SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 13
Downloaden Sie, um offline zu lesen
1
PRODUKSI GAS, DEGRADASI BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK
SECARA IN VITRO SILASE PAKAN LENGKAP BERBASIS PUCUK TEBU
(Saccharum officinarum) DAN JENIS LEGUMINOSA BERBEDA
Ika Nurjanah1
, Mashudi2
dan Herni Sudarwati2
1
Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya
2
Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya
Email: ikanurjanah.fapetub@gmail.com
ABSTRACT
The purpose of this research was to find the effect of different legumes added into complete
feed silage based on sugarcane top on in vitro gas production, dry matter and organic matter
degradability. This research was carried out at Feed and Nutrition Laboratory, Faculty of Animal
Husbandry, Brawijaya University and Sumber Sekar Field Laboratory, Faculty of Animal Husbandry,
Brawijaya University from November 2015 to February 2016. This research used a randomized
complete block design with 4 treatments and 3 groups as replicates, if there was significant different
would be tested by Duncan’s Multiple Range Test Methode. Complete feed silage treatments were T1
(40% concentrate + 42,8% sugarcane top + 17,2% Calliandra calothyrsus), T2 (40% concentrate +
45,7% sugarcane top + 14,3% Leucaena leucocephala), T3 (40% concentrate + 45,5% sugarcane top
+ 14,5% Gliricidia sepium) and T4 (40% concentrate + 44,8% sugarcane top + 15,2% Moringa
oleifera). Cumulative gas production was recorded at 2, 4, 6, 8, 12, 24 and 48 hours of incubation. The
result showed that the values of gas production during 48 hours of incubation show significant different
(P<0.05) to the treatments with the highest values in T4 but not different with T3. The potential gas
production and rate of gas production show not significantly different (P>0.05) to the treatments. The
in vitro dry matter degradability and organic matter degradability show significantly different (P<0.01)
to the treatments, with highest outcomes in T4 but not different with T3. The conclusion of this research
is Gliricidia sepium is the best addition in complete feed silage based on sugarcane top.
Keywords: complete feed silage, legumes, in vitro
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan jenis leguminosa yang
berbeda pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu terhadap produksi gas, degradasi bahan kering
dan bahan organik secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya dan Laboratorium Lapang Sumber Sekar, Fakultas
Peternakan, Universitas Brawijaya yang dilakukan pada November 2015 sampai Februari 2016.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 3 kelompok
sebagai ulangan, jika terdapat perbedaan maka akan dilanjutkan dengan Uji Duncan. Perlakuan silase
pakan lengkap dalam penelitian ini adalah P1 (40% konsentrat + 42,8% pucuk tebu dan 17,2%
Calliandra calothyrsus), P2 (40% konsentrat + 45,7% pucuk tebu dan 14,3% Leucaena leucocephala),
P3 (40% konsentrat + 45,5% pucuk tebu dan 14,5% Gliricidia sepium) dan P4 (40% konsentrat +
44,8% pucuk tebu dan 15,2% Moringa oleifera). Volume gas dicatat setelah inkubasi selama 2, 4, 6,
8, 12, 24 dan 48 jam. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penggunaan jenis leguminosa yang
berbeda pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05)
terhadap produksi gas inkubasi 48 jam. P4 menghasilkan produksi gas selama inkubasi 48 jam tertinggi
2
tetapi pengaruhnya tidak berbeda dengan P3. Penggunaan jenis leguminosa yang berbeda pada silase
pakan lengkap berbasis pucuk tebu tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap potensi
produksi gas (b) dan laju produksi gas (c). Nilai degradasi bahan kering dan degradasi bahan organik
antar perlakuan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01). P4 menghasilkan degradasi bahan
kering dan degradasi bahan organik tertinggi tetapi pengaruhnya tidak berbeda dengan P3. Kesimpulan
penelitian yang telah dilakukan adalah silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dengan penggunaan
Gliricidia sepium merupakan perlakuan yang terbaik.
Kata kunci: silase pakan lengkap, leguminosa, in vitro
PENDAHULUAN
Keberhasilan usaha peternakan
ruminansia ditentukan oleh beberapa faktor,
salah satunya yaitu pakan. Hal yang perlu
diperhatikan dalam penyediaan pakan adalah
ketersediaan pakan yang cukup dan kontinyu
sepanjang tahun. Kendala yang sering dihadapi
oleh peternak dalam penyediaan pakan yaitu
kurangnya ketersediaan pakan hijauan terutama
pada musim kemarau dimana hijauan sulit
untuk diperoleh, sehingga peternak harus
mengeluarkan tambahan biaya untuk membeli
hijauan. Upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi permasalahan penyediaan hijauan
adalah preservasi hijauan dengan
memanfaatkan limbah pertanian atau
perkebunan sebagai alternatif pakan untuk
ternak. Limbah perkebunan yang dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu pucuk
tebu.
Pucuk tebu merupakan limbah
perkebunan yang diperoleh dari sisa
pemanenan tebu yang potensial untuk
digunakan sebagai pakan ternak karena
jumlahnya yang melimpah. Data yang
diperoleh dari Direktorat Jenderal Perkebunan
(2014) menunjukkan bahwa luas areal lahan
perkebunan tebu di Indonesia tahun 2014
mencapai 477.881 Ha dengan jumlah produksi
sebesar 2.632.242 ton. Luas areal tanam
perkebunan tebu di Jawa Timur yaitu 212.139
Ha dengan jumlah produksi sebesar 1.262.473
ton. Pemanfaatan pucuk tebu sebagai pakan
ternak seringkali terkendala oleh tingginya
kadar air dan rendahnya kualitas nutrisi dari
pucuk tebu. Potensi pemanfaatan pucuk tebu
sebagai pakan ternak dapat dioptimalkan
dengan menerapkan teknologi pengolahan
lebih lanjut, salah satunya dengan pembuatan
silase pakan lengkap.
Silase pakan lengkap yaitu silase yang
dibuat dari campuran antara bahan pakan
berupa hijauan dan konsentrat. Pembuatan
silase pakan lengkap memiliki kelebihan
diantaranya adalah mengandung nutrien yang
sesuai dengan kebutuhan ternak dan dari segi
penyimpanan lebih tahan lama. Silase pakan
lengkap lebih efektif dan efisien karena
pemberiannya tidak perlu dicampur dengan
bahan pakan lain dan mudah diberikan kepada
ternak. Yusmadi dkk. (2008) menyatakan
bahwa pembuatan silase lebih menghemat
waktu dan biaya pakan karena tidak perlu
mengeringkan, dapat dijadikan sebagai sumber
probiotik dan asam organik, karena bakteri-
bakteri pembusuk tidak tahan terhadap pH
rendah akan terhambat pertumbuhannya
sehingga ketersediaan, kualitas dan harga
pakan dapat terjamin.
Hijauan yang digunakan untuk silase
pakan lengkap dapat terdiri dari rumput,
leguminosa, limbah perkebunan dan atau
limbah pertanian. Penggunaan hijauan untuk
silase pakan lengkap yang berupa rumput atau
limbah perkebunan terkadang masih belum
dapat memenuhi kebutuhan ternak, sehingga
diperlukan kombinasi penggunaan hijauan
yang memiliki kandungan protein yang tinggi
seperti leguminosa agar kualitas silase dapat
lebih optimal. Jenis leguminosa pohon seperti
kaliandra (Calliandra calothyrsus), lamtoro
(Leucaena leucocephala), gamal (Gliricidia
sepium) dan kelor (Moringa oleifera) dapat
digunakan untuk silase pakan lengkap karena
mudah diperoleh dan dibudidayakan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka
perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh
3
penggunaan jenis leguminosa yang berbeda
pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu
terhadap produksi gas, degradasi bahan kering
dan bahan organik secara in vitro.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,
Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya
dan Laboratorium Lapang Sumber Sekar,
Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya
yang dilakukan pada November 2015 sampai
Februari 2016.
Materi penelitian yang digunakan
adalah cairan rumen, konsentrat dan hijauan
yang terdiri dari pucuk tebu, Gliricida sepium,
Moringa oleifera, Leucaena leucocephala,
Calliandra calothyrsus, bahan kimia untuk
pengukuran produksi gas dan seperangkat alat
untuk analisis produksi gas, degradasi bahan
kering dan bahan organik.
Penelitian ini menggunakan Rancangan
Acak Kelompok (RAK) sesuai petunjuk Steel
and Torrie (1995) yang terdiri dari 4 perlakuan
dan 3 kelompok. Jika terdapat perbedaan
perlakuan maka akan dilanjutkan dengan Uji
Jarak Duncan. Perlakuan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
P1= 40% konsentrat + 42,8% pucuk tebu +
17,2% Calliandra calothyrsus
P2= 40% konsentrat + 45,7% pucuk tebu +
14,3% Leucaena leucocephala
P3= 40% konsentrat + 45,5% pucuk tebu +
14,5% Gliricidia sepium
P4= 40% konsentrat + 44,8% pucuk tebu +
15,2% Moringa oleifera
Variabel yang diamati dalam penelitian
ini adalah produksi gas, degradasi bahan kering
dan bahan organik secara in vitro.
Tahapan pertama pelaksanaan
penelitian ini adalah pembuatan silase pakan
lengkap yang dimulai dari menyusun formulasi
menggunakan Microsoft Excel, dimana
kandungan protein pada setiap perlakuan
disamakan (iso protein) yaitu sebesar 13%.
Kemudian pucuk tebu dipotong-potong dengan
ukuran 2-3 cm lalu dicampur dengan konsentrat
dan leguminosa sesuai perlakuan yang dibuat,
Setelah itu dimasukkan ke dalam kantong
plastik warna hitam dan dipadatkan. Udara
yang tersisa di kantong plastik dikeluarkan
dengan pompa vakum, lalu diikat secara rapat
dengan tali rafia. Selanjutnya simpul ikatan
ditutup menggunakan lakban. Proses ensilase
berlangsung selama 3 minggu, setelah itu silase
dibuka dan diuji secara in vitro.
Analisis produksi gas silase pakan
lengkap sesuai prosedur Makkar et al. (1995),
masing-masing perlakuan dibuat duplo.
Volume gas dicatat setelah inkubasi 0, 2, 4, 6,
8, 12, 24, dan 48 jam. Perhitungan produksi gas
yaitu:
Produksi Gas (ml/500 mg) =
(Vt – V0) – Vblanko) x 500/(Sampel mg BK) x FK
Keterangan :
Vt – Vo = pertambahan volume gas
V blanko = volume blanko
FK = faktor koreksi
Hasil pengukuran produksi gas pada
inkubasi 2–48 jam selanjutnya dianalisis nilai
potensi dan laju produksi gas menggunakan
program SPSS. Persamaan potensi dan laju
produksi gas ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut (Ørskov, 2002):
y = b (1-e-ct
)
Keterangan:
y = produksi gas pada masa inkubasi t jam
(ml/500 mg BK)
b = potensi produksi gas dari bagian pakan
yang tidak larut tetapi berpotensi
terfermentasi (ml/500 mg BK) saat t jam
c = laju produksi gas selama masa inkubasi
(ml/jam)
t = masa inkubasi (jam)
e = eksponensia
Sisa residu dari produksi gas setelah
inkubasi 48 jam dianalisis untuk mengetahui
degradasi bahan kering (BK) dan bahan organik
(BO) pada masing-masing perlakuan.
Perhitungan degradasi BK dan degradasi BO
yaitu :
Degradasi BK (%) =
𝐵𝐾 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)−(𝐵𝐾 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢−𝐵𝐾 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 (𝑔))
𝐵𝐾 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
𝑥100 %
Degradasi BO (%) =
𝐵𝑂 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)−(𝐵𝑂 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢−𝐵𝑂 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 (𝑔))
𝐵𝑂 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)
𝑥 100 %
Keterangan :
BK residu = (berat cawan + residu setelah
dioven 105o
C) – (berat cawan +
kertas saring)
4
BK blanko = (berat cawan + residu blanko
setelah dioven 105o
C) – (berat
cawan + kertas saring)
BO residu = BK residu – residu ditanur 600o
C
BO blanko = BK blanko – residu blanko setelah
ditanur 600o
C
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Nutrisi Bahan Pakan dan Silase
Pakan Lengkap Berbasis Pucuk Tebu dan
Jenis Leguminosa Berbeda
Hasil analisis kandungan nutrisi bahan
pakan yang digunakan untuk silase pakan
lengkap berbasis pucuk tebu dan leguminosa
yang berbeda tersaji pada Tabel 1.
Bahan pakan yang digunakan terdiri dari
konsentrat, pucuk tebu (Saccharum
officinarum), kaliandra (Calliandra
calothyrsus), lamtoro (Leucaena
leucocephala), gamal (Gliricidia sepium) dan
kelor (Moringa oleifera).
Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan pakan dalam pembuatan silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu
dan jenis leguminosa yang berbeda*
Bahan Pakan Kandungan Zat Makanan
BK (%) Abu*
(%) PK*
(%) SK*
(%) LK*
(%)
Konsentrat 85,30 12,68 10,50 24,38 4,45
Pucuk tebu 18,69 7,37 9,22 49,19 2,44
Calliandra calothyrsus 19,23 6,56 28,35 12,45 3,13
Leucaena leucocephala 24,55 7,65 32,25 11,22 3,63
Gliricidia sepium 17,30 9,59 31,91 12,34 3,94
Moringa oleifera 22,29 10,73 30,79 11,83 4,61
Keterangan : - Hasil analisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya (2015)
- *
Berdasarkan 100% BK
Tabel 1 menunjukkan bahwa pucuk
tebu memiliki kandungan protein kasar sebesar
9,22% sedangkan leguminosa yang digunakan
dalam penelitian ini mengandung protein kasar
berkisar 28,35-32,25%. Kandungan protein
kasar pucuk tebu yang digunakan lebih tinggi
daripada hasil analisis Hernaman dkk. (2005)
yaitu 7,66%. Calliandra calothyrsus
mempunyai protein kasar sebesar 28,35%,
hasil analisis ini berbeda dengan yang
dilaporkan oleh Susanti dan Marhaeniyanto
(2014) yakni sebesar 23,67%. Kandungan
protein kasar Leucaena leucocephala berbeda
dengan yang dilaporkan oleh Askar (1997)
yaitu 29,82% dan kandungan protein kasar
Gliricidia sepium lebih tinggi daripada hasil
analisis Kikelomo (2014) yakni 24,59%.
Protein kasar Moringa oleifera lebih rendah
daripada hasil analisis Marhaeniyanto dan
Susanti (2014) yaitu 36,55%.
Perbedaan kandungan nutrisi dari
hijauan diduga disebabkan oleh perbedaan
jenis hijauan yang digunakan, tingkat
kesuburan tanah yang berkaitan dengan
kandungan unsur hara tanah dan fase
pertumbuhan tanaman ketika dipanen dimana
hijauan yang dipanen pada fase vegetatif
mempunyai kandungan nutrisi yang lebih
optimal daripada fase generatif. Perbedaan
kandungan nutrisi hijauan diduga juga
disebabkan oleh faktor lingkungan yang
meliputi suhu, kelembaban udara, dan curah
hujan. Hal ini didukung oleh Jayanegara dkk.
(2009) yang menyatakan bahwa perbedaan
kandungan nutrien hijauan dapat bervariasi
dikarenakan perbedaan varietas, kondisi
lingkungan tumbuh dan umur panen hijauan.
Mathius (1991) menambahkan bahwa
perbedaan kandungan nutrisi hijauan
disebabkan oleh jenis tanah, iklim dan
perbandingan bagian tanaman yang digunakan
dalam pengamatan.
Konsentrat yang digunakan memiliki
kandungan protein kasar sebesar 10,50%.
5
Konsentrat tersebut bukan merupakan
konsentrat komersil, melainkan konsentrat
yang diproduksi secara terbatas oleh kelompok
peternak sapi perah di Desa Punten,
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Fungsi
konsentrat pada pembuatan silase pakan
lengkap yakni untuk meningkatkan kualitas
nutrisi silase dan sebagai substrat bagi bakteri
asam laktat selama ensilase berlangsung.
Menurut Yitbarek and Tamir (2014), substrat
silase yang berupa karbohidrat mudah
terfermentasi berfungsi untuk menstimulasi
