This paper is taken and collected based on the the search results of several writings by Abdul Moqsith Ghazali on the 'Liberal Islam Network' (JIL) site and sorted by the date of writing displayed earlier and later - because of piracy, of course, the collection of these writings without the consent of the author and the site adminstrator.
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
Perjalanan menuju mimbar
1. PlantATree
Publishing
oqsit
Perjalanan
Menuju
Mimbar
Abdul Moqsith Ghazali
2011
2. oqsit
Perjalanan
Menuju
Mimbar
Abdul Moqsith Ghazali
2011
PlantATree Publishing
3. 12/07/2011
Merawat Agama dengan Penafsiran
Oleh Ulil Abshar-Abdalla
“Kegiatan membaca atau membaca ulang pada dasarnya adalah tindakan teoritis (al-‘amal
al-nadzari). Tradisi intelektual Islam sangat kaya dengan tindakan teoritis semacam ini.
Setiap pembaharuan (tajdid) dalam sejarah Islam juga selalu dimulai dari tindakan teoritis
dalam bentuk membaca dan menafsir kembali tradisi tekstual yang ada. Sejarah agama
menjadi menarik karena adanya tradisi membaca dan menafsir ulang seperti itu. Suatu
agama di mana di dalamnya kita jumpai kehidupan menafsir yang terus-menerus tanpa
henti, pertanda bahwa ia adalah agama yang hidup, bukan dead religion, agama yang mati,
agama yang telah menjadi mumi.”
Assalamu’alaikum, selamat malam, disertai niat yang menyokongnya. Itulah iman. Innama
‘l-a’mal bi ‘l-niyyat, sebagaimana disebutkan dalam
Malam ini kita akan mendengarkan pidato kebudayaan sebuah hadis yang terkenal: tindakan haruslah dilandasi
yang akan disampaikan oleh teman saya Dr. Abdul oleh niat. Jika tindakan sosial dikerjakan tanpa suatu
Moqsith Ghazali, berjudul “Menegaskan Kembali landasan motivasional yang kuat di baliknya, tanpa
Pembaruan Pemikiran Islam”. Ini adalah acara tahunan dasar-dasar teoritis yang kokoh, ia hanyalah menjadi
yang digagas oleh Forum Pluralisme Indonesia. Ini pekerjaan arbitrer: sembarang dan semena-mena, yang
adalah pidato seri kedua. Saya berharap setiap tahun tak bernilai apa-apa.
pidato seperti ini terus bisa diselenggarakan dan
menjadi tradisi yang terawat hingga di masa depan Perkembangan sosial-politik yang cepat saat ini
yang jauh. memaksa umat Islam, juga umat-umat agama lain,
untuk melakukan pembacaan kembali atas tradisi
Apa tujuan sebuah pidato seperti ini? Bukankah yang panjang yang mereka warisi dari generasi yang lalu.
dibutuhkan oleh umat Islam saat ini bukan pidato, Pembacaan ulang adalah kata kunci di sini.
tetapi sebuah tindakan nyata untuk menyelesaikan
masalah? Kenapa kita memakai kata “membaca” di sini?
Sebab, setiap agama, termasuk Islam, pada akhirnya
Menurut saya, baik orasi dan aksi, teori dan aksi, terlembagakan dalam sebuah tradisi, yakni tradisi
keduanya sama penting. Saya kurang begitu suka penafsiran. Sementara setiap tradisi selalu berwatak
untuk memperlawankan teori dan aksi. Mengikuti tekstual. Ia pada akhirnya adalah sebuah teks, tekstur
pandangan para filsuf Muslim klasik seperti Ibn Sina yang terdiri dari jalinan gagasan yang terkait dengan
dan Al-Farabi, kebahagiaan manusia diperoleh karena situasi tertentu. Setiap teks selalu membuka diri pada
kombinasi yang seimbang antara teori dan aksi, antara kegiatan mental yang disebut dengan membaca.
ilmu-ilmu teoritis (al-‘ulum al-nazariyyah) dan ilmu- Sementara itu, kegiatan membaca bukanlah tindakan
ilmu praktis (al-‘ulum al-‘amaliyyah). Baik kehidupan yang sekali terjadi sesudah itu mati dan berhenti.
kontemplatif (vita contemplativa) dan kehidupan Membaca adalah tindakan mental dan intelektual yang
aktif (vita activa), keduanya sama-sama penting untuk tak pernah berhenti –kegiatan yang sifatnya perenial,
mencapai –meminjam istilah dalam filsafat Yunani— abadi, non-stop. Oleh karena itu, setiap teks, termasuk
eudemonia, kehidupan yang bahagia. teks-teks yang terbentuk melalui tradisi Islam, akan
selalu terbuka terhadap pembacaan dan pembacaan
Gagasan tentang perkawinan antara teori dan aksi ulang secara terus-menerus.
sebetulnya tak asing bagi umat Islam. Dalam al-
Qur’an, kata iman kerap disebut secara berbarengan Kegiatan membaca atau membaca ulang pada dasarnya
dengan amal –alladzina amanu wa ‘amilu al-shalihat. adalah tindakan teoritis (al-‘amal al-nadzari). Tradisi
Suatu tindakan sosial akan memiliki bobot moral yang intelektual Islam sangat kaya dengan tindakan teoritis
tinggi jika didorongkan oleh motivasi mendalam; jika semacam ini. Setiap pembaharuan (tajdid) dalam
—i—
4. sejarah Islam juga selalu dimulai dari tindakan teoritis teoritis semacam ini. Sialnya, memang, dalam setiap
dalam bentuk membaca dan menafsir kembali tradisi masyarakat, kelas yang menjalani vita contemplativa
tekstual yang ada. Sejarah agama menjadi menarik semacam ini akan selalu berhadapn dengan status quo.
karena adanya tradisi membaca dan menafsir ulang Dan ini tampaknya memang kutukan tak terhindarkan
seperti itu. Suatu agama di mana di dalamnya kita bagi setiap kelas terpelajar di manapun. Dan ini pula
jumpai kehidupan menafsir yang terus-menerus tanpa tampaknya kutukan yang dihadapi para nabi di masa
henti, pertanda bahwa ia adalah agama yang hidup, lampau.
bukan dead religion, agama yang mati, agama yang
telah menjadi mumi. Malam ini, kita sejenak akan menikmati kehidupan
kontemplatif itu. Besok, anda bisa kembali menjalani
Di sinilah letak pentingnya sebuah “pidato” seperti vita activa, kehidupan aktif yang normal, kehidupan
yang akan kita dengarkan dari Sdr. Abdul Moqsith yang penuh dengan gebalau dan kebisingan.
Ghazali malam ini. Pidato semacam ini adalah sarana
untuk menyatakan suatu kegiatan membaca ulang Sekian.
kepada publik luas.
Kegiatan membaca ulang memang mengandung
resiko, dan biasanya kurang disukai oleh kalangan
yang menjaga tradisi atau kaum ortodoks. Sebab,
setiap pembacaan ulang memang biasanya berujung
pada evaluasi atas status quo. Sementara itu, evaluasi
akan berujung pada perubahan. Dan setiap perubahan
biasanya kurang disukai oleh power that be, kekuasaan
yang ada. Ini bukan hal yang aneh. Ini adalah hukum
besi perubahan (iron law of change) yang lazim kita
jumpai di mana-mana. Dalam setiap tradisi akan selalu
ada dua impetus atau dorongan –dorongan ke arah
perubahan dan penolakan atas perubahan itu.
Saya ingin menutup pengantar saya ini dengan
menegaskan kembali pentingnya usaha memperluas
secara terus-menerus “ruang mental/intelektual” dalam
umat. Apa yang saya sebut sebagai ruang mental di sini
adalah ruang di mana tersedia kesempatan yang cukup
bagi umat untuk melakukan penafsiran dan penafsiran
ulang. Perubahan-perubahan ke arah yang positif
dalam level kehidupan riil biasanya dimungkinkan
karena adanya ruang mental yang cukup dalam sebuah
masyarakat/umat untuk memperdebatkan sejumlah
alternatif penafsiran dan pembacaan.
Ruang mental semacam ini hanya bisa hidup jika ada
orang-orang yang mau mendedikasikan dirinya pada
kehidupan teoritis –kelompok yang oleh al-Qur’an
disebut sebagai kelas sosial yang melakukan tindakan
“yatafaqqahu fi al-din”, mendalami dan merefleksikan
soal-soal keagamaan. Inilah kelas kaum terpelajar yang
hidupnya didedikasikan untuk menelaah dan membaca
ulang tradisi; kaum yang menjalani vita contemplativa.
Kawan saya Abdul Moqsith Ghazali adalah contoh
orang yang menjalani hidup kontemplatif dan
— ii —
5. 10/07/2011
Mengantar Moqsith ke Mimbar
Jaringan Islam Liberal
Pidato pengantar untuk Pidato Pembaruan Islam, TIM, 8 Agustus 2011
Moqsith adalah pribadi yang lahir dari pesantren namun sangat kritis dengan dunia feodal
pesantren. Jadi, jangan biarkan Moqsith berada dalam feodalisme pemikirian yang menindas.
Sebab feodalisme pemikiran akan menghalangi dia dari kejujuran pemikiran. Mari kita
cintai Moqsith dengan membiarkannya menjadi Moqsith dari pesantren yang menemukan
dan menggali rumusan pembaharuan Islam Indonesia yang bertumpu pada modernitas,
keislaman dan keindonesiaan dalam konteks kekinian dan masa depan.
Terimakasih kepada Forum Pluralisme Indonesia yang kerakyatan. Islam Indonesia memiliki dua sokoguru
telah mempercayai saya untuk mengantarkan teman, Islam moderat (NU dan Muhammadiyah) yang
sahabat kita Abdul Moqsith Gazali ke mimbar ini. mengakar jauh ke dalam tradisi Indonesia yang ragam
Sebentar lagi kita akan mendengarkan pikiran dan dalam budaya. Islam Indonesia tak memiliki hirarki
pandangan Moqsith tentang pembaharuan pemikiran pengambilan hukum agama yang monolitik meskipun
Islam yang berangkat dari, dan mengakar pada - tradisi ada MUI. Kutub optimis ini menganggap perdebatan
pemikiran Islam Indonesia, terutama dari dunia tentang bentuk negara telah selesai dan Pancasila
pesantren. merupakan sumbangan umat Islam yang diperas dari
nilai-nilai Islam. Dan satu lagi, Islam Indonesia paling
Beberapa waktu lalu saya berbincang dengan Fred ramah terhadap perempuan.
Bunnell. Seperti kita tahu, Pak Fred bersama Pak
Ben Anderson pernah penulis satu dokumen yang Sementara kutub pesimistis menganggap bahwa
kemudian dikenal sebagai Cornell paper “a preliminary Islam Indonesia memang pernah menjadi Islam yang
Analysis of the October 1, 1965; coup in Indonesia. toleran tapi kini jadi Islam yang gampang ngamukan.
Kali ini ia datang untuk menyiapkan tulisan tentang Buku-buku keagamaan yang dijual jauh dari dunia
perkembangan Islam di Indonesia; sebuah tema yang intelektual, isinya dangkal dan murahan, seperti
umum dan luas, dan sekaligus sulit untuk dipetakan. buku “malam pertama di alam kubur, keajaiban
sedekah, cara pintar masuk sorga dan sejenisnya.
