SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 18
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah Bahasa Indonesia “Pengaplikasian Teori Kesantunan Di Sekitar Kita” ini dengan lancar dan tepat waktu.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Moh.Fatoni sebagai dosen mata kuliah Bahasa Indonesia, yang telah
membimbing dan menasehati penyusun dalam penyusunan makalah ini. Pada dasarnya, makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas akhir Bahasa Indonesia.Semoga makalah ini dapat bermanfat bagi pembaca dan mulai menerapkan
kesantunan dalam berbahasa di kehidupan sehari-hari.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangannya. Oleh karena itu, penyusun menerima kritik
dan saran dari pembaca, untuk penyempurnaan dalam penyusunan makalah selanjutnya. Semoga penyusunan makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Malang, Juni 2012

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.. 1

DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN.. 3

1.1

Latar Belakang. 3

1.2

Rumusan Masalah. 3

1.3.Tujuan. 4

BAB II PEMBAHASAN.. 4

2.1 Definisi Kesantunan. 5

2.2 Defenisi Kesantunan Berbahasa. 6

2.3 Teori-teori Kesantunan Berbahasa. 7

A. Teori Lakoff Lakoff (1972) 7
B. Teori Gu (1990) 8
C.Teori Pranowo. 10
D.Teori Grice. 11
BAB III PENUTUP. 18
3.1 Kesimpulan. 18

3.2 Saran. 18

DAFTAR PUSTAKA.. 19

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pada hakikatnya, bahasa yang dimiliki dan digunakan oleh manusia tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Seandainya
ada bahasa yang sudah mampu mengungkapkan sebagian besar pikiran dan perasaan lebih dari bahasa yang lain, bukan
karena bahasa itu lebih baik tetapi karena pemilik dan pemakai bahasa sudah mampu menggali potensi bahasa itu lebih dari
yang lain. Jadi yang lebih baik bukan bahasanya tetapi kemampuan manusianya. Semua bahasa hakikatnya sama, yaitu
sebagai alatkomunikasi.

Pendapat Sapir dan Worf (dalam Wahab, 1995) menyatakan bahwa bahasa menentukan perilaku budaya manusia memang
ada benarnya. Orang yang ketika berbicara menggunakan pilihan kata, ungkapan yang santun, struktur kalimat yang
baik menandakan bahwa kepribadian orang itu memang baik. Sebaliknya, jika ada orang yang sebenarnya kepribadiannya
tidak baik, meskipun berusaha berbahasa secara baik, benar,dan santun di hadapan orang lain; pada suatu saat tidak mampu
menutup-nutupi kepribadian buruknya sehingga muncul pilihan kata, ungkapan, atau struktur kalimat yang tidak baik dan
tidak santun.Dalam kesantunan berbahasa ada beberapa teori yang mendasarinya yaitu teori Lakoff, teori Yueguo Gu, teori
Pranowo dan teori Grice. Pada makalah ini saya akan membahas contoh fenomena teori kesantunan menurut teori Pranowo
di lingkungan terminal. Hal ini dilatarbelakangi karena terlihat jelas kurangnya kesadaran masyarakat akan kesantunan
berbahasa khususnya di lingkungan terminal.

1.2 Rumusan Masalah

Topik yang akan dibahas dalam makalah ini adalah tentang kajianmengenai penggunaan bahasa oleh masyarakat Indonesia
saat ini berdasarkanteori-teori kesantunan yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh seperti Lakoff, Yuego Gu, Grice dan
Pranowo.

1.3 Tujuan
Mahasiswa dapat membandingkan dan mengkaji penggunaan bahasa Indonesia dengan beberapa teori kesantunan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kesantunan
Fraser dalam Gunarwan (1994) mendefinisikan kesantunan adalah “property associated with neither exceeded any right nor
failed to fullfill any obligation”. Dengan kata lain kesantunan adalah properti yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam
hal ini menurut pendapat si pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak mengingkari memenuhi
kewajibannya.
Beberapa ulasan Fraser mengenai definisi kesantunan tersebut yaitu pertama, kesantunan itu adalah properti atau bagian dari
ujaran; jadi bukan ujaran itu sendiri. Kedua, pendapat pendengarlah yang menentukan apakah kesantunan itu ada pada suatu
ujaran. Mungkin saja sebuah ujaran dimaksudkan sebagai ujaran yang santun oleh si penutur, tetapi di telinga si pendengar
ujaran itu ternyata tidak terdengar santun, dan demikian pula sebaliknya. Ketiga, kesantunan itu dikaitkan dengan hak dan
kewajiban penyerta interaksi. Artinya, apakah sebuah ujaran terdengar santun atau tidak, ini ”diukur” berdasarkan (1) apakah
si penutur tidak melampaui haknya kepada lawan bicaranya dan (2) apakah di penutur memenuhi kewajibannya kepada
lawan bicaranya itu.

Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentusehingga
kesantunansekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu,kesantunan ini biasa disebut
µtatakrama.Berdasarkan pengertian tersebut, kesantunan dapat dilihat dari berbagai segidalam pergaulan sehari- hari. :

Pertama, kesantunan memperlihatkan sikap yang mengandung nilai sopan santunatau etiket dalam pergaulan sehari- hari.
Ketika orang dikatakan santun, maka dalam diri seseorang itu tergambar nilai sopan santun atau nilai etiket yang berlaku
secara baik di masyarakat tempat seseorang itu mengambil bagian sebagai anggotanya. Ketika dia dikatakan santun,
masyarakat memberikan nilai kepadanya, baik penilaian itu dilakukan secara seketika (mendadak) maupun secara
konvensional (panjang, memakan waktu lama). Sudah barang tentu, penilaian dalam proses yang panjang inilebih
mengekalkannilai yang diberikan kepadanya.

Kedua, kesantunan sangat kontekstual, yakni berlaku dalam masyarakat, tempatatau situasi tertentu, tetapi belum tentu
berlaku bagi masyarakat, tempat atau situasi lain.Ketika seseorang bertemu dengan teman karib, boleh saja dia menggunakan
kata yangagak kasar dengan suara keras, tetapi hal itu tidak santun apabila ditujukan kepada tamuatau seseorang yang baru
dikenal. Mengecap atau mengunyah makanandengan mulut berbunyi kurang sopan kalau sedang makan dengan orang
banyak di sebuah perjamuan,tetapi hal itu tidak begitu dikatakan kurang sopan apabila dilakukan di rumah.

Ketiga, kesantunan selalu bipolar, yaitu memiliki hubungan dua kutub, sepertiantara anak dan orangtua, antara orang yang
masih muda dan orang yang lebih tua, antaratuan rumah dan tamu, antara pria dan wanita, antara murid dan guru,
sebagainya.

Keempat, kesantunan tercermin dalam cara berpakaian (berbusana), cara berbuat(bertindak) dan cara bertutur (berbahasa).

2.2 Defenisi Kesantunan Berbahasa
Kesantunan berbahasa merupakan salah satu aspek kebahasaan yang dapat meningkatkan kecerdasan emosional penuturnya
karena didalam komunikasi, penutur dan petutur tidak hanya dituntut menyampaikan kebenaran, tetapi harus tetap
berkomitmen untuk menjaga keharmonisan hubungan. Keharmonisan hubungan penutur dan petutur tetap terjaga apabila
masing- masing peserta tutur senantiasa tidak saling mempermalukan. Dengan perkataan lain, baik penutur maupun petutur
memiliki kewajiban yang sama untuk menjaga muka.Kesantunan (politeness), kesopansantunan atau etiket adalah tatacara,
adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi lewat
tanda verbalatau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada norma-norma budaya,tidak hanya sekedar
menyampaikan ide yang kita pikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam
masyarakat tempat hidup dandipergunakannya suatu bahasa dalam berkomunikasi. Apabila tatacara berbahasa seseorang
tidak sesuai dengan norma-norma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang
sombong, angkuh, tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya

Tatacara berbahasa sangat penting diperhatikan para peserta komunikasi(komunikator dan komunikan) demi kelancaran
komunikasi. Oleh karena itu, masalah tatacara berbahasa ini harus mendapatkan perhatian, terutama dalam proses
belajar mengajar bahasa. Dengan mengetahui tatacara berbahasa diharapkan orang lebih bisa memahami pesan yang
disampaikan dalam komunikasi karena tatacara berbahasa bertujuan mengatur serangkaian hal berikut :

1.

Apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu dan keadaan tertentu

2.

Ragam bahasa apa yang sewajarnya dipakai dalam situasi tertentu

3.

Kapan dan bagaimana giliran berbicara dan pembicaraan sela diterapkan

4.

Bagaimana mengatur kenyaringan suara ketika berbicara.

5.

Bagaimana sikap dan gerak-gerik ketika berbicara.

6.

