SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 74
Downloaden Sie, um offline zu lesen
iiiJurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
JURNAL PENGENDALIAN PENYAKIT
DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
DEWAN REDAKSI
Penasihat : Direktur Jenderal PP dan PL
Sekretaris Ditjen PP dan PL
Penanggung Jawab : Kepala Bagian Hukormas
Redaktur : drg. Yossy Agustina , MH.Kes
dr. Ita Dahlia, MH.Kes
Ikron, SKM, MKM
dr. Ratna Budi Hapsari, M.Kes
Dewi Nurul Triastuti, SKM
Penyunting/Editor : Dr. dr. Toni Wandra, M.Kes, Ph.D
Dr. Suwito, SKM, M.Kes
Design Grafis : Putri Kusumawardani, ST
Bukhari Iskandar, SKM
Eriana Sitompul
Fotografer : Firman Septiadi, SKM
Hilwati, SKM, M.Kes
Sri Sukarsih, Amd
Sekretariat : Mugi Wahidin, SKM, M.Kes
Suranti Amalia, Amd
Johanes Eko K., SKM, M.Kes
Adhy Prasetyo
Rr. Trihastati R H
Pairin
Ridho Ichsan Saini, SKM
Penerbit : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta 10560
Telp/Fax: (021) 4225451
email: humas.p2pl@gmail.com
website: www.pppl.depkes.go.id
facebook: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan
vJurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya sehingga Jurnal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dapat diterbitkan demi memenuhi
kebutuhan pembaca dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan
khususnya pengendalian penyakit, baik yang menular maupun tidak menular serta
penyehatan Iingkungan di Indonesia.
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan ini merupakan edisi 5 yang terbit
di penghujung tahun 2015. Jurnal ini diterbitkan dengan tujuan dapat mempublikasikan hasil
penelitian, karya ilmiah dan review terkait dengan program pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan. Diharapkan jurnal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang ingin
mengetahui perkembangan terbaru tentang program pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan jurnal ini.
Kritik dan saran yang membangun kami harapkan demi penyempurnaan dan kemajuan jurnal
ini.
Akhir kata, semoga jurnal ini dapat memberikan motivasi dan dorongan, serta bermanfaat
bagi kita semua.
Jakarta, Desember 2015
Direktur Jenderal PP dan PL
dr. H. Mohamad Subuh, MPPM
viiJurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
DAFTAR ISI
Halaman
Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Dengan Menggunakan Teknologi Micro
Automatic System .......................................................................................................................................................... 1 – 8
Deteksi Dini Hipertensi Pada Pengemudi Bus Akap Selama Arus Mudik Lebaran 2015
di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, Jawa Timur ........................................................................................... 9 – 15
Deteksi Dini Kanker Payudara dan Leher Rahim di Indonesia Tahun 2007-2014 ............................ 16 – 20
Kinerja Jumantik dan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Rejang Lebong
Tahun 2014 ...................................................................................................................................................................... 21 – 24
Meta-Analisis Hubungan Kondisi Lingkungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ........ 25 – 29
Pengelolaan Limbah di Puskesmas di Sembilan Kabupaten/Kota Wilayah Kerja BBTKLPP
Jakarta Tahun 2013 ...................................................................................................................................................... 30 – 35
Risiko Kesehatan Radioaktivitas Penambangan Timah di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung, 2014 ................................................................................................................................................................. 36 – 40
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Desa Saitnihuta, Kabupaten
Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara, 2015 ............................................................................... 41 – 48
Peningkatan Peran Perawat dalam Penemuan Suspek TB di Kota Palu ................................................ 49 – 60
Survei EpidemiologiTaeniasis/Sistiserkosis danSoil TransmittedHelminthiases di Kabupaten
Gianyar dan Karangasem, Bali, 2013 .................................................................................................................... 61 – 66
Pedoman Penulisan Naskah Jurnal Ditjen PP dan PL ..................................................................................... 67 – 68
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 1
INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT
DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI MICRO AUTOMATIC SYSTEM
Hospital Wastewater Treatment Plant by Using Micro Automatic System Technology
P.A. Kodrat Pramudho, Widodo
Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Jakarta, Ditjen PP dan PL,
Kementerian Kesehatan RI
Abstrak
Air limbah rumah sakit adalah air yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dengan kandungan bahan kimia B3 infeksius dan
non infeksius yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan. Seiring dengan
perkembangan penduduk banyak didirikan rumah sakit baru dengan aktifitasnya akan berpotensi menimbulkan pencemaran
baru, sehingga perlu diupayakan pengembangan teknologi yang murah dan aman didalam pengolahan air limbah.