Kepada Pak Fred saya menjelaskan, bahwa menurut Bagi kutub pesimis, Islam Indonesia tak lagi toleran,
saya (dengan pengecualian beberapa orang ahli seperi mereka gemar menggunakan kekerasan dalam
Martin van Bruinessen), penggambaran tentang Islam menyelesaikan perbedaan. Corak kebudayaannya
di Indonesia dewasa ini cenderung terpolarisasi ke sangat anti budaya lokal Indonesia. Islam model ini
dalam dua kutub yang berseberangan. Di satu pihak, kembali mempertanyakan keabsahan NKRI sembari
Islam Indonesia digambarkan begitu opitimisnya: memaksakan ideologi Islamisme. Mereka dianggap
paling progresif, moderen, maju dan karenanya menggunting dalam lipatan dalam berdemokrasi
dianggap paling cocok dengan perkembangan zaman. dengan memasukkan ideologinya melalui perda-perda
Sebaliknya di kutub yang lain, Islam Indonesia syariah. Mereka rajin kampanye menolak budaya asing
digambarkan begitu pesimistisnya. Islam Indonesia sambil menyerap budaya Arab yang sebetulnya budaya
sedang menuju ke masa kegelapan. Kira-kira besok lusa asing juga! Mereka gemar menghakimi kelompok
akan tamat, kiamat. lawan dengan propaganda kampungan seperti Sepilis
(Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme). Dan dalam
Tentu saja, kedua kutub itu memiliki argumen isu perempuan, saya hanya bisa mengatakan betapa
yang sahih dan bisa dipertanggungjawabkan secara mereka “astaghfirullah”.
metodologis. Kutub optimis misalnya menyajikan
data tentang betapa tak populernya partai-partai Islam Namun menurut saya penggambaran serupa itu, baik
dibandingkan dengan partai nasionalis, atau nasionalis yang optimis maupun yang pesismis, kurang memberi
— iii —
6. ruang pada eksplorasi pembaharuan Islam di Indonesia yang bertumpu pada konsep mashlahah (mantaaf/
yang menawarkan produk pemikiran. Dalam konteks kebaikan) untuk mengatasi persoalan-persoalan
pemikiran Islam moderen di Indonesia tentu saja kita sosial. Dan karena Gus Dur tak selalu menjelaskan
harus menyebut tiga tokoh penting yang terkait dengan bangunan metodologinya, bagi sebagian kalangan,
upaya pembaharuan yang kini menjadi jalan lurus yang pandangan Gus Dur itu dianggap cenderung pragmatis
dipilih Moqsith. Tiga orang dimaksud adalah Ahmad kompromistis.
Wahib, Cak Nur dan Gus Dur.
Bangunan pemikiran yang dikembangkan Moqsith,
Bagi saya, Moqsith adalah contoh sempurna yang pada pendapat saya, merupakan perpaduan sempurna
memadukan model pencaharian pemikiran Islam dari tradisi filsafat yang dirintis Wahib, tradisi kalam-
Wahib, Gus Dur dan Cak Nur. Meski khazanah teologi yang dikembangkan Cak Nur, dan tradisi
pemikiran Wahib tak berbasis ilmu-ilmu Islam klasik berfikir metodologis berbasis ushul fiqh yang bersifat
yang dikembangkan di Pesantren, namun Wahib advokatif sebagaimana dikembangkan Gus Dur. Hal
mengajak kita untuk berpikir dan merenung tentang ini sangat jelas tercermin dalam disertasi Moqsith yang
keislaman dan keindonessaan. Sementara Cak Nur kemudian menjadi buku “Argumen Pluralisme Agama”.
dan Gus Dur menawarkan pemikiran genuine Distertasi itu diajukan bukan saja untuk kepentingan
Islam Indonesia yang mempertemukan tiga elemen akademis melainkan sekaligus menawarkan jalan
penting bagi perkembangan Islam di Indonesia, yaitu; keluar dari kekisruhan hubungan antar umat beragama
modernitas, keislaman dan keindonesaan. dewasa ini.
Jika Wahib bersikutat pada pemikiran filsafat yang Pasca reformasi dan dengan memanfaatkan peluang
mempertanyakan secara sangat subtantif tentang dari ruang demokrasi, beragam corak pemikiran Islam
eksistensi Tuhan yang diperhadapkan dengan bermunculan. Kita pun terheran-heran atas lahirnya
kebebasan manusia untuk berikhtiar menghadapi beragam fatwa aneh yang tak pernah terbayangkan
nestapa yang dialami manusia, Cak Nur bersikukuh akan hadir dalam khasanah Islam Indonesia. Dimulai
dengan pemikiran kalam-teologi yang bertumpu pada dengan fatwa larangan mengucapkan selamat natal,
konsep tauhid. sampai munculnya “rukun Islam” baru yang khusus
diberlakukan bagi perempuan dengan penambahan
Bagi Cak Nur, apapun persoalannya tauhid harus satu rukun lagi “kewajiban memakai jilbab”. Islam
menjadi jalan keluarnya. Setiap ketimpangan yang corak ideologis ini begitu semarak sehingga bisa
terjadi, menurut Cak Nur, pastilah disebabkan oleh dimengerti betapa pesimisnya para pengamat Islam
pengkhianatan dan pengingkaran manusia atas Indonesia dan menganggap Islam Indonesia hampir
ajaranan tauhid. Persoalan sosial, menurutnya, terjadi tamat.
ketika manusia menyembah selain Allah: menyembah
harta, jabatan, kekuasaan, kelompok, jenis kelamin Atas berbagai persoalan itu, saya melihat Moqsith tak
dan menuhankan dirinya sendiri. Bagi Cak Nur, jalan pernah panik. Kekuatan yang ditawarkan Moqsith
keluar untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan adalah pada metodologi dalam memaknai teks.
menegasi ilah (tuhan/berhala) serupa itu dan kembali Moqsith juga sangat percaya, umat pada dasarnya
ke jalan tauhid. punya kewarasan berpikir yang bisa mengedit berbagai
fatwa yang aneh-aneh. Keistimewaan Moqsith bagi
Sementara dari Gus Dur kita menemukan bangunan saya adalah karena metodologi yang ia gunakan
pemikiran yang dikonstruksikan dari logika kerja mengakar pada tradisi fiqh-ushul fiqh yang merupakan
hukum fiqh dan ushul fiqh. Bagi Gus Dur, agama akar tradisi Islam Indonesia yang berbasis pesantren.
hadir bukan untuk Tuhan tetapi untuk manusia dan Metodologi ini merupakan kata kunci dalam
kemanusiaan. Oleh karenanya agama harus mampu membangun pemikiran keislaman, suatu wilayah
menjadi jalan keluar bagi setiap penistaan terhadap yang tak terlalu diacuhkan Gus Dur karena Gus Dur
manusia. cenderung langsung menerapkannya, tapi juga tak
dikembangkan oleh Cak Nur karena kecenderungan
Kita akan menemukan bahwa pandangan-pandangan Cak Nur yang lebih ke ranah kalam-teologi daripada
Cak Nur lebih berkutat di level pemikiran yang fiqh.
mengandaikan “urusan perut” telah selesai. Sementara
pada Gus Dur, kita menemukan tawaran pemikiran Dalam sebuah debat di UGM beberapa tahun lalu,
— iv —
7. saya menyaksikan bagaimana bangun metodologis Moqsith untuk melanjutkan ide-ide rintisan
yang dikembangkan Moqsith dan berakar pada pembaharuan Islam Gus Dur dan Cak Nur yang
tradisi pemikiran Islam klasik ini digunakan untuk mengakar pada keragaman Indonesia. Dan untuk itu,
meng“kanfas”kan lawan debatnya. Ketika itu dia Moqsith memiliki modal besar yang boleh jadi tak
disandingkan dengan seorang ustadz berhaluan dimiliki para pemikir Islam lainnya.
keras (saya lupa namanya). Sang ustadz mengatakan,
“ mana tawaran anda dan kelompok anda untuk Pertama, tentu penguasaan khazanah kitab klasik,
mengatasi persoalan negeri ini, jalan kami kan jelas, sesuatu yang dikuasai oleh Cak Nur juga Gus Dur.
orang membunuh gunakan qishah, pancung, orang Pada Moqisth, referensi itu digunakan untuk membaca
mencuri dipotong tangan, berzina kita rajam. Jelas persoalan-persoalan kekinian Indonesia.
kan? Kalau anda tawarannya apa?” Ketika sang ustadz
menyampaikan pandangannya, para cheers leadersnya Kedua, sebagaimana Cak Nur, Moqsith memiliki
terus berteriak “Allah Akbar”. kesantunan dalam berdebat dengan artikulasi yang
prima. Dia tak menunjukan otot tapi pikiran, dia
Lalu apa jawaban Moqsith? Pertama-tama dia jatuhkan tak mengajak bertengkar tapi dialog. Di Takengon
lawannya dengan mengoreksi ayat yang tadi hanya Aceh Tengah, lima jam perjalanan dari Banda Aceh,
dibaca terjemahannya saja. Moqsith berkata, “Ustadz, misalnya, Moqsith datang pakai sarung dan peci
kalau soal itu ayatnya bukan itu tapi yang ini ...”. dan bicara dalam khazanah klasik dengan argumen-
Moqsith lalu membacakan ayatnya (saya tidak hafal argumen kukuh dalam khazanah ushul fiqh yang tetap
ayatnya). Dengan mengutip sejumlah teori ushul fiqh, terjaga.
Moqsith menjawab tentang relativitas hukum “Kalau
sampeyan mau kawin tapi punya niat akan menyakiti Ketiga, dari Gus Dur, Moqsith sepertinya memiliki
istri, maka kawin Anda haram hukumnya. Kalau modal keberanian. Percaya Diri (pede) luar biasa.
sampeyan mau kawin karena anda sudah ngebet dan
tahu tidak bisa menahan diri dari perbuatan zina maka Pada akhirnya, mari kita tunjukkan kecintaan kita pada
wajib hukumnya. Jadi semuanya tergantung para sebab Moqsith dengan membiarkannya tumbuh berkembang
hukum dan tujuan hukum, bukan asal menerapkan sebagai intelektual independen dan tak tinggal di
hukum”. Kira-kira demikian jawaban Moqsith. menara gading. Mari kita tantang dia untuk menjawab
Jawaban Moqisth begitu bernas, cerdas, tenang dan persoalan kebangsaan dengan pemikiran keagamaan,
tegas. Dan para cheers leader di pojok aula pun pembaharuan konsep dan metodologis bukan hanya
bungkam. Saya bilang dalam hati “yes- Allah Akbar”! dengan istighasah atau dzikir akbar.
Sering saya menyaksikan peristiwa semacam itu selama Moqsith adalah pribadi yang lahir dari pesantren
saya bekerja bersama Moqsith. Di Aceh misalnya, namun sangat kritis dengan dunia feodal pesantren.
kami bekerja selama 2 tahun Mahkamah Syari’yah Jadi, jangan biarkan Moqsith berada dalam feodalisme
(Peradilan agama). Pasca tsunami, banyak perkara di pemikirian yang menindas. Sebab feodalisme
Aceh yang tak bisa diselesaikan oleh hukum keluarga pemikiran akan menghalangi dia dari kejujuran
yang ada karena tak ada preseden sebelumnya. Moqsith pemikiran. Mari kita cintai Moqsith dengan
membantu mereka untuk menggunakan metode membiarkannya menjadi Moqsith dari pesantren yang
ushul fiqh. Dan karena referensi atas kitab klasik yang menemukan dan menggali rumusan pembaharuan
dimiliki Moqsith luar biasa, maka para abu-tengku Islam Indonesia yang bertumpu pada modernitas,
atau kyai lokal bisa dia “tundukkan”. Biasanya dia keislaman dan keindonesiaan dalam konteks kekinian
akan mengutip ayat di luar kepala, lalu dia menyitir dan masa depan.
teks-teks kitab kuning lengkap dengan nomor halaman
dan hitungan baris atas-bawahnya. Dan jangan Hadirin sekalian, mari kita sambut pembaru pemikiran
dikira mereka tidak mengeceknya. Pada pertemuan Islam Indonesia penerus para pembaru Islam terdahulu,
berikutnya mereka mengkonfirmasi bahwa mereka Abdul Moqsith Ghazali!
telah melihat referensi yang Moqsith sebutkan itu.