Kapan harus diam dan mengakhiri pembicaraan.
Tatacara berbahasa seseorang dipengaruhi norma-norma budaya suku bangsa atau kelompok masyarakat tertentu. Tatacara
berbahasa orang Inggris berbeda dengan tatacara berbahasa orang Amerika meskipun mereka sama-sama berbahasa Inggris.
Begitu juga, tatacara berbahasa orang Jawa berbeda dengan tatacara berbahasa orang Batak meskipun mereka sama-sama
berbahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan yang sudah mendarah daging pada diri seseorang berpengaruh
pada pola berbahasanya.Beberapa teori yang mendasari kesantunan berbahasa yaitu teori Lakoff, teoriYueguo Gu, teori
Pranowo dan teori Grice
2.3 Teori-teori Kesantunan Berbahasa
A. Teori Lakoff Lakoff (1972)
Lakoff yang dianggap sebagai ibu teori kesantunan, menghubungkan teorinya dengan teori kerjasama dari Grice. Selain
keempat teori yang telah disebutkan diatas, Lakoff juga menambahkan beberapa prinsip yang diukur dengan parameter
sosial. Dalam prinsip kesantunannya, menawarkan tiga kaidah yang harus ditaati agar tuturan menjadi santun. Ketiga kaidah
itu adalah :

1.Formalitas

Kaidah formalitas, dimaknai “jangan memaksa” atau “jangan angkuh”.Akibat logis dari kaidah itu adalah bahwa tuturan
yang memaksa dan angkuhmerupakan tuturan yang tidak santun. Tuturan yang memaksa dan angkuh seperti”Bodoh,
percuma kau belajar,” dapat melahirkan reaksi frontal pada kejiwaan anak, yang eksesnya melahirkan bentuk perilaku yang
menjengkelkan. Perilaku semacam itu, sering menjadi sebab terjadinya KDRT.

2.Ketidaktegasan

Kaidah ketidaktegasan berisi saran bahwa penutur hendaknya bertutur sedemikian rupa sehingga mitra tuturnya dapat
menentukan pilihan. Tuturan”Jika masih bersemangat dan ingin nilaimu baik, rajin-rajinlah belajar,”sebenarnya merupakan
tekanan dari si penutur (dalam konteks itu orang tua)terhadap mitra tutur (anak). Namun, tekanan itu disampaikan dengan
santunkarena memberikan pilihan kepada anak, sehingga tidak tersinggung dan bersikap menjengkelkan..

3.Persamaan/kesekawanan

Kaidah persamaan/kesekawanan, menyarankan kepada penutur untuk bertindak seolah-olah mitra tuturnya itu sama, atau
dengan kata lain membuatmitra tutur merasa senang. Ujaran “Nilai rapormu lumayan baik, sebaik semangat belajarmu,”
selain sebenarnya mengkritik juga mengajarkankesantunan kepada anak.

Kesantunan dalam berbahasa menurut Lakoff meliputi :

1.Cara mengungkapkan jarak sosial dan hubungan peran yang berbeda dalamkomunikasi.
2.Penggunaan muka (face) dalam komunikasi, yaitu strategi kesantunan positif danstrategi kesantunan negatif.

B. Teori Gu (1990)
Prinsip kesopanan Yuego Gu berdasar pada nilai kesantunan orang Cinayang mengaitkan kesantunan dengan norma-norma
masyarakat yang bermoral.Kesantunan dalam masyarakat Cina terikat pada sangsi yang akan diberikan olehmasyarakat
apabila kesantunan itu dilanggar dan bersifat perspektif.

Teori kesantunan ini menekankan pada pemenuhan harapan masyarakat mengenaisikap hormat, kerendahan hati dan
ketulusan. Sehingga perilaku individu disesuaikan dengan harapan tersebut. Kesantunan yang dianut di negara Cina hampir
mirip dengan norma-norma sopan santun yang ada pada masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia juga masih
menjunjung nilai kesantunan. Terutama di daerah pedesaan dan dikota-kota kecil. Apabila ada seseorang yang melanggar
norma maka orangtersebut juga akan mendapat sanksi dari masyarakat. Sanksi yang biasa diterapkan adalah digunjingkan
atau dikucilkan oleh masyarakat. Norma yang harus dipenuhi tidak hanya terbatas pada perilaku tetapi juga pada tutur
kata.Apabila ada seseorang tidak santun dalam penggunaan bahasa maka orangtersebut akan dianggap tidak sopan dan akan
dicap sebagai orang yang kasar dantidak baik. .Hal tersebut masih sangat terasa di kota-kota kecil dan pinggiran. Karena
orangtua dan lingkungan mengajari untuk menggunakan bahasa yangsantun. Berbeda dengan lingkungan di kota besar yang
masyarakatnya cenderung tak acuh dan banyak orang tua yang kurang memperhatikan tingkah laku anak-anaknya. Sehingga
banyak anak dan remaja yang tidak mengetahui cara berbahasa Indonesia yang santun

Berdasarkan kesantunan orang Cina, yaitu mengaitkan kesantunan dengan norma-norma kemasyarakatan yang bermoral.
Bersifat preskriptif dalam konsep Cina limao (politeness) dan terikat pada ancaman sangsi moral dari masyarakat.

1. Nosi muka (face) di dalam konteks cina tidak dianggap sebagai keinginan (want) psikologis, tetapi sebagai norma-norma
kemasyarakatan.

2.Kesantunan tidak bersifat instrumental tetapi bersifat normatif.

3.Muka tidak terancam jika keinginan individu tidak terpenuhi, namun terancam jika individu gagal memenuhi standar yang
ditentukan masyarakat.

Perilaku individu harus disesuaikan dengan harapan masyarakat mengenaisikap hormat (respectfulness), sikap rendah hati
(modesty), sikap hangat dan tulus(warmth and refinment).
Ada empat maksim dalam teori Gu:

a.Maksim denigrasi diri yaitu menuntut penutur untuk merendahkan diri danmeninggikan orang lain.

b.Maksim sapaan yaitu sapalah lawan bicara anda dengan bentuk sapaan yangsesuai.

c.Maksim budi pertimbangan keuntungan nyata pada diri mitra tutur.

d.Maksim kedermawana yaitu tindak saling menjaga kesantunan atau pertimbangankeuntungan antara penutur dan mitra
tutur.

C.Teori Pranowo
Pranowo mengungkapkan teori mengenai tanda-tanda komunikasi yang tidak santun. Karena komunikasi tidak santun sering
kali terjadi meskipun ada banyak cara agar dapat berbahasa dan berkomunikasi dengan santun. Tanda -tanda tersebut antara
lain sebagai berikut (Sukmawan, 2009 : 7 ) :

1.Penutur menyatakan kritik secara langsung dan dengan kata -kata kasar.Dalam budaya Indonesia, terutama budaya jawa
selalu menekankan pada unggah- ungguh. Sehingga dalam bertutur kata dengan orang lain harusdiberi penjelasan terlebih
dahulu baru kemudian mengungkapkan intinya.Sehingga mitra tutur bisa mengerti dan tidak tersinggung dengan apa
yangdituturkan. Apalagi jika hal itu berisi kritikan. Meskipun demikian, adaorang yang tidak menyukai hal yang tidak
disampaikan secara langsung.Karena terkesan berputar – putar. Jadi lebih baik jika kritik atau tutur katadisampaikan dengan
penjelasan seperlunya dan tidak bertele – tele sehinggamitra tutur tidak merasa sakit hati dan tidak merasa bosan. Akan
tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa banyak masyarakat yang lebih sering secaralangsung mengungkapkan apa yang
dipikirannya.
2.Penutur didorong rasa emosi ketika bertutur. Seringkali terjadi perselisihan dalam berkomunikasi yang menimbulkan
timbulnya emosi. Orang yangtidak dapat mengendalikan emosinya maka dapat dipastikan pembicaraanakan berujung pada
pertengkaran mulut. Jika demikian maka tutur kata yangdikeluarkan oleh masing – masing penutur adalah tutur kata yang
tidak sopan dan cenderung kasar. Contoh paling umum yang terjadi adalah padaorang tua dan anak yang memiliki perbedaan
pendapat dan pada pasangan.Untuk itu diperlukan pengendalian emosi yang baik supaya dapatmengendalikan tutur kata
yang akan diucapkan. Sehingga tidak saling menyakiti.

3.Penutur protektif terhadap pendapatnya. Dalam mengeluarkan pendapat , baik dalam forum formal maupun informal, ada
beberapa orang yang terlalungotot dengan pendapatnya pribadi dan tidak bisa menerima saran, kritik atau sanggahan dari
orang lain. Orang yang demikian apabila pendapatnyadisanggah maka akan menunjukkan raut muka yang tidak senang
dan berujung pada penggunaan tutur kata yang cenderung kasar dan tidak sopan.Meskipun banyak juga orang yang masih
mampu mengendalikan emosi jika pendapatnya disanggah.

4.Penutur sengaja memojokkan mitra tutur dalam bertuturu. Hal ini kadangterjadi jika seseorang ingin memenangkan
pendapatnya dan ingin dianggap benar mengenai pendapatnya tersebut. Kasus yang lain terjadi pada saatinterogasi atau pada
saat sidang. Penyidik atau pengacara biasanyamemojokkan saksi atau tersangka untuk dapat mengetahui kebenarannya.Akan
tetapi hal ini biasanya diikuti dengan tindakan dan tutur kata yangkasar oleh penyidik dan menimbulkan tekanan serta rasa
tidak nyaman padamitra tuturnya.

