Dokumen tersebut membahas tentang sikap yang tepat bagi manusia dalam menghadapi berbagai cobaan kekayaan dan kemiskinan di dunia. Manusia disarankan untuk selalu bersyukur dengan apa yang dimiliki, mengingat bahwa segala sesuatu di dunia hanya bersifat sementara, dan tidak boleh terlena oleh gemerlap duniawi.
2. • Seseorang yang beriman kepada hari akhir akan
berusaha menjadi lebih baik dari hari-hari yang
telah terlewati. Jika kemarin ia melaksanakan satu
kebaikan, hari ini akan berusaha untuk melakukan
dua atau lebih kebaikan. Seseorang yang beriman
kepada hari akhir menginginkan
• “hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok
harus lebih baik dari hari ini”. Jika hari kemarin
lebih baik dari hari ini berarti seseorang termasuk
golongan orang yang merugi.
3. • Dunia dan seluruh isinya menawarkan kenikmatan sesaat.
• Orang-orang yang tidak menyadari akan tertipu oleh
gemerlapnya dunia, mereka akan terseret dan tenggelam
dalam kemegahan sesaat.
• Mereka lupa bahwa dunia hanya sementara. Mereka yang
kaya bisa silau dengan kekayaan yang dititipkan kepadanya.
Mereka yang miskin dapat melupakan tujuan penciptaannya
karena kemiskinannya. Hanya orang-orang yang beriman dan
menyadari bahwa dunia ini hanya sementara yang tidak
tertipu oleh gemerlapnya dunia.
• Kekayaan merupakan suatu hal yang patut disyukuri.
Kemiskinan yang datang tentunya tidak diharapkan. Kaya atau
miskin merupakan cobaan dari Allah Swt. Orang kaya diuji
dengan kekayaannya dan si miskin diuji dengan
kemiskinannya. Jika si kaya menjadi orang yang bersyukur
dan dapat mempergunakan kekayaannya dengan
sebaikbaiknya (pada jalan yang diridai Allah) berarti ia
termasuk orangorang yang beruntung.
4. • Si miskin yang bersyukur dengan kemiskinannya dan
tetap menjalankan tujuan penciptaannya
sebagai manusia, ia termasuk orang yang beruntung.
Kaya atau miskin dapat mengantarkan seseorang pada
kekufuran. Si kaya atau si miskin hendaknya tidak tertipu
oleh gemerlapnya dunia yang tidak kekal. Kekuasaan
yang dimiliki hendaknya tidak melenakan dari mengingat
Allah Swt. Ingatlah kembali kisah Fir’aun. Fir’aun yang
menjabat sebagai raja memiliki sifat takabur. Ia sangat
sombong dengan jabatan yang dimilikinya. Bahkan, ia
mengaku sebagai tuhan yang harus disembah oleh
rakyatnya. Sungguh, perilaku yang tidak
sepantasnya ditiru. Seseorang yang berkuasa
hendaknya menyadari bahwa kekuasaan tersebut hanya
sementara. Kekuasaan dapat berakhir oleh waktu. Oleh
karena itu, seseorang tidak sepantasnya
menyombongkan diri atas apa pun yang dititipkan
kepadanya.
5. Allah memberikan nikmat yang berbeda-beda kepada
manusia. Ada manusia yang dikaruniai nikmat berupa kekayaan.
Ada yang dikaruniai nikmat berupa keturunan, kecerdasan,
keberuntungan, dan lain sebagainya. Terhadap nikmat yang
diperoleh orang lain kita tidak boleh merasa iri. Iri dapat berupa
sikap tidak rela orang lain mendapat nikmat dan ingin agar
nikmat tersebut beralih kepadanya.
6. Bersikap rendah hati terhadap apa pun yang dimiliki
merupakan perilaku terpuji. Rendah hati berbeda dengan
rendah diri. Orang yang rendah hati menyadari bahwa
segala sesuatu yang dimiliki hanya titipan Allah Swt. Titipan
yang setiap saat dapat diambil oleh pemiliknya. Oleh
karena itu, seseorang yang rendah hati tidak
pernah sombong dengan sesuatu yang dititipkan
kepadanya. Ia merasa tidak patut bersikap sombong dan
berbangga diri terhadap titipan Allah.