Klien Tn. W dirawat di RSUD Pasar Rebo dengan diagnosis post op TUR-P. Selama perawatan, perawat memantau eliminasi urine, menjaga keseimbangan cairan, dan memberikan edukasi tentang penyakit dan tindak lanjut."
1. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn.W DENGAN
POST OP TUR-P DI RUANG CEMPAKA RSUD PASAR
REBO
DISUSUN OLEH:
FLORENSIUS
NIM: 13.010
AKADEMI KEPERAWATAN BERKALA WIDYA HUSADA
JAKARTA
2016
2. BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sangat penting bagi kita untuk mengetahui tentang penyakit yang di derita oleh
penduduk usia lanjut mengingat semakin bertambahnya jumlah penduduk usia
lanjut di dunia dan di indonesia khususnya salah satu penyakit yang di derita
penduduk usia lanjut adalah BPH atau pembesaran kelenjar prostat, dalam bahasa
kedokteran yaitu benigna prostat hyperplesia.
3. Data WHO (2013)
terdapat sekitar 70 juta kasus degeneratif salah satunya adalah BPH, dengan insidensi di negara
maju sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5,35% kasus.
Di Indonesia BPH nomor 2 terbanyak setelah batu pada saluran kemih. Tahun 2013 di Indonesia
terdapat 9,2 juta kasus BPH, diderita pria berusia di atas 60 tahun. Pada tahun 2014 sebanyak 45
kasus BPH (Riskesdas, 2013)
jumlah kasus dengan penderita BPH 50 kasus keseluruhan pasien yang dirawat yaitu 1.365 orang.
Komplikasi yang terjadi ISK, Hidronefrosis Uretra, Disfungsi Seksual, dan Gagal ginjal
akut/kronis.
Data dari medical record rumah sakit RSUD pasar rebo jakarta di ruang cempaka, data dari 6
bulan terakhir.
presentase berjumlah 3.66%
4. TUR-P
Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis
selama prosedur
Komplikasi TUR-P jangka pendek adalah perdarahan, hiponatremia
atau retensio oleh karena bekuan darah.
operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, yang dilengkapi alat pemotong dan counter yang
disambungkan dengan arus listrik.
Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd
(50-90%), impotensi (4-40%).
5. Peran perawat dalam memberikan Asuhan Keperawatan Post op TUR-P
Preventif
(pencegahan)
menganjurkan untuk
jangan menahan
keinginan untuk
berkemih dan
menghindari
konsumsi lemak
karena dapat
meningkatkan
pembesaran prostat.
promotif
(memberikan
pendidikan atau
penyuluhan)
menjelaskan tujuan
dari tindakan setiap
pengobatan untuk
mencegah komplikasi
kuratif (kegiatan
pengobatan)
penyembuhan penyakit
seperti tindakan operasi
TUR-P
rehabilitatif
(memulihkan)
dalam melakukan
pelaksanaan
keperawatan.
meliputi aspek bio
pisikologi dan spiritual
1 2
3 4
6. BAB II
Tinjauan Teoritis
A. Pengertian
BPH (Benigna
Prostat
Hyperplasia)
pembesaran progresif dari
kelenjar prostat yang dapat
menyebabkan obstruksi dan
ristriksi jalan urine (urethra).
(M. Clevo Rendi,
2012 : 116)
B. Etiologi
Penyebab
BPH
dapat dikaitkan dengan
keberadaan hormonal
yaitu hormon laki-laki
(testosteron).
BPH terjadi ketika seorang
laki-laki kadar hormon
estrogen meningkat dan kadar
hormon testosteron menurun
jaringan prostat menjadi lebih
sensitif terhadap estrogen serta
kurang responsif terhadap
dihydrotestosterone (DHT),
yang merupakan testosteron
eksogen.
Toto suharyanto & Abdul
Madjid (2009: 249)
fakta
7. C. Patofisiologi (proses perjalanan penyakit, manifestasi klinis, komplikasi)
Proses Perjalanan Penyakit
terjadi setelah usia
pertengahan akibat
perubahan normal
prostat membesar
dengan
terbentuknya
adenoma
Pembesaran ini mendesak
jaringan prostat dan
menyempitkan uretra
mengakibatkan kesulitan
buang air kemih
buang air kemih tidak
efisien karena air kemih
yang di keluarkan hanya
sedikit menimbulkan urine
tertinggal di dalam
kandung kemih.