Saya memberi judul pengantar ini “ Mengantarkan
Moqsith ke Mimbar”. Bagi saya, ini sebuah ungkapan
metafora. Kita harus bersama-sama mengantarkan
—v—
8. Daftar Isi
Merawat Agama dengan Penafsiran i
Mengantar Moqsith ke Mimbar iii
Menegaskan Kembali Pembaruan Pemikiran Islam 1
Kritik atas Wahabisme 9
Menahan Laju Negara Islam Indonesia 11
Wahabisme: Alhamdulillah atawa Innalillah? 14
Kontekstualisasi Doktrin Ahmadiyah 16
Siapa Pemimpin Islam Indonesia? 19
SBY, Ciketing dan Perlindungan Non-Muslim 21
Merayakan Idul Fitri 1431 H “Momen Penghapusan Kezaliman” 23
Mistifikasi Mudik Lebaran 25
Khadijah Tak Berpuasa Ramadan 27
Waktu Isra-Mikraj Nabi Muhammad 28
Pengertian Umat Islam Indonesia 30
Sejumlah Paradoks dalam Pidato Hasyim Muzadi 31
Pluralisme Agama di Indonesia: Masihkah Kita Bisa Berharap? 33
Menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1431 H. Kelumit Sejarah Pembentukan
Kalender Islam 35
Islam dan Pluralitas(isme) Agama 37
Menyambut Ultah NU ke 83 NU dan Passing Over Pemikiran 43
Teologi Ramadan dan Kerukunan Antar-Umat 45
Dari Kartini Sampai Feminis Islam: Menyambut Hari Kartini 21 April 2007 47
Kultur Takfir 49
Wahabisasi “Islam-Indonesia” 51
Ismail atau Ishak? 53
Stop Demo Anti-JIL 55
Sesat dan Menyesatkan 57
Syahrur 58
— vi —
9. Agama, Seni, dan Regulasi Pornografi 60
Kekenyalan Syariat 62
Ketika Negara Mengintervensi Agama 63
Menilik Metode Qiyas Syafi’i 66
— vii —
10. «
09/07/2011
Menegaskan Kembali Pembaruan
Pemikiran Islam
Oleh Abdul Moqsith Ghazali
Naskah Pidato Pembaruan Islam di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 8 Juli 2011
Darimana penegasan pembaruan pemikiran Islam ini mesti dimulai. Tentu pertama-tama
dengan cara membenahi cara pandang kita terhadap al-Qur’an, mengerti pokok-pokok risalah
kenabian, lalu mengambil sikap yang tepat dalam menghadapi khazanah pemikiran dan
karya para ulama terdahulu, serta benar dalam mendudukkan akal dan memfungsikannya
dalam proses penafsiran wahyu.
P ditegaskan, karena beberapa hal. Pertama, di
Pengantar waqi’iyyah al-Qur’an) itu, kita menjadi tahu bahwa al-
Qur’an tak boleh dilucuti dari aspek kultural-sosialnya.
okok-pokok pembaruan pemikiran Islam penting Di sinilah kita membutuhkan bukan hanya tafsir baru
al-Qur’an, melainkan juga metodologi baru dalam
tengah situasi zaman yang kian kompleks, kita tak memahami al-Qur’an.
cukup hanya bersandar pada pikiran-pikiran keislaman
lama yang sudah tak relevan dengan konteks zaman. Ketiga, sejumlah orang hendak menjadikan Islam
Sebab, apa yang dirumuskan ulama terdahulu mungkin sebagai ladang persemaian diskriminasi dan
telah berhasil memecahkan sejumlah masalah di masa dehumanisasi. Kita menyaksikan kian tingginya
lalu, tapi belum tentu terampil menyelesaikan masalah diskriminsi terhadap perempuan, misalnya. Padahal,
di masa kini. Al-Qur’an membuat metafor menarik terang benderang bahwa diskriminasi berbasis
mengenai tak abadinya keberlakuan sesuatu yang lama. kelamin adalah tidak adil, karena seseorang tak
Dikisahkan al-Qur’an mengenai perilaku Ashhabul pernah bisa memilih lahir dengan kelamin apa—laki-
Kahfi (para pemuda yang tertidur lama dalam gua) laki atau perempuan. Namun, sebagian orang tetap
yang harus menukar koin, karena koin lama sudah tak berpendirian bahwa perempuan adalah manusia tak
laku lagi. Belajar dari semangat ijtihad para ulama salaf sempurna; separuh diri perempuan adalah manusia,
seperti Imam Syafii, Imam Hanafi, dan lain-lain, kita dan separuhnya yang lain merupakan setan yang
memerlukan sejumlah pembaruan di berbagai bidang mengganggu keimanan laki-laki. Pandangan misoginis
keislaman. ini menghuni sebagian pikiran umat Islam, dulu dan
sekarang.
Kedua, di tengah berbagai usaha yang mengerdilkan
al-Qur’an, kita membutuhkan cara pandang baru Diskriminasi dan intimidasi juga mengarah pada
terhadap al-Qur’an. Jika sebagian orang memberikan kelompok minoritas; sekte minoritas dan agama
tekanan yang terlampau kuat pada aspek hukum dalam minoritas. Sekelompok orang yang mengatasnamakan
al-Qur’an, maka kita harus mendalaminya dengan sekte mayoritas dan agama mayoritas di negeri ini
pemahaman utuh tentang wawasan moral-etik al- suka menempuh jalan kekerasan. Dan kekerasan
Qur’an. Tak cukup membaca al-Qur’an sekedar untuk itu terus meluas dengan kecepatan api membakar
memperoleh kenikmatan kata dan bahasa, kita harus hutan. Sejauh yang bisa dipantau, kekerasan atas
melangkah untuk membuka cakrawala makna. Jika nama agama yang kerap terjadi di Indonesia bukan
sebagian orang hanya memposisikan al-Qur’an berupa penghukuman terhadap orang yang bersalah, tapi
deretan huruf dan aksara, maka kita perlu meletakkan lebih merupakan pembantaian terhadap mereka yang
makna al-Qur’an dalam konteks sejarah. Al-Qur’an tak berdaya. Bahkan, kecenderungan untuk saling
bukan unit matematis yang statis, melainkan gerak mengkafirkan di internal Islam makin kuat. Di mana-
sejarah yang dinamis. Melalui pemahaman terhadap mana bermunculan “teologi pemusyrikan”, “teologi
konteks kesejarahan al-Qur’an (asbab nuzul wa pengkafiran”, “teologi penyesatan” terhadap umat
—1—
11. «
Islam lain. Dari teologi seperti ini, maka meletuslah kebesaran Islam adalah dimungkinkannya keberagaman
misalnya peristiwa Cikeusik Banten. Di Cikeusik, pemaknaan terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Satu ayat
kematian datang sebagai manifestasi keberingasan tafsir ketika sampai pada orang berbeda selalu terbuka
agama. Dalam kaitan itu, kita perlu menyusun teologi peluang bagi lahirnya produk tafsir yang berbeda.
yang inklusif-pluralis, bukan yang diskriminatif dan Itu sebabnya dalam literatur tafsir dikenal beragam
intimidatif. jenis tafsir, yaitu tafsir ‘ilmi (tafsir yang berbasis pada
temuan sains), tafsir fiqhi (tafsir berbasis hukum),
Keempat, “perang” telah mendominasi diskursus umat tafsir adabi (tafsir bercorak sastra), tafsir ijtima’i (tafsir
Islam belakangan. Bahwa pedang harus dihunus dan berwatak sosial), dan tafsir sufi (tafsir dengan sentuhan
pistol segera ditembakkan pada orang-orang yang pengalaman spiritual). Dengan perkataan lain, ada
sudah didefinisikan menyimpang dan memusuhi Allah. tafsir yang berfokus pada tata bahasa, latar belakang
Frase “murka dan kemarahan Allah” (ghadlab Allah) sejarah, implikasi juridis, ajaran teologis, pendidikan
yang ada dalam Islam digunakan untuk membenarkan moral, makna alegoris, dan seterusnya. Menariknya,
metode perang seperti pembunuhan massal dan tafsir generasi yang satu bersifat independen, tak
terorisme. Pandangan seperti ini sekalipun digali bergantung pada tafsir generasi lainnya.
dari khazanah keislaman klasik, saatnya diperbaharui
kembali. Sebab, Islam sejatinya tak menghalalkan Kekayaan bahasa dan keindahan diksi al-Qur’an
pembantaian. Kita tak menyalahkan kucing karena memungkinkan kita untuk menginvestigasi makna-
memakan tikus, atau anjing karena menyerang kucing. makna al-Qur’an. Jika jurisprudensi hukum Islam
Kita mempertanyakan manusia yang memancung fokus pada elaborasi sistematis ajaran-ajaran al-
manusia lain. Manusia adalah maha karya Allah. Dan Qur’an mengenai perbuatan badani manusia (af ’al
Allah menghargai manusia begitu rupa (wa laqad al-mukallafin), maka tasawwuf bergerak pada wicara
karramna bani Adam). batin nurani manusia. Sementara teologi berkutat pada
bagaimana merumuskan dan mengkonseptualisasikan
Pertanyaannya darimana penegasan pembaruan Tuhan seperti yang dipahami melalui teks-teks al-
pemikiran Islam ini mesti dimulai. Tentu pertama- Qur’an. Para ulama, dari dulu hingga sekarang, terus
tama dengan cara membenahi cara pandang kita mencurahkan seluruh kehidupannya untuk memahami
terhadap al-Qur’an, mengerti pokok-pokok risalah al-Qur’an. Di ruangan kecil al-Qur’an itu, 30 Juz,
kenabian, lalu mengambil sikap yang tepat dalam para penafsir berhimpitan untuk menembus “batas”
menghadapi khazanah pemikiran dan karya para ulama pengertian al-Qur’an.
terdahulu, serta benar dalam mendudukkan akal dan
memfungsikannya dalam proses penafsiran wahyu. Penelusuran makna dan kerja menafsirkan al-
Qur’an seperti itu merupakan cara manusia untuk
Pokok Al-Qur’an berpartisipasi dalam Firman Tuhan. Bentuk partsipasi
paling bertanggung jawab dalam memaknai al-Qur’an
Al-Qur’an adalah wahyu Allah. Ia memang berbahasa adalah dengan mengkerangkakannya ke dalam sebuah
Arab, tapi yakinlah bahwa ia tak memiliki hubungan bangunan metodologi. Para ulama terdahulu telah
kepemilikan dengan orang Arab. Al-Qur’an tak identik menyusun sejumlah metodologi untuk menafsirkan
dengan etnik Arab. Bahasa Arab dipinjam Allah untuk al-Qur’an. Namun, berbagai pihak menilai bahwa
memudahkan percakapan antara Nabi Muhammad dan metodologi yang disuguhkan para ulama terdahulu
Malaikat Jibril. Allah sudah berjanji dalam al-Qur’an terlampau rumit, sehingga tak mudah diakses banyak
bahwa Ia tak akan pernah mengirimkan pesan wahyu orang. Persyaratan-persyaratan kebahasaan dan
kecuali dengan bahasa manusia (seorang nabi) yang kemestian-kemestian gramatikal yang ditetapkan
kepadanya ia diwahyukan. Melalui bahasa lokal Arab para ulama ushul fikih dalam menafsirkan al-Qur’an
yang partikular itu, Nabi Muhammad bisa mengerti misalnya menimbulkan perasaan minder umat Islam
pesan universal al-Qur’an. Dan kita yang hidup ketika berhadapan dengan al-Qur’an.
sekarang pun bisa ambil bagian dari proses pemaknaan
al-Qur’an. Kita memerlukan metodologi sederhana dan ringkas
dalam menafsirkan al-Qur’an, sehingga penafsiran
Bentuk teks al-Qur’an telah sempurna, tapi ketahuilah al-Qur’an bisa dilakukan banyak orang. Misalnya,
bahwa maknanya tetap cair. Tak ada interpretasi penting diketahui bahwa Qur’an yang terdiri dari
final terhadap al-Qur’an. Bahkan, salah satu sumber ribuan ayat, ratusan surat, puluhan fokus perhatian,
—2—
12. «
sekiranya dikategorisasikan hanya terdiri dari dua jenis. pengkaji Islam, upaya itu dikenal dengan istilah “tatsbit
Pertama, ayat fondasional (ushul al-qur’an). Masuk al-tsawabit wa taghyir al-mutaghayyirat”. Dengan
dalam jenis kategori pertama ini adalah ayat-ayat perkataan lain, kita tak boleh mendogmakan yang
yang berbicara tentang tauhid, cinta-kasih, penegakan kontekstual, dan mengkontekstualkan yang tak tetap
keadilan, dukungan terhadap pluralisme, perlindungan (tatsbit al-mutaghayyirat wa taghyir al-tsawabit).
terhadap kelompok minoritas serta yang tertindas. Saya
berpendirian bahwa ayat fondasional seperti itu tak Risalah Kenabian
boleh disuspendir dan dihapuskan. Meminjam sebuah
peribahasa, ayat ushul tak akan lekang oleh panas Umat Islam diperintahkan membaca dua kalimah
dan tak lapuk oleh hujan. Ia bersifat abadi dan lintas Syahadat. Syahadat pertama (asyhadu an la ilaha illa
batas—batas etnis juga agama. Tak ada agama yang Allah) adalah syahadat primordial. Yaitu janji awal kita
datang kecuali untuk mengusung pokok-pokok ajaran untuk bertuhan hanya kepada Allah Yang Esa, bukan
fondasional itu. kepada yang lain, sebagaimana dipaparkan ayat “alastu
bi rabbikum qalu bala syahidna”. Sementara syahadat
Kedua, ayat partikular (fushul al-Qur’an). Ayat al- kedua (wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah)
Qur’an yang tergabung dalam jaringan ayat partikular adalah syahadat komunal. Pada syahadat pertama,
adalah ayat yang hidup dalam sebuah konteks spesifik. umat Islam dengan umat agama lain bisa berjumpa.
