Dokumen tersebut memberikan ringkasan tentang upaya memajukan prestasi pelajar di Sumatera Selatan melalui pemberdayaan Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) di sekolah-sekolah. Ia menjelaskan bahwa KIR memiliki peran penting dalam menumbuhkan sikap ilmiah siswa meskipun masih kurang mendapat perhatian. Dokumen ini juga menyarankan pemerintah pusat dan daerah untuk lebih memperhatikan kegiatan KIR k
1. ISBN 978-602-98295-0-1
MELEJITKAN PRESTASI PELAJAR MENUJU
SUMATERA SELATAN CERDAS, KREATIF DAN MANDIRI MELALUI
PEMBERDAYAAN KIR DISEKOLAH-SEKOLAH
( Bentuk dan Aktivitas Kelompok Ilmiah Remaja dalam Berbagai Bidang Kajian
Sebagai Upaya Mendukung Sumatera Selatan Cerdas, Kreatif dan Mandiri di Era
Otonomi Daerah )
Usman
( Guru di SMA Negeri 1 Banyuasin II, SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III dan Anggota
Asosiasi Peneliti Sumatera Selatan)
ABSTRAK
Persaingan sains dimasa depan sebenarnya tidak dilihat dari seberapa besar
penguasaan sains oleh suatu negara saat ini, tetapi justru terletak pada usaha
mempersiapkan siswa agar “melek” sains sejak awal. Berangkat dari kesadaran ini
pengembangan program Science in School sangat mendesak dilaksanakan dan
akan dalam rangka mendekatkan sains dan teknologi sejak dini dan tidak dapat
ditawar-tawar lagi. Perkenalan sejak dini pada siswa akan mendorong minat untuk
mendalami sains dan teknologi dan pada gilirannya kelak siswa mau berkarier di
bidang sains dan teknologi. Pemberdayaan Kelompok Ilmiah Remaja, ini masih
termarginalkan, sebenarnya pembentukan KIR ini memiliki peran penting yang
sangat besar dalam menumbuhkan scientific attitude siswa. Meneliti dan menulis
karya ilmiah sebenarnya merupakan kegiatan yang sangat menarik dan
membahagiakan, baik bagi siswa maupun guru pembimbing. Siswa akan
mendapatkan pengalaman, wacana, kepekaan terhadap lingkungan karena rasa
keingintahuannya, pemompaan semangat, keterampilan sains dan bahkan prestasi
dan masa depan yang lebih cerah. Selain itu, dengan memiliki keterampilan meneliti
dan menulis, sudah pasti bermanfaat , setidaknya ketika para siswa menapaki studi
di perguruan tinggi.
Akan tetapi pemerintah pusat, daerah masih kurang perhatiannya terhadap
kegiatan KIR ini, sebenarnya kegiatan ini memiliki potensi yang cukup besar untuk
kemajuan anak bangsa, banyak pelajar di Indonesia memiliki prestasi yang
mendunia dalam ajang penelitian remaja khususnya di wilayah Sumatera Selatan.
Untuk mewujudkan itu semua peran serta dari berbagai elemen seperti pemerintah
pusat, daerah harus lebih memperhatikan pemberdayaan siswa untuk mengikuti
kegiatan yang mengasah keterampilan siswa dalam meneliti dan menulis.
A. Pendahuluan
Ditengah krisis multi dimensi, pendidikan seakan tidak berdaya
menghadapinya. Pendidikan telah mandek dan beku dalam gundukan es. Proses
pembelajaran di dunia pendidikan kita seharusnya dapat memberikan ruang untuk
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1363
2. ISBN 978-602-98295-0-1
mengoptimalkan kebebasan berpikir. Konsekuensinya setiap institusi pendidikan
harus dapat membebaskan diri dari kepentingan ideologi politik dan paham
keagamaan tertentu. Selain itu, kurikulum pendidikan hendaknya
dilepasbebaskan secara kreatif untuk merespon perubahan yang semakin
kompleks dan cepat. Pada tahapan ini yang diperlukan adalah membekali siswa
secara kuat metodologi dan bahasa, sebagai alat untuk mendalami kajian ilmu
dan komunikasi akademik, serta didasarkan pada pembentukan watak dan
moralitas kemanusiaan yang universal dan menghargai keanekaragaman.
Persaingan sains dimasa depan sebenarnya tidak dilihat dari seberapa
besar penguasaan sains oleh suatu negara saat ini, tetapi justru terletak pada
usaha mempersiapkan siswa agar “melek” sains sejak awal. Berangkat dari
kesadaran ini pengembangan program Science in School sangat mendesak
dilaksanakan dan akan dalam rangka mendekatkan sains dan teknologi sejak dini
dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Perkenalan sejak dini pada siswa akan
mendorong minat untuk mendalami sains dan teknologi dan pada gilirannya kelak
siswa mau berkarier di bidang sains dan teknologi.
Propinsi Sumatera Selatan merupakan propinsi memiliki potensi yang besar
baik di bidang perekonomian, pendidikan, pariwisata, pangan, energi dan bidang-
bidang lainnya. Sejak diberlakukannya otonomi daerah propinsi ini berkembang
semakin pesat sehingga dapat bersaing baik didalam negeri maupun di luar
negeri. Khusus dalam bidang pendidikan, sejak tahun 2009, propinsi Sumatera
Selatan menggalakkan sekolah gratis untuk jenjang SD, SMP sampai SMA
dengan harapan masyarakat di Sumatera Selatan dapat menciptakan sumber
daya manusia yang cerdas dan mandiri.
Untuk mendukung Sumatera Selatan yang Cerdas, Kreatif dan mandiri di
era otonomi daerah ini perlu dilakukan banyak strategi, strategi di bidang
kesiswaan, strategi dibidang kurikulum dan strategi di bidang sarana dan
prasarana. Untuk bidang strategi kesiswaan dan kurikulum dapat diberikan
contoh pemberdayaan pembimbingan tim olimpiade yang berada disekolah-
sekolah yaitu dengan tim Olimpiade Keilmuan diantaranya IBO, IPhO, IMO, IChO,
dan Geosains. Selain Olimpiade keilmuan dapat juga diterapkan program
Kelompok Ilmiah Remaja, akan tetapi program ini masih termarginalkan,
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1364
3. ISBN 978-602-98295-0-1
sebenarnya pembentukan KIR ini memiliki peran penting yang sangat besar
dalam menumbuhkan scientific attitude siswa. Meneliti dan menulis karya ilmiah
sebenarnya merupakan kegiatan yang sangat menarik dan membahagiakan, baik
bagi siswa maupun guru pembimbing. Siswa akan mendapatkan pengalaman,
wacana, kepekaan terhadap lingkungan karena rasa keingintahuannya,
pemompaan semangat, keterampilan sains dan bahkan prestasi dan masa depan
yang lebih cerah. Selain itu, dengan memiliki keterampilan meneliti dan menulis,
sudah pasti bermanfaat , setidaknya ketika para siswa menapaki studi di
perguruan tinggi.
Akan tetapi pemerintah pusat, daerah masih kurang perhatiannya terhadap
kegiatan KIR ini, sebenarnya kegiatan ini memiliki potensi yang cukup besar untuk
kemajuan anak bangsa, banyak pelajar di Indonesia memiliki prestasi yang
mendunia dalam ajang penelitian remaja khususnya di wilayah Sumatera Selatan.
Untuk mewujudkan itu semua peran serta dari berbagai elemen seperti
pemerintah pusat, daerah harus lebih memperhatikan pemberdayaan siswa untuk
mengikuti kegiatan yang mengasah keterampilan siswa dalam meneliti dan
menulis.
B. Bahan dan Metode
Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi deskriptis, yaitu penulis
melakukan pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer yang diperoleh
dari aktivitas pembinaan KIR di beberapa sekolah yang penulis pernah menjadii
pembina KIR seperti di SMA Plus Negeri 17 Palembang (penulis menjadi
Pembina KIR selama 4 Tahun), SMA Plus Negeri 2 banyuasin III (Penulis menjadi
Pembina KIR selama 4 bulan), SMA Negeri 1 Banyuasin II, Sungsang (penulis
menjadi Pembina KIR selama 1 tahun). Jadi total pembinaan KIR dibeberapa
sekolah tersebut selama 6 tahun.
C. Pengertian Kelompok Ilmiah Remaja
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) adalah kelompok remaja yang melakukan
serangkaian kegiatan yang menghasilkan suatu hasil yang disebut karya ilmiah.
Karya ilmiah adalah suatu karya yang dihasilkan melalui cara berpikir yang
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1365
4. ISBN 978-602-98295-0-1
menurut kaidah penalaran logis, sistematis, rasional dan ada koherensi antar
bagian-bagiannya (saling terkait dan tidak bertentangan satu sama lain).
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) adalah kelompok (grup) para remaja yang
menduduki jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah
Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan sederajat, atau
seseorang tidak duduk di sekolah formal yang berusia 12 – 21 Tahun. Kelompok
ini didasarkan pada minatnya pada ilmu pengetahuan dan teknologi, yang
terbentuk atas inisiatif dan prakarsa remaja sendiri, namun dalam
perkembangannya sering terjadi menjadi terintegrasi dengan institusi sekolah.
Pada perkembangannya kelompok ini memerlukan bantuan, dukungan dari
semua pihak yang terlibat dalam pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kelompok Ilmiah Remaja adalah suatu wadah
(organisasi) yang sifatnya terbuka bagi para remaja, berdasarkan kesamaan
kepentingan (interest) dalam berkeinginan meningkatkan pengetahuan, kreativitas
dan berdisiplin, berdaya juang untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
pada masa kini dan masa mendatang.
Pada awalnya Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) di Indonesia dibentuk atas
dasar hasil Konferensi Anak-anak Sedunia (UNESCO) di Grenouble, Perancis
Tahun 1963. Konsepsi yang dihasilkan dalam konferensi ini adalah bahwa
kurikulum pada pendidikan formal disekolah terbatas kemampuannya untuk
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat.
Untuk itu dalam konferensi ini disepakati untuk dikembangkan Youth Science
Club (YSC) secara serentak tumbuh di seluruh dunia seperti Eropa, Amerika
Latin, India, Thailand dan Indonesia.
D. Kelompok Ilmiah Remaja dalam Kurikulum Pendidikan
Organisasi atau Kelompok Ilmiah remaja yang ditumbuhkembangkan oleh
sekolah maupun tumbuh secara alami karena tuntutan kebutuhan oleh anggota
kelompok ilmiah remaja dapat terus bertahan dan dipengaruhi oleh beberapa hal,
antara lain kurikulum, kebijaksanaan sekolah, pendanaan, kerjasama dengan
institusi-institusi dan sosialisasi hasil penelitian.
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1366
5. ISBN 978-602-98295-0-1
Menurut Badan Moneter Dunia, sistem pendidikan sebuah Negara dapat
berjalan dengan baik jika (1) kurikulum nasional memenuhi sejumlah kompetensi
guna menjawab tuntutan dan tantangan arus globalisasi, (2) kurikulum yang
dibuat bersifat lentur dan adaptif dan (3) kurikulum tersebut berkontribusi pada
pembangunan social dan masyarakat. Untuk menyikapi hal tersebut, telah
disusun Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk menggantikan kurikulum tahun
1994.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) lebih berorientasi kepada peserta didik
daripada guru. Guru berfungsi sebagai pendamping peserta didik agar
pengetahuan mereka tak terhenti pada pengetahuan teoritis belaka. Pengetahuan
harus bermanfaat dan berkembang dan tak dapat dilepaskan dari masalah-
masalah kehidupan sehari-hari, sehingga belajar dari sekolah sangat relevan
untuk hidup (meaning full for life). Dalam kurikulum berbasis kompetensi, guru
dituntut kreatif mampu mengajak peserta didik bereksplorasi sehingga aktif
menerapkan pengetahuannya. Guru adalah rekan peserta didik dalam
mengembangkan kompetensinya melalui penerapan pengetahuan yang diperoleh
dalam pembelajaran. Dengan demikian, kurikulum Berbasis Kompetensi akan
membawa peserta didik pada pencapaian kompetensinya sesuai makna
pendidikan, meliputi ability (kecakapan), skill (keterampilan) dan knowledge
(pengetahuan) serta personality (kepribadian) secara individual.
