Laporan penelitian ini membahas dua objek yaitu Benteng Fort Rotterdam dan Gua Leang-leang. Penelitian di Benteng Fort Rotterdam bertujuan mengetahui sejarah pembangunan benteng oleh Raja Gowa pada 1545 serta artefak-artefak yang ditemukan. Penelitian di Gua Leang-leang bertujuan memahami corak kehidupan manusia prasejarah berdasarkan lukisan dan benda-benda ditemukan di gua tersebut.
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Laporan penelitian Sejarah
1. Laporan Penelitian Sejarah
“Di Benteng Fort Rotterdam dan Taman Prasejarah
gua Leang-leang”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I
MUHAMMAD IDRIS
MUHAMMAD SYAHRIR
HARDIYANTI
SRI DEVI
JUSMITA
JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah, Tuhan yang maha kuasa, yang dengan rahmat-Nya akhirnya
tulisan ini dapat saya susun. Dalam penyusunan tulisan ini kami mencoba untuk menyoroti
masalah peninggalan sejarah yang kini merupakan sebuah situs yang belum di kenal
dimasyarakat.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan penelitian ini, keberhasilan bukan
semata-mata diraih oleh penulis, melainkandiraih oleh berkat dorongan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini, kami bermaksud menyampaikan
ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan laporan
penelitian ini.Dengan penuh kerendahan hati, kami dari kelompok satu mengucapkan terima
kasih kepada bapak Usman selaku dosen pemandu mata kuliah dasar-dasar sejarah, teman-
teman seperjuangan yang memiliki visi perbaikan yang tidak dapat disebut satu persatu.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin
penyusun,
3. ABSTRAK
Penelitian Sejarah dilakukan pada lokasi atau objek pertama yaitu benteng Fort Rotterdam,
Makassar kemudian dilanjutkan pada objek yang kedua yaitu leang (goa) pettae dan petta
kere yang berlokasi di kabupaten maros, Sulawesi selatan 2012 (Dibimbing oleh Usman DM.
selaku dosen pembina dasa-dasar Sejarah Universitas Muhammadiyah Makassar ).
Penelitian yang dilakukan di dua lokasi bertujuan untuk mengetahui atau meneliti keberadaan
Benteng yang awalnya dibangun tahun 1545 oleh raja Gowa ke X yakni Tunipallangga
Ulaweng serta Celebes Museum bertempat di Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam),
menempati bekas gedung kediaman Laksamana Cornelis Speelman, yaitu Gedung No.2.
Koleksi diperoleh dari sumbangan masyarakat dan hasil penggalian, diantaranya berbagai
jenis keramik, mata uang, beberapa buah senjata tradisional,lukisan,peninggalan kebudayaan
Sulawesi Selatan, piring emas, dan lain-lain.
Kemudian pada objek yang kedua yaitu goa leang-leang yang menjadi bukti sejarah
kehidupan masyarakat masa lampau serta beberapa peninggalan arkeologi yang ditemukan
pada goa leang-leang antara lain lukisan dinding gua berupa gambar babi rusa, gambar
telapak tangan, alat batu serpih bilah, dan mata panah.Dengan menggunakan metode
penelitian yaitu kualitatif.
4. DAFTAR ISI
Halaman judul ............................................................................................................................
Kata pengantar........................................................................................................................................
Abstrak ....................................................................................................................................................
Daftar isi ..................................................................................................................................................
Bab I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ...........................................................................................................................
B. Rumusan masalah .....................................................................................................................
C. Tujuan penelitian.......................................................................................................................
D. Kegunaan hasil penelitian .........................................................................................................
BAB II Landasan materi
A. Tinjauan pustaka .......................................................................................................................
B. Hipotesis ....................................................................................................................................
BAB III Metode Penelitian
A. Tipe dan dasar penelitian …………………………………………………………………………….………………………..
B. Subjek Penelitian …………………………………………………………………………………………………………………..
C. Teknik dan prosedur penelitian data……………………………………………………………………………………..
D. Teknik dan analisis data………………………………………………………………………………………………………….
E. Instrument penelitian…………………………………………………………………………………………………………….
BAB IV PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian di benteng Fort Rotterdam .............................................................................
B. Hasil penelitian di goa Leang-leang ..........................................................................................
C. Kutipan wawancara ..................................................................................................................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................................................................
B. Penutup ...................................................................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN
5. BAB I
PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng
peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat
Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-
9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya
benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14
Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari
Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti
seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas
filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun
dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan.
Kemudian objek selanjutnya yaitu taman Prasejarah Leang-Leang yang merupakan objek
atau situs sejarah yang berlokasi di kabupaten Maros yang berada tidak jauh dari Taman
Wisata Alam Air Terjun Bantimurung. Leang-leang dalam bahasa lokal berarti gua. Di
sekitar Taman Prasejarah ini terdapat banyak gua yang memiliki peninggalan arkeologis
yang sangat unik dan menarik. Pada tahun 1950, Van Heekeren dan Miss Heeren Palm
menemukan gambar gua prasejarah (rock painting) yang berwarna merah di Gua Pettae dan
Petta Kere. Van Heekeren menemukan gambar babi rusa yang sedang meloncat yang di
bagian dadanya tertancap mata anak panah, sedangkan Miss Heeren Palm menemukan
gambar telapak tangan wanita dengan cat warna merah. Menurut para ahli arkeologi, gambar
atau lukisan prasejarah tersebut sudah berumur sekitar 5000 tahun silam. Dari hasil
penemuan itu, mereka menduga bahwa gua tersebut telah dihuni sekitar tahun 8000-3000
sebelum Masehi.