pertumbuhan bakteri asam laktat. Santi dkk.
(2012) menambahkan bahwa karbohidrat
mudah larut akan merangsang pembentukan
asam laktat yang tinggi dan akan menghambat
aktivitas fermentatif oleh mikroorganisme
anaerobik merugikan seperti Entrobacteria
dan Clostridia selama ensilase.
Tabel 2. Kandungan nutrisi silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang
berbeda masing-masing perlakuan*
Perlakuan Kandungan Zat Makanan
BK (%) BO*
(%) PK*
(%) SK*
(%)
P1 28,99 88,67 13,34 32,61
P2 26,92 87,72 13,49 30,53
P3 27,36 87,03 12,96 33,07
P4 27,78 86,81 13,70 30,09
Keterangan : - Hasil analisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya oleh Restuningsih (2016)
- *
Berdasarkan 100% BK
Hasil analisis kandungan nutrisi silase
pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan
leguminosa yang berbeda pada masing-masing
perlakuan ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kandungan
protein kasar silase pakan lengkap yang
dihasilkan masih sesuai dengan target awal
formulasi yang kandungan proteinnya dibuat
sama (iso protein) yakni sebesar 13%.
Penyusunan kandungan protein kasar silase
pakan lengkap didasarkan pada kebutuhan
protein kasar sapi perah yang termasuk dalam
kategori small breed cows (bobot badan = 454
kg) sesuai petunjuk National Research
Council (2001). Formulasi silase pakan
lengkap juga mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Sumihati dkk. (2011) dimana
pakan sapi perah yang diberikan mempunyai
kandungan protein kasar sebesar 13,88%.
Tabel 2 menunjukkan bahwa
kandungan protein kasar silase pakan lengkap
berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang
berbeda yaitu berkisar 12,96-13,70%.
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui
bahwa kandungan protein kasar silase pakan
lengkap masing-masing perlakuan sedikit
berbeda dengan formulasi awal yang telah
dibuat. Sebelum ensilase berlangsung tidak
dilakukan analisis kandungan protein kasar
sehingga tidak diketahui perbedaan kandungan
protein kasar sebelum dan sesudah ensilase,
namun adanya proses ensilase dapat
menyebabkan perubahan kandungan nutrisi
sebagai akibat adanya fermentasi oleh bakteri
asam laktat seperti yang dijelaskan oleh
Hapsari dkk. (2014), senyawa organik seperti
protein kasar dapat mengalami perubahan
secara kimiawi selama proses fermentasi oleh
bakteri sehingga akan mempengaruhi proporsi
protein kasar pada akhir silase.
Proses fermentasi yang terjadi selama
ensilase memungkinkan terjadinya penurunan
kandungan protein kasar seperti yang
diungkapkan oleh Lendrawati dkk. (2008),
penurunan protein disebabkan terjadinya
reaksi proteolisis oleh enzim tanaman pada
saat pelayuan sebelum ensilase. Santoso dan
Hariadi (2008) menambahkan bahwa
penurunan protein kasar pada pengawetan
silase dapat disebabkan degradasi protein kasar
oleh enzim protease dari hijauan maupun
Clostridia proteolitik selama ensilase, lebih
lanjut dijelaskan oleh Santi dkk. (2012),
bakteri Clostridia dapat mendegradasi protein
(proteolitik) menjadi NH3, H2O dan CO2.
6
Tabel 2 memperlihatkan bahwa
kandungan serat kasar silase pakan lengkap
berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang
berbeda masing-masing perlakuan berkisar
antara 30,09-33,07%. Pucuk tebu yang
digunakan dalam pembuatan silase pakan
lengkap mempunyai kandungan serat kasar
yakni 49,19% dan proporsi penggunaannya
cukup tinggi yaitu berkisar 42,8-45,7%
sehingga porsi serat kasar pada masing-masing
perlakuan yang berasal dari pucuk tebu juga
cenderung tinggi. Konsentrat yang digunakan
mempunyai kandungan serat kasar sebesar
24,38% sedangkan leguminosa yang
digunakan mempunyai kandungan serat kasar
yang relatif rendah yakni berkisar 11,22-
12,45% dan proporsi penggunaannya dalam
perlakuan yaitu 14,3-17,2%. Suprapto dkk.
(2013) menjelaskan bahwa serat kasar
merupakan sumber energi utama bagi ternak
ruminansia. Menurut Hapsari dkk. (2014),
pada proses ensilase bakteri yang tumbuh
adalah bakteri asam laktat, sedangkan bakteri
pemecah serat tidak tumbuh sehingga tidak
terjadi perubahan kandungan serat kasar pada
complete feed yang dibuat silase.
Kandungan Nutrisi Bahan Pakan dan Silase
Pakan Lengkap Berbasis Pucuk Tebu dan
Jenis Leguminosa Berbeda
Hasil analisis statistik produksi gas
silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan
jenis leguminosa yang berbeda selama
inkubasi 48 jam ditunjukkan pada Tabel 4.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
penggunaan jenis leguminosa yang berbeda
memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05)
terhadap produksi gas inkubasi 48 jam.
Produksi gas setelah inkubasi 48 jam pada
perlakuan P1 dengan penggunaan Calliandra
calothyrsus menunjukkan hasil yang terendah
yaitu 76,73 ml/500 mg BK, sedangkan hasil
yang tertinggi pada perlakuan P4 dengan
penggunaan Moringa oleifera yaitu 89,57
ml/500 mg BK akan tetapi pengaruhnya tidak
berbeda dengan perlakuan P3 yaitu silase
pakan lengkap berbasis pucuk tebu dengan
penggunaan Gliricidia sepium yaitu sebesar
83,46 ml/500 mg BK.
Tabel 3. Rata-rata produksi gas inkubasi 48 jam, nilai potensi produksi gas (b) dan laju produksi gas
(c) silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa berbeda
Perlakuan Produksi Gas inkubasi 48
jam (ml/500 mg BK)
Potensi Produksi Gas
(ml/500 mg BK)
Laju Produksi Gas
(ml/jam)
P1 76,73a
±5,86 97,90±6,22 0,0337±0,0051
P2 80,33ab
±3,28 96,06±6,15 0,0397±0,0042
P3 83,46ab
±4,94 99,15±9,19 0,0407±0,0032
P4 89,57b
±4,58 101,63±9,25 0,0483±0,0075
Keterangan : - Superskripa-b
yang berbeda pada kolom nilai rataan produksi gas inkubasi 48 jam
menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
- Berbagai perlakuan yang diujikan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
potensi produksi gas dan laju produksi gas (P>0,05)
Perbedaan produksi gas silase pakan
lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis
leguminosa berbeda yang dihasilkan masing-
masing perlakuan diduga disebabkan oleh
perbedaan kandungan serat kasar perlakuan
yang berkisar antara 30,09-33,07%. P4
mempunyai kandungan serat kasar terendah
yaitu sebesar 30,09% dan P3 mempunyai
kandungan serat kasar yang tertinggi yaitu
33,07%. Tingginya produksi gas pada P4
mengindikasikan pengaruh serat kasar yang
relatif rendah daripada perlakuan lainnya. Hal
ini didukung oleh Wahyuni dkk. (2014) yang
menyatakan bahwa tinggi rendahnya produksi
gas dipengaruhi oleh komponen serat yang
terdiri dari selulosa dan lignin sehingga
membutuhkan waktu cukup lama untuk
mendegradasinya. Menurut Edwards et al.
(2012) yang menyatakan bahwa komponen
serat dan lignin mempunyai kemampuan untuk
menghambat fermentasi secara in vitro.
Produksi gas silase pakan lengkap
berbasis pucuk tebu pada masing-masing
perlakuan ditunjukkan oleh Gambar 1.
7
Gambar 1. Produksi gas silase pakan lengkap masing-masing perlakuan
Tingginya produksi gas yang
dihasilkan oleh P4 diduga juga disebabkan
kandungan tanin yang cenderung rendah pada
silase pakan lengkap dengan penggunaan
Moringa oleifera. Kandungan tanin yang redah
pada perlakuan berdampak positif bagi
aktivitas mikroorganisme rumen dalam
mendegradasi komponen pakan. Pernyataan
ini diperkuat oleh pendapat Smith et al. (2005)
yang menyatakan bahwa pengaruh dari tanin
yang berikatan dengan protein dan senyawa
lain menyebabkan terhambatnya aktivitas
enzim dan tidak tersedianya substrat untuk
dicerna mikroba rumen. Aktivitas mikroba
rumen dapat dihambat secara langsung oleh
tanin yang berinteraksi dengan membran dan
dinding sel.
Produksi gas yang dihasilkan P1
terendah dibandingkan dengan perlakuan lain.
Hal ini diduga disebabkan oleh kandungan
serat kasar pada P1 yang cenderung tinggi
yaitu 32,61%. Pernyataan ini diperkuat oleh
Suprapto dkk. (2013), tingginya serat kasar
dalam pakan menjadi faktor pembatas lamanya
degradasi pakan oleh mikroba rumen. P3
mempunyai kandungan serat kasar yang
tertinggi (33,07%), tetapi produksi gas yang
dihasilkan tidak menunjukkan hasil yang
seharusnya terendah dibanding perlakuan
lainnya. Hal ini diduga terjadi karena produksi
gas yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh
adanya faktor lain yaitu anti nutrisi pada
leguminosa yang digunakan. Proporsi
penggunaan Calliandra calothyrsus pada P1
yang lebih tinggi (17,2%) daripada proporsi
penggunaan leguminosa pada perlakuan yang
lain diduga menyebabkan kandungan anti
nutrisi dalam perlakuan tinggi sehingga
produksi gas yang dihasilkan lebih rendah. Hal
ini didukung oleh Babayemi et al. (2004) yang
menyatakan bahwa produksi gas yang
dihasilkan selama fermentasi dipengaruhi oleh
adanya senyawa metabolit sekunder yang
terdapat pada tanaman.
Rendahnya produksi gas yang
dihasilkan P1 diduga juga disebabkan oleh
tingginya kandungan anti nutrisi yaitu tanin
pada silase pakan lengkap dengan penggunaan
Calliandra calothyrsus sehingga menghambat
aktivitas mikroorganisme rumen dalam
mendegradasi pakan yang nantinya akan
berdampak pada rendahnya produksi gas.
Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian yang
dilakukan oleh Ridwan et al. (2014)
kandungan total tanin yang tinggi pada
perlakuan menghambat aktivitas
mikroorganisme rumen untuk mendegradasi
substrat yang nantinya akan menurunkan
produksi gas. Bertambahnya level silase (50%
Pennisetum purpureum : 50% Calliandra
calothyrus) dan menurunnya level konsentrat
dalam perlakuan menghasilkan total tanin yang
semakin tinggi. Menurut Makkar (2003), tanin
merupakan senyawa polyphenolic yang
mampu mengikat protein dan membentuk
ikatan kompleks dengan seyawa lain seperti
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48
Produksigas(ml/500mgBK)
Waktu inkubasi (jam)
P1
P2
P3
P4
y = 95,681 (1-e-0,040t)
y = 98,905 (1-e-0,041t)
y = 101,199 (1-e-0,048t)
y = 97,304 (1-e-0,034t
)
8
mineral dan polisakarida. Tanin
diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu tanin
terhidrolisa dan tanin terkondensasi. Tanin
terhidrolisa yaitu tanin yang dapat didegradasi
oleh mikroba rumen, sedangkan tanin
terkondensasi yaitu tanin yang tidak dapat
didegradasi oleh mikroba rumen.
Rata-rata nilai potensi produksi gas (b)
dan laju produksi gas (c) silase pakan lengkap
berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang
berbeda masing-masing perlakuan dapat
dilihat pada Tabel 3. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa penggunaan jenis
leguminosa yang berbeda pada silase pakan
lengkap berbasis pucuk tebu tidak memberikan
pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap
potensi produksi gas dan laju produksi gas.
Masing-masing perlakuan silase pakan
lengkap mempunyai kandungan nutrisi yang
cenderung hampir sama (Tabel 2), sehingga
diduga menyebabkan potensi produksi gas dan
laju produksi gas tidak memberikan perbedaan
yang nyata pada perlakuan. Selain hal tersebut,
diduga juga disebabkan oleh adanya senyawa
sekunder pada leguminosa yang dapat
berikatan dengan nutrien sehingga hal ini
menyebabkan degradasi nutrien pakan oleh
mikroba rumen menjadi terhambat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
P4 yaitu silase pakan lengkap dengan
penggunaan Moringa oleifera mempunyai
nilai b dan c tertinggi dibandingkan perlakuan
yang lain masing-masing berurutan yaitu
101,63 ml/500 mg BK dan 0,0483 ml/jam.
Potensi produksi gas dan laju produksi gas
pada P4 yang lebih tinggi diduga disebabkan
oleh kandungan serat kasar pada P4 yang
cenderung lebih rendah daripada perlakuan
lainnya (30,09%) sehingga mikroba rumen
dapat lebih mudah mendegradasi komponen
serat dalam pakan. Hal ini didukung oleh
Kurnianingtyas dkk. (2012) yang menyatakan
bahwa tinggi rendahnya kandungan serat kasar
pada silase akan mempengaruhi kemampuan
mikroba rumen dalam mencerna serat kasar.
Tabel 3 menunjukkan bahwa P2 yaitu
silase pakan lengkap dengan penggunaan
Leucaena leucocephala mempunyai potensi
produksi gas terendah yaitu 96,06 ml/500 mg
BK dan P1 yaitu silase pakan lengkap dengan
penggunaan Calliandra calothyrsus
mempunyai laju produksi gas terendah yaitu
0,0337 ml/jam. Kandungan serat kasar pada P1
cenderung tinggi (32,61%) diduga
menyebabkan mikroba rumen sulit
mendegradasi fraksi serat sehingga laju
produksi gas yang dihasilkan lebih rendah.
Menurut Babayemi et al. (2004) yang
menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi produksi gas selama fermentasi
yaitu kandungan serat kasar dalam pakan.
Tinggi rendahnya potensi produksi gas
dan laju produksi gas dalam penelitian ini
diduga juga disebabkan oleh perbedaan
kandungan tanin yang terdapat pada
leguminosa yang digunakan. Berdasarkan
studi literatur yang dilakukan diketahui bahwa
kandungan tanin pada Calliandra calothyrsus
sebesar 11% (Mannetje dan Jones, 2000),
Leucaena leucocephala 8,9%, Gliricidia
sepium 8,3% (Foroughbakhch et al., 2012) dan
Moringa oleifera 3,39% (Marhaeniyanto dan
Susanti, 2014). Potensi produksi gas dan laju
produksi gas pada P4 yang lebih tinggi
daripada perlakuan yang lainnya diduga karena
Moringa oleifera mempunyai kandungan tanin
yang cenderung rendah sehingga mikroba
rumen dapat lebih mudah dalam mendegradasi
pakan. Menurut Sugoro (2004), tanin akan
berikatan dengan protein yang secara langsung
akan berpengaruh pada produksi gas dan
kompleks tanin-protein juga sulit untuk
didegradasi sehingga berpengaruh pada
produksi gasnya.
Laju produksi gas pada P1 yang lebih
rendah daripada perlakuan lainnya diduga
disebabkan oleh kandungan tanin yang cukup
tinggi pada silase pakan lengkap dengan
penggunaan Calliandra calothyrsus, sehingga
aktivitas mikroba rumen dalam mendegradasi
pakan menjadi terhambat. Hal ini didukung
oleh Sugoro (2004) yang menyatakan bahwa
tanin akan berikatan dengan senyawa protein
seperti enzim yang berakibat pada rendahnya
daya cerna karena kompleks protein-tanin sulit
dicerna dan menghambat pertumbuhan
mikroba rumen sehingga dapat mempengaruhi
produksi gas. Frutos et al. (2004)
menambahkan bahwa pada umumnya
konsumsi tanin yang tinggi memberikan
9
dampak negatif terhadap produktifitas ternak,
ketersediaan nutrien menurun karena adanya
ikatan kompleks antara tanin dan beberapa
jenis makromolekul seperti protein, serta
konsumsi pakan dan kecernaan pakan menjadi
menurun.
Degradasi Bahan Kering dan Degradasi
Bahan Organik Silase Pakan Lengkap
Berbasis Pucuk Tebu dan Jenis Leguminosa
Berbeda
Hasil analisis statistik degradasi bahan
kering dan degradasi bahan organik silase
pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis
leguminosa yang berbeda selama inkubasi 48
jam ditunjukkan pada Tabel 4. Hasil analisis
statistik memperlihatkan bahwa penggunaan
jenis leguminosa yang berbeda memberikan
pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap
degradasi bahan kering dan bahan organik
silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin
tinggi produksi gas, potensi produksi gas dan
laju produksi gas (Tabel 3) semakin tinggi pula
degradasi bahan kering dan bahan organik
yang dihasilkan (Tabel 4).
Degradasi bahan kering dan bahan