5.Penutur menyampaikan tuduhan atas dasar kecurigaan terhadap mitra tutur.Hidup bermasyarakat selalu didasarkan pada
asas kepercayaan. Sekalikeprcayaan itu hilang maka sulit untuk membangun kembali kepercayaantersebut. Dan bahkan akan
menimbulkan rasa curiga. Contohnya terjadi pada sepasang kekasih. Apabila salah satu pihak mengkhianati kepercayaan
dari pihak lain maka pihak lain tersebut akan selalu menaruh curiga. Orang tersebut tidak akan percaya dengan kata-kata
pasangannya dan menanggapinya dengan sinis. Sehingga kata-kata yang dikeluarkan juga menjadi kasar dan sinis

D.Teori Grice
Grice (1978) mengidentifikasi bahwa komunikasi secara santun harus memperhatikan prinsip kerja sama. Ketika
berkomunikasi, seorang penutur harus memperhatikan :

1.Prinsip kualitas
Jika seseorang menyampaikan informasi kepada orang lain, informasiyang diberikan harus di dukung dengan data. Dengan
dukungan data yangada maka informasi tersebut akan lebih sah dan memang benar adanya.Sehingga lawan bicara tidak
merasa tertipu. Prinsip ini sulit diterapkan dandilanggar karena memiliki kesan sedikit kaku. Dan mungkin akanmembatasi
komunikasi antara satu orang dengan yang lainnya.

2.Prinsip kuantitas

Artinya kerika berkomunikasi dengan orang lain, yang dikomunikasikan harus sesuai dengan yang diperlukan, tidak lebih
dan tidak kurang. Prinsip ini menuntut agar seseorang memberi sesuatu sesuai yang diminta oleh lawan bicara. Misalnya jika
lawan bicara menginginkan diberi 1 Kg gula maka gula yang diberikan juga harus 1 Kg dan tidak dikurangi.Saat ini banyak
pedagang yang melanggar prinsip kuantitas dan menjual barang yang tidak sesuai dengan apa yang dikatakan pelanggan. Hal
inidimaksudkan agar pedagang tersebut memperoleh lebih banyak keuntungan.

Saat ini cukup sulit untuk bisa menerapkan prinsip ini. Karena gayahidup saat ini yang cukup sulit sehingga banyak orang
yang bertutur katadan member informasi yag terkadang kurang dan bahkan dilebih – lebihkan.Hal ini hanya dimaksudkan
agar orang tersebut dipandang sebagai orangyang pintar dan untuk memperoleh keinginan pribadi.

3.Prinsip relevansi (hubungan)

Prinsip ini bermakna ketika berkomunikasi dengan orang lain maka harus relevan dan berkaitan dengan apa yang
dibicarakan oleh lawan bicara.Apabila dipikir dengan logika, hal ini memang benar adanya. Karena percakapan yang tidak
relevan dan tidak nyambung tidak akan menghasilkan apa-apa. Dan malah akan menimbulkan perasaan tidak nyaman pada
lawan bicara.Contoh kasus yang kadang terjadi adalah apabila ada dua orang yangsedang berbicara dan ada orang lain yang
hanya mendengarkan sebagiandan tiba-tiba menanggapi hal tersebut dan tanggapannya ternyata tidak relevan dengan yang
dibicarakan. Kasus yang lain terjadi karena pembicarakurang jelas dalam menyampaikan apa yang ingin dibicarakan.
Sehingga terkadang lawan bicara menanggapi dengan berbeda

4. Prinsip cara

Prinsip ini berarti ketika berbicara atau berkomunikasi dengan orang lain harus lah memperhatikan cara penyampaian. Tidak
semua orang dapat menerima cara berbicara yang sama. Orang yang sensitif tidak bisa diajak bicara dengan kasar. Tutur
kata yang digunakan juga harus dipilih agar orang tersebut tidak merasa tersinggung. Cara penyampaian informasi kepada
orang yang lebih tua dan kepada orang yang sebaya atau yang lebihmuda juga harus berbeda. Kepada orang yang lebih tua,
cara bicara yangdigunakan haruslah penuh dengan rasa hormat dan halus. Meskipun saat ini banyak anak, remaja dan kaum
muda yang kurang memperhatikan cara bertutur dengan orang yang lebih tua.Contoh kasusnya adalah mahasiswa yang ingin
bertemu dengan dosen pembimbingnya. Seringkali mereka kurang sopan dalam menyampaikan keinginannya tersebut
karena mereka menyamakan berkomunikasi dengan dosen dan berkomunikasi dengan teman. Hal ini menyebabkan
banyak dosen yang merasa tersinggung dan mungkin tidak menanggapi mahasiswatersebut. Kasus seperti ini dapat terjadi
antara lain karena dengan orangtuanya sendiri mahasiswa tersebut kurang benar cara berbicara dan menganggap seperti
berbicara dengan teman.

Selain keempat prinsip diatas, Grice juga memberikan beberapa pedoman untuk memperlakukan mitra tutur yaitu sebagai
berikut (Sukmawan,2009 : 3 ) :

1.

Jangan memperlakukan mitra tutur sebagai orang yang tunduk kepada penutur

2.

Jangan mengatakan hal -hal yang kurang baik mengenai diri mitra tutur atau orang atau barang yang ada kaitannya dengan
mitra tutur

3.

Jangan mengungkapkan rasa senang atas kemalangan mitra tutur sehinggamitra tutur merasa jatuh harga dirinya

4.

Jangan memuji diri sendiri atau membanggakan nasib baik atau kelebihandiri sendiri

5.

Maksimalkan ungkapan simpati kepada mitra tutur

6.

Minimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur dan maksimalkan rasasenang
Prinsip-prinsip kerjasama yang dikemukakan oleh Grice sering kali dilanggar dan diabaikan. Hal ini dikarenakan kondisi
yang memungkinkan untuk memenuhi keempat prinsip tersebut tidak selalu ada. Bahkan saat ini semakin sulit untuk
ditemui. Penyebabnya karena ada keadaan tertentu yang secara sengaja dilakukan oleh penutur untuk tidak memenuhi
prinsip tersebut

Contoh Fenomena Kesantunan Berbahasa Menurut Teori Pranowo

“ Realisasi Kesantunan Berbahasa di Lingkungan Terminal “

Mendengar kata pedagang asongan, supir, kondektur, dan calo mungkin sudah tak asing lagi di telinga kita. Pedagang
asongan adalah para pedagang yang biasa menjajakan dagangannya di sekitar terminal dan di dalam bus-bus. Mereka selalu
berupaya untuk menarik pembeli agar membeli dagangannya, yang kadang juga suka terlihat agak memaksa. Supir adalah
para pengemudi bus atau angkot yang selalu terlihat di lingkungan terminal. Kondektur adalah orang yang membantu supir
untuk menarik penumpang ke dalam angkot atau bus, sedangkan calo adalah perantara atau reseller.Kata calo kadang
bersifat negatif karena apa yang calo lakukan adalah menggunakan kesempitan orang menjadi suatu kesempatan. Calo juga
identik dengan preman atau penguasa daerah tertentu yang sudah menjadi objek pencariannya.
Di lingkungan terminal, kita terkadang sering mendengar pembicaraan yang diucapkan oleh pedagang asongan, supir,
kondektur, dan para calo yang sering mengucapkan kata-kata kasar. Penulis sendiri pernah melihat bagaimana para supir
angkot atau bus dengan wajah „terpaksa‟ memberi sejumlah persenan kepada calo. Mungkin bagi sebagian orang hal yang
dilakukan para calo itu biasa saja, sehingga mereka pantas menerima sejumlah uang.
Lalu apa yang akan terjadi jika para supir dan kondektur tersebut tidak memberikan uang yang tidak sesuai dengan
keinginan para calo. Yang terjadi selanjutnya adalah teriakan kata-kata makian atau kata-kata kasar (sarkasme) yang keluar
dari mulut calo tersebut kepada supir dan kondektur. Sarkasme yang keluar dari mulut calo-calo itu biasanya adalah namanama binatang seperti „anjing‟, „monyet‟, „babi‟ dan sebagainya. Jika supir tidak menerima perkataan yang dilontarkan calo
kadang-kadang mereka pun membalas dengan makian yang lebih kasar, sehingga sering terjadi “adu mulut” antara para calo,
supir, dan kondektur. Hal ini juga sering diikuti oleh pedagang asongan yang sering menambah suasana menjadi ricuh.

Salah satu fenomena kebahasaan yang penulis dapatkan adalah tuturan yang diucapkan oleh salah satu calo dan supir angkot
di terminal Cicaheum :

Supir : “Yeuh duitna, dua rebu nya?”
Calo : “ Anjing maneh mah ngan sakieu!”
Supir : “ Terus mentana sabaraha? Urang ge can nyetor, teu boga duit sia!”
Calo : “ Mbung nyaho aing mah, sarebu deui atuh!”
Supir : “ Lebok tah duitna, blegug maneh mah!”
Calo : “Eh…dasar supir monyet”.
Fenomena kebahasaan di atas adalah penggalan beberapa kalimat realisasi kesantunan berbahasa yang diucapkan oleh calo
dan supir angkot di terminal Cicaheum. Penulis akan meneliti fenomena kebahasaan yang terjadi pada tiga bahasa, yaitu
bahasa Sunda, bahasa Jawa (Cirebon), dan bahasa Indonesia. Banyak hal yang membuat kata-kata kasar keluar dari
pemakainya. Sarkasme itu sendiri kadang bisa memancing kemarahan orang yang dituju, tapi kadang juga tidak berpengaruh
karena itu sudah menjadi hal yang lumrah untuk keduanya.
Dilihat dari sudut penuturnya, bahasa itu berfungsi personal atau pribadi (Halliday 1973; Finnocchiaro 1974; Jakobson1960
menyebutkan fungsi emotif). Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan
hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya.
Dalam hal ini pihak si pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedih, marah, atau gembira.
Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa itu berfungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar
(Finnocchiaro 1974; Halliday 1973 menyebutkan fungsi instrumental; dan Jakobson 1960 menyebutkan fungsi retorikal).
Disini bahasa itu tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang
dimaui si pembicara. Hal ini dapat dilakukan si penutur dengan menggunakan kalimat-kalimat yang menyatakan perintah,
imbauan, permintaan maupun rayuan.
Bila dilihat dari segi kontak antara penutur dan pendengar maka bahasa disini berfungsi fatik
(Jakobson 1960;Finnocchiaro 1974 menyebutkan interpersonal; dan Halliday 1973 menyebutkan interactional), yaitu
fungsi menjadi hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat, atau solidaritas nasional.Dalam masyarakat,
bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi sangat beragam. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan
hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena interaksi sosial yang mereka lakukan
beragam.
Berbahasa adalah aktivitas sosial. Di dalam berbahasa juga terdapat etika komunikasi, dan di dalam etika komunikasi itu
sendiri terdapat moral. Moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan yang memuat ajaran tentang baik dan
buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau buruk (Burhanudin Salam, 2001:102). Etika
juga bisa diartikan sebagai ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dinilai baik
dan mana yang jahat. Etika sendiri juga sering digunakan dengan kata moral, susila, budi pekerti dan akhlak (Burhanudin
Salam, 2001:102).

