1. Oleh :
KH. M. SHIDDIQ AL JAWI, S.Si, MSI
DOSEN STEI HAMFARA JOGJA
BANDUNG 29 OKTOBER 2018
HUKUM UTANG & PINJAMAN
(ضْرَقْلاَو نْيَدال ُماَكْ)أح
4. PENGERTIAN UTANG (AD DAIN)
الدين:ماكانفيالذمة
ماثبتمنالمالفيالذمةبعقدأواستهالكأواستقراض
Utang adalah : apa-apa yang telah
berada dalam tanggungan
Utang adalah apa-apa [harta] yang
telah tetap dalam tanggungan, karena
adanya akad, atau karena perusakan
(istihlak), atau karena adanya
peminjaman (istiqradh).
(Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al Fuqaha`, hlm. 162).
6. PENGERTIAN PINJAMAN (AL QARDH)
ضْرَقالفياالصطالح:ُعَْفدمالإرفاقالمنينتفع
بهويردبدله
Pinjaman (qardh) menurut istilah
syariah adalah memberikan harta
untuk menolong sesama bagi
orang yang akan memanfaatkan
harta itu dan mengembalikan
penggantinya.
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, Juz 33, hlm. 89).
7. ANALISIS DEFINISI QARDH
(1) Qardh (pinjaman) adalah harta yang
diberikan kepada seseorang agar dia
mengembalikan harta yang
semisalnya.
(2) Qardh terjadi pada uang atau
barang.
(3) Definisi pinjaman (qardh, loan)
tidak sama dengan definisi utang
(dain, debt).
8. ANALISIS DEFINISI QARDH
(4) Utang (dain) adalah suatu harta
yang telah menjadi tanggungan
seseorang,
Sedang pinjaman (qardh) adalah harta
yang diberikan kepada seseorang agar
dia mengembalikan harta semisalnya.
Namun utang dan pinjaman
mempunyai hubungan umum dan
khusus.
Utang merupakan kategori yang
9. ANALISIS DEFINISI QARDH
Seperti halnya kategori “kendaraan”
yang lebih umum daripada “mobil”.
Setiap “mobil” pasti termasuk
“kendaraan”, tapi tidak setiap
“kendaraan” adalah “mobil”.
Jadi, setiap qardh pasti termasuk dain
(utang), tapi tidak setiap dain (utang)
adalah qardh.
Ada utang (dain) yang bukan qardh.
10. ANALISIS DEFINISI QARDH
Urgensi memahami perbedaan dain dan
qardh a.l. :
(1) Agar kita dapat memahami perbedaan
hukum dain dan qardh.
Hukum Dain, secara umum adalah boleh
(mubah).
Hukum Qardh adalah mandub (sunnah).
(2) Agar kita dapat memahami beberapa
hukum yang didasarkan pada perbedaan
jenis utang. Misalnya : hukum
memanfaatkan rahn bagi murtahin.
12. HUKUM SEPUTAR UTANG (AD DAIN)
Hukum utang (dain) itu sendiri asalnya
adalah boleh (ja`iz), sesuai firman
Allah SWT :
اَياَهُّيَأَينِذَّلاواُنَمآاَذِإُتنَيَادَتْمنْيَدِبىَلِإلَجَأَسُمىًمُهوُبُتْكاَف
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai [yaitu secara utang]
untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. (QS
Al Baqarah : 282).
13. HUKUM SEPUTAR UTANG (AD DAIN)
Namun berhubung ada nash-nash
syariah yang mencela utang, maka
muncul pertanyaan :
Bagaimanakah mendudukkan nash-
nash yang mencela utang itu?
Sebelum dijawab, akan disajikan dulu
beberapa nash syariah yang mencela
utang.
(Lihat : Sami Suwailim, Mauqif As
Syari’ah Al islamiyyah min d Dain).