organik pada P1 yaitu silase pakan lengkap
dengan penggunaan Calliandra calothyrsus
menunjukkan hasil yang terendah daripada
perlakuan lainnya yaitu 66,50%, sedangkan
degradasi bahan kering dan bahan organik
pada perlakuan P4 dengan penggunaan
Moringa oleifera menunjukkan hasil tertinggi
yaitu 89,82% akan tetapi pengaruhnya tidak
berbeda dengan P3 yaitu silase pakan lengkap
dengan penggunaan Gliricidia sepium yakni
sebesar 82,99%. Degradasi bahan organik
yang terendah dihasilkan oleh P1 yaitu
54,18%, sedangkan degradasi bahan organik
yang tertinggi dihasilkan oleh P4 yaitu 79,48%
akan tetapi pengaruhnya tidak berbeda dengan
P3 yaitu sebesar 73,18%.
Tabel 4. Nilai degradasi BK dan BO pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis
leguminosa berbeda secara in vitro selama inkubasi 48 jam
Perlakuan Degradasi BK (%) Degradasi BO (%)
P1 66,50a
±6,62 54,18a
±5,83
P2 77,32b
±3,50 67,51b
±6,64
P3 82,99bc
±1,97 73,18bc
±6,97
P4 89,82c
±1,78 79,48c
±9,43
Keterangan : Superskripa-c
yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan
yang sangat nyata (P<0,01)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
degradasi bahan organik pada masing-masing
perlakuan silase pakan lengkap berbanding
lurus dengan degradasi bahan kering yang
dihasilkan. Hal ini dikarenakan bahan organik
merupakan bagian dari bahan kering, sehingga
jika degradasi bahan kering tinggi maka
degradasi bahan organik juga tinggi begitu
pula sebaliknya. Pernyataan ini diperkuat oleh
Suardin dkk. (2014) yang menyatakan bahwa
tingginya kecernaan bahan organik sejalan
dengan kecernaan bahan kering yang tinggi
atau sebaliknya. Menurut Tillman dkk. (1998)
yang menyatakan bahwa sebagian besar bahan
organik merupakan komponen bahan kering,
jika koefisien bahan kering sama maka
koefisien cerna bahan organik juga sama.
Tinggi rendahnya degradasi bahan
organik diduga disebabkan karena kandungan
serat kasar pada masing-masing perlakuan.
Kandungan serat kasar yang lebih rendah pada
P4 menyebabkan degradasi bahan organik
menjadi lebih tinggi karena mikroba rumen
dapat lebih mudah dalam mendegradasi pakan,
sedangkan kandungan serat kasar pada P1
yang cenderung lebih tinggi menghasilkan
degradasi bahan organik yang terendah karena
aktivitas fermentasi pakan oleh mikroba rumen
menjadi terhambat. Hal ini didukung oleh
Kurnianingtyas dkk. (2012) yang menyatakan
bahwa degradasi bahan kering dan bahan
organik dipengaruhi oleh kandungan serat
kasar pada bahan penyusun silase.
10
Gambar 2. Degradasi bahan kering dan bahan organik antar perlakuan
Degradasi bahan kering dan bahan
organik silase pakan lengkap berbasis pucuk
tebu dan jenis leguminosa yang berbeda antar
perlakuan diperlihatkan pada Gambar 2.
Degradasi bahan kering pada P4 menunjukkan
hasil yang tertinggi. Hal ini diduga disebabkan
oleh kandungan serat kasar pada P4 yang
cenderung lebih rendah dibandingkan dengan
perlakuan yang lain yaitu 30,09%. Pernyataan
ini didukung oleh Muhtarudin (2007) yang
menyatakan bahwa menurunnya kadar serat
kasar berdampak positif terhadap nilai
degradasi bahan kering. Berdasarkan Gambar
2 dapat diketahui bahwa P1 mempunyai
degradasi bahan kering terendah. Hal ini
diduga erat kaitannya dengan kandungan serat
kasar pada P1 yang cenderung tinggi
(32,61%). Pernyataan ini didukung oleh Longo
et al. (2012) yang menyatakan bahwa
fermentasi pakan dalam rumen dipengaruhi
oleh kandungan fraksi serat. Despal (2000)
menambahkan bahwa serat kasar mempunyai
hubungan yang negatif dengan kecernaan,
semakin rendah serat kasar maka semakin
tinggi kecernaan pakan.
Degradasi bahan kering dan bahan
organik dalam penelitian ini diduga juga
dipengaruhi oleh adanya tanin pada
leguminosa yang digunakan. Degradasi bahan
kering dan bahan organik yang dihasilkan P4
menunjukkan hasil yang tertinggi. Hal ini
diduga karena kandungan tanin pada silase
pakan lengkap dengan penggunaan Moringa
oleifera yang cenderung rendah sehingga
mikroba rumen dapat lebih mudah
mendegradasi pakan. Menurut McSweeney et
al. (2001) yang menyatakan bahwa tanin
mampu membentuk ikatan dengan protein,
polymer seperti selulosa, hemiselulosa dan
pektin serta mineral sehingga dapat
memperlambat kecernaan. Jayanegara dan
Sofyan (2008) menambahkan bahwa
keberadaan tanin di sisi lain berdampak positif
jika ditambahkan pada pakan yang tinggi akan
protein baik secara kuantitas maupun kualitas
karena protein yang berkualitas tinggi dapat
terlindungi oleh tanin dari degradasi
mikroorganisme rumen sehingga lebih tersedia
pada saluran pencernaan pasca rumen.
Kompleks ikatan tanin-protein kemudian dapat
lepas pada pH rendah di abomasum dan protein
dapat didegradasi oleh enzim pepsin sehingga
asam-asam amino yang dikandungnya tersedia
bagi ternak.
Degradasi bahan kering dan bahan
organik yang dihasilkan P1 menunjukkan hasil
yang terendah. Hal ini diduga erat kaitannya
dengan tingginya kandungan tanin pada silase
pakan lengkap dengan penggunaan Calliandra
calothyrsus. Kandungan tanin yang cenderung
tinggi menyebabkan aktivitas mikroorganisme
rumen dalam mendegradasi pakan menjadi
terhambat sehingga degradasi bahan kering
dan bahan organik yang dihasilkan lebih
rendah daripada perlakuan lainnya. Hal ini
didukung oleh Aoetpah dkk. (2010) yang
menyatakan bahwa protein Calliandra
calothyrsus sulit dicerna karena kandungan
66,5
77,32
82,99
89,82
54,18
67,51
73,18
79,48
0
20
40
60
80
100
P1 P2 P3 P4
Degradasi BK (%) Degradasi BO (%)
11
tanin cukup tinggi mengikat protein dalam
daun tersebut ketika ternak mulai
mengunyahnya. Ikatan yang cukup kuat ini
menyebabkan protein tidak dapat dipecahkan
oleh mikroba rumen atau enzim pencernaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ridwan et al.
(2014) menunjukkan bahwa meningkatnya
level silase yang mengandung Calliandra
calothyrsus dan menurunnya level konsentrat
meningkatkan total tanin dalam perlakuan
yang diujikan. Kandungan tanin yang tinggi
dalam perlakuan menghambat aktivitas
mikroba rumen dalam mendegradasi substrat
sehingga menurunkan kecernaan bahan
organik secara in vitro.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa penggunaan Gliricidia
sepium pada silase pakan lengkap berbasis
pucuk tebu merupakan perlakuan yang
cenderung lebih baik dengan produksi gas
yang dihasilkan selama inkubasi 48 jam yaitu
83,46 ml/500 mg BK, potensi produksi gas
sebesar 99,15 ml/500 mg BK, laju produksi gas
0,0407 ml/jam, degradasi bahan kering
82,99% dan degradasi bahan organik 73,18%.
Penggunaan Gliricidia sepium pada silase
pakan lengkap berbasis pucuk tebu lebih
mudah diterapkan di lapang karena harganya
yang lebih murah dan tidak bersaing dengan
kebutuhan manusia.
SARAN
Sebaiknya dilakukan penelitian dengan
cara pemberian silase pakan lengkap berbasis
pucuk tebu dengan penggunaan Gliricidia
sepium secara langsung ke ternak (in vivo).
DAFTAR PUSTAKA
Aoetpah, A., S. Ghunu dan T.O.D. Dato. 2010.
Retensi Kambing Kacang yang
diberikan ransum rumput lapang dan
daun kaliandra (Calliandra
calothyrsus) pada level berbeda.
Media Exacta. 9 (1): 1-7.
Askar, S. 1997. Nilai Gizi Daun Lamtoro dan
Pemanfatannya sebagai Pakan Ternak
Ruminansia. Lokakarya Fungsional
Non Peneliti. Bogor.
Babayemi, O.J., D. Demeyer and V. Flevez.
2004. In vitro fermentation of tropical
browse seeds in relation to their
content of secondary metabolites. J.
Anim. Feed Sci. 13 (1): 31-34.
Despal. 2000. Kemampuan komposisi kimia
dan kecernaan in vitro dalam
mengestimasi kecernaan in vivo.
Media Peternakan. 23 (3): 84-88.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014.
Statistik Perkebunan Indonesia 2013-
2015: Tebu (Sugar Cane). Jakarta.
Edwards, E., V. Malmbo, C.H.O. Lallo, G.W.
Garcia and M.D. Diptee. 2012. In
vitro ruminal fermentation of leaves
from three tree forages in response to
incremental levels of polyethylene
glycol. Journal of Animal Sciences. 2
(3): 142-149.
Foroughbakhch, P.R., A.C. Parra, A.R.
Estrada, M.A.A. Vazquez and M.L.C.
Avila. 2012. Nutrient content and in
vitro dry matter digestibility of
Gliricidia sepium (Jacq.) Walp. and
Leucaena leucocephala (Lam. De
Wit.). Journal of Animal and
Veterinary Advances. 11 (10): 1708-
1712.
Frutos, P., G. Hervas, F.J. Giraldez and A.R.
Mantecon. 2004. Review tannins and
ruminant nutrition. Spanish Journal of
Agricultural Research. 2 (2): 191-
202.
Hapsari, Y.T., Suryapratama, N. Hidayat dan
E. Susanti. 2014. Pengaruh lama
pemeraman terhadap kandungan
lemak kasar dan serat kasar silase
complete feed limbah rami. Jurnal
Ilmiah Peternakan. 2 (1): 102-109.
Hernaman, I., R. Hidayat dan Mansyur. 2005.
Pengaruh penggunaan molases dalam
pembuatan silase campuran ampas
tahu dan pucuk tebu kering terhadap
nilai pH dan komposisi zat-zat
makanannya. Jurnal Ilmu Ternak.
5(2): 94-99.
Jayanegara, A. dan A. Sofyan. 2008.
Penentuan aktivitas biologis tanin
beberapa hijauan secara in vitro
menggunakan Hoheinhem Gas Test
12
dengan polietilen glikol sebagai
determinan. Media Peternakan. 31
(1): 44-52.
Jayanegara, A., A. Sofyan, H.P.S. Makkar dan
K. Becker. 2009. Kinetika produksi
gas, kecernaan bahan organik dan
produkci gas metana in vitro pada hay
dan jerami yang disuplementasi
hijauan mengandung tanin. Media
Peternakan. 32 (2): 120-129.
Lendrawati, M. Ridla dan N. Ramli. 2008.
Kualitas Fermentasi dan Nutrisi
Silase Ransum Komplit Berbasis
Jagung, Sawit dan Ubi Kayu in vitro.
Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Bogor.
Longo, C., J. Hummel, J. Liebich, I.C.S Bueno,
P. Burauel, E.J. Ambrosano, A.L.
Abdalla, U.Y. Anele and K.H.
Sudekum. 2012. Chemical
characterization and in vitro
biological activity of four tropical
legumes, Styzolobium aterrimum L.,
Leucaena leucocephala and Mimosa
caesalpiniaefolia as compared with
tropical grass, Cynodon spp. for the
use in ruminant diets. Czech J. Anim.
Sci. 6: 255-264.
Kikelomo, A.M. 2014. Voluntary feed intake
and nutrient utilization of West
African Dwarf Sheep feed
supplements of Moringa oleifera and
Gliricidia sepium fodders. American
Journal of Agriculture and Foresty. 2
(3): 94-99.
Kurnianingtyas, I.B., P.R. Pandansari, I.
Astuti, S.D. Widyawati dan W.P.S.
Suprayogi. 2012. Pengaruh macam
akselerator terhadap kualitas fisik,
kimiawi dan biologis silase rumput
kolonjono. Tropical Animal
Husbandry. 1 (1): 7-14.
Makkar, H.P.S. 2003. Effects and fate of
tannins in ruminant animals, adaption
to tannins and strategies to overcome
detrimental effects of feeding tannin-
rich feeds. Small Ruminant Research.
49 (241-256).
Makkar, H.P.S., M. Blummel and K. Becker.
1995. Formation of complexes
between polyvinyl pyrrolidones or
polyethylene glycols and tannins and
their implication in gas production
and true digestibility in in vitro
techniques. British Journal of
Nutrition. 73: 897-913.
Mannetje, L.’t. dan R.M. Jones. 2000. Sumber
Daya Nabati Asia Tenggara No. 4
Pakan. Balai Pustaka. Jakarta.
Marhaeniyanto, E. dan Susanti, S. 2014.
Produk fermentasi dan produksi gas
secara in vitro dari ransum yang
mengandung daun kelor (Moringa
oleifera, Lamm). Buana Sains. 14(2):
19-28.
Mathius, I.W. 1991. Tanaman gliricidia
sebagai bank pakan hijauan untuk
makanan kambing-domba. Wartazoa.
2 (1) : 1-10.
McSweeney, C.S., B. Palmer, D.M. McNeill
and D.O. Krause. 2001. Microbial
interactions with tannins: nutritional
consequences for ruminants. Animal
Feed Science and Technology. 91:
83-93.
Muhtarudin. 2007. Kecernaan pucuk tebu
terolah secara in vitro. J. Indon. Trop.
Agric. 32 (3): 146-150.
NRC. 2001. Nutrient Requirements of Dairy
Cattle Seventh Revised Edition.
National Academy Press.
Washington, D.C.
Ørskov, E.R. 2002. Trails and Trials in
Livestock Research. Andi Offset.
Yogyakarta.
Restuningsih, R. 2016. Pengaruh Pemberian
Jenis Leguminosa Berbeda pada
Pembuatan Silase Pakan Lengkap
Berbasis Pucuk Tebu terhadap
Karakteristik Fisik, pH dan
Kandungan Nutrisi (Skripsi).
Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya Malang.
Ridwan, R., S. Ratnakomala, G. Kartina dan Y.
Widyastuti. 2005. Pengaruh
penambahan dedak padi dan
Lactobacillus plantarum IBL-2
dalam pembuatan silase rumput gajah
(Pennisetum purpureum). Media
Peternakan. 28 (3): 117-123.
13
Santoso, B. dan B. Tj. Hariadi. 2008.
Komposisi kimia, degradasi nutrien
dan produksi gas metana in vitro
rumput tropik yang diawetkan dengan
metode silase dan hay. Media
Peternakan. 31 (2): 128-137.
Santi, R.K., D. Fatmasari, S.D. Widyawati dan
W.P.S. Suprayogi. 2012. Kualitas dan
nilai kecernaan in vitro silase batang
pisang (Musa paradisiaca) dengan
penambahan beberapa akselerator.
Tropical Animal Husbandry. 1 (1):
15-23.
Smith, A.H., E. Zoetendal and R.I. Mackie.
2005. Bacterial mechanisms to
overcome inhibitory effects of dietary
tannins. Microbial Ecology. 50 (2):
197-205.
Steel, G.D. and J.H. Torrie. 1995. Principles
and Procedures of Statistics.
Terjemahan oleh Sumantri, B. Prinsip
dan Prosedur Statistika. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Suardin, N. Sandiah dan R. Aka. 2014.
Kecernaan bahan kering dan bahan
organik campuran rumput mulato
(Brachiaria hybrid cv mulato) dengan
jenis legum berbeda menggunakan
cairan rumen sapi. JITRO. 1 (1): 16-
22.
Sugoro. 2004. Pengaruh Tanin dan
Penambahan PEG terhadap Produksi
Gas secara in vitro. Risalah Seminar
Penelitian dan Pengembangan
Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta.
Sumihati, M. Isroli dan Widiyanto. 2011.
Utilitas protein pada sapi perah
Friesian Holstein yang mendapatkan
ransum kulit kopi sebagai sumber
serat yang diolah dengan teknologi
amoniasi fermentasi (AMOFER). 15
(1): 1-7. Laporan Penelitian Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro
Semarang.
Susanti, S. dan Marhaeniyanto, E. 2014. Kadar
saponin daun tanaman yang
berpotensi menekan gas metana
secara in-vitro. Buana Sains. 14 (1):
29-38.
Suprapto, H., F.M. Suhartati dan T.
Widiyastuti. 2013. Kecernaan serat
kasar dan lemak kasar complete feed
limbah rami dengan sumber protein
berbeda pada Kambing Peranakan
Etawa lepas sapih. Jurnal Ilmiah
Peternakan. 1 (3): 938-946.
Yusmadi, Nahrowi dan M. Ridla. 2008. Kajian
mutu dan palatabilitas silase dan hay
ransum komplit berbasis sampah
organik primer pada Kambing
Peranakan Etawah. Agripet. 8 (1): 31-
38.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S.
Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo
dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Cetakan
Keenam. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Wahyuni, I.M.D., A. Muktiani dan M.
Christiyanto. 2014. Kecernaan bahan
kering dan bahan organik dan
degradabilitas serat pada pakan yang
disuplementasi tanin dan saponin.
Agripet. 2 (2): 115-125.
Yitbarek, M.B. and Tamir, B. 2014. Silage
additives: review. Journal of Applied
Sciences. 4: 258-274.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Analisa usaha tanaman kentang
Analisa usaha tanaman kentangAnalisa usaha tanaman kentang
Analisa usaha tanaman kentang
Warnet Raha
 
