Dokumen tersebut membahas tentang sistem pengkodean data untuk pengiriman data antar komputer. Beberapa poin utama yang dijelaskan adalah definisi karakter data, macam-macam kode pengkodean seperti ASCII dan Baudot, serta penjelasan tentang teknik pengkodean digital seperti NRZ, Manchester, dan B8ZS.
1. SISTEM PEN GKODEAN DATA
Dalam penyaluran data antar komputer, data yang disalurkan harus dimengerti oleh
masing-masing perangkat baik oleh pengirim maupun penerima. Untuk itu digunakan system
sandi sesuai standard. Suatu karakter didefinisikan sebagai huruf, angka,tanda aritmetik dan
tanda khusus lainya.
MACAM-MACAM KODE
1. Kode Baudot
Berawal dari kode morse. Ada kode 4-an, 5-an, 6-an, dan 8-an yang digunakan untuk
pengiriman telegraph yang disimpan di pita berupa lubang tutup. Untuk lubang sebanyak 6x
berturut-turut disebut sebagai kode 6-an. Begitu juga yang lainya. Kode ini juga digunakan
sebagai satuan kecepatan pengiriman data. Kode baudot ini ada sejak 1838 ditemukan oleh
Frenchman Emile Baudot sebagai bapak komunikasi data. Terdiri dari 5 bit perkarakter (sehingga
dapat dibuat 32 karakter) dan untuk membedakan huruf dengan gambar dipakai kode khusus,
yakni 111111 untuk letter dan 11011 untuKode ASCII
2. Standard Code (Americank figure. for Information Interchange)
Didefinisikan sebagai kode 7 bit (sehingga dapat dibuat 128 karakter). Masing-masing
yaitu 0-32 untuk karakter kontrol (unprintable) dan 32-127 untuk karakter yang tercetak
(printable). Dalam transmisi synkron tiga karakter terdiri dari 10 atau 11 bit : 1 bit awal, 7 bit
data, 1 atau 2 bit akhir dan 1 bit paritas.
3. Kode 4 atau Kode 8
Kombinasi yang diijinkan adalah 4 bit “1” dan 4 bit “0” sehingga dapat dibuat kombinasi
70 karakter.
4. Kode BCD (binary code desimal)
Terdiri dari 6 bit perkarakter dengan kombinasi 64 karakter. Untuk asynkron terdiri dari 9
bit: 1 bit awal, 6 bit data, 1 bit paritas dan 1 bit akhir.
5. Kode EBCID
Menggunakan 8 bit perkarakter dengan 256 kombinasi karakter.
Asynkron: 1 bit awal, 8 bit data, 1 bit paritas dan 1 bit akhir.
PENGGUNAAN SISTEM PENGKODEAN
2. Sejak ditemukannya radio maka penggunaannya semakin lama semakin banyak dan
berbagai macam. Hal ini menimbulkan permasalahan yaitu padatnya jalur komunikasi yang
menggunakan radio. Bisa dibayangkan jika pada suatu kota terdapat puluhan stasiun pemancar
radio FM dengan bandwidth radio FM yang disediakan antara 88 MHz – 108 MHz. Tentunya
ketika knob tunning diputar sedikit maka sudah ditemukan stasiun radio FM yang lain. Ini belum
untuk yang lain seperti untuk para penggemar radio kontrol yang juga menggunakan jalur radio.
Bahkan untuk pengontrollan pintu garasi juga menggunakan jalur radio. Jika kondisi ini tidak
ada peraturannya maka akan terjadi tumpang tindih pada jalur radio tersebut. Alternatifnya
dengan menggunakan cahaya sebagai media komunikasinya. Cahaya dimodulasi oleh sebuah
sinyal carrier seperti halnya sinyal radio dapat membawa pesan data maupun perintah yang
banyaknya hampir tidak terbatas dan sampai saat ini belum ada aturan yang membatasi
penggunaan cahaya ini sebagai media komunikasi.
