkataan Sahabat
Perkataan atau fatwa para sahabat itu dapat dikategorikan menjadi 4:
1.Masalah yang disampaikan bukan medan akal. Maka hukum ucapan mereka adalah
marfu’ (bersumber dari Nabi). Ucapan itu dapat dipakai untuk berdalil dan bisa dijadikan hu‐
jjah/argumen. Ia bisa juga dikategorikan dalam hadits yang marfu’ dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam namun dari sisi periwayatan makna saja (bukan lafadznya). Akan tetapi jika sisi ini
yang diambil maka ucapan mereka itu tidak boleh disandarkan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan secara tegas dinyatakan bahwa ucapan itu adalah sabda Ra‐
sul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2.Perkataan sahabat yang tidak diselisihi oleh sahabat yang lain. Maka perkataan sebagian
mereka tidak bisa dijadikan sebagai argumen untuk memaksa sahabat yang lain untuk mengi‐
kutinya. Dan mujtahid sesudah mereka tidak boleh taklid kepada sebagian mereka saja. Akan
tetapi yang harus dilakukan dalam permasalahan itu adalah mencari pendapat yang lebih kuat
berdasarkan dalil yang ada.
3.Perkataan sahabat yang populer dan tidak bertentangan dengan perkataan sahabat lainnya,
maka ini termasuk sesuatu yang dihukumi sebagai ijma’ menurut mayoritas para ulama.
4.Selain ketiga kategori di atas. Maka inilah yang kita maksudkan dalam pembicaraan ini. Yaitu
apabila ada perkataan sahabat yang tidak ada sahabat lain yang menyelisihinya, tidak populer,
atau tidak diketahui apakah ucapannya itu populer atau tidak, sedangkan hal yang disampai‐
kan adalah sesuatu yang bisa dijangkau oleh akal maka para imam yang empat dan mayoritas
umat Islam menganggapnya sebagai argumen/hujjah, berbeda dengan pendapat kaum filsafat
yang menyimpang.
Para ulama memberikan syarat agar ucapan sahabat bisa dipakai untuk berhujjah dengan be‐
berapa syarat yaitu:
1.Dalam persoalan ijtihadiyah, adapun ucapan mereka dalam hal yang tidak boleh berijtihad
maka ia dihukumi marfu’ (bersumber dari Nabi)
2.Tidak ada seorangpun sahabat yang menyelisihi pendapatnya. Karena apabila ucapan saha‐
bat tidak diselisihi oleh sahabat yang lain maka secara otomatis itu menunjukkan bahwa yang
diucapkan oleh sahabat tadi adalah benar, sehingga sahabat yang lain mendiamkannya.
Dan apabila ternyata ada perselisihan dengan sahabat lainnya maka seorang mujtahid ha‐
rus berijtihad untuk menguatkan salah satu pendapat mereka.
29 Syawal 1431H / 8 Oktober 2010
3.Selain itu pendapat tersebut tidak boleh bertentangan dengan nash/dalil yang tegas dari
al‐Qur’an atau hadits. Poin kedua dan poin ketiga adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Karena apabila ada seorang sahabat yang menentang nash maka sudah pasti akan ada sa‐
habat lain yang menentang pendapatnya itu.
4.Fatwa tersebut sudah sangat populer di kalangan para sahabat sehingga tidak
ada sahabat lain yang menyelisihinya. Apabila suatu pendapat termasuk kate‐
gori ini maka dia tergolong ijma’/kesepakatan yang harus diikuti menurut pen‐
dapat jumhur ulama.
3
4. Tidak boleh bertentangan dengan qiyas/ Infaq dan Shodaqoh
analogi yang benar. Perlu dicatat bahwa‐ 620-190667-826 an. Gilar Budi Raharja
sanya ucapan sahabat yang telah disepakati Konfirmasi ke: imuska@ymail.com (010-4953-2440)
oleh para imam untuk dijadikan sebagai hujjah tidak mungkin bertentangan dengan analogi.
Akan tetapi jika (seandainya !!) memang ada ucapan mereka yang bertentangan dengan
analogi maka kebanyakan ulama memilih untuk tawaquf/diam. Karena tidak mungkin seorang
sahabat menyelisihi analogi berdasarkan ijtihad dirinya sendiri. Walaupun begitu, menurut
mereka perkataan sahabat yang bertentangan dengan analogi itu tetap harus didahulukan
daripada analogi. Karena ucapan sahabat adalah nash/dalil tegas. Sedangkan dalil tegas harus
didahulukan daripada analogi !! (lihatMa’alim Ushul Fiqih ‘inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, DR.
Muhammad bin Husein Al Jizani hafizhahullah, hal. 222‐225)
Lihatlah sikap para ulama, mereka lebih mendahulukan ucapan seorang sahabat yang berten‐
tangan dengan analogi daripada pendapat yang dibangun di atas analogi semata !! Itu adalah
bukti bahwa mereka benar‐benar menghormati dan memuliakan para sahabat.
Maka sekarang kita akan bertanya kepada orang‐orang yang berupaya menjatuhkan martabat
para sahabat di mata kaum muslimin: Lalu fatwa siapakah yang akan kalian ambil jika para
sahabat saja sudah kalian caci maki ?! laa haula wa laa quwwata illa billaah.
Tidakkah mereka merasa cukup dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Barang siapa
yang mencela para sahabatku maka dia berhak mendapatkan laknat dari Allah, laknat para
malaikat dan laknat dari seluruh umat manusia.” (Ash Shahihah: 234) Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam juga bersabda, “Apabila disebutkan tentang para sahabatku maka diamlah.” (Ash
Shahihah: 24) Duhai para tukang cela, tutuplah mulut‐mulut kalian, sebelum kematian men‐
jemput dan tanah kuburanlah yang akan menyumpal mulut‐mulut kalian yang kotor itu !!!
By: Ki Semar (part_of)
Ada apa dengan Tahi Lalat?
at
S eh
Oleh: dr. Rika Maryam
ok
Poj Tahi lalat bnyak diyakini sebagai ciri sifat seseorang.Tahilalat lengan misalnya, diyakini
sbagai ciri bhwa pemiliknya suka bekerja.
Disisi lain, ia jg merupakan pemanis dan identitas lahir bagi beberapa orang. Dibidang kdok‐
teran, tahilalat merupakan kelainan kulit yg bsa bsifat jinak (nevus) atopun ganas (melanoma).
Dan ketika, ia menjadi ganas,tentunya harus dtindaklanjuti dan tidak dibiarkan bertandang
terus sebagai pemanis. Diantara ciri2 tahi lalat yg harus dicurigai ganas adalah:
29 Syawal 1431H / 8 Oktober 2010
1. Asimetris
2. Meradang, dan kadang ad perubahan warna
3. Permukaan tdk rata
4. Bisa terasa gatal
5. Relatif membesar, maka bila ad gejala2 tersebut konsultasikan dgn dokter anda.
Wallahu'alam
sumber: buku ajar patologi klinik (robbins)
Salam Redaksi Buletin Rabithoh
Saran & Kritik kirirm ke: imuska@ymail.com
Daparkan versi digital di: www.imuska.org 4