Sejumlah pemikir Islam memasukkan ayat jilbab, aurat Sementara, pada syahadat kedua, umat Islam dengan
perempuan, waris, potong tangan, qisas, ke dalam umat agama lain bisa berpisah. Itu berarti kita tak
kategori ayat fushul. Tahu bahwa ayat itu bersifat bisa memaksa umat agama lain agar meyakini dan
partikular-kontekstual, maka umat Islam seharusnya mengakui kenabian Muhammad SAW dan meyakini
tak perlu bersikeras untuk memformalisasikannya detail syariat yang dibawanya. Bagi saya, soal mengakui
dalam sebuah perangkat undang-undang. Sebab, yang atau tak mengakui kenabian dan detail syariat
dituju dari sanksi-sanksi hukum dalam al-Qur’an Muhammad SAW lebih merupakan soal mereka, dan
misalnya adalah untuk menjerakan (zawajir), bukan bukan soal kita (umat Islam).
yang lain. Yang menjadi perhatian kita adalah tujuan
hukum dan bukan hurufnya [al-‘ibrah bi al-maqashid Namun, ingatlah bahwa Islam adalah agama yang
al-syar’iyah la bi al-huruf al-hija’iyyah]. Jika dengan sangat terbuka. Dalam hadits Nabi yang kemudian
hukum penjara, tujuan hukum sudah tercapai, maka menjadi dasar penetapan rukun iman, umat Islam
kita tak perlu untuk kembali ke bentuk hukum lama. diperintahkan untuk mengimani seluruh nabi-nabi dan
utusan Allah. Sejumlah riwayat menuturkan bahwa tak
Ketika belajar kitab fikih di pesantren, saya tahu bahwa kurang dari 124 ribu nabi yang dikirim Allah dan 313
bab yang paling jarang dikunjungi para ustadz dan rasul yang diutus ke bumi. Jika tak bisa mengetahui
santri yang mengaji adalah bab tentang hukum pidana seluruh rasul Allah, umat Islam diperintahkan untuk
Islam (bab al-jinayat). Mungkin para ustadz itu telah mengimani 25 rasul yang nama-namanya sudah
menyadari bahwa sebagian besar hukum pidana Islam tercantum dalam al-Qur’an. Rasulullah diperintahkan
sudah tak cocok dengan kondisi sekarang. Ormas untuk berkata, “aku bukanlah yang pertama dari
besar Islam Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah deretan rasul-rasul Allah” (ma kuntu bid’an min al-
pun tak pernah mengusulkan pemberlakuan hukum rusul). Nabi Muhammad hanya salah satu dari ribuan
pidana Islam. Mereka tahu bahwa kita sudah hidup di nabi-nabi itu.
abad 21. Semangat zaman telah memaksa kita untuk
meninggalkan sanksi-sanksi hukum primitif yang Sebagian ajaran yang dibawa Nabi Muhammad ada
brutal seperti hukum pancung, dan lain-lain. yang baru, dan sebagiannya yang lain lebih merupakan
pengembangan dan modifikasi dari ajaran para nabi
Kategorisasi ayat seperti itu kiranya bisa membantu sebelumnya. Allah berfirman, “inna hadza lafi al-
umat Islam dalam memahami pesan dasar al-Qur’an. shuhuf al-ula shuhuf Ibrahim wa Musa” [sesungguhnya
Bahwa dalam al-Qur’an, ada ayat yang tetap-tak pokok-pokok ajaran moral al-Qur’an sudah ada dalam
berubah (al-tsawabit) dan ada ayat yang maknanya mushaf-mushaf yang pertama, yaitu Mushaf Nabi
sangat kontekstual; tidak tetap dan lentur (al- Ibrahim dan Mushaf Nabi Musa]. Jika kita ringkaskan,
mutaghayyirat). Yang tetap, kita dogma-statiskan. risalah kenabian yang dibawa Nabi Muhammad
Sementara, terhadap yang al-mutaghayyirat, kita (mungkin juga para nabi lain) adalah sebagai berikut:
dinamisasi dan kontekstualisasikan. Di lingkungan para
—3—
13. «
Pertama, risalah kenabian adalah risalah tauhid, al-Banna, pemikr Islam dari Mesir, dalam bukunya al-
bukan risalah syirik. Semua nabi, termasuk Nabi Jihad mengatakan, anna al-jihad al-yawm laysa huwa an
Muhammad, membawa ajaran tauhid. Bahwa Tuhan namuta fi sabilillah wa lakin an nahya fi sabilillah (jihad
yang kita sembah adalah Allah Yang Esa. Tetapi, yang hari ini bukan untuk mati di jalan Allah, melainkan
problematik selalu pada tingkat konseptualisasinya. untuk hidup di jalan Allah). Dengan perkataan lain,
Yahudi, Kristen, dan Islam berbeda dalam merumuskan jihad adalah tindakan menghidupkan dan bukan
soal ke-Esa-an Allah. Di internal Islam sendiri terdapat mematikan. Al-Qur’an menegaskan bahwa barang
perbedaan amat tajam antara Mu’tazilah, Asy’ariyah, siapa membunuh satu jiwa sama dengan membunuh
juga Maturidiyah dalam menjelaskan Esanya Allah. semua jiwa. Dan barang siapa menghidupkan satu jiwa,
Bahkan, Imam Asy’ari (peletak dasar teologi Sunni) dan sama dengan menghidupkan semua jiwa. Itulah sendi
Asya’irah (pengikut Imam Asy’ari) berbeda pandangan ajaran Islam yang menjunjung kemanusiaan. Tuhan
dalam menjelaskan sifat dan dzat Allah. menciptakan manusia secara berbeda-beda agar mereka
saling mengakui dan memahami (li ta’arafu), bukan
Saya meyakini bahwa Allah Yang Esa dan Yang untuk saling membasmi.
Mutlak tak mungkin dijelaskan oleh manusia yang
relatif. Karena itu, diperlukan kerendah-hatian dari Perbedaan keyakinan dan agama pun bukan alasan
setiap manusia untuk tak mengabsolutkan konsep untuk merendahkan kemanusiaan seseorang. Apalagi
ketuhanannya. Kita mesti belajar untuk tak jadi untuk membunuh. Sebab, soal keyakinan adalah soal
manusia yang menganggap diri selalu benar. Amat individual antara manusia dengan Tuhannya. Dan
berbahaya sekiranya setiap orang mengklaim bahwa Allah memberi kebebasan penuh bagi manusia untuk
rumus ketuhanan versi dirinya adalah yang paling memilih suatu agama atau keyakinan. La ikraha fi
benar. Itu bukan hanya menunjukkan kepongahan si al-din (tak ada paksaan dalam soal agama). Dengan
perumus, melainkan juga telah mengecilkan kebesaran demikian, orang yang membunuh umat agama lain
Allah yang tak berhingga itu. Definisi manusia tentang hanya karena soal perbedaan agama sesungguhnya
Allah Yang Esa sesungguhnya lebih merupakan fantasi telah melanggar risalah kemanusiaan yang dibawa
dan imajinasi manusia tentang Yang Esa, dan bukan Nabi Muhammad. Sejarah menunjukkan hubungan
Yang Esa itu sendiri. Bagi saya, Tuhan Yang Esa harmonis antara Nabi Muhammad dengan para tokoh
tetaplah Allah yang tak terungkap dan tak terjelaskan agama lain. Mulai dari kebiasaan tukar menukar
(kanzan makhfiyan). Gabungan konsep ketuhanan tak hadiah antara Nabi Muhammad dan Muqauqis
mungkin bisa menembus tirai kegaiban ketuhanan. (raja Iskandariah Mesir) yang Kristen sampai kepada
keikutsertaan Mukhairiq (tokoh Yahudi Madinah)
Kedua, risalah kenabian adalah risalah kemanusiaan, dalam Perang Uhud bersama Nabi. Bahkan, dalam
bukan risalah pembantaian. Setiap nabi lahir untuk al-Qur’an ada pengkuan bahwa orang yang paling
menegaskan pentingnya penghargaan terhadap enak dijadikan sebagai sahabat atau teman adalah
nilai-nilai kemanusiaan. Salah satu poin dalam orang-orang Nashrani. [wa latajidanna aqrabahum
Khutbah Wada’ Nabi Muhammad yang terkenal itu mawaddatan li alladzina amanu alladzina qalu inna
adalah penegasannya untuk menghargai manusia. nashara].
Ia berkata, inna dima’akum wa amwalakum wa
a’radlakum haramun ‘alaikum kahurmati yawmikum Ketiga, traktat kenabian adalah traktat etik dan
hadza wa baladikum hadza wa syahrikum hadza. bukan traktat politik. Said al-Asmawi berkata bahwa
Tak boleh ada darah yang tumpah serta martabat Allah menghendaki Islam sebagai agama, tapi para
yang ternoda. Karena itu, saya tak mengerti jika ada pemeluknyalah yang membelokkannya menjadi
sekelompok orang yang mengaku sebagai pengikut politik-siyasah [inna Allah arada al-Islam diynan wa
Nabi Muhammad tiba-tiba membantai pengikut arada bihi al-nas an yakuna siyasatan]. Itu sebabnya
Nabi Muhammad yang lain. Tak ada alasan jihad tak ada perintah eksplisit dalam al-Qur’an agar Nabi
fisabilillah dibalik rentetan kekerasan atas nama agama Muhammad mendirikan sebuah negara. Tak ada cetak
di Indonesia. biru pemerintahan dalam Islam. Nabi Muhammad
melalui hadits-haditsnya tak juga mengintroduksi jenis
Jihad disyariatkan untuk merawat kehidupan bukan pemerintahan tertentu. Pengelolaan pemerintahan
untuk menyongsong kematian. Zainuddin al-Malibari Madinah adalah improvisasi politik sementara Nabi
menegaskan bahwa membantu sandang, pangan, dan Muhammad ketika pengaturan jenis pemerintahan
papan orang miskin adalah bagian dari jihad. Jamal yang ideal dan efektif belum ditemukan. Sebab, untuk
—4—
14. «
urusan duniawi, dengan terus terang Nabi Muhammad relevan untuk memecahkan problem masa kini. Kita
mengaku ketak-cakapan dirinya. Nabi bersabda, tak mungkin mengcopy pemikiran-pemikiran lampau
“antum a’lamu minni bi umuri duniyakum” [engkau yang berlangsung di kawasan Timur Tengah untuk
lebih tahu tentang urusan duniawi kalian]. diterapkan di Indonesia, tanpa proses kontekstualisasi
bahkan modifikasi. Yang bisa kita lakukan adalah
Dengan demikian, berdirinya negara Indonesia menangkap spiritnya dan tak melulu memperhatikan
yang berjangkar pada Pancasila dan UUD 1945 tak teksnya.
bertentangan dengan risalah kenabian. Indonesia
memang tak dirancang sebagai negara Islam. Tapi, Karya para ulama klasik bukan wahyu, melainkan tafsir
bukankah di negara ini, umat Islam bebas menjalankan atas wahyu. Ia merupakan produk ijtihad. Persoalan
ajaran agama Islam. Tak pernah ada halangan bagi siapa yang merumuskannya, untuk kepentingan apa,
umat Islam untuk melaksanakan syariat Islam. dalam kondisi sosial yang bagaimana dirumuskan,
Umat Islam boleh melaksanakan shalat; dimana saja, serta lokus geografis seperti apa, dengan epistemologi
kapan saja, dan berapa saja. Mau puasa sepanjang apa akan cukup besar pengaruhnya dalam proses
masa, tak dilarang. Umrah berkali-kali juga boleh. pembentukan sebuah karya. Karena itu seharusnya
Memakai jilbab, berjenggot lebat, bercelana di atas kita meletakkan sebuah pemikiran dalam susunan
tumit, pun tak ada hambatan. Kebebasan umat Islam konfigurasinya saat pemikiran itu diproduksi di
dalam menjalankan ajaran agama bahkan tafsir-tafsir satu sisi, dan dalam konteks epistemologisnya di sisi
keagamaan ini menyebabkan tak dibutuhkannya upaya lain. Mengetahui konteks-konteks tersebut bukan
formalisasi syariat Islam. Memformalisasikan ajaran hanya penting bagi pengayaan pengetahuan sejarah
yang sudah hidup dan lama terpraktekkan dalam sosial suatu pemikiran, melainkan juga berguna
masyarakat adalah buang-buang energi dan tindakan untuk kebutuhan kontekstualisasi pemikiran lama
sia-sia. atau bahkan penyusunan pemikiran keislaman baru,
yaitu jenis pemikiran yang bertumpu pada problem-
Sikap terhadap Karya Lampau problem kemanusiaan dan kondisi obyektif masyarakat
Indonesia.