Manifestasi
Klinis (tanda
dan gejala)
obstruksi meliputi
hesitancy,
intermiten,
pengeluaran urin
yang tidak tuntas,
aliran urin yang
buruk, dan retensi
urin
komplikasi
hidronefrosis gagal
ginjal, Pielonefritis
dan hernia.
tindakan operasi
TUR-P
8. D. Penatalaksanaan Medis
Transuretral
reseksi
prostat
(TURP)
operasi
pengangkatan
jaringan
prostat lewat
uretra
menggunakan
resektroskop
yang dilengkapi
dengan alat
pemotong dan
counter yang
disambungkan
dengan arus
listrik
dilakukan
pada prostat
yang
mengalami
pembesaran
antara 30-60
gram
kemudian
dilakukan
reseksi.
Cairan irigasi
digunakan
secara terus-
menerus
dengan cairan
isotonis
selama
prosedur
Setelah dilakukan
TURP, dipasang
kateter Foley tiga
saluran no. 24
yang dilengkapi
balon 30 ml
Irigasi kandung
kemih yang
konstan
dilakukan setelah
24 jam dibilas
setiap 4 jam
sampai cairan
jernih.
Kateter dingkat
setelah 3-5 hari
setelah operasi
dan pasien
harus sudah
dapat berkemih
dengan lancar.
Komplikasi TUR-P jangka pendek
perdarahan, infeksi, hiponatremia atau
retensio oleh karena bekuan darah.
komplikasi jangka panjang adalah
striktura uretra, ejakulasi retrograd
(50-90%), impotensi (4-40%).
9. E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi
skunder pada TUR-P.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder dari
TUR-P: bekuan darah.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
4. Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten
akibat dari TUR-P.
5. Kurang pengetahuan tentang TUR-P berhubungan dengan kurang
informasi.
10. Bab III
TINJAUAN
KASUS
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn.W dengan Post Op TUR-P di Rumah Sakit Umum
Daerah Pasar Rebo Jakarta ruang Cempaka, selama 3 hari mulai tanggal 28 sampai 30 April
2016.
1. Identitas klien
Nama klien Tn.W jenis kelamin laki-laki, Usia 61 tahun, Status Perkawinan sudah
menikah, Agama Islam, Suku Bangsa Jawa, Pendidikan Sekolah Dasar, Bahasa yang
digunakan Bahasa Indonesia, Pekerjaan Buruh, alamat Parung Serab Gang Sawo RT
08 / RW 004 Jakarta Selatan, No Register 2016-68.92.90, Diagnosa medis Post op
Tur-p.
11. 2. Resume
Klien Tn W umur 61tahun datang ke RSUD Pasar Rebo Jakarta Timur dengan keluhan
nyeri saat buang air kecil, saat air mengeluarkan air kencing sangat sedikit dan
mengeluarkan darah, klien selalu merasa masih ada sisa urine di kandung kemih klien
menderita penyakit ini sudah 3 hari.
Klien dilakukan operasi TUR-P pada tanggal 23 april 2016 operasi berlangsung dari
jam 10.15 wib – 13.15 wib.
Data yang didapat setelah melakukan pengkajian pada tanggal 28 April 2016 ialah
tampak cairan berwarna kuning bercampur dengan gumpalan darah pada urine bag,
tampak kandung kemih teraba penuh, klien mengatakan nyeri saat buang air kecil, klien
mengatakan baru minum 1 buah aqua gelas (240 ml), klien sudah terpasang kateter selama
6 hari , terpasang infus Nacl 0,9% 20 Tpm sudah 6 hari, terpasang spoling kateter Nacl
0,9% 20 Tpm, klien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya, klien mengatakan tidak
pernah menerima info audiovisual dan info dari tenaga kesehatan , tampak klien tidak
mampu menjawab pertanyaan seputar Tur-p, klien mengatakan merasa pusing jika bangun
dari tempat tidur, klien mengatakan badannya terasa panas/hangat dari hasil observasi
TTV didapat: tekanan darah 100/70mmhg, Suhu 37̊,9C, nadi 80x/menit RR 19x/menit.
12. Analisa Data
DATA FOKUS
DIAGNOSA 1
Data subjektif:
Klien mengatakan baru minum 1 gelas aqua (240 ml) dalam 4 jam terakhir.
Klien mengatakan nyeri saat buang air kecil dan terasa tidak tuntas.
Klien mengatakan kandung kemih terasa penuh.
Data objektif :
Tampak cairan urine berwarna kuning bercampur dengan gumpalan darah pada
urine bak.
Rumus :
IWL = (15 x BB )
24 jam
IWL = (15 x 59 ) = 36,8 cc/jam
24 jam
Dalam 24 jam ----> 36,8 x 24 = 883cc
Input Cairan:
Infus = 1500 cc
Minum = 1200 cc
AM = 295 cc (5 cc x bb kg) +
———————————————
2995 cc
Output cairan:
Urine = 2100 cc
IWL = 883 cc +
———————————
2983 cc
Jadi Balance cairan Tn W dalam
24 jam : Intake cairan – output
cairan
2995 cc – 2983 cc
= + 12 cc.