Sementara itu, secara sederhana Prof. I. R. Poedjowijatna (1986), mengatakan bahwa sasaran etika khusus kepada tindakantindakan manusia yang dilakukan secara sengaja. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa realisasi kesantunan
berbahasa di lingkungan terminal banyak yang tidak mengandung etika. Dalam berkomunikasi, tidak akan pernah lepas
dengan adanya pola berbahasa yang diucapkan kasar, baik berupa olok-olok atau sindiran yang menyakitkan hati. Seperti
tuturan yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur tidak mengandung unsur kesantunan berbahasa.
Misal, mudah marah, kata-katanya kasar, dan bersifat memaksa saat meminta uang karena mereka merasa penguasa tempat
tersebut.
Suparno menjelaskan dalam artikelnya, bahwa ragam bahasa yang tidak santun ini menjadi hal yang lazim diucapkan.
Sarkasisasi tersebut justru menjadikan keakraban tanpa sekat strata, sehingga mereka yang menggunakan ragam bahasa
tersebut dapat menikmatinya dengan senang dan bangga hati.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam berkomunikasi dengan orang lain hendaknya mempunyai sopan santun, sehingga orang yang berkomunikasi dengan
kita akan terasa nyaman dan senang. Berbicara santun tidak harus dengan menggunakan bahasa baku, karena belum tentu
menurut orang kita berbicara dengan santun. Banyak teori yang telah menyebutkan mengenai cara-cara bertutur kata yang
santun dengan orang lain. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa orangyang dengan sengaja maupun tidak sengaja
bertutur kata yang tidak sopan dan kasar terhadap orang lain. Apalagi dengan gaya hidup yang ada saat ini. Ada pun teori
dari beberapa pakar yang menjelaskan tentang bagaimana berbicara dengan santun, yang antara lain di kemukaan Lakoff,
YueguoGu, Pranowo dan Grice. Teori yang mereka kemukakan tidak menyebutkan bahwa berbicara yang santun harus
dengan bahasa baku, tetapi mereka menjelaskan kesantunan dalam berbicara ini dengan aspek-aspek yang sesuai dengan
kehidupan sehari-sehari sehingga mudah untuk kita terapkan.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan agar para pembaca dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dimana pun
mereka berada.

Dalam penulisan makalah ini, banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca khususnya dari Bapak Moh. Fatoni selaku dosen Bahasa Indonesia saya. Mohon maaf Pak jika isi makalah
saya tanpa sengaja terdapat beberapa kesamaan dengan beberapa teman yang lain. Itu merupakan unsur ketidaksengajaan
kami, karena kata kunci yang digunakan di internet kemungkinan sama dan buku yang kami pinjam dari perpustakaan sama
DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, A. S. 1993.Kajian Tindak Tutur.Surabaya: Usaha Nasional

Jasmine. 2010. Prinsip Kerja Sama dan Kesantunan, (online),(http://jasminealmaghribi.blogspot.com/2010/02/prinsip-kerjasama-n-kesantunan.html, diakses 10 Juni 2012)

Pranowo, dkk. 2004.Kesantunan Berbahasa para Politisi di Media Massa. Yogyakarta :Universitas Sanata Dharma

Sukmawan,sony. 2009 . Simfoni Bahasa Indones ia . Malang:Universitas Brawijaya

Wahab, Abdul. 1995.Isu Linguistik Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya : AirlanggaUniversity Press.

Warsito.2010. Prinsip Sopan Santun (Macam – macam Maksim).http:// blogewongbledug.blogspot.com /2010/03/prinsipsopan-santun-macam-macam maksim.html, diakses 10 Juni 2012

Name (required)
Mail (will not be published) (required)
Website

Submit Comment

CAPTCHA Code *

newer posts
older posts
Kata pengantar

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

MAKALAH STRUKTUR PERCAKAPAN DAN PREFERENSI
MAKALAH STRUKTUR PERCAKAPAN DAN PREFERENSIMAKALAH STRUKTUR PERCAKAPAN DAN PREFERENSI
MAKALAH STRUKTUR PERCAKAPAN DAN PREFERENSI
Nurulbanjar1996
 
Pemetaan sk-kd-bhs-inggris-kelas-xii-semester-1
Pemetaan sk-kd-bhs-inggris-kelas-xii-semester-1Pemetaan sk-kd-bhs-inggris-kelas-xii-semester-1
Pemetaan sk-kd-bhs-inggris-kelas-xii-semester-1
ciescamila
 
Contoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsiContoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsi
1234567890el
 
Makalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilaku
Makalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilakuMakalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilaku
Makalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilaku
veni zaki
 
Mari mengenali semantik & pragmatik
Mari mengenali semantik & pragmatikMari mengenali semantik & pragmatik
Mari mengenali semantik & pragmatik
marzieta
 
Sk kd smp bhs inggris
Sk  kd smp bhs inggrisSk  kd smp bhs inggris
Sk kd smp bhs inggris
tengkurafi1
 
Bahasa melayu komunikasi tugasan
Bahasa melayu komunikasi tugasanBahasa melayu komunikasi tugasan
Bahasa melayu komunikasi tugasan
Hasriza Mat Jusoh
 
Diksi dan gaya bahasa
Diksi dan gaya bahasaDiksi dan gaya bahasa
Diksi dan gaya bahasa
Oki16
 

Was ist angesagt? (20)

Pragmatik
PragmatikPragmatik
Pragmatik
 
MAKALAH STRUKTUR PERCAKAPAN DAN PREFERENSI
MAKALAH STRUKTUR PERCAKAPAN DAN PREFERENSIMAKALAH STRUKTUR PERCAKAPAN DAN PREFERENSI
MAKALAH STRUKTUR PERCAKAPAN DAN PREFERENSI
 
Keterampilan Berbahasa
Keterampilan BerbahasaKeterampilan Berbahasa
Keterampilan Berbahasa
 
Konsep Dasar Retorika
Konsep Dasar RetorikaKonsep Dasar Retorika
Konsep Dasar Retorika
 
Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah
Bahasa Indonesia Ragam IlmiahBahasa Indonesia Ragam Ilmiah
Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah
 
Pemetaan sk-kd-bhs-inggris-kelas-xii-semester-1
Pemetaan sk-kd-bhs-inggris-kelas-xii-semester-1Pemetaan sk-kd-bhs-inggris-kelas-xii-semester-1
Pemetaan sk-kd-bhs-inggris-kelas-xii-semester-1
 
Bagian ii-e-peendekatan-komunikatif
Bagian ii-e-peendekatan-komunikatifBagian ii-e-peendekatan-komunikatif
Bagian ii-e-peendekatan-komunikatif
 
TINDAK TUTUR DALAM DIALOG FILM ANIMASI ADIT & SOPO JARWO
TINDAK TUTUR  DALAM DIALOG FILM ANIMASI  ADIT & SOPO JARWOTINDAK TUTUR  DALAM DIALOG FILM ANIMASI  ADIT & SOPO JARWO
TINDAK TUTUR DALAM DIALOG FILM ANIMASI ADIT & SOPO JARWO
 
Keterampilan Berbicara
Keterampilan BerbicaraKeterampilan Berbicara
Keterampilan Berbicara
 
Contoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsiContoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsi
 
Makalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilaku
Makalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilakuMakalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilaku
Makalah kesantunan #kebiasaan sebagai pembentuk perilaku
 
Ragam bahasa ilmiah
Ragam bahasa ilmiahRagam bahasa ilmiah
Ragam bahasa ilmiah
 
Diksi (pilihan kata)
Diksi (pilihan kata)Diksi (pilihan kata)
Diksi (pilihan kata)
 
Mari mengenali semantik & pragmatik
Mari mengenali semantik & pragmatikMari mengenali semantik & pragmatik
Mari mengenali semantik & pragmatik
 
Permasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahan
Permasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahanPermasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahan
Permasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahan
 
Bhs ind (4) Bahasa Ragam Ilmiah
Bhs ind (4) Bahasa Ragam IlmiahBhs ind (4) Bahasa Ragam Ilmiah
Bhs ind (4) Bahasa Ragam Ilmiah
 