I.2. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan kami bahas yaitu:
1. Bagaimanakah sejarah benteng Fort Rotterdam serta beberapa peninggalan di ruangan
arkeologi berupa artefak?
2. Bagaimankah corak kehidupan serta peran gua leang-leang terhadap kehidupan
manusia dimasa lampau ?
I.3. Tujuan Penelitian
Karena hal tersebut, maka kami melakukan penelitian yang bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui sejarah keberadaan benteng Fort Rotterdam serta beberapa bentuk
peninggalan arkeologi dari berbagai daerah Sulawesi Selatan serta fungsi dan
kegunaan artefak yang ada di museum la galigo.
6. 2. Mempelajari, memahami dan memeprdalam wawasan tentang kehidupan manusia
dimasa lampau, 500 tahun sebelum masehi serta memahami bagaiman cara
masyarakat dulu untuk dpat bertahan hidup.
I.4. Kegunaan hasil penelitian
Manfaat dari penelitian dari kelompok kami yaitu;
1. Untuk memberikan pemahaman mengenai sejarah keberadaan benteng Fort
Rotterdam dan beberapa bentuk peninggalan artefak.
2. Memberikan pemahaman mengenai kehidupan manusia pada masa lampau dan corak
kehidupan masyarakatnya.
7. BAB II
LANDASAN MATERI
2.1. Tinjauan Pustaka
Benteng Fort Rotterdam merupakan sebuah benteng peninggalan kerajaan Gowa-Tallo yang
dibangun pada tahun 1545 oleh raja Gowa ke-9 yang bernama Manrigau Daeng Bonto
Karaeng Lakiung Tumapa’risi Kallona. Benteng ini merupakan saksi sejarah kejayaan
masa lalu masyarakat sulawesi selatan khususnya kerajaan gowa. Benteng Fort Rotterdam,
oleh masyarakat Gowa dikenal dengan sebutan Benteng Pannyua karena jika jika dilihat dari
atas bentuknya menyerupai seekor penyu. Bentuk penyu menggambarkan bahwa kerajaan
Gowa adalah kerajaan maritim.
Gua leang-leang merupakan awal dari penelitian-penelitian terhadap gua-gua prasejarah dan
awal penemuan lukisan yang terdapat di Kabupaten Maros.Penelitian tersebut dilakukan pada
tahun 1950 oleh Van Heekeren dan Miss Heeren Palm.Heekern menemukan gambar babi
rusa yang sedang meloncat yang bagian dadanya terdapat mata panah menancap, sedangkan
Miss Heeren Palm menemukan gambar telapak tangan dengan latar belakang cat merah.
Sejak itulah penelitian-penelitian di kawasan karst Maros-Pangkep dilakukan lebih intensif
dan menghasilkan data yang melimpah tentang jejak hunian prasejarah di kawasan tersebut
berdasarkan hasil pendataan terakhir yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Makassar terdapat 100-an leang prasejarah yang tersebar di kawasan karst Maros-
Pangkep.
2.2. Hipotesis
1. Setelah melakukan observasi dan terjun langsung di lokasi penelitian yang berlokasi di
benteng Fort Rotterdam kami dari kelompok 1 menarik suatu asumsi bahwa benteng fort
rotterdam merupakansaksi sejarah kejayaan masa lalu masyarakat sulawesi selatan
khususnya kerajaan Gowa.
2. Setelah melihat taman purbakala gua leang-leang, kami dari kelompok 1 menduga bahwa
manusia yang hidup kira-kira 5000 tahun sebelum masehi di gua leang-leang itu sering
bersosialisasi dengan cara berpindah dari satu goa ke goa lain. Menurut benda-benda yang
ditemukan di gua leang-leang bahwa terdapat bentuk kehidupan yang dihuni oleh
kelompok-kelompok manusia purba yang dipekirakan mereka hidup 5000 tahun sebelum
masehi. Mereka sudah mengenal cara berburu dan sudah mengenal tentang agama
walaupun masih percaya dengan roh nenek moyang ataupun benda-benda gaib.
8. BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tipe dan dasar penelitian
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang data-datanya dinyatakan dalam bentuk tanggapan
dan perasaan.Oleh Karena itu kelompok kami memiliki inisiatif untuk meneliti objek dan
bukti sejarah yang bertempat di benteng Fort Rotterdam dan kemudian dilanjutkan dengan
rute selanjutnya yang berlokasi di maros khususnya di gua leang-leang.
Tempat dan waktu penelitian
-Tempat : 1. Benteng Fort Rotterdam, 2. Gua leang-leang
-Waktu penelitian : Senin, 25desember 2012
Adapun yang menjadi alasan dari kelompok kami melakukan penelitian sejarah
disamping sebagai tugas final, kelompok kami juga ingin membuktikan hipotesis yang kami
telah didiskusikan sebelumnya yaitu sebagai berikut;
1. Benteng Fort Rotterdam : Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui atau
meneliti keberadaan Benteng yang awalnya dibangun tahun 1545 oleh raja Gowa ke
X yakni Tunipallangga Ulaweng, serta beragamkoleksi yang diperoleh dari
sumbangan masyarakat dan hasil penggalian, diantaranya berbagai jenis keramik,
mata uang, beberapa buah senjata tradisional,lukisan,peninggalan kebudayaan
Sulawesi Selatan, piring emas, dan lain-lain.
2. Taman Prasejarah gua Leang-leang : karena lokasi ini, masih menyimpang banyak
tanda tanya mengenai perkara benar tidaknya bukti sejarah yang ada di gua leang-
leang karena kebanyakan asumsi hanya sebatas dugaan dan perkiraan, akan tetapi
inisiatif kelompok kami akan mengungkap hal tersebut dengan terjun langsung ke
lapangan serta membuat daftar pertanyaan kepada informan yaitu bapak LH sebagai
pemerhati budaya dan situs sejarah gua Leang-leang.
