FREKUENSI MARITIM]Judul singkat yang saya sarankan untuk dokumen pertama adalah:[JUDUL] Penggunaan Frekuensi MaritimJudul ini menggunakan kurang dari dan secara optimal merefleksikan isi dokumen yang membahas penggunaan spektrum frekuensi untuk keperluan dinas maritim
Dokumen tersebut membahas penggunaan spektrum frekuensi untuk keperluan dinas maritim di Indonesia. Secara garis besar dibahas mengenai transportasi laut di Indonesia, sistem komunikasi maritim, Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS), spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk keperluan maritim, kebijakan pemerintah terkait penggunaan spektrum frekuensi, dan penerimaan negara bukan pajak dari sektor mar
Ähnlich wie FREKUENSI MARITIM]Judul singkat yang saya sarankan untuk dokumen pertama adalah:[JUDUL] Penggunaan Frekuensi MaritimJudul ini menggunakan kurang dari dan secara optimal merefleksikan isi dokumen yang membahas penggunaan spektrum frekuensi untuk keperluan dinas maritim
SMK-MAK kelas10 smk nautika kapal penangkap ikan bambang indrasekolah maya
Ähnlich wie FREKUENSI MARITIM]Judul singkat yang saya sarankan untuk dokumen pertama adalah:[JUDUL] Penggunaan Frekuensi MaritimJudul ini menggunakan kurang dari dan secara optimal merefleksikan isi dokumen yang membahas penggunaan spektrum frekuensi untuk keperluan dinas maritim (20)
FREKUENSI MARITIM]Judul singkat yang saya sarankan untuk dokumen pertama adalah:[JUDUL] Penggunaan Frekuensi MaritimJudul ini menggunakan kurang dari dan secara optimal merefleksikan isi dokumen yang membahas penggunaan spektrum frekuensi untuk keperluan dinas maritim
4. iv
PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI
UNTUK KEPERLUAN
DINAS MARITIM
@ Hak Cipta Dilindungi Undang – Undang. Dilarang memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun
mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan sistem penyimpanan
lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.
Diterbitkan oleh Puslitbang SDPPI, Badan Penelitian dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia – Kementerian Komunikasi dan Informatika
Cetakan Pertama
Desember 2011
5. i
SAMBUTAN
KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga buku “Penggunaan Spektrum
Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim” dapat diterbitkan.
Penerbitan buku ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai
penggunaan spektrum frekuensi khususnya untuk keperluan dinas maritim.
Sebagaimana kita ketahui, spektrum frekuensi merupakan salah satu sumber daya
terbatas, sangat vital dan merupakan aset nasional yang memerlukan kehati-hatian
dalam mengaturnya. Untuk itu diperlukan suatu kegiatan manajemen spektrum
frekuensi dari suatu tahapan perencanaan hingga pendistribusian ketersediaan untuk
keperluan penyelenggaraan komunikasi maritim yang dalam implementasinya
diperlukan koordinasi dengan instansi terkat lainnya serta perlu dicermati
harmonisasi terkait peraturan yang dikeluarkan instansi terkait.
Alokasi spektrum frekuensi untuk keperluan dinas maritim dapat dimanfaatkan
secara maksimal oleh pengguna frekuensi maritim terutama perusahaan-perusahaan
pelayaran, nelayan kecil atau pelayaran rakyat sehingga dapat mendukung sarana
keselamatan dan komunikasi serta kegiatan ekonomi di maritim.
Besar harapan kami buku ini dapat dimanfaatkan untuk menambah wawasan dan
pengetahuan masyarakat, kalangan akademisi, dunia usaha dan para pembaca
tentang penggunaan spektrum frekuensi khususnya untuk keperluan dinas maritim.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Menteri Komunikasi dan
Informatika yang telah memberikan kepercayaan dan arahan kepada kami dalam
penerbitan buku ini dan kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya
Perangkat Pos dan Informatika yang telah menerbitkan buku ini dan seluruh pihak
yang telah mendukung serta membantu penyelesaian buku “Penggunaan Spektrum
Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim”.
Jakarta, Desember 2011
KEPALA BADAN LITBANG SDM
AIZIRMAN DJUSAN
6. ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya
Perangkat Pos dan Informatika – Badan Litbang SDM dapat menyusun dan
menerbitkan buku “Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas
Maritim”.
Buku ini merupakan naskah publikasi dari Studi Penggunaan Spektrum Frekuensi
Untuk Keperluan Dinas Maritim yang telah dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika – Badan Litbang SDM
bekerjasama dengan PT IMT Mitra Solusi.
Buku ini terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu gambaran umum, pengumpulan data,
pembahasan, kesimpulan dan saran.
Besar harapan kami buku ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
masyarakat pada umumnya dan para pembaca khususnya. Kami menyadari bahwa
buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan masukan
yang konstruktif dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini, tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Menteri Komunikasi dan Informatika, Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika, Para Direktur
Jenderal, Para Staf Ahli dan Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika yang
telah memberikan kepercayaan dan arahan kepada kami dalam penerbitan buku ini.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
mendukung serta membantu penyelesaian buku Penggunaan Spektrum Frekuensi
Untuk Keperluan Dinas Maritim”.
Jakarta, Desember 2011
KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN PERANGKAT POS
DAN INFORMATIKA
BARINGIN BATUBARA
7. iii
DAFTAR ISI
SAMBUTAN.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................v
DAFTAR TABEL........................................................................................................vi
DAFTAR ISTILAH................................................................................................... vii
BAB I GAMBARAN UMUM......................................................................................1
1.1 Transportasi Maritim di Indonesia..................................................1
1.2 Pelayaran Rakyat ............................................................................3
1.3 Telekomunikasi Pelayaran..............................................................7
1.4 Global Maritime Distress Safety System (GMDSS) ....................10
1.5 Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) untuk
Stasiun Radio Pantai (SROP) .......................................................28
1.6 Spektrum Frekuensi Radio............................................................31
1.7 Sistem Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio. ..........................31
1.8 Pengaturan Penggunaan Spektrum Frekuensi Maritim Berdasarkan
Radio Regulation ITU...................................................................33
1.9 Spektrum Frekuensi di Indonesia .................................................33
1.10 Kebijakan-Kebijakan Pemerintah dalam Penggunaan Spektrum
Frekuensi untuk Keperluan Maritim.............................................37
1.11 PNBP untuk Pengguan Spektrum Frekuensi Radio pada Dinas
Maritim .........................................................................................40
BAB II HASIL PENGUMPULAN DATA ................................................................45
2.1 Hasil In depth Interview ...............................................................45
2.2 Hasil FGD.....................................................................................57
2.2.1 Hasil FGD di Jakarta.....................................................................57
2.2.2 Hasil FGD di Medan.....................................................................59
2.2.3 Hasil FGD di Surabaya.................................................................60
2.3 Hasil Quesioner Kualitas Pelayanan Maritim...............................62
BAB III ANALISIS....................................................................................................65
3.1 Pembahasan Hasil FGD................................................................65
3.2 Pembahasan Hasil In Depth Interview..........................................67
3.3 Pembahasan Permasalahan ...........................................................72
8. iv
3.3.1 Evaluasi Terhadap Implementasi Kebijakan-kebijakan Pemerintah
Terkait Penggunaan Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim .73
3.3.1.1 Kebijakan dari Kementrian Perhubungan.....................................74
3.3.1.2 Kebijakan dari Kementrian Komunikasi dan Informasi...............75
3.3.2 Persepsi Pengguna Frekuensi Maritim terhadap Layanan yang
Diberikan oleh Pemerintah ...........................................................80
3.3.2.1 Persepsi Pengguna frekuensi Maritim dilihat dari tiap Dimensi
untuk (Importance Performance Anlysis).....................................89
3.3.2.2 Persepsi Pengguna Frekuensi Maritim dilihat dari Indikator per
Dimensi.........................................................................................93
3.3.2.3 Analisa Importance Performance Analysis Perindikator dalam
dimensi..........................................................................................97
3.3.3 Koordinasi antara Pemerintah dan Pemangku Kepentingan
Penggunaan Frekuensi Radio......................................................102
3.3.4 Harmonisasi Peraturan Terkait dengan Telekomunikasi Maritim104
3.3.5 Penerapan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio untuk Dinas Maritim.......................105
3.3.6 Pengawasan dan Pengendalian Frekuensi untuk Dinas Maritim
(Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika maupun
Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan serta
Kementerian Kelautan dan Perikanan)Error! Bookmark not defined.
3.3.7 Optimalisasi Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit
Satelit ..........................................................................................110
3.3.8 Pemanfaatan Frekuensi Lain untuk Mendukung Kegiatan Dinas
Maritim .......................................................................................111
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................113
4.1 Kesimpulan .................................................................................113
4.2 Saran/ Rekomendasi ...................................................................116
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................120
9. v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1-1. Sistem Komunikasi Maritim.......................................................... 8
Gambar 1-2. Masterplan VTS dan INDOSREP................................................. 9
Gambar 1-3. Konfigurasi Ship Reporting System di Indonesia ........................ 10
Gambar 1-4. Lokasi Stasiun Radio Pantai GMDSS di Indonesia..................... 29
Gambar 1-5. GMDSS Coverage Area A1 ........................................................ 30
Gambar 1-6. GMDSS Coverage Area A2 ........................................................ 30
Gambar 1-7. Spektrum frekuensi Radio ........................................................... 31
Gambar 1-8. Sistem Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio .......................... 32
Gambar 1-9. Komposisi Penggunaan Frekuensi menurut Service dan
Subservice-nya tahun 2010. ......................................................... 37
Gambar 1-10. Peraturan-peraturan terkait dengan Spektrum Frekuensi Radio.. 39
Gambar 1-11. Data Historis Realisasi PNBP bidang Postel 2005-2010............. 41
Gambar 1-12. Proses Perijinan Maritim ............................................................. 44
Gambar 2-1. Scatter Diagram FGD Jakarta ..................................................... 58
Gambar 2-2. Scatter Diagram FGD Medan...................................................... 60
Gambar 2-3. Scatter Diagram FGD Surabaya.................................................. 62
Gambar 3-1. Gambaran umum Keterkaitan antara Pemerintah dan Pengguna
Spektrum Frekuensi Maritim....................................................... 72
Gambar 3-2. Gambaran Evaluasi Implementasi Kebijakan Pemerintah terkait
dengan Penggunaan Frekuensi untuk Keperluan Dinas Maritim 73
Gambar 3-3. Triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data ...................... 76
Gambar 3-4. Proses Permohonan Izin Frekuensi Radio Maritim....................... 77
Gambar 3-5. Penyebaran Anggota INSA berdasarkan Provinsi....................... 81
Gambar 3-6. Populasi INSA Daerah Penelitian................................................ 81
Gambar 3-7. Jumlah Sampel Daerah penelitian................................................ 82
Gambar 3-8. Dimensi Assurance ...................................................................... 83
Gambar 3-9. Dimensi Emphaty......................................................................... 84
Gambar 3-10. Dimensi Reliability ...................................................................... 85
Gambar 3-11. Dimensi Responsiveness.............................................................. 87
Gambar 3-12. Dimensi Tangible......................................................................... 88
Gambar 3-13. Diagram Kartesius Dimensi Kualitas Layanan Frekuensi untuk
Keperluan Dinas Maritim ............................................................ 92
Gambar 3-14. Diagram Kartesius ....................................................................... 93
Gambar 3-15. Analisa Kuadran pada Dimensi Assurance.................................. 97
Gambar 3-16. Analisa Kuadran pada Dimensi Empahty.................................... 98
Gambar 3-17. Analisa Kuadran pada Dimensi Reliability.................................. 99
Gambar 3-18. Analisa Kuadran pada Dimensi Responsiveness ....................... 100
Gambar 3-19. Analisa Kuadran pada Dimensi Tangible.................................. 101
Gambar 3-20. Hubungan antara Pemerintah dan Pemangku Kepentingan
Penggunaan Frekuensi Radio..................................................... 102
Gambar 3-21. Koordinasi yang terkait dengan Pengawasan Penggunaan
Spektrum frekuensi radio Maritim............................................. 103
Gambar 3-22. Koordinasi antara Hubla dan SDPPI ......................................... 104
10. vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1-1. Jumlah Kapal Berdasarkan Jenis Pelayarannya............................. 2
Tabel 1-2. Jumlah Armada Angkutan Laut Menurut Jenis Pelayaran ............ 5
Tabel 1-3. Jumlah Perusahaan Angkutan Laut menurut Jenis Pelayaran ....... 5
Tabel 1-4. Jumlah Perusahaan Pelayaran menurut Provinsi ........................... 6
Tabel 1-5. Produksi Angkutan Laut di Indonesia ........................................... 6
Tabel 1-6. Kanal Maritim di Pita MF............................................................ 13
Tabel 1-7. Kanal Maritim di Pita HF ............................................................ 14
Tabel 1-8. Kanal Maritim di Pita VHF ......................................................... 23
Tabel 1-9. Jumlah Penggunaan Frekuensi (ISR) berdasarkan pita Frekuensi33
Tabel 1-10. Penggunaan Pita Frekuensi per Provinsi pada tahun 2010.......... 34
Tabel 1-11. Jumlah penggunaan kanal frekuensi menurut service 2008–2010
..................................................................................................... 35
Tabel 1-12. Pengguna Pita Frekuensi per Propinsi Tahun 2010..................... 36
Tabel 1-13. Realisasi PNBP Bidang Pos dan Telekomunikasi 2005- 2010.... 41
Tabel 2-1. Hasil In depth Interview di Jakarta ............................................. 46
Tabel 2-2. Hasil In depth Interview di Medan .............................................. 48
Tabel 2-3. Hasil In depth Interview di Surabaya........................................... 50
Tabel 2-4. Hasil In depth Interview di Makassar .......................................... 52
Tabel 2-5. Hasil In depth Interview di Manado ............................................ 53
Tabel 2-6. Hasil In depth intervew dengan Ir. Tulus Rahardjo (Direktur
Pengendalian SDPPI, Ditjen Sumberdaya Perangkat Pos dan
Informatika, Kementerian Kominfo) ........................................... 55
Tabel 2-7. Matrik Penilaian Pengaruh dan Ketergantungan FGD Jakarta.... 57
Tabel 2-8. Matrik Klasifikasi Faktor FGD Jakarta ....................................... 58
Tabel 2-9. Matrik Penilaian Pengaruh dan Ketergantungan FGD Medan .... 59
Tabel 2-10. Matrik Klasifikasi Faktor FGD Medan........................................ 59
Tabel 2-11. Matrik Penilaian Pengaruh dan Ketergantungan FGD Surabaya 61
Tabel 2-12. Matrik Klasifikasi Faktor FGD Surabaya.................................... 61
Tabel 2-13. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan ............................ 63
Tabel 3-1. Resume Faktor-faktor yang berpengaruh pada pemanfaatan
Spektrum Frekuensi Radio Maritim dari Hasil FGD................... 65
Tabel 3-2. Daftar Peraturan-peraturan pemerintah dari Kemenhub dan
Kemenkominfo terkait dengan Spektrum Frekuensi Maritim ..... 74
Tabel 3-3. Nilai Rata-rata Persepsi, Harapan, dan Kesenjangan Kualitas
Pelayanan..................................................................................... 90
Tabel 3-4. Tingkat Kesesuaian Antara Persepsi dan Harapan Dimensi........ 91
Tabel 3-5. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk Kuadran I 94
Tabel 3-6. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk Kuadran II94
Tabel 3-7. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk Kuadran III
..................................................................................................... 95
Tabel 3-8. Rata-rata Kepentingan dan Kinerja Pelayanan Untuk Kuadran IV
..................................................................................................... 96
Tabel 3-9. Penggunaan Kanal Frekuensi radio Maritim untuk Komersial . 106
11. vii
DAFTAR ISTILAH
ADSL : Asynchronuos Digital Subscriber Line
adalah sebuah teknologi interkoneksi data yang hanya menggunakan
kabel telepon biasa dengan kecepatan maximum Dowstream Up To 8
Mbps dengan jarak maksimal sekitar 1.820 Meter, dan kecepatan
maximum Upstream Up To 640 Kbps.