Makalah sampel dan populasi
Makalah sampel dan populasiMakalah sampel dan populasi
Makalah sampel dan populasi
Rfebiola
 
Lembaga sosial dan kelembagaan dalam masyarakat pertanian atau
Lembaga sosial dan kelembagaan  dalam masyarakat pertanian atauLembaga sosial dan kelembagaan  dalam masyarakat pertanian atau
Lembaga sosial dan kelembagaan dalam masyarakat pertanian atau
Syarif Udin
 
Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian
Sri Wahyuni
 
Makalah statistika
Makalah statistikaMakalah statistika
Makalah statistika
Nida Hilya
 

Was ist angesagt? (20)

Analisa usaha tanaman kentang
Analisa usaha tanaman kentangAnalisa usaha tanaman kentang
Analisa usaha tanaman kentang
 
Makalah sampel dan populasi
Makalah sampel dan populasiMakalah sampel dan populasi
Makalah sampel dan populasi
 
Lembaga sosial dan kelembagaan dalam masyarakat pertanian atau
Lembaga sosial dan kelembagaan  dalam masyarakat pertanian atauLembaga sosial dan kelembagaan  dalam masyarakat pertanian atau
Lembaga sosial dan kelembagaan dalam masyarakat pertanian atau
 
Proposal skripsi Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi 2016
Proposal skripsi Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi 2016 Proposal skripsi Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi 2016
Proposal skripsi Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi 2016
 
Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan Pertanian
 
PPT SEMINAR PROPOSAL DZUHRI
PPT SEMINAR PROPOSAL DZUHRIPPT SEMINAR PROPOSAL DZUHRI
PPT SEMINAR PROPOSAL DZUHRI
 
Budidaya tanaman semusim
Budidaya tanaman semusimBudidaya tanaman semusim
Budidaya tanaman semusim
 
Makalah statistika
Makalah statistikaMakalah statistika
Makalah statistika
 
Strategi Pengembangan Peternakan Itik (Bab I)
Strategi Pengembangan Peternakan Itik (Bab I)Strategi Pengembangan Peternakan Itik (Bab I)
Strategi Pengembangan Peternakan Itik (Bab I)
 
pengertian pertanian dan sejarah perkembangan pertanian
pengertian pertanian dan sejarah perkembangan pertanianpengertian pertanian dan sejarah perkembangan pertanian
pengertian pertanian dan sejarah perkembangan pertanian
 
Strategi Penguatan Ketahanan Pangan Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komo...
Strategi Penguatan Ketahanan Pangan Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komo...Strategi Penguatan Ketahanan Pangan Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komo...
Strategi Penguatan Ketahanan Pangan Menuju Pengembangan Wilayah Berbasis Komo...
 
