Dokumen tersebut membahas beberapa topik dalam optika fisika, yaitu interferensi pada lapisan tipis, cincin Newton, difraksi cahaya pada celah tunggal dan kisi, serta polarisasi cahaya melalui refleksi, absorpsi selektif, pembiasan ganda, dan hamburan.
2. Interferensi pada lapisan tipis
Interferensi dapat terjadi pada lapisan
tipis seperti lapisan sabun dan lapisan
minyak. Jika seberkas cahaya mengenai
lapisan tipis sabun atau minyak,
sebagian berkas cahaya dipantulkan
dan sebagian lagi dibiaskan kemudian
dipantulkan lagi. Gabungan berkas
pantulan langsung dan berkas pantulan
setelah dibiaskan ini membentuk pola
interferensi.
3. interferensi konstruktif (pola
terang) akan terjadi jika
2d cos r = (m – ½ ) λ ; m = 1, 2, 3,
…
interferensi destruktif (pola
gelap) terjadi jika
2d cos r = m λ ; m = 0, 1, 2, 3, …
Selisih lintasan yang
ditempuh oleh sinar datang
hingga menjadi sinar pantul
ke-1 dan sinar pantul ke-2
adalah
ΔS = S2 – S1 = n(AB + BC) –
AD = n(2AB) – AD
dengan n adalah indeks bias
lapisan tipis.
Jika tebal lapisan adalah d, d
= AB cos r AB =
d/cos r D = AC
sin i AC = 2d
tan r. Dengan
demikian,persamaan
menjadi,
2d Cos r
4. Cincin Newton
Fenomena cincin Newton merupakan pola interferensi yang disebabkan oleh
pemantulan cahaya di antara dua permukaan, yaitu permukaan lengkung
(lensa cembung) dan permukaan datar yang berdekatan. Ketika diamati
menggunakan sinar monokromatis akan terlihat rangkaian pola konsentris
(sepusat) berselang-seling antara pola terang dan pola gelap.
5. r menyatakan jari-jari orde
lingkaran
R jari-jari kelengkungan
permukaan lensa
n merupakan orde
lingkaran
λ menyatakan panjang
gelombang cahaya yang
digunakan
maka hubungan antara
jari-jari orde interferensi
dengan panjang
gelombang cahaya yang
digunakan dapat
dinyatakan dalam
persamaan
6. Difraksi Cahaya Pada Celah Tunggal
Difraksi Cahaya pada celah tunggal didefinisikan sebagai
pelenturan cahaya yaitu saat suatu cahaya melalui celah
tunggal maka cahaya dapat terpecah menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil dan memiliki sifat seperti cahaya baru
7. Gambar diatas menggambarkan sebuah
celah sempit yang mempunyai lebar d,
disinari dengan cahaya sejajar
monokromatik secara tegak lurus pada
celah. Apabila di belakang celah ditaruh
layar pada jarak L dari celah maka akan
tampak pada layar berupa garis terang
dan gelap yang berada di sekitar terang
pusat
garis gelap ke-n
garis terang ke-n
d = lebar celah (m)
p = jarak garis gelap ke terang
pusat (m)
L = jarak layar ke celah (m)
λ = panjang gelombang cahaya
yang digunakan (m)
n = orde interferensi/
menyatakan garis gelap dari
terang pusat
8. Difraksi Cahaya Pada Kisi
Difraksi cahaya pada kisi adalah pelenturan cahaya
pada celah banyak dalam fisika berupa celah sangat
sempit yang dibuat dengan menggores sebuah
lempengan kaca dengan intan. Sebuah kisi dapat
dibuat 300 sampai 700 celah setiap 1 mm
9. Jika seberkas sinar monokromatik jatuh
pada kisi difraksi, akan terjadi peristiwa
difraksi dan interferensi seperti pada
gambar berikut
Interferensi maksimum (terjadi pola terang)
d sin θ = (2n) ½ λ = n λ
d.p/l = (2n) ½ λ= nλ n = 1,2,3 , ….dst
Interferensi Minimum (terjadi pola gelap)
d sin θ = (2n – 1) ½ λ
d.p/l= (2n – 1) ½ λ n = 1, 2, 3, ……dst
d = konstanta kisi=lebar celah = 1/N (N =
banyak celah/goresan)
θ= sudut belok=sudut difraksi
n = bilangan asli= orde
λ = panjang gelombang
l= jarak celah ke layar, p = jarak antara dua
terang atau gelap
10. Polarisasi Cahaya
Polarisasi cahaya dapat didefinisikan sebagai pengurangan intensitas
karena berkurangnya komponen-komponen gelombangnya. Cahaya
termasuk gelombang transversal yang memiliki komponen-
komponen yang saling tegak lurus. Komponen-komponen inilah yang
dapat hilang saat terjadi polarisasi.
12. Polarisasi karena absorbsi selektif
Seberkas cahaya alami menuju ke polarisator. Di
sini cahaya dipolarisasi secara vertikal yaitu
hanya komponen medan listrik E yang sejajar
sumbu transmisi. Selanjutnya cahaya
terpolarisasi menuju analisator. Di analisator,
semua komponen E yang tegak lurus sumbu
transmisi analisator diserap, hanya komponen E
yang sejajar sumbu analisator diteruskan.
Sehingga kuat medan listrik yang diteruskan
analisator menjadi:
E2 = E cos θ
Jika cahaya alami tidak terpolarisasi yang jatuh
pada polaroid pertama (polarisator) memiliki
intensitas I0, maka cahaya terpolarisasi yang
melewati polarisator adalah:
I1 = ½ I0
Cahaya dengan intensitas I1 ini kemudian
menuju analisator dan akan keluar dengan
intensitas menjadi:
I2 = I1 cos2θ = ½ I0 cos2θ