AOC : Aeronautical Operational Control
adalah komunikasiyang mendukungkeselamatan
danketeraturanpenerbanganyang biasanyaterjadi antarapesawat
danoperator
APC : Aeronautical Passenger Communication (a class of communication
which supports passenger communication)
AAC :Aeronautical Administrative Communication (a class of
communication which supports administrative communication)
ARE : Approved Radio Engineer
ARC : Approved Radio Certifier
BHP : Biaya Hak Penggunaan Frekuensi
adalah bentuk kewajiban bagi pengguna spektrum frekuensi radio
BSS : Broadcast Satellite Services
Broadcasting Satellite Services (BSS) or Direct-broadcast Satellite
Service (DBS) networks transmit broadcast and television signals
from a large central Earth station, via a satellite to relatively simple
receive-only Earth stations.
BTS : Base Transceiver System
adalah perangkat dalam suatu jaringan telekomunikasi seluler yang
berbentuk sebuah tower dengan ketinggian tertentu lengkap dengan
antena pemancar dan penerima serta perangkat telekomunikasi di
dalam suatu shelternya.
BWA : Broadband Wireless Access
refers to technology that provides high-speed wirelessInternet access
or computer networking access over a wide area.
CAGR : Compound Average Growth Rate
is a business and investing specific term for the smoothed annualized
gain of an investment over a given time period
CDMA : Code Division Multiple Access
adalah sebuah bentuk pemultipleksan dan sebuah metode akses
secara bersama yang membagi kanal tidak berdasarkan waktu atau
frekuensi, namun dengan cara mengkodekan data dengan sebuah
kode khusus yang diasosiasikan dengan tiap kanal yang ada dan
12. viii
menggunakan sifat-sifat interferensi konstruktif dari kode-kode
khusus itu untuk melakukan pemultipleksan.
DIMRS : Digital Integrated Mobile Radio System
Ditjen Hubla : Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
Ditjen Hubud : Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
DSC : Digital Selective Calling
is a standard for sending pre-defined digital messages via the
medium frequency (MF), high frequency (HF) and very high
frequency (VHF) maritime radio systems. It is a core part of the
Global Maritime Distress Safety System (GMDSS).
EDACS : Enhance Digital Access Communication System
is a radio communications protocol that held significant market
share.
EHF : Extremely High Frequency
is the highest radio frequencyband with a range of 30,000 to 300,000
megahertz.
ELT : Emergency Locator Transmitter
adalah sebuah alat pemancar kecil yang dilengkapi antena dan akan
memancar secara terus menerus jika alat tersebut basah terkena air
laut atau hempasan dan benturan yang cukup kuat (G Switch) dan
merupakan perlengkapan emergency pada setiap pesawat udara
dengan berbagai tipe pesawat dengan ukuran badan pesawat seperti
Boeing 737- 400.
FSS : Fixed Satellite Services
is the official classification (used chiefly in North America) for
geostationarycommunications satellites used for broadcast feeds for
television stations and radio stations and broadcast networks, as
well as for telephony, telecommunications and data communications.
FWA : Fixed Wireless Access
adalah jaringan telepon tetap, yang tidak menggunakan kabel yang
juga dikenal dengan Radio in the Local Loop (RLL) atau Wireless
Local Loop (WLL)digunakan sebagi pengganti kawat tembaga atau
sebagian bagian local loop pada jaringan telepon.
GMDSS : Global Maritime Distress and Safety Services
adalah sistem telekomunikasi marabahaya dan keselamatan secara
menyeluruh dalam dunia pelayaran yang berlaku di dunia dengan
menggunakan jaringan radio terestrial maupun satelit.
13. ix
GSM : Global System for Mobile
is a standard set developed by the European Telecommunications
Standards Institute (ETSI) to describe technologies for second
generation (or "2G") digital cellular networks.
HF : High Frequency
is radio frequencies band with a range of 3 and 30 MHz.
ICAO : International Civil Aviation Organization
adalah sebuah lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
mengembangkan teknik dan prinsip-prinsip navigasi udara
internasional serta membantu perkembangan perencanaan dan
pengembangan angkutan udara internasional untuk memastikan
pertumbuhannya terencana dan aman.
IDRA : Integrated Digital Radio
IEEE : Institute of Electrical Engineering
is the world’s largest professional association dedicated to
advancing technological innovation and excellence for the benefit of
humanity.
ILS : Instrument Landing System
is a ground-based instrument approach system that provides
precision guidance to an aircraft approaching and landing on a
runway, using a combination of radio signals and, in many cases,
high-intensity lighting arrays to enable a safe landing during
instrument meteorological conditions (IMC), such as low ceilings or
reduced visibility due to fog, rain, or blowing snow.
IMO : International Maritime Organization
adalah merupakan salah satu Badan Khusus Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB) yang menangani masalah-masalah kemaritiman.
IMSIP : Internet Protocol Multimedia Subsystems
adalah arsitektur jaringan telekomunikasi yang berbasis pada
multimedia IP (internet protocol).
INMARSAT : International Maritime Satellite
IPSFR :Izin Pita Spektrum Frekuensi Radio
IPP : Izin Penyelenggaraan Penyiaran
ISR : Ijin Stasiun Radio
ITU : International Telecommunication Union
dalah sebuah organisasi internasional yang didirikan untuk
membakukan dan meregulasi radio internasional dan telekomunikasi.
KRAP : Komunikasi Radio Antar Penduduk
14. x
LF : Low Frequency
refers to radio frequencies (RF) in the range of 30 kHz–300 kHz.
LTE : Long Term Evolution
is a 4G wireless broadband technology developed by the Third
Generation Partnership Project (3GPP), an industry trade group.
MF : Medium Frequency
refers to radio frequencies (RF) in the range of 300 kHz to 3 MHz.
MSI : Maritime Safety Information
is information that is broadcast to mariners by official agencies for
their safety.
MSS : Mobile Satellite Services
refers to networks of communications satellites intended for use with
mobile and portable wireless telephones.
NAVTEX : Navigational Telex
is an international automated medium frequency direct-printing
service for delivery of navigational and meteorological warnings and
forecasts, as well as urgent marine safety information to ships.
NBDP : Narrow Band Direct Printing
is an automated direct printing service similar to NAVTEX, but does
not offer all of the same functionality such as avoiding repeated
messages.
NGN : Next Generation Network
is a broad term used to describe key architectural evolutions in
telecommunicationcore and access networks.
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
Permen :Peraturan Menteri
PM :Peraturan Menteri
PK : Penyedia Konten
PS : Penyedia Program Siaran
PDCA : Plan Do Check Act
is an iterative four-step management process typically used in
business, also known as the Deming circle/cycle/wheel, Shewhart
cycle, control circle/cycle, or plan–do–study–act (PDSA).
PMx : Penyedia Multiplexing
PM : Penyedia Menara
PNBP : Pendapatan Nasional Bukan Pajak
15. xi
RR : Radio Regulation
is an intergovernmental treaty text of the International
Telecommunication Union (ITU), the Geneva-based specialised
agency of the United Nations which coordinates and standardises the
operation of telecommunication networks and services and advances
the development of communications technology.
SOLAS : Safety of Life at Sea
is an international maritime safety treaty.
SAR : Search and Rescue
is the search for and provision of aid to people who are in distress or
imminent danger.
SART : Search And Rescue Transponder
is a self contained, waterproof radartransponder intended for
emergency use at sea.
SHF : Super High Frequency
merupakan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi antara 300
MHz sampai dengan 3 GHz (3.000 MHz).
STM : Syncronuous Transmission Mode
Proses pengirim dan penerima diatur sedemikian rupa agar memiliki
pengaturan yang sama, sehingga dapat dikirimkan dan diterima
dengan baik antar alat tersebut.
TASFRI : Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia
TEDS : TETRA Enhance Data Services
TETRA :Terresterial Trunked Radio
is a digital trunked mobile radio standard developed to meet the
needs of traditional Professional Mobile Radio (PMR) user
organisations for their Mission Critical Communications.
TIK : Teknologi Informasi dan Komunikasi
TKDN : Tingkat Kandungan Dalam Negeri
UHF : Ultra High Frequency
is the band extending from 300 MHz to 3 GHz.
UMTS : Universal Mobile Telephone Services
is a third-generation (3G) broadband, packet-based transmission of
text, digitized voice, video, and multimedia at data rates up to 2
megabits per second (Mbps).
UPT : Unit Pelaksana Teknis
16. xii
VLF : Very Low Frequency
refers to radio frequencies (RF) in the range of 3 kHz to 30 kHz.
VHF : Very High Frequency
is the radio frequency range from 30 MHz to 300 MHz.
WiMAX : Worldwide Interoperability for Microwaves Access
merupakan teknologi akses nirkabel pita lebar (broadband wireless
access atau disingkat BWA) yang memiliki kecepatan akses yang
tinggi dengan jangkauan yang luas.
WLAN : Wireless Local Area Network
is one in which a mobile user can connect to a local area network
(LAN) through a wireless (radio) connection.
17. 1
BAB I GAMBARAN UMUM
1.1 Transportasi Maritim di Indonesia
Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di perairan,
kepelabuhanan, serta keamanan dan keselamatannya. Secara garis besar pelayaran
dibagimenjadi dua, yaitu Pelayaran Niaga (yang terkait dengan kegiatan komersial)
dan Pelayaran Non-Niaga (yang terkait dengan kegiatan non-komersial, seperti
pemerintahandan bela-negara).
Angkutan di Perairan (disepadankan dengan Transportasi Maritim) adalah
kegiatan pengangkutan penumpang, dan atau barang, dan atau hewan, melalui suatu
wilayah perairan (laut, sungai dan danau, penyeberangan) dan teritori tertentu (dalam
negeri atau luar negeri), dengan menggunakan kapal, untuk layanan khusus dan
umum.