Sk kd smp bhs inggris
Sk  kd smp bhs inggrisSk  kd smp bhs inggris
Sk kd smp bhs inggris
 
Bahasa melayu komunikasi tugasan
Bahasa melayu komunikasi tugasanBahasa melayu komunikasi tugasan
Bahasa melayu komunikasi tugasan
 
Diksi dan gaya bahasa
Diksi dan gaya bahasaDiksi dan gaya bahasa
Diksi dan gaya bahasa
 
Makalah bahasa indonesia kata kajian, kata populer, kata denotasi
Makalah bahasa indonesia kata kajian, kata populer, kata denotasi Makalah bahasa indonesia kata kajian, kata populer, kata denotasi
Makalah bahasa indonesia kata kajian, kata populer, kata denotasi
 

Ähnlich wie Kata pengantar

5. relevansi teori-psikologi-dari-piaget
5. relevansi teori-psikologi-dari-piaget5. relevansi teori-psikologi-dari-piaget
5. relevansi teori-psikologi-dari-piaget
uniku
 
Makalah rambu rambu berbicara
Makalah rambu   rambu berbicaraMakalah rambu   rambu berbicara
Makalah rambu rambu berbicara
Yogie Antony
 
Metodologi pengajaran-bahasa
Metodologi pengajaran-bahasaMetodologi pengajaran-bahasa
Metodologi pengajaran-bahasa
Ai Rahayu
 
Presentasi karya tulis
Presentasi karya tulisPresentasi karya tulis
Presentasi karya tulis
Diba Mahanti
 
Rpp linguitics and english language teaching scribd
Rpp linguitics and english language teaching scribdRpp linguitics and english language teaching scribd
Rpp linguitics and english language teaching scribd
noormalihah
 
Proposal ptk
Proposal ptkProposal ptk
Proposal ptk
zhiendar
 
Bahasa sebagai alat komunikasi
Bahasa sebagai alat komunikasiBahasa sebagai alat komunikasi
Bahasa sebagai alat komunikasi
Atykah Aura
 

Ähnlich wie Kata pengantar (20)

Maksim2
Maksim2Maksim2
Maksim2
 
Etika dan Prosedur Berbicara
Etika dan Prosedur Berbicara Etika dan Prosedur Berbicara
Etika dan Prosedur Berbicara
 
Rpp bahas indonesia sma xii bab 5
Rpp bahas indonesia sma xii bab 5Rpp bahas indonesia sma xii bab 5
Rpp bahas indonesia sma xii bab 5
 
5. relevansi teori-psikologi-dari-piaget
5. relevansi teori-psikologi-dari-piaget5. relevansi teori-psikologi-dari-piaget
5. relevansi teori-psikologi-dari-piaget
 
Rpp bi new
Rpp bi newRpp bi new
Rpp bi new
 
Makalah rambu rambu berbicara
Makalah rambu   rambu berbicaraMakalah rambu   rambu berbicara
Makalah rambu rambu berbicara
 
Metodologi_pengajaran_bahasa.ppt
Metodologi_pengajaran_bahasa.pptMetodologi_pengajaran_bahasa.ppt
Metodologi_pengajaran_bahasa.ppt
 
Tajuk 3 done
Tajuk 3 doneTajuk 3 done
Tajuk 3 done
 
Metodologi pengajaran-bahasa
Metodologi pengajaran-bahasaMetodologi pengajaran-bahasa
Metodologi pengajaran-bahasa
 
Presentasi karya tulis
Presentasi karya tulisPresentasi karya tulis
Presentasi karya tulis
 
Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1
Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1
Makalah pemilihan kata (diksi) kelompok 1
 
Tajuk 3 done
Tajuk 3 doneTajuk 3 done
Tajuk 3 done
 
Kesantunan masyarakat malaysia
Kesantunan masyarakat malaysiaKesantunan masyarakat malaysia
Kesantunan masyarakat malaysia
 
Rpp linguitics and english language teaching scribd
Rpp linguitics and english language teaching scribdRpp linguitics and english language teaching scribd
Rpp linguitics and english language teaching scribd
 
Proposal ptk
Proposal ptkProposal ptk
Proposal ptk
 
TINDAK UJARAN DALAM PSIKOLINGUISTIK
TINDAK UJARAN DALAM PSIKOLINGUISTIKTINDAK UJARAN DALAM PSIKOLINGUISTIK
TINDAK UJARAN DALAM PSIKOLINGUISTIK
 
Bahasa sebagai alat komunikasi
Bahasa sebagai alat komunikasiBahasa sebagai alat komunikasi
Bahasa sebagai alat komunikasi
 
Makalah kata serapan
Makalah kata serapanMakalah kata serapan
Makalah kata serapan
 