Umat Islam selalu menunjukkan keterkaitannya
pada masa lalu. Tumpukan kitab kuning peninggalan Kedua, kita mesti memilah-milih antara teks
intelektual ulama terdahulu tak susut bahkan makin yang relevan dan yang tak relevan. Kita tak bisa
meninggi di lembaga-lembaga pendidikan Islam mengawetkan tafsir-tafsir lama yang cenderung
Indonesia. Pesantren sebagai lembaga tafaqquh fi al-din menistakan perempuan dan umat agama lain. Kita
di Indonesia intensif mengajarkan, juga mendiskusikan, tak mungkin mempertahankan pandangan ulama
hasil karya para ulama salaf. Kreasi intelektual para yang melarang perempuan menjadi pejabat publik
ulama klasik itu telah menjadi sokoguru intelektual atau menghalalkan penumpahan darah umat agama
ulama Indonesia, dari dulu hingga sekarang. Bahkan, lain. Tafsir yang demikian tak boleh mendominasi
keulamaan seseorang belakangan amat ditentukan percakapan intelektual kita hari ini. Betapun
apakah yang bersangkutan memiliki kemampuan canggihnya sebuah pemikiran jika berujung pada
mengakses kitab kuning atau tidak. Secara berseloroh, tindak kekerasan, maka ia batal dengan sendirinya.
sebagian teman berkata; sekiranya di rak buku Karena itu, sekiranya mungkin, kita perlu mencari
seseorang kita temukan jejeran kitab kuning, maka tafsir lama lain yang lebih mengapresiasi perempuan
pastilah ia seorang ulama. Sebaliknya, jika lemari buku dan menghargai umat lain. Jika tak mungkin,
seseorang penuh dengan “kitab putih”, maka yang kita seharusnya memproduksi tafsir baru yang
bersangkutan tak mungkin disebut ulama. memanusiakan kaum perempuan dan menghargai
umat non-Muslim.
Pertanyaannya, bagaimana seharusnya kita
memperlakukan khazanah keislaman klasik itu? Sementara pandangan lama yang masih relevan dan
Pertama-tama, mestilah disadari bahwa sebuah karya masih bisa kita resepsi untuk memuluskan jalan bagi
intelektual tak lahir dari ruang kosong. Ia muncul dialog dan kerja sama agama-agama di Indonesia di
dari sebuah konteks. Konteks keindonesiaan kita hari antaranya adalah pandangan Muhyiddin Ibn Arabi.
ini tak sama dengan konteks ketika karya ulama salaf Ketika para ahli fikih bersilang-sengketa mengenai
itu disusun. Karena itu, tak bijaksana kalau kita terus kedudukan non-Muslim di negeri mayoritas Muslim,
memobilisasi pandangan keislaman lama yang tak Ibn Arabi melangkah jauh dengan mengintroduksi
—5—
15. «
agama cinta. Perbedaan-perbedaan di ranah eksoterik tafsir kebencian dan menghalalkan kekerasan akan
fikih ini luluh dalam agama cinta Ibn Arabi. Salah satu turut memerosokkan reputasi agama itu.
deretan bait puisinya adalah:
Islam telah berumur 1500-an tahun. Ia akan tetap
abadi dan diminati sekiranya ditopang dengan tafsir-
Aku pernah menyangkal sahabatku tafsir keislaman yang pro-perdamaian, bukan pro-
karena agamaku tak sama dengan agamanya kekerasan. Tafsir-tafsir lama yang pro-kekerasan dan tak
(Kini) hatiku telah terbuka menghargai nilai-nilai kemanusiaan tak mungkin kita
Menerima semua bentuk (agama) lestarikan. Namun, tafsir-tafsir terdahulu yang pro-
Padang rumput bagi rusa, perdamaian pastilah akan tetap berguna buat tegaknya
Rumah untuk berhala-berhala Islam yang ramahtan lil alamin. Terhadap karya ulama
Gereja bagi para pendeta, terdahulu yang pro-pluralisme dan perdamaian, berlaku
Ka`bah untuk orang tawaf kaidah, ”al-Muhafadlah ’ala al-qadim al-shalih wa al-
Papan-papan Taurat alkhdzu bi al-jadid al-ashlah” [memelihara yang lama
Lembar-lembar Qur’an yang masih maslahat dan mengambil yang baru yang
Aku mereguk agama cinta lebih maslahat].
Kemana pun dia menuju
Cinta kepada-Nya Posisi Akal
adalah agama dan keyakinanku
Ajaran Islam tak ditujukan kepada anak-anak,
Lewat tasawwuf-falsafinya, Ibn Arab membuka tirai melainkan kepada manusia dewasa yang memiliki
dan menghapus sekat di antara para pemeluk agama kemampuan rasional utuh. Dengan akalnya manusia
yang berbeda. Sebagaimana Ibn Arabi, Jalaluddin Rumi bisa menentukan yang baik dan yang tidak. Jalaluddin
menyuarakan pendapat serupa. Bahwa visi pokok Rumi dalam Matsnawi pernah berkata, “Wahai
ajaran agama adalah cinta dan kasih. Kerap diceritakan saudara, engkau adalah pikiran itu sendiri, dirimu
bahwa di antara murid-murid Rumi terdapat orang- selebihnya bukanlah apa-apa kecuali otot dan tulang”.
orang Nashrani dan Yahudi. Apa yang dirintis Ibn Menurut Ibnu Bajjah, berfikir adalah fungsi tertinggi
Arabi dan dilakukan Rumi adalah jalan untuk manusia. Berfikir akan mengantarkan manusia
menampilkan keramahan agama. Itu senafas dengan berjumpa dengan Tuhan sebagai Sang Akal Aktif. Ibnu
teks agama yang menggambarkan ketak-terbatasan Thufail dalam novel filsafatnya, Hayy ibn Yaqzhan,
rahmat dan kasing sayang Allah. Teks itu berbunyi, mengisahkan seorang anak yang dibuang ke pulang
”wa rahmati wasi’at kulla sya’in” [sesungguhnya kasih kosong. Ia diasuh hewan dan dididik alam. Di tengah
sayang-Ku melampaui semua hal]. rimba itu, dengan akalnya yang masih berfungsi, ia bisa
berfilsafat dan berteologi, dan akhirnya bisa menyatu
Introduksi agama cinta di saat kekerasan datang dengan Tuhan. Apa yang dikatakan para filosof itu
bertubi-tubi adalah oasis. Kita ingin mengembalikan paralel dengan apa yang ditegaskan al-Qur’an. Bahwa
Islam kepada semangat dan khittah awalnya sebagai Allah telah mengilhamkan kepada manusia suatu
agama cinta bukan agama prasangka. Agama yang kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan
terus-menerus dikampanyekan dengan jalan teror dan yang buruk [faalhamaha fujuraha wa taqwaha].
kekerasan akan kehilangan simpati dari pemeluk agama
itu, apalagi dari orang lain. Sementara agama yang Akal yang dimiliki manusia merupakan anugerah
direklamekan dengan cinta, maka ia akan mengundang Allah paling berharga. Ia tak hanya berguna untuk
selera. mencapai pemahaman yang mendalam tentang yang
baik dan yang buruk, tapi juga untuk menafsirkan
Sejarah agama-agama menunjukkan perihal naik dan kitab suci. Tanpa akal, kitab suci tak mungkin bisa
turunnya pamor satu agama. Bahkan, ada agama yang dipahami. Menurut Ibn Rushd, dalam agama, akal
telah ribuan tahun hidup kemudian sirna ilang kerta berfungsi untuk menakwilkan kitab suci ketika teks
ning bumi. Pasti ada banyak faktor kenapa agama- kitab suci tak bisa dikunyah akal sehat. Sebuah hadits
agama itu tak lagi diminati dan tak dipilih masyarakat. menyebutkan, “al-din aql la dina li man la aqla lahu”
Di samping karena ketidak-mampuan agama untuk [agama itu adalah akal, tak ada agama bagi orang
beradaptasi dan bernegosiasi dengan lingkungan sosial yang tak berakal]. Maka benar ketika para ulama
baru, faktor para juru kampanye yang suka menebar menyepakati bahwa kebebasan berfikir (hifdzl al-‘aql)
—6—
16. «
termasuk salah satu pokok ajaran Islam (maqashid dan menyeleksi hukum dalam Islam, yang dikenal
al-syariah). Dengan demikian seharusnya Islam lekat dengan takhsish bi al-a’ql, taqyid bi al-aql, tabyin bi al-
dengan kebebasan berfikir. Imam Syafii konon pernah ‘aql. Akal diberi otoritas untuk menjelaskan ajaran yang
ditanya salah seorang muridnya tentang tafsir agama samar, membatasi keberlakuan hukum yang terlampau
yang bertentangaan dengan akal, maka Imam Syafii umum, mengeksplisitkan sesuatu yang tersembunyi
memerintahkan untuk mengikuti petunjuk akal, karena (implisit) dalam wahyu.
akal punya kemampuan untuk menangkap kebenaran.
Dengan demikian, wahyu dan akal mestinya saling
Problemnya, kita menghadapi fenomena dan mempersyaratkan. Yang satu tak menegasi yang
kecenderungan untuk mendisfungsikan peran dan lain bahkan saling mengafirmasi. Akal akan turut
kemampuan akal. Fenomena ini bisa dilihat dari memperkaya wawasan etik wahyu. Sementara
dua hal. Pertama, bermunculannya berbagai fatwa wahyu potensial mengafirmasi temuan kebenaran
keagamaan yang membingungkan umat menunjukkan dari akal. Akal merupakan subyek yang aktif dalam
betapa tak berfungsinya akal. Mulai dari haramnya mendinamisasikan gugusan ide-ide ketuhanan dalam
perempuan menyetir mobil, legalisasi perbudakan wahyu. Sementara wahyu adalah tambang yang bisa
perempuan, hingga tak dibolehkannya rebonding. digali terus-menerus oleh akal manusia. Dengan
Dalam kasus-kasus seperti ini, akal tak dilibatkan perangkat akal yang dimilikinya, manusia kemudian
dalam pengambilan keputusan hukum. Menurut tak hanya berfungsi sebagai hamba Allah (‘abdullah)
mereka, manusia yang hanya mengandalkan akal melainkan juga sebagai khalifah Allah di bumi.
sembari mengabaikan petunjuk tekstual-skriptural
wahyu tak akan menjadi manusia yang baik. Sonder Kalau kita percaya pada kisah purba agama, begitu
petunjuk abjad dan titik koma wahyu, tindakan pentingnya kedudukan manusia sebagai makhluk
manusia menjadi tak terkontrol, hidup permisif, yang berakal budi di sisi Allah, sampai-sampai Allah
sehingga yang akan muncul adalah sejumlah kekacauan tak mempedulikan sejumlah kritik para malaikat yang
dan kesemrautan di tengah masyarakat. menolak penciptaan manusia. Allah mengacuhkan
keberatan malaikat atas diciptakannya Adam. Allah
Kedua, pada saat yang bersamaan, diciptakanlah tetap menciptakan manusia bahkan memikulkan
sejumlah lembaga keagamaan yang berfungsi untuk amanat kepadanya. Kepercayaan Allah dan pemberian
menghukum orang-orang yang dianggap menggunakan amanat kepada manusia ini bukan tanpa alasan.
akal secara overdosis. Institusi ini diberi kewenangan Sekiranya wahyu Allah tak sampai kepada sekelompok
memvonis bahwa seseorang telah menyimpang atau manusia, maka Allah telah menyiapkan piranti lunak
keluar dari Islam. Sejumlah intelelektual Muslim berupa nurani dan akal budi yang berfungsi sebagai
mendapatkan vonis sesat-menyesatkan dan kafir suluh penerang dan penunjuk jalan. Allah tak akan
dari lembaga-lembaga tersebut. Ujungnya adalah membebankan kewajiban syariat dan memberikan hak
penghalalan darah yang bersangkutan. Naif, jika kepada manusia jika manusia hanya berupa daging,
di negeri-negeri lain orang berlomba-lomba untuk tulang, dan darah. Dengan nurani dan akal budi yang
menggunakan akal pikiran, maka di negeri-negeri melekat pada dirinya, maka manusia pantas memilikul
Muslim, orang-orang masih berlomba untuk amanat dari Tuhannya.[]
mengkafirkan mereka yang menggunakan pikiran.