B.Subjek penelitian
Adapun yang menjadi subjek atau informan dalam penelitian kelompok kami yaitu
diantaranya :
1. Pemandu I (benteng Fort Rotterdam)
2. H.Lahab (sebagai pemerhati budaya dan situs sejarah gua Leang-leang)
3. Pak Herman (tokoh masyarakat)
9. C.Teknik dan prosedur penelitian data
Observasi
Observasi adalah pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau peninjauan
secara cermat dan langsung dilapangan atau lokasi penelitian.
Wawancara
Wawancara merupakan pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan
yang telah dirumuskan.
F.teknik pengumpulan data
Dari data yang diambil dari Informan,data tersebut terkumpul dalam bentuk data kualitatif
yaitu penelitian yang data-datanya dinyatakan dalam bentuk tanggapan dan perasaan serta
menyangkut pendapat dan opini-opini dari informan yang lebih bersifat subjektif.
G.instrumen penelitian
Dalam penelitian yang kami lakukan terdapat dua lokasi atau objek penelitian yaitu lokasi
pertama di benteng Fort Rotterdam kemudian penelitian dilanjutkan pada objek yang kedua
yang berlokasi di Maros tepatnya di taman prasejarah gua leang-leang,instrument penelitian
yang digunakan adalah melalui observasi langsung dan melalui panduan wawancara.
10. BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A.Benteng Fort Rotterdam
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng
peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat
Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke IX yang bernama I manrigau
Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar
tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke XIV Imangerangi Daeng Manrabia
dengan gelar Sultan Alauddin atas perintahnya konstruksi benteng ini diganti menjadi batu
cadas dan batu bata yang menggunakan kapur dan pasir sebagai perekat yang bersumber dari
Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros pada tanggal 23 Juni 1635, dibangun lagi
dinding tembok kedua dekat pintu gerbang.
Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke
lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di
darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di
lautan.
Nama asli benteng ini adalah Benteng Ujung Pandang, biasa juga orang Gowa-Makassar
menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua yang merupakan markas pasukan
katak Kerajaan Gowa.
Seperti yang di jelaskan oleh pemandu bahwa Benteng ini pernah hancur pada masa
penjajahan Belanda.Belanda pernah menyerang Kesultanan Gowa yang saat itu dipimpin
Sultan Hasanuddin, yaitu antara tahun 1655 hingga tahun 1669.Tujuan penyerbuan Belanda
ini untuk menguasai jalur perdagangan rempah rempah dan memperluas sayap kekuasaan
untuk memudahkan mereka membuka jalur ke Banda dan Maluku.Selama satu tahun penuh
Kesultanan Gowa diserang hingga akhirnya kekuasaan raja Gowa disana berakhir.Seisi
benteng porak poranda, rumah raja didalamnya hancur dibakar oleh tentara musuh.Kekalahan
ini membuat Belanda memaksa raja menandatangani "perjanjian Bongaya" pada 18
November 1667.Kerajaan Gowa-Tallo akhirnya menandatangani perjanjian Bongaya yang
salah satu pasalnya mewajibkan Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng ini kepada
Belanda. Pada saat Belanda menempati benteng ini, nama Benteng Ujung Pandang diubah
menjadi Fort Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja memilih nama Fort Rotterdam untuk
11. mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini kemudian digunakan oleh Belanda
sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian timur.Dikemudian hari
Speelman memutuskan untuk menetap disana dengan membangun kembali dan menata
bangunan disitu dengan arsitektur Belanda. Bentuk awal yg mirip persegi panjang kotak
dikelilingi oleh lima bastion, berubah mendapat tambahan satu bastion lagi di sisi barat.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh pemandu bahwa benteng ujung pandang mempunyai lima
buah sudut dan semua sudut biasa juga disebut bastion, yang masing-masing Bastion
memiliki nama tersendiri yaitu:
1. Bastion Bone terletak disebelah barat merupakan kepala penyu
2. Bastion Bacam terletak disudut barat daya
3. Bastion Buton terletak disudut barat laut
4. Bastion Mandarsyah terletak disudut timur laut
5. Bastion Amboina terletak disudut tenggara
Menurut analisis pemandu bahwa diberikan nama Benteng Ujung pandang karena letaknya
diujung atau tanjung yang banyak ditumbuhi pohon pandang sehingga diambillah nama dari
tempat tersebut yaitu benteng Ujung Pandang.
Di kompleks Benteng Fort Rotterdam kini terdapat Museum La Galigo yang di dalamnya
terdapat banyak referensi mengenai sejarah kebesaran Makassar (Gowa-Tallo) dan daerah-
daerah lainnya yang ada di Sulawesi Selatan. Memasuki ruangan arkeologi yang terdapat
banyak benda-benda atau peninggalan berupa Artefak yang berasal dari berbagai daerah di
sulawesi selatan.
Penamaan Museum La Galigo
Museum Sulawesi Selatan ini diberi nama „La Galigo‟ atas saran seorang seniman, dengan
pertimbangan nama ini sangat terkenal di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. La Galigo
adalah salah satu putra Sawerigading Opunna Ware, seorang tokoh masyhur dalam mitologi
Bugis, dari perkawinannya dengan WeCudai Daeng Risompa dari Kerajaan Cina Wajo.
Setelah dewasa, La Galigo dinobatkan menjadi Pajung Lolo (Raja Muda) di Kerajaan Luwu,
pada abad ke-14.
