Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang terendam di bawah air selama jutaan tahun. Beberapa faktor seperti iklim, topografi, dan aktivitas tektonik mempengaruhi proses pembentukan dan kualitas batubara. Jenis-jenis batubara bervariasi mulai dari lignit hingga antrasit berdasarkan kandungan karbon dan proses metamorfosisnya."
1. TUGAS
TEKNOLOGI BATUBARA – GENESA BATUBARA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teknologi Batubara
Pada Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik
Universitas Islam Bandung
Oleh :
Siti Deanti Amatilah 10070111084
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1435 H / 2014 M
2. RESUME TEKNOLOGI BATUBARA
GENESA BATUBARA
A. Pengertian Batubara
Batubara merupakan batuan sedimen yang mudah terbakar, terbentuk dari
endapan organik, terutamanya dari hasil sisa-sisatumbuhan dan terbentuk melalui
proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen, maka dari itu batubara memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks
yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Hasil analisa mengemukakan bahwa
rumus senyawa kimia untuk batubara bituminous adalah C137H97O9NS untuk dan
C240H9O4NS untuk batubara jenis antrasit. Pada dasarnya pembentukan batu bara
memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu
sepanjang sejarah geologi :
Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa
pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh
deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara
terbentuk.
Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu
bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan
berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 – 13 jtl) di berbagai belahan
bumi lain.
Pada dasarnya, materi pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-
jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah
sebagai berikut:
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.
Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk
batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa
bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
3. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal
pinus, mengandung kadar getah (resin)tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian
seperti di Australia, India dan Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan
modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga,
kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secaraumum, kurang
dapat terawetkan.
Sumber : http://google.com/batubara
Foto 1
Contoh Batubara
B. Genesa/Keterbentukan Batubara
Keterbentukan batubara, pada awalnya berupa gambut. DImana gambut
sendiri merupakan batuan sedimen organik yang mudah terbakar, gambut ini
berasal dari tumpukan hancuran atau bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi
dan dalam kondisi tertutup udara (di bawah air), tidak padat, kandungan air lebih
dari 75% (berat) dan kandungan mineral lebih kecil dari 50% dalam kondisi kering.
yang mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya. Terdapat beberapa
factor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan gambut, diantaranya yaitu :
Evolusi tumbuhan
Iklim
Geografi dan posisi serta struktur geologi daerah
Adapun beberapa tipe dalam proses pengendapan batubara, diantaranya
yaitu :
4. Autochtonous: Merupakan tempat batubara terbentuk samadengan tempat
terjadinya proses pembatubaraan dan sama pula dengan tempat dimana
tumbuhan berkembang (hidup). Istilah autochtonous dikenal juga dengan
istilah “Insitu”.
Allochtonous: Merupakan endapan batubara yang terdapat pada cekungan
sedimen berasal dari tempat lain. Tempat terbentuknya batubara berbeda
dengan tempat tumbuhan semula berkembang kemudian mati. Istilah ini
disebut juga “Drift”.
C. Faktor yang Mempengaruhi Keterbentukannya
Posisi Geotektonik, merupakan letak suatu tempat yang merupakan
cekungan sedimentasi yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya – gaya
tektonik lempeng. Adanya gaya – gaya tektonik ini akan mengakibatkan
cekungan sedimentasi menjadi lebih luas apabila terjadi proses penurunan
dasar cekungan atau menjadi lebih sempit apabila terjadi proses penaikan
dasar cekungan. Kejadian ini juga akan berpengaruh pada penyebaran
lapisan (seam) batubara yang terbentuk. Makin dekat cekungan
sedimentasi batubara terbentuk atau terakumulasi terhadap posisi kegiatan
tektonik lempeng, maka kualitas batubara yang dihasilkan akan semakin
baik.
Topografi (Morfologi), merupakan daerah tempat tumbuhan berkembang
biak merupakan daerah yang relatif tersedia air. Oleh karenanya tempat
tersebut mempunyai topografi yang relatif lebih rendah dibandingkan
daerah yang mengelilinginya. Makin luas daerah dengan topografi relatif
rendah, maka makin banyak tanaman yang tumbuh, sehingga makin
banyak terdapat bahan pembentuk batubara. Hal ini merupakan salah satu
faktor yang mengakibatkan penyebaran batubara berbentuk seperti lensa.