Wilayah Perairan terbagi menjadi:
1) Perairan Laut: wilayah perairan laut
2) Perairan Sungai dan Danau: wilayah perairan pedalaman, yaitu: sungai,
danau,waduk, rawa, banjir, kanal dan terusan.
3) Perairan Penyeberangan: wilayah perairan yang memutuskan jaringan jalan
ataujalur kereta api. Angkutan penyeberangan berfungsi sebagai jembatan
bergerak,penghubung jalur.
Indonesia sebagai Negara kepulauan menciptakan berbagai usaha pelayaran.
Berdasarkan luas wilayah operasinya, pelayaran dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Pelayaran Lokal
Pelayaran yang bergerak dalam propinsi atau beberapa propinsi yang
berbatasan. Biasanya luas wilayah operasi perusahaan pelayaran lokal
Indonesia tidak melebihi radius 200 mil dan kapal berkapasitass lebih kurang
200 DWT.
2. Pelayaran Nusantara (Antar Pulau atau Interinsular)
Wilayah operasi perusahaan pelayaran meliputi seluruh wilayah perairan
Republik Indonesia. Usaha pelayaran Nusantara ini pada umumnya
menggunakan kapal berukuran 1000 s/d 3000 DWT. Dalam pengertian
pelayaran nusantara ini tercakup di dalamnya jenis pelayaran rakyat yaitu
pelayaran dalam bentuk yanglebih sederhana dari pelayaran samudera dengan
wilayah operasi seluruh territorial Indonesia. Ukuran kapal yang dipakai
dalam pelayaran rakyat relatif lebih kecil daripada kapal pelayaran nusantara,
jumlahnya lebih banyak sehingga disebut armada semut.
3. Pelayaran Samudera
Jenis pelayaran yang beroperasi di perairan internasional dan bergerak antar
satu negara ke negara lain dan harus memperhatikan hukum serta konvensi
internasional yang berlaku.
18. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
2
Pada tabel berikut tertera data perkembangan jumlah kapal di Indonesia dari tahun
2005-2009 menurut jenis – jenis pelayarannya.
Tabel 1-1. Jumlah Kapal Berdasarkan Jenis Pelayarannya
No Uraian (Description) Satuan
(Unit)
2005 2006 2007 2008 2009
1 Pelayaran Nasional
(Domestic Shipping)
Perusahaan
(company)
1269 1380 1432 1620 1754
2 Pelayaran Rakyat
(Prahus)
Perusahaan
(company)
485 507 560 583 595
3 Non Pelayaran
(Special Shipping)
Perusahaan
(company)
317 326 334 367 382
Jumlah/Total 2071 2213 2326 2570 2731
Sumber : Direktorat Lalu Lintas Angkutan Laut, Ditjen Hubla
Adapun untuk jenis angkutan laut berdasarkan UU no 17 tahun 2008 tentang
pelayaran, terdiri atas :
a. angkutan laut dalam negeri;
b. angkutan laut luar negeri;
c. angkutan laut khusus, yang diselenggarakan hanya untuk melayani
kepentingan sendiri sebagai penunjang usaha pokok dan tidak melayani
kepentingan umum, di wilayahperairan laut, dan sungai dan danau, oleh
perusahaan yang memperoleh ijin operasi untuk hal tersebut.
d. angkutan laut pelayaran-rakyat
angkutan laut pelayaran-rakyat dapat melayari angkutan sungai dan danau
sepanjang memenuhi persyaratan alur dan kedalamansungai dan danau.
Berikut ini jenis-jenis kapal sebagai angkutan di perairan Indonesia diklasifikasikan
berdasarkan:
a. Berdasarkan tenaga penggerak : Kapal bertenaga manusia (Pendayung),
Kapal layar, Kapal uap, Kapal diesel atau Kapal motor, dan Kapal nuklir.
b. Berdasarkan jenis pelayarannya : Kapal permukaan, Kapal selam, Kapal
mengambang, dan Kapal bantalan udara.
c. Berdasarkan fungsinya :Kapal Perang, Kapal penumpang, Kapal barang,
Kapal tanker, Kapal feri, Kapal pemecah es, Kapal tunda, Kapal pandu,
Tongkang, Kapal tender, Kapal Ro-Ro, Kapal dingin beku, Kapal keruk,
Kapal peti kemas / Kapal kontainer, dan Kapal pukat harimau.
Sesuai dengan peraturan SOLAS 1974 seluruh kapal harus dilengkapi dengan
perlengkapan Radio, yaitu radio telephony (untuk kapal dibawah 300 GRT)
sedangkan untuk kapal GRT 300 keatas harus dilengkapi dengan sistim radio
GMDSS (Global Marine Distress Signal Systim). Sesuai dengan peraturan
Internasional SOLAS 1974 dan Colreg (collison regulation 1972) seluruh kapal
harus dilengkapi dengan peralatan Navigasi sebagai berikut :
1. Lampu Navigasi
2. Kompas magnet
3. Peralatan Navigasi lainnya
19. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
3
4. Perlengkapan Radio/ GMDSS
5. Echo sounder
6. GPS, fax dan Navtex
7. Radar kapal dan Inmarsat
8. Engine Telegraph, telepon internal dan sistim pengeras suara
1.2 Pelayaran Rakyat
Pelayaran-Rakyat atau disebut juga sebagai Pelra adalah usaha rakyat yang
bersifat tradisional dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan
angkutan di perairan dengan menggunakan kapal layar termasuk Pinisi, kapal layar
bermotor, dan/atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran
tertentu. Pelayaran rakyat mengandung nilai-nilai budaya bangsa yang tidak hanya
terdapat pada cara pengelolaan usaha serta pengelolanya misalnya mengenai
hubungan kerja antara pemilik kapal dengan awak kapal, tetapi juga pada jenis dan
bentuk kapal yang digunakan.
Peran pelayaran rakyat semakin surut dan memprihatinkan sejalan dengan
perkembangan tehnologi kapal yang mengarah kepada kapal yang lebih cepat dan
lebih besar yang pada gilirannya lebih ekonomis. Pelayaran rakyat hanya sesuai
untuk angkutan dengan demand yang kecil, menghubungkan pulau-pulau yang
jumlah penduduknya masih rendah, ataupun pada angkutan pedalaman guna
memenuhi kebutuhan masyarakat didaerah aliran sungai-sungai khususnya di
Kalimantan, Sumatera dan Papua. Permasalahan yang ditemukan pada angkutan
sungai adalah pendangkalan terutama pada musim kemarau. Untuk mengatasi
pendangkalan perlu dilakukan pengelolaan daerah aliran sungai, pengerukan,
termasuk pemasangan lock.
Pengembangan pelayaran rakyat tetap didorong oleh pemerintah untuk:
1. meningkatkan pelayanan ke daerah pedalaman dan/atau perairan yang
memiliki alur dengan kedalaman terbatas termasuk sungai dan danau;
2. meningkatkan kemampuannya sebagai lapangan usaha angkutan laut nasional
dan lapangan kerja; dan
3. meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan kewiraswastaan dalam
bidang usaha angkutan laut dan angkutan pedalaman nasional.
Pelayaran rakyat yang juga dikenal sebagai armada semut sebagai penyedia
angkutan di laut dalam menghubungkan antar pulau di Nusantara dan usaha yang
dilakukan oleh masyarakat ekonomi kecil - menengah yang sudah sejak lama
berkembang ini telah dilakukan secara turun temurun serta kesan tradisionalnya
masih dominan.
Kapal-kapal pelayaran rakyat mempunyai kemampuan berlayar ke tempat
yang tidak dapat dilayari kapal-kapal pelayaran konvesional. Adapun tipe kapal
unggulan yang berukuran besar dengan fungsi angkut barang, penumpang dan
hewan yang digunakan di pelayaran rakyat antara lain:
1. PINISI
Tipe ini berasal dari Sulawesi Selatan, dan pada umumnya berukuran sekitar 750
sampai dengan 450 ton. Tipe ini di eropa dikenal dengan istilah "SCHOONER",
20. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
4
dan mempunyai dua tiang serta tujuh lembar layar. Di tiang belakang terdapat
dua lembar layar; bagian atasnya disebut TAPSERE atau JIB, tiang depan terdiri
atas dua lembar layar sama dengan tiang belakang, ditambah tiga lembar layar
didepan, yang disebut "COCORO" atau corong-corong.
2. LAMBO
Tipe ini berasal dari Sulawesi Tenggara (BUTON), tapi ada juga yang berasal
dari Sulawesi Selatan, berukuran sekitar 50 sampai dengan 150 ton. Di Eropa dan
USA jenis kapal ini dikenal dengan istilah "SLOOP". jenis ini memiliki satu tiang
dengan dua lembar layar yaitu satu corong-corong dan satu layar utama (main
sail).
3. LETE
Tipe ini berasal dari Madura dengan ukuran mulai 5 sampai dengan 150 ton. tipe
ini terdiri dari satu tiang pendek dan hanya memiliki satu layar utama, tetapi
kadang- kadang juga ditambahkan layar kecil di depannya.
4. NADE
Tipe ini berasal dari Sumatera, terutama dari daerah Sumatera bagian Timur,
Riau dan Sumatera Selatan; ukurannya sekitar 5 sampai dengan 100 ton. Pada
umumnya tipe ini bertiang satu dan layar tengahnya berbentuk segitiga.
Data Satatistik Kementerian Perhubungan yang terkait dengan Pelayaran
dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini. Dari tabel-tabel tersebut dapat kita lihat
pekembangan atau pertumbuhan jumlah kapal baik pelayaran nasional, non
pelayaran maupun pelayaran rakyat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal
ini berarti menambah pengguna frekuensi di dinas maritim. Untuk itu perlu
pengaturan yang efektif agar penggunaan frekuensi radio untuk dinas maritim ini
dapat optimal.
21. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
5
Tabel 1-2. Jumlah Armada Angkutan Laut Menurut Jenis Pelayaran
Tabel 1-3. Jumlah Perusahaan Angkutan Laut menurut Jenis Pelayaran
22. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
6
Tabel 1-4. Jumlah Perusahaan Pelayaran menurut Provinsi
Tabel 1-5. Produksi Angkutan Laut di Indonesia
23. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
7
Kondisi pelayaran rakyat
Kondisi pelayaran rakyat (Pelra) kian memprihatinkan. Kapal-kapal kayu
yang saat ini beroperasi sudah usang. Di sisi lain, kapal baru tidak dapat dibuat
karena sulit mendapatkan bahan baku. Jika tidak segera mendapat perhatian senus
pemerintah, lima tahun mendatang kapal tradisional yang mampu menembus daerah
terisolasi ini akan mati.
Permasalahan-permasalahan yang timbul di pelayaran rakyat disebabkan oleh
berbagai hal. Salah satu permasalahan yang ada di pelayaran rakyat yakni pelaku
pelayaran rakyat kesulitan karena ketidaktahuan mereka akan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Keterbatasan kualitas sumber daya
manusia membuat mereka tidak dapat berkutik ketika dianggap melanggar peraturan.
Pengamat Transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata Djoko
Setijowarno mengatakan, perlindungan pemerintah pada pelaku Pelra selama ini
masih sangat kurang. Hal itu tampak dari minimnya sosialisasi mengenai UU Nomor
17 Tahun 2008 kepada para pelaku pelayaran, terutama Pelra.
Keterbatasan SDM menjadi kendala utama. Dalam hal ini, pemerintah
seharusnya melakukan pembinaan, termasuk bagaimana meningkatkan kualitas
kapal, atau bagaimana seharusnya kapal-kapal itu melengkapi dokumen-dokumen
mereka.
Program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)
untuk mendukung pengadaan pelayaran rakyat periode 2012-2015dari pemerintah
diharapkan dapat membantu pelayaran rakyat untuk bangkit dari keadaan yang
sekarang ini memprihatinkan.
Tidak hanya regulasi terkait pelayaran rakyat, pemerintah juga diminta
melindungi pelayaran rakyat sehingga keberlangsungannya tetap terjaga.
1.3 Telekomunikasi Pelayaran
Menurut PM 26 tahun 2011 tentang Telekomunikasi pelayaran, saranan
telekomunikasi pelayaran terdiri atas :
a. Stasiun Radio Pantai; dan
b. Vessel Traffic Services (VTS).
Gambaran sistem komunikasi maritim terlihat pada gambar berikut ini.
24. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
8
Gambar 1-1. Sistem Komunikasi Maritim
Sedangkan Jenis Telekomunikasi-Pelayaran terdiri atas:
a. Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS);
b. Vessel Traffic Services (VTS);
c. Ship Reporting System (SRS); dan
d. Long Range Identification and Tracking of Ships (LRIT).