„La Galigo‟ juga nama sebuah karya sastra klasik dalam bentuk naskah tertulis bahasa Bugis
yang terkenal dengan nama Surek La Galigo, dengan panjang 9.000 halaman, dan La Galigo
sendiri dianggap sebagai pengarangnya (note: studi mengungkapkan kemungkinan
penulisnya adalah perempuan bangsawan), pada masa yang sezaman dengan Kerajaan
Sriwijaya. Isinya mengandung cerita-cerita, tatanan, dan tuntunan hidup orang Sulawesi
Selatan dulu, seperti sistem religi, ajaran kosmos, adat-istiadat, bentuk, dan tatanan
masyarakat/pemerintahan tradisional, pertumbuhan kerajaan, sistem ekonomi/perdagangan,
keadaan geografis, dan peristiwa penting yang pernah terjadi. Naskah ini biasanya dibacakan
secara berlagu kepada pendengarnya. Khusus ceritera tokoh Sawerigading, tidak hanya
dikenal di daerah Bugis saja, tetapi dapat dijumpai dalam bentuk ceritera lisan di Makassar,
Toraja (note: Toraja adalah dataran tinggi, sehingga cukup mengejutkan berkembangnya epos
berlatarbelakang bahari di sini), Mandar, Massenrempulu, Selayar, Sulawesi Tenggara, dan
Tengah. Dalam surek la galigo memiliki kedudukan sebagai;
12. 1. Sebagai sastra suci, menceritakan tentang cikal-bakal orang Bugis yang sakti dan
dimuliakan. Oleh sebab itu naskah La Galigo mereka layani dan hormati seperti
menghormat tokoh ceritera didalamnya. Dengan sikap dan pandangan demikian ini,
La Galigo melaksanakan fungsi sebagai penawar keresahan menghadapi ancaman
penyakit, bencana alam, dan kematian, juga sebagai pelindung ancaman kebahagiaan
hidup.
2. Sebagai Sastra Berguna atau Sastra Normatif, berisi petunjuk tentang apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan; berbagai tatacara kehidupan sehari-hari, mulai dari
peristiwa kelahiran, pijak tanah, perkawinan, hingga urusan kematian dan adat beraja-
raja. Dengan demikian ia melaksanakan fungsi sebagai pendorong terciptanya
integritas sosial dengan keluarga raja sebagai intinya, dan pendorong terciptanya
stabilitas sosial, serta kelestarian pranata sosial budaya.
3. Sebagai sastra indah, berisi ceritera petualangan, percintaan, dan peperangan yang
memikat dan menegangkan dalam irama dan gaya bahasa yang menawan. Dengan
kedudukan demikian naskah ini berfungsi sebagai alat penghibur, penggugah emosi,
dan imaji pengikat, pembina kompetensi dan apresiasi sastra di kalangan masyarakat.
Sebagaimana digambarkan oleh pemandu bahwa benteng Fort Rotterdam;
Awalnyadibangun tahun 1545 oleh raja Gowa ke X yakni Tunipallangga Ulaweng.
Bahan baku awal benteng adalah tembok batu yang dicampur dengan tanah liat yang
dibakar hingga kering. Bangunan didalamnya diisi oleh rumah panggung khas Gowa
dimana raja dan keluarga menetap didalamnya.Pada tanggal 9 Agustus 1634, Sultan
Gowa ke-XIV (I Mangerangi Daeng Manrabbia, dengan gelar Sultan Alauddin)
membuat dinding tembok dengan batu cadas hitam yang didatangkan dari daerah
Maros.Pada tanggal 23 Juni 1635, dibangun lagi dinding tembok kedua dekat pintu
gerbang.
Kehadiran Belanda yang menguasai area seputar banda dan maluku, lantas
menjadikan Belanda memutuskan untuk menaklukan Gowa agar armada dagang VOC
dapat dengan mudah masuk.Sejak tahun 1666 pecahlah perang pertama antara raja
Gowa yang berkuasa didalam benteng tersebut dengan penguasa belanda
Speelman.Setahun lebih benteng digempur oleh Belanda dibantu oleh pasukan sewaan
dari Maluku, hingga akhirnya kekuasaan raja Gowa disana berakhir.Seisi benteng
porak poranda, rumah raja didalamnya hancur dibakar oleh tentara musuh. Kekalahan
ini membuat Belanda memaksa raja yang pada saat itu dipimpin oleh sultan
hasanuddin yang dengan terpaksa menandatangani "perjanjian Bongaya" pada 18 Nov
1667 karena dikonco oleh belanda dan sultan hasanuddin terpaksa menandatangani
perjanjian tersebut karena dia ingingkan tidak ada lagi korban jiwa yang berjatuhan.
13. Memasuki ruangan arkeologi yang dulunya merupakan tempat kediaman gubernur Belanda
yaitu Cornelis Spelman, adapun benda-benda peninggalannya antara lain;
1. Tulisan petani Toraja
Memasuki ruangan museum La galigo disitu terdapat lukisan-lukisan yang
mencerminkan corak kehidupan masyarakat toraja.
Sebagaimana penjelasan dari pemandu bahwa;
Corak kehidupan masyarakat toraja pada waktu itu adalah bercocok tanam,menenun
kain. Serta kehidupannya berpindah-pindah, berkelompok-kelompok, pada jaman
dahulu tinggal di gua-gua, setelah mengalami perkembangan maka dibuatlah rumah
panggung, rumah dari kayu. dan dilukis oleh seorang pelukis Belanda bernama
Bonnet.