PRINSIP KESANTUNAN
PRINSIP KESANTUNANPRINSIP KESANTUNAN
PRINSIP KESANTUNAN
 
Rpp kls x 2013
Rpp kls x 2013Rpp kls x 2013
Rpp kls x 2013
 

Kata pengantar

  • 1. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah Bahasa Indonesia “Pengaplikasian Teori Kesantunan Di Sekitar Kita” ini dengan lancar dan tepat waktu. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Moh.Fatoni sebagai dosen mata kuliah Bahasa Indonesia, yang telah membimbing dan menasehati penyusun dalam penyusunan makalah ini. Pada dasarnya, makalah ini disusun untuk memenuhi tugas akhir Bahasa Indonesia.Semoga makalah ini dapat bermanfat bagi pembaca dan mulai menerapkan kesantunan dalam berbahasa di kehidupan sehari-hari. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangannya. Oleh karena itu, penyusun menerima kritik dan saran dari pembaca, untuk penyempurnaan dalam penyusunan makalah selanjutnya. Semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Malang, Juni 2012 Penyusun
  • 2. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. 1 DAFTAR ISI 2 BAB I PENDAHULUAN.. 3 1.1 Latar Belakang. 3 1.2 Rumusan Masalah. 3 1.3.Tujuan. 4 BAB II PEMBAHASAN.. 4 2.1 Definisi Kesantunan. 5 2.2 Defenisi Kesantunan Berbahasa. 6 2.3 Teori-teori Kesantunan Berbahasa. 7 A. Teori Lakoff Lakoff (1972) 7 B. Teori Gu (1990) 8 C.Teori Pranowo. 10 D.Teori Grice. 11 BAB III PENUTUP. 18
  • 3. 3.1 Kesimpulan. 18 3.2 Saran. 18 DAFTAR PUSTAKA.. 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya, bahasa yang dimiliki dan digunakan oleh manusia tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk. Seandainya ada bahasa yang sudah mampu mengungkapkan sebagian besar pikiran dan perasaan lebih dari bahasa yang lain, bukan karena bahasa itu lebih baik tetapi karena pemilik dan pemakai bahasa sudah mampu menggali potensi bahasa itu lebih dari yang lain. Jadi yang lebih baik bukan bahasanya tetapi kemampuan manusianya. Semua bahasa hakikatnya sama, yaitu sebagai alatkomunikasi. Pendapat Sapir dan Worf (dalam Wahab, 1995) menyatakan bahwa bahasa menentukan perilaku budaya manusia memang ada benarnya. Orang yang ketika berbicara menggunakan pilihan kata, ungkapan yang santun, struktur kalimat yang baik menandakan bahwa kepribadian orang itu memang baik. Sebaliknya, jika ada orang yang sebenarnya kepribadiannya
  • 4. tidak baik, meskipun berusaha berbahasa secara baik, benar,dan santun di hadapan orang lain; pada suatu saat tidak mampu menutup-nutupi kepribadian buruknya sehingga muncul pilihan kata, ungkapan, atau struktur kalimat yang tidak baik dan tidak santun.Dalam kesantunan berbahasa ada beberapa teori yang mendasarinya yaitu teori Lakoff, teori Yueguo Gu, teori Pranowo dan teori Grice. Pada makalah ini saya akan membahas contoh fenomena teori kesantunan menurut teori Pranowo di lingkungan terminal. Hal ini dilatarbelakangi karena terlihat jelas kurangnya kesadaran masyarakat akan kesantunan berbahasa khususnya di lingkungan terminal. 1.2 Rumusan Masalah Topik yang akan dibahas dalam makalah ini adalah tentang kajianmengenai penggunaan bahasa oleh masyarakat Indonesia saat ini berdasarkanteori-teori kesantunan yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh seperti Lakoff, Yuego Gu, Grice dan Pranowo. 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat membandingkan dan mengkaji penggunaan bahasa Indonesia dengan beberapa teori kesantunan BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Kesantunan Fraser dalam Gunarwan (1994) mendefinisikan kesantunan adalah “property associated with neither exceeded any right nor failed to fullfill any obligation”. Dengan kata lain kesantunan adalah properti yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam hal ini menurut pendapat si pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak mengingkari memenuhi kewajibannya. Beberapa ulasan Fraser mengenai definisi kesantunan tersebut yaitu pertama, kesantunan itu adalah properti atau bagian dari ujaran; jadi bukan ujaran itu sendiri. Kedua, pendapat pendengarlah yang menentukan apakah kesantunan itu ada pada suatu ujaran. Mungkin saja sebuah ujaran dimaksudkan sebagai ujaran yang santun oleh si penutur, tetapi di telinga si pendengar ujaran itu ternyata tidak terdengar santun, dan demikian pula sebaliknya. Ketiga, kesantunan itu dikaitkan dengan hak dan kewajiban penyerta interaksi. Artinya, apakah sebuah ujaran terdengar santun atau tidak, ini ”diukur” berdasarkan (1) apakah
  • 5. si penutur tidak melampaui haknya kepada lawan bicaranya dan (2) apakah di penutur memenuhi kewajibannya kepada lawan bicaranya itu. Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentusehingga kesantunansekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu,kesantunan ini biasa disebut µtatakrama.Berdasarkan pengertian tersebut, kesantunan dapat dilihat dari berbagai segidalam pergaulan sehari- hari. : Pertama, kesantunan memperlihatkan sikap yang mengandung nilai sopan santunatau etiket dalam pergaulan sehari- hari. Ketika orang dikatakan santun, maka dalam diri seseorang itu tergambar nilai sopan santun atau nilai etiket yang berlaku secara baik di masyarakat tempat seseorang itu mengambil bagian sebagai anggotanya. Ketika dia dikatakan santun, masyarakat memberikan nilai kepadanya, baik penilaian itu dilakukan secara seketika (mendadak) maupun secara konvensional (panjang, memakan waktu lama). Sudah barang tentu, penilaian dalam proses yang panjang inilebih mengekalkannilai yang diberikan kepadanya. Kedua, kesantunan sangat kontekstual, yakni berlaku dalam masyarakat, tempatatau situasi tertentu, tetapi belum tentu berlaku bagi masyarakat, tempat atau situasi lain.Ketika seseorang bertemu dengan teman karib, boleh saja dia menggunakan kata yangagak kasar dengan suara keras, tetapi hal itu tidak santun apabila ditujukan kepada tamuatau seseorang yang baru dikenal. Mengecap atau mengunyah makanandengan mulut berbunyi kurang sopan kalau sedang makan dengan orang banyak di sebuah perjamuan,tetapi hal itu tidak begitu dikatakan kurang sopan apabila dilakukan di rumah. Ketiga, kesantunan selalu bipolar, yaitu memiliki hubungan dua kutub, sepertiantara anak dan orangtua, antara orang yang masih muda dan orang yang lebih tua, antaratuan rumah dan tamu, antara pria dan wanita, antara murid dan guru, sebagainya. Keempat, kesantunan tercermin dalam cara berpakaian (berbusana), cara berbuat(bertindak) dan cara bertutur (berbahasa). 2.2 Defenisi Kesantunan Berbahasa Kesantunan berbahasa merupakan salah satu aspek kebahasaan yang dapat meningkatkan kecerdasan emosional penuturnya karena didalam komunikasi, penutur dan petutur tidak hanya dituntut menyampaikan kebenaran, tetapi harus tetap
  • 6. berkomitmen untuk menjaga keharmonisan hubungan. Keharmonisan hubungan penutur dan petutur tetap terjaga apabila masing- masing peserta tutur senantiasa tidak saling mempermalukan. Dengan perkataan lain, baik penutur maupun petutur memiliki kewajiban yang sama untuk menjaga muka.Kesantunan (politeness), kesopansantunan atau etiket adalah tatacara, adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi lewat tanda verbalatau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada norma-norma budaya,tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat tempat hidup dandipergunakannya suatu bahasa dalam berkomunikasi. Apabila tatacara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan norma-norma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya Tatacara berbahasa sangat penting diperhatikan para peserta komunikasi(komunikator dan komunikan) demi kelancaran komunikasi. Oleh karena itu, masalah tatacara berbahasa ini harus mendapatkan perhatian, terutama dalam proses belajar mengajar bahasa. Dengan mengetahui tatacara berbahasa diharapkan orang lebih bisa memahami pesan yang disampaikan dalam komunikasi karena tatacara berbahasa bertujuan mengatur serangkaian hal berikut : 1. Apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu dan keadaan tertentu 2. Ragam bahasa apa yang sewajarnya dipakai dalam situasi tertentu 3. Kapan dan bagaimana giliran berbicara dan pembicaraan sela diterapkan 4. Bagaimana mengatur kenyaringan suara ketika berbicara. 5. Bagaimana sikap dan gerak-gerik ketika berbicara. 6. Kapan harus diam dan mengakhiri pembicaraan. Tatacara berbahasa seseorang dipengaruhi norma-norma budaya suku bangsa atau kelompok masyarakat tertentu. Tatacara berbahasa orang Inggris berbeda dengan tatacara berbahasa orang Amerika meskipun mereka sama-sama berbahasa Inggris. Begitu juga, tatacara berbahasa orang Jawa berbeda dengan tatacara berbahasa orang Batak meskipun mereka sama-sama berbahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan yang sudah mendarah daging pada diri seseorang berpengaruh pada pola berbahasanya.Beberapa teori yang mendasari kesantunan berbahasa yaitu teori Lakoff, teoriYueguo Gu, teori Pranowo dan teori Grice
  • 7. 2.3 Teori-teori Kesantunan Berbahasa A. Teori Lakoff Lakoff (1972) Lakoff yang dianggap sebagai ibu teori kesantunan, menghubungkan teorinya dengan teori kerjasama dari Grice. Selain keempat teori yang telah disebutkan diatas, Lakoff juga menambahkan beberapa prinsip yang diukur dengan parameter sosial. Dalam prinsip kesantunannya, menawarkan tiga kaidah yang harus ditaati agar tuturan menjadi santun. Ketiga kaidah itu adalah : 1.Formalitas Kaidah formalitas, dimaknai “jangan memaksa” atau “jangan angkuh”.Akibat logis dari kaidah itu adalah bahwa tuturan yang memaksa dan angkuhmerupakan tuturan yang tidak santun. Tuturan yang memaksa dan angkuh seperti”Bodoh, percuma kau belajar,” dapat melahirkan reaksi frontal pada kejiwaan anak, yang eksesnya melahirkan bentuk perilaku yang menjengkelkan. Perilaku semacam itu, sering menjadi sebab terjadinya KDRT. 2.Ketidaktegasan Kaidah ketidaktegasan berisi saran bahwa penutur hendaknya bertutur sedemikian rupa sehingga mitra tuturnya dapat menentukan pilihan. Tuturan”Jika masih bersemangat dan ingin nilaimu baik, rajin-rajinlah belajar,”sebenarnya merupakan tekanan dari si penutur (dalam konteks itu orang tua)terhadap mitra tutur (anak). Namun, tekanan itu disampaikan dengan santunkarena memberikan pilihan kepada anak, sehingga tidak tersinggung dan bersikap menjengkelkan.. 3.Persamaan/kesekawanan Kaidah persamaan/kesekawanan, menyarankan kepada penutur untuk bertindak seolah-olah mitra tuturnya itu sama, atau dengan kata lain membuatmitra tutur merasa senang. Ujaran “Nilai rapormu lumayan baik, sebaik semangat belajarmu,” selain sebenarnya mengkritik juga mengajarkankesantunan kepada anak. Kesantunan dalam berbahasa menurut Lakoff meliputi : 1.Cara mengungkapkan jarak sosial dan hubungan peran yang berbeda dalamkomunikasi.