Keunggulan teknologi “MAS” adalah pada penggunaan bakteri pengurai yang sudah diseleksi dan dimodifikasi lingkungan
hidupnya yang ditambahkan ke dalam sistem IPAL, serta penggunaan sistem elektrikal yang mampu menggerakan unit IPAL
secara otomatis dengan kelistrikan sederhana, dapat dikembangkan (duplikasi), sehingga teknologi ini akan memiliki nilai
ekonomis, efektifitas yang tinggi dengan hasil pengolahan sesuai dengan standard KepMenLh No.58 Tahun 1995.
Kata kunci : Pengolahan air limbah rumah sakit, teknologi micro automatic sistem
Abstract
Hospital waste water is water generated from the hospital with the chemicals B3 infectious and non-infectious potentially
polluting and harmful to people and the environment. Along with the many established residents of the new hospital with
potentially polluting activities would be new, so it is necessary the development of a cheap and safe technology in wastewater
treatment. Technological advantage "MAS" is the use of bacterial decomposition that have been selected and modified the
environment are added to the system WWTP, as well as system use electrical capable of moving unit WWTP automatically
with electrical simple, can be developed (duplication), so that this technology will have economic value, high effectiveness
with the results of the processing in accordance with standard KepMenLH 58 1995.
Keywords : Hospital waste water treatment, automatic micro system technology
Alamat Korespondensi: Widodo, Ssi, MM, BBTKLPP
Jakarta, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, Jl, Balai Rakyat
No.2 Cakung Timur Jakarta Timur, Hp: 08128103845,
email: widkannai@gmail.com
PENDAHULUAN
Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan
dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Jakarta
merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis
(UPT) di bidang teknik kesehatan lingkungan
dan pengendalian penyakit yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (Ditjen PP dan PL), Kementerian
Kesehatan RI. Salah satu tugas BBTKLPP Jakarta
adalah melaksanakan pengembangan model
dan teknologi tepat guna.
Terkait Program Penilaian Peringkat Kinerja
Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Proper), akhir November 2011 (dalam hal ini
termasuk rumah sakit), Kementerian Lingkungan
Hidup telah menetapkan 14 Rumah Sakit (RS)
dengan kategori biru, 27 merah, dan 1 hitam.
Kategori biru berarti RS menjalankan standar
pengelolaan lingkungan, sedangkan merah dan
hitam dinilai masih abai dalam mengelola
lingkungan. Pada tahun 2014, BBTKLPP Jakarta
telah melakukan kajian di bidang analisis
dampak kesehatan lingkungan (ADKL) di 12
rumah sakit di Kota Bandung. Hasil kajian
menunjukkan bahwa kualitas outlet Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) belum sesuai
dengan standar Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 58 Tahun 1995 tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah
Sakit (Tabel 1).
Dengan latar belakang permasalahan tersebut
dan sesuai dengan tugas fungsinya sebagai JFT
Sanitariandalammelakukanrisetdanpengembangan
di bidang teknologi penyehatan lingkungan,
maka perlu dikembangkan perencanaan, desain,
model dan penerapan teknologi IPAL rumah
sakit.
2 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Perancangan disain mengacu ke Pedoman
Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah dengan
Sistem Biofilter Anaerob Aerob Pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang diterbitkan oleh
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik
Dan Sarana Kesehatan Tahun 2011.
Dengan melihat keunggulan dan kelemahan
desain yang ada dilakukan penyempurnaan,
penerapan teknologi pengolahan air limbah
rumah sakit. Hasil penyempurnaan dinamai
dengan teknologi Micro Automatic Sistem (MAS).
Penyempurnaan dilakukan pada desain bak
pengolahan, pertumbuhan bakteri pengurai,
perpipaan dan sistem kelistrikan.
Teknologi IPAL dengan sistem MAS telah
diterapkan di beberapa wilayah seperti Kota
Bogor, Kabupaten Bogor, DKI Jakarta, Kota
Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang,
Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Karawang.
Kapasitas pengolahan bervariasi antara 25–
500 M3/hari atau setara dengan 25–500
tempat tidur. Penentuan 1M3 untuk satu
tempat tidur adalah atas dasar pengamatan di
lapangan dan kegagalan–kegagalan unit IPAL
yang telah ada, yang pada umumnya karena
kurangnya kapasitas unit pengolahan.
Rumah sakit dalam melaksanakan kegiatannya
yang terdiri dari pelayanan langsung maupun
tidak langsung akan mengeluarkan limbah cair.
Pengolahan air limbah rumah sakit menggunakan
teknologi ”