Dalam beberapa pekan terakhir ini masyarakat dikejutkan akan kasus Prita vs RS Omni.
Diskusi berlanjut ke dampak dari pasal-pasal penghinaan di UU ITE dan KUHP termasuk kebebasan berekspresi di Internet pada khususnya pada blogger dan pengguna Internet
Dalam 2 pekan ini juga saya berkesempatan mendengar masukan dari 2 pihak pro dan kontra tentang pasal-pasal penghinaan ini, khususnya UU ITE.
Tentu tidak 100% akurat, karena itu mohon pertimbangan dan komentar dari teman-teman semua.
1. Pro – Kontra Tentang Pasal-Pasal Penghinaan di UU ITE dan KUHP Enda Nasution | 11 June 2009 www.politikana.com
2. 1. Tentang PENGHINAAN dan pencemaran nama baik Penghinaan ini tidak jelas, tidak ada ukurannya, siapa saja bisa kena , walaupun isinya kritik, keluhan, lontaran, atau kekesalan semuanya bisa disebut dikenai pasal penghinaan dan pencemaran nama baik Yang dimaksud dengan penghinaan adalah tindakan yang dilakukan untuk mempermalukan orang lain, mejatuhkan orang lain , mecemarkan nama baik seseorang KONTRA PRO
3. 2. Tentang yg disebut MENGHINA Ini tidak jelas dan sangat tergantung pada kebijakan hakim . Dua hakim dapat berbeda pendapat tentang apakah sebuah penghinaan sudah dilakukan atau belum. Menurut ahli bahasa, ada dua hal yang menentukan apakah sebuah kata/kalimat/tulisan menghina atau tidak: 1. Pilihan Katanya, 2. Intonasinya . Jadi memang ada kata yang bermuatan hinaan, dan ada yang tergantung dari penyampaiannnya, termasuk di Internet (smiley, tanda baca, huruf besar) KONTRA PRO
4. 3. Pengekangan Kebebasan Berpendapat/Berekspresi Pasal penghinaan menciptakan iklim represif yang berujung pada ketidakmerdekaan berpendapat dan berakhir pada masyarakat yang tidak bebas, tidak ada pertukaran ide dan penutupan masalah (masyarakat tidak sehat) Bedakan antara Penghinaan (Pencemaran Nama Baik) dengan Kebebasan Berekspresi, pasal penghinaan tidak dibuat untuk mengekang kebebasan berpendapat , tapi dibuat untuk melindungi hak warga negara yang dilanggar kehormatannya KONTRA PRO
5. 4. Perlindungan untuk profesi-profesi tertentu Blogger dan pengguna internet (anggota milis, pengguna facebook) adalah warga negara biasa dan bukan sebuah profesi, sehingga tidak ada asosiasi keprofesian atau kode etik yang bisa melindungi pengguna internet secara khusus. Kecuali jika blogger/pengguna internet melakukan fungsi jurnalistik dalam kegiatannya di internet. Untuk mereka dengan profesi tertentu (dokter, jurnalis) maka sudah ada UU yang khusus mengatur profesi2x tersebut . UU Kedokteran, UU Pers, UU Penyiaran dll. Sehingga tindakan yang dilakukan dalam rangka melakukan profesi sudah dilindungi dalam UU yang lebih khusus tersebut. Ada asosiasi-asosiasi keprofesian dan kode etik profesi KONTRA PRO
6. 5. Perlindungan untuk KONSUMEN Konsumen berpotensi untuk dikenai pasal pencemaran nama baik dan penghinaan ketika mengeluarkan keluhan terhadap penyedia layanan dan menuliskan keluhan mereka di surat pembaca, di blog nya, melalui email atau di facebook. Pasal penghinaan tidak dapat dikenakan pada konsumen , karena hak dan kewajiban konsumen telah diatur dalam UU Perlindungan Konsumen dan sudah ada jalurnya, misalnya melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau Badan Perlindungan Konsumen Nasional KONTRA PRO
7. 6. Pasal penghinaan dan Hak Azasi Manusia Pasal penghinaan melanggar HAM mereka yang dituntut , ditahan karena mengungkapkan pendapatnya. Pasal penghinaan melindungi HAM mereka yang dihina , dilanggar kehormatannya KONTRA PRO
8. 7. UU ITE Anti Demokratis karena: - Tidak memberi pengecualian seperti dalam KUHP, yaitu pencemaran nama baik diperbolehkan ketika: o Dilakukan untuk kepentingan umum o Dilakukan untuk membela diri - Tidak memberi rincian bahwa UU ITE adalah delik aduan Karena tidak jelas dan tertera di UU ITE, maka sangat tergantung pada hakim untuk menginterpretasikan hal ini, apakah mau merujuk ke KUHP atau tidak UU ITE merujuk pada KUHP, jadi untuk hal-hal yang tidak ada di UU ITE, maka hukumnya mengikuti apa yang ada di KUHP , termasuk pembelaan dengan untuk kepentingan umum, dan membela diri UU ITE juga merupakan delik aduan KONTRA PRO