Fungsi Telekomunikasi-Pelayaran adalah sebagai berikut :
I. Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS),berfungsi untuk:
a. pemberitahuan tentang adanya musibah marabahaya (alerting);
b. komunikasi untuk koordinasi SAR;
c. komunikasi di lokasi musibah;
d. tanda untuk memudahkan penentuan lokasi;
e. pemberitahuan informasi mengenai keselamatan pelayaran;
f. komunikasi radio umum; dan
g. komunikasi antar anjungan kapal.
II. Vessel Traffic Services (VTS), berfungsi untuk:
a. memonitor lalu lintas pelayaran dan alur lalu lintas pelayaran;
b. meningkatkan keamanan lalu lintas pelayaran;
c. meningkatkan efisiensi bernavigasi;
d. perlindungan lingkungan;
e. pengamatan, pendeteksian, dan penjejakan kapal di wilayah cakupan VTS;
f. pengaturan informasi umum;
g. pengaturan informasi khusus; dan
h. membantu kapal-kapal yang memerlukan bantuan khusus.
25. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
9
Masterplan VTS dan IndoSREP di indonesia dapat dilihat pada gambar berikut
ini.
Gambar 1-2. Masterplan VTS dan INDOSREP
III. Ship Reporting System (SRS) berfungsi untuk:
a. menyediakan informasi yang up to date atas gerakan kapal;
b. mengurangi interval waktu kontak dengan kapal;
c. menentukan lokasi dengan cepat, saat kapal dalam bahaya yang tidak
diketahui posisinya; dan
d. meningkatkan keamanan dan keselamatan jiwa dan harta benda di laut.
Pada gambar berikut ini terlihat konfigurasi Ship Reporting System (SRS) di
Indonesia.
MASTERPLAN VTS DAN INDOSREP
26. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
10
Gambar 1-3. Konfigurasi Ship Reporting System di Indonesia
IV. Long Range Identification and Tracking of Ships (LRIT) berfungsi untuk:
a. mendeteksi kapal secara dini;
b. memonitor pergerakan kapal, sehingga apabila terjadi sesuatu musibah
dapat diambil tindakan atau diantisipasi; dan
c. membantu dalam operasi SAR.
Ketentuan LRIT ini diterapkan bagi Kapal-Kapal yang akan melakukan
pelayaran Internasional antara lain:
1) passenger ships, including high-speed passenger craft;
2) cargo ships, including high-speed craft, of 300 gross tonnage and
upwards;
3) mobile offshore drilling units.
1.4 Global Maritime Distress Safety System (GMDSS)
Global Maritime Distress Safety System (GMDSS) merupakan konvensi
internasional mengenai prosedur keselamatan, ragam perangkat, dan protokol
komunikasi dalam meningkatkan keselamatan navigasi dan kemudahan
penyelematan (Search and Rescue) armada laut dan udara. Perangkat minimum
GMDSS antara lain:
INT E RNE T
iMac iMaciMac iMac
iMac
Monitor Room at DGSC Hqs
iMac iMac iMac
Belawan (1)
iMac iMac iMac
Jakarta (1)
iMac iMac iMac
Bitung (1) for
Example )
Cilacap (2)
Tual
Ternate
Lembar
Tapaktuan
Balikpapan (2)
Surabaya (1)
Banjarmasin (2)
Semarang (2)
Makassar (1)
Tarakan
Ambon (1)
Pontianak
Benoa (3)
Ketapang
Dumai (1)
Kendari
Bau-bau
Sampit
BatuAmpar
Pangkal Balam
Natuna
Samarinda
Sei Kolak Kijang
Teluk Bayur (2)
Palembang (1)
Sabang (2)
Bima
Sanana
Saumlaki
Com3
Com3
iMac
SD
SD
ESC
DLT
PROLIANT
8000
Ambon (1)
Kupang (2)
Sorong (2)
Jayapura (1)
Ambon (1)
Ambon (1)
AIS
Reportingby DSC/NBDP
Ende
Manokwari
Fak-fak
Merauke
Agats
Biak
Com3
Com3
iMac
Pantoloan
3rd
Class Coastal Station
Relay of Report
Reportingby DSC/NBDP
Manokwari
Fak-fak
Merauke
Com3
iMac
SD
SD
ESC
DLT
PROLIA NT
8000
iMac
Screen-type
Display
Work-Station
Type PC
PC & Server
AIS
Transponder
DSC / NBDP
Tx/Rx
Existing
SHIP REPORTING CENTER
JAKARTA
KONFIGURASI SHIP REPORTING SYSTEM
DI INDONESIA
Satelli
27. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
11
1. EPIRB (Emergency Position Indicating Radio Beacon)
406 MHz atau 1.6 GHz
2. NAVTEX (Navigational Telex)
3. Inmarsat Receiver (jika beroperasi di cakupan Inmarsat dan penggunaan
NAVTEX maupun HF NBDP tidak dimungkinkan)
4. SART (Search And Rescue Transponder)
1 untuk <300 GRT,
2 untuk 300 < GRT<500,
3 untuk > 500 GRT
5. DSC (Digital Selective Calling) Transceiver
mampu mengakomodasi DSC channel 6,13,16,70
2 portable VHF transceiver (<500 GRT), 3 VHF transceiver (>500
GRT) di perahu darurat
Kanal maritim di pita MF banyak ditujukan untuk daftar stasiun pantai dan keperluan
Distress, Safety, & Calling.
GMDSS area terbagi menjadi :
1. Area A1
radius 20-30 nautical mile dari stasiun pantai (Coast Station)
berada dalam jangkauan VHF stasiun pantai
2. Area A2
di luar area A1, dan tidak melebihi jarak 100-150 nautical mile
berada dalam jangkauan MF stasiun pantai
3. Area A3
di luar area A1 dan A2, dan berada dalam cakupan satelit GEO Inmarsat.
cakupan satelit GEO Inmarsat = 70⁰ LU hingga 70 ⁰ LS
4. Area A4
di luar area A1,A2,dan A3
daerah kutub utara/selatan dengan latitude >70 ⁰
Adapun perangkat GMDSS per area terdiri dari :
a. Perangkat untuk area A1 antara lain:
Armada yang beroperasi di daerah A1 diperbolehkan untuk mengganti 406
MHz EPIRB menjadi VHF DSC EPIRB
b. Perangkat untuk area A2, Armada yang beroperasi di daerah A2 diharuskan
untuk melengkapi diri dengan perangkat minimum dan tambahan:
28. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
12
1 set Radio MF yang mampu TX/RX di frekuensi 2187.5 KHz
menggunakan DSC dan 2182 KHz menggunakan radio teleponi
1 Receiverpemantauan DSC di 2187.5 KHz
1 406 MHz EPIRB
1 set Radio HF yang beroperasi di pita frekuensi maritim antara 1605-
27500 KHz untuk keperluan TX/RX komunikasi radio pada umumnya
atau kebutuhan telegraf
c. Perangkat untuk area A3 antara lain:
Armada yang beroperasi di daerah A3 diharuskan untuk melengkapi diri
dengan perangkat minimum dan tambahan set pilihan:
1 set perangkat stasiun kapal Inmarsat C
1 set Radio MF
1 Receiver pemantauan DSC di 2187.5 KHz
1 406 MHz EPIRB
1 set Radio HF yang beroperasi di pita frekuensi maritim antara 1605-
27500 KHz untuk keperluan TX/RX komunikasi radio pada umumnya
atau kebutuhan telegraf
Atau:
1 set radio MF/HF yang mampu TX/RX di frekuensi distress & safety
pita maritim 1605-27500 KHz menggunakan DSC, radio teleponi,
NBDP (Narrowband Direct Printing)
1 Receiver MF/HF DSC yang mampu memantau terus di 2187.5 KHz,
8414.5 KHz, dan setidaknya 1 dari frekuensi distress DSC 4,207.5
kHz, 6,312 kHz, 12,577 kHz or 16,804.5 kHz kapan pun.
1 406 MHz EPIRB
1 set perangkat stasiun kapal Inmarsat C
d. Perangkat untuk area A4 antara lain:
Armada yang beroperasi di daerah A4 diharuskan untuk melengkapi diri
dengan perangkat minimum dan tambahan:
1 set radio MF/HF yang mampu TX/RX di frekuensi distress & safety
pita maritim 1605-27500 KHz menggunakan DSC, radio teleponi,
NBDP (Narrowband Direct Printing)
1 Receiver MF/HF DSC yang mampu memantau terus di 2187.5 KHz,
8414.5 KHz, dan setidaknya 1 dari frekuensi distress DSC 4,207.5
kHz, 6,312 kHz, 12,577 kHz or 16,804.5 kHz kapan pun.
1 406 MHz EPIRB
1 set Radio HF yang beroperasi di pita frekuensi maritim antara 1605-
27500 KHz untuk keperluan TX/RX komunikasi radio pada umumnya
atau kebutuhan telegraf
29. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
13
Adapun detail alokasi kanal frekuensi untuk Maritim terdapat pada tabel-tabel
berikut.
Tabel 1-6. Kanal Maritim di Pita MF
Frekuensi
MF
Kode Keterangan
490.0 KHz MSI Digunakan eksklusif untuk Tx MSI (Maritime Safety
Information) yang mencakup informasi meteorologi, dan
informasi darurat dari stasiun penjaga pantai ke kapal
menggunakan media telegraph NBDP.
518.0 KHz MSI Digunakan eksklusif untuk sistem NAVTEX internasional
2174.5 KHz NBDP-
COM
Digunakan untuk keperluan trafik komunikasi marabahaya
menggunakan media telegraph NBDP
2182.0 KHz RTP-COM Digunakan untuk keperluan trafik komunikasi marabahaya
menggunakan media radio telepon. Kelas emisi J3E.
Frekuensi MF
GMDSS
Alokasi
TASFRI
Keterangan TASFRI
490.0 KHz 415-495
KHz
Bergerak Maritim. Radionavigasi Penerbangan
5.79: Penggunaan pita frekuensi 415-495 kHz dan 505-526.5
kHz oleh maritim terbatas hanya untuk telegrafi radio.
5.79A: Pada saat mendirikan stasiun pantai dalam layanan
NAVTEX pada frekuensi 490 kHz, 518 kHz dan 4209.5 kHz,
sangat dianjurkan untuk mengkoordinasikan operasionalnya
lihat Resolusi 339.
518.0 KHz 505-526.5
KHz
Beergerak Maritim. Radionavigasi Penerbangan. Bergerak
Penerbangan. Bergerak darat
5.79, 5.79A (lihat 490.0 KHz)
5.84: Syarat-syarat penggunaan frekuensi 518 kHz oleh dinas
bergerak maritim diuraikan dalam Artikel 31 dan 52.
2174.5 KHz
2182.0 KHz
2187.5 KHz
2173.5-
2190.5
KHz
Bergerak (marabahaya dan panggilan)
5.108: Frekuensi pembawa gelombang 2182 kHz digunakan
untuk teleponi radio secara internasional guna keperluan
marabahaya dan frekuensi panggilan.
5.109: Frekuensi 2187.5 kHz, 4207.5 kHz, 6312 kHz, 8414.5
kHz, 12577 kHz, dan 16804.5 kHz merupakan frekuensi
marabahaya internasional bagi panggilan selektif digital.
5.110: Frekuensi 2174.5 kHz, 4117.5 kHz, 6268 kHz, 8376.5
kHz, 12520 kHz, dan 16695 kHz adalah frekuensi marabahaya
internasional bagi telegrafi cetak langsung berpita sempit.
5.111: Frekuensi pembawa 2182 kHz, 3023 kHz, 5680 kHz,
8364 kHz, dan frekuensi 121.5 MHz, 156.525 MHz, 156.8
MHz, dan 243 MHz dapat juga digunakan, berdasarkan
prosedur yang berlaku bagi dinas komunikasiradio terestrial,
untuk operasi SAR yang terkait dengan kendaraan angkasa
berawak.
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
30. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
14
Tabel 1-7. Kanal Maritim di Pita HF
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
No
F (KHz)
Ship
F (KHz)
Coast
Remarks
1-21 4000-4060
21 Channels, 3 KHz spacing
# Sub-SectionC-1 #
Simplex shipto ship HF frequencies, shared withfixed services C-1.
for supplementing ship-to-shore channels for duplex operation in Sub-SectionA;
for intership simplex (single-frequency) and cross-band operation;
for cross-band working withcoast stations Sub-Section C-2
for duplex operation withcoast stations working in the band 4438-4650 kHz;
for duplex operation withChannel Nos. 428 and 429
4063-4065
(4063.3-4064.8)
6 Channles, 0.3 KHz spacing
Frequencies assignable toship stations for oceanographic data transmission
401-427 4065-4146
(4066.4-4144.4)
4357-4438
(4358.4-4436.4)
Duplex. Frequencies assignable to stations for telephony
Channel 421: 4125/4417 is for Calling, Distress, and Safety
27 Channel, 3 KHz spacing
428
429
4146-4152 (4146 & 4149) Simplex. Frequencies assignable toship stations and coast stations for telephony, simplex operation
4146, 4149
# Sub-SectionB #
4351, 4354 Coast station frequencies may be paired with a ship station frequency from the Table of simplex
frequencies for ship and coast stations (see Sub-Section B) or with a frequency from the band 4 000-4
063 kHz (see Sub-SectionC-1) to be selectedby the administration concerned.