Gambaran penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi mengarahkan guru
sebagai pengajar yang mandiri (curriculum-free teachers). Hal itu memberikan
dorongan dan kesempatan guru untuk memiliki kreativitas dan fleksibilitas dalam
pengajaran. Pembelajaran yang terbuka semacam itu mengkondisikan peserta
didik untuk berdiskusi, kritis dan bereksplorasi sesuai dengan pengalaman
hidupnya sendiri-sendiri. Kemampuan mengkritisi dan eksplorasi dari pengalaman
hidup rill inilah yang menjadi modal dasar untuk mengembangkan peserta didik
untuk menjadi anggota kelompok ilmiah remaja, semestinya dapat lebih
mendorong perkembangan agar lebih mengakar pada perilaku akademis pada
seluruh sekolah di Indonesia.
E. Model Kelompok Ilmiah Remaja di Kota Palembang dan Sekitarnya
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1367
6. ISBN 978-602-98295-0-1
Kelompok Ilmiah Remaja adalah kelompok yang harus bergerak dalam
penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan ilmu
pengetahuan dan teknologi KIR pada prinsipnya harus tidak mengganggu
kegiatan akademik dan diharapkan agar menuju pada profesionalisme. Modus
pokok kegiatan-kegiatan KIR meliputi pengamatan, penelitian, penulisan dan
publikasi. Bidang kajian yang dapat diterapkan di KIR ini adalah Bidang IPA (Ilmu
Pengetahuan Alam), IPSK (Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan),
Teknologi (meliputi Teknologi Tepat Guna).
Berbagai kegiatan-kegiatan lain yang dapat dilakukan oleh kelompok ilmiah
remaja agar lebih bervariasi adalah sebagai berikut :
1. Pertemuan Ilmiah
Bagi anggota KIR bertujuan untuk memberikan kesempatan belajar
berkomunikasi langsung dengan berdiskusi, mengembangkan sikap kritis,
mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi antar anggota
maupun dengan para pakar, pembina dan pembimbing dapat memberikan
petunjuk-petunjuk dan saran-saran bagi para anggota kelompok ilmiah remaja.
Pertemuan ilmiah ini dapat berupa seminar, diskusi, symposium, ceramah
atau talk show, baik yang diselenggarakan oleh KIR sendiri maupun institusi
lainnya, seperti universitas-universitas maupun lembaga lainnya.
2. Penataran dan Pelatihan
Pelatihan untuk anggota KIR bertujuan untuk lebih meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan dalam berbagai bidang, antara lain latihan dalam metodologi
penelitian dan pengambangan, latihan manajemen organisasi KIR, latihan
teknik penulisan ilmiah (hasil penelitian) dan pelatihan statistic. Pelatihan
semacam itu bisa dibuat sendiri dengan mengundang pakar yang
berkompeten atau dapat mengikuti program-program yang dilakukan oleh
Dinas Pendidikan atau oleh beberapa universitas yang konsen terhadap KIR,
dalam hal ini di propinsi Sumatera Selatan memiliki badan yang bergerak
dalam Penelitian dan pengembangan yaitu Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah (BALITBANGDA), badan ini juga dapat dijadikan
suatu motor penggerak untuk memajukan KIR di Sumatera Selatan.
3. Perkemahan dan Wisata Ilmiah
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1368
7. ISBN 978-602-98295-0-1
Perkemahan adalah suatu kegiatan di luar lokasi kegiatan KIR. Perkemahan
dalam konsepsi KIR tidak hanya berarti hidup di alam terbuka, tetapi juga
mencakup kegiatan-kegiatan laboratorium alam, oseanorium, terrarium,
dimana para ahli memberikan informasi mengenai berbagai gejala alam.
Wisata ilmiah merupakan kegiatan kunjungan ke berbagai sumber ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga dalamwisata ini anggota KIR dapat
memperluas dan memperkaya informasi mengenai latar belakang dan proses
suatu institusi.
F. Profil Siswa Pemenang Lomba Karya Tulis di Ajang Nasional dan
Internasional
Dari pengalaman penulis yang membimbing dari beberapa sekolah di
wilayah kota Palembang dan sekitanya, kemampuan pelajar dalam bidang Karya
Ilmiah tidak kalah dengan pelajar di pulau Jawa. Oleh karena itu pemberdayaan
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) umumnya di Sumatera Selatan dan khususnya
SMA di wilayah kota Palembang dapat lebih digalakkan sehingga dapat mencetak
calon-calon ilmuwan baru dan dapat mewujudkan Sumatera Selatan Cerdas,
Kreatif dan Mandiri.
Berikut disampaikan aktivitas pembinaan KIR di beberapa sekolah yang
telah penulis bimbing dari tahun 2006 sampai dengan 2010 baik yang pernah
berkompetisi di tingkat Nasional dan Internasional.
Tabel 1. Profil Pemenang Lomba Karya Tulis di Tingkat Nasional
N Nama Judul Bidang Jenjang Presta Keter
o Karya si angan
1 Upaya M. Naufal LKT Nasional Juara SMA
melestarikan dan Shahensa Lingkunga II Plus
Memperindah n Hidup, Negeri
Sungai Musi DEPDIKN 17
Dengan AS, Palem
Mewujudkan Jakarta, bang
Kota Palembang tahun
Sebagai Kota 2006
Wisata Air
2 Peranan M. Nanda LKT Nasional Juara SMA
Agroforestry Rimansya Lingkunga Harap Plus
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1369
8. ISBN 978-602-98295-0-1
Dalam n Hidup, an II Negeri
Mempertahanka Tahun 17
n Fungsi 2006 Palem
Hidrologis Di DEPDIKN bang
Sekitar Daerah AS,
Aliran Sungai Jakarta
Musi
3 Persepsi Pelajar Al – Amin LKIR LIPI, Nasional Juara SMA
Terhadap Putra Ke-40 III Plus
Program Pratama Bidang Negeri
Sekolah Gratis IPSK, 17
Pada Kampanye tahun Palem
Pildada 2008 bang
SUMSEL
4 Ikan Pedeh : Elita LKT Nasional Juara I SMA
Pengawetan Purnama OPINI, Plus
Ikan tanpaSari Universita Negeri
Bahan Kimia Edwin s 17
Juanda Brawijaya, Palem
Putra Malang, bang
Faiznur tahun
Ridho 2006
5 Pengelolaan Adhi LKT Nasional Finalis SMA
Lahan Kering Kurniawan BIOEXPO. Plus
Secara Mico Prama Himabio Negeri
Berkelanjutan Nymphaea 17
dan ITB, Palem
Pemanfaatannya Bandung, bang
Sebagai Wilayah tahun
Pembudidyaaan 2006
Tanaman
Penghasil Energi
Hijau
6 Pembangunan Widya LKT Nasional Juara SMA
IMTAQ Melalui Lionita Integrasi Harap Plus
Bencana IMTAQ an II Negeri
Tsunami dan IPTEK 17
Siswa, Palem
DEPDIKN bang
AS,
Jakarta,
tahun
2006
7 Pengaruh Gabby LKT Nasional Finalis SMA
Kebijakan Ravita S Olimpiade Plus
Pemerintah dan Richard TL. Ilmu Negeri
Peran Serta Tobing Sosial 17
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1370
9. ISBN 978-602-98295-0-1
Masyarakat MB. (OIS) Palem
Dalam Proses Nugraha 2007, bang
Rekontruksi FISIP
Bencana Banjir Universita
di Kota s
Palembang Indonesia,
Jakarta
8 Pemanfaatan M. Pranandi Gebyar Nasional Finalis SMA
Ekstrak daun Fandy Abdi Sains Plus
Mindi (melia Darma Nasional, Negeri
azedarah) Ferdian Sekolah 17
sebagai Irbani Pembangu Palem
Larvasida dalam nan Jaya, bang
pemberantasan Jakarta,
larva nyamuk tahun
2007
9 ”Jadikan Sungai Adzuhri Lomba Nasional Juara I SMA
Musi Sebagai Aditya Karya Plus
Mata Airku Ferdian Tulis Negeri
Bukan Air Irbany Ilmiah 1 17
Mataku” (Studi Natasia Abad Palem
Ancaman Kebangkit bang
Limbah Di an
Kawasan Sungai Nasional,
Musi Serta PEMDA
Upaya DIY dan
Mengatasinya) UGM,
tahun
2008
10 Pandangan dan Deta Lomba Nasional Finalis SMA
Sikap Apritantia Karya Plus
Masyarakat Bunga Tulis Negeri
Terhadap Aprilia Ilmiah 1 17
Kebijakan Abad Palem
Otonomi Daerah Kebangkit bang
di Sumatera an
Selatan (Studi Nasional,
Partisipasi PEMDA
Masyarakat di DIY dan
Prabumulih, UGM,
Baturaja dan tahun
Palembang) 2008
11 Klorofil, Si Emas M. Ali Setia LKTI Regional Juara SMA
Hijau Yang Nisrina Scalenus, Sumatera III Plus
Bermanfaat Ariesta FULDFK Negeri
Yesita Rizki Regional 17
Sumatera, Palem
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1371
10. ISBN 978-602-98295-0-1
Tahun bang
2009
12 Tingkat M. Ali Setia Lomba Nasional Juara SMA
Pengetahuan Pratama Karya II Plus
dan Minat Aisyah Tulis Negeri
Pelajar Dalam Fatriani Antariksa, 17
Pembelajaran Satria LAPAN Palem
Berbasis Marantiza Bandung, bang
Antariksa Tahun
2009
13 Pemburaman Mutia Lomba Nasional Juara SMA
Layar Peran Agustria Karya II Plus
BPK di Tengah Bayu Tulis, Negeri
Eksistensi KPK Saputra BPK, 17
tahun Palem
2010 bang
14 Dibalik Wafiakmal LKIR Ke- Nasional Juara SMA
Pembangunan Miftah 41 LIPI, II Plus
Pelabuhan Afrizal Tahun Negeri
Tanjung Siapi- Lutfi Fahri 2009 17
api, Kontroversi Muhammad Palem
atau Rezeki? bang
15 Rotating Sprayer Priyanka National Nasional Juara SMA
Herbicide Reijefki Young II Plus
Irlastua Inventor Negeri
Edy Yuristo Award 17
(NYIA), Palem
tahun bang
2010
16 Menyibak Wila Armila Lomba Propinsi Finalis SMA
Kearifan Sari Karya Negeri
Tradisional Tulis, Nilai 1
”Rumah Budaya, Banyu
Panggung Dinas asin II,
Nibung” Serta Pendidika Sungs
Aktivitas n Propinsi ang
Masyarakat Sumatera
Sungsang Dalam Selatan,
Melestarikan tahun
Hutan Mangrove 2009
(Bakau) dan
Keanekaragama
n Hayati
17 Rumah Suhendar Lomba Propinsi Juara SMA
Panggung Nipah Dwi Putra Karya Harap Plus
(Nypha Tulis, Nilai an II Negeri
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1372
11. ISBN 978-602-98295-0-1
Fructicans) Budaya, 2
Ditengah Era Dinas Banyu
Globalisasi, Pendidika asin III
Antara Tradisi n Propinsi
Dan Eksistensi Sumatera
Selatan,
tahun
2010
18 Inovasi Alat Feri Lomba Propinsi Juara SMA
Pembuat Krisnamurti Cipta Harap Plus
Kompos Febrian Karya an II Negeri
Berbasis Barang Mermaliandi Pelajar, 2
Bekas UPTD Banyu
Graha asin III
Teknologi,
tahun
2010
19 Pemanfaatan Heppy Nur Lomba Propinsi Juara SMA
Limbah Arang Aprilia Cipta Harap Plus
Cangkang Reta Karya an I Negeri
Kelapa Sawit Triprima N. Pelajar, 2
Dan Sawit UPTD Banyu
Brondol Sebagai Graha asin III
Briket Teknologi,
Tahun
2010
20 Pemberdayaan Yessi Lomba Propinsi Juara SMA
Potensi Ismiralda Menulis II Plus
Technopreneur Artikel Negeri
Menuju FEKSi 2
Indonesia Kreatif (Festival Banyu
Ekonomi asin III
Kreatif),
tahun
2010
Tabel 2. Profil Siswa Peserta dalam Lomba Karya Tulis Tingkat Internasional
No Nama Judul Karya Bidang Jenjang Prestasi
1. Wafiakmal On Behalf of ISEF, Intel Internasional Finalist
Miftah, Afrizal, Development : Sanjose,
Lutfi Fakhri Economic California,
Opportunities VS USA
Environment
Deterioration
2. Priyanka, Rotating Sprayer IEYI, Internasional Finalist
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1373
12. ISBN 978-602-98295-0-1
Reijefki Herbicide International
Irlastua, Edy Exhibition
Yuristo Young
Inventor
Award
2011,
Vietnam,
Hanoi
G. Sinergisme Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Sekolah dalam
Menumbuhkan Calon Ilmuwan Baru
Dalam pengoptimalan kinerja KIR di sekolah perlu dilakukan koordinasi
antar elemen sekolah, pemberdayaan KIR dapat dilakukan secara terpisah
(monolitik) maksudnya ada materi khusus yang berkaitan dengan bidang
penelitian yaitu dengan mendirikan suatu pelajaran yang berbasis eksperimen
sebagai contoh dengan diselenggarakannya Muatan Lokal Pengantar Penelitian.