2. Badik
Dalam badik,parang biasanya ada orang-orang tertentu yang dapat memakainya untuk
menyembuhkan penyakit ,kemudian fungsi badik yaitu ada beberapa macam antara lain untuk
berperang, untuk pemikat wanita,kemudian untuk melamar wanita supaya lamarannya bisa
diterima, untuk menanam padi, serta sebagai pelaris dagang atau berbisnis, namun pamornya,
karena tergantung dari pamornya, jadi pamor badik itu berbeda-beda ada yang dipakai untuk
menanam padi, melamar, ada dipakai untuk berbisnis, namun untuk memiliki badik tidak
semudah itu karena harus di ukur mulai dari ujung ibu jari sampai jari telunjuk kalau pas
ujung uluh badik sampai ujung badik berarti orang itu pantas memiliki badik tersebut kalau
tidak pas cari badik lain, atau dengan cara lain seperti alif / ba kalau berakhir dari kata alif
maka cocok untuk memilikinya, sementara bila berakhir kata ba, maka jangan coba-coba
untuk memilikinya.
14. Kemudian ada ungkapan orang bugis mengatakan “tennia ogi ku de na kawali” bukan orang
bugis kalau tidak pakai badik, laki-laki baru dianggap dewasa kalau memiliki tiga; (1).
Rumah, (2). Badik ,(3). Istri , maka barulah sempurna sebagai seorang laki-laki, kemudian
laki-laki pada jaman dahulu yang sudah beranjak dewasa maka diberikan petua atau nasihat
dari orang tua bahwa kita harus menjaga tellu cappa , yaitu ujung lidah artinya kalau
berbicara jangan berbohong karena kita akan selamat dan orang akan mempercayai kita,
kedua ujung badik apabila kamu dalam keadaan terdesak maka digunakan untuk melindungi
diri, ujung ketiga ini yaitu peliharalah baik-baik jangan di salahgunakan. Badik juga memiliki
unsur magic dalam pamornya yang terbuat dari emas yang hanya dimilik oleh golongan
bangsawan,raja-raja,pemerintah.
Kemudian penjelasan dari pemandu bahwa hukum adat to ugi ketika seseorang melakukan
pelanggaran, yaitu siri na pacce karena ketika melakukan pelanggaran karena bisa diusir dari
kampung atau dibunuh dengan cara di tenggelamkan dilaut dengan diikat dan
ditenggelamkan hidup-hidup bahkan ada yang dicekik lehernya, kalau badik tersebut
digunakan untuk mengeksekusi seseorang itu belum ada bukti sejarah, ujar pemandu.
3. Manusia prasejarah
Kemudian pada ruangan selanjutnya mengenai masalah manusia purba tempat yang dihuni
oleh manusia prasejarah dulu adalah tempat yang dekat dengan sumber air, sementara
manusia purba berbeda-beda ,jadi homo sapiens ada di daerah pangkep atau manusia kerdil
pernah ada di pangkep. Kemudian dalam hal berburu digunakanlah tombak yang mata
tombaknya memakai batu atau tulang belulangMisalnya pada jaman Mezolitik, manusia
sudah mulai bertempat tinggal sementara di dalam gua, ceruk atau pondok sederhana dan
dibuktikan dengan ditemukannya gambar berupa cap tangan dan gambar binatang di dalam
gua yang terdapat di daerah Maros, Pangkep, Soppeng, Bone dan Bantaeng. Ras yang ada
pada jaman tersebut adalah ras Astromelanozoid, Mongoloid dan di Sulawesi Selatan dikenal
dengan suku Toala. Alat yang digunakan masih berupa batu yang sudah mulai dibentuk
misalnya sebagai mata panah bergirigi untuk tombak dalam mencari ikan. Sedangkan pada
masa bercocok tanam (Neolitik) ditemukan situs-situs di daerah Sulawesi Selatan berupa
beliung persegi dan kapak lonjong di Kamasi dan Minanga Sipakka, Bunu Banua, Maros dan
Tana Toraja. Pada masa Budaya Islam ditemukan adanya tasbih, Al Quran yang ditulis
tangan, Masjid Katangka, Masjid Palopo, dan Sikkiri Tujua yaitu berupa naskah dan doa-doa
berisi riwayat Nabi yang dibacakan di istana pada tiap malam Senin dan malam jumat yang
dihadiri anggota adat kerajaan dan pemuka masyarakat.
15. 4. Keramik
Pada Koleksi Keramologika terdapat keramik Eropa abad 19-20 yang terbuat dari
bahan porselin bentuk bundar dan berglasir. Memiliki ragam hias kaligrafi berwarna
hitam, tulisan menceritakan tentang Nabi Muhammad Ya Rahman , para sahabatnya
dan malaikat antara lain: Abubakar, Mikhail, Umar, Israil, Usman, Israfil, Ali, Jibril.
Ada pula Keramik Jepang abad 17-19 yang terbuat dari bahan porselin berbentuk
bundar dan berglasir. Memiliki ragam hias bunga, pohon dan binatang laut
menyerupai siput berwarna biru dan merah. Berfungsi sebagai wadah makanan.
Jejak-jejak peradaban di Sulsel sejak zaman berburu (zaman paleolitik) hingga jaman modern
bisa ditemui di museum ini. Kita dapat melihat berbagai jenis kapak kuno dan mata panah
peninggalan masyarakat berburu. Kelompok kami juga menyaksikan beberapa patung-patung
peninggalan masyarakat Megalitik.
Juga, pada bagian lain museum, beberapa peninggalan kerajaan besar di Sulsel, khususnya
peninggalan kerajaan Gowa dan Bone. Diantaranya: mahkota, keris, selempang, bendera,
senjata dan naskah-naskah kuno.
