2. LATAR BELAKANG TERJADINYA
PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada
tanggal 15 Agustus 1945. Pernyataan ini membuat Jepang
menyerahkan daerah kekuasaannya kepada Sekutu. Masa
penyerahan kekuasaan ini menjadi babak baru bagi pergerakan
kemerdekaan bangsa Indonesia. Mendengar berita kekalahan
Jepang kepada Sekutu, para pejuang kemerdekaan Indonesia
terutama kaum muda melancarkan gerakan bawah tanah.
Mereka berupaya untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Untuk melaksanakan usahanya, para pemuda
mendesak para tokoh senior untuk segera memerdekakan negara
Indonesia. Seorang tokoh yang pertama kali mendengar berita
melalui radio mengenai kekalahan Jepang dari Sekutu yaitu
Sultan Syahrir.
3. Syahrir yang pada saat itu segera menemui Moh. Hatta
di kediamannya. Baru kemudian Syahrir bertemu
dengan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta untuk segera
melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Ajakan ini di tolak oleh Moh. Hatta dan Ir. Soekarno.
Hal ini di karenakan belum jelasnya kebenaran berita
tentang kekalahan tentara Jepang dan akan melakukan
pengecekan kepada Admiral Mayeda. Tetapi semangat
para pemuda untuk memerdekakan Indonesia di masa
itu sangat menggebu-gebu. Sehingga pada masa ini
pula terjadi peristiwa-peristiwa penting sebelum
pelaksanaan proklamasi kemerdekaan. Adapun
peristiwa yang dimaksud salah satunya adalah
Peristiwa Rengasdengklok
4. PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, yang
tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan
kesabaran dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945
bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA,
dan pemuda lain, mereka menculik Soekarno (bersama
Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan
Hatta, dan membawa mereka ke Rengasdengklok, yang
kemudian terkenal sebagai Peristiwa Rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali
meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah
dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang,
apapun resikonya.
5. Di Jakarta, golongan muda, Wikana dan golongan tua, yaitu Mr.
Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo
menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di
Jakarta. Maka di utuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad
Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan
Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil
meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru
memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka
langsung menuju ke rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol
No. 1 (sekarang gedung perpustakaan Nasional-Depdiknas) yang di
perkirakan aman dari Jepang. Sekitar 15 pemuda menuntut
Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan melalui radio, di
susul pengambilalihan kekuasaan. Mereka juga menolak rencana
PPKI untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 16 Agustus.
6. Agar permasalahan ini cepat selesai maka Ahmad
Soebardjo langsung datang ke Rengasdengklok
untuk bernegoisasi dengan golongan pemuda
agar menyerahkan kembali dua tokoh tersebut.
Tetapi para pemuda bersikeras untuk
merahasiakan keberadaan dua tokoh tersebut.
Akhirnya Ahmad Soebardjo memberikan jaminan
kepada para pemuda bahwa proklamasi akan di
lakukan paling lambat esok hari agar mereka mau
melepaskan kedua tokoh dari golongan tua ini.
7. Dengan cara ini akhirnya kedua tokoh ini di
lepaskan oleh para pemuda. Setelah di lepaskan
oleh para pemuda, pada malam itu juga Soekarno
dan Hatta sudah berada di rumah Maeda di
Jakarta untuk merumuskan kemerdekaan
Indonesia. Peristiwa ini menjadi suatu media
penyatuan pendapat antara golongan tua dan
golongan muda dalam melaksanakan proklamasi
kemerdekaan. Pada akhir peristiwa inilah akhirnya
golongan tua mengikuti permintaan golongan
pemuda untuk melaksanakan kemerdekaan
Indonesia sendiri tanpa campur tangan dari
negara asing.
8. Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta,
bertemu dengan Jenderal Moichiro Yamamoto dan
bermalam di kediaman Laksamana Muda Maeda
Tadashi. Dari komunikasi antara Hatta dan tangan kanan
komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta
menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada
Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk
memberikan kemerdekaan. Mengetahui bahwa
proklamasi tanpa pertumpahan darah telah tidak
mungkin lagi, Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya
malam itu juga rapat dan menyiapkan teks Proklamasi
yang kemudian di bacakan pada pagi hari tanggal 17
Agustus 1945.