Ramainya pengafiran disaat orang lain menggunakan Jakarta, 8 Juli 2011
pikirannya tampaknya mendorong Nashr Hamid Abu
Zaid untuk menulis buku al-Tafkir fi Zaman al-Takfir.
Banyak orang yang kini tak berani menggunakan Sumber Bacaan
akal pikiran ketika berhadapan dengan pemikiran Abd Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama, Jakarta: KataKita, 2009.
keagamaan. Padahal, wahyu al-Qur’an terus menantang —————(ed.), Ijtihad Islam Liberal, Jakarta: Jaringan Islam Liberal (JIL):
manusia untuk mendayagukanakan akalnya dengan 2006
berbagai jenis ungkapan seperti afala ta’qilun (apakah Abi Ishaq al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’at, Beirut: Dar al-Kutub
kalian tidak berfikir), afala tatadabbarun (apakah kalian al-Ilmiyah, 2005.
tidak merenung), afala yandhurun (apakah mereka Fazlur Rahman, Islam, Bandung: Pustaka, 2000.
tidak melihat dengan seksama), dan lain-lain. Dalam Goenawan Mohamad, Tuhan & Hal-Hal yang Tak Selesai, Jakarta: KataKita,
ushul fikih, akal diberi kesempatan untuk mensortir 2007.
—7—
17. «
Ibn Arabi, Dzaha’ir al-A’laq: Syarh Tarjuman al-Asywaq, Kairo: Tanpa penerbit,
Tanpa Tahun.
Ibn Hisyam, al-Sirah al-nabawiyah, Beirut-Libanon: Dar al-Ihya’ al-Turats al-
‘Arabi, 1997.
Ibn Rushd, Fashl al-Maqal Fima Bayna al-Hikmah wa al-Syari’ah min al-
Ittishal, Mesir: Dar al-Ma’arif, Tanpa Tahun.
Ibn Thufail, Hayy ibn Yaqzhan, Beirut: Dar al-Fikr, Tanpa Tahun.
Jamal al-Banna, al-Jihad, Kairo: Dar al-Fikr al-Islami, Tanpa Tahun.
—————, al-Ta’addudiyah fi Mujtama’ Islami, Kairo: Dar al-Fikr al-Islami,
Tanpa Tahun.
Jawdat Said, La Ikraha fi al-Din, Damaskus: al-‘Ilm wa al-Salam li al-Diarasat
wa al-Nashr, 1997.
Najmuddin al-Thufi, Syarh Mukhtashar al-Rawdhah, Kairo:Mathabi’ al-Syarq
al-Awshath, 1989.
Nashr Hamid Abu Zaid, al-Tafkir fi Zaman al-Takfir, Kairo: Dar al-Kutub, Tanpa
Tahun.
Sachiko Murata & William C. Chittik, The Vision of Islam, Yogyakarta: Suluh
Press, 2005.
Said al-Asymawi, al-Islam al-Siyasi, Kairo: Siyna li al-Nasyr, 1992.
Syatha al-Dimyathi, I’anah al-Thalibbin, Semarang: Thaha Putera, Tanpa
Tahun.
—8—
18. «
19/06/2011
Kritik atas Wahabisme
Oleh Abdul Moqsith Ghazali
.... di lingkungan keluarga Wahabi, perempuan sejak dulu diposisikan sebagai obyek
(munfa’il atau maf ’ul) dan tak pernah dianggap sebagai subyek (fa’il). Ketika laki-laki
tak bisa mengendalikan hawa nafsu, maka tubuh perempuanlah yang mesti ditutup rapat.
Batas-batas aurat perempuan dibuat sangat kaku dan seakan sengaja diciptakan untuk
menyengsarakan perempuan. Ruang gerak perempuan terus dibatasi. Perempuan tak boleh
memegang jabatan publik, sebagai hakim apalagi kepala negara. Sampai sekarang taraf
pendidikan kaum perempuan masih jauh di bawah laki-laki. Tak ada ulama perempuan yang
lahir dari lingkungan Wahabi. Padahal, jelas istri-istri Nabi adalah perempuan-perempuan
yang tangguh dan mandiri. Jika Khadijah tangguh secara ekonomi, maka Aisyah mumpuni
secara intelektual bahkan cakap memimpin pasukan di medan pertempuran.
W
ahabisme makin gencar mengkampanyekan Wahabi justru menjadikan ayat ini sebagai argumen
doktrin dan ajarannya ke masyarakat Islam. untuk memusyrikkan umat Islam yang bertawassul
Tak hanya di kawasan Timur Tengah, Wahabisme coba dan ziarah kubur. Dan karena orang Islam non-
merambah negeri-negeri lain. Dengan topangan dana Wahabi telah musyrik, maka orang Wahabi merasa
kampanye yang cukup, Wahabisme mulai tumbuh berkewajiban untuk mengembalikan mereka ke dalam
di negara-negara kawasan Asia Tenggara termasuk doktrin ajaran Islam seperti yang mereka pahami.
di Indonesia. Ada yang setuju, tapi tak sedikit umat
Islam yang mengajukan keberatan terhadap doktrin Jika umat Islam non-Wahabi tak segera bertobat atau
dan fatwa para ulama Wahabi. Bahkan, penolakan tak enggan diajak kembali kepada “ajaran Islam yang
hanya pada doktrin Wahabisme, melainkan juga pada benar” (al-ruju’ ila al-haq), maka orang-orang Wahabi
cara orang Wahabi menyebarkan ideologinnya. tak ragu untuk melenyapkan nyawa mereka. Itu
sebabnya orang Wahabi kerap terlibat dalam tindak
Sejumlah orang mengkritik Wahabisme, karena kekerasan dengan menyerang orang Islam lain. Sejarah
beberapa hal. Pertama, dalam mendakwahkan telah menunjukkan sejumlah keonaran orang-orang
doktrinnya, orang-orang Wahabi terlalu banyak Wahabi, dari awal kelahirannya hingga sekarang.
menyerang ke dalam, ke sesama umat Islam. Terhadap Mereka tak hanya mengobrak-abrik orang-orang
orang-orang Islam non Wahabi, mereka bersikap Syiah, melainkan juga para pengikut Sunni yang telah
asyidda’u ‘ala al-muslimin. Tak puas dengan jenis dianggap menyimpang dari ajaran Islam atau yang
keislaman yang berkembang di lingkungan umat Islam dipandang telah terperangkap dalam kemusyrikan.
non-Wahabi, mereka hendak mengislamkan kembali
orang-orang Islam. Bagi mereka, orang Islam non- Teologi pemusyrikan orang Islam lain tampaknya telah
Wahabi telah terjatuh ke dalam kemusyrikan sehingga lama menggelayuti pikiran orang Wahabi. Pemusyrikan
perlu segera diselamatkan. seperti ini terus terang akan mengguncang hubungan
sesama umat Islam. Yang satu mencaci maki yang lain.
Dengan merujuk pada al-Qur’an, sebagaimana Akhirnya konflik dan ketegangan di internal umat
umat Islam pada umumnya, orang-orang Wahabi Islam menjadi tak terhindarkan. Ini jelas tak produktif
memandang dosa syirik sebagai dosa tak terampuni. buat kepentingan (umat) Islam secara keseluruhan.
Allah berfirman, inna Allah la yaghfiru an yusyraka Energi umat Islam akan terkuras habis karena problem-
bihi wa yaghfiru ma duna dzalika liman yasya’u problem domestik umat Islam.
[sesungguhnya Allah tak akan mengampuni dosa orang
yang menyekutukan-Nya dan hanya mengampuni dosa Kedua, ijtihad orang-orang Wahabi hanya berputar
selain syirik]. Jika kebanyakan umat Islam menjadikan di perkara-perkara receh yang partikular. Mereka
ayat ini sebagai dasar untuk memusyrikkan orang- berijtihad dalam soal-soal kecil seperti tentang hukum
orang yang menyembah patung-berhala, maka orang perempuan menyetir mobil, hukum memelihara
—9—
19. «
jenggot, hukum ziarah kubur, hukum bertawassul, separuhnya adalah manusia dan separuhnya yang
hukum menggunakan tasbih dalam berdzikir. Ulama lain adalah setan yang mengganggu keimanan
Wahabi mungkin menyangka bahwa ziarah kubur, laki-laki. Cara pandang demikian menyebabkan
bercelana di atas tumit, dan bertawassul adalah masalah orang-orang Wahabi punya kecenderungan untuk
pokok. Padahal jelas soal-soal seperti ini masuk ke memarginalisasikan perempuan. Dehumanisasi
dalam kategori masa’il khilafiyah yang tak akan pernah terhadap perempuan berlangsung di berbagai sisi
berhasil disepakati oleh seluruh umat Islam. kehidupan.
Sekarang adalah saat yang tepat bagi orang-orang Betapa perempuan tak boleh dilibatkan dalam
Wahabi untuk berfikir atau berijtihad tentang soal- pengambilan keputusan, tak hanya di ruang publik
soal kemasyarakatan yang lebih penting. Untuk melainkan juga di ruang domestik seperti keluarga.
kepentingan berijtihad ini, orang-orang Wahabi mesti Perempuan atau istri tak boleh mencari nafkah walau
memiliki cadangan ulama yang kridibel dan memenuhi untuk menanggulangi beban perekonomian keluarga
standar-kualifikasi sebagai mujtahid. Orang-orang yang tak mungkin lagi bisa diatasi oleh para suami.
Wahabi tak boleh terus-menerus bertaqlid pada para Dalam konteks Indonesia misalnya, beratnya beban
pendahulunya, seperti Muhammad ibn Abdil Wahab. ekonomi keluarga menyebabkan seluruh anggota
Atau hanya sekedar mengutip pendapat-pendapat fikih keluarga tak terkecuali istri tumpah ruah bergerak ke
Ahmad ibn Hanbal, Ibnu Taymiyah, dan Ibnu al- luar rumah untuk mengais rezeki. Saya kira karena itu,
Qayyim al-Jauziyah. di antaranya, tafsir-tafsir Wahabi mengenai domestikasi
perempuan tak cukup diminati umat Islam Indonesia.
Bahkan, sekiranya orang Wahabi ingin konsisten
mengikuti metodologi Imam Ahmad ibn Hanbal Sementara di lingkungan keluarga Wahabi, perempuan
pun, buku-buku ushul fikih Hanabilah yang lebih sejak dulu diposisikan sebagai obyek (munfa’il atau
belakangan boleh dipertimbangkan sebagai rujukan maf ’ul) dan tak pernah dianggap sebagai subyek (fa’il).
untuk mendinamisasi hukum Islam di lingkungan Ketika laki-laki tak bisa mengendalikan hawa nafsu,
kelompok Wahabi. Najmuddin Sulaiman ibn Abdul maka tubuh perempuanlah yang mesti ditutup rapat.