4152-4172 (4154-4170)
5 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmission
systems
4172-4181.75 (4172.5-4181.5)
18 Channel, 0.5 KHz spacing
4209.25-4219.25 (4210.5-4219)
18 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds not
exceeding 100 Bdfor FSKand 200 Bd for PSK. 4209.5 exclusive NAVTEX type information transmission
4181.75-4186.75 (4182-4186.5)
5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing
Calling frequencies assignable toship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
CommonChannel : 4184 & 4184.5 KHz
4186.75-4202.25 (4187-4202)
31 Channel, 0.5 KHz spacing
Working frequencies assignable toship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
4202.25-4207.25 (4202.5-4207)
10 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmission
systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morse
telegraphy(working)
4207.25-4209.25 (4207.5-4209)
4 Channel, 0.5 KHz spacing
4219.25-4221 (4219.5-4220.5)
3 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies assignable tostations for digital selective calling
4221-4351 Frequencies assignable tocoast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,
special anddata transmissionsystems and direct-printing telegraphy systems
31. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
15
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (KHz)
Ship
F (KHz)
Coast
Remarks
601-608 6200-6224
(6201.4-6222.4)
6501-6525
(6502.4-6523.4)
Duplex. Frequencies assignable to stations for telephony
Channel 606: 6215/6516 is for Calling, Distress, and Safety
8 Channel, 3 KHz spacing
6224-6233
(6225.4, 6228.4, 6231.4)
3 Channel, 3 KHz spacing
Simplex. Frequencies assignable toship stations and coast stations for telephony
6233-6261
(6235-6259)
7 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmission
systems
6261-6262.75
(6261.3-6262.5)
5 Channels, 0.3 KHz spacing
Frequencies assignable toship stations for oceanographic data transmission
6262.75-6275.75
(6263-6275.5)
6280.75-6284.75
(6281-6284.5)
34 Channel
0.5 KHz spacing
6313.75-6330.75
(6314-6330.5)
34 Channel
0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds not
exceeding 100 Bdfor FSKand 200 Bd for PSK
6275.75-6280.75
(6276-6280.5)
5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing
Calling frequencies assignable toship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
CommonChannel : 6276 & 6276.5 KHz
6284.75-6300.25
(6285-6300)
31 Channel, 0.5 KHz spacing
Working frequencies assignable toship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
6300.25-6311.75
(6300.5-6311.5)
23 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmission
systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morse
telegraphy(working)
6311.75-6313.75
(6312.5-6313.5)
4 Channel
0.5 KHz spacing
6330.75-6332.5
(6331-6332)
3 Channel
0.5 KHz spacing
Frequencies assignable tostations for digital selective calling
6332.5-6501 Frequencies assignable tocoast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,
special anddata transmissionsystems and direct-printing telegraphy systems
32. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
16
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (KHz)
Ship
F (KHz)
Coast
Remarks
1-31 8101-8191
31 Channels, 3 KHz spacing
# Sub-SectionC-2 #
Simplex shipto ship HF frequencies, shared withfixed services C-1.
for supplementing ship-to-shore channels for duplex operation in Sub-SectionA;
for intership simplex (single-frequency) and cross-band operation;
for cross-band working withcoast stations Sub-Section C-2
For ship-to-shore or shore-to-ship simplex operations.
for duplex operation withChannel Nos. 834,835, 836 and 837
801-832 8195-8290
(8196.4-8289.4)
8719-8815
(8720.4-8813.4)
Duplex. Frequencies assignable to stations for telephony
Channel 821: 8255/8779 is for Calling
32 Channel, 3 KHz spacing
833 8291 Simplex.Channel 833: 8255/8779 is for Calling
834-837 8294, 8297
# Sub-SectionB #
8707, 8710, 8713, 8716
4 Channels
Coast station frequencies may be paired with a ship station frequency from the Table of simplex
frequencies for ship and coast stations (see Sub-Section B) or with a frequency from the band 8100-
8195 kHz (see Sub-SectionC-2) to be selectedby the administrationconcerned.
8294-8300, (8295.4, 8298.4)
2 Channel, 3 KHz spacing
Simplex. Frequencies assignable toship stations and coast stations for telephony
8300-8340, (8302-8338)
10 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmission
systems
8340-8341.75, (8340.3-8341.5)
5 Channels, 0.3 KHz spacing
Frequencies assignable toship stations for oceanographic data transmission
8341.75-8365.75, (8342-8365.5)
8370.75-8376.25, (8371-8376)
59 Channel, 0.5 KHz spacing
Working frequencies assignable toship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
8365.75-8370.75, (8366-8370.5)
5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing
Calling frequencies assignable toship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
CommonChannel : 8368 & 8369 KHz
8376.25-8396.25
(8376.5-8396)
40 Channel, 0.5 KHz spacing
8376.5,8416.25-8436.25
(8417-8436)
40 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds not
exceeding 100 Bdfor FSKand 200 Bd for PSK
8396.25-8414.25, (8396.5-8414)
36 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmission
systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morse
telegraphy(working)
8414.25-8416.25, (8414.5-8416)
4 Channel, 0.5 KHz spacing
8436.25-8438, (8436.5-8437.5)
3 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies assignable tostations for digital selective calling
8438-8707 Frequencies assignable tocoast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,
special anddata transmissionsystems and direct-printing telegraphy systems
33. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
17
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (KHz)
Ship
F (KHz)
Coast
Remarks
1201-
1241
12230-12353
(12231.4-12351.4)
13077-13200
(13078.4-13198.4)
Duplex. Frequencies assignable to stations for telephony
Channel 1221: 12290/13137 is for Calling, Distress, and Safety
41 Channel, 3 KHz spacing
12353-12368
(12354.4 - 12366.4)
5 Channel, 3 KHz spacing
Simplex. Frequencies assignable toship stations and coast stations for telephony
12368-12420
(12370-12418)
13 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmission
systems
12420-12421.75
(12420.3-12421.5)
5 Channels, 0.3 KHz spacing
Frequencies assignable toship stations for oceanographic data transmission
12421.75-12476.75
(12422-12476.5)
110 Channel, 0.5 KHz spacing
Working frequencies assignable toship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
12476.75-12549.75
(12477-12549.5)
12554.75-12559.75
(12555-12559.5)
156 Channel
0.5 KHz spacing
12578.75-12656,75
(12579-12656.5)
156 Channel
0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds not
exceeding 100 Bdfor FSKand 200 Bd for PSK
12549.75-12554.75
(12550-12554.5)
5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing
Calling frequencies assignable toship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
CommonChannel : 12552 & 12553.5 KHz
12559.75-12576.75
(12560-12576.5)
34 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmission
systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morse
telegraphy(working)
12576.75-12578.75
(12577-12578.5)
4 Channel
0.5 KHz spacing
12656.75-12658.5
(12657-12658)
3 Channel
0.5 KHz spacing
Frequencies assignable tostations for digital selective calling
12658.5-13077 Frequencies assignable tocoast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,
special anddata transmissionsystems and direct-printing telegraphy systems
34. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
18
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (KHz)
Ship
F (KHz)
Coast
Remarks
1601-
1656
16360-16528
(16361.4-16526.4)
17242-17410
(17243.4-17408.4)
Duplex. Frequencies assignable to stations for telephony
Channel 1621: 16420/17302 is for Calling, Distress, and Safety
56 Channel, 3 KHz spacing
16528-16549
(16529.4 – 16547.4)
7 Channel, 3 KHz spacing
Simplex. Frequencies assignable toship stations and coast stations for telephony
16549-16617
(16551-16615)
17 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmission
systems
16617-16618.75
(16617.3-16618.5)
5 Channels, 0.3 KHz spacing
Frequencies assignable toship stations for oceanographic data transmission
16618.75-16683.25
(16619-16683)
129 Channel, 0.5 KHz spacing
Working frequencies assignable toship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
16683.25-16733.75
(16683.5-16733.5)
16738.75-16784.75
(16739-16784.5)
193 Channel
0.5 KHz spacing
16806.25-16902,75
(16806.5-16902.5)
193 Channel
0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds not
exceeding 100 Bdfor FSKand 200 Bd for PSK
16733.75-16738.75
(16734-16738.5)
5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing
Calling frequencies assignable toship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
CommonChannel : 16736 & 16738 KHz
16784.75-16804.25
(16785-16804)
39 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmission
systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morse
telegraphy(working)
16804.25-16806.25
(16804.5-16806)
4 Channel
0.5 KHz spacing
16902.75-16904.5
(16903-16904)
3 Channel
0.5 KHz spacing
Frequencies assignable tostations for digital selective calling
16904.5-17242 Frequencies assignable tocoast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,
special anddata transmissionsystems and direct-printing telegraphy systems
35. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
19
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F(KHz)
Ship
F(KHz)
Coast
Remarks
1801-
1815
18870-18825
(18781.4-18823.4)
19755-19800
(19756.4-19798.4)
Duplex. Frequencies assignable tostations fortelephony
Channel 1806: 18795/19770 is for Calling
15 Channel, 3 KHz spacing
18825-18846
(18826.4 – 18844.4)
7 Channel, 3 KHz spacing
Simplex. Frequenciesassignable toshipstationsandcoaststationsfor telephony
18846-18870
(18848-18868)
6 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and
specialtransmission systems
18870-18892.75
(18870.5-18892.5)
45 Channel
0.5 KHz spacing
19680.25-19703,25
(19681-19703.5)
45 Channel
0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems,
atspeeds notexceeding100Bd for FSK and 200 Bd for PSK
18892.75-18898.25
(18893-18898)
11 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data
transmission systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and
forA1A or A1B Morse telegraphy (working)
18898.25-18899.75
(18898.5-18899.5)
3 Channel
0.5 KHz spacing
19703.25-19705
(19703.5-19704.5)
3 Channel
0.5 KHz spacing
Frequencies assignable tostations fordigitalselective calling
19705-19755 Frequenciesassignable tocoaststationsforwide-bandandA1A or A1B Morse
telegraphy, facsimile, specialanddatatransmissionsystemsanddirect-printing
telegraphy systems
36. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
20
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (KHz)
Ship
F (KHz)
Coast
Remarks
2201-
2253
22000-22159
(22001.4-22157.4)
22696-22855
(22697.4-22853.4)
Duplex. Frequencies assignable to stations for telephony
Channel 2221: 22060/22756 is for Calling
53 Channel, 3 KHz spacing
22159-22180
(22160.4 – 22178.4)
7 Channel, 3 KHz spacing
Simplex. Frequencies assignable toship stations and coast stations fortelephony
22180-22240
(22182-22238)
15 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special transmission
systems
22240-22241.75
(22240.3-22241.5)
5 Channels, 0.3 KHz spacing
Frequencies assignable toship stations for oceanographic data transmission
22241.75-22279.25
(22242-22279)
75 Channel, 0.5 KHz spacing
Working frequencies assignable toship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
22279.25-22284.25
(22279.5-22284)
5 Group, 10 Channels, 0.5 KHz spacing
Calling frequencies assignable toship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
CommonChannel :22280.5 &22281 KHz
22284.25-22351.75
(22284.5-22351.5)
135 Channel
0.5 KHz spacing
22375.75-22443,75
(22376-22443.5)
135 Channel
0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at speeds not
exceeding 100 Bdfor FSKand 200 Bd for PSK
22351.75-22374.25
(22352-22374)
45 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data transmission
systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A or A1B Morse
telegraphy(working)
22374.25-22375.75
(22374.5-22375.5)
3 Channel
0.5 KHz spacing
22443.75-22445.5
(22444-22445)
3 Channel
0.5 KHz spacing
Frequencies assignable tostations for digital selective calling
22445.5-22696 Frequencies assignable tocoast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy, facsimile,
special anddata transmissionsystems and direct-printing telegraphy systems
37. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
21
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (KHz)
Ship
F (KHz)
Coast
Remarks
2501-
2510
25070-25100
(25071.4-25098.4)
26145-26175
(26146.4-26173.4)
Duplex.Frequencies assignable to stations for telephony
Channel 2510: 25097/26172 is for Calling
10 Channel, 3 KHz spacing
25100-25121
(25101.4 – 25119.4)
7 Channel, 3 KHz spacing
Simplex. Frequencies assignable to ship stations and coast stations for telephony
25121-25161.25
(25123-25159)
10 Channel, 4 KHz spacing.
Frequencies assignable to ship stations for wide-band telegraphy, facsimile and special
transmission systems
26161.25-25171.25
(26161.5-25171)
20 Channel, 0.5 KHz spacing
Working frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
25171.25-25172.75
Section IV – Morse telegraphy (calling) 0.5 KHz spacing
Calling frequencies assignable to ship stations for A1A or A1B Morse telegraphy
25172.75-25192.75
(25173.5-25192.5)
40 Channel
0.5 KHz spacing
26100.25-26120,75
(26100.5-26120.5)
40 Channel
0.5 KHz spacing
Frequencies (paired) assignable to stations for NBDP and data transmission systems, at
speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK
25192.75-25208.25
(25193-25208)
31 Channel, 0.5 KHz spacing
Frequencies (non paired) assignable to ship stations for NBDP telegraphy and data
transmission systems at speeds not exceeding 100 Bd for FSK and 200 Bd for PSK and for A1A
or A1B Morse telegraphy (working)
25208.25-25210
(25208.5-25209.5)
3 Channel
0.5 KHz spacing
26120.75-26122.5
(26121-26122)
3 Channel
0.5 KHz spacing
Frequencies assignable to stations for digital selective calling
26122.5-26145 Frequenciesassignable to coast stations for wide-band and A1A or A1B Morse telegraphy,
facsimile, special and data transmission systems and direct-printing telegraphy systems
39. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
23
Tabel 1-8. Kanal Maritim di Pita VHF
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (MHz) Ship F (MHz)
Coast
United Kingdom United States Australia
0UK, 156.000 160.600 Private, coast guard Ⓐ
1US, 156.050 156.050 Port Operations and Commercial, VTS.
