1. Menunggu !!
Aku kembali terpaku pada panorama yang tak asing lagi. Sebuah panorama yang selama ini begitu akrab
dengan kehidupanku di sekolah hiaju ini. Di depanku berdiri kokoh sebatang pohon cemara yang tegar dengan
kesendirian. Pohon itu di kelilingi oleh rumput-rumput yang luamayan tinggi dan hijau. Di tempat yang penuh
kenangan ini aku masih menunggunya dengan setia, bagiku setia tidak pernah sia-sia.
Masih bisa ku hirup aroma pagi meski matahari sudah agak meninggi. Pukul 10, saat yang tepat
menunggunya di sini, selasar sebuah masjid yang selalu teduhkan jiwaku. Melapangkan pikiranku dari jenuhnya
suasana pelajaran. Hal inilah yang menjadi salah satu alasanku untuk segera kembali ke tempat ini begitu
istirahat. Begitu juga dengan teman-temanku yang saat ini, di belakangku, sedang asyik membicarakan
rencana liburan nanti. Seusai kuliah tempat ini selalu jadi tujuan mereka. Dan kini aku masih asyik sendiri,
nikmati matahari dan aktifitas yang terpajang di depan mata ku. Tanpa henti aku berdoa kepada tuhan agar
pagi ini aku di pertemukan dengannya, makhluk indah yang akhir-akhir ini telah mendobrak hatiku dan
membuatku jatuh cinta.
Kutebar pandanganku. Di kananku sebuah masjid berdiri dengan megah meski tak semegah masjid raya
yang ada di Ibu Kota. Masjid itu bernama Al-Furqon. Tempat ini adalah salah satu tempat yang paling sering
kusinggah. Di beranda masjid kulihat beberapa mahasiswa sedang membaca Al-Quran. Aku terdiam
melihatnya. Bagaimana tidak? Akhir-akhir ini aku begitu jarang membka dan membaca kitab suci. Sungguh aku
benar-benar merasa berdosa.
Tak jauh dari situ kulihat seorang lelaki yang sedang duduk termenung menatap ke arah pohon cemara,
seperti aku. Tetapi setelah aku perhatikan, sesekali lelaki itu tersenyum kecil seolah-olah lelaki itu sedang
berbicara dengan rumput. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Mungkinkah dia sedang terperosok kedalam
lembah cinta sepertiku? Entahlah, yang jelas wajahnya tampah gembira.
Di depanku, di seberang lapangan rumput, seorang penjual buah-buahan keliling sedang melayani
pembelinya, dua perempuan berjilbab dengan pakaian serba ketat. Dengan genitna mereka memilih-milih buah
kesukaannya. Sepertinya si penjual buah-buahan keliling itu cukup gerah pada kedua perempuan yang centil
itu. Tetapi mereka berdua mengingatkan aku pada seseorang yang sedang ku tunggu. Apa yang sedang dia
lakukan saat pagi ini? Kuharap dia tidak menggoda lelaki lain yang seperti dua perempuan itu. Bicara soal
jilbab, memang akhir-akhir ini banyak sekali musliamh yang berjilbab bukan panggilan dari hati melainkan
panggilan mode. Tetapi sejujrnya aku lebih menghormati wanita baik-baik anpa jilbab dari pada berjilbab yang
masih mempertontonkan auratnya. Sepewrti bidadari yang saat ini membuat kesabaranku nayris habis. Dia
tidak berjilbab, rambutnya lurus panjang. Hatinya begitu indah untuk dicintai, dan dari cahaya matanya aku
tahu bahwa dia adalah haw yang tercipta dari rusukku. Tetapi mengapa dia belum muncul juga??
***
2. Tanpa terasa jam berganti jam matahari semakin tinggi, hampir tepat di kepala ku. Langit yang menyajikan
pemandangan biru muda nyaris tak dihinggapi awan. Udara sudah mulai panas, ku lepaskan sweater putih
yang membalut tubuh ku yang sejak ku pakai tadi pagi. Suasana di sekelilingku semakin ramai saja,
berbondong-bondong para mahasiswa dari berbagai arah menyerbu selasar masjid yang sebelumnya tampak
sepi. Teman-temanku yang lainnya terlihat sedang tidur-tiduran, mengerjakan tugas, mengobrol, makan, dan
bahkan dua temanku yang lagi pacaran itu duduk berdua sekitar 7 meter dari samping kiriku. Huh, juju aku
sedikit iri pada mereka. Sepertinya mereka berdua sangat menikmati cinta. Sedangkan aku merana akibat
cinta. Seperti saat ini, aku dibuat merana oleh sebuah penantian.
***
Siang semakin garang. Mencucurkan keringat di sekujur tubuh ku. Saat ini aku sudah bisa mencium aroma
siang. Kurasakan panas pada kulit tanganku yang terjemur langsung dibawah teriknya matahari. Kemudian
aku berpindah tempat duduk, mencari tempat yang lebih teduh. Kini aku bersandar di sebuah lemari kayu yang
biasanya di jadikan tempat penitipan sepatu.
Adzan Dzuhur berkumandang, menyerukan panggilan untuk segera menghadap-Nya. Sebagian teman-
temanku segera mengambil air wudhu dan sebagian teman-temanku masih terlihat duduk-duduk memenuhi
selasar masjid untuk menunggui tas dan sepatu teman-teman yang lain sedang sholat.
Di masjid ini terjadi berkali-kalinkasus kehilangan barang, baik itu tas, sepatu, jaket atau handphone(HP).