Gambar 1
Spektrum Cahaya dan Respon Mata Manusia
Pada dasarnya penggunaan modulasi cahaya penggunaannya tidak ada batasnya namun
modulasinya harus menggunakan sinyal carrier yang frekuensinya harus sangat tinggi yaitu
dalam orde ribuan megahertz. Biasanya modulasi dengan frekuensi carrier yang tinggi ini
digunakan untuk madulasi sinar laser atau pada transmisi data yang menggunakan media
fiberoptic sebagai media perantaranya. Untuk transmisi data yang menggunakan media udara
sebagai media perantara biasanya menggunakan frekuensi carrier yang jau lebih rendah yaitu
sekitar 30KHz sampai dengan 40KHz. Infra merah yang dipancarkan melalui udara ini paling
efektif jika menggunakan sinyal carrier yang mempunyai frekuensi di atas.
Gambar 2
Pulse-Space Terminologi
Pengkodean pada remote infra merah pada dasarnya ada tiga macam dan semuanya berdasarkan
pada panjang jarak antar pulsa atau pergeseran urutan pulsa.
3. ♦ Pulse-Width Coded Signal. Pada pengkodean ini panjang pulsa merupakan kode
informasinya. Jika panjang pulsa ‘pendek’ (kira-kira 550us) maka dikatakan sebagai logika
‘L’ tetapi jika panjang pulsa ‘panjang’ (kira-kira 2200us) maka menyatakan logika ‘H’.
Gambar 3
Pulse Width Coded Signals
♦ Space-Coded Signals. Pada pengkodean ini didasarkan pada panjang/pendek space. Jika
panjang pulsa sekitar 550us atau kurang maka dinyatakan sebagai logika ‘L’ sedangkan jika
panjang space lebih dari 1650us maka dinyatakan sebagai logika ‘H’.
Gambar 4
Space Width Coded Signal
♦ Shift Coded Signal. Pengkodean ini ditentukan pada urutan pulsa dan space. Pada saat ‘space’
pendek, kurang dari 550us dan ‘pulse’ panjang, lebih dari 1100us maka dinyatakan sebagai
logika ‘H’. Tetapi sebaliknya jika ‘space’ panjang dan ‘pulse’ pendek maka dinyatakan
sebagai logika ‘L’.
Gambar 5
Shift Coded Signal
Pengkodean ini merupakan hal yang sangat penting karena tanpa mengetahui sistem pengkodean
pada sisi transmitter infra merah maka disisi receiver tidak bisa mendekodekan data/perintah apa
yang dikirmkan. Selain itu didalam pengkodean ini perlu disisipkan suatu data yang dinamakan
sebagai ‘device address’ sebelum data atau perintah. Device addres ini menyatakan nomor
alamat peralatan jika terdapat lebih dari satu alat yang dapat dikendalikan oleh sebuah remote
kontrol pada suatu area tertentu.
4. Gambar 6
Konverter Sinyal Suara Menjadi Frekuensi
Untuk transmisi sinyal suara biasanya digunakan rangkaian voltage to frequency converter yang
berfungsi untuk merubah tegangan sinyal suara menjadi frekuensi. Dan jika sinyal ini
dimodulasikan sengan sinyal carrier maka akan menghasilkan suatu modulasi FM. Modulasi
jenis ini lebih disukai karena paling kebal terhadap perubahan amplitudo sinyal apabila sinyal
mengalami gangguan di udara.
MACAM-MACAM KODE
1. Kode Baudot
Berawal dari kode morse. Ada kode 4-an, 5-an, 6-an, dan 8-an yang digunakan untuk
pengiriman telegraph yang disimpan di pita berupa lubang tutup. Untuk lubang sebanyak 6x
berturut-turut disebut sebagai kode 6-an. Begitu juga yang lainya. Kode ini juga digunakan
sebagai satuan kecepatan pengiriman data. Kode baudot ini ada sejak 1838 ditemukan oleh
Frenchman Emile Baudot sebagai bapak komunikasi data. Terdiri dari 5 bit perkarakter (sehingga
dapat dibuat 32 karakter) dan untuk membedakan huruf dengan gambar dipakai kode khusus,
yakni 111111 untuk letter dan 11011 untuKode ASCII
2. Standard Code (Americank figure. for Information Interchange)
Didefinisikan sebagai kode 7 bit (sehingga dapat dibuat 128 karakter). Masing-masing yaitu
0-32 untuk karakter kontrol (unprintable) dan 32-127 untuk karakter yang tercetak (printable).