Laporan praktikum produksi benih
Laporan praktikum produksi benihLaporan praktikum produksi benih
Laporan praktikum produksi benih
 
Uji BNT
Uji BNTUji BNT
Uji BNT
 
Talas
TalasTalas
Talas
 
Regresi data panel (longitudinal)
Regresi data panel (longitudinal) Regresi data panel (longitudinal)
Regresi data panel (longitudinal)
 
RANCANGAN ACAK KELOMPOK
RANCANGAN ACAK KELOMPOKRANCANGAN ACAK KELOMPOK
RANCANGAN ACAK KELOMPOK
 
Laporan Magang Perkebunan PKS
Laporan Magang Perkebunan PKS Laporan Magang Perkebunan PKS
Laporan Magang Perkebunan PKS
 
Rancangan acak lengkap (ral)
Rancangan acak lengkap (ral)Rancangan acak lengkap (ral)
Rancangan acak lengkap (ral)
 
Makalah pasca-panen-dan-mekanisasi
Makalah pasca-panen-dan-mekanisasiMakalah pasca-panen-dan-mekanisasi
Makalah pasca-panen-dan-mekanisasi
 
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benihLaporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
Laporan praktikum pengujian daya tumbuh benih
 

Andere mochten auch

Chocolate recipes
Chocolate recipesChocolate recipes
Chocolate recipes
Jessica161
 
Paketi i karti
Paketi i kartiPaketi i karti
Paketi i karti
EROlga
 

Andere mochten auch (15)

Mens wovens
Mens wovensMens wovens
Mens wovens
 
Hard rock Cafe Cancun
Hard rock Cafe CancunHard rock Cafe Cancun
Hard rock Cafe Cancun
 
Chocolate recipes
Chocolate recipesChocolate recipes
Chocolate recipes
 
Leading institucional
Leading institucionalLeading institucional
Leading institucional
 
Iphone 6
Iphone 6Iphone 6
Iphone 6
 
Paketi i karti
Paketi i kartiPaketi i karti
Paketi i karti
 
Tempo June-2016
Tempo June-2016Tempo June-2016
Tempo June-2016
 
Basic concepts in_matlab
Basic concepts in_matlabBasic concepts in_matlab
Basic concepts in_matlab
 
Manusia, keragaman, dan kesetaraan
Manusia, keragaman, dan kesetaraan Manusia, keragaman, dan kesetaraan
Manusia, keragaman, dan kesetaraan
 
Pschological aspects of child care
Pschological aspects of child carePschological aspects of child care
Pschological aspects of child care
 
Orbis
OrbisOrbis
Orbis
 
Tempo November 2014
Tempo November 2014Tempo November 2014
Tempo November 2014
 
Greater Sitka Legacy Fund - Connie Sipe
Greater Sitka Legacy Fund - Connie SipeGreater Sitka Legacy Fund - Connie Sipe
Greater Sitka Legacy Fund - Connie Sipe
 
Giao an 3
Giao an   3Giao an   3
Giao an 3
 
Leading - Comunicação Interna Mobile
Leading - Comunicação Interna MobileLeading - Comunicação Interna Mobile
Leading - Comunicação Interna Mobile
 

Ähnlich wie PRODUKSI GAS DAN DEGRADASI BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK IN VITRO SILASE PAKAN LENGKAP BERBASIS PUCUK TEBU DAN JENIS LEGUMINOSA BERBEDA

Laporan pengaruh pertumbuhan kacang hijau
Laporan pengaruh pertumbuhan kacang hijau Laporan pengaruh pertumbuhan kacang hijau
Laporan pengaruh pertumbuhan kacang hijau
Nia Hardianti
 
fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...
fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...
fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...
Aom_Bracho
 
Epistimiologi yaitu meliputi logika pengetahuan ilmiah dan metodologi yang te...
Epistimiologi yaitu meliputi logika pengetahuan ilmiah dan metodologi yang te...Epistimiologi yaitu meliputi logika pengetahuan ilmiah dan metodologi yang te...
Epistimiologi yaitu meliputi logika pengetahuan ilmiah dan metodologi yang te...
Operator Warnet Vast Raha
 
Analisis matematis pendugaan umur simpan benih cabai merah (capsicum annum l.)
Analisis matematis pendugaan umur simpan benih cabai merah (capsicum annum l.)Analisis matematis pendugaan umur simpan benih cabai merah (capsicum annum l.)
Analisis matematis pendugaan umur simpan benih cabai merah (capsicum annum l.)
Young Farmers
 
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
Ilmianisa Azizah
 

Ähnlich wie PRODUKSI GAS DAN DEGRADASI BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK IN VITRO SILASE PAKAN LENGKAP BERBASIS PUCUK TEBU DAN JENIS LEGUMINOSA BERBEDA (20)

2006gar
2006gar2006gar
2006gar
 
Artikel ilmiah PKM-P
Artikel ilmiah PKM-PArtikel ilmiah PKM-P
Artikel ilmiah PKM-P
 
fruit leather
fruit leatherfruit leather
fruit leather
 
Laporan pengaruh pertumbuhan kacang hijau
Laporan pengaruh pertumbuhan kacang hijau Laporan pengaruh pertumbuhan kacang hijau
Laporan pengaruh pertumbuhan kacang hijau
 
fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...
fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...
fermentabilitas & kecernaan in vitro ransum yang diberi kursin bungkil biji j...
 
1361 2532-1-pb - copy
1361 2532-1-pb - copy1361 2532-1-pb - copy
1361 2532-1-pb - copy
 
ppt hubungan serangga dengan jamur tiram
ppt hubungan serangga dengan jamur tiramppt hubungan serangga dengan jamur tiram
ppt hubungan serangga dengan jamur tiram
 
6 apresus
6 apresus6 apresus
6 apresus
 
PPT REVIEW KETAHANAN PANGAN.pptx
PPT REVIEW KETAHANAN PANGAN.pptxPPT REVIEW KETAHANAN PANGAN.pptx
PPT REVIEW KETAHANAN PANGAN.pptx
 
AT Modul 1 kb 4
AT Modul 1 kb 4AT Modul 1 kb 4
AT Modul 1 kb 4
 
Epistimiologi yaitu meliputi logika pengetahuan ilmiah dan metodologi yang te...
Epistimiologi yaitu meliputi logika pengetahuan ilmiah dan metodologi yang te...Epistimiologi yaitu meliputi logika pengetahuan ilmiah dan metodologi yang te...
Epistimiologi yaitu meliputi logika pengetahuan ilmiah dan metodologi yang te...
 
JURNAL MUHAMMAD JAYA
JURNAL MUHAMMAD JAYAJURNAL MUHAMMAD JAYA
JURNAL MUHAMMAD JAYA
 
155 340-1-pb (1)
155 340-1-pb (1)155 340-1-pb (1)
155 340-1-pb (1)
 
Analisis matematis pendugaan umur simpan benih cabai merah (capsicum annum l.)
Analisis matematis pendugaan umur simpan benih cabai merah (capsicum annum l.)Analisis matematis pendugaan umur simpan benih cabai merah (capsicum annum l.)
Analisis matematis pendugaan umur simpan benih cabai merah (capsicum annum l.)
 
konservasi plasma nutfah
konservasi plasma nutfahkonservasi plasma nutfah
konservasi plasma nutfah
 
Laporan praktikum kadar air
Laporan praktikum kadar airLaporan praktikum kadar air
Laporan praktikum kadar air
 
Ulat hongkong
Ulat hongkongUlat hongkong
Ulat hongkong
 
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
 
188527 id-pertumbuhan-dan-kelangsungan-hidup-benih
188527 id-pertumbuhan-dan-kelangsungan-hidup-benih188527 id-pertumbuhan-dan-kelangsungan-hidup-benih
188527 id-pertumbuhan-dan-kelangsungan-hidup-benih
 
Artkel kkn limbah cair tahu
Artkel kkn limbah cair tahuArtkel kkn limbah cair tahu
Artkel kkn limbah cair tahu
 

Kürzlich hochgeladen

Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksiAnalisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
MemenAzmi1
 

Kürzlich hochgeladen (12)

Uji hipotesis, prosedur hipotesis, dan analisis data
Uji hipotesis, prosedur hipotesis, dan analisis dataUji hipotesis, prosedur hipotesis, dan analisis data
Uji hipotesis, prosedur hipotesis, dan analisis data
 
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI pptMATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
 
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
 
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
 
Dana Setiawan (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
Dana Setiawan   (Paparan terkait Konstruksi Jalan )Dana Setiawan   (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
Dana Setiawan (Paparan terkait Konstruksi Jalan )
 
tranformasi energi atau perubahan energi
tranformasi energi atau perubahan energitranformasi energi atau perubahan energi
tranformasi energi atau perubahan energi
 
Ruang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
Ruang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non BankRuang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
Ruang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
 
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
 
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksiAnalisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
 
Soal Campuran Asam Basa Kimia kelas XI.pdf
Soal Campuran Asam Basa Kimia kelas XI.pdfSoal Campuran Asam Basa Kimia kelas XI.pdf
Soal Campuran Asam Basa Kimia kelas XI.pdf
 
Materi Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptx
Materi Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptxMateri Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptx
Materi Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptx
 
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampelbagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
bagian 2 pengujian hipotesis deskriptif 1 sampel
 

PRODUKSI GAS DAN DEGRADASI BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK IN VITRO SILASE PAKAN LENGKAP BERBASIS PUCUK TEBU DAN JENIS LEGUMINOSA BERBEDA