Pemberdayaan KIR juga dapat dilakukan secara integrative, artinya dapat
disisipkan pada suatu mata pelajaran tertentu, baik bidang IPA, IPSK dan
teknologi. Keberhasilan siswa dalam pemberdayaan KIR sebenarnya tidak
terlepas dari peranan pihak sekolah, pemerintah pusat, pemerintah daerah serta
badan-badan otonom yang tetap peduli dengan aktivitas pembinaan siswa dalam
bidang penelitian ilmiah.
Saat ini Pembimbing utama (konsultan) YRC/KIR di Indonesia diperankan
oleh LIPI. Selanjutnya dibantu oleh Kementerain Pendidikan Nasional, dan
beberapa Universitas dan Institut yang aktif dan rutin mengadakan
pemasyarakatan dan pembinaan KIR diseluruh pelosok tanah air dengan
membuat kompetisi untuk ajang gelar prestasi tahunan yang sekarang dikenal
LKIR, NYIA(LIPI), LPIR (sekarang OPSI) yang diselenggarakan oleh Kementerian
Pendidikan Nasional, ISPO yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan
Nasional , PASIAD, LIPI serta INAYS yang diselenggarakan oleh Surya Institute.
Bentuk komitmen LIPI untuk mengembangtumbuhkan dan membina KIR
dikalangan remaja adalah dengan setiap tahunnya mengadakan Lomba Karya
Ilmiah remaja (LKIR) secara rutin sejak tahun 1969 sampai dengan 2010 sudah
ke-42 kalinya. Sedang Kementerian Pendidikan Nasional menyelenggarakan
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1374
13. ISBN 978-602-98295-0-1
LPIR sejak tahun 1977 sampai dengan 2009 kemudian pada tahun 2010 berubah
menjadi Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI).
Untuk di wilayah daerah propinsi dan kabupaten pembinaan KIR dapat
dilakukan oleh Dinas Pendidikan (DISDIK) dan Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah (BALITBANGDA), kolaborasi antara kedua dinas dan
badan ini semakin membantu para peserta didik untuk dapat mengembangkan ide
dan kreatifitas mereka. Dengan adanya kolaborasi antara keduanya maka
pembinaan KIR di daerah dapat lebih menciptakan atmosfer ilmiah yang nantinya
dapat menghasilkan peserta didik yang kreatif dan mandiri.
PEMERINTAH PUSAT
PEMERINTAH INSTANSI/
DAERAH LEMBAGA/
UNIVERSITAS
SEKOLAH DAN
PERAN SERTA
GURU KIR
KEPEDULIAN TOP
MANAGEMENT
SISWA CERDAS,
KREATIF DAN
MANDIRI
Gambar 1. Peran Serta Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Lembaga/Instansi, Serta Sekolah dalam Pemberdayaan KIR disekolah
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1375
14. ISBN 978-602-98295-0-1
Akan tetapi yang menjadi pokok permasalahan untuk
menumbuhkembangkan peserta didik agar aktif mengikuti organisasi KIR ini
masih menjadi polemik di sekolah-sekolah, sekolah beranggapan bahwa
Kelompok Ilmiah Remaja hanya merupakan pelengkap kegiatan kesiswaan saja
sehingga menyebabkan budaya penelitian dan menulis menjadi mati suri
permasalahan juga muncul ketika pihak sekolah masih menganaktirikan KIR
ketimbang program sekolah yang lain. Untuk mengatasi permasalahan tersebut
solusi yang dibutuhkan adalah dengan memberikan kebebasan kepada guru agar
dapat memberikan kontribusi yang positif kepada para peserta didik agar dapat
berkreatifitas, menanamkan motivasi berprestasi, memberikan reward, atau
memberikan bantuan baik berupa moral maupun spiritual. Selain itu peran
manajemen sekolah khususnya top management agar dapat memberikan alokasi
anggaran untuk pemberdayaan KIR, memberikan kemudahan-kemudahan dalam
pemberian izin melakukan penelitian dengan tidak meninggalkan tugas pokoknya
sebagai pelajar.
H. Penutup
Kelompok Ilmiah Remaja sudah memang selayaknya untuk dapat
dikembangkan di beberapa sekolah baik di tingkat SD, SMP sampai SMA.
Pemberdayaan KIR dapat memacu peran aktif pelajar dalam berkreatifitas,
sehingga dapat mendorong Sumatera Selatan Cerdas, Kreatif dan Mandiri, akan
tetapi penyelenggaraan KIR di sekolah tidak dapat berdiri sendiri diperlukan
sinergisme antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi tertentu. Jika
elemen pemerintah, sekolah dan pelajar memiliki semangat dalam proses
penulisan dan penelitian maka tidak menutup kemungkinan keberhasilan akan
segera tercapai menuju sumsel cerdas, kreatif dan mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1376
15. ISBN 978-602-98295-0-1
Arikunto, S.1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Penerbit Rineka
Cipta. Jakarta
Nasution, A.H.1992. Panduan Berpikir dan Meneliti Secara Ilmiah bagi Remaja.
Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta
Remigius Gunawan Susilowarno.2003.Kelompok Ilmiah Remaja, Petunjuk
Membimbing dan Meneliti bagi Remaja. Penerbit Grasindo. Jakarta
Simanjutak, Ida, M.1993. Organisasi dan Pengembangan Kelompok Ilmiah Remaja
(KIR). Biro pemasyarakatan IPTEK LIPI. Jakarta
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1377
16. ISBN 978-602-98295-0-1
INTERVENSI KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN: PELUANG
PEREMPUAN PNS PADA OTONOMI DAERAH
HISAR SIREGAR
(Mahasiswa tugas belajar pada Program Doktor Ilmu Hukum Di PPS UNSRI
Palembang)
ABSTRAK
Isu kesetaraan Gender dan Pengarusutamaan Gender dalam pembangunan
daerah telah menjadi isu penting. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk
mengurus dan mengelola sendiri wilayahnya untuk mencapai kesejahteraan
rakyatnya. Pengelolaan aparatur daerah (PNS) dengan baik sehingga mampu
menjalankan tugas pokok dan fungsinya adalah keharusan. Sumber daya manusia
(PNS) yang handal akan menjadi faktor penting untuk mencapai tujuan otonomi
daerah.
PNS terdiri dari laki-laki dan perempuan. Masih tertinggalnya perempuan PNS
dibanding laki-laki PNS dalam jumlah maupun yang menduduki jabatan struktural
mengharuskan adanya intervensi khusus. Sehingga kesetaraan Gender dan
Pengarusutamaan Gender dalam otonomi daerah dapat dicapai.
Kajian ini dilakukan terhadap Strategi dan Kebijakan Pendidikan dan
Pelatihan pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Sumatera Selatan. Metode
yang dipakai dalam Kajian ini adalah Metode Analisis Gender berbasis masalah
atau dikenal dengan istilah metode Analisis PROBA (Problem Based Approach)
Ternyata strategi dan kebijakan pendidikan Badiklat Provinsi Sumatera
Selatan masih netral Gender. Artinya sulit untuk perempuan PNS mencapai
persentase 30 % dalam jabatan structural yang ada dalam waktu 5 tahun ke depan.
Kata Kunci: Otonomi Daerah, Kesetaraan Gender.
1. Pendahuluan
Isu Kesetaraan Gender dan Pengarusutamaan Gender merupakan isu
yang telah menjadi agenda Internasional, Nasional dan lokal di hampir semua
negara di dunia sekarang ini. Perbedaan negara-negara dalam menanggapi isu
kesetaraan Gender dan pengarusutamaan Gender sangat dipengaruhi oleh
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1378
17. ISBN 978-602-98295-0-1
pemahaman terhadap isu kesetaraan gender dan pengarusutamaan gender pada
tingkat Nasional dan Lokal dari masing-masing negara.
Indonesia sebagai salah satu negara dalam pergaulan Internasional sangat
tanggap dalam melihat perkembangan isu kesetaraan Gender dan
Pengarusutamaan Gender.
Evaluasi terhadap strategi pembangunan di Indonesia melahirkan Strategi
baru menggantikan yang lama. Otonomi Daerah sebagai sebuah strategi
pembangunan di Daerah diharapkan dapat mempercepat pencapaian keadilan dan
kemakmuran bagi rakyat Indonesia.
Instruksi presiden nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender
ini kemudian dilengkapi dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 132 tahun
2003. Selanjutnya dikeluarkan lagi Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 15 tahun
2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah.
Komitmen Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dalam Pengarusutamaan
Gender telah dibuktikan dengan terbitnya Keputusan Gubernur Sumatera Selatan
nomor 763/KPTS/BAPPEDA/2009, tanggal 9 November 2009 yang mengatur
tentang POKJA PUG di Provinsi Sumatera Selatan. Jabatan Struktural adalah suatu
kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak
seseorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam rangka memimpin suatu satuan
organisasi negara (Pasal 1 poin.2.PP no: 100 tahun 2000 tentang pengangkatan
PNS dalam Jabatan Struktural yang telah diubah dengan PP no.13. tahun 2002 ).