9. 8. Tentang SENGAJA dan TANPA HAK di UU ITE , dalam UU ITE, disebutkan yang melanggar UU adalah mereka yang sengaja dan tanpa hak Tanpa hak dan sengaja ini kata yang tidak jelas ukurannya sehingga tidak memiliki arti apa-apa ( meaningless ) . Pencantuman SENGAJA dan TANPA hak di UU ITE dimaksudkanuntuk melindungi warga negara. Bahkan kata sengaja dan tanpa hak ini tidak ada di KUHP Beban pembuktian berada di jaksa, jaksa harus bisa membuktikan bahwa pencemaran nama baik/penghianaan yg dilakukan oleh seseorang itu tanpa hak KONTRA PRO
10. 9. Pasal Penghinaan di KUHP dan UU ITE adalah DELIK FORMAL , artinya akibat tidak dipertimbangkan, kejahatan sudah terjadi ketika perbuatan sudah dilakukan, contoh: akibat dari sebuah penghinaan tidak diperhitungan, selama penghinaan itu sudah terjadi maka sudah dapat dihukum Ini berbahaya karena tidak dipertimbangkan apa fakta/substansi dari penghinaan tersebut. Selama penghinaan tersebut sudah terbukti dilakukan maka seseorang sudah dapat dinyatakan bersalah. UU ITE merujuk pada KUHP dalam hal ini. Pasal penghinaan adalah delik formal di KUHP maka demikan juga di UU ITE KONTRA PRO
11. 10. Ancaman hukuman yang berat di UU ITE (penjara maksimum 6 tahun dan denda maksimum Rp 1 Milyar), berkali lipat yang ada di KUHP Ancaman hukuman sangat berat dan berlebihan dan dibuat dengan semangat represif. Hukuman penjara diatas 6 tahun ini mengkategorikan langsung bahwa tindakan penghinaan dan pencemaran nama baik sebagai KRIMINAL BERAT (> 5 tahun hukuman) dan karenanya pelakunya dapat langsung ditahan. Tindakan penghinaan yang dilakukan di Internet memiliki dampak yang lebih berat dan lebih lama , daripada penghinaan yang dilakukan dalam bentuk lain, karena itu hukumannya lebih berat. Misalnya suatu penghinaan di intenet bisa bertahan sangat lama dan muncul berkali-kali karena materinya sudah didownload oleh banyak orang, atau masih tersimpan disebuah server KONTRA PRO
12. 11. Penerapan UU ITE sangat tergantung pada interpretasi aparat hukum Penerapan yang sangat tergantung pada interpretasi penegak hukum ini membuat ketidakpastian hukum dan meresahkan masyarakat. Masyarakat tidak dapat melihat dengan jelas hak dan kewajibannya dan sangat tergantung pada aparat hukum Semua hukum, baik itu UU ITE, KUHP dan lain-lain memang tergantung pada interpretasi polisi, jaksa dan hakim. Interpretasi hukum adalah bagian dari sistem hukum sendiri KONTRA PRO
13. 12. Pasal penghinaan yang masih diatur dalam HUKUM PIDANA Di negara-negara maju pasal penghinaan cukup diatur dalam hukum perdata saja. Untuk apa menggunakan tangan negara (polisi dan jaksa) yg dibayar oleh rakyat untuk melindungi kehormatan private seseorang . Jika seseorang/sebuah pihak merasa terhina, ajukan tuntutan perdata dengan tuntutan ganti rugi maka itu cukup. Dengan masih adanya pasal penghinaan di hukum pidana, maka polisi dan jaksa harus terlibat, individu yang dituduh melakukan penghinaan dikriminalisasi (menjadi kriminal) dengan tahanan penjara. Ini tergantung kesepakatan kita sebagai bangsa , apakah kita masih menempatkan kehormatan pada suatu tempat yang tinggi atau tidak, sehingga negara harus melindungi kehormatan tersebut. Tidak perlu kita mengikuti/mengacu ke hukum negara lain, karena kita memiliki tradisi budaya dan asal muasal yang berbeda. Dengan menggunakan polisi dan jaksa, maka tuntutan bisa dilakukan lebih cepat dan tanpa biaya , jika tuntutan perdata maka penuntut harus mengeluarkan uang untuk menyewa pengacara. KONTRA PRO