14. HUKUM SEPUTAR UTANG (AD DAIN)
(1)عنعائشةرضيهللاعنهاأنرسولهللاصلىهللاعليهوسلم
كانيدعوفيالصالة:(اللهمإنيأعوذبكمنعذاب،القبر
وأعوذبكمنفتنةالمسيح،الدجالوأعوذبكمنفتنةالمحيا
وفتنة،المماتاللهمإنيأعوذبكمنالمأثموالمغرم).فقالله
قائل:ماأكثرماتستعيذمنالمغرم؟فقال:(إنالرجلإذا،غرم
حدث،فكذبووعدفأخلف)رواهالبخاري
(1) Dari ‘A`isyah RA bahwa Rasul SAW
pernah berdoa dalam sholat,”Ya Allah, aku
berlindung kepadamu dari azab kubur, aku
berlindung kepadamu dari cobaan (fitnah)
Al Masih Ad Dajjal, aku berlindung
kepadamu dari cobaan kehidupan dan…
15. HUKUM SEPUTAR UTANG (AD DAIN)
... dan kematian, aku berlindung kepadamu
dari dosa dan utang.
Ada yang bertanya,”Betapa seringnya
Anda minta perlindungan dari utang?”
Rasul SAW menjawab,”Sesungguhnya
seseorang itu jika ia berutang lalu
berbicara, maka dia akan berdusta. Jika dia
membuat janji, maka dia akan ingkar janji.”
(HR Bukhari, no 798).
16. HUKUM SEPUTAR UTANG (AD DAIN)
(2)عنعبدهللابنعمروبنالعاص؛أنرسولهللاصلىهللاعليه
وسلمقال(يغفرللشهيدكل،ذنبإالالدين)رواهمسلم1886
(2) Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Aash,
bahwa Rasul SAW bersabda,”Akan
diampuni orang yang mati syahid setiap
dosanya, kecuali utang.”(HR Muslim, no
1886).
(3)قالرسولهللاصلىهللاعليهوسلمُسْفَنُنِمْؤُمْلاةَقَّلَعُمِنْيَدِب،ِه
ىَّتَحىَضْقُيُهْنَعواهابنماجة2413
(3) Sabda Rasul SAW,”Jiwa seorang mukmin
tergantung pada utangnya, hingga utang itu
dilunasi.” (HR Ibnu Majah, no 2413).
17. HUKUM SEPUTAR UTANG (AD DAIN)
(4)عنمحمدبنجحشقالكانرسولهللاصلىهللاعليهوسلم
قاعداحيثتوضعالجنائزفرفعرأسهقبلالسماءثمخفضبصره
فوضعيدهعلىجبهتهفقالسبحانهللاسبحانهللاماأنزلهللامن
التشديدقالفعرفناوسكتناحتىإذاكانالغدسألترسولهللاصلىهللا
عليهوسلمفقلتيارسولهللاماالتشديدالذينزلقالفيالدين
والذينفسمحمدبيدهلوقتلرجلفيسبيلهللاثمعاشوعليهدين
مادخلالجنةحتىيقضيدينهرواهالحاكم2212
(4) Dari Muhammad bin Jahsy, dia berkata,
pernah Rasul SAW duduk ketika jenazah
diletakkan [ke dalam kubur], lalu beliau
mengangkat kepalanya ke arah langit, lalu
menundukkan pandangannya dan meletakkan
18. HUKUM SEPUTAR UTANG (AD DAIN)
…tangannya di dahinya lalu
bersabda,’Subhaanallah ! Subhaanallah !
Betapa Allah menurunkan ancaman yang
keras (tasydid).” Kami pun tahu dan diam,
hingga keesokan harinya, aku bertanya
kepada Rasul SAW,”Hai Rasulullah, apa
ancaman keras yang diturunkan Allah?”
Rasul SAW menjawab,”Kalau saja seseorang
terbunuh di jalan Allah, lalu dia dihidupkan
lagi (di Hari Kiamat) sedang dia masih punya
utang, maka dia tidak akan masuk surga
sebelum utangnya dilunasi.” (HR Al Hakim).