Jumlah PNS dipemerintah Provinsi Sumatera Selatan adalah 6686 orang,
terdiri dari 4473 orang ( 66,90%) PNS laki-laki, 2213 orang (33,10%) PNS
Perempuan. Bila dilihat data partisipasi perempuan sebagai kepala SKPD Pada
Provins Sumatera Selatan yang menduduki jabatan Eselon II maka hanya ada 7
orang perempuan dibanding 56 orang laki-laki (Sumber BKD Sumsel, 2010).
Mungkin bila kita lihat pada eselon yang lain misalnya Eselon IB, IIIA, IIIB, IVA, dan
IVB akan tergambar betapa besar ketinggalan perempuan secara kuantitas bila
dibandingkan dengan laki-laki.
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1379
18. ISBN 978-602-98295-0-1
Badan pendidikan dan pelatihan Provinsi Sumatera Selatan menjadi SKPD
terdepan untuk mempersiapkan calon-calon pejabat struktural untuk pemerintah
daerah Provinsi Sumatera Selatan. Bila dikaitkan dengan kesetaraan Gender antara
laki-laki dan perempuan dalam jabatan struktural maka perlu kebijakan dan Strategi
yang khusus
Otonomi daerah sebagai sebuah strategi pembangunan daerah harus
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan yang terpenting
prakarsa daerah otonom untuk melaksanakan pembangunan daerah didasarkan
aspirasi masyarakat setempat dalam sistem NKRI.
Pertanyaannya, apakah aspirasi perempuan PNS telah diakomodir dalam
strategi dan kebijakan Badiklat Provinsi Sumatera Selatan? Apakah Strategi dan
Kebijakan tersebut telah dapat disebut berkeadilan dan berkesetaraan Gender?
Kajian ini diharapkan akan menghasilkan alternatif bagi Penyusunan Strategi
Dan Kebijakan Badiklat Provinsi Sumatera Selatan yang berperspektif Gender.
Manfaat yang diharapkan dari kajian ini adalah Badiklat Sumsel sebagai
salah satu SKPD di Provinsi Sumsel dapat menerapkan pengarusutamaan Gender
(PUG) dalam strategi dan kebijakan Diklatnya. Tentunya bagi perempuan PNS
khususnya dan PNS umumnya akan dapat menerapkan pencapaian keadilan dan
kesetaraan Gender dalam tugas pokok dan fungsinya.
2. Bahan dan Metode
Bahan yang dikaji adalah Strategi dan Kebijakan yang telah dimiliki oleh
Badiklat Provinsi Sumsel (2008-2013).
3. Kajian dan Analisis
Adalah kegiatan pemahaman data, yang dapat menggambarkan
kecenderungan dan gejala-gejala dari persoalan yang ada sehingga dapat
dijadikan pertimbangan didalam perumusan keluaran/kegiatan yang hendak
dihasilkan. Analisis yang dilakukan adalah analisis gender. Analisis Gender adalah
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1380
19. ISBN 978-602-98295-0-1
proses menganalisis data dan informasi secara sistematis tentang laki-laki dan
perempuan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran
dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, serta faktor-faktor yang
mempengaruhi. Dalam kegiatan ini teknik analisis yang dipakai adalah model
PROBA (Problem Based Approach) atau “Analisis Berbasis Masalah”.
4. Hasil dan Pembahasan
a. Kondisi Demografis
Penduduk Sumatera Selatan berdasarkan data Tahun 2008 berjumlah
7.121.790 jiwa. Ratio penduduk Sumatera Selatan berdasarkan jenis kelamin adalah
sebesar 102,20 persen, yang menjelaskan bahwa jumlah penduduk laki-laki masih
lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan.
B. Kondisi Aparatur Daerah
1). Dukungan dan Kekuatan Aparatur Daerah.
Tabel .1. Aparatur Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan
No Organisasi S3 S2 SI/D D3/D2/D SLTA Pend, Total
4 1 Dasar
1 SEKR. 2 101 280 43 200 46 672
DAERAH
2 SEKR. DPRD - 6 27 8 25 4 70
3 INSPEKTORAT - 11 47 3 20 3 84
4 DINAS - 191 1,23 267 1,391 159 3,24
9 7
5 BADAN 3 89 301 34 255 21 703
6 KANTOR - - 10 3 13 1 27
7 SEKR. KPU - 4 15 - 7 1 27
8 SEKR. KORPRI - 1 11 - - - 12
9 RS. ERBA - 7 47 65 86 10 215
10 SATPOL PP - 3 18 3 75 17 116
11 UPTD/UPTB - 66 579 190 545 133 1,51
3
Jumlah 5 479 2.57 616 2.617 395 6.68
4 6
Sumber.Sumsel dalam angka 2009
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1381
20. ISBN 978-602-98295-0-1
Jumlah Pengawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera
Selatan seluruhnya 6.686 orang, tersebar pada Sekretariat Daerah, Sekretariat
DPRD, Inspektorat Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah. Jika dilihat
dari golongan kepangkatan kepegawaian, jumlah pengawai negeri sipil terbesar
masih didominasi oleh pengawai golongan III sebanyak 5.085 orang, Pengawai
negeri sipil golongan I dan golongan II sebagai tenaga pelaksana dan pendukung
jumlahnya paling kecil yaitu 89 dan 920 orang. Jumlah pegawai negeri sipil golongan
IV hanya 592 orang.
Kekuatan pengawai negeri sipil pada pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
yang dilihat secara piramida kepegawaian menjadi tidak ideal, tenaga pelaksana
yang di harapkan dapat di berikan oleh Aparatur gologan I dan II jumlahnya relatif
kecil sehingga tenaga pendukung operasional di lapangan akan banyak
menggunakan tenaga pegawai yang sudah golongan III. Pada posisi seperti ini akan
lebih banyak tenaga pemikir dari pada pelaksana. Sehingga seorang pelaksana
akan memiliki atasan enam orang lebih.
Gambaran latar belakang pendidikan Aparatur Pemerintah Provinsi
Sumatera Selatan dilihat dari kompetensi pendidikan adalah seperti terlihat dalam
Tabel.1. Jika dilihat dari kualitas Pegawai Negeri Sipil berdasarkan tingkat
pendidikan, kondisinya cukup menggembirakan, lebih dari 50% aparatur telah
menyelesaikan pendidikan sebagai sarjana dari D2 sampai dengan S3. Selebihnya
adalah lulusan menengah tingkat atas dan pendidikan dasar.
Gambaran kekuatan aparatur dan dukungan Pegawai Negeri Sipil pada
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan terbesar adalah lulusan sarjana S1/D4 dan
lulusan Sekolah Menengah Atas. Sesungguhnya gambaran pengawai pemerintah
provinsi Sumatera Selatan lebih 80% adalah tenaga berpendidikan tinggi.
C. Mengembangkan Kemampuan Aparatur Daerah Dalam Mendukung Program
Pembangunan Daerah.
1). Strategi dan Kebijakan Diklat
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1382
21. ISBN 978-602-98295-0-1
Strategi Diklat pegawai telah di susun dan komprehensif dengan
memperhatikan faktor pendorong dan penghambat dalam rangka mewujudkan
program, sasaran, kegiatan dan kebijakan Diklat. Strategi tersebut adalah:
1) Mengoptimalkan Row instrumental input dalam proses penyelenggaraan
Diklat. Row instrumental input adalah kurikulum, metode, pengajar dan
penyelenggara, sarana dan prasarana, media dan alat bantu serta dana,
maka dalam proses penyelenggaraan diklat komponen-komponen tersebut
akan bersinergi dalam optimalisasi pencapaian tujuan dan sasaran.
2) Mengoptimalkan peran dan fungsi Badan Diklat sebagai hulu di bidang
peningkatan SDM Aparatur dalam memfasilitasi pengisian jabatan struktural
dan fungsional.
Arah Kebijakan Diklat pada Provinsi Sumatera Selatan sejalan dengan
pencapaian Visi dan Misi Gubernur Sumsel 2008-2013, yaitu sebagai berikut:
1) Optimalisasi tugas pokok dan fungsi Bandiklat Sumsel untuk menyusun dan
menyelengarakan Diklat sesuai dengan standar,
2) Optimalisasi kemampuan SDM Aparatur Badan Diklat sesuai dengan
kompetensi pemanfaatan Iptek,
3) Mengklasifikasikan bidang ajar widyaiswara dan meningkatkan
profesionalisme sesuai rumpun jabatan fungsional,
4) Menyusun analisis kebutuhan Diklat sesuai dengan fungsi SKPD,
5) Mengoptimalisasikan Surat Edaran Gubernur Sumsel nomor 033/SE/III/2005
tentang penyelenggaraan Diklat Satu Pintu,
6) Mengintensifkan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Diklat di
Pemkab/pemkot.
2). Tujuan dan Sasaran Diklat
Tujuan Diklat:
1) Merumuskan standar penyelenggaraan Diklat Teknis, Fungsional,
Pemerintahan, Politik serta Kepemimpinan,
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1383
22. ISBN 978-602-98295-0-1
2) Meningkatkan kualitas SDM Aparatur Badan Diklat sesuai dengan kemajuan
Iptek,
3) Meningkatkan kemampuan Widyaiswara melalui Diklat TOT Teknis,
Fungsional,
4) Meningkatkan kualitas penyelenggaraan Diklat Teknis, Fungsional,
Pemerintah, Politik serta Diklat Kepemimpinan
5) Meningkatkan Pembinaan dan Pengawasan Penyelengaaran Diklat,
6) Meningkatkan kualitas penyelenggaraan Diklat.
3). Sasaran Diklat:
1) Tersedia sarana dan prasarana Diklat yang sesuai dengan standar kemajuan
Iptek,
2) Tersedia Aparatur SDM penyelenggaraan Diklat yang berkualitas, memiliki
kompetensi sesuai dengan bidangnya,
3) Tersedia widyaiswara yang memiliki kompetensi dalam penguasaan Iptek,
4) Tersedia Diklat Teknis, Fungsional, Pemerintah dan Politik serta Diklat
Kepemimpinan berdasarkan kebutuhan SKPD,
5) Tersedia Forum Komunikasi Kediklatan antara SKPD Provinsi dan
Kabupaten/Kota,
6) Tersedia Juklak, juknis, dan Monotoring/evaluasi penyelenggaraan Diklat.
Guna Peningkatan Kualitas Aparatur Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
telah disusun Peningkatan Kapasitas Aparatur Oleh Badan Diklat Provinsi Sumatera
Selatan berupa Kegiatan Kepemimpinan, Diklat Pemerintahan dan Politik dan Diklat
Teknis.
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1384
23. ISBN 978-602-98295-0-1
Tabel .2. Program Peningkatan Kualitas Aparatur
Bidang Diklat Kepemimpinan
No Keterangan Tahun Jumlah
(Orang)
2009 2010 2011 2012 2013
1 Diklat Kepemimpinan 40 80 80 80 40 320
Tingkat IV
2 Diklat Kepemimpinan 40 40 40 80 80 280
Tingkat III
3 Diklat Kepemimpinan 0 100 0 0 0 100
Tingkat II
Jumlah (orang) 80 220 120 160 120 700
Sumber : Badiklat Sumsel 2010
Tabel.2. Memperlihatkan gambaran Program Peningkatan Kapasitas Aparatur
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dalam pendidikan kepemimpinan dalam
menduduki jabatan struktural. Sedangkan untuk Peningkatan Kapasitas Aparatur
yang menduduki jabatan fungsional seperti peneliti, penyuluh, pranata komputer,
perpustakaan, legal drafter, perencana, penggerak swadaya masyarakat dan
fungsional lain, belum terakomodasi dalam program peningkatan kapasitas aparatur
bidang fungsional yang di programkan dari Badan Diklat Kepegawaian Provinsi
Sumatera Selatan.