  • 8. 2.Penggunaan muka (face) dalam komunikasi, yaitu strategi kesantunan positif danstrategi kesantunan negatif. B. Teori Gu (1990) Prinsip kesopanan Yuego Gu berdasar pada nilai kesantunan orang Cinayang mengaitkan kesantunan dengan norma-norma masyarakat yang bermoral.Kesantunan dalam masyarakat Cina terikat pada sangsi yang akan diberikan olehmasyarakat apabila kesantunan itu dilanggar dan bersifat perspektif. Teori kesantunan ini menekankan pada pemenuhan harapan masyarakat mengenaisikap hormat, kerendahan hati dan ketulusan. Sehingga perilaku individu disesuaikan dengan harapan tersebut. Kesantunan yang dianut di negara Cina hampir mirip dengan norma-norma sopan santun yang ada pada masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia juga masih menjunjung nilai kesantunan. Terutama di daerah pedesaan dan dikota-kota kecil. Apabila ada seseorang yang melanggar norma maka orangtersebut juga akan mendapat sanksi dari masyarakat. Sanksi yang biasa diterapkan adalah digunjingkan atau dikucilkan oleh masyarakat. Norma yang harus dipenuhi tidak hanya terbatas pada perilaku tetapi juga pada tutur kata.Apabila ada seseorang tidak santun dalam penggunaan bahasa maka orangtersebut akan dianggap tidak sopan dan akan dicap sebagai orang yang kasar dantidak baik. .Hal tersebut masih sangat terasa di kota-kota kecil dan pinggiran. Karena orangtua dan lingkungan mengajari untuk menggunakan bahasa yangsantun. Berbeda dengan lingkungan di kota besar yang masyarakatnya cenderung tak acuh dan banyak orang tua yang kurang memperhatikan tingkah laku anak-anaknya. Sehingga banyak anak dan remaja yang tidak mengetahui cara berbahasa Indonesia yang santun Berdasarkan kesantunan orang Cina, yaitu mengaitkan kesantunan dengan norma-norma kemasyarakatan yang bermoral. Bersifat preskriptif dalam konsep Cina limao (politeness) dan terikat pada ancaman sangsi moral dari masyarakat. 1. Nosi muka (face) di dalam konteks cina tidak dianggap sebagai keinginan (want) psikologis, tetapi sebagai norma-norma kemasyarakatan. 2.Kesantunan tidak bersifat instrumental tetapi bersifat normatif. 3.Muka tidak terancam jika keinginan individu tidak terpenuhi, namun terancam jika individu gagal memenuhi standar yang ditentukan masyarakat. Perilaku individu harus disesuaikan dengan harapan masyarakat mengenaisikap hormat (respectfulness), sikap rendah hati (modesty), sikap hangat dan tulus(warmth and refinment).
  • 9. Ada empat maksim dalam teori Gu: a.Maksim denigrasi diri yaitu menuntut penutur untuk merendahkan diri danmeninggikan orang lain. b.Maksim sapaan yaitu sapalah lawan bicara anda dengan bentuk sapaan yangsesuai. c.Maksim budi pertimbangan keuntungan nyata pada diri mitra tutur. d.Maksim kedermawana yaitu tindak saling menjaga kesantunan atau pertimbangankeuntungan antara penutur dan mitra tutur. C.Teori Pranowo Pranowo mengungkapkan teori mengenai tanda-tanda komunikasi yang tidak santun. Karena komunikasi tidak santun sering kali terjadi meskipun ada banyak cara agar dapat berbahasa dan berkomunikasi dengan santun. Tanda -tanda tersebut antara lain sebagai berikut (Sukmawan, 2009 : 7 ) : 1.Penutur menyatakan kritik secara langsung dan dengan kata -kata kasar.Dalam budaya Indonesia, terutama budaya jawa selalu menekankan pada unggah- ungguh. Sehingga dalam bertutur kata dengan orang lain harusdiberi penjelasan terlebih dahulu baru kemudian mengungkapkan intinya.Sehingga mitra tutur bisa mengerti dan tidak tersinggung dengan apa yangdituturkan. Apalagi jika hal itu berisi kritikan. Meskipun demikian, adaorang yang tidak menyukai hal yang tidak disampaikan secara langsung.Karena terkesan berputar – putar. Jadi lebih baik jika kritik atau tutur katadisampaikan dengan penjelasan seperlunya dan tidak bertele – tele sehinggamitra tutur tidak merasa sakit hati dan tidak merasa bosan. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa banyak masyarakat yang lebih sering secaralangsung mengungkapkan apa yang dipikirannya.
  • 10. 2.Penutur didorong rasa emosi ketika bertutur. Seringkali terjadi perselisihan dalam berkomunikasi yang menimbulkan timbulnya emosi. Orang yangtidak dapat mengendalikan emosinya maka dapat dipastikan pembicaraanakan berujung pada pertengkaran mulut. Jika demikian maka tutur kata yangdikeluarkan oleh masing – masing penutur adalah tutur kata yang tidak sopan dan cenderung kasar. Contoh paling umum yang terjadi adalah padaorang tua dan anak yang memiliki perbedaan pendapat dan pada pasangan.Untuk itu diperlukan pengendalian emosi yang baik supaya dapatmengendalikan tutur kata yang akan diucapkan. Sehingga tidak saling menyakiti. 3.Penutur protektif terhadap pendapatnya. Dalam mengeluarkan pendapat , baik dalam forum formal maupun informal, ada beberapa orang yang terlalungotot dengan pendapatnya pribadi dan tidak bisa menerima saran, kritik atau sanggahan dari orang lain. Orang yang demikian apabila pendapatnyadisanggah maka akan menunjukkan raut muka yang tidak senang dan berujung pada penggunaan tutur kata yang cenderung kasar dan tidak sopan.Meskipun banyak juga orang yang masih mampu mengendalikan emosi jika pendapatnya disanggah. 4.Penutur sengaja memojokkan mitra tutur dalam bertuturu. Hal ini kadangterjadi jika seseorang ingin memenangkan pendapatnya dan ingin dianggap benar mengenai pendapatnya tersebut. Kasus yang lain terjadi pada saatinterogasi atau pada saat sidang. Penyidik atau pengacara biasanyamemojokkan saksi atau tersangka untuk dapat mengetahui kebenarannya.Akan tetapi hal ini biasanya diikuti dengan tindakan dan tutur kata yangkasar oleh penyidik dan menimbulkan tekanan serta rasa tidak nyaman padamitra tuturnya. 5.Penutur menyampaikan tuduhan atas dasar kecurigaan terhadap mitra tutur.Hidup bermasyarakat selalu didasarkan pada asas kepercayaan. Sekalikeprcayaan itu hilang maka sulit untuk membangun kembali kepercayaantersebut. Dan bahkan akan menimbulkan rasa curiga. Contohnya terjadi pada sepasang kekasih. Apabila salah satu pihak mengkhianati kepercayaan dari pihak lain maka pihak lain tersebut akan selalu menaruh curiga. Orang tersebut tidak akan percaya dengan kata-kata pasangannya dan menanggapinya dengan sinis. Sehingga kata-kata yang dikeluarkan juga menjadi kasar dan sinis D.Teori Grice Grice (1978) mengidentifikasi bahwa komunikasi secara santun harus memperhatikan prinsip kerja sama. Ketika berkomunikasi, seorang penutur harus memperhatikan : 1.Prinsip kualitas
  • 11. Jika seseorang menyampaikan informasi kepada orang lain, informasiyang diberikan harus di dukung dengan data. Dengan dukungan data yangada maka informasi tersebut akan lebih sah dan memang benar adanya.Sehingga lawan bicara tidak merasa tertipu. Prinsip ini sulit diterapkan dandilanggar karena memiliki kesan sedikit kaku. Dan mungkin akanmembatasi komunikasi antara satu orang dengan yang lainnya. 2.Prinsip kuantitas Artinya kerika berkomunikasi dengan orang lain, yang dikomunikasikan harus sesuai dengan yang diperlukan, tidak lebih dan tidak kurang. Prinsip ini menuntut agar seseorang memberi sesuatu sesuai yang diminta oleh lawan bicara. Misalnya jika lawan bicara menginginkan diberi 1 Kg gula maka gula yang diberikan juga harus 1 Kg dan tidak dikurangi.Saat ini banyak pedagang yang melanggar prinsip kuantitas dan menjual barang yang tidak sesuai dengan apa yang dikatakan pelanggan. Hal inidimaksudkan agar pedagang tersebut memperoleh lebih banyak keuntungan. Saat ini cukup sulit untuk bisa menerapkan prinsip ini. Karena gayahidup saat ini yang cukup sulit sehingga banyak orang yang bertutur katadan member informasi yag terkadang kurang dan bahkan dilebih – lebihkan.Hal ini hanya dimaksudkan agar orang tersebut dipandang sebagai orangyang pintar dan untuk memperoleh keinginan pribadi. 3.Prinsip relevansi (hubungan) Prinsip ini bermakna ketika berkomunikasi dengan orang lain maka harus relevan dan berkaitan dengan apa yang dibicarakan oleh lawan bicara.Apabila dipikir dengan logika, hal ini memang benar adanya. Karena percakapan yang tidak relevan dan tidak nyambung tidak akan menghasilkan apa-apa. Dan malah akan menimbulkan perasaan tidak nyaman pada lawan bicara.Contoh kasus yang kadang terjadi adalah apabila ada dua orang yangsedang berbicara dan ada orang lain yang hanya mendengarkan sebagiandan tiba-tiba menanggapi hal tersebut dan tanggapannya ternyata tidak relevan dengan yang dibicarakan. Kasus yang lain terjadi karena pembicarakurang jelas dalam menyampaikan apa yang ingin dibicarakan. Sehingga terkadang lawan bicara menanggapi dengan berbeda 4. Prinsip cara Prinsip ini berarti ketika berbicara atau berkomunikasi dengan orang lain harus lah memperhatikan cara penyampaian. Tidak semua orang dapat menerima cara berbicara yang sama. Orang yang sensitif tidak bisa diajak bicara dengan kasar. Tutur kata yang digunakan juga harus dipilih agar orang tersebut tidak merasa tersinggung. Cara penyampaian informasi kepada