19. HUKUM SEPUTAR UTANG (AD DAIN)
(5)عنعقبةابنعامررضيهللاعنهأنهسمعرسولهللاصلىهللا
عليهوسلمالتخيفواانفسكمأوقالاالنفسقالوايارسولهللاوما
نخيفانفسنا؟قالالدينرواهاحمد
(5) Dari ‘Uqbah bin ‘Amir RA, dia pernah
mendengar Rasulullah SAW bersabda :
”Janganlah kalian menakut-nakuti diri kalian
sendiri!”
Para sahabat bertanya,”Wahai Rasululah, apa
yang menakut-nakuti diri kami sendiri?
Rasulullah SAW bersabda,”Utang.”
(HR Ahmad).
20. HUKUM SEPUTAR UTANG (AD DAIN)
(6)عنثوبانقالقالرسولهللاصلىهللاعليهوسلممنماتوهو
بريءمنثالثالكبروالغلولوالديندخلالجنةرواهالحاكم2214
(6) Dari Tsauban RA, dia berkata, Rasulullah
SAW telah bersabda :
”Barangsiapa yang mati sedang dia terlepas
dari tiga perkara, yaitu kesombongan, harta
yang haram (ghuluul), dan utang, maka dia
masuk surga.”
(HR Al Hakim, no 2214).
Inilah sebagian dari nash-nash yang mencela
utang, lalu bagaimanakah mendudukkannya?
21. HUKUM SEPUTAR UTANG (AD DAIN)
Jawabannya :
Nash-nash yang mencela utang
tersebut tidak boleh dipisahkan dari
nash-nash yang memuji utang dan
nash bahwa Nabi SAW juga pernah
berutang.
Nash yang memuji utang, contohnya :
عنابنمسعودرضيهللاعنهأنرسولهللاصلىهللاعليه
وسلمقالمامنمسلميقرضمسلماقرضامرتينإال
كصدقةواحدةرواهابنحبان
22. HUKUM SEPUTAR UTANG (AD DAIN)
Dari Ibnu Mas’ud RA, bahwa Rasulullah
SAW bersabda,”Tidaklah seorang muslim
memberi pinjaman kepada muslim yang
lain sebanyak dua kali, kecuali hal itu
seperti sedekah satu kali.” (HR Ibnu
Hibban).
Nash lain yang memuji utang :
(2)عنمحمدبنعليقالكانتعائشةرضيهللاعنهاتداين
فقيللهامالكوالدين؟قالتسمعترسولهللاصلىهللاعليهسلم
يقولمامنعبدكانتلهنيةفيأداءدينهإالكانلهمنهللاعز
وجلعونفأناألتمسذلكالعونرواهأحمدوالطبراني
23. HUKUM SEPUTAR UTANG (AD DAIN)
Dari Muhammad bin Ali dia berkata
‘A`isyah RA telah berutang piutang, lalu
ada yang bertanya kepadanya,”Mengapa
Anda berutang?”
‘A`isyah menjawab,”Aku pernah
mendengar Rasulullah SAW
bersabda,”Tidaklah seorang hamba berniat
untuk melunasi utangnya, kecuali dia
berhak mendapat pertolongan dari Allah
Azza wa Jalla. Maka aku mencari
pertolongan Allah itu” (HR Ahmad &
Thabrani).
24. HUKUM SEPUTAR UTANG (AD DAIN)
Adapun nash bahwa Nabi SAW pernah
berutang, contohnya :
عنعائشةرضيهللاعنها:أنالنبيصلىهللاعليهوسلماشترى
طعامامنيهوديإلى،أجلورهنهدرعامنحديدرواهالبخاري
1963
Dari ‘A`isyah RA bahwa Nabi SAW pernah
membeli makanan dari seorang Yahudi hingga
tempo tertentu [secara utang], dan Nabi SAW
menggadaikan kepadanya baju besinya. (HR
Bukhari)
25. HUKUM SEPUTAR UTANG (AD DAIN)
Jadi, semua nash wajib untuk dikompromikan
(di-jama’), yaitu nash yang mencela utang,
wajib dikompromikan dengan nash yang
memuji utang dan juga nash bahwa
Rasulullah SAW pernah berutang.