Oleh karena itu sholat dengan cara bergantian dianggap sebagai solusi terbaik untuk menghindari kehilangan
barang. Begitu juga dengan ku, satu (1) tahun yang lalu aku sempat menjadi korban kehilangan tas di masjid ini.
betapa kesalnya aku waktu itu. Isi tas memang tidak ternilai jual tinggi bagi orang lain, tetapi bagiku sangat
berarti. Isi dalam tas itu flasdisk dengan tugas-tugas akhir semester yang belum sempat aku print, dan
dompet yang berisi foto-foto kenanganku bersama kekasihku yang pergi menghadap-Nya dua (2) tahun yang
lalu.
Gambar-gambar wajahnya membuatku merasa bahagia karena pernah di cintai oleh makhluk seindah
dirinya. Dan sejak aku bertemu dengan seseorang yang saat ini sedang kutungu, aku seakan dipertemukan
dengan reinkarnasi dirinya. Sungguh ke dua gadis itu terkesan sama bagi ku. Tetapi mengapa belum datang
juga??
Setelah menitipkan tas dan sepatu pada temanku yang kebetulan lagi “libur sholat”, aku segera mengambil
air wudhu dan sholat berjama’ah. Seusai sholat aku berdoa kepada Tuhan agar aku bisa dipersatukan
dengannya, aku ingin menjadikannya sebagai matahari cintaku. Kemudian aku segera kembali ke selasar
masjid. Aku masih berharap bisa bertemu dengannya siang ini, atau paling tidak aku masih bisa melihatnya
dari kejauhan.
Pukul setengah satu, matahari benar-benar tak selembut tadi pagi. Suasana di sekelilingku semakin ramai.
Para penjal makanan dan minuman mulai berdatangan untuk menyajikan hidangan makan siang berupa
batagor, siomay, es cendol, cincau, es teh dan berbagai macam makanan dan minuman lain dengan harga
3. murah tentunya. Tetapi aku sedikitpun tidak tergerak untuk makan atupun minum. Aku segera merapikan
barang-barang bawaanku, lalu segera kupakai sepatuku. Tetapi aku tidak segera pergi. Aku masih begitu ingin
bertemu dengannya. Sekali lagi kuamati sekelilingku. Masih bisa kurasakan suasana yang begitu ramai setiap
hari kecuali hari sabtu dan minggu.
Dan akhirnya penantianku tidak sia-sia. Tepat di depanku, di dekat gerbang kampu aku melihatnya berjalan
menuju arah parkiran motor. Teatapi jantungku seakan berhenti berdegup. Dia tidak sendiri, seorang lelaki
mendampingi langkahnya. Tak lama kemudian mereka berlalu, melaju dengan sebuah motor. Dia medekap erat
lelakinya dan wajah cantiknya melekat pada punggung lelaki itu. Menara putih dan pohon cemara runtuh dalam
semesta lukaku. Rumpu terbakar terik matahari seperti ahtiku yang terbakar api yang tak kumengerti. Kering
dan layu. Dalam hitungan detik segalanya berubah menjadi debu. Tak ada lagi mawar yang ada hanyalah
bangkai yang berbau amis.
Aku berlalu meninggalkan selasar masjid yang masih di penuhi orang ramai. Ku tinggalkan sebuah
pertanyaan, “MENGAPA DIA TAK MENJADIKAN AKU SEBAGAI MATAHARINYA?” pertanyan itu terjawab stelah aku
tahu bahwa lelaki itulah matahari pilihannya. Dan aku, masih tetap selalu menunggu di selasar masjid ini.
bukan lagi menunggu kedatangannya tetapi menunggu kematian sebuah pijaran jiwa yang kini telah diliputi luka
menganga. Aku terluka.
4. Hadiah Cinta yg tak ternilai
“Bisa saya melihat bayi saya?” pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan.
Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus
wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya
segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua
belah telinga! Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayiyang kini telah tumbuh menjadi
seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan
buruk. download
Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan
sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi.
Anak lelaki itu terisak-isak berkata, “Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku
ini makhluk aneh.”
Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun disukai teman-
teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin
sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan, “Bukankah nantinya kau akan bergaul
dengan remaja-remaja lain?” Namun dalam hati ibu merasa kasihan padanya.
Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan
telinga untuknya. “Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi
harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya,” kata dokter. Kemudian,
orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan
mendonorkannya pada mereka. Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka
memanggil anak lelakinya, “Nak, seseorangyang tak ingin dikenal telah bersedia
mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk
dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia,” kata sang ayah.
Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat
itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya.
Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia
menemui ayahnya, “Yah, aku harus mengetahui siapayang telah bersedia mengorbankan ini
semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas
kebaikannya.” Ayahnya menjawab, “Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati
orang yang telah memberikan telinga itu.” Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan,
“Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini.”
Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari
tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri
di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah
membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga
tampaklah… bahwa sang ibu tidak memiliki telinga. “Ibumu pernah berkata bahwa ia senang
sekalibisa memanjangkan rambutnya,” bisik sang ayah. “Dan tak seorang pun menyadari
bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?”
Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam hati. Harta
karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat
terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun
pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.
5. Betapa kesehatan sangat berharga. Karena dengan sehat, kita bisa beribadah, kita bisa
bersosialisasi, kita bisa menjalankan aktifitas, kita bisa menjalankan hobbi dan kita bisa
bekerja.. jauh lebih baik ketimbang jika kita sedang sakit