13. DIAGNOSA 2
Data subjektif
Klien mengatakan merasa pusing jika bangun dari tempat tidur
Klien mengatakan badanya terasa panas/hangat
Data objektif
Klien sudah terpasang kateter selama 6 hari
Terpasang infus Nacl 0,9% 20 Tpm sudah 6 hari
Dari hasil
observasi TTV
didapat: tekanan
darah
100/70mmhg, Suhu 37,9̊C, Nadi 80x/menit RR
20x/menit.
Leukosit : 11,01rb sel /mm3
14. DIAGNOSA 3
Data subjektif
Klien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya.
Klien mengatakan tidak pernah menerima info audiovisual dan info dari tenaga
kesehatan.
Data objektif
Tampak klien tidak mampu menjawab pertanyaan seputar Tur-p.
15. Diagnosa keperawatan
1. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder dari TUR-P:
bekuan darah.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
3. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang
rutinitas pasca operasi, gejala untuk dilaporkan, perawatan di rumah dan
intruksi evaluasi.
16. RENCANA TINDAKAN
DIAGNOSA 1
Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder dari TUR-P:
bekuan darah
Tujuan:
setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan: klien dapat berkemih tanpa
disertai retensi urine.
Kriteria Hasil :
1. Klien menunjukan eliminasi urine tidak terganggu: bau, jumlah dan warna
urine dalam batas normal.
2. Klien berkemih tanpa retensi
3. Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar lewat kateter.
4. Tidak terdapat distensi kandung kemih.
Tindakan :
1. Kaji output urine dan karakteristiknya.
2. Pantau eliminasi, meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
warna jika perlu.
3. Pertahankan irigasi kandung kemih yang konstan selama 24 jam
pertama.
4. Anjurkan intake cairan 2500-3000 ml sesuai toleransi.
5. Setelah kateter diangkat, pantau jumlah urine dan ukuran aliran.
6. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan
berkemih, urgensi atau gejala-gejala retensi.
17. observasi keadaan umum klien, respon hasil: klien tampak lemas, infus menetes
lancar. melakukan observasi TTV :TD : 120/70 mmHg, N : 80 x/menit, S : 37,90C, RR
: 20 x/menit.
mengobservasi bau, volume, warna urine, dan menganjurkan klien untuk minum
hasil : klien mengatakan minum sudah 1 gelas aqua, mukosa mulut tampak lembab,
kulit elastis, melakukan tindakan spull kateter respon hasil: klien mengatakan saat
BAK tidak sakit lagi tampak cairan urine yang mengalir lewat kateter lancar dan
tidak terdapat bekuan darah
melakukan tindakan spull kateter respon hasil: klien mengatakan saat BAK tidak
sakit lagi tampak cairan urine yang mengalir lewat kateter lancar dan tidak terdapat
bekuan darah
memasang cairan infus Nacl 0.9%, respon hasil, infus menetes lancar 20 tpm
mengup infus hasil : tampak wajah klien sudah segar dan bisa makan sendiri.
Pelaksanaan :
18. Evaluasi
Sabtu, 30 April 2016, Jam 14.00 Wib.
Subjektif:
Klien mengatakan minum sudah habis 6 gelas aqua kecil selama 8 jam terakhir.
Objektif :
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi pada klien turgor kulit elastis, urine
berwarna kuning jernih, klien banyak minum 1-2 liter/hari, balance
cairan
Rumus :
IWL = (15 x BB )
24 jam
IWL = (15 x 59 ) = 36,8 cc/jam
24 jam
Dalam 24 jam ----> 36,8 x 24 = 883cc
Input Cairan:
Infus = 1500 cc
Minum = 1200 cc
AM = 295 cc (5 cc x bb kg) +
———————————————
2995 cc
Output cairan:
Urine = 2103 cc
IWL = 883 cc +
—————————————
——-
2986 cc
Jadi Balance cairan Tn W dalam
24 jam : Intake cairan – output
cairan
2995 cc – 2986 cc
= + 10 cc.
19. Analisa :
Tujuan tercapai sebagian
Planning :
Lanjutkan tindakan spoling jika terjadi penumpukan cairan darah dalam
kateter.
Dorong pemasukan 2500-3000 ml / hari sesuai toleransi.
20. BAB IV
PEMBAHASAN
Pembahasan ini menggambarkan asuhan keperawatan tinjauan teori dan praktek, serta
menganalisa berbagai faktor pendukung dan penghambat ataupun alternatif untuk
memecahkan masalah dalam memberikan asuhan keperawatan.