Available only in New Orleans/Lower
Mississippi area.
1UK,AU,ITU 156.050 160.650 Duplex Seaphone-based
2UK,AU,ITU 156.100 160.700 Duplex Seaphone-based
3UK,AU,ITU 156.150 160.750 Duplex Seaphone-based
4UK,AU,ITU 156.200 160.800 Duplex Seaphone-based
5US 156.250 156.250 Port Operations or VTS in the Houston, New
Orleans andSeattle areas.
5UK,AU,ITU 156.250 160.850 Duplex Seaphone-based
6US,UK,AU,ITU 156.300 156.300 Simplex, Ship-to-ship+ Ship-to-Air IntershipSafetyMessages, SAR messages to
Coast Guardship/aircraft.
Simplex, Rescue. International Co-Ordinated
Air to Sea Rescue Frequency. Ship & Aircraft
SAR
7US,AU 156.350 156.350 Commercial Seaphone-based
7UK,ITU 156.350 160.950 Duplex
8US,UK,AU,ITU 156.400 156.400 Simplex, Ship-to-shipⒶ Commercial (Intershiponly) Port Ops. Tug & Pilot Boat Services,
Commerical ShipTo Ship
9US,UK,AU,ITU 156.450 156.450 Simplex, Ship-to-shipⒶ BoaterCalling. Commercial andNon-
Commercial.
Port Ops. First Preffered Aircraft To ShipOr
Coast StationChannel
10US,UK,AU,ITU 156.500 156.500 Simplex, Ship-to-shipⒶ Commercial Port Ops between Ship& Shore
11US,UK,AU,ITU 156.550 156.550 Simplex Commercial. VTS inselectedareas. Port Ops between Ship& Shore
12US,UK,AU,ITU 156.600 156.600 Simplex Port Operations. VTS in selectedareas. Harbor Control. Port Ops between Ship&
Shore
13US,UK,AU,ITU 156.650 156.650 Simplex, Ship-to-shipⒶ IntershipNavigationSafety(Bridge-to-bridge).
Ships >20m lengthmaintaina listening watch
onthis channel in US waters.
International Shipping NavigationChannel
14US,UK,AU,ITU 156.700 156.700 Simplex Port Operations. VTS in selectedareas. ShipToShore/Shore To Ship
15US,UK,AU,ITU 156.750 156.750 Simplex, Ship-to-shipⒶ Environmental (Receive only). Usedby Class C
EPIRBs.
Spills, Shipping Accidents-OceanEnvironment
Protection. Onboard communication power no
more than 1W
40. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
24
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (MHz) Ship F (MHz)
Coast
United Kingdom United States Australia
16US,UK,AU,ITU 156.800 156.800 Simplex.International distress, safety and calling. Used for initial contact - then select a Working Channel.
International Distress, Safety and Calling. Ships required to carry radio, USCG, andmost coast stations maintaina listening watchon this
channel.
International Marine VHF Calling Channel
17US,UK,AU,ITU 156.850 156.850 Simplex, Ship-to-shipⒶ State Control InlandWaterways Control-State Govt Based.
Onboard communication power no more than
1W
18US,AU 156.900 156.900 Commercial Communicationbeing navigation related and
the output transmissionpower limitedto 1
watt or less to avoid harmful interference to
Channel 16.
18UK,AU,ITU 156.900 161.500 Duplex Public Use. Non-Commercial Boaters
19US 156.950 156.950 Commercial
19UK,AU,ITU 156.950 161.550 Duplex Public Use. Non-Commercial Boaters
20US 157.000 157.000 Port Operations
20UK, AU,ITU 157.000 161.600 Duplex Port Operations (duplex) Port Ops
21US 157.050 157.050 U.S. Coast Guardonly
21UK,AU,ITU 157.050 161.650 Duplex AustralianVolunteer Coast Guard [AVCG]
22US 157.100 157.100 Coast GuardLiaison and Maritime Safety
InformationBroadcasts. Broadcasts
announced on channel 16.
22UK,AU,ITU 157.100 161.700 Duplex AustralianVolunteer Coast Guard [AVCG]
23US 157.150 157.150 U.S. Coast Guardonly
23UK,AU,ITU 157.150 161.750 Duplex Seaphone-based
24US,UK,AU,ITU 157.200 161.800 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based
25US,UK,AU,ITU 157.250 161.850 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based
26US,UK,AU,ITU 157.300 161.900 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based
27US,UK,AU,ITU 157.350 161.950 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based
28US,UK,AU,ITU 157.400 162.000 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based
41. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
25
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (MHz) Ship F (MHz)
Coast
United Kingdom United States Australia
29-36 Private
37UK 157.850 157,850 Private. UsedBy UKMarinas & Yacht Clubs
38-59 Private
60UK,AU,ITU 156.025 160.625 Duplex Seaphone-based
61UK,AU,ITU 156.075 160.675 Duplex Seaphone-based
62UK,AU,ITU 156.125 160.725 Duplex Seaphone-based
63US 156.175 156.175 Port Operations and Commercial, VTS.
Available only in New Orleans/Lower
Mississippi area.
63UK,AU,ITU 156.175 160.775 Duplex Seaphone-based
64UK,AU,ITU 156.225 160.825 Duplex Seaphone-based
65US 156.275 156.275 Port Operations
65UK,AU,ITU 156.275 160.875 Duplex Port Ops
66US 156.325 156.325 Port Operations
66UK,AU,ITU 156.325 160.925 Duplex Seaphone
67US,UK,AU,ITU 156.375 156.375 Simplex, Intership. HM Coastguard Search&
Rescue
Commercial. UsedforBridge-to-bridge
communications inlower Mississippi River.
Intershiponly.
Marine Weather Broadcast 4 times daily from
VMF555. Distress (supplementary)
68US,UK,AU,ITU 156.425 156.425 Simplex Non-Commercial Simplex, Port Ops
69US,UK,AU,ITU 156.475 156.475 Simplex, Ship-to-Ship Non-Commercial AustralianNavyOperations
70US,UK,AU,ITU 156.525 156.525 Simplex. Digital Selective Calling (voice communications not allowed)
71US,UK,AU,ITU 156.575 156.575 Simplex Non-Commercial Professional Fishing Trawlers etc &RegdBoat
Clubs
72US,UK,AU,ITU 156.625 156.625 Simplex. Ship-to-shipⒶ Non-Commercial (Intershiponly) Simplex, Port Ops. Second Preffered Aircraft To
ShipOr Coast StationChannel
73US,UK,AU,ITU 156.675 156.675 Simplex. Ship-to-shipⒶ Port Operations Simplex, Intership. Third Preffered Aircraft To
ShipOr Coast StationChannel
74US,UK,AU,ITU 156.725 156.725 Simplex Port Operations Simplex, Port Ops
75US,UK,AU,ITU 156.775 156.775 Simplex Simplex, Intership. Ship To Ship
Communcations Only (1 watt)
76UK,AU,ITU 156.825 156.825 Simplex Simplex, Intership. Ship To Ship
Communcations Only (1 watt)
42. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
26
Sumber : Kajian Regulasi Komunikasi Radio Maritim Indonesia. Ditjen Postel Kominfo 2010
Channel
number
F (MHz) Ship F (MHz)
Coast
United Kingdom United States Australia
77US,UK,AU,ITU 156.875 156.875 Simplex. Ship-to-shipⒶ Port Operations (Intership only) AustralianVolunteer Coast Guard [AVCG]
78US 156.925 156.925 Non-Commercial
78UK,AU,ITU 156.925 161.525 Duplex Non-commercial Ⓐ Non-commercial Calling &Working
79US 156.975 156.975 Commercial. Non-Commercial inGreat Lakes
only
79UK,AU,ITU 156.975 161.575 Duplex Port Ops
80US 157.025 157.025 Commercial. Non-Commercial inGreat Lakes
only
80UK,AU,ITU 157.025 161.625 Duplex. UKMarinas Only Safety&Shipping Movements
81US 157.075 157.075 U.S. Government only - Environmental
protection operations.
81UK,AU,ITU 157.075 161.675 Duplex Safety&Shipping Movements
82US,AU 157.125 157.125 U.S. Government only Communicationbeing navigation related and
the output transmissionpower limitedto 1
watt or less to avoid harmful interference to
Channel 16.
82UK,AU,ITU 157.125 161.725 Duplex Govt SafetyBodys Only-Police, Fire, Marine
Authetc.
83US 157.175 157.175 U.S. Coast Guardonly
83UK,AU,ITU 157.175 161.775 Duplex Seaphone-based
84US,UK,AU,ITU 157.225 161.825 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based
85US,UK,AU,ITU 157.275 161.875 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based
86AU 157.325 157.325 Communicationbeing navigation related and
the output transmissionpower limitedto 1
watt orless to avoid harmful interference to
Channel 16.
86US,UK,AU,ITU 157.325 161.925 Duplex Public Correspondence (Marine Operator) Seaphone-based
87US,UK,AU,ITU 157.375 157.375 Simplex Public Correspondence (Marine Operator) Automatic ShipIdentification & Surviellance
System
87AU 157.375 161.975 Automatic ShipIdentification & Surviellance
System
88US,UK,ITU 157.425 157.425 Simplex Commercial, Intershiponly.
88AU 157.425 162.025 Seaphone-based
43. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
27
GMDSS – Kelas Perangkat DSC terbagi menjadi :
Kelas A
Mencakup semua kemampuan di Annex 1, sesuai dengan standar persyaratan
instalasi MF/HF dan/atau VHF IMO GMDSS. Perangkat juga disarankan
mendukung fitur tambahan semi-otomatis/otomatis sesuai rekomendasi ITU-
R M.689, ITU-R M.1082 dan Tables 4.10.1 & 4.10.2
Kelas B (MF dan/atau VHF)
Menyediakan kemampuan minimum bagi kapal yang tidak diharuskan
menggunakan Kelas A, sesuai dengan standar persyaratan instalasi MF/VHF
IMO GMDSS. Perangkat juga disarankan mendukung fitur tambahan semi-
otomatis/otomatis sesuai rekomendasi ITU-R M.689, ITU-R M.1082 dan
Tabel 4.10.1 & 4.10.2
Kelas D (VHF)
Menyediakan kemampuan minimum untuk keperluan distress, urgency,
safety via VHF DSC termasuk pula panggilan/penerimaan rutin, tidak
diharuskan sesuai dengan standar instalasi VHF IMO GMDSS. Dapat
mendukung layanan tambahan semi-otomatis/otomatis.
Kelas E (MF dan/atau HF)
Serupa dengan Kelas D, untuk MF/HF DSC
GMDSS – Kategori EPIRB
Kelas A. Analog 121.5/243 MHZ, Float-free, aktif otomatis, terdeteksi oleh
pesawat, jangkauan terbatas. Tidak diperkenankan lagi untuk digunakan.
Kelas B. Analog 121.5/243 MHZ. Versi aktif manual dari Kelas A. Tidak
diperkenankan lagi untuk digunakan.
Kelas C. Analog VHF ch15/16. Aktif manual, beroperasi hanya pada kanal
maritim sehingga tidak terdeteksi oleh satelit maupun pesawat pada
umumnya. Tidak diperkenankan lagi untuk digunakan.
Kelas S. Analog 121.5/243 MHZ. Serupa dengan Kelas B tetapi mengapung
atau menjadi bagian dari perahu darurat. Tidak diperkenankan lagi untuk
digunakan.
Kategori I. Digital 406/121.5 MHZ. Float-free, aktif otomatis, terdeteksi
oleh satelit di dunia. Dikenal dan digunakan oleh GMDSS saat ini.
Kategori II. Serupa dengan Kategori I, kecuali aktif manual. Beberapa model
water-activated.