Qawi al-Thufi al-Hanbali misalnya menulis buku Syarh Batas-batas aurat perempuan dibuat sangat kaku dan
Mukhtashar al-Rawdlah. Ibn Qudamah menulis buku seakan sengaja diciptakan untuk menyengsarakan
Rawdhah al-Nazhir wa Jannah al-Munazhir. Ibnu perempuan. Ruang gerak perempuan terus dibatasi.
al-Qayyim al-Jawziyah pun tak boleh hanya dibaca Perempuan tak boleh memegang jabatan publik,
melalui kitab-kitab fikih yang berhasil ditulisnya, sebagai hakim apalagi kepala negara. Sampai sekarang
melainkan juga melalui kitab-kitab ushul fikihnya taraf pendidikan kaum perempuan masih jauh di
seperti I’lam al-Muwaqqi’in. bawah laki-laki. Tak ada ulama perempuan yang lahir
dari lingkungan Wahabi. Padahal, jelas istri-istri Nabi
Inilah saya kira salah satu cara untuk mendinamisasi adalah perempuan-perempuan yang tangguh dan
aktivitas ijtihad di lingkungan kelompok Wahabi mandiri. Jika Khadijah tangguh secara ekonomi, maka
setelah sekian lama terkurung dalam ijtihad tentang Aisyah mumpuni secara intelektual bahkan cakap
perkara-perkara remeh temeh dalam Islam. Dengan memimpin pasukan di medan pertempuran.
perkataan lain, itu merupakan jalan yang mesti
ditempuh kelompok Wahabi agar terhindar dari Dalam kaitan itu, di lingkungan Wahabi kiranya
kecenderungan taqlid buta terhadap argumen-argumen perlu digerakkan semangat untuk memartabatkan
lama. Sebab, sungguh aneh, kelompok Wahabi dan memanusiakan perempuan. Tak zamannya lagi,
menolak tradisi bermadzhab atau bertaqlid, sementara perempuan hanya disembunyikan di ruang-ruang
pada saat yang bersamaan mereka melakukan hal tertutup. Sebagaimana telah diteladankan puteri-
yang sama; dengan bertaqlid kepada Muhammad ibn puteri dan isteri-isteri Nabi Muhammad, perempuan
Abdil Wahab. Kita memerlukan ulama Wahabi yang mesti tampil sebagai penggerak ekonomi-sosial dan
pemikiran-pemikirannya bisa melampaui pemikiran moral-intelektual di tengah masyarakat. Dengan cara
Muhammad ibn Abdil Wahab. itu, kehadiran Wahabi niscaya tak dirasakan sebagai
ancaman bagi perempuan dan umat Islam lain,
Ketiga, kelompok Wahabi cenderung tak melainkan justru sebagai rahmat lil alamin. Wallahu
memanusiakan kaum perempuan. Perempuan A’lam bis Shawab.
selalu saja dianggap sebagai manusia tak sempurna;
— 10 —
20. «
03/05/2011
Menahan Laju Negara Islam Indonesia
Oleh Abdul Moqsith Ghazali
Dimuat di Media Indonesia, 2 Mei 2011
..... terang perbedaan kapasitas intelektual antara Kartosuwirjo di satu pihak dan Maududi-
Sayyid Quthb di pihak lain. Kartosoewirjo tak mengkriya karya-karya intelektual yang
menjelaskan landasan pokok dan kerangka konsepstual NII. Sejauh pengetahuan saya,
Kartosoewirjo tak mensistematisasikan pemikiran politiknya dalam buku utuh. Ketiadan
rujukan ideologis dari sang proklamator NII ini menyebabkan para pelanjut gerakan NII
seperti ayam kehilangan induk. Tak ada tokoh kedua apalagi ketiga yang berperan penting
setelah Kartosoewirjo laksana Sayyid Quthb setelah Hasan al-Banna.
K
artosoewirjo memiliki kesamaan dengan Hasan yang keliru, NII. Apa hendak dikata, anak-anak itu tak
al-Banna, Sayyid Quthb, dan Maududi hanya fokus pada kuliah, tapi pada NII. Prestasi akademik
dalam proses kematiannya. Mereka mati karena mereka menurun drastis, sementara NII yang mereka
dibunuh. Pada tanggal 12 Pebruari 1949, Hasan al- perjuangkan tak realistis.
Banna dibunuh oleh oleh polisi rahasia Mesir. Pada
tahun 1966, Sayyid Quthb dibunuh dengan tuduhan Dikisahkan, ketika menjadi anggota NII, mereka tak
makar terhadap pemerintah Mesir. Hal yang sama hanya diminta melepaskan diri secara ideologis dari
dialami Kartosoewrijo. Pengadilan Mahadper, 16 jenis keislaman mainstream di Indonesia, melainkan
Agustur l962, memutuskan bahwa Kartosoewirjo telah juga memisahkan diri secara politis dari Negara
makar terhadap NKRI. Atas dasar itu, Kartosoewirjo Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jika orang
dihukum mati. Islam non-NII dianggap murtad dan kafir, maka NKRI
dengan Pancasila dan UUD 1945nya dianggap negara
NII (Negara Islam Indonesia) membuat ulah. Ia makin sekuler yang harus dijauhi. “Indonesia adalah negara
agresif merekrut anggota baru. Beberapa mahasiswa di kafir yang bertentangan dengan konsep negara dalam
Malang, Yogyakarta, Lampung, dan Jakarta dinyatakan Islam”, tandas mereka. Bagi mereka, tak ada cara lain
hilang, diculik aparatur NII. Para mahasiswa dan untuk memperbaiki sejumlah “penyimpangan” itu
pelajar Islam yang minim pemahaman keislamannya kecuali dengan menjadikan al-Qur’an dan Hadits Sahih
ditarik masuk ke dalam NII. Melalui media massa, sebagai hukum tertinggi negara, dan NII (Negara Islam
kita disuguhi informasi perihal proses indoktrinasi dan Indonesia) sebagai bingkai kenegaraannya.
ideologisasi kepada anggota baru NII. Setelah dibai’at
sebagai anggota, mereka pun disebar ke masyarakat Kartosoewirjo dan NII
untuk mencari dana. Para mantan anggota NII yang
diwawancara televisi mengisahkan tentang seringnya NII tak bisa dipisahkan dari Sekarmadji Maridjan
menipu orang tua untuk memperoleh dana. Mereka (SM) Kartosoewirjo. Ia yang memproklmasikan
diwajibkan membayar iuran bulanan untuk mengisi berdirinya Negara Islam Indonesia (NII), pada 7
lumbung keuangan NII. Agustus 1949/ 12 Syawal 1368 H, di Tasikmalaya Jawa
Barat. Kartosoewirjo menghendaki berdirinya NII
Kondisi ini menimbulkan keprihatinan dan kerisauan berdasarkan al-Qur’an, bukan NKRI yang berasaskan
di kalangan masyarakat. Banyak orang tua histeris Pancasila. NII dalam proklamasinya menegaskan
karena anak-anak mereka masuk NII. Orang tua tak bahwa hukum yang berlaku adalah hukum Islam.
hanya merugi secara material karena tertipu, melainkan Dalam Qanun Asasy NII disebut, “NII adalah negara
juga defisit secara immaterial karena anak-anak yang karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada bangsa
menjadi tumpuan harapan mereka terancam putus Indonesia. Sifat negara itu jumhuriyah (republik)
sekolah atau kuliah. Anak-anak mereka yang bersekolah dengan sistem pemerintahan federal”.
di sejumlah perguruan tinggi seperti UI, UGM, UIN,
dan lain-lain ternyata jatuh pada pola pengasuhan Namun, tak terlampau jelas apa argumen ‘aqli
— 11 —
21. «
(rasional) dan naqli (normatif-doktrinal) dari negara Qur’an). Sedangkan Maududi dikenal sebagai orator
republik dengan sistem federal tersebut. Kita tak ulung dan penulis yang produktif terutama di bidang
menemukan elaborasi spesifik dari Kartosoewirjo pemikiran politik Islam. Ia menulis buku, di antaranya,
berdasarkan perspektif al-Qur’an dan Hadits mengenai “Teori Politik Islam”, “Hukum Islam dan Cara
negara republik itu. Ini penting dijelaskan. Sebab, pelaksanaannya”, “Prinsip-Prinsip Dasar bagi Negara
semua pelajar Islam tahu, negara Madinah yang Islam”, Hak-Hak Golongan Dzimmi dalam Negara
didirikan Nabi Muhammad bukan negara republik. Islam”, “Kodifikasi Konstitusi Islam”.
Bahkan, menurut Muhammad Husain Haikal (1888-
1956), Nabi Muhammad tak pernah menentukan dasar Dari sini terang perbedaan kapasitas intelektual antara
sistem pemerintahan yang detail. Apalagi, menurut Kartosuwirjo di satu pihak dan Maududi-Sayyid Quthb
Ali Abdur Raziq (1888-1966 M.), Nabi Muhammad di pihak lain. Kartosoewirjo tak mengkriya karya-
adalah seorang nabi, dan bukan kepala negara. karya intelektual yang menjelaskan landasan pokok
dan kerangka konsepstual NII. Sejauh pengetahuan
Begitu juga, sama problematisnya ketika disebut saya, Kartosoewirjo tak mensistematisasikan pemikiran
hukum Islam dalam NII. Pertanyaannya adalah; jenis politiknya dalam buku utuh. Ketiadan rujukan
hukum Islam seperti apa yang hendak diterapkan ideologis dari sang proklamator NII ini menyebabkan
NII. Ini tak pernah kita temukan jawabnya dari para pelanjut gerakan NII seperti ayam kehilangan
NII. Misalnya, apa yang disebut hukum Islam dan induk. Tak ada tokoh kedua apalagi ketiga yang
bagaimana batas-batasnya. Bagaimana cara memahami berperan penting setelah Kartosoewirjo laksana Sayyid
ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an. Kita tak pernah Quthb setelah Hasan al-Banna.
mendapatkan keterangan dari NII mengenai detail-
detail hukum dalam al-Qur’an dan Hadits. Kartosoewirjo memiliki kesamaan dengan Hasan
al-Banna, Sayyid Quthb, dan Maududi hanya dalam
Ketidakjelasan konsep dan argumen NII ini bisa proses kematiannya. Mereka mati karena dibunuh.
dipahami karena, salah satunya, Kartosoewirjo sendiri Pada tanggal 12 Pebruari 1949, Hasan al-Banna
tak dikenal sebagai pemikir politik Islam. Ia tak dibunuh oleh oleh polisi rahasia Mesir. Pada tahun
memiliki landasan ideologi yang kuat. Kartosoewirjo 1966, Sayyid Quthb dibunuh dengan tuduhan makar
tak kesohor sebagai ulama sebagaimana KH Hasyim terhadap pemerintah Mesir. Hal yang sama dialami
Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, H. Agus Salim, dan lain- Kartosoewrijo. Pengadilan Mahadper, 16 Agustur
lain. Ada yang berpendapat, Kartosoewirjo memiliki l962, memutuskan bahwa Kartosoewirjo telah makar
pengetahuan keislaman yang minim. Ia hanya belajar terhadap NKRI. Atas dasar itu, Kartosoewirjo dihukum
Islam secara otodidak. Menurut sebagian pengamat, mati.
ilmu keislaman Soekarno relatif lebih baik ketimbang
Kartosoewirjo. Dengan kondisi ilmu keislaman seperti Tawaran Solusi
ini, ia tak akan memiliki argumen teologis yang cukup
untuk melawan gempuran tokoh-tokoh Islam lain yang Semenjak dideklarasikannya hingga sekarang, NII kian
menolak NII. Tak pelak lagi, NII dapat dengan mudah kehilangan relevansi. Alih-alih mendapatkan dukungan
bisa dipatahkan, secara politis dan intelektual. dari umat Islam, NII justru menuai sejumlah kritik
dan kecaman. NII gagal mendapatkan dukungan dan
Inilah sebabnya kenapa NII tak pernah besar, seperti simpati umat Islam Indonesia. Bahkan, karena ulah
pernah besarnya Ikhwan al-Muslimin di Mesir. Ikhwan dan tindakannya akhir-akhir ini, keberadaan NII
al-Muslimin memiliki tokoh intelektual seperti Hasan dianggap telah meresahkan masyarakat dan umat Islam.
al-Banna (1906-1949) dan Sayyid Quthb (1906- Perilaku para anggota NII dalam menjalankan agenda
1966 M.). Abul A’la al-Maududi (1903-1970) yang politik ekonominya tak mencerminkan akhlak Islam
mengkampanyekan berdirinya negara Islam adalah yang kuat. Kesukaan anggota NII yang menghalalkan
tokoh dan pemikir politik Islam yang disegani. Tokoh- segala cara untuk memperoleh uang jelas bertentangan
tokoh ini memiliki sejumlah buku monumental yang dengan nilai-nilai Islam. Dengan demikian, menurut
menjadi referensi utama para pendukung negara sebagai tokoh Islam, mereka sebenarnya tak pantas
Islam. Quthb misalnya menulis buku, mulai dari soal mengatasnamakan Islam.
sistem politik Islam seperti al-‘Adalah al-Ijtima’iyah fi
al-Islam (Keadilan Sosial dalam Islam) hingga tafsir Dalam konteks itu, saya mengusulkan beberapa
al-Qur’an Fi Zhilal al-Qur’an (Dalam Bayangan al- cara untuk mengatasi soal NII. Pertama, jika terkait
— 12 —
22. «
dengan soal penipuan, maka tindaklah para pelakunya
melalui hukum pidana yang berlaku. Hukum harus
tegak terhadap mereka, sekalipun mereka menipu
dengan alasan al-Qur’an dan al-Hadits. Namun, aparat
penegak hukum mesti bisa membedakan; mana yang
menjadi korban NII dan mana yang menjadi aparatur
NII yang menyuruh bawahannya untuk menipu.