Pada penatalaksanaan medis terdapat perbedaan antara teori dan kasus yaitu Kateter
dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan
lancar sedangkan yang ada pada kasus klien terpasang kateter selama 6 hari dan masih
terdapat gumapalan darah yang bercampur dengan urine karena infeksi akibat
komplikasi TUR-P jangka pendek yaitu perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensi
yang menyebabkan terbentuknya bekuan darah
PENGKAJIAN
Tidak terdapat perbedaan antara teori dan kasus pada etiologi, patofisiologi, dan
manifestasi klinis.
Faktor pendukung yang penulis temukan selama proses pengkajian yaitu
keluarga dan klien mau terbuka akan kondisi kesehatan klien Selain itu juga
data-data yang ada di status klien dan catatan medis cukup menunjang, serta
informasi dari perawat ruangan yang sangat membantu penghambat kesulitan
dalam pemeriksaan fisik, hal itu dikarenakan pasien terkadang suka lupa
tentang hal yang sudah dilakukan .
21. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ada pada teori dan ada pada kasus adalah:
1. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder dari
TUR-P: bekuan darah
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih
3. Kurang pengetahuan tentang TUR-P berhubungan dengan kurang
informasi.
Diagnosa keperawatan yang ada pada teori tetapi tidak terdapat pada kasus adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme kandung kemih dan insisi skunder
pada TUR-P, diagnosa ini tidak diangkat karena klien mengatakan sudah tidak
merasa nyeri dan tidak terdapat tanda dan gejala akibat nyeri.
2. Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat
dari TUR-P. Diagnosa ini tidak diangkat karena klien mengatakan merasa
sudah tua diumurnya yang ke 61 tahun dan sudah tidak memiliki dorongan
seksual lagi dan merasa sudah cukup memiliki 2 orang anak serta 5 cucu
22. Perencanaan
Pada tahap ini penulis menyusun perencanaan keperawatan meliputi penentuan
masalah, prioritas masalah, perumusan tujuan yang ditetapkan dalam 3x24 jam,
kriteria hasil ditetapkan sesuai dengan waktu yang ditetapkan berdasarkan SMART
Pada rencana tindakan diagnosa Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan
obstruksi sekunder dari TUR-P: bekuan darah terdapat pebedaan antara teori dan
kasus yaitu setelah kateter diangkat, pantau jumlah urine dan ukuran aliran,
perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan berkemih,
urgensi atau gejala-gejala retensi. Karena pada kasus kateter belum aff/diangkat
karena masih terdapat gumapalan darah yang bercampur dengan urine karena
adanya proses resiko infeksi akibat komplikasi TUR-P.
Tidak terdapat pebedaan antara teori dan kasus pada diagnosa
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih
Kurang pengetahuan tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
23. Pelaksanaan
Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari perencanaan, dimana penulis akan
membahas tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dan tidak
dilaksanakan. Pelaksanaan menurut Wartonah Tarwono, (2006) implementasi
merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam perawatan. Tindakan yan
mencakup tindakan mandiri (independen), dan kolaborasi.
Diagnosa pertama terdapat perbedaan antara teori dan kasus yang tidak dilakukan
ialah setelah kateter diangkat, pantau jumlah urine dan ukuran aliran, perhatikan
keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan berkemih, urgensi atau gejala-
gejala retensi.
Tidak terdapat perbedaan antara teori dan kasus pada diagnosa
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih
Kurang pengetahuan tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
24. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, evaluasi yang
dilakukan meliputi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif didokumentasikan di dalam
catatan keperawatan yakni sesuai dengan pelaksanaan tindakan keperawatan,
sedangkan evaluasi sumatif adalah penilaian akhir dari proses keperawatan dengan
menentukan tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diharapkan dari proses
keperawatan yang telah diberikan terhadap klien
Dari tiga masalah keperawatan yang ditemukan pada klien Tn.W didapat :
Masalah keperawatan yang tujuannya tercapai yaitu kurang pengetahuan tentang
TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
Masalah keperawatan tercapai sebagian yaitu
perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi sekunder dari TUR-P: bekuan
darah
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan,
kateter, irigasi kandung kemih sering. karena waktu yang terbatas untuk dilakukan
pemberian asuhan keperawatan.
25. BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah menguraikan beberapa hal tentang Asuhan Keperawatan Pada Tn.W dengan
BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi jalan urine (urethra).
aspek yang menonjol yaitu pada klien Tn.W pada teori kateter bisa
diangkat/aff setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat
berkemih dengan lancar sedangkan yang ada pada kasus klien terpasang
kateter selama 6 hari dan masih terdapat gumapalan darah yang bercampur
dengan urine.
Saran
Dapat menjalin hubungan yang baik dengan perawat ruangan agar dapat
bekerjasama dengan perawat ruangan dalam melaksanakan asuhan keperawatan
pada klien dengan benigna prostat hiperplesia dan post op TUR-P