Inmarsat-E. 1646 MHz, Float-free, aktif otomatis, terdeteksi oleh satelit
GEO Inmarsat. Tidak lagi digunakan terhitung sejak 1 Desember 2006.
GMDSS – Analog & Digital EPIRB
Analog EPIRB (121.5 MHz) tidak dapat dideteksi oleh satelit GEO (GEO
mencakup hingga 85% belahan bumi).
44. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
28
Digital EPIRB (406 MHz) dan Analog EPIRB dapat bekerja dengan satelit
LEO, namun Digital EPIRB bekerja lebih baik.
Analog EPIRB hanya memancarkan sinyal di 121.5 MHz. Digital EPIRB
selain memancarkan sinyal 121.5 MHz berdaya rendah, juga mengirimkan
kode identifikasi digital di 406 MHz.
Mayoritas kesalahan alert dari EPIRB 406 MHz dapat diselesaikan dengan
mudah via panggilan telepon. Lain hal dengan EPIRB 121.5 MHz dimana
setiap kesalahan alert harus dicek ke sumber menggunakan perangkat
direction finding. Dengan demikian, EPIRB 406 MHz akan menghemat
waktu SAR.
Penerimaan alert oleh satelit Cospas-Sarsat dari EPIRB 121.5 MHz hanya
dilakukan hingga 1 Februari 2009. Lewat tanggal tersebut, satelit hanya
menerima dari EPIRB 406 MHz, seiring dengan perubahan transmisi analog
menjadi digital.
Informasi lokasi yang diterima dari EPIRB 406 MHz jauh lebih akurat, dan
sinyal yang dikirim pun membawa informasi registrasi. Dari informasi
registrasi tersebut, jika registrasi dilakukan dengan tepat, dapat diketahui
informasi kontak pemilik, informasi kontak darurat, dan karakteristik
pengenal dari armada bersangkutan.
GMDSS – MMSI
Maritime Mobile Service Identity (MMSI) merupakan 9 digit nomor yang
mengidentifikasikan perangkat VHF. Bagian kiri dari MMSI menandakan negara
dan jenis stasiun.
Kapal (MIDXXXXXX)
232,233,234,235 : Inggris -> contoh: 232003556
525 : Indonesia
Stasiun Pantai (00MIDXXXX)
Contoh : 002320011 ->Solent Coastguard, Inggris
Grup Stasiun (0MIDXXXXX)
Contoh : 023207823
Perangkat DSC Portable
Contoh Inggris : 2359 -> 235900498
1.5 Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) untuk Stasiun
Radio Pantai (SROP)
Persyaratan dan standar peralatan Global Maritime Distress and Safety
System (GMDSS) yang digunakan oleh Stasiun Radio Pantai (SROP), wajib memiliki
peralatan telekomunikasi-pelayaran:
a. Radio VHF DSC menggunakan perangkat radio VHF yang mampu
melakukan komunikasi pada frekuensi bahaya channel 16 (156,800 MHz)
45. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
29
dan VHF DSC pada channel 70 (156,525 MHz) di pita frekuensi (band) 156
– 174 MHz. (sesuai artikel 52 dan appendix 18);
b. Radio MF DSC menggunakan perangkat radio MF DSC yang mampu
melakukan komunikasi pada frekuensi bahaya 2182 KHz dan DSC pada
frekuensi 2187,5 KHz di pita frekuensi (band) 1605 – 4000 KHz.(sesuai
artikel 52 dan Appendix 25);
c. Radio HF DSC menggunakan perangkat radio HF DSC yang mampu
melakukan komunikasi pada frekuensi bahaya 4125 KHz dan/atau 6215KHz
dan/atau 8291 KHz dan/atau 12290 KHz dan/atau 16240 KHz dan DSC pada
frekuensi 4207,5 KHz dan/atau 6312 KHz dan/atau 8414,5 KHz dan/atau
12577 KHz dan/atau 16804,5 KHz di pita frekuensi (band) 4000 – 27500
KHz (sesuai artikel 52 dan Appendix 25);
d. Media komunikasi meliputi radio link, dan/atau kabel, dan/atau serat optik
dan/atau nirkabel; dan
e. komunikasi data, internet dan saluran telepon melalui jaringan
komunikasiumum.
Jumlah Stasiun Radio Pantai GMDSS di Indonesia sesuai lampiran KM 30 sampai
dengan tahun 2011, telah terpasang Stasiun Radio Pantai GMDSS sebagai berikut :
66 SROP dengan Area A1
54 SROP dengan Area A2
12 SROP dengan Area A3
4 SROP transmit Maritime Savety Information (MSI-NAVTEX)
Adapun penyebaran lokasi Stasiun Radio Pantai GMDSS dan coverage area A1 dan
A2 di Indonesia dapat dilihat pada gambar-gambar berikut ini.
Gambar 1-4. Lokasi Stasiun Radio Pantai GMDSS di Indonesia
46. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
30
Gambar 1-5. GMDSS Coverage Area A1
Gambar 1-6. GMDSS Coverage Area A2
47. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
31
1.6 Spektrum Frekuensi Radio
Alokasi spektrum frekuensi radio mengacu pada alokasi tabel alokasi
spektrum frekuensi yang dikeluarkan secara resmi oleh Himpunan Telekomunikasi
Internasional (International Telecommunication Union (ITU)) pada Peraturan Radio
Edisi 2008 (Radio Regulations, edition 0f 2008) yang juga menjadi acuan bagi
negara-negara lain di dunia. Alokasi spektrum frekuensi radio tersebut dapat dilihat
pada gambar berikut.
Gambar 1-7. Spektrum frekuensi Radio
Sumber : ITU Handbook of National Spectrum Mangement,1995
Dengan banyaknya kebutuhan akan spektrum frekuensi sedangkan sumber daya alam
ini terbatas maka harus dikelola dengan cara bijaksana dan tepat.
1.7 Sistem Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio.
Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio terdiri dari sejumlah fungsi-fungsi
yang bekerja secara sinergis untuk menghasilkan suatu kinerja dimana proses
perizinan spektrum frekuensi dapat dilayani dengan cepat dan selanjutnya
penggunaan spektrum frekuensi akan efektif dan efisien dan pada saat bersamaan
kondisi gangguan frekuensi (interferensi) adalah minimal.
Pengertian dari Gelombang Radio atau Gelombang Hertzian adalah
gelombang elektromagnetik dengan frekuensi yang lebih rendah dari 3000 GHz,
yang merambat dalam ruang angkasa tanpa sarana penghantar buatan. Spektrum
frekuensi merupakan salah satu sumber daya terbatas,sangat vital dan merupakan
aset nasional yang memerlukan kehati-hatian dalam mengaturnya. Adapun sistem
pengelolaan spektrum frekuensi radio dapat dilihat pada gambar berikut.
48. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
32
Gambar 1-8. Sistem Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio
Sumber : ITU Handbook of National Spectrum Mangement,1995
Fungsi-fungsi tersebut adalah:
(1) Fungsi penataan dan perencanaan spektrum (spectrum planning and
allocation).
(2) Fungsi penetapan frekuensi dalam proses perizinan (licensing, assignment and
billing).
(3) Fungsi koordinasi agar penggunaan spektrum frekuensi di suatu wilayah
menjadi harmonis (frequency coordination and notification).
(4) Fungsi rekayasa frekuensi yang menghasilkan perencanaan dan alokasi
frekuensi secara efisien (spectrum engineering).
(5) Fungsi inspeksi stasiun radio yang beroperasi untuk menjaga ketaatan terhadap
aturan pengoperasian perangkat radio (inspectrion of radio installation).
(6) Fungsi penegakan hukum (law enforcement) adalah untuk memastikan
penggunaan perangkat radio mengikuti standar yang ditetapkan, serta untuk
menindak pelanggaran-pelanggaran penggunaan spektrum yang tidak sesuai
dengan perizinannya.
(7) Fungsi aturan, regulasi dan standar (rules, regulation and associated standards)
yang memberi penguatan terhadap pengaturan-pengaturan yang diperlukan.
(8) Fungsi monitor spektrum (spectrum monitoring) akan melakukan pengawasan
terhadap pancaran-pancaran frekuensi radio melalui infrastruktur Sistem
Monitor Spektrum Frekuensi Radio
Untuk melaksanakan semua fungsi pengelolaan spektrum frekuensi radio
tersebut di atas, maka dalam mencapai tujuannya yaitu maximize spectrum efficiency
and minimize interference, maka pengelolaan sumber daya spektrum frekuensi radio
ini berada di Kementrian Komunikasi dan Informatika, Ditjen SDPPI.
49. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
33
1.8 Pengaturan Penggunaan Spektrum Frekuensi Maritim Berdasarkan
Radio Regulation ITU
Pengaturan penggunaan spektrum frekuensi khusus untuk maritim secara
internasional terdapat pada Radio Regulation ITU, dengan artikel-artikel yang
berhubungan dengan frekuensi maritim sebagai berikut :
Article 5 -Frequency allocations
Article 51 -Conditions to be observed in the maritime services
Article 52 -Special rules relating to the use of frequencies in Maritime
Services
Appendix 13 -Distress and safety communication Non-GMDSS
Appendix 15 -Frequencies for distress and safety communications for the
Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS)
Appendix 17 -Frequencies and channel arrangement in the high frequency
bands for maritime mobile services
Appendix 18 - Table of transmitting frequencies in the VHF maritimemobile
band
Appendix 25 -Provisions and associated frequency allotment Plan coast
radiotelephone stations operating in the maritime mobile bands
between 4 000 kHz and 27 500 kHz
1.9 Spektrum Frekuensi di Indonesia
Pada saat ini permintaan ijin ISR radio microwave mengalami kenaikan yang
sangat tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai gambaran jumlah penggunaan
Frekuensi (ISR) berdasarkan pita frekuensi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1-9. Jumlah Penggunaan Frekuensi (ISR) berdasarkan pita Frekuensi
Sumber : Data Statistik Ditjen Postel 2010
50. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
34
Peningkatan ijin ISR yang paling besar terjadi pada spektrum SHF yang
diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan radio Microwave. Untuk mengetahui
penggunaan pita frekuensi per provinsi pada posisi tahun 2010, dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 1-10.Penggunaan Pita Frekuensi per Provinsi pada tahun 2010
Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010
51. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
35
Penggunaan Spektrum frekuensi berdasarkan servisnya yang terdiri dari :
Aeronautical/Penerbangan
Broadcasting (TV & Radio)
Fixed Services
Land Mobile (Private)
Land Mobile (Public)
Maritim
Satellite
Tabel 1-11. Jumlah penggunaan kanal frekuensi menurut service 2008–2010
Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010
Berdasarkan pada tabel di atas, penggunaan frekuensi urutan ke 3 terbesar
sejak tahun 2008 adalah untuk Fixed Services, Land Mobile (Public) dan Land
Mobile (Provate) sejak dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010.
Gambaran secara detil penggunaan frekuensi per provinsi dapat dilihat pada tabel
berikut.
52. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
36
Tabel 1-12. Pengguna Pita Frekuensi per Propinsi Tahun 2010
Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010
Penggunaan menurut subservice yang cukup tinggi terjadi pada kelompok
service land mobile (public) : sub service GSM/DCS dan pada kelompok service land
mobile (private) : sub service standard. Penggunaan sub service GSM/DCS yang
tinggi ini sejalan dengan semakin berkembangnya industri telekomunikasi seluler
dengan semakin banyaknya oeprator dan jangkauan oleh masing-masing operator
sehingga semakin banyak BTS yang dibangun. Namun proporsi untuk penggunaan
sub service GSM/DCS sampai semester I tahun 2010 masih lebih rendah dari
proporsi penggunaanya selama tahun 2009.
Proporsi penggunaan frekuensi untuk subservice lainya tergolong kecil dan
penggunaan yang paling rendah untuk satelit. Untuk lebih jelasnya mengenai
penggunaan spektrum frekuensi tersebut, dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
53. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
37
Gambar 1-9. Komposisi Penggunaan Frekuensi menurut Service dan Subservice-
nya tahun 2010.
Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010
1.10 Kebijakan-Kebijakan Pemerintah dalam Penggunaan Spektrum
Frekuensi untuk Keperluan Maritim
Dasar Hukum yang digunakan
1. UU No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi
2. UU No 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran
3. PP No. 53 tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio ...
4. PP No. 05tahun 2010 tentang Kenavigasian
5. Permen No. 40/2009 tentang TASRI
6. Permen No. 26 / 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran
7. PP No. 06 tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang
Berlaku pada Departemen Perhubungan
8. PP No. 07 tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang
Berlaku pada Departemen Komunikasi dan Informatika
54. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
38
Regulasi pada saat ini
Ketentuan regulasi yang terkait dengan frekuensi disebutkan dalam Undang-undang
No 36 tahun 1999 pada pasal 33 dan pasal 34 yaitu :
Pasal 33
(1) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan
izin pemerintah
(2) Penggunaan spektrum frekuensi dan orbit satelit harus sesuai dengan
peruntukannya dan tidak saling mengganggu
(3) Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum
frekuensi radio dan orbit satelit
(4) Ketentuan penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang
digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 34
(1) Pengguna spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan
frekuensi, yang besaranya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita
frekuensi
(2) Pengguna orbit satelit wajib membayar biaya hak penggunaan orbit satelit
(3) Ketentuan mengenai biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2000 tentang Penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, menjelaskan secara lebih detil yang
terdiri dari :
Pembinaan (pada pasal 2)
Spektrum Frekuensi radio yang menjelaskan mengenai perencanaan,
Penggunaan, Perizinan, Realokasi Frekuensi radio, Biaya Hak Penggunaan
(BHP) Spektrum Frekuensi Radio, dan Biaya Hak Penggunaan (BHP) Orbit
Satelit (Pasal 3 ayat (1))
Pengawasan dan Pengendalian (pasal 3 Ayat (2))
Dalam ketentuan terkait dengan perencanaan spektrum frekuensi radio, dijelaskan
dalam Pasal 4 beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :
Dalam perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. mencegah terjadinya saling mengganggu;
b. efisien dan ekonomis;
c. perkembangan teknologi;
d. kebutuhan spektrum frekuensi radio di masa depan; dan/atau
e. mendahulukan kepentingan pertahanan keamanan negara, keselamatan dan
penanggulangan keadaan marabahaya (Safety and Distress), pencarian dan
pertolongan(Search and Rescue/SAR), kesejahteraan masyarakat dan
kepentingan umum.
55. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
39
Dalam hal perencanaan spektrum frekuensi, pemerintah telah merencanakannya dan
dituangkan dalam tabel alokasi frekuensi radio.
Ketentuan dalam regulasi yang ada pada saat ini secara keseluruhan dapat
digambarkan seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 1-10. Peraturan-peraturan terkait dengan Spektrum Frekuensi Radio
Peraturan-peraturan ini sudah berjalan dalam beberapa tahun sehingga sudah
banyak manfaat yang sudah diperoleh oleh para stakeholder, meskipun ada beberapa
permasalahan-permasalahan yang ada. Oleh sebab itu di masa mendatang diharapkan
segala permasalahan yang muncul pada saat ini bisa dieliminasi dan bisa
mengantisipasi permasalahan-permasalahan di masa mendatang, agar di masa
mendatang kebutuhan dari para stakeholder spektrum frekuensi radio bisa dilayani
UU no. 36/1999 ttg
Telekomunikasi
PP No. 52/2000 ttg
Penyelenggaraan
Telekomunikasi
PP No. 7/2009 ttg
Jenis dan Tarif Atas
Jenis PNBP ...
DEPKOMINFO
PP No. 38/2007 ttg
Pembagian Urusan
Pemerintahan ...
Kabupaten/Kota
PP No. 53/2000 ttg
Penggunaan
Spektrum
Frekuensi Radio
dan Orbit Satelit
Permen No.
43/2009 ttg
Penyelenggaraan
Penyiaran ...
Penyiaran Televisi
Permen No.
3/2006 ttg Peluang
Usaha u/
Penyelenggaraan
Jar. Bergerak ...
Nasional
Perdirjen Postel
No. 96/2008 ttg
Ppersyaratan
Teknis Alat
Perangkat ...
Frek.2.3 GHz
Kepdirjen Postel
No. 223/2002 ttg
Pengelompokan
Alat dan Perangkat
Telekomunikasi
56. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
40
dengan baik dengan sudah mempertimbangkan segala aspek yang terkait secara
komprehensif.
Beberapa kebijakan spektrum frekuensi radio di Indonesia yang melatar
belakangi regulasi yang terkait dengan penggunaan spektrum frekuensi radio,
diantaranya adalah :
Lisensi Frekuensi Radio diberikan melalui metode first come first served dan
beauty contest.
Lisensi Frekuensi Radio dipertimbangkan hanya sebagai media untuk
operator telekomunikasi (dan broadcasting).
Seringkali, Lisensi diberikan tanpa perencanaan spektrum frekuensi yang
mencukupi.
Hanya ada satu jenis dari Lisensi Radio Spektrum Frekuensi Radio yaitu
berbasiskan Izin Stasiun Radio (ISR)
Kurang Fleksibel, terlalu banyak pekerjaan administrasi, sulit verifikasi
Besaran nilai Biaya Hak Pengguna (BHP) frekuensi tahunan ditentukan
berdasarkan kepada jenis layanan dan teknologi untuk tiap pemancar (Tx)
yang dibangun.
Sulit pemeriksaan dan verifikasi.
Sulit menghitung besaran indeks pentarifan spektrum untuk teknologi baru.
Efek dari adanya kebijakan tersebut diantaranya adalah :
Penumpukan Spektrum (Spectrum hoarding)
Pengembangan serta roll out dari jaringan menjadi lambat kecuali beberapa
operator saja.
Konflik dari standar yang berkompetisi serta perencanaan frekuensi (GSM
dan AMPS/ CDMA di 890 MHz, UMTS dan PCS-1900 di 1900 MHz)
Kebijakan tersebut di atas sudah mewarnai penggunaan spektrum frekuensi
radio di Indonesia pada saat ini, dimana masih ada beberapa kebijakan pengaturan
spektrum frekuensi yang harus ditingkatkan agar pemanfaatan sumber daya yang
terbatas ini akan dapat bermanfaat secara maksimal bagi masyarakat, pemerintah dan
para pengguna sepektrum frekuensi.
1.11 PNBP untuk Pengguan Spektrum Frekuensi Radio pada Dinas Maritim
Sebagai akibat pemanfaatan spektrum frekuensi oleh para stakeholder
telekomunikasi, diperoleh pendapatan dari penggunaan spektrum frekuensi dengan
mengacu pada ketentuan dalam tarif Biaya Hak Penggunaan (BHP) Spektrum
Frekuensi Radio, yang merupakan salah satu komponen dari pendapatan PNBP
Kemenkominfo.
57. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
41
Tabel 1-13. Realisasi PNBP Bidang Pos dan Telekomunikasi 2005- 2010
Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010
Gambar 1-11. Data Historis Realisasi PNBP bidang Postel 2005-2010.
Sumber: Statistik Ditjen POSTEl 2010
CAGR dari Standarisasi dari tahun 2006 – 2010 paling tinggi dibandingkan dengan
unsur PNBP lainya, meskipun kontribusinya masih dibawah frekuensi, USO dan
Telekomunikasi.
Dengan melihat proporsi pendapatan di atas, kontribusi pendapatan dari
PNBP – Frekuensi adalah paling besar dan hal tersebut menunjukkan bahwa
penggunaan spektrum frekuensi oleh para stakeholder mengalami peningkatan yang
cukup besar dalam rangka untuk menghasilkan jenis jasa layanan telekomunikasi
yang diperlukan oleh masyarakat. Di masa mendatang pengelolaan manajemen
spektrum frekuensi harus selalu ditingkatkan kinerjanya sehingga kebutuhan akan
spektrum frekuensi akan dapat dilayani dengan baik dalam jangka waktu yang lebih
cepat, dalam proses yang lebih sederhana.
Pada saat ini kategori non komersial untuk penggunaan frekuensi untuk
kepentingan seperti Maritim pada kenyataanya menggunakan spektrum frekuensi
radio untuk kegiatanya, padahal dalam kenyataanya pemerintah yang dalam hal ini
58. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
42
Ditfrek – Ditjen SDPPI menjalankan perannya dalam menjadi Lembaga Pengelola
Spektrum Frekuensi Radio yang merupakan sumber daya alam yang terbatas harus
dilakukan secara efektif dan efisien, melalui :
Perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio yang bersifat dinamis
dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat dan perkembangan teknologi.
Pengelolaan spektrum frekuensi radio secara sistematis dan didukung
sistem informasi spektrum frekuensi radio yang akurat dan terkini.
Pengawasan dan pengendalian pengunaan spektrum frekuensi radio yang
konsisten dan efektif.
Regulasi yang bersifat antisipatif dan memperikan kepastian hukum.
Kelembagaan pengelolaan spektrum frekuensi radio yang kuat, didukung
oleh sumber daya manusia yang profesional serta prosedur dan sarana
pengelolaan spektrum frekuensi radio yang memadai.
Mengingat kondisi negara Indonesia yang sangat luas dan merupakan negara
kepulauan, dimana kebutuhan spektrum frekuensi akan mutlak diperlukan dalam
rangka untuk membangun penyebaran jasa layanan telekomunikasi yang mengarah
ke broadband, oleh sebab itu semua pengguna frekuensi seharusnya tidak
dimasukkan dalam kategori non komersial akan tetapi di masa mendatang, semua
pengguna frekuensi harus dikenakan biaya agar dari masing-masing pengguna akan
dapat meningkatkanefisiensipenggunaanya dan dari pemerintah selaku Lembaga
Pengelola Spektrum Frekuensi Radio akan mendapatkan pendapatan dari
penggunaan resource ini. Dalam prakteknya, bisa saja instansi-instansi pengguna
frekuensi tertentu tidak harus membayar dengan menggunakan pola subsidi atau pola
yang cocok. Dengan pola ini maka akan dapat diketahui besarnya pendapatan yang
diperoleh oleh Ditfrek selama 1 tahun dalam mengelola spektrum frekuensi dan
berapa besar dari para instansi yang mendapatkan subsidi dari pemerintah sebagai
akibat penggunaan spektrum frekuensi dan selanjutnya akan bisa mengoptimalkan
penggunaanya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhannya unuku memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
Komunikasi radio untuk kepentingan maritim dan penerbangan merupakan
komunikasi radio yang berhubungann dengan keselamatan transportasi laut dan
udara. Dalam Radio Regulation ITU-R alokasi frekuensi untuk kepentingan ini
meliputi Aerotautical Mobile Services, Maritime Mobile Services, Radio Navigation
services, Redio Determination Services, Radio Location Service baik untuk Services
Terresterial dan satelit. Pengaturan dan penentuan kanal frekuensi untuk kepentingan
komunikasi ini dilakukan secara bersama-sama antara Ditjen Postel dengan Ditjen
Hubla dan Ditjen Hubud.Hubungan komunikasi radio maritim internasional
dikoordinasikan melalui ITU, IMO dan INMARSAT, sedangkan untuk hubungan
komunikasi radio penerbangan internasional dikoordinasikan melalui ITU dan ICAO.
59. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
43
Dalam Radio Regulation (RR) ITU-R, alokasi frekuensi untuk komunikasi
maritim dan penerbangan meliputi :
Aeronautical Mobile Services
Maritime Mobile Services
Radio Navigation Services
Radio Determination Services
Radio Location Services
Dalam pengaturan dan penetuan kanal frekuensi Ditjen Postel melakukan
koordinasi dengan Ditjen Hubla, Ditjen Hubud dan Departemen Perhubungan.
Penggunaan komunikasi radio maritim dan penerbangan untuk kepentingan
pertahanan dan keamanaan negara dikoordinasikan bersama antara Ditjen Postel,
Ditjen Hubla, Ditjen Hubud, Departemen Perhubungan dan TNI.
Untuk hubungan komunikasi radio maritim internasional dikoordinasikan
melalui ITU, IMO, dan Inmarsat. Sedangkan untuk hubungan komunikasi radio
penerbangan internasional dikoordinasikan melalui ITU dan ICAO.
Untuk frekuensi radio stasiun pantai, komunikasi GMDSS maupun frekuensi
komunikasi radio penerbangan, terutama yang bekerja di HF yang dapat menembus
batas negara.
Proses perijinan Maritim, dari kondisi awal dampai dengan tahap akhir dapat
dijelaskan seperti pada gambar berikut.
60. Penggunaan Spektrum Frekuensi Untuk Keperluan Dinas Maritim
44
Gambar 1-12. Proses Perijinan Maritim
Sumber : www.Postel.go.id
61. 45
BAB II HASIL PENGUMPULAN
DATA
Hasil pengumpulan data yang telah dilakukan menggunakan metode FGD, In
depth interview, Kuesioner dan Studi Literatur. Hasil pengumpulan data ini
selanjutnya dianalisa lebih detil dalam bab pembahasan.
2.1 Hasil In depth Interview
In depth Interview telah dilaksanakan pada lima tempat yaitu Jakarta, Medan,
Surabaya, Makassar dan Manado dengan membuat janji terlebih dahulu, baik pada
regulator maupun pada pengguna frekuensi maritim.Untuk in depth interview di
Jakarta dilaksanakan di Hotel Akmani, in depth interview di Medan dilaksanakan di
Hotel Grand Angkasa Medan, in depth interview di Surabaya dilaksanakan di Hotel
Santika, in depth interview di Makassar dilaksanakan di Hotel Horizzon, in depth
interview di Manado dilaksanakan di Hotel Swiss Bell.
Hasil in depth interview dapat dilihat pada tabel dibawah ini.