Salah satu ruangan museum itu menyimpan koleksi peninggalan masyarakat pertanian. Di
situ bisa dilihat alat pertanian tradisional: rakkala‟ (bajak), lesung (tempat menumbuk padi),
bingkung (cangkul), salaga (alat mengatur bongkahan tanah di sawah), parang, sabit, dan
lain-lain.kita bisa melihat peninggalan masyarakat pesisir: bagang (perangkap ikan), lepa-
lepa (perahu nelayan), dan lain-lain. Jadi salah satu yang paling mengagungkan adalah
replika perahu Pinisi. Konon,kata pemandu bahwa perahu tersebut pertama kali diproduksi
saat Sawerigading, putra mahkota kerajaan Luwu, guna dipergunakan berlayar menuju ke
negeri Tiongkok untuk mempersunting seorang putri bernama We‟cudai.
Perahu pinisi ini terbuat dari kayu, punya dua tiang utama, dan 7 helai layar. Pada masanya,
pinisi merupakan simbol kejayaan pelaut-pelaut Bugis-Makassar dalam mengarungi lautan.
16. Ada juga koleksi rumah adat masyarakat sulawesi selatan: Saoraja (bugis) ballak lompoa
(makassar), bola (bugis), ballak (makassar), Sao pitik (bugis), taratak (makassar), tongkonan
(Toraja), dan lain-lain. Koleksi lain berupa dapur, alat tenun, tempat perkawinan, pakaian,
kain tenun, alat musik dan lain-lain. Di bagian lain, kelompok kami juga bisa menyaksikan
koleksi alat transportasi darat masyarakat sulsel di masa lalu, seperti sepeda, bendi, dan lain-
lain. Berbagai koleksi itu terlihat sangat unik dan kelihatan asli.
tradisi nelayan Bugis Masyarakat ini juga melakukan ritual adat sebelum melaut atau mencari
ikan. Sebelum melaut terlebih dahulu melaksanakan upacara Maccera tasik/ Maccera
tappareng (untuk danau dan sungai), upacara dipimpin oleh Ponggawa Pokkaja atau
penghulu nelayan dan pada upacara aini pula pemotongan hewa, seperti: kambing, sapi, atau
kerbau kemudian disajikan bersama dengan Sokko patan rupa ( ketan 4 rupa) putih, hitam,
merah dan kuning. Acara seremonial ini bertujuan untuk memohon doa restu yang
mahakuasa agar selama masa penangkapan akan diberi rezeki dan keselamatan
Profesi pelaut sudah dikenal nenek moyang suku Bugis Makassar sejak zaman prasejarah
yaitu pada masa perundagian dengan ditemukannya bukti-bukti arkeologis yang
menunjukkan adanya relief perahu yang ditemukan pada gua-gua prasejarah di Sulawesi,
begitupula ditemukan benda-benda peti kubur purbakala yang berbentuk perahu di beberapa
daerah.Khususnya pada ethnik Bugis Makassar telah identik dengan suku bangsa pelaut yang
handal dengan keberaniannya mengarungi samudra luas dan dengan kepandaiannya telah
mengembangkan suatu budaya maritim sejak berabad-abad lamanya.Kepintaran suku Bugis
dalam berlayar dan mengembangkan perahu layar terbukti adanya suatu hukum niaga dalam
pelayaran yang ditulis dalam naskah lontara disebut Ade’ Aloppi-Loping Biccarana
Pabbalu’e oleh Amanna Gappa pada tahun- 17.*
B. Gua Leang-leang.
Taman Prasejarah Leang-Leang merupakan taman prasejarah Kabupaten Maros.Leang-leang
dalam bahasa lokal berarti gua. Di sekitar Taman Prasejarah ini terdapat banyak gua yang
memiliki peninggalan arkeologis yang sangat unik dan menarik. Pada tahun 1950, Van
Heekeren dan Miss Heeren Palm menemukan gambar gua prasejarah (rock painting) yang
berwarna merah di Gua Pettae dan Petta Kere. Van Heekeren menemukan gambar babi rusa
yang sedang meloncat yang di bagian dadanya tertancap mata anak panah, sedangkan Miss
Heeren Palm menemukan gambar telapak tangan wanita dengan cat warna merah. Menurut
para ahli arkeologi, gambar atau lukisan prasejarah tersebut sudah berumur sekitar 5000
tahun silam. Dari hasil penemuan itu, mereka menduga bahwa gua tersebut telah dihuni
sekitar tahun 8000-3000 sebelum Masehi.
Untuk melestarikan dan memperkenalkan gua-gua yang merupakan sumber informasi
prasejarah tersebut, maka sejak tahun 1980-an pemerintah setempat mengembangkannya
menjadi tempat wisata sejarah dengan nama Taman Wisata Prasejarah Leang-Leang. Saat
ini, pemerintah setempat telah merencanakan membangun beberapa sarana dan prasarana di
sekitar tempat wisata tersebut, seperti cottage,baruga (Gedung) pertemuan dan saluran air
bersih.
Adapun penjelasan dari bapak H.Lahab bahwa;
17. Dalam gua tersebut terdapat dua situs yaitu gua pettae dan gua pettakere yang berada
tidak jauh dari gua pettae itu sendiri.Dalam leang pettae ditemukan gambar telapak
tangan dan gambar babi rusa. Adapun yang menemukan gambar tangan itu yaitu Miss
Heeren Palm pada tahun 1950, sedangkan yang menemukan gambar babi rusa yaitu
Van Heekeren pada tahun yang sama yang keduanya berkebangsaan Belanda. Adapun
makna gambar tangan tersebut yaitu sebagai simbol kekuatan untuk mencegah roh-
roh jahat yang akan menggangu mereka, sementara yang empat gambar tersebut
berarti Gambar-gambar pada dinding gua dan alat-alat yang mereka tinggalkan
menceritakan kehidupan sosial mereka, termasuk aktivitas dari kepercayaan yang
mereka anut saat itu. Salah satu gambar telapak tangan diperkirakan sebagai cap
telapak tangan milik salah satu anggota suku yang telah mengikuti ritual potong jari.
