2. Sebuah kristal dapat didefinisikan sebagai
sebuah padatan yang tersusun atas pola yang
diulang-ulang secara periodik dalam ruang. Semua
struktur kristal dapat digambarkan atau dijelaskan
dalam istilah-istilah lattice (kisi) dan sebuah basis
yang ditempelkan pada setiap titik lattice (kisi).
SEPERTI APAKAH STRUKTUR KRISTAL ITU???
KRISTAL= KISI + BASIS
KISI
Sebuah susunan titik yang
teratur dan periodik di
dalam ruang
Sebuah abstraksi
matematik
BASIS
Tersususn dari satu atau
sekumpulan atom
3.
4. Sebuah kisi dapat diwakili oleh set operasi translasi vektor baik yg tiga dimensi
maupun yg dua dimensi. Translasi adalah suatu operasi simetri yang harus dimiliki
kristal atau kisi.
OPERASI TRANSLASI
APA ITU OPERASI TRANSLASI??
Operasi simetri adalah suatu tindakan (operasi) yang apabila dilakukan pada
suatu benda yang memiliki simetri tersebut, menghasilkan suatu keadaan baru
yang tidak dapat dibedakan dari keadaan sebelumnya. Dan translasi adalah
suatu operasi dimana benda digeser sejajar (ditranslasikan) ke beberapa arah
tertentu. Maka ungkapan “Kristal memiliki (memenuhi) operasi translasi” berarti
bahwa apabila kristal kita geser ke beberapa arah tertentu, diperoleh keadaan
yang tepat sama dengan keadaan sebelum kristal digeser.
5. Secara matematis, translasi ditulis sebagai suatu vektor :
Persamaan tersebut menggambarkan
translasi dalam ruang, dan vektor a, b,
dan c adalah vektor translasi primitif atau
jarak antar tititk kisi sedangkan n1, n2,
dan n3 adalah integer.
Kisi menjadi “invariant” setelah ditranslasikan.
8. UNIT SELUNIT SEL
Kisi dapat diartikan sebagai sebuah susunan periodik sel-sel identik. Sel-
sel tersebut mengisi seluruh ruang tanpa menyisakan ruang kosong. Sel-
sel ini disebut unit sel.
Seluruh Unit Sel dalam kisi tidak harus memiliki ukuran volume atau luas
yang sama. Unit sel yang memiliki volume terkecil disebut Sel Primitif.
Sedangkan unit sel yeng memiliki volume terbesar disebut Sel
Konvensional.
JADI,
Sel Primitif:
• Sebuah sel yang mempunyai luas atau volume terkecil
• Lawan dari sel konvensional, yaitu sel yang mempunyai luas atau volume
terbesar.
• Sel yang mempunyai 1 titik kisi.
• Sebuah pararelepipid yang dibentuk oleh sumbu-sumbu. a1, a2 , a3 atau a, b, c
Sel epipid = sebuah bangun yang sisinya sejajar atau bidang yang dibatasi
oleh garis-garis sejajar.
10. Cara 2 :
Metode Wigner Seitz
1. Hubungkan sebuah titik lattice dengan titik lattice di sekitarnya.
2. Di tengah-tengah dan tegak lurus terhadap garis penghubung ini,
lukislah garis-garis atau bidang-bidang. Luas terkecil atau volume terkecil
yang dilingkupi oleh garis-garis atau bidang-bidang ini disebut dengan sel
primitf Wigner seitz.
11. JENIS-JENIS KISI KRISTAL
• Kisi kristal berdasarkan penyusunnya
KISIKISI
KISI BRAVAISKISI BRAVAIS KISI NON-BRAVAISKISI NON-BRAVAIS
• Seluruh atomnya berjenis
sama
• Seluruh titik kisinya ekuivalen
• Seluruh atomnya berjenis
sama
• Seluruh titik kisinya ekuivalen
• Atom-atomnya dapat berbeda
jenis
• Seluruh titik kisinya tidak
ekuivalen
• Terdiri dari beberapa Kisi Bravais
• Atom-atomnya dapat berbeda
jenis
• Seluruh titik kisinya tidak
ekuivalen
• Terdiri dari beberapa Kisi Bravais
12. Dari operasi translasi vektor tadi kita dapat mengelompokkan kisi-kisi
berdasarkan orientasi dan panjang vektor translasinya pada kisi 2
dimensi ada 5 jenis, yaitu:
• Kisi kristal berdasarkan bentuknya
15. 1. Sistem Triklinik
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya
tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu
tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-
sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain.
Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti,
pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan
yang lainnya.
Gambar 7 Sistem Triklin
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya
pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚.
Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap
sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
1. Pedial
2. Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite,
anorthite, labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase
16. 2. Sistem Monoklinik
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang
dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c,
tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan
sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β =
90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚),
sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).
Gambar 6 Sistem Monoklin
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
1. Sfenoid
2. Doma
3. Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite,
malachite, colemanite, gypsum, dan epidot
17. 3. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal
yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada
yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling
tegak lurus (90˚).
Gambar 5 Sistem Orthorhombik
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:
Bisfenoid
Piramid
Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,
chrysoberyl, aragonite dan witherite
18. 4. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang
masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang
sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi
pada umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a =
b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan
sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada
sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain
(90˚). Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki
nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
Piramid
Bipiramid
Bisfenoid
Trapezohedral
Ditetragonal Piramid
Skalenohedral
Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite,
pyrolusite, Leucite, scapolite
19. 5. Sistem Kubus/ Isometrik
Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.
Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama
dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti,
pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).
Gambar 1 Sistem Isometrik
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik
garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚
terhadap sumbu bˉ.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :
a. Tetaoidal
b. Gyroida
c. Diploida
d. Hextetrahedral
e. Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite,
galena, halite, Fluorite
20. 6. Sistem Trigonal
sistem ini mempunyai nama lain yaitu Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan
sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama.
Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk
segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati
satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang
artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama
dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada
sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Trigonal memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada
sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan,
hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚
terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
Trigonal piramid
Trigonal Trapezohedral
Ditrigonal Piramid
Ditrigonal Skalenohedral
Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmaline dan cinabar
21. 7. Sistem Heksagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu
lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain.
Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang
atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a=
b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi
tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini
berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap
sumbu γ. Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai
1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan
patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ
membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 7:
Hexagonal Piramid
Hexagonal Bipramid
Dihexagonal Piramid
Dihexagonal Bipiramid
Trigonal Bipiramid
Ditrigonal Bipiramid
Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz, corundum,
hematite, calcite, dolomite, apatite.
22. • Kisi kristal berdasarkan ikatan unsur penyusunnya
1. Kisi Atom raksasa
Suatu kisi kristal yang terdiri dari
atom yang saling berikatan
dengan ikatan kovalen,
misalnya, intan. Zat dengan kisi
atomik raksasa sangat kuat
serta mempunyai titik leleh dan
didih yang sangat tinggi.
2. Kisi Ion raksasa
Suatu kisi kristal yang terdiri dari ion
yang terikat satu sama lain dengan
ikatan ion, misalnya, natrium klorida.
Ikatan ion sangat kuat, ini berarti zat
akan mempunyai titik leleh dan titik didih
yang tinggi.
3. Kisi logam raksasa
Suatu kisi kristal yang terdiri dari
atom logam yang saling berikatan
dengan ikatan logam, misalnya,
zink. Elektron terdelokalisasi
bebas bergerak, menjadikan
logam penghantar listrik dan
panas yang baik. Lapisan logam
dapat saling melipat di atas yang
lain, membuat logam dapat
ditempa dan dapat ditarik.
4. Kisi Mineral
Suatu kisi kristal yang terdiri dari
molekul yang saling berikatan dengan
gaya-gaya antarmolekul, misalnya,
iodin. Gaya ini lemah, sehingga kristal
mempunyai titik leleh dan didih yang
rendah bila dibandingkan dengan
senyawa ion dan dapat dengan mudah
diputuskan. Ikatan kovalen di dalam
molekulnya lebih kuat dan tidak terlalu
mudah untuk diputuskan.
23. DAFTAR PUSTAKA
On, Tjia May. 1987. Materi Pokok Fisika Zat Padat. Jakarta: Universitas
Terbuka, Depdikbud.
Razeghi, Manijeh. 2002. Fundamentals of Solid State Engineering. New
York: Kluwer Academic Publishers.
Hand Out Fisika Zat Padat BAB Struktur Kristal UPI.
https://theofani19.wordpress.com/2012/06/04/struktur-kristal-2/
diakses pada 9 September 2016.
https://id.wikipedia.org/wiki/Struktur_kristal diakses pada 9 September
2016.
http://geoenviron.blogspot.co.id/2012/02/kristalografi-sistem-kristal.html
diakses pada 13 September 2016