Program Peningkatan Kapasitas Jabatan fungsional selama periode 2008-
2013 cenderung diorientasikan untuk tenaga fungsional internal yang sudah berada
pada Badan Diklat kepegawaian Provinsi Sumatera Selatan, yaitu jabatan
Widyaiswara.
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1385
24. ISBN 978-602-98295-0-1
Tabel .3. Program Peningkatan Kualitas Aparatur Bidang Diklat Fungsional
No Keterangan Tahun Jumlah
(Orang)
200 201 201 201 201
9 0 1 2 3
1 TOT Umum 40 0 40 0 0 80
2 TOT PMPK dan Pola 0 40 0 0 0 40
Pikir Terpadu
3 TOT Substansi Diklat/ 0 0 0 40 0 40
Outbound
4 TOT Dinamika 0 0 0 0 40 40
Kelompok
Jumlah (orang) 40 40 40 40 120 200
Sumber : Badiklat Sumsel 2010
Tabel.3. Memperlihatkan Program Peningkatan Kualitas Aparatur Bidang
Diklat Fungsional Widyaiswara setiap tahunnya, serta jumlah peserta Diklat.
Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka peningkatan kualitas tenaga fungsional
widyaiswara, sepert Diklat TOT Umum, dinamika kelompok hingga outbond, yaitu
penguatan pada widyaiswara sebagai trainer yang tangguh.
Disamping disusun program Peningkatan kapasitas untuk jabata struktural
dan fungsional, pada Badan Diklat Kepegawaian Provinsi Sumatera Selatan juga
diprogramkan Diklat Pemerintahan dan Politik serta Diklat yang bersifat Teknis.
Diklat Pemerintahan dan Politik yang diprogramkan dalam periode 2008-
2013, bagi aparat pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Aparatur pemerintah
Kabupaten dan Kota. Target group untuk mengikuti diklat ini seperti Camat,
Sekretaris DPRD, Polisi, Pamong Praja, Ajudan Kepala Daerah dan Pejabat
Pemerintah Provinsi yang lain. Diklat pemerintahan dan Politik belum melibatkan
unsur Legislasi yang sebenarnya merupakan unsur pemerintah daerah. Kendati
demikian sudah melibatkan unsur pendukung pelaksana fungsi DPRD dalam hal ini
adalah Sekretariat DPRD.
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1386
25. ISBN 978-602-98295-0-1
D. Pengarusutamaan Gender Di Daerah
1). Peraturan Yang Berkaitan Dengan Pengarusutamaan Gender
Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dikenal dengan Kesenjangan
Gender (GENDER Gap) yang pada gilirannya menimbulkan permasalahan gender.
Untuk memperkecil kesenjangan tersebut maka kebijakan dan program yang
dikembangkan saat ini dan mendatang harus mengintegrasikan pengalaman,
aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki kedalam
perencanaan pelaksanaan, pemantauan, evaluasi pada seluruh kebijakan dan
program pembangunan nasional disamping meningkatkan kualitas hidup perempuan
itu sendiri.
Agar efektif dan optimal maka upaya pengarusutamaan Gender dalam
pembangunan nasional Indonesia harus didukung instrumen hukum agar
mempunyai legalitas dalam pelaksanaannya.
a). Instruksi Presiden No.9 tahun 2000.
Upaya meningkatkan kedudukan, peran dan kualitas perempuan serta upaya
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dipandang perlu. Adanya pemikiran dan
kesadaran seperti itu menimbulkan tekad bahwa pengarusutamaan gender ke
dalam seluruh proses pembangunan nasional harus dilakukan. Pertimbangan
seperti itu merupakan dasar pemikiran diterbitkannya Instruksi Presiden No. 9.
Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam pembangunan Nasional.
Pengarusutamaan Gender adalah Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan
gender menjadi satu dimensi Integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan.
Inpres No.9 Tahun 2000 mengintruksikan kepada : Menteri, Kepala lembaga
Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan, Lembaga tertinggi/Tinggi
Negara, Panglima TNI, Kepala Kepolisian RI, Jaksa Agung RI, Gubernur,
Bupati/walikota, untuk melaksanakan isi dari Inpres no.9 tahun 2000 tersebut.
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1387
26. ISBN 978-602-98295-0-1
b). Peraturan Menteri Dalam Negeri No.15 Tahun 2008.
Adanya pertimbangan bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 132
Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender
dalam Pembangunan di Daerah, sudah tidak sesuai dengan perkembangan
keadaan sehingga perlu diganti.
Dengan pertimbangan seperti itu maka Kepmendagri No.132 tahun 2003
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Penggantinya adalah Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor. 15 tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender di Daerah.
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah menindak lanjuti Instruksi
Menteri dalam Negeri No.15 tahun 2008 tersebut dengan menerbitkan Keputusan
Gubernur Sumatera Selatan nomor. 763/KPTS/BAPPEDA/2009 tentang
Pembentukan Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender (PUG) Provinsi Sumatera
Selatan.
Dalam keputusan Gubernur Sumatera Selatan ini ditetapkan ketua POKJA
PUG Provinsi Sumsel adalah Kepala BAPPEDA Provinsi Sumsel. Adanya
keputusan Gubernur Sumsel tentang Pembentukan POKJA PUG diharapkan akan
memantapkan Pengarusutamaan Gender di Daerah Provinsi Sumatera Selatan
seperti yang diharapkan oleh Permendagri No.15 Tahun 2008.
2). Peluang Kesetaraan Gender Dalam Jabatan Struktural.
Bila Strategi dan Kebijakan Badiklat Provsumsel dianalisis dengan menggunakan
analisis Gender Metode PROBA maka terlihat bahwa strategi dan kebijakan
Provsumsel masih netral Gender . Artinya belum mampu memperlihatkan
kebutuhan spesifik laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu kedepan diperlukan
kajian berperspektif Gender untuk menetapkan/menyusun kebijakan dan strategi
Badiklat Provsumsel.
Bila Kajian perspektif Gender dilakukan maka diharapkan kesetaraan Gender
dalam jabatan struktural dapat tercapai. Dalam hal seperti itu maka otonomi daerah
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1388
27. ISBN 978-602-98295-0-1
juga akan berdampak pada peningkatan partisipasi perempuan pada birokrasi
pemerintah daerah.
5. Kesimpulan
Bahwa aspirasi perempuan PNS belum sepenuhnya terakomodir dalam
strategi dan kebijakan Badiklat Provsumsel (2008-2013).
Bahwa Strategi dan kebijakan Badiklat Provsumsel masih Netral gender.
Artinya belum memikirkan kebutuhan spesifik perempuan maupun laki-laki.
Daftar Pustaka
Burhanuddin, Jajat dan Fathurahman, Oman. 2004. Tentang Perempuan Islam.
Wacana dan Gerakan. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta, Terbitan
Pertama.
Fromm, Erich. 2006. Dari Pembangkangan Menuju Sosialisme Humanistik.
Diterjemahkan oleh. Th.Bambang Murtiono, dari Buku berjudul On
Disobedience and other Essays; Pelangi Cendikaia: Jakarta; Edisi;1.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan, dkk. 2005. Bahan Pembelajaran
Pengarusutamaan Gender. Jakarta; Cetakan ke-5.
Mahfud MD, Moh. 2009. Politik Hukum di Indonesia. Rajawali Pers: Jakarta, Edisi
Revisi, Cetakan .1.
May, Larry, dkkk. 2001. Etika Terapan II. Sebuah Pendekatan Multikultural. Tiara
Wacana Yogya: Yogyakarta, Cetakan pertama.
Nonet, Philippe dan Selznick, Philip. 2003. Hukum Responsif. Pilihan di Masa
Transisi . diterjemahkan oleh : Rafael Edy Basco, dari Buku berjudul “
Lawand Society in Transition:Toward Responsive Law, Huma:Jakarta,
Cetakan I.
RI. 2008. Amandemen U-U Pemerintahan Daerah 2008. Sinar Grafika : Jakarta,
Cetakan I.
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1389
28. ISBN 978-602-98295-0-1
PEMETAAN MASALAH PUTUS SEKOLAH PENDIDIKAN DASAR
MASYARAKAT MISKIN ANTAR KECAMATAN SEBAGAI UPAYA PEMERATAAN
AKSES PENDIDIKAN DI KABUPATEN OGAN ILIR
Dian Cahyawati S.
Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya
dian_cahyawati@yahoo.com
Abstrak
Masalah rendahnya partisipasi sekolah yang terkait dengan masalah putus sekolah
terutama pada kelompok masyarakat miskin antar kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir
(OI) masih perlu menjadi perhatian dan penyelesaian dalam program pembangunan
pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan pemetaan masalah putus
sekolah pendidikan dasar antar kecamatan di Kabupaten OI, Dianalisis data hasil
survei bulan Juli – September 2010, sebanyak 345 sampel rumah tangga miskin,
dan 592 anak usia sekolah pendidikan dasar, berdasarkan karakteristik sosial
ekonomi keluarga dan tingkat motivasi terhadap pendidikan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa, angka partisipasi (APM) SD kelompok miskin 83,33% dan
APM SMP 67,73%, keduanya masih dibawah capaian Kabupaten OI dan target
MDGs. Angka putus sekolah pendidikan dasar kelompok masyarakat miskin di
Kabupaten OI sebesar 14,2%, relatif masih tinggi dibandingkan dengan target
MDGs. Hasil pemetaan masalah putus sekolah pendidikan dasar antar kecamatan,
menunjukkan bahwa kelompok Kecamatan Pemulutan Selatan, Rambang Kuang,
Lubuk Keliat, dan Pemulutan Barat, memerlukan perhatian lebih, khususnya pada
masalah tingginya angka putus sekolah SMP dan jumlah penduduk miskin yang
masih relatif lebih banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Demikian juga
Kecamatan Inderalaya dan Payaraman karena angka putus sekolah SD yang masih
tinggi dan APM SD yang masih rendah, dapat berpengaruh untuk menurunkan
angka kemiskinan di kecamatan tersebut.
Kata Kunci : Putus Sekolah Pendidikan Dasar, Partisipasi Sekolah, Ukuran Asosiasi,
Analisis Biplot,
PENDAHULUAN
Salah satu program dalam pembangunan nasional adalah pembangunan
pendidikan. Pembangunan pendidikan sangat penting peranannya untuk mencapai
kemajuan di berbagai bidang kehidupan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa
Indonesia. Karena itu, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1390
29. ISBN 978-602-98295-0-1
memenuhi kesamaan hak setiap warga negara dalam mendapatkan layanan
pendidikan. Kebijakan ini mencakup pemerataan dan perluasan akses pendidikan,
peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, dan kebijakan yang terkait dengan
pemantapan good governance (Asmalaizza, 2009).
Berkaitan dengan pemerataan dan perluasan akses pendidikan, Asmalaizza
(2009) menyimpulkan dari hasil kajiannya, bahwa pemerataan pendidikan di
Indonesia yang ada saat ini belum terealisasikan dengan baik. Permasalahannya
karena pendidikan masih berorientasi di wilayah perkotaan. Subsidi pendidikan dari
pemerintah untuk masyarakat yang tidak mampu masih belum mencukupi, karena
jumlah mereka yang cukup besar. Hal ini mengakibatkan kesenjangan dalam
pemerataan akses pendidikan, yaitu akses pendidikan antara penduduk kaya dan
miskin.