  • 1. 1 PRODUKSI GAS, DEGRADASI BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK SECARA IN VITRO SILASE PAKAN LENGKAP BERBASIS PUCUK TEBU (Saccharum officinarum) DAN JENIS LEGUMINOSA BERBEDA Ika Nurjanah1 , Mashudi2 dan Herni Sudarwati2 1 Mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya 2 Dosen Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Email: ikanurjanah.fapetub@gmail.com ABSTRACT The purpose of this research was to find the effect of different legumes added into complete feed silage based on sugarcane top on in vitro gas production, dry matter and organic matter degradability. This research was carried out at Feed and Nutrition Laboratory, Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University and Sumber Sekar Field Laboratory, Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University from November 2015 to February 2016. This research used a randomized complete block design with 4 treatments and 3 groups as replicates, if there was significant different would be tested by Duncan’s Multiple Range Test Methode. Complete feed silage treatments were T1 (40% concentrate + 42,8% sugarcane top + 17,2% Calliandra calothyrsus), T2 (40% concentrate + 45,7% sugarcane top + 14,3% Leucaena leucocephala), T3 (40% concentrate + 45,5% sugarcane top + 14,5% Gliricidia sepium) and T4 (40% concentrate + 44,8% sugarcane top + 15,2% Moringa oleifera). Cumulative gas production was recorded at 2, 4, 6, 8, 12, 24 and 48 hours of incubation. The result showed that the values of gas production during 48 hours of incubation show significant different (P<0.05) to the treatments with the highest values in T4 but not different with T3. The potential gas production and rate of gas production show not significantly different (P>0.05) to the treatments. The in vitro dry matter degradability and organic matter degradability show significantly different (P<0.01) to the treatments, with highest outcomes in T4 but not different with T3. The conclusion of this research is Gliricidia sepium is the best addition in complete feed silage based on sugarcane top. Keywords: complete feed silage, legumes, in vitro ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan jenis leguminosa yang berbeda pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu terhadap produksi gas, degradasi bahan kering dan bahan organik secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya dan Laboratorium Lapang Sumber Sekar, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya yang dilakukan pada November 2015 sampai Februari 2016. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 3 kelompok sebagai ulangan, jika terdapat perbedaan maka akan dilanjutkan dengan Uji Duncan. Perlakuan silase pakan lengkap dalam penelitian ini adalah P1 (40% konsentrat + 42,8% pucuk tebu dan 17,2% Calliandra calothyrsus), P2 (40% konsentrat + 45,7% pucuk tebu dan 14,3% Leucaena leucocephala), P3 (40% konsentrat + 45,5% pucuk tebu dan 14,5% Gliricidia sepium) dan P4 (40% konsentrat + 44,8% pucuk tebu dan 15,2% Moringa oleifera). Volume gas dicatat setelah inkubasi selama 2, 4, 6, 8, 12, 24 dan 48 jam. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penggunaan jenis leguminosa yang berbeda pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap produksi gas inkubasi 48 jam. P4 menghasilkan produksi gas selama inkubasi 48 jam tertinggi
  • 2. 2 tetapi pengaruhnya tidak berbeda dengan P3. Penggunaan jenis leguminosa yang berbeda pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap potensi produksi gas (b) dan laju produksi gas (c). Nilai degradasi bahan kering dan degradasi bahan organik antar perlakuan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01). P4 menghasilkan degradasi bahan kering dan degradasi bahan organik tertinggi tetapi pengaruhnya tidak berbeda dengan P3. Kesimpulan penelitian yang telah dilakukan adalah silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dengan penggunaan Gliricidia sepium merupakan perlakuan yang terbaik. Kata kunci: silase pakan lengkap, leguminosa, in vitro PENDAHULUAN Keberhasilan usaha peternakan ruminansia ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu pakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan pakan adalah ketersediaan pakan yang cukup dan kontinyu sepanjang tahun. Kendala yang sering dihadapi oleh peternak dalam penyediaan pakan yaitu kurangnya ketersediaan pakan hijauan terutama pada musim kemarau dimana hijauan sulit untuk diperoleh, sehingga peternak harus mengeluarkan tambahan biaya untuk membeli hijauan. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan penyediaan hijauan adalah preservasi hijauan dengan memanfaatkan limbah pertanian atau perkebunan sebagai alternatif pakan untuk ternak. Limbah perkebunan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yaitu pucuk tebu. Pucuk tebu merupakan limbah perkebunan yang diperoleh dari sisa pemanenan tebu yang potensial untuk digunakan sebagai pakan ternak karena jumlahnya yang melimpah. Data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Perkebunan (2014) menunjukkan bahwa luas areal lahan perkebunan tebu di Indonesia tahun 2014 mencapai 477.881 Ha dengan jumlah produksi sebesar 2.632.242 ton. Luas areal tanam perkebunan tebu di Jawa Timur yaitu 212.139 Ha dengan jumlah produksi sebesar 1.262.473 ton. Pemanfaatan pucuk tebu sebagai pakan ternak seringkali terkendala oleh tingginya kadar air dan rendahnya kualitas nutrisi dari pucuk tebu. Potensi pemanfaatan pucuk tebu sebagai pakan ternak dapat dioptimalkan dengan menerapkan teknologi pengolahan lebih lanjut, salah satunya dengan pembuatan silase pakan lengkap. Silase pakan lengkap yaitu silase yang dibuat dari campuran antara bahan pakan berupa hijauan dan konsentrat. Pembuatan silase pakan lengkap memiliki kelebihan diantaranya adalah mengandung nutrien yang sesuai dengan kebutuhan ternak dan dari segi penyimpanan lebih tahan lama. Silase pakan lengkap lebih efektif dan efisien karena pemberiannya tidak perlu dicampur dengan bahan pakan lain dan mudah diberikan kepada ternak. Yusmadi dkk. (2008) menyatakan bahwa pembuatan silase lebih menghemat waktu dan biaya pakan karena tidak perlu mengeringkan, dapat dijadikan sebagai sumber probiotik dan asam organik, karena bakteri- bakteri pembusuk tidak tahan terhadap pH rendah akan terhambat pertumbuhannya sehingga ketersediaan, kualitas dan harga pakan dapat terjamin. Hijauan yang digunakan untuk silase pakan lengkap dapat terdiri dari rumput, leguminosa, limbah perkebunan dan atau limbah pertanian. Penggunaan hijauan untuk silase pakan lengkap yang berupa rumput atau limbah perkebunan terkadang masih belum dapat memenuhi kebutuhan ternak, sehingga diperlukan kombinasi penggunaan hijauan yang memiliki kandungan protein yang tinggi seperti leguminosa agar kualitas silase dapat lebih optimal. Jenis leguminosa pohon seperti kaliandra (Calliandra calothyrsus), lamtoro (Leucaena leucocephala), gamal (Gliricidia sepium) dan kelor (Moringa oleifera) dapat digunakan untuk silase pakan lengkap karena mudah diperoleh dan dibudidayakan. Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh
  • 3. 3 penggunaan jenis leguminosa yang berbeda pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu terhadap produksi gas, degradasi bahan kering dan bahan organik secara in vitro. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya dan Laboratorium Lapang Sumber Sekar, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya yang dilakukan pada November 2015 sampai Februari 2016. Materi penelitian yang digunakan adalah cairan rumen, konsentrat dan hijauan yang terdiri dari pucuk tebu, Gliricida sepium, Moringa oleifera, Leucaena leucocephala, Calliandra calothyrsus, bahan kimia untuk pengukuran produksi gas dan seperangkat alat untuk analisis produksi gas, degradasi bahan kering dan bahan organik. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sesuai petunjuk Steel and Torrie (1995) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 3 kelompok. Jika terdapat perbedaan perlakuan maka akan dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan. Perlakuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: P1= 40% konsentrat + 42,8% pucuk tebu + 17,2% Calliandra calothyrsus P2= 40% konsentrat + 45,7% pucuk tebu + 14,3% Leucaena leucocephala P3= 40% konsentrat + 45,5% pucuk tebu + 14,5% Gliricidia sepium P4= 40% konsentrat + 44,8% pucuk tebu + 15,2% Moringa oleifera Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah produksi gas, degradasi bahan kering dan bahan organik secara in vitro. Tahapan pertama pelaksanaan penelitian ini adalah pembuatan silase pakan lengkap yang dimulai dari menyusun formulasi menggunakan Microsoft Excel, dimana kandungan protein pada setiap perlakuan disamakan (iso protein) yaitu sebesar 13%. Kemudian pucuk tebu dipotong-potong dengan ukuran 2-3 cm lalu dicampur dengan konsentrat dan leguminosa sesuai perlakuan yang dibuat, Setelah itu dimasukkan ke dalam kantong plastik warna hitam dan dipadatkan. Udara yang tersisa di kantong plastik dikeluarkan dengan pompa vakum, lalu diikat secara rapat dengan tali rafia. Selanjutnya simpul ikatan ditutup menggunakan lakban. Proses ensilase berlangsung selama 3 minggu, setelah itu silase dibuka dan diuji secara in vitro. Analisis produksi gas silase pakan lengkap sesuai prosedur Makkar et al. (1995), masing-masing perlakuan dibuat duplo. Volume gas dicatat setelah inkubasi 0, 2, 4, 6, 8, 12, 24, dan 48 jam. Perhitungan produksi gas yaitu: Produksi Gas (ml/500 mg) = (Vt – V0) – Vblanko) x 500/(Sampel mg BK) x FK Keterangan : Vt – Vo = pertambahan volume gas V blanko = volume blanko FK = faktor koreksi Hasil pengukuran produksi gas pada inkubasi 2–48 jam selanjutnya dianalisis nilai potensi dan laju produksi gas menggunakan program SPSS. Persamaan potensi dan laju produksi gas ditentukan dengan persamaan sebagai berikut (Ørskov, 2002): y = b (1-e-ct ) Keterangan: y = produksi gas pada masa inkubasi t jam (ml/500 mg BK) b = potensi produksi gas dari bagian pakan yang tidak larut tetapi berpotensi terfermentasi (ml/500 mg BK) saat t jam c = laju produksi gas selama masa inkubasi (ml/jam) t = masa inkubasi (jam) e = eksponensia Sisa residu dari produksi gas setelah inkubasi 48 jam dianalisis untuk mengetahui degradasi bahan kering (BK) dan bahan organik (BO) pada masing-masing perlakuan. Perhitungan degradasi BK dan degradasi BO yaitu : Degradasi BK (%) = 𝐵𝐾 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)−(𝐵𝐾 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢−𝐵𝐾 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 (𝑔)) 𝐵𝐾 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔) 𝑥100 % Degradasi BO (%) = 𝐵𝑂 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)−(𝐵𝑂 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢−𝐵𝑂 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 (𝑔)) 𝐵𝑂 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔) 𝑥 100 % Keterangan : BK residu = (berat cawan + residu setelah dioven 105o C) – (berat cawan + kertas saring)
  • 4. 4 BK blanko = (berat cawan + residu blanko setelah dioven 105o C) – (berat cawan + kertas saring) BO residu = BK residu – residu ditanur 600o C BO blanko = BK blanko – residu blanko setelah ditanur 600o C HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrisi Bahan Pakan dan Silase Pakan Lengkap Berbasis Pucuk Tebu dan Jenis Leguminosa Berbeda Hasil analisis kandungan nutrisi bahan pakan yang digunakan untuk silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan leguminosa yang berbeda tersaji pada Tabel 1. Bahan pakan yang digunakan terdiri dari konsentrat, pucuk tebu (Saccharum officinarum), kaliandra (Calliandra calothyrsus), lamtoro (Leucaena leucocephala), gamal (Gliricidia sepium) dan kelor (Moringa oleifera). Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan pakan dalam pembuatan silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda* Bahan Pakan Kandungan Zat Makanan BK (%) Abu* (%) PK* (%) SK* (%) LK* (%) Konsentrat 85,30 12,68 10,50 24,38 4,45 Pucuk tebu 18,69 7,37 9,22 49,19 2,44 Calliandra calothyrsus 19,23 6,56 28,35 12,45 3,13 Leucaena leucocephala 24,55 7,65 32,25 11,22 3,63 Gliricidia sepium 17,30 9,59 31,91 12,34 3,94 Moringa oleifera 22,29 10,73 30,79 11,83 4,61 Keterangan : - Hasil analisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (2015) - * Berdasarkan 100% BK Tabel 1 menunjukkan bahwa pucuk tebu memiliki kandungan protein kasar sebesar 9,22% sedangkan leguminosa yang digunakan dalam penelitian ini mengandung protein kasar berkisar 28,35-32,25%. Kandungan protein kasar pucuk tebu yang digunakan lebih tinggi daripada hasil analisis Hernaman dkk. (2005) yaitu 7,66%. Calliandra calothyrsus mempunyai protein kasar sebesar 28,35%, hasil analisis ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Susanti dan Marhaeniyanto (2014) yakni sebesar 23,67%. Kandungan protein kasar Leucaena leucocephala berbeda dengan yang dilaporkan oleh Askar (1997) yaitu 29,82% dan kandungan protein kasar Gliricidia sepium lebih tinggi daripada hasil analisis Kikelomo (2014) yakni 24,59%. Protein kasar Moringa oleifera lebih rendah daripada hasil analisis Marhaeniyanto dan Susanti (2014) yaitu 36,55%. Perbedaan kandungan nutrisi dari hijauan diduga disebabkan oleh perbedaan jenis hijauan yang digunakan, tingkat kesuburan tanah yang berkaitan dengan kandungan unsur hara tanah dan fase pertumbuhan tanaman ketika dipanen dimana hijauan yang dipanen pada fase vegetatif mempunyai kandungan nutrisi yang lebih optimal daripada fase generatif. Perbedaan kandungan nutrisi hijauan diduga juga disebabkan oleh faktor lingkungan yang meliputi suhu, kelembaban udara, dan curah hujan. Hal ini didukung oleh Jayanegara dkk. (2009) yang menyatakan bahwa perbedaan kandungan nutrien hijauan dapat bervariasi dikarenakan perbedaan varietas, kondisi lingkungan tumbuh dan umur panen hijauan. Mathius (1991) menambahkan bahwa perbedaan kandungan nutrisi hijauan disebabkan oleh jenis tanah, iklim dan perbandingan bagian tanaman yang digunakan dalam pengamatan. Konsentrat yang digunakan memiliki kandungan protein kasar sebesar 10,50%.