Kaidah ushul fiqih menetapkan :
إعمالالدليلينأولىمنإهمالأحدهمابالكلية
“Mengamalkan dua dalil [yang seolah
bertentangan] adalah lebih utama daripada
mengabaikan salah satu dalil secara
keseluruhan.”
(Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, Juz 1).
26. HUKUM SEPUTAR UTANG (AD DAIN)
Kesimpulan dari kompromi nash-nash
tersebut adalah :
Utang hukumnya boleh dengan 3 (tiga) syarat:
Pertama, pihak yang berutang berniat untuk
melunasi utang.
Kedua, pihak yang berutang mempunyai
dugaan kuat bahwa dia mampu untuk
melunasi utang.
Ketiga, utang yang ada adalah dalam perkara
yang disyariahkan (fii amrin masyruu’in).
(Lihat, Sami Suwailim, Mauqif As Syari’ah Al
islamiyyah min d Dain, hlm. 22).
27. KAIDAH FIQIH TERKAIT MUBAH
(1) Jika suatu perbuatan yang hukumnya
mubah diduga kuat akan membawa kepada
sesuatu yang telah diharamkan syariah, maka
perbuatan yang mubah itu hukumnya menjadi
haram.
Kaidah fiqihnya :
الوسيلةإلىالحرامحرام
“Al wasiilatu ilal haraami haraamun.”
Artinya : “Segala wasilah (perantaraan / jalan)
menuju yang haram, hukumnya haram.”
(Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakshiyyah Al
Islamiyyah (Ushul Fiqih), Juz III).
28. KAIDAH FIQIH TERKAIT MUBAH
(2) Jika suatu perbuatan yang hukum
pokoknya mubah menimbulkan bahaya atau
kemudharatan (dharar) pada kasus tertentu,
maka hukum pokok perbuatan itu tetap mubah
tetapi kasus itu hukumnya menjadi haram.
Kaidah fiqihnya :
كلفردمنأفراداألمرالمباحإذاكانضاراأومؤدياإلىضررحرم
ذلكالفردوظلاألمرمباحا
“Kullu fardin min afraad al amri al mubaah
idzaa kaana dhaarran aw mu`addiyan ilaa
dhararin hurrima dzalika al fardu wa zhalla al
amru mubaahan.”
29. KAIDAH FIQIH TERKAIT MUBAH
Artinya :
“Setiap kasus dari kasus-kasus perkara yang
mubah, jika kasus itu berbahaya atau
membawa kepada bahaya, maka kasus itu
saja yang diharamkan, sedangkan perkara
pokoknya tetap mubah.”
(Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakshiyyah Al
Islamiyyah (Ushul Fiqih), Juz III).
31. HUKUM TAKLIFI PINJAMAN (QARDH)
Bagi pemberi pinjaman (al muqridh),
memberi pinjaman adalah mandub
(sunnah).
Sesuai hadits Nabi SAW :
مننفسعنمؤمنكربةمنكربنياالد،نفسهللاعنهكربة
منكربيومالقيامة
“Barangsiapa membebaskan seorang
mukmin dari satu kesulitan di antara
kesulitan-kesulitan dunia, maka Allah akan
membebaskan dia dari satu kesulitan di
antara kesulitan-kesulitan akhirat.”
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 33/91).
32. HUKUM TAKLIFI PINJAMAN (QARDH)
Bagi peminjam (al muqtaridh), sebagian
ulama mengatakan hukumnya boleh
(ja`iz).
Namun Syeikh Taqiyuddin An Nabhani
mengatakan, bagi pihak peminjam, akad
qardh hukumnya juga mandub (sunnah).
Alasannya, karena Nabi SAW dahulu juga
pernah meminjam (qardh).
(Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al
Iqtishadi, hlm. 189; Al Mausu’ah Al
Fiqhiyyah, 33/91).