Khususnya untuk program wajib pendidikan dasar yang dicanangkan
pemerintah pada tahun 1994, program ini harus tuntas pada tahun 2008. Namun
sampai dengan tahun 2006 belum seluruh rakyat dapat menyelesaikan jenjang
pendidikan dasar (Asmalaizaza, 2009). Hal ini dapat dilihat dari angka capaian
partisipasi sekolah untuk jenjang pendidikan dasar yang masih belum mencapai
100%.
Salah satu yang mempengaruhi angka partisipasi sekolah adalah masalah
putus sekolah. Berbagai telaah yang mengamati masalah pendidikan
mengungkapkan bahwa penyebab utama masalah putus sekolah adalah kemiskinan
(Supriadi, 1994 dalam Cahyawati, 2007a). Demikian juga menurut data Survei
Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2003, tingginya angka putus sekolah lebih
banyak bersumber pada persoalan ekonomi yang berasal dari keluarga miskin.
Ketidakmampuan finansial orang tua untuk memenuhi kebutuhan biaya sekolah
anak, mengakibatkan anak menjadi putus sekolah. Dalam hal ini, tidak saja mereka
miskin dalam kondisi ekonomi, tetapi menjadi miskin juga dalam pendidikan. Hasil
penelitian Cahyawati (2007a), juga menunjukkan bahwa keluarga dengan proporsi
pengeluaran makanan yang relatif tinggi, sebagai indikasi untuk kemiskinan,
menjadi faktor yang signifikan mempengaruhi putus sekolah. Hal ini menjadikan
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1391
30. ISBN 978-602-98295-0-1
keluarga miskin sulit untuk memperbaiki kualitas hidup dan keluar dari kemiskinan
untuk menjadi keluarga yang sejahtera. Sehingga, untuk menangani masalah putus
sekolah ini, yang sangat perlu menjadi perhatian penting adalah masalah putus
sekolah pada kelompok keluarga miskin, demikian juga masalah putus sekolah
pendidikan dasar di Kabupaten Ogan Ilir (OI).
Kabupaten OI, berdasarkan data Bappenas (2006) masih memiliki penduduk
miskin yang cukup banyak. Penduduk miskinnya tersebar hampir di seluruh
kecamatan yang berjumlah 16 kecamatan. Kecamatan Indralaya sebagai ibukota
kabupaten merupakan kecamatan yang paling banyak memiliki jumlah penduduk
miskin yaitu lebih dari 9200 jiwa, Kecamatan Pemulutan dan Tanjung Raja masing-
masing memiliki penduduk miskin berkisar dari 7201 – 9200 jiwa, Kecamatan
Tanjung Batu memiliki penduduk miskin berkisar dari 5201 – 7200 jiwa, kecamatan-
kecamatan lainnya di Kabupaten OI memiliki penduduk miskin yang relatif sama
yaitu kurang dari 3200 jiwa.
Data Bappenas (2007) menunjukkan bahwa proporsi populasi dibawah garis
kemiskinan Kabupaten OI sebesar 19,45% masih di atas Provinsi (16,8%) dan
Nasional (16,66%) serta sangat jauh dengan target capaian pembangunan milenium
(MDGs) yaitu 7,5%. Untuk capaian pendidikan dasar bagi semua, angka partisipasi
sekolah dasar sebesar 90,44% meskipun sudah di atas Provinsi (83,31%) tetapi
masih di bawah Nasional (98%) dan di bawah target MDGs (100%). Demikian juga
untuk partisipasi sekolah tingkat SMP, baru mencapai 71,2% masih dibawah
Provinsi (83,58%) dan Nasional (71,81%) serta jauh dibawah MDGs (100%).
Berdasarkan uraian di atas, untuk menangani masalah putus sekolah dan
peningkatan partisipasi sekolah pendidikan dasar di Kabupaten OI, diperlukan
penelitian yang mengamati masalah putus sekolah pendidikan dasar, khususnya
pada kelompok masyarakat miskin di setiap kecamatan. Diperlukan suatu pemetaan
masalah putus sekolah pendidikan dasar antar kecamatan, sehingga perbaikan-
perbaikan dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan antar kecamatan.
Pemetaan masalah putus sekolah pendidikan dasar antar kecamatan dapat
dianalsis menggunakan salah satu teknik analisis multivariate dalam statistik yaitu
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1392
31. ISBN 978-602-98295-0-1
Analisis Biplot. Hasil pemetaan analisis biplot ditampilkan secara grafik yang
sederhana, menarik dan mudah dijelaskan. Pemetaan ini memberikan beberapa
informasi, salah satunya adalah informasi mengenai kemiripan beberapa kecamatan
terhadap variabel-variabel yang diamati mengenai masalah putus sekolah
pendidikan dasar. Berdasarkan kemiripan antar kecamatan ini maka dapat diketahui
kecamatan-kecamatan mana yang memiliki risiko tinggi dalam hal putus sekolah
atau partisipasi sekolah yang rendah, terutama berkaitan dengan kelompok
masyarakat miskin pada masing-masing kecamatan.
Diharapkan, hasil penelitian yang diperoleh dapat bermanfaat sebagai
informasi dan bahan pertimbangan bagi instansi terkait dalam membuat program
perencanaan mengenai penurunan angka putus sekolah atau peningkatan
partisipasi sekolah. Program yang direncanakan tersebut akan sesuai dengan
kebutuhan masing-masing kacamatan yaitu tepat guna dan tepat sasaran.
Sehingga, angka putus sekolah dapat berkurang dan angka partisipasi sekolah di
Kabupaten OI dapat meningkat serta mencapai target MDGs. Lebih jauh, hal ini
menunjang pembangunan pendidikan untuk pemerataan akses pendidikan terutama
pencapaian akses pendidikan pada masyarakat miskin. Secara tidak langsung,
dapat meningkatkan kualitas hidup keluarga miskin untuk keluar dari kemiskinan dan
mencapai masyarakat yang sejahtera.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
memuat pertanyaan-pertanyaan mengenai karakteristik rumah tangga sampel dan
karakteristik anak usia sekolah pendidikan dasar. Karakteristik-karakteristik itu
merupakan variabel bebas yang diamati hubungan keterkaitannya dengan variabel
terikat.
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1393
32. ISBN 978-602-98295-0-1
Metode, Populasi dan Sampel, Teknik Penarikan Sampel, Variabel Penelitian
Metode yang digunakan adalah survei di wilayah Kabupaten OI. Populasi
penelitian adalah seluruh rumah tangga yang termasuk katagori miskin, yang berada
di 16 kecamatan di Kabupaten OI (indikator kemiskinan yang digunakan
berdasarkan BPS, 2007 dalam Suyatno, 2009, mengenai kriteria penerima BLT).
Setiap kecamatan diambil dua desa sebagai sampel, yang ditentukan secara simple
random sampling. Dan setiap desa diambil 10 – 15 rumah tangga miskin, yang
diambil secara purposive sampling-terseleksi, untuk mendapatkan unit penelitian
yaitu anak usia sekolah pendidikan dasar (usia 7 – 15 tahun). Survei telah
dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2010.
Variabel-variabel bebas yang diamati yaitu Asal Daerah Ayah, Tingkat
Pendidikan Ayah dan Ibu, Jenis Pekerjaan Ayah dan Ibu, Rata-Rata Pendapatan
Rumah Tangga, Jumlah Anak dalam Keluarga, Tingkat Motivasi Anak dan Orang
Tua, Jenis Kelamin Anak, dan Status Menerima Bantuan Pendidikan. Sedangkan
variabel terikat adalah Status Sekolah Anak pada jenjang pendidikan dasar (ada dua
katagori, yaitu Putus Sekolah atau Tidak Putus).
Analisis Data
Data primer hasil survei, dianalisis secara deskripsi dan asosiasi sebelum
dibuat pemetaan masalah putus sekolah pendidikan dasar pada masyarakat miskin
antar kecamatan di Kabupaten OI. Berikut langkah analisis yang dilakukan.
1) Teknik analisis deskripsi terhadap sampel rumah tangga dan sampel anak.
2) Teknik analisis asosiasi terhadap variabel-variabel bebas dengan status putus
sekolah anak, digunakan untuk mendapatkan ukuran asosiasi parsial dan
signifikansinya dari masing-masing variabel bebas dengan variabel status
putus sekolah.
3) Teknik analisis biplot, digunakan untuk mendapatkan pemetaan antar wilayah
kecamatan mengenai masalah putus sekolah pendidikan dasar. Analisis ini
dilakukan dengan beberapa langkah sebagai berikut.
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1394
33. ISBN 978-602-98295-0-1
i. Dibuat tabel data berdasarkan karakteristik antar wilayah kecamatan.
Beberapa karakteristik yang diamati, dijelaskan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Pendidikan Dasar antar Wilayah Kecamatan
No. Karakteristik yang
Keterangan/Penjelasan
Diamati
1 Angka Partisipasi dihitung Untuk t = 2010 tingkat h =
Murni (APM) SD dengan SD usia a = 7 – 12 tahun
2 Angka Partisipasi dihitung Untuk t = 2010 tingkat h =
Murni SMP dengan SMP usia a = 13 – 15
tahun
3 Persentase Persentase jumlah anak usia 7 - 12 tahun yang putus sekolah
SD
Anak Putus SD
4 Persentase Persentase jumlah anak usia 12 - 15 tahun yang putus sekolah
SMP
Anak Putus SMP
5 Persentase Persentase jumlah KK dengan tingkat pendidikannya paling
tinggi hanya Tamat SD, untuk masing-masing kecamatan
Kepala Keluarga (sebagai salah satu indikator kemiskinan dari BPS, 2007)
(KK) Maks Tamat SD
6 Persentase Persentase anak usia 7 - 15 tahun yang ikut bekerja
mendapatkan penghasilan
Anak yg Bekerja
7 Persentase Persentase KK yang berasal dari daerah lain pada saat di
survei.
KK Pendatang
8 Persentase Persentase ayah dengan status tidak bekerja
Ayah Tdk Bekerja
9 Persentase Persentase ibu dengan status bekerja
Ibu Bekerja
10 Rata-Rata Rata-Rata Pendapatan yang diperoleh pada rumah tangga
Pendapatan/bulan
11 Rata-Rata Jumlah Rata-Rata banyaknya anak pada rumah tangga
Anak
12 Rata-Rata Skor Rata-Rata skor dari 9 pertanyaan tentang tingkat motivasi
Motivasi Ortu orang tua terhadap pendidikan
13 Rata-Rata Skor Rata-Rata skor dari 9 pertanyaan tentang tingkat motivasi anak
Motivasi Anak terhadap pendidikan
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1395
34. ISBN 978-602-98295-0-1
Tabel 2. Karakteristik Anak Usia Sekolah Pendidikan Dasar dan Ukuran
Asosiasinya dengan Status Sekolah
No Variabel Katagori Status Jm Persentas Ukuran
. Tida Putu
Skolah l e Koef p-value
Asosiasi
Jumlah Sampel 508 s 84
k Sekolah 59 14,2 .