Ritual itu dilakukan sebagai tanda berduka atas kematian orang terdekatnya.
Sementara gambar babi itu, mereka berharap bahwa buruannya dapat berhasil karena
pada waktu dulu mata pencaharian mereka berburu dan mengumpulkan makanan. Jadi
alat yang dipakai untuk menggambar yaitu okar atau batu yang berwarna merah dan
dari tumbuh-tumbuhan kemudian dicampur, ada juga cara untuk bikin gambar tangan,
yaitu tangannya ditempel lalu alatnya dikunyah kemudian disembur lewat mulut,
sementara gambar babinya dicoret-coret. Suku yang pernah tinggal di gua ini adalah
suku toala mereka datang dari utara pilifine mongoloid, jadi gambar tersebut
diperkirakan 5000 tahun sebelum masehi.Jadi dulu ada namanya saman batu tua,
pertengahan, batu baru. Kalau saman batu tua itu dalam leang pettae bila makanannya
habis maka dia akan berpindah lagi, nanti pada saman batu pertengahan mereka sudah
mulai tinggal menetap dan berkelompok-kelompok sekitar 25-30 orang dalam satu
kelompok. Selanjutnya bapak H.Lahab memberikan gambaran bahwa dulu daerah
sekitar leang-leang pernah terjadi pasang-surut antara tahun 3000-1000 sebelum
masehi, jadi daerah sekitar leang-leang pernah menjadi laut terbukti dengan
ditemukannya fosil kulit kerang.
Di sekitar Taman Prasejarah Leang-Leang juga terdapat banyak gua-gua lainnya
yang memiliki karakteristik berbeda dan menyimpan peninggalan prasejarah dengan
masing-masing keunikannya, seperti: Leang Bulu Ballang yang menyimpan
senjumlah mollusca, porselin dan gerabah, serta dinding-dindingnya dapat
dimanfaatkan sebagai areal panjat tebing; Leang Cabu yang sudah sering dijadikan
sebagai tempat latihan para pemanjat tebing, dan di hadapan mulut leang ini, tampak
aktivitas pertambangan batu kapur serta hamparan sawah yang luas; dan Leang
Sampeang yang memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh leang lainnya,
yaitu terdapat gambar manusia berwarna hitam. Kesemua leang tersebut memiliki
jarak yang relatif dekat antara satu dengan yang lainnya, sehingga mudah untuk
dikunjungi.
Menurut pak herman yang menjadi pemandu kelompok kami untuk menapaki akes ke leang
petta kere yang melewati anak tangga yang curam, menurut pak Herman Leang
Petta Kere, berada 300 m di sebelah timur Leang Pettae pada posisi 04º58'43.2"LS
dan 119º40'34.2"BT. Leang ini berada pada ketinggian 45 m dpl dan 10 m dpl.
Meskipun berada pada tebing bukit, pada bagian pintu gua yang menghadap ke
18. sebelah barat masih terdapat lantai yang menjorok keluar selebar 1-2 m dan
berfungsi sebagai pelataran gua.Leang Petta Kere termasuk gua dengan tipe kekar
tiang. Suhu udara di dalam gua sekitar 27 C dengan kelembaban rongga gua sekitar
65% sementara kelembaban pada dinding gua berkisar antara 17%-22%. Utuk
mencapai gua ini kita harus menaiki anak tangga sebanyak 64 buah.Peninggalan
yang ditemukan pada leang ini berupa 2 gambar babi rusa dan 27 gambar telapak
tangan, alat serpih bilah dan mata panah.
Dari penemuan-penemuan yang didapatkan dalam gua leang-leang diperkirakan
bahwa manusia yang hidup pada saman itu masih menggunakan alat pemotong
tradisional, dan mereka sudah mengenal tentang berburu tapi masih pindah-pindah.
Gambar telapak tangan dipercaya sebgai penolak bala roh jahat yang akan
mengganggu. Babai rusa yang didadanya tertancapa panah sebagai symbol saaat
berburu bias berhasil.telapak tangan yag berjari empat di yakini sebagai bentuk
turut berkabung jika ada anggota yang meninggal.
19. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Dari penelitian tersebut dapat kami simpulkan bahwa;
1. Benteng Fort Rotterdam merupakan Benteng yang dibangun tahun 1545 oleh Raja
Gowa ke-X yang bernama Imanrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung atau Karaeng
Tunipalangga Ulaweng. Pada awalnya bentuk benteng ini adalah segi empat, seperti
halnya arsitektur benteng gaya Portugis. Bahan dasarnya campuran batu dan tanah
liat yang dibakar hingga kering.
Pada tanggal 9 Agustus 1634, Sultan Gowa ke-XIV (I Mangerangi Daeng
Manrabbia, dengan gelar Sultan Alauddin) membuat dinding tembok dengan
batu padas hitam yang didatangkan dari daerah Maros. Pada tanggal 23 Juni
1635, dibangun lagi dinding tembok kedua dekat pintu gerbang.