33. RUKUN-RUKUN PINJAMAN (QARDH)
Rukun-rukun akad Qardh ada 3
(tiga), yaitu :
Pertama, pemberi pinjaman (al
muqridh) dan peminjam (al
muqtaridh / al mustaqridh).
Kedua, harta yang dipinjamkan (al
al maal al muqtaradh).
Ketiga, shighat (ijab dan kabul).
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 33/92)
34. RUKUN-RUKUN PINJAMAN (QARDH)
Rukun Pertama, yaitu pemberi pinjaman (al
muqridh) dan peminjam (al muqtaridh / al
mustaqridh).
Syarat-syarat untuk pemberi pinjaman (al
muqridh) : dia harus termasuk ahlut tabarru’
(cakap untuk menghibahkan sesuatu), yaitu :
(1) Berakal (‘aaqilan)
(2) Baligh (baalighan)
(3) Merdeka (hurran)
(4) Rasyiid (tidak boros/safiih).
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 33/93)
36. RUKUN-RUKUN PINJAMAN (QARDH)
Rukun Kedua,, yaitu harta yang
dipinjamkan (al maal al muqtaradh).
Syarat-syaratnya :
(1) Hartanya termasuk harta mitsliyyat
(harta yang semisal),
seperti uang, barang yang ditakar,
ditimbang, dihitung.
(Ctt : harta qiimiyyat (senilai) boleh juga asalkan sifatnya dapat
distandarisasi dgn tepat).
(2) Hartanya merupakan ‘ain (barang),
Maksudnya bukan manfaat (jasa)
37. RUKUN-RUKUN PINJAMAN (QARDH)
(3) Hartanya diketahui )ma’luum(,
Yaitu diketahui kadarnya (kuantitasnya)
dan sifatnya (kualitasnya)
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 33/96-98).
38. HUKUM SEPUTAR PINJAMAN (QARDH)
Rukun Ketiga, yaitu shighat atau ijab-
kabul.
Bagi pemberi pinjaman : Sah dengan
segala ucapan yang menunjukkan makna
memberi pinjaman (qardh).
Seperti aqradhtuka (aku pinjamkan
kepadamu), atau aslaftuka (aku pinjamkan
kepadamu), atau a’thaituka (aku berikan
kepadamu).
39. RUKUN-RUKUN PINJAMAN (QARDH)
Bagi peminjam : Sah dengan segala
ucapan yang menunjukkan makna
keridoan untuk meminjam.
Seperti astaqridhu (aku meminjam), atau
qabiltu (aku terima), atau radhiitu (aku
rela).
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 33/92-93).
40. HUKUM SEPUTAR PINJAMAN (QARDH)
(1) Setelah terjadinya akad qardh, maka
kepemilikan barang berpindah menjadi
milik peminjam, bukan lagi milik pemberi
pinjaman.
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 33/98-99).
(2) Harta yang dikembalikan oleh peminjam,
haruslah harta yang semisal (sejenis) dan
sekadar (sama jumlah/kadarnya).
(3) Tidak boleh ada syarat memberikan
tambahan (ziyadah) bagi pihak peminjam.
Karena tambahan itu adalah riba.
41. HUKUM SEPUTAR PINJAMAN (QARDH)
(4) Tidak boleh pula pemberi pinjaman
menerima hadiah atau manfaat apapun dari
qardh yang diberikannya.
Sabda Rasulullah SAW :
إذاأقرضأحدكمقرضا،فأهدىإليهأوحملهعلىالدابة،فاليركبها
واليقبله،إالأنيكونجرىبينهوبينهقبلذلك
“Jika salah seorang kalian memberikan
pinjaman (qardh), lalu dia diberi hadiah atau
dinaikkan di atas tunggangan, maka janganlah
dia menaikinya dan jangan menerimanya,
kecuali hal itu sudah biasa terjadi antara
peminjam dan pemberi pinjaman sebelumnya.”
(HR Ibnu Majah).