DSaya kira, para mahasiswa yang ditarik NII untuk
mengumpulkan uang adalah korban belaka dari NII.
Mereka bukan aktor utama.
Kedua, jika berhubungan dengan ideologi keislaman
NII, maka organisasi-organisasi Islam besar seperti
NU, Muhammadiyah, dan MUI perlu bahu-membahu
untuk mendakwahkan jenis keislaman yang cocok
dan sesuai dengan konteks keindonesiaan. Umat Islam
Indonesia tak perlu merasa sebagai anak tiri di hadapan
ibu kandungnya sendiri, negara Republik Indonesia.
Sebab, sekalipun Indonesia tak menjadi negara Islam,
terlampau banyak keistimewaan yang dimiliki umat
Islam Indonesia. Sejumlah produk perundangan
yang menunjukkan keistimewaan itu sudah banyak
dikeluarkan negara Indonesia, misalnya UU Peradilan
Agama, UU Zakat, UU Haji, dan lain-lain.
Ketiga, pemerintah RI juga harus bisa menahan laju
NII. NII potensial menggerogoti persendiaan negara
republik Indonesia. Pemerintah tak boleh memandang
sepele dan remeh terhadap gerakan NII. Pemerintah
harus bergerak ke level bawah, misalnya melalui
perubahan kurikulum pendidikan agama di lembaga-
lembaga pendidikan di Indonesia mulai dari tingkat
bawah hingga perguruan tinggi. Semenjak dini anak-
anak di sekolah perlu diajarkan perihal bagaimana
kedudukan agama (Islam) dalam konteks negara
Indonesia, kenapa Indonesia menjadi negara Pancasila
dan bukan negara Islam.
Itulah beberapa tawaran solusi yang bisa diajukan agar
gerakan NII tak makin melebar dan meluas ke seantero
Indonesia.[]
— 13 —
23. «
05/04/2011
Wahabisme: Alhamdulillah atawa
Innalillah?
Oleh Abdul Moqsith Ghazali
Wahabisme kini tumbuh di Indonesia. Sejumlah ma’had atau pesantren yang mengusung
ideologi wahabisme bermunculan. Seorang teman yang sedang meriset Wahabisme di
Indonesia mencatat tak kurang dari empat belas pesantren di Indonesia yang menyebarkan
doktrin Wahabisme. Dibanding data statistik pesantren di Indonesia yang ribuan jumlahnya,
angka empat belas memang kecil. Tapi fenomena penyebaran doktrin Wahabisme ini sudah
sangat merisaukan.
D dianggap mengidap penyakit TBC (takhayyul,
i tengah kecenderungan masyarakat Islam yang “asli”—tentu dalam pengertian mereka. Dengan
semangat purifikasi ajaran Islam, mereka menampik
bid’ah, dan Khurafat), Wahabisme muncul untuk sejarah. Wahabisme menyeleksi kemodernan. Islam
menghancurkannya. Dengan semboyan al-ruju’ ila al- dalam pengertian Wahabisme tak boleh dijamah tangan
Qur’an wa al-Sunnah (kembali kepada al-Qur’an dan ilmu pengetahuan. Itu sebabnya, tak aneh jika tahun
al-Hadits) mereka berdakwah untuk mengajak umat 1920-an, Wahabisme mengharamkan telepon dan
Islam mengikuti ajaran Islam yang benar: Wahabisme. radio masuk Mekah. Akibatnya, pemurnian berujung
di jurang kegagalan. Wahabisme tak dikehendaki
Berpusat di Arab Saudi, Wahabisme yang didirikan umat Islam. Sebagian ulama Sunni tak menghendaki
oleh Muhammad ibn Abdul Wahab ibn Sulaiman jika Wahabisme dianggap menjadi bagian dari Ahlus
al-Najdi pada abad ke-18, adalah salah satu sekte Sunnah wal Jama’ah. Kakak kandung Muhammad ibn
berpaham keras dalam Islam. Muhammad ibn Abdul Abdul Wahab sendiri, Sulaiman ibn Abdul Wahab,
Wahab lahir di Uyaynah, termasuk daerah Najd, menolak keras ideologi Wahabisme.
bagian timur Kerajaan Saudi Arabia sekarang, tahun
1111 H/1699 M dan meninggal dunia tahun 1206 Wahabisme sebenarnya tak punya teologi yang
H/1791 M. Ia belajar ke sejumlah guru terutama yang unik. Ia hanya mendramatisasi doktrin-doktrin
bermazhab Hanbali. Ayahandanya, Abdul Wahab, lama yang cenderung kaku dan rigid. Sebagaimana
adalah seorang hakim (qadhi) pengikut Imam Ahmad umumnya umat Islam lain, Wahabisme mendasarkan
ibn Hanbal. ajaran dan doktrinnya pada tauhid. Jika Mu’tazilah
mengkampanyekan tauhid, itu juga yang dilakukan
Kelompok Wahabi mengklaim dapat mengembalikan Wahabisme. Lalu ada apa dengan konsep tauhid
umat Islam kepada ajaran Islam dan akidah yang Wahabisme? Sejumlah pihak menilai bahwa tauhid
murni. Mereka ingin kembali kepada al-Qur’an dalam Wahabisme adalah tauhid ekstrem. Dengan konsep
makna yang harafiah. Al-Qur’an dianggap hanya tauhidnya, Wahabisme mudah mengirimkan vonis
deretan huruf yang tak berkaitan dengan konteks kafir kepada kelompok-kelompok Islam yang
di sekitar. Dengan pendekatan ini, mereka menolak berbeda tafsir dengan dirinya. Mereka tak menyetujui
sejumlah tradisi (al-‘urf ) yang tumbuh subur dalam tawassul, ziarah kubur, tradisi tahlil, dan lain-lain.
masyarakat. Semua keadaan ingin dikembalikan pada Ujungnya adalah penghalalan darah orang lain untuk
keadaan zaman Nabi Muhammad. Mereka tak setuju ditumpahkan. Walau tak mendaku sebagai pelanjut
rasionalisme yang berkembang dalam filsafat Islam. Kelompok Khawarij, Wahabisme memiliki kesamaan
Demi literalisme al-Qur’an, Ushul Fikih mereka gerakan: menyukai kekerasan. Alkisah, makam Zaid
acuhkan. al-Khaththab—saudara kandung Sahabat Umar ibn
Khaththab—pernah dihancurkan Kelompok Wahabi.
Literalisme kaum Wahabi terus mengungkung mereka. Tahun 1802, mereka menyerang Karbala.
Wahabisme menghendaki Islam yang “murni” dan
— 14 —
24. «
Wahabisme kini tumbuh di Indonesia. Sejumlah
ma’had atau pesantren yang mengusung ideologi
Wahabisme bermunculan. Seorang teman yang
sedang meriset Wahabisme di Indonesia mencatat tak
kurang dari empat belas pesantren di Indonesia yang
menyebarkan doktrin Wahabisme. Dibanding data
statistik pesantren di Indonesia yang ribuan jumlahnya,
angka empat belas memang kecil. Tapi fenomena
penyebaran doktrin Wahabisme ini sudah sangat
merisaukan. Atas keadaan ini, sebagian mengucapkan
Alhamdulillah, dan sebagian yang lain berkata
Innalillah. Wallahu A’lam bis Shawab. []
— 15 —
25. «
27/02/2011
Kontekstualisasi Doktrin Ahmadiyah
Oleh Abdul Moqsith Ghazali
Saya kira ada banyak pandangan-pandangan fikih-tafsir Islam Ahmadiyah yang berbeda
dengan pandangan umat Islam lain. Namun, sekali lagi, hanya satu yang menjadi keberatan
utama umat Islam lain, yaitu tentang adanya seorang nabi setelah Nabi Muhammad. Tak
hanya keberatan verbal. Lebih dari itu, sebagian umat Islam berusaha untuk membubarkan
organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Sebagian yang lain ingin memposisikan
Ahmadiyah sebagai agama lain, non-Islam. Yang lain terus menuntut pembasmian orang-
orang Ahmadi sampai ke akar-akarnya. Semua tawaran penyelesaian itu hanya akan
menimbulkan masalah baru.
A
Apa Ahmadiyah? Tak cukup sebagai seorang pembaharu, satu tahun
kemudian, persisnya tahun 1890, Mirza mengaku
hmadiyah adalah salah satu sekte baru dalam sebagai al-Masih yang dijanjikan akan turun di akhir
Islam. Ia datang tak bersamaan dengan zaman. Menurutnya, Imam Mahdi atau al-Masih yang
kemunculan sekte-sekte Islam lama seperti Khawarij, diujarkan sejumlah hadits akan turun itu bukan al-
Muji’ah, Syiah, Mu’tazilah, dan Ahlus Sunnah. Masih al-Isra’ili (Yesus Kristus), melainkan al-Masih al-
Kehadirannya lebih awal beberapa tahun dari Sarekat Muhammadi yang ditugaskan untuk melanjutkan dan
Dagang Islam, Muhammadiyah, dan Nahdhatul menegakkan syari’at Nabi Muhammad. Al-Masih al-
Ulama, di nusantara. Ahmadiyah didirikan oleh Muhammadi yang dimaksud adalah diri Mirza Ghulam
Mirza Ghulam Ahmad, di anak benua India pada Ahmad sendiri. Pada tahun 1901, Mirza mengukuhkan
akhir abad ke-19. Mirza diperkirakan lahir pada kembali perihal posisinya sebagai Nabi Zhilli (nabi
tanggal 13 Pebruari 1835 M. /14 Syawal 1250 H, di bayangan) yang bertugas menjalankan risalah Nabi
Qadian India. Sebagian orang menduga bahwa nama Muhammad. Agar tak hanya menjadi kesadaran
“Ahmadiyah” merupakan nisbat dari kata “Ahmad” spiritual yang individual, Mirza merancang sebuah
yang berada di ujung nama Mirza Ghulam Ahmad. gerakan untuk mengkampanyekan misinya. Untuk
Sementara yang lain berpendapat bahwa “Ahmadiyah” tujuan itu, ia menggelorakan semangat pengorbanan
merupakan bentuk modifikasi dari nama lain harta terutama untuk membeayai penyebaran (tafsir)
Muhammad SAW, yaitu Ahmad. Islamnya.
Lepas dari itu, jauh sebelum mendirikan Ahmadiyah, Ahmadiyah belum bergerak jauh dengan merambah
Mirza kecil tumbuh seperti umumnya anak-anak negeri-negeri lain. Sementara Mirza sudah merasa
dari keluarga Islam lain. Pada usia 7 tahun, Mirza bahwa dirinya tak akan lama lagi akan meninggal
sudah belajar agama kepada seorang guru bernama dunia. Tahun 1908, Mirza menulis risalah berjudul
Fazhl Ilahi yang bermazhab Hanafi. Ia pun belajar “al-Washiyyat” yang menyatakan bahwa masa kepergian
tata bahasa Arab, ilmu hadits, dan al-Qur’an. beliau ke alam baqa sudah dekat. Dan dia menegaskan
Seiring bertambahnya usia dan untuk meningkatkan agar para pengikutnya tunduk dan patuh kepada
derajat spiritualnya, tahun 1886 Mirza menempuh pimpinan atau khalifah yang akan menggantikan
jalan ruhani dengan berkhalwat selama 40 hari. dirinya. Mirza meninggal dunia pada tanggal 26 Mei
Selang beberapa waktu, persisnya tanggal 23 Maret 1908 di Lahore, tapi dikuburkan di Qadian. Ia wafat
1889 bertepatan dengan 20 Rajab 1306 H, Mirza dengan meninggalkan 80 buah karya intelektual, kelak
mengaku mendapatkan wahyu dan segera setelah itu menjadi rujukan pengikut Ahmadiyah.
mendeklarasikan diri sebagai mujaddid (pembaharu
Islam). Tanggal 23 Meret 1889 ini disepakati oleh Sepeninggal Mirza, kepemimpinan Ahmadiyah jatuh
jemaat Ahmadiyah sebagai tanggal berdirinya pada Hakim Nuruddin. Ia berhenti menjadi khalifah,
“Ahmadiyah”. karena ajal datang menjemput, tanggal 13 Maret 1914.
Sepeninggal Hakim, terjadi pertentangan tentang siapa
— 16 —