  • 5. 5 Konsentrat tersebut bukan merupakan konsentrat komersil, melainkan konsentrat yang diproduksi secara terbatas oleh kelompok peternak sapi perah di Desa Punten, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Fungsi konsentrat pada pembuatan silase pakan lengkap yakni untuk meningkatkan kualitas nutrisi silase dan sebagai substrat bagi bakteri asam laktat selama ensilase berlangsung. Menurut Yitbarek and Tamir (2014), substrat silase yang berupa karbohidrat mudah terfermentasi berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan bakteri asam laktat. Santi dkk. (2012) menambahkan bahwa karbohidrat mudah larut akan merangsang pembentukan asam laktat yang tinggi dan akan menghambat aktivitas fermentatif oleh mikroorganisme anaerobik merugikan seperti Entrobacteria dan Clostridia selama ensilase. Tabel 2. Kandungan nutrisi silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda masing-masing perlakuan* Perlakuan Kandungan Zat Makanan BK (%) BO* (%) PK* (%) SK* (%) P1 28,99 88,67 13,34 32,61 P2 26,92 87,72 13,49 30,53 P3 27,36 87,03 12,96 33,07 P4 27,78 86,81 13,70 30,09 Keterangan : - Hasil analisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya oleh Restuningsih (2016) - * Berdasarkan 100% BK Hasil analisis kandungan nutrisi silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan leguminosa yang berbeda pada masing-masing perlakuan ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan protein kasar silase pakan lengkap yang dihasilkan masih sesuai dengan target awal formulasi yang kandungan proteinnya dibuat sama (iso protein) yakni sebesar 13%. Penyusunan kandungan protein kasar silase pakan lengkap didasarkan pada kebutuhan protein kasar sapi perah yang termasuk dalam kategori small breed cows (bobot badan = 454 kg) sesuai petunjuk National Research Council (2001). Formulasi silase pakan lengkap juga mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sumihati dkk. (2011) dimana pakan sapi perah yang diberikan mempunyai kandungan protein kasar sebesar 13,88%. Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan protein kasar silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda yaitu berkisar 12,96-13,70%. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa kandungan protein kasar silase pakan lengkap masing-masing perlakuan sedikit berbeda dengan formulasi awal yang telah dibuat. Sebelum ensilase berlangsung tidak dilakukan analisis kandungan protein kasar sehingga tidak diketahui perbedaan kandungan protein kasar sebelum dan sesudah ensilase, namun adanya proses ensilase dapat menyebabkan perubahan kandungan nutrisi sebagai akibat adanya fermentasi oleh bakteri asam laktat seperti yang dijelaskan oleh Hapsari dkk. (2014), senyawa organik seperti protein kasar dapat mengalami perubahan secara kimiawi selama proses fermentasi oleh bakteri sehingga akan mempengaruhi proporsi protein kasar pada akhir silase. Proses fermentasi yang terjadi selama ensilase memungkinkan terjadinya penurunan kandungan protein kasar seperti yang diungkapkan oleh Lendrawati dkk. (2008), penurunan protein disebabkan terjadinya reaksi proteolisis oleh enzim tanaman pada saat pelayuan sebelum ensilase. Santoso dan Hariadi (2008) menambahkan bahwa penurunan protein kasar pada pengawetan silase dapat disebabkan degradasi protein kasar oleh enzim protease dari hijauan maupun Clostridia proteolitik selama ensilase, lebih lanjut dijelaskan oleh Santi dkk. (2012), bakteri Clostridia dapat mendegradasi protein (proteolitik) menjadi NH3, H2O dan CO2.
  • 6. 6 Tabel 2 memperlihatkan bahwa kandungan serat kasar silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda masing-masing perlakuan berkisar antara 30,09-33,07%. Pucuk tebu yang digunakan dalam pembuatan silase pakan lengkap mempunyai kandungan serat kasar yakni 49,19% dan proporsi penggunaannya cukup tinggi yaitu berkisar 42,8-45,7% sehingga porsi serat kasar pada masing-masing perlakuan yang berasal dari pucuk tebu juga cenderung tinggi. Konsentrat yang digunakan mempunyai kandungan serat kasar sebesar 24,38% sedangkan leguminosa yang digunakan mempunyai kandungan serat kasar yang relatif rendah yakni berkisar 11,22- 12,45% dan proporsi penggunaannya dalam perlakuan yaitu 14,3-17,2%. Suprapto dkk. (2013) menjelaskan bahwa serat kasar merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia. Menurut Hapsari dkk. (2014), pada proses ensilase bakteri yang tumbuh adalah bakteri asam laktat, sedangkan bakteri pemecah serat tidak tumbuh sehingga tidak terjadi perubahan kandungan serat kasar pada complete feed yang dibuat silase. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan dan Silase Pakan Lengkap Berbasis Pucuk Tebu dan Jenis Leguminosa Berbeda Hasil analisis statistik produksi gas silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda selama inkubasi 48 jam ditunjukkan pada Tabel 4. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penggunaan jenis leguminosa yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap produksi gas inkubasi 48 jam. Produksi gas setelah inkubasi 48 jam pada perlakuan P1 dengan penggunaan Calliandra calothyrsus menunjukkan hasil yang terendah yaitu 76,73 ml/500 mg BK, sedangkan hasil yang tertinggi pada perlakuan P4 dengan penggunaan Moringa oleifera yaitu 89,57 ml/500 mg BK akan tetapi pengaruhnya tidak berbeda dengan perlakuan P3 yaitu silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dengan penggunaan Gliricidia sepium yaitu sebesar 83,46 ml/500 mg BK. Tabel 3. Rata-rata produksi gas inkubasi 48 jam, nilai potensi produksi gas (b) dan laju produksi gas (c) silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa berbeda Perlakuan Produksi Gas inkubasi 48 jam (ml/500 mg BK) Potensi Produksi Gas (ml/500 mg BK) Laju Produksi Gas (ml/jam) P1 76,73a ±5,86 97,90±6,22 0,0337±0,0051 P2 80,33ab ±3,28 96,06±6,15 0,0397±0,0042 P3 83,46ab ±4,94 99,15±9,19 0,0407±0,0032 P4 89,57b ±4,58 101,63±9,25 0,0483±0,0075 Keterangan : - Superskripa-b yang berbeda pada kolom nilai rataan produksi gas inkubasi 48 jam menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) - Berbagai perlakuan yang diujikan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap potensi produksi gas dan laju produksi gas (P>0,05) Perbedaan produksi gas silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa berbeda yang dihasilkan masing- masing perlakuan diduga disebabkan oleh perbedaan kandungan serat kasar perlakuan yang berkisar antara 30,09-33,07%. P4 mempunyai kandungan serat kasar terendah yaitu sebesar 30,09% dan P3 mempunyai kandungan serat kasar yang tertinggi yaitu 33,07%. Tingginya produksi gas pada P4 mengindikasikan pengaruh serat kasar yang relatif rendah daripada perlakuan lainnya. Hal ini didukung oleh Wahyuni dkk. (2014) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya produksi gas dipengaruhi oleh komponen serat yang terdiri dari selulosa dan lignin sehingga membutuhkan waktu cukup lama untuk mendegradasinya. Menurut Edwards et al. (2012) yang menyatakan bahwa komponen serat dan lignin mempunyai kemampuan untuk menghambat fermentasi secara in vitro. Produksi gas silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu pada masing-masing perlakuan ditunjukkan oleh Gambar 1.
  • 7. 7 Gambar 1. Produksi gas silase pakan lengkap masing-masing perlakuan Tingginya produksi gas yang dihasilkan oleh P4 diduga juga disebabkan kandungan tanin yang cenderung rendah pada silase pakan lengkap dengan penggunaan Moringa oleifera. Kandungan tanin yang redah pada perlakuan berdampak positif bagi aktivitas mikroorganisme rumen dalam mendegradasi komponen pakan. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Smith et al. (2005) yang menyatakan bahwa pengaruh dari tanin yang berikatan dengan protein dan senyawa lain menyebabkan terhambatnya aktivitas enzim dan tidak tersedianya substrat untuk dicerna mikroba rumen. Aktivitas mikroba rumen dapat dihambat secara langsung oleh tanin yang berinteraksi dengan membran dan dinding sel. Produksi gas yang dihasilkan P1 terendah dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini diduga disebabkan oleh kandungan serat kasar pada P1 yang cenderung tinggi yaitu 32,61%. Pernyataan ini diperkuat oleh Suprapto dkk. (2013), tingginya serat kasar dalam pakan menjadi faktor pembatas lamanya degradasi pakan oleh mikroba rumen. P3 mempunyai kandungan serat kasar yang tertinggi (33,07%), tetapi produksi gas yang dihasilkan tidak menunjukkan hasil yang seharusnya terendah dibanding perlakuan lainnya. Hal ini diduga terjadi karena produksi gas yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh adanya faktor lain yaitu anti nutrisi pada leguminosa yang digunakan. Proporsi penggunaan Calliandra calothyrsus pada P1 yang lebih tinggi (17,2%) daripada proporsi penggunaan leguminosa pada perlakuan yang lain diduga menyebabkan kandungan anti nutrisi dalam perlakuan tinggi sehingga produksi gas yang dihasilkan lebih rendah. Hal ini didukung oleh Babayemi et al. (2004) yang menyatakan bahwa produksi gas yang dihasilkan selama fermentasi dipengaruhi oleh adanya senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman. Rendahnya produksi gas yang dihasilkan P1 diduga juga disebabkan oleh tingginya kandungan anti nutrisi yaitu tanin pada silase pakan lengkap dengan penggunaan Calliandra calothyrsus sehingga menghambat aktivitas mikroorganisme rumen dalam mendegradasi pakan yang nantinya akan berdampak pada rendahnya produksi gas. Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Ridwan et al. (2014) kandungan total tanin yang tinggi pada perlakuan menghambat aktivitas mikroorganisme rumen untuk mendegradasi substrat yang nantinya akan menurunkan produksi gas. Bertambahnya level silase (50% Pennisetum purpureum : 50% Calliandra calothyrus) dan menurunnya level konsentrat dalam perlakuan menghasilkan total tanin yang semakin tinggi. Menurut Makkar (2003), tanin merupakan senyawa polyphenolic yang mampu mengikat protein dan membentuk ikatan kompleks dengan seyawa lain seperti 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 Produksigas(ml/500mgBK) Waktu inkubasi (jam) P1 P2 P3 P4 y = 95,681 (1-e-0,040t) y = 98,905 (1-e-0,041t) y = 101,199 (1-e-0,048t) y = 97,304 (1-e-0,034t )
  • 8. 8 mineral dan polisakarida. Tanin diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu tanin terhidrolisa dan tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisa yaitu tanin yang dapat didegradasi oleh mikroba rumen, sedangkan tanin terkondensasi yaitu tanin yang tidak dapat didegradasi oleh mikroba rumen. Rata-rata nilai potensi produksi gas (b) dan laju produksi gas (c) silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penggunaan jenis leguminosa yang berbeda pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap potensi produksi gas dan laju produksi gas. Masing-masing perlakuan silase pakan lengkap mempunyai kandungan nutrisi yang cenderung hampir sama (Tabel 2), sehingga diduga menyebabkan potensi produksi gas dan laju produksi gas tidak memberikan perbedaan yang nyata pada perlakuan. Selain hal tersebut, diduga juga disebabkan oleh adanya senyawa sekunder pada leguminosa yang dapat berikatan dengan nutrien sehingga hal ini menyebabkan degradasi nutrien pakan oleh mikroba rumen menjadi terhambat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa P4 yaitu silase pakan lengkap dengan penggunaan Moringa oleifera mempunyai nilai b dan c tertinggi dibandingkan perlakuan yang lain masing-masing berurutan yaitu 101,63 ml/500 mg BK dan 0,0483 ml/jam. Potensi produksi gas dan laju produksi gas pada P4 yang lebih tinggi diduga disebabkan oleh kandungan serat kasar pada P4 yang cenderung lebih rendah daripada perlakuan lainnya (30,09%) sehingga mikroba rumen dapat lebih mudah mendegradasi komponen serat dalam pakan. Hal ini didukung oleh Kurnianingtyas dkk. (2012) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya kandungan serat kasar pada silase akan mempengaruhi kemampuan mikroba rumen dalam mencerna serat kasar. Tabel 3 menunjukkan bahwa P2 yaitu silase pakan lengkap dengan penggunaan Leucaena leucocephala mempunyai potensi produksi gas terendah yaitu 96,06 ml/500 mg BK dan P1 yaitu silase pakan lengkap dengan penggunaan Calliandra calothyrsus mempunyai laju produksi gas terendah yaitu 0,0337 ml/jam. Kandungan serat kasar pada P1 cenderung tinggi (32,61%) diduga menyebabkan mikroba rumen sulit mendegradasi fraksi serat sehingga laju produksi gas yang dihasilkan lebih rendah. Menurut Babayemi et al. (2004) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi produksi gas selama fermentasi yaitu kandungan serat kasar dalam pakan. Tinggi rendahnya potensi produksi gas dan laju produksi gas dalam penelitian ini diduga juga disebabkan oleh perbedaan kandungan tanin yang terdapat pada leguminosa yang digunakan. Berdasarkan studi literatur yang dilakukan diketahui bahwa kandungan tanin pada Calliandra calothyrsus sebesar 11% (Mannetje dan Jones, 2000), Leucaena leucocephala 8,9%, Gliricidia sepium 8,3% (Foroughbakhch et al., 2012) dan Moringa oleifera 3,39% (Marhaeniyanto dan Susanti, 2014). Potensi produksi gas dan laju produksi gas pada P4 yang lebih tinggi daripada perlakuan yang lainnya diduga karena Moringa oleifera mempunyai kandungan tanin yang cenderung rendah sehingga mikroba rumen dapat lebih mudah dalam mendegradasi pakan. Menurut Sugoro (2004), tanin akan berikatan dengan protein yang secara langsung akan berpengaruh pada produksi gas dan kompleks tanin-protein juga sulit untuk didegradasi sehingga berpengaruh pada produksi gasnya. Laju produksi gas pada P1 yang lebih rendah daripada perlakuan lainnya diduga disebabkan oleh kandungan tanin yang cukup tinggi pada silase pakan lengkap dengan penggunaan Calliandra calothyrsus, sehingga aktivitas mikroba rumen dalam mendegradasi pakan menjadi terhambat. Hal ini didukung oleh Sugoro (2004) yang menyatakan bahwa tanin akan berikatan dengan senyawa protein seperti enzim yang berakibat pada rendahnya daya cerna karena kompleks protein-tanin sulit dicerna dan menghambat pertumbuhan mikroba rumen sehingga dapat mempengaruhi produksi gas. Frutos et al. (2004) menambahkan bahwa pada umumnya konsumsi tanin yang tinggi memberikan