Benteng ini pernah hancur pada masa penjajahan Belanda. Belanda pernah
menyerang Kesultanan Gowa yang saat itu dipimpin Sultan Hasanuddin, yaitu
antara tahun 1655 hingga tahun 1669. Tujuan penyerbuan Belanda ini untuk
menguasai jalur perdagangan rempah rempah dan memperluas sayap
kekuasaan untuk memudahkan mereka membuka jalur ke Banda dan Maluku.
Armada perang Belanda pada waktu itu dipimpin oleh Gubernur Jendral
Admiral Cornelis Janszoon Speelman. Selama satu tahun penuh Kesultanan
Gowa diserang, serangan ini pula yang mengakibatkan sebagian benteng
hancur. Akibat kekalahan ini Sultan Gowa dipaksa untuk menandatangani
Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667.
Kemudian memasuki ruangan arkeologi museum la Galigo terdapat beberapa artefak
yang berasal dari berbagai tempat di sulawesi serta kebudayaannya. Museum
bersejarah yang terdapat di kotaMakassar, Sulawesi Selatan ini diberi nama ‘La
Galigo’ atas saran seorang seniman, karena nama ini sangat terkenal di kalangan
masyarakat Sulawesi Selatan. La Galigo adalah salah satu putra Sawerigading
Opunna Ware, seorang tokoh masyhur dalam mitologi Bugis, dari perkawinannya
dengan WeCudai Daeng Risompa dari Kerajaan Cina Wajo. Setelah dewasa, La
Galigo dinobatkan menjadi Pajung Lolo (Raja Muda) di Kerajaan Luwu, pada abad
ke-14
20. 2. Taman prasejarah gua Leang-leang di Maros merupakan Tanda peradaban yang sangat
tua tersimpan di Taman Prasejarah Leang-Leang. Bukan fosil purba, melainkan
lukisan di dinding gua. Para arkeolog memperkirakan, lukisan-lukisan itu dibuat
5.000 tahun silam. Ini adalah obyek wisata yang unik dan langka.
Leang-leang merupakan bagian dari ratusan gua prasejarah yang tersebar di
perbukitan cadas (karst) Maros-Pangkep. Leang dalam bahasa Makassar berarti gua
(Bahasa Indonesia: liang yang berarti lubang). Obyek wisata prasejarah seperti Leang-
leang jarang ditemui di dunia.Apalagi yang berada di kawasan karst luas. Gua-gua
tersembunyi di antara batu-batu cadas yang menjulang dan kaya akan vegetasi serta
biota. Lukisan dan peninggalan manusia prasejarah di Leang-leang memberikan
petunjuk tentang peradaban nenek moyang manusia.Peninggalan arkeologis bercerita
banyak hal. Adalah Van Heekeren dan Miss Heeren Palm, dua arkeolog Belanda,
yang menemukan gambar-gambar pada dinding gua (rock painting) di Gua Pettae dan
Petta Kere, dua gua di Leang-leang, pada tahun 1950. Gambar-gambar itu dominan
berwarna merah.
Gua Pettae menghadap ke barat. Tinggi mulut gua delapan meter dan lebar 12 meter.
Peninggalan yang ditemukan pada gua ini adalah berupa lima gambar telapak tangan,
satu gambar babi rusa meloncat dengan anak panah di dadanya, artefak serpih, bilah
serta kulit kerang yang terdeposit pada mulut gua. Untuk mencapai gua ini wisatawan
harus menaiki 26 anak tangga.Sementara Gua Petta Kere berada 300 meter di sebelah
Gua Pettae.Mulut gua menghadap ke barat. Terdapat teras pada mulut gua selebar satu
atau dua meter yang berfungsi sebagai pelataran gua. Peninggalan yang ditemukan
pada gua ini adalah dua gambar babi rusa, 27 gambar telapak tangan, alat serpih bilah,
dan mata panah.Untuk mencapai gua ini wisatawan harus mendaki 64 anak tangga.
Gambar-gambar pada dinding gua dan alat-alat yang mereka tinggalkan menceritakan
kehidupan sosial mereka, termasuk aktivitas dari kepercayaan yang mereka anut saat
itu. Salah satu gambar telapak tangan diperkirakan sebagai cap telapak tangan milik
salah satu anggota suku yang telah mengikuti ritual potong jari. Ritual itu dilakukan
sebagai tanda berduka atas kematian orang terdekatnya.
5.2. SARAN
Sebagai generasi muda, kita harus lebih berfikir bagaimana cara agar artefak-artefak ini bisa
ada dan tetap terjaga dari generasi ke generasi agar kelestarian situs-situs sejarah tetap terjaga
keasliannya.
21. LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lokasi pertama benteng Fort Rotterdam
(benteng fort rotterdam) (museum la Galigo)
(wawancara terhadap informan)
(cornelis spelman gubernur Belanda)( lukisan petani Toraja oleh Bornet)
(badik peninggalan kerajaan luwu) (keramik eropa abad 19-20)
22. (lukisan perahu pinisi) (phallus)
(tulisan tangan Al-qur‟an) (Mahkota raja gowa)
(zaman megalithikum) (senjata zaman kolonial)
(naskah di daun lontar) (pelaminan untuk kerajaan)
23. LOKASI KEDUA DI TAMAN PRASEJARAH GUA LEANG-LEANG
( leang pettae) (foto bersama informan)
(pintu masuk leang pettae) (foto bersama H.Lahab sebagai informan)
(fosil kulit kerang dimuka gua) (wawancara dengan H.Lahab)
(lukisan telapak tangan digua) (lukisan babi rusa )
24. (muka gua leang pettakere) (leang pettakere)
(lukisan babi rusa) (lukisan cap tangan )
(fosil kerang dan serpihan kayu) ( serpihan kayu dan batu)