Topografi mungkin mempunyai efek yang terbatas terhadap iklim dan
keadaannya bergantung pada posisi geotektonik.
Pengaruh Iklim, hal ini berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Di
daerah beriklim tropis dengan curah hujan silih berganti sepanjang tahun
disamping tersedianya sinar matahari sepanjang waktu, merupakan tempat
yang cukup baik untuk pertumbuhan tanaman dengan timbulnya faktor
kelembaban. Kebanyakan luas tanaman yang keberadaannya sangat
5. ditentukan oleh iklim akan menentukan penyebaran dan ketebalan lapisan
(seam) batubara yang nantinya akan terbentuk.
Penurunan, cekungan sedimentasi yang ada di alam bersifat dinamis,
artinya dasar cekungannya akan mengalami proses penurunan atau
pengangkatan yang dipengaruhi akibat dari gaya – gaya tektonik. Selain itu,
penurunan dasar cekungan akan mengakibatkan terbentuknya batubara
yang cukup tebal. Makin sering cekungan sedimentasi mengalami proses
penurunan, batubara yang terbentuk akan makin tebal.
Geologi, pada proses ini menentukan berkembangnya evolusi kehidupan
berbagai macam tumbuhan. Dalam masa perkembangan geologi secara
tidak langsung membahas sejarah pengendapan batubara dan
metamorfosa organik. Makin tua umur batuan makin dalam penimbunan
yang terjadi, sehingga terbentuk batubara yang bermutu tinggi.
Vegetasi, merupakan salah satu konsep geologi yang mampu menjelaskan
kaitan antara mutu batubara dengan tumbuhan semula yang merupakan
bahan utama pembentuk batubara.
Dekomposisi, proses ini yaitu merupakan bagian dari transformasi biokimia
pada bahan organik, merupakan titik awal rantai panjang proses alterasi.
Proses pembusukan (decay) akan terjadi sebagai akibat kinerja dari
mikrobiologi dalam bentuk bakteri anaerobic. Jenis bakteri ini bekerja dalam
suasana/kondisi tanpa oksigen, menghancurkan bagian lunak dari
tumbuhan seperti cellulose, protoplasma dan karbohidrat.
Struktur Cekungan Batubara, cekungan sedimentasi yang sangat luas,
hingga mencapai ratusan hingga ribuan hektar. Dalam sejarah bumi, batuan
sedimen yang merupakan bagian kulit bumi, akan mengalami deformasi
akibat dari gaya tektonik. Proses perlipatan dan pensesaran tersebut akan
menghasilkan panas. Panas yang dihasilkan akan berpengaruh pada
proses metamorfosis batubara, dan batubara akan menjadi lebih keras dan
lapisannya terpatah – patah, akan semakin banyak perlipatan dan
pensesaran terjadi di dalam cekungan sedimentasi yang mengandung
batubara.
6. Sumber : http://google.com/genesa_batubara
Gambar 1
Contoh Proses Keterjadian Batubara
D. Jenis-jenis Batubara
Jenis-jenis batubara bisa diklasifikasikan berdasarkan proses
pembentukannya yang mana seperti tekanan, panas dan waktu, batu bara
diantaranya yaitu :
Antrasit merupakan jenis batu bara tertinggi, dengan warna hitam
berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon
(C) dengan kadar air kurang dari 8%. Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Warna hitam mengkilap
o Material terkompaksi dengan kuat
o Mempunyai kandungan air rendah
o Mempunyai kandungan karbon padat tinggi
o Mempunyai kandungan karbon terbang rendah
o Relatif sulit teroksidasi
o Nilai panas yang dihasilkan tinggi.
Bituminus merupakan jenis batubara yang mengandung 68 – 86% unsur
karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya.
Sub-bituminus merupakan jenis batubara yang mengandung sedikit karbon
dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang
efisien dibandingkan dengan bituminous, ciri-cirinya sebagai berikut :
o Material sudah terkompaksi
o Mempunyai kandungan air sedang
o Mempunyai kandungan karbon padat sedang
o Mempunyai kandungan karbon terbang sedang
o Sifat oksidasi rnenengah
o Nilai panas yang dihasilkan sedang.
7. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya. Ciri – cirinya :
o Material terkornpaksi namun sangat rapuh
o Mempunyai kandungan air yang tinggi
o Mempunyai kandungan karbon padat rendah
o Mempunyai kandungan karbon terbang tinggi
o Mudah teroksidasi
o Nilai panas yang dihasilkan rendah.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah.
o Material belum terkompaksi
o Mernpunyai kandungan air yang sangat tinggi
o Mempunvai kandungan karbon padat sangat rendah
o Mempunyal kandungan karbon terbang sangat tinggi
o Sangat mudah teroksidasi
o Nilai panas yang dihasilkan amat rendah.
E. Keterdapatan Batubara di Indonesia
Peringkat batubara Indonesia bervariasi mulai dari lignit (58%) sampai
subbituminus (27%), bituminus (14%) dan antrasit (<1%). Pembagian kualitas
batubara berdasarkan :
Nilai kalor batubara Indonesia berkisar antara 3000 sampai 7900 kkal/kg
(adb) sedangkan berdasarkan kandungan air (moisture) berkisar antara <5
sampai dengan >30%.
Kadar Abu dan Sulfur, kadar abu dan sulfur batubara Indonesia adalah
cukup rendah, masing-masing <10%, adb dan <2%, adb masing-masing
pada Tabel 3.7 dan 3.8. Nilai muai bebas (free swelling index/FSI) batubara
Indonesia berkisar 0 – 2, walaupun ada beberapa batubara yang
mempunyai nilai FSI sampai 8, terutama batubara yang terbentuk di sekitar
daerah intrusi. Pada saat ini batubara yang ditambang kebanyakan berasal
dari batubara dengan nilai kalor 5500 – 6500 kal/gr (adb). Namun
mengingat cadangan batubara dengan kualitas tersebut sangat terbatas
maka perlu dipikirkan untuk menambangbatubara peringkat rendah dengan
nilai kalor lebih kecil 5000 kal/gr (adb).
8. Umur Geologi, kualitas batubara Indonesia dapat dibedakan atas dua grup
yaitu Miosen dan Eosen. Grup batubara Miosen umumnya memiliki
peringkat lignit sampai subbituminus. Kekecualian terdapat pada batubara
yang terbentuk pada kubah (dome) Sangatta yang umumnya memiliki
peringkat high volatile bituminous. Batubara Miosen yang berperingkat
semiantrasit-antrasit juga ditemukan di daerah Tanjung Enim (Sumatera
Selatan) yang terbentuk karena pengaruh panas intrusi batuan beku.
Petrografi, ditinjau dari petrografinya, batubara Indonesia secara umum
memiliki kandungan vitrinit cukup tinggi (70-95%, rata-rata 85%), liptinit
sedang (rata-rata 7%) dan inertinit <5%. Sedangkan kandungan mineral
(mineral-mineral silikat, karbonat dan lempung) adalah relatif kecil, yaitu
<10%. Batubara Miosen mempunyai kandungan vitrinit dan inertinit lebih
besar dari batubara Eosen. Namun kandungan liptinit dan mineral batubara
Miosen lebih kecil dibandingkan dengan batubara Eosen. Sedangkan nilai
reflektansi vitrinit (Rvmax) batubara Indonesia umumnya bervariasi dari 0,3
sampai 0,8% (setara dengan lignit sampai high volatile bituminous).
9. KESIMPULAN
Pada dasarnya batubara terbentuk dari endapan organik, terutamanya dari
hasil sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Awal
terbentuk dari gambut dimana gambut sendiri merupakan batuan sedimen organik
yang mudah terbakar, gambut ini berasal dari tumpukan hancuran atau bagian dari
tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam kondisi tertutup udara (di bawah air), tidak
padat, kandungan air lebih dari 75% (berat) dan kandungan mineral lebih kecil dari
50% dalam kondisi kering yang mengakibatkan pengkayaan kandungan
karbonnya. Jenis-jenisnya berupa antrasit, bituminous, sub-bituminus,
lignit,gambut. Keterdapatan batubara di Indonesia mempunyai nilai kalor berkisar
antara 3000 sampai 7900 kkal/kg (adb) sedangkan berdasarkan kandungan air
(moisture) berkisar antara <5 sampai dengan >30%.