  • 9. 9 dampak negatif terhadap produktifitas ternak, ketersediaan nutrien menurun karena adanya ikatan kompleks antara tanin dan beberapa jenis makromolekul seperti protein, serta konsumsi pakan dan kecernaan pakan menjadi menurun. Degradasi Bahan Kering dan Degradasi Bahan Organik Silase Pakan Lengkap Berbasis Pucuk Tebu dan Jenis Leguminosa Berbeda Hasil analisis statistik degradasi bahan kering dan degradasi bahan organik silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda selama inkubasi 48 jam ditunjukkan pada Tabel 4. Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa penggunaan jenis leguminosa yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap degradasi bahan kering dan bahan organik silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi produksi gas, potensi produksi gas dan laju produksi gas (Tabel 3) semakin tinggi pula degradasi bahan kering dan bahan organik yang dihasilkan (Tabel 4). Degradasi bahan kering dan bahan organik pada P1 yaitu silase pakan lengkap dengan penggunaan Calliandra calothyrsus menunjukkan hasil yang terendah daripada perlakuan lainnya yaitu 66,50%, sedangkan degradasi bahan kering dan bahan organik pada perlakuan P4 dengan penggunaan Moringa oleifera menunjukkan hasil tertinggi yaitu 89,82% akan tetapi pengaruhnya tidak berbeda dengan P3 yaitu silase pakan lengkap dengan penggunaan Gliricidia sepium yakni sebesar 82,99%. Degradasi bahan organik yang terendah dihasilkan oleh P1 yaitu 54,18%, sedangkan degradasi bahan organik yang tertinggi dihasilkan oleh P4 yaitu 79,48% akan tetapi pengaruhnya tidak berbeda dengan P3 yaitu sebesar 73,18%. Tabel 4. Nilai degradasi BK dan BO pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa berbeda secara in vitro selama inkubasi 48 jam Perlakuan Degradasi BK (%) Degradasi BO (%) P1 66,50a ±6,62 54,18a ±5,83 P2 77,32b ±3,50 67,51b ±6,64 P3 82,99bc ±1,97 73,18bc ±6,97 P4 89,82c ±1,78 79,48c ±9,43 Keterangan : Superskripa-c yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Hasil penelitian menunjukkan bahwa degradasi bahan organik pada masing-masing perlakuan silase pakan lengkap berbanding lurus dengan degradasi bahan kering yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan bahan organik merupakan bagian dari bahan kering, sehingga jika degradasi bahan kering tinggi maka degradasi bahan organik juga tinggi begitu pula sebaliknya. Pernyataan ini diperkuat oleh Suardin dkk. (2014) yang menyatakan bahwa tingginya kecernaan bahan organik sejalan dengan kecernaan bahan kering yang tinggi atau sebaliknya. Menurut Tillman dkk. (1998) yang menyatakan bahwa sebagian besar bahan organik merupakan komponen bahan kering, jika koefisien bahan kering sama maka koefisien cerna bahan organik juga sama. Tinggi rendahnya degradasi bahan organik diduga disebabkan karena kandungan serat kasar pada masing-masing perlakuan. Kandungan serat kasar yang lebih rendah pada P4 menyebabkan degradasi bahan organik menjadi lebih tinggi karena mikroba rumen dapat lebih mudah dalam mendegradasi pakan, sedangkan kandungan serat kasar pada P1 yang cenderung lebih tinggi menghasilkan degradasi bahan organik yang terendah karena aktivitas fermentasi pakan oleh mikroba rumen menjadi terhambat. Hal ini didukung oleh Kurnianingtyas dkk. (2012) yang menyatakan bahwa degradasi bahan kering dan bahan organik dipengaruhi oleh kandungan serat kasar pada bahan penyusun silase.
  • 10. 10 Gambar 2. Degradasi bahan kering dan bahan organik antar perlakuan Degradasi bahan kering dan bahan organik silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dan jenis leguminosa yang berbeda antar perlakuan diperlihatkan pada Gambar 2. Degradasi bahan kering pada P4 menunjukkan hasil yang tertinggi. Hal ini diduga disebabkan oleh kandungan serat kasar pada P4 yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 30,09%. Pernyataan ini didukung oleh Muhtarudin (2007) yang menyatakan bahwa menurunnya kadar serat kasar berdampak positif terhadap nilai degradasi bahan kering. Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa P1 mempunyai degradasi bahan kering terendah. Hal ini diduga erat kaitannya dengan kandungan serat kasar pada P1 yang cenderung tinggi (32,61%). Pernyataan ini didukung oleh Longo et al. (2012) yang menyatakan bahwa fermentasi pakan dalam rumen dipengaruhi oleh kandungan fraksi serat. Despal (2000) menambahkan bahwa serat kasar mempunyai hubungan yang negatif dengan kecernaan, semakin rendah serat kasar maka semakin tinggi kecernaan pakan. Degradasi bahan kering dan bahan organik dalam penelitian ini diduga juga dipengaruhi oleh adanya tanin pada leguminosa yang digunakan. Degradasi bahan kering dan bahan organik yang dihasilkan P4 menunjukkan hasil yang tertinggi. Hal ini diduga karena kandungan tanin pada silase pakan lengkap dengan penggunaan Moringa oleifera yang cenderung rendah sehingga mikroba rumen dapat lebih mudah mendegradasi pakan. Menurut McSweeney et al. (2001) yang menyatakan bahwa tanin mampu membentuk ikatan dengan protein, polymer seperti selulosa, hemiselulosa dan pektin serta mineral sehingga dapat memperlambat kecernaan. Jayanegara dan Sofyan (2008) menambahkan bahwa keberadaan tanin di sisi lain berdampak positif jika ditambahkan pada pakan yang tinggi akan protein baik secara kuantitas maupun kualitas karena protein yang berkualitas tinggi dapat terlindungi oleh tanin dari degradasi mikroorganisme rumen sehingga lebih tersedia pada saluran pencernaan pasca rumen. Kompleks ikatan tanin-protein kemudian dapat lepas pada pH rendah di abomasum dan protein dapat didegradasi oleh enzim pepsin sehingga asam-asam amino yang dikandungnya tersedia bagi ternak. Degradasi bahan kering dan bahan organik yang dihasilkan P1 menunjukkan hasil yang terendah. Hal ini diduga erat kaitannya dengan tingginya kandungan tanin pada silase pakan lengkap dengan penggunaan Calliandra calothyrsus. Kandungan tanin yang cenderung tinggi menyebabkan aktivitas mikroorganisme rumen dalam mendegradasi pakan menjadi terhambat sehingga degradasi bahan kering dan bahan organik yang dihasilkan lebih rendah daripada perlakuan lainnya. Hal ini didukung oleh Aoetpah dkk. (2010) yang menyatakan bahwa protein Calliandra calothyrsus sulit dicerna karena kandungan 66,5 77,32 82,99 89,82 54,18 67,51 73,18 79,48 0 20 40 60 80 100 P1 P2 P3 P4 Degradasi BK (%) Degradasi BO (%)
  • 11. 11 tanin cukup tinggi mengikat protein dalam daun tersebut ketika ternak mulai mengunyahnya. Ikatan yang cukup kuat ini menyebabkan protein tidak dapat dipecahkan oleh mikroba rumen atau enzim pencernaan. Penelitian yang dilakukan oleh Ridwan et al. (2014) menunjukkan bahwa meningkatnya level silase yang mengandung Calliandra calothyrsus dan menurunnya level konsentrat meningkatkan total tanin dalam perlakuan yang diujikan. Kandungan tanin yang tinggi dalam perlakuan menghambat aktivitas mikroba rumen dalam mendegradasi substrat sehingga menurunkan kecernaan bahan organik secara in vitro. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan Gliricidia sepium pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu merupakan perlakuan yang cenderung lebih baik dengan produksi gas yang dihasilkan selama inkubasi 48 jam yaitu 83,46 ml/500 mg BK, potensi produksi gas sebesar 99,15 ml/500 mg BK, laju produksi gas 0,0407 ml/jam, degradasi bahan kering 82,99% dan degradasi bahan organik 73,18%. Penggunaan Gliricidia sepium pada silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu lebih mudah diterapkan di lapang karena harganya yang lebih murah dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. SARAN Sebaiknya dilakukan penelitian dengan cara pemberian silase pakan lengkap berbasis pucuk tebu dengan penggunaan Gliricidia sepium secara langsung ke ternak (in vivo). DAFTAR PUSTAKA Aoetpah, A., S. Ghunu dan T.O.D. Dato. 2010. Retensi Kambing Kacang yang diberikan ransum rumput lapang dan daun kaliandra (Calliandra calothyrsus) pada level berbeda. Media Exacta. 9 (1): 1-7. Askar, S. 1997. Nilai Gizi Daun Lamtoro dan Pemanfatannya sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Lokakarya Fungsional Non Peneliti. Bogor. Babayemi, O.J., D. Demeyer and V. Flevez. 2004. In vitro fermentation of tropical browse seeds in relation to their content of secondary metabolites. J. Anim. Feed Sci. 13 (1): 31-34. Despal. 2000. Kemampuan komposisi kimia dan kecernaan in vitro dalam mengestimasi kecernaan in vivo. Media Peternakan. 23 (3): 84-88. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia 2013- 2015: Tebu (Sugar Cane). Jakarta. Edwards, E., V. Malmbo, C.H.O. Lallo, G.W. Garcia and M.D. Diptee. 2012. In vitro ruminal fermentation of leaves from three tree forages in response to incremental levels of polyethylene glycol. Journal of Animal Sciences. 2 (3): 142-149. Foroughbakhch, P.R., A.C. Parra, A.R. Estrada, M.A.A. Vazquez and M.L.C. Avila. 2012. Nutrient content and in vitro dry matter digestibility of Gliricidia sepium (Jacq.) Walp. and Leucaena leucocephala (Lam. De Wit.). Journal of Animal and Veterinary Advances. 11 (10): 1708- 1712. Frutos, P., G. Hervas, F.J. Giraldez and A.R. Mantecon. 2004. Review tannins and ruminant nutrition. Spanish Journal of Agricultural Research. 2 (2): 191- 202. Hapsari, Y.T., Suryapratama, N. Hidayat dan E. Susanti. 2014. Pengaruh lama pemeraman terhadap kandungan lemak kasar dan serat kasar silase complete feed limbah rami. Jurnal Ilmiah Peternakan. 2 (1): 102-109. Hernaman, I., R. Hidayat dan Mansyur. 2005. Pengaruh penggunaan molases dalam pembuatan silase campuran ampas tahu dan pucuk tebu kering terhadap nilai pH dan komposisi zat-zat makanannya. Jurnal Ilmu Ternak. 5(2): 94-99. Jayanegara, A. dan A. Sofyan. 2008. Penentuan aktivitas biologis tanin beberapa hijauan secara in vitro menggunakan Hoheinhem Gas Test
  • 12. 12 dengan polietilen glikol sebagai determinan. Media Peternakan. 31 (1): 44-52. Jayanegara, A., A. Sofyan, H.P.S. Makkar dan K. Becker. 2009. Kinetika produksi gas, kecernaan bahan organik dan produkci gas metana in vitro pada hay dan jerami yang disuplementasi hijauan mengandung tanin. Media Peternakan. 32 (2): 120-129. Lendrawati, M. Ridla dan N. Ramli. 2008. Kualitas Fermentasi dan Nutrisi Silase Ransum Komplit Berbasis Jagung, Sawit dan Ubi Kayu in vitro. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor. Longo, C., J. Hummel, J. Liebich, I.C.S Bueno, P. Burauel, E.J. Ambrosano, A.L. Abdalla, U.Y. Anele and K.H. Sudekum. 2012. Chemical characterization and in vitro biological activity of four tropical legumes, Styzolobium aterrimum L., Leucaena leucocephala and Mimosa caesalpiniaefolia as compared with tropical grass, Cynodon spp. for the use in ruminant diets. Czech J. Anim. Sci. 6: 255-264. Kikelomo, A.M. 2014. Voluntary feed intake and nutrient utilization of West African Dwarf Sheep feed supplements of Moringa oleifera and Gliricidia sepium fodders. American Journal of Agriculture and Foresty. 2 (3): 94-99. Kurnianingtyas, I.B., P.R. Pandansari, I. Astuti, S.D. Widyawati dan W.P.S. Suprayogi. 2012. Pengaruh macam akselerator terhadap kualitas fisik, kimiawi dan biologis silase rumput kolonjono. Tropical Animal Husbandry. 1 (1): 7-14. Makkar, H.P.S. 2003. Effects and fate of tannins in ruminant animals, adaption to tannins and strategies to overcome detrimental effects of feeding tannin- rich feeds. Small Ruminant Research. 49 (241-256). Makkar, H.P.S., M. Blummel and K. Becker. 1995. Formation of complexes between polyvinyl pyrrolidones or polyethylene glycols and tannins and their implication in gas production and true digestibility in in vitro techniques. British Journal of Nutrition. 73: 897-913. Mannetje, L.’t. dan R.M. Jones. 2000. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara No. 4 Pakan. Balai Pustaka. Jakarta. Marhaeniyanto, E. dan Susanti, S. 2014. Produk fermentasi dan produksi gas secara in vitro dari ransum yang mengandung daun kelor (Moringa oleifera, Lamm). Buana Sains. 14(2): 19-28. Mathius, I.W. 1991. Tanaman gliricidia sebagai bank pakan hijauan untuk makanan kambing-domba. Wartazoa. 2 (1) : 1-10. McSweeney, C.S., B. Palmer, D.M. McNeill and D.O. Krause. 2001. Microbial interactions with tannins: nutritional consequences for ruminants. Animal Feed Science and Technology. 91: 83-93. Muhtarudin. 2007. Kecernaan pucuk tebu terolah secara in vitro. J. Indon. Trop. Agric. 32 (3): 146-150. NRC. 2001. Nutrient Requirements of Dairy Cattle Seventh Revised Edition. National Academy Press. Washington, D.C. Ørskov, E.R. 2002. Trails and Trials in Livestock Research. Andi Offset. Yogyakarta. Restuningsih, R. 2016. Pengaruh Pemberian Jenis Leguminosa Berbeda pada Pembuatan Silase Pakan Lengkap Berbasis Pucuk Tebu terhadap Karakteristik Fisik, pH dan Kandungan Nutrisi (Skripsi). Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang. Ridwan, R., S. Ratnakomala, G. Kartina dan Y. Widyastuti. 2005. Pengaruh penambahan dedak padi dan Lactobacillus plantarum IBL-2 dalam pembuatan silase rumput gajah (Pennisetum purpureum). Media Peternakan. 28 (3): 117-123.
  • 13. 13 Santoso, B. dan B. Tj. Hariadi. 2008. Komposisi kimia, degradasi nutrien dan produksi gas metana in vitro rumput tropik yang diawetkan dengan metode silase dan hay. Media Peternakan. 31 (2): 128-137. Santi, R.K., D. Fatmasari, S.D. Widyawati dan W.P.S. Suprayogi. 2012. Kualitas dan nilai kecernaan in vitro silase batang pisang (Musa paradisiaca) dengan penambahan beberapa akselerator. Tropical Animal Husbandry. 1 (1): 15-23. Smith, A.H., E. Zoetendal and R.I. Mackie. 2005. Bacterial mechanisms to overcome inhibitory effects of dietary tannins. Microbial Ecology. 50 (2): 197-205. Steel, G.D. and J.H. Torrie. 1995. Principles and Procedures of Statistics. Terjemahan oleh Sumantri, B. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Suardin, N. Sandiah dan R. Aka. 2014. Kecernaan bahan kering dan bahan organik campuran rumput mulato (Brachiaria hybrid cv mulato) dengan jenis legum berbeda menggunakan cairan rumen sapi. JITRO. 1 (1): 16- 22. Sugoro. 2004. Pengaruh Tanin dan Penambahan PEG terhadap Produksi Gas secara in vitro. Risalah Seminar Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta. Sumihati, M. Isroli dan Widiyanto. 2011. Utilitas protein pada sapi perah Friesian Holstein yang mendapatkan ransum kulit kopi sebagai sumber serat yang diolah dengan teknologi amoniasi fermentasi (AMOFER). 15 (1): 1-7. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang. Susanti, S. dan Marhaeniyanto, E. 2014. Kadar saponin daun tanaman yang berpotensi menekan gas metana secara in-vitro. Buana Sains. 14 (1): 29-38. Suprapto, H., F.M. Suhartati dan T. Widiyastuti. 2013. Kecernaan serat kasar dan lemak kasar complete feed limbah rami dengan sumber protein berbeda pada Kambing Peranakan Etawa lepas sapih. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1 (3): 938-946. Yusmadi, Nahrowi dan M. Ridla. 2008. Kajian mutu dan palatabilitas silase dan hay ransum komplit berbasis sampah organik primer pada Kambing Peranakan Etawah. Agripet. 8 (1): 31- 38. Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Keenam. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wahyuni, I.M.D., A. Muktiani dan M. Christiyanto. 2014. Kecernaan bahan kering dan bahan organik dan degradabilitas serat pada pakan yang disuplementasi tanin dan saponin. Agripet. 2 (2): 115-125. Yitbarek, M.B. and Tamir, B. 2014. Silage additives: review. Journal of Applied Sciences. 4: 258-274.