  • 12. orang yang lebih tua dan kepada orang yang sebaya atau yang lebihmuda juga harus berbeda. Kepada orang yang lebih tua, cara bicara yangdigunakan haruslah penuh dengan rasa hormat dan halus. Meskipun saat ini banyak anak, remaja dan kaum muda yang kurang memperhatikan cara bertutur dengan orang yang lebih tua.Contoh kasusnya adalah mahasiswa yang ingin bertemu dengan dosen pembimbingnya. Seringkali mereka kurang sopan dalam menyampaikan keinginannya tersebut karena mereka menyamakan berkomunikasi dengan dosen dan berkomunikasi dengan teman. Hal ini menyebabkan banyak dosen yang merasa tersinggung dan mungkin tidak menanggapi mahasiswatersebut. Kasus seperti ini dapat terjadi antara lain karena dengan orangtuanya sendiri mahasiswa tersebut kurang benar cara berbicara dan menganggap seperti berbicara dengan teman. Selain keempat prinsip diatas, Grice juga memberikan beberapa pedoman untuk memperlakukan mitra tutur yaitu sebagai berikut (Sukmawan,2009 : 3 ) : 1. Jangan memperlakukan mitra tutur sebagai orang yang tunduk kepada penutur 2. Jangan mengatakan hal -hal yang kurang baik mengenai diri mitra tutur atau orang atau barang yang ada kaitannya dengan mitra tutur 3. Jangan mengungkapkan rasa senang atas kemalangan mitra tutur sehinggamitra tutur merasa jatuh harga dirinya 4. Jangan memuji diri sendiri atau membanggakan nasib baik atau kelebihandiri sendiri 5. Maksimalkan ungkapan simpati kepada mitra tutur 6. Minimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur dan maksimalkan rasasenang Prinsip-prinsip kerjasama yang dikemukakan oleh Grice sering kali dilanggar dan diabaikan. Hal ini dikarenakan kondisi yang memungkinkan untuk memenuhi keempat prinsip tersebut tidak selalu ada. Bahkan saat ini semakin sulit untuk ditemui. Penyebabnya karena ada keadaan tertentu yang secara sengaja dilakukan oleh penutur untuk tidak memenuhi prinsip tersebut Contoh Fenomena Kesantunan Berbahasa Menurut Teori Pranowo “ Realisasi Kesantunan Berbahasa di Lingkungan Terminal “ Mendengar kata pedagang asongan, supir, kondektur, dan calo mungkin sudah tak asing lagi di telinga kita. Pedagang asongan adalah para pedagang yang biasa menjajakan dagangannya di sekitar terminal dan di dalam bus-bus. Mereka selalu
  • 13. berupaya untuk menarik pembeli agar membeli dagangannya, yang kadang juga suka terlihat agak memaksa. Supir adalah para pengemudi bus atau angkot yang selalu terlihat di lingkungan terminal. Kondektur adalah orang yang membantu supir untuk menarik penumpang ke dalam angkot atau bus, sedangkan calo adalah perantara atau reseller.Kata calo kadang bersifat negatif karena apa yang calo lakukan adalah menggunakan kesempitan orang menjadi suatu kesempatan. Calo juga identik dengan preman atau penguasa daerah tertentu yang sudah menjadi objek pencariannya. Di lingkungan terminal, kita terkadang sering mendengar pembicaraan yang diucapkan oleh pedagang asongan, supir, kondektur, dan para calo yang sering mengucapkan kata-kata kasar. Penulis sendiri pernah melihat bagaimana para supir angkot atau bus dengan wajah „terpaksa‟ memberi sejumlah persenan kepada calo. Mungkin bagi sebagian orang hal yang dilakukan para calo itu biasa saja, sehingga mereka pantas menerima sejumlah uang. Lalu apa yang akan terjadi jika para supir dan kondektur tersebut tidak memberikan uang yang tidak sesuai dengan keinginan para calo. Yang terjadi selanjutnya adalah teriakan kata-kata makian atau kata-kata kasar (sarkasme) yang keluar dari mulut calo tersebut kepada supir dan kondektur. Sarkasme yang keluar dari mulut calo-calo itu biasanya adalah namanama binatang seperti „anjing‟, „monyet‟, „babi‟ dan sebagainya. Jika supir tidak menerima perkataan yang dilontarkan calo kadang-kadang mereka pun membalas dengan makian yang lebih kasar, sehingga sering terjadi “adu mulut” antara para calo, supir, dan kondektur. Hal ini juga sering diikuti oleh pedagang asongan yang sering menambah suasana menjadi ricuh. Salah satu fenomena kebahasaan yang penulis dapatkan adalah tuturan yang diucapkan oleh salah satu calo dan supir angkot di terminal Cicaheum : Supir : “Yeuh duitna, dua rebu nya?” Calo : “ Anjing maneh mah ngan sakieu!” Supir : “ Terus mentana sabaraha? Urang ge can nyetor, teu boga duit sia!” Calo : “ Mbung nyaho aing mah, sarebu deui atuh!” Supir : “ Lebok tah duitna, blegug maneh mah!” Calo : “Eh…dasar supir monyet”. Fenomena kebahasaan di atas adalah penggalan beberapa kalimat realisasi kesantunan berbahasa yang diucapkan oleh calo dan supir angkot di terminal Cicaheum. Penulis akan meneliti fenomena kebahasaan yang terjadi pada tiga bahasa, yaitu bahasa Sunda, bahasa Jawa (Cirebon), dan bahasa Indonesia. Banyak hal yang membuat kata-kata kasar keluar dari pemakainya. Sarkasme itu sendiri kadang bisa memancing kemarahan orang yang dituju, tapi kadang juga tidak berpengaruh karena itu sudah menjadi hal yang lumrah untuk keduanya.
  • 14. Dilihat dari sudut penuturnya, bahasa itu berfungsi personal atau pribadi (Halliday 1973; Finnocchiaro 1974; Jakobson1960 menyebutkan fungsi emotif). Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak si pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedih, marah, atau gembira. Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa itu berfungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar (Finnocchiaro 1974; Halliday 1973 menyebutkan fungsi instrumental; dan Jakobson 1960 menyebutkan fungsi retorikal). Disini bahasa itu tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dimaui si pembicara. Hal ini dapat dilakukan si penutur dengan menggunakan kalimat-kalimat yang menyatakan perintah, imbauan, permintaan maupun rayuan. Bila dilihat dari segi kontak antara penutur dan pendengar maka bahasa disini berfungsi fatik (Jakobson 1960;Finnocchiaro 1974 menyebutkan interpersonal; dan Halliday 1973 menyebutkan interactional), yaitu fungsi menjadi hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat, atau solidaritas nasional.Dalam masyarakat, bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi sangat beragam. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena interaksi sosial yang mereka lakukan beragam. Berbahasa adalah aktivitas sosial. Di dalam berbahasa juga terdapat etika komunikasi, dan di dalam etika komunikasi itu sendiri terdapat moral. Moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan yang memuat ajaran tentang baik dan buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau buruk (Burhanudin Salam, 2001:102). Etika juga bisa diartikan sebagai ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dinilai baik dan mana yang jahat. Etika sendiri juga sering digunakan dengan kata moral, susila, budi pekerti dan akhlak (Burhanudin Salam, 2001:102). Sementara itu, secara sederhana Prof. I. R. Poedjowijatna (1986), mengatakan bahwa sasaran etika khusus kepada tindakantindakan manusia yang dilakukan secara sengaja. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa realisasi kesantunan berbahasa di lingkungan terminal banyak yang tidak mengandung etika. Dalam berkomunikasi, tidak akan pernah lepas dengan adanya pola berbahasa yang diucapkan kasar, baik berupa olok-olok atau sindiran yang menyakitkan hati. Seperti tuturan yang diucapkan oleh calo, pedagang asongan, supir, dan kondektur tidak mengandung unsur kesantunan berbahasa. Misal, mudah marah, kata-katanya kasar, dan bersifat memaksa saat meminta uang karena mereka merasa penguasa tempat tersebut.
  • 15. Suparno menjelaskan dalam artikelnya, bahwa ragam bahasa yang tidak santun ini menjadi hal yang lazim diucapkan. Sarkasisasi tersebut justru menjadikan keakraban tanpa sekat strata, sehingga mereka yang menggunakan ragam bahasa tersebut dapat menikmatinya dengan senang dan bangga hati.
  • 16. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dalam berkomunikasi dengan orang lain hendaknya mempunyai sopan santun, sehingga orang yang berkomunikasi dengan kita akan terasa nyaman dan senang. Berbicara santun tidak harus dengan menggunakan bahasa baku, karena belum tentu menurut orang kita berbicara dengan santun. Banyak teori yang telah menyebutkan mengenai cara-cara bertutur kata yang santun dengan orang lain. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa orangyang dengan sengaja maupun tidak sengaja bertutur kata yang tidak sopan dan kasar terhadap orang lain. Apalagi dengan gaya hidup yang ada saat ini. Ada pun teori dari beberapa pakar yang menjelaskan tentang bagaimana berbicara dengan santun, yang antara lain di kemukaan Lakoff, YueguoGu, Pranowo dan Grice. Teori yang mereka kemukakan tidak menyebutkan bahwa berbicara yang santun harus dengan bahasa baku, tetapi mereka menjelaskan kesantunan dalam berbicara ini dengan aspek-aspek yang sesuai dengan kehidupan sehari-sehari sehingga mudah untuk kita terapkan. 3.2 Saran Dengan adanya makalah ini, diharapkan agar para pembaca dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dimana pun mereka berada. Dalam penulisan makalah ini, banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca khususnya dari Bapak Moh. Fatoni selaku dosen Bahasa Indonesia saya. Mohon maaf Pak jika isi makalah saya tanpa sengaja terdapat beberapa kesamaan dengan beberapa teman yang lain. Itu merupakan unsur ketidaksengajaan kami, karena kata kunci yang digunakan di internet kemungkinan sama dan buku yang kami pinjam dari perpustakaan sama
  • 17. DAFTAR PUSTAKA Ibrahim, A. S. 1993.Kajian Tindak Tutur.Surabaya: Usaha Nasional Jasmine. 2010. Prinsip Kerja Sama dan Kesantunan, (online),(http://jasminealmaghribi.blogspot.com/2010/02/prinsip-kerjasama-n-kesantunan.html, diakses 10 Juni 2012) Pranowo, dkk. 2004.Kesantunan Berbahasa para Politisi di Media Massa. Yogyakarta :Universitas Sanata Dharma Sukmawan,sony. 2009 . Simfoni Bahasa Indones ia . Malang:Universitas Brawijaya Wahab, Abdul. 1995.Isu Linguistik Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya : AirlanggaUniversity Press. Warsito.2010. Prinsip Sopan Santun (Macam – macam Maksim).http:// blogewongbledug.blogspot.com /2010/03/prinsipsopan-santun-macam-macam maksim.html, diakses 10 Juni 2012 Name (required) Mail (will not be published) (required) Website Submit Comment CAPTCHA Code * newer posts older posts