Dalam transmisi synkron tiga karakter terdiri dari 10 atau 11 bit : 1 bit awal, 7 bit data, 1 atau 2
bit akhir dan 1 bit paritas.
3. Kode 4 atau Kode 8
Kombinasi yang diijinkan adalah 4 bit “1” dan 4 bit “0” sehingga dapat dibuat kombinasi 70
karakter.
5. 4. Kode BCD (binary code desimal)
Terdiri dari 6 bit perkarakter dengan kombinasi 64 karakter. Untuk asynkron terdiri dari 9 bit: 1
bit awal, 6 bit data, 1 bit paritas dan 1 bit akhir.
5. Kode EBCID
Menggunakan 8 bit perkarakter dengan 256 kombinasi karakter.
Asynkron: 1 bit awal, 8 bit data, 1 bit paritas dan 1 bit akhir.
Penggunaan Sistem Pengkodean Data
1. Sinyal Digital
Discrete, deretan voltase yang terputus-putus
Tiap pulsa merupakan elemen sinyal
Data biner ditransmisikan melalui pengkodean kedalam bentuk elemen sinyal
2. Unipolar
Semua elemen sinyal mempunyai tanda yang sama
Teknik Pengkodean
1. Nonreturn to Zero-Level (NRZ-L)
- Voltase yang berbeda bagi bit 0 dan 1
- Voltase konstan selama interval bit tidak ada transisi (tidak - kembali ke level voltase 0)
- Sebagai contoh ketiadaan voltase untuk biner 0, dan voltase positif konstan untuk biner 1
- Umumnya voltase negatif bagi biner 1 dan voltase positif untuk yang lainnya.
2. Nonreturn to Zero Inverted (NRZI)
- Voltase pulsa konstan untuk durasi waktu bit
- Data encode ditandai kehadiran atau ketidakhadiran transisi sinyal pada permulaan waktu bit
- Transisi (rendahke tinggi atau tinggi ke rendah) menunjukkan biner 1
- Tidak ada transisi menunjukkan biner 0
- Merupakan contoh pengkodean differensial
3. Bipolar –AMI
a. Pseudoternary
- Biner 1 menyatakan tidak ada sinyal
- Biner 0 menyatakan pulsa yang berganti-ganti negatif dan positif
- Tidak ada kelebihan atau kekurangan dibandingkan dengan bipolar AM
b. Manchester
- Transisi di tengah-tengah setiap periode bit
- Transisi bermanfaat sebagai mekanisme detak dan data
- Transisi rendah ke tinggi menyatakan biner 1
- Transisi tinggi ke rendah menyatakan biner 0
- Digunakan untuk standard IEEE 802.3
c. Differential Manchester
- Transisi pertengahan bit digunakan untuk menyatakan detak
- Transisi pada permulaan periode bit menyatakan 0
- Ketiadaan transisi pada permulaan periode bit menyatakan 1
6. - Digunakan pada IEEE 802.5
d. B8ZS
- Bipolar With 8 Zeros Substitution
- Berdasarkan pada bipolar-AMI
- Bila oktaf dari 0 muncul dan pulsa voltase terakhir positif maka dihasilkan 8 nol oktaf yang
ditandai dengan 000+-0-+
- Bila oktaf dari nol muncul dan pulsa voltase terakhir negatif maka dihasilkan 8 nol oktaf yang
ditandai dengan 000-+0+-
- Menyebabkan 2 kode penyimpangan pada AMI
- Tidak mungkin disebabkan oleh derau
- Receiver mendeteksi dan mengartikan oktaf berisi semua nol
e. HDB3
- High Density Bipolar 3 Zeros
- Berdasarkan bipolar-AMI
- String dari 4 nol menyatakan 1 atau 2 pulsa