1 Jenis Perempuan (0) 266 25 29
2 8,6 0,15 0,000
Laki-Laki (1) 242 59 30 Putus (%)
19,6
Kelamin 1 6
2 Asal Daerah Pribumi (0) 399 65 46
1 14,0 0,01 0,811
Anak Pendatang (1) 109 19 12 14,8
Ayah 4 0
3 Tingkat Tidak Tamat SD 75 26 10
8 25,7
Tamat SD (1) 286 45 33 13,6 0,16
(0) 1 0,002
Pendidikan SMP (2) 97 11 10
1 10,2 8
SMA (3) 49 2 51
8 3,9
Ayah PT (4) 1 0 1 0,0
4 Tingkat Tidak Tamat SD 74 21 95 22,1
Tamat SD (1) 314 50 36 13,7 0,11
(0) 0,103
Pendidikan SMP (2) 88 11 99
4 11,1 3
SMA (3) 30 2 32 6,2
Ibu PT (4) 2 0 2 0,0
5 Jenis Tidak Bekerja 21 6 27 22,2
Pekerjaan Berdagang (1)
(0) 15 1 16 6,2 0,07
Bertani (2) 309 54 36 14,9 0,662
Ayah
Tingkat Swasta (3) 35 6 41 14,6 4
3
PNS (4) 1 0 1 0,0
Lainnya (5) 127 17 14 11,8
6 Jenis Tidak Bekerja 126 11 13
4 8,0
Pekerjaan Berdagang (1)
(0) 25 2 27
7 7,4 0,18
Bertani (2) 270 65 33 19,4 0,001
Ibu Swasta (3) 6 2 8 25,0 0
5
PNS (4) 4 0 4 0,0
Lainnya (5) 77 4 81 4,9
7 Tingkat < 600 (1) 329 55 38 14,3
600 – 1200 (2) 147 25 17 14,5 0,09
4 0,301
Pendapatan 1201 – 1800 (3) 16 0 16
2 0,0 0
>1800 (4) 16 4 20 16,7
Rumah >2400 (5) 1 1 2 50,0
8 Jumlah Kurang dari 3 127 12 13 8,6
Tangga 0,14
Anak dalam 3-5 (2)
(1) 316 50 36
9 13,7 0,012
6-8 (3) 55 19 74
6 25,7 6
9-10 (4) 9 3 12 25,0
Keluarga Lebih dari 10 1 0 1 0,0
9 Tingkat Rendah (1)
(5) 20 31 51 60,8 0,38 0,000
Motivasi Sedang (2) 198 32 23 13,9 8
Tinggi (3) 290 21 31
0 6,8
10 Tingkat Rendah (1) 11 4 15
1 26,7 0,12 0,011
Anak Sedang (2) 171 40 21 19,0
Motivasi 3
Tinggi (3) 326 40 36
1 10,9
11 StatusMene Pernah (0) 142 5 14
6 3,4 0,17 0,000
Orang Tua Tidak Pernah 366 79 44 17,8
rimaBantua 7 5
Sumber : Hasil Survei Tahun 2010
(1) 5
n
Status
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1396
35. ISBN 978-602-98295-0-1
i. Karakterisik 1, 2, 3, 4, dan 5 digunakan sebagai variabel yang
dianalisis pada pemetaan antar wilayah kecamatan dengan Analisis
Biplot. Teknik analisis biplot dapat dilihat pada Hair, et all (2007).
Teknik analisis data secara deskripsi dan asosiasi, serta Analsis Biplot dibantu
dengan software pengolah data yaitu SPSS versi 15 for windows.
HASIL
Deskripsi Data Anak Usia Pendidikan Dasar
Sebanyak 592 sampel anak usia 7 – 15 tahun yang berasal dari 345 rumah
tangga miskin diamati status sekolah SD dan SMP (Putus dan Tidak Putus Sekolah).
Gambaran karakteristik dari 592 sampel anak usia sekolah pendidikan dasar
ditampilkan pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa angka putus sekolah pendidikan dasar di
Kabupaten OI sebesar 14,2 persen. Berdasarkan variabel yang diamati, maka
persentase kejadian putus sekolah lebih banyak terjadi pada anak laki-laki, dengan
tingkat pendidikan ayah dan ibu yang tidak tamat SD, dan status pekerjaan ayahnya
tidak bekerja, serta dari keluarga yang memiliki banyak anak.
Pemetaan Masalah Putus Sekolah Pendidikan Dasar antar Kecamatan di
Kabupaten Ogan Ilir
Variabel-variabel yang dianalisis menggunakan Analisis Biplot adalah
variabel APM SD, APM SMP, Putus SD, Putus SMP dan Pendidikan KK maksimum
Tamat SD, yang dituliskan pada Tabel 3. Hasil pemetaan biplot digambarkan
sebagai berikut.
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1397
36. ISBN 978-602-98295-0-1
Dimensi 2 =27,02%
Dimensi 1 = 40,37%
Gambar 1. Pemetaan Biplot untuk Masalah Putus Sekolah
Pendidikan Dasar antar Wilayah Kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir
Berdasarkan kedekatan jarak antara letak/posisi dari seluruh (16) kecamatan
terhadap variabel dalam Gambar 1, diperoleh lima kelompok kecamatan yang mirip,
yang ditunjukkan dengan masing-masing lingkaran.
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1398
37. ISBN 978-602-98295-0-1
Tabel 3. Karakteristik Masalah Putus Sekolah Pendidikan Dasar antar Wilayah Kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir
Angka Partisipasi Murni Persentase Rata-Rata
No. Nama Kecamatan KK Ayah Skor Skor
Anak Anak Anak yg KK Ibu Pendapatan Jumlah
SD SMP Maks Tdk Motivasi Motivasi
Putus SD Putus SMP Bekerja Pendatang Bekerja tiap Bulan Anak
Tmt SD Bekerja Anak Ortu
01 Indralaya 79.17 64.29 10.53 0.00 0.00 18.42 84.21 21.05 73.68 609.21 3.79 34.03 36.34
02 Indralaya UtaRA 84.00 76.92 10.53 0.00 15.79 15.79 47.37 21.05 57.89 639.47 3.68 25.17 33.76
03 Indralaya Selatan 80.00 92.86 8.82 0.00 0.00 23.53 64.71 5.88 64.71 507.35 3.35 30.61 35.15
04 Pemulutan 91.67 76.92 5.41 2.70 5.41 10.81 86.49 2.70 83.78 545.95 3.54 33.80 34.41
05 Pemulutan Barat 87.50 66.67 5.13 7.69 0.00 21.62 71.79 0.00 79.49 652.56 4.36 33.54 31.69
06 Pemulutan Selatan 95.24 66.67 6.06 6.06 9.09 15.15 90.91 3.03 90.91 519.70 4.12 31.91 33.67
07 Tanjung Batu 86.96 64.71 7.50 7.50 10.00 62.50 45.00 7.50 25.00 800.00 4.05 35.55 35.14
08 Payaraman 76.19 68.75 16.22 2.70 10.81 13.51 72.97 8.11 94.59 1294.59 4.22 35.91 34.07
09 Tanjung Raja 81.82 80.00 3.13 0.00 6.25 31.25 65.63 12.50 81.25 570.31 3.38 34.34 37.00
10 Sungai Pinang 90.00 69.23 9.30 0.00 20.93 6.98 72.09 4.65 83.72 446.51 4.14 33.29 34.35
11 Rantau Panjang 79.17 60.00 8.82 2.94 8.82 20.59 76.47 0.00 64.71 592.65 2.76 34.75 34.38
12 Muara Kuang 71.43 42.86 28.57 2.86 5.71 22.86 68.57 0.00 85.71 622.86 4.60 35.03 33.40
13 Rambang Kuang 85.19 66.67 11.90 7.14 11.90 35.71 80.95 0.00 88.10 983.33 3.43 31.50 33.50
14 Lubuk Keliat 77.27 66.67 0.00 8.82 8.82 23.53 73.53 8.82 76.19 745.59 3.74 35.26 35.00
15 Rantau Alai 86.36 66.67 12.00 0.00 20.00 20.00 52.00 0.00 88.00 566.00 3.52 34.58 35.15
16 Kandis 81.25 47.37 23.53 1.96 11.76 7.84 66.67 1.96 94.12 512.75 4.55 33.56 35.71
Rata-Rata Kabupaten OI 83.33 67.33 10.47 3.71 9.08 21.88 69.96 6.08 76.99 663.05 3.83 33.30 34.54
Sumber : Hasil Survei Tahun 2010
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1399
38. ISBN 978-602-98295-0-1
PEMBAHASAN
Angka Putus Sekolah, Angka Partisipasi Sekolah SD dan SMP
Hasil analisis deskripsi pada Tabel 2, menunjukkan bahwa angka putus sekolah
pendidikan dasar pada masyarakat miskin di Kabupaten OI sebesar 14,2 persen. Hal
ini merupakan masalah yang masih perlu diperhatikan, karena angka ini masih relatif
tinggi jika dibandingkan dengan target capaian MDGs untuk Tahun 2015 yaitu tuntas
pendidikan dasar bagi semua (tidak ada lagi angka putus sekolah).
Tabel 3, menunjukkan bahwa persentase kepala keluarga (KK) dengan
tingkat pendidikan maksimum hanya sampai Tamat SD, sebesar 69,96%. Artinya
bahwa tingkat pendidikan KK di Kabupaten OI, masih banyak yang sangat rendah.
Tabel 3 juga menunjukkan rata-rata angka partisipasi sekolah tingkat SD (APM SD)
dan APM SMP untuk masing-masing kecamatan.
Rata-rata APM SD dari kelompok masyarakat miskin sebesar 83,33%. Angka
ini masih relatif jauh dari capaian APM SD Kabupaten OI (Bappenas, 2007) yaitu
90,44%, Nasional 98%. APM SMP kelompok miskin sebesar 67,33% dibawah
Kabupaten (71,2%), Provinsi (83,58%), dan Nasional (71,81%). Baik APM SD
maupun APM SMP, keduanya, masih relatif jauh dari target capaian MDGs (100%)
yang harus dicapai pada Tahun 2015.
Berdasarkan angka putus sekolah dan partisipasi sekolah pendidikan dasar ini,
maka pemecahan masalah putus sekolah perlu menjadi agenda dalam perencanaan
pembangunan pendidikan di Kabupaten OI, terutama pada kelompok masyarakat
miskin.
Asosiasi Masing-Masing Variabel dengan Status Putus Sekolah
Berdasarkan ukuran asosiasi masing-masing variabel bebas dengan status
putus sekolah, dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa variabel yang koefisien
asosiasinya paling besar dengan status putus sekolah anak, adalah Motivasi Anak
(0,388) dan signifikan dengan p-value = 0,000. Artinya, terdapat hubungan yang
signifikan tingkat motivasi anak dengan status putus sekolah pendidikan dasar,
meskipun hubungannya tidak kuat (hanya 0,39). Diikuti asosiasi yang signifikan dari
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1400
39. ISBN 978-602-98295-0-1
variabel-variabel lain, yaitu Tingkat Pendidikan Ayah, Pekerjaan Ibu, Jumlah Anak
dalam Keluarga, dan Status Bantuan Pendidikan.
Berdasarkan ukuran asosiasi dan pengujiannya pada Tabel 2, diperlukan
program-program penyuluhan untuk meningkatkan motivasi anak atau orang tua
terhadap pendidikan, khususnya bagi keluarga yang tergolong miskin. Hal ini
dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi angka putus sekolah dan
meningkatkan partisipasi sekolah pendidikan dasar pada masyarakat miskin di
Kabupaten OI.
Pemetaan Masalah Putus Sekolah Pendidikan Dasar antar Kecamatan di
Kabupaten Ogan Ilir
Hasil pemetaan Analisis Biplot pada Gambar 1, untuk masalah putus sekolah
pendidikan dasar antar wilayah kecamatan di Kabupaten OI, menunjukkan bahwa
dari 16 kecamatan yang ada, terbentuk lima kelompok kecamatan yang memiliki ciri
khas atau kemiripan antar kecamatan terhadap variabel yang diamati. Kelima
kelompok kecamatan itu adalah:
1) Kelompok pertama, Kecamatan Pemulutan Selatan, Rambang Kuang, Lubuk
Keliat, dan Pemulutan Barat.
Angka Putus SMP dan persentase kepala keluarga yang maksimum
berpendidikan SD, dari keempat kecamatan ini lebih banyak dibanding dengan
kelompok kecamatan lain.
2) Kelompok kedua, Kecamatan Tanjung Batu dan Pemulutan.
Kecamatan-kecamatan ini memiliki APM SD yang cenderung lebih tinggi
dibandingkan kecamatan lainnya
3) Kelompok ketiga, Kecamatan Muara Kuang, Kandis dan Rantau Panjang.
Kecamatan-kecamatan ini memiliki kemiripan dalam hal rendahnya APM SMP.
4) Kelompok keempat, Kecamatan Payaraman dan Inderalaya.
Kecamatan-kecamatan ini memiliki kemiripan dalam hal APM SD yang rendah.
5) Kelompok kelima, Kecamatan Rantau Alai, Sungai Pinang, Tanjung Raja,
Indralaya Selatan, dan Pemulutan.
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1401
40. ISBN 978-602-98295-0-1
Kelompok kecamatan ini memiliki kemiripan dalam hal APM SMP yang tinggi
dibandingkan dengan kecamatan lainnya.
Keragaman variabel-variabel putus sekolah pendidikan dasar antar
kecamatan, ditunjukkan oleh panjang pendeknya vektor untuk masing-masing
variabel pada Gambar 1, misalnya,
1) Variabel Putus SMP dan variabel APM SMP memiliki panjang vektor terbesar.
Artinya, bahwa angka putus sekolah SMP dan APM SMP antar kecamatan di
Kabupaten OI, relatif lebih heterogen.
2) Tetapi, variabel APM SD memiliki panjang vektor terkecil, artinya nilai APM SD
antar kecamatan di Kabupaten OI lebih homogen atau relatif lebih sama untuk
setiap kecamatannya.
Hubungan atau korelasi antar variabel dalam Gambar 1 diperlihatkan dengan
besarnya sudut yang dibentuk antar dua vektor variabel yang diamati. Misalnya,
1) Variabel Putus SD dan APM SD membentuk sudut hampir 180o, berarti kedua
variabel itu memiliki korelasi negatif yang cukup besar. Hal ini memberikan
makna bahwa angka putus sekolah tingkat SD berhubungan negatif dengan
APM SD, yaitu jika angka putus sekolah SD meningkat maka nilai APM SD
akan turun, demikian sebaliknya.
2) Lain halnya dengan variabel Putus SD dan Putus SMP, kedua variabel ini
berkorelasi lemah, karena terlihat dalam Gambar 1 sudut yang dibentuk kedua
variabel itu lebih mendekati 90o. Hal ini mengindikasikan bahwa naik turunnya
nilai salah satu variabel tidak berhubungan dengan naik turunnya nilai variabel
lainnya.
Berdasarkan hasil interpretasi dari Analisis Biplot di atas, dapat ditarik benang
merah permasalahan putus sekolah pendidikan dasar pada kelompok masyarakat
miskin, antar wilayah kecamatan di Kabupaten OI sebagai berikut.
1) Kecamatan Pemulutan Selatan, Rambang Kuang, Lubuk Keliat, dan
Pemulutan Barat, memerlukan perhatian lebih, khususnya pada masalah
tingginya angka putus sekolah SMP dan pendidikan kepala keluarga yang
rendah, yang hanya sampai tamat SD. Dengan kata lian, kelompok
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1402
41. ISBN 978-602-98295-0-1
kecamatan ini, masih memiliki penduduk miskin yang relatif lebih banyak
dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya.
2) Kecamatan Inderalaya dan Payaraman memerlukan upaya lebih untuk
menurunkan angka putus sekolah SD sehingga akan meningkatkan APM
SD, dimana masalah ini dapat berpengaruh pada meningkatnya angka
kemiskinan di kecamatan-kecamatan tersebut.
Dengan demikian, diharapkan pemerataan akses pendidikan akan dicapai untuk
semua lapisan, baik yang kaya atau pun yang miskin, sehingga pengentasan
kemiskinan melalui pembangunan pendidikan untuk mencapai kesejahteraan rakyat
dapat terwujud. Khususnya pada masyarakat miskin di Kabupaten Ogan Ilir
Sumatera Selatan.
Selanjutnya, mengenai permasalahan putus sekolah pendidikan dasar di
Kabupaten Ogan Ilir, dapat dilanjutkan dengan penelitian untuk dapat
mengungkapkan struktur hubungan faktor-faktor yang berkaitan dengan risiko putus
sekolah pendidikan dasar. Hal ini untuk mendapatkan faktor-faktor yang signifikan
berasosiasi dengan risiko putus sekolah, mulai dari yang hubungannya paling kuat
hingga yang paling lemah. Selain itu, untuk mengetahui besarnya peluang seorang
anak dari keluarga miskin untuk putus sekolah, dapat dilakukan penelitian untuk
membentuk model matematis berdasarkan faktor-faktor risiko yang signifikan
terhadap kejadian putus sekolah. Model ini dapat dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk mengantisipasi seorang anak yang berisiko putus sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Asmalaizza, 2009, Pemerataan Akses Pendidikan Bagi Masyarakat Miskin dan
Terpencil, http//www.asmalaizza.wordpress.com, diakses 26 Januari 2010.
Bappenas, 2006, Pro-Poor Planning & Budgeting, http//p3b.bappenas.go.id/OI_
Score_Card.pdf, diakses 4 Februari 2010
Bappenas, 2007, Menjawab Tantangan Tujuan Pembangunan Millennium (MDGs)
Pemerintah Daerah Kabupaten Ogan Ilir,
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1403
42. ISBN 978-602-98295-0-1
http//p3b.bappenas.go.id/loknas_wonosobo/content/docs/materi/18-
bappeda_ogan_ilir.pdf, diakses 4 Februari 2010
Cahyawati, D., 2007a, Karakteristik Anak Putus Sekolah Pendidikan Dasar (Kasus:
Analisis Data Susenas Tahun 2000 Provinsi Sumatera Selatan), Jurnal
Penelitian Sains, Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya, Palembang.
Cahyawati, D., 2007b, Pemodelan Masalah Risiko Putus Sekolah Pendidikan Dasar
(Kasus: Analisis Data Susenas Tahun 2000 Provinsi Sumatera Selatan),
Jurnal Ilmiah MIPA, Fakultas MIPA Universitas Lampung, Lampung.
Ditjen Dikti, 2009, Panduan Pelaksanaan Hibah Penelitian Potensi Pendidikan
Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2009, Ditjen Dikti Depdiknas, Jakarta.
Hair, F.J. et all, 2006, Mulltivariate Data Analysis, 6th ed, Pearson Prentice Hall, New
Jersey
Suyatno, 2009, Pangan dan Gizi sebagai Indikator Kemiskinan, FKM Universitas
Diponegoro, Semarang
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1404
43. ISBN 978-602-98295-0-1
PERANAN BUMD DALAM ERA OTONOMI DAERAH
Ilhamsyah Adenan
Fak. Ekonomi Jurusan Manajemen
Univ. PGRI Palembang
ABSTRAK
Kondisi perekonomian daerah berkaitan erat dengan kemampuan BUMD
dalam melaksanakan fungsinya belum secara optimal untuk melaksanakan
pelayanan sosial dan ekonomi atas dasar prinsip pelaku bisnis. Hal ini dipengarui
oleh faktor internal dan eksternal yang menyertai keberadaan BUMD untuk
melaksanakan perannya secara optimal. Faktor internal yang mempengarui secara
umum adalah landasan hukum yang belum relevan, belum memiliki visi dan strategi
bisnis, kuatnya campur tangan pemerintah daerah, kualitas SDM yang belum
profesionaal, akses permodalan yang terbatas, kesulitan akuntabilitas keuangan
serta kemampuan kemitraan dengan pelaku swasta yang sangat terbatas.
Penguatan BUMD dilandasi oleh rencana strategis dalam bentuk “coorporate
strategy” berdasarkan upaya pengembangan ekonomi daerah yang kondusif, memilki
semanagat kewirausahaan (core business) dan keunggulan kompetitif (competitive
advantage)
PENDAHULUAN
1.Dasar pemikiran
Dalam rangka pembaharuan dan penataan penyelenggara pemerintahan
terjadi pergeseran paradigma otonomi daerah dari pemerintahan sentralisasi menuju
pemerintahan desentralisasi dalam rangka mewujudkan “Good Govermence” dengan
cara mengembangkan keseimbangan domain sektor publik (Public sector),
kewirausahaan (private sector) dan masyarakat madani (civil society). Pergeseran
tersebut pada dasarnya mengisyaratkan secara kompleks, luas dan strategisnya
permasalahan otonomi daerah menuju kemandirian daerah dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Otonomi daerah dalam kontek hubungan yang serasi antara
Pemerintahan Pusat dengan daerah dan antar daerah (harmonization) yang
mengandung arti “sharing of power, distribution of income, democratization, fairnees
and empowering”
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1405
44. ISBN 978-602-98295-0-1
Otonomi daerah mengandung makna bahwa kewenangan dan keleluasaan
daerah baik secara politik, ekonomi, yuridis, administrasi serta sosial budaya sesuai
dengan potensi untuk memanfaatkan, menggali dan mengembangkan daerah secara
optimal, sinergis dan internal melalui “regional or local development” yang
berwawasan lingkungan .
Otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah otonom (Propinsi,
Kabupaten dan Kota) untuk mengatur serta mengurus kepentingan masyarakat
setempat (local society interest) menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan. Berdasarkan pendekatan
konsepsional dalam membangun otonomi daerah minimal terdapat elemen utama
yang bersifat integrative yaitu: kewenangan, kelembagaan pemerintah daerah,
manajemen dan aparatur daerah, sumber keuangan, perwakilan rakyat daerah,
wilayah, lingkungan masyarakat dan pelayanan umum.
Kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No 22 dan No 25 tahun 1999
beserta peraturan pelaksanaannya, dipandang sebagai paradigma baru
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat desentralistik dengan prinsip
demokrasi pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, keanekaragaman
potensi daerah menuju kesejahteraan masyarakat dalam wadah Negara Kesatuan RI
(autonomy of integrity), kebijakan otonomi tersebut merupakan proses dimensional
yang mengandung muatan kompleks serta membutuhkan pengembangan kapasitas
daerah (Capacity building) baik dari aspek sistem perundangan, kinerja kelembagaan
daerah dan kualitas SDM, maupun masyarakat secara konduksif atas dasar kearifan
dan kemandirian lokal. Kebijakan strategis pengembangan otonomi daerah diarahkan
pada pemberdayaan kelembagaan pemerintah daerah, aparatur pemerintahan
daerah, DPRD dan masyarakat untuk menggali, memelihara dan mengembangkan
potensi daerah.
Sejalan dengan kebijakan pemulihan ekonomi, maka pembangunan ekonomi
daerah untuk memanfaatkan dan mengembangkan potensi daerah secara optimal
yang dilakukan oleh pelaku ekonomi berdasarkan prinsip ekonomi kerakyatan.
Pemerintah daerah dalam pengembangan ekonomi daerahnya, mempunyai posisi
strategis untuk mengembangkan Badan Usaha Milik Daerah. Tujuan pembentukkan
Prosiding Seminar Nasional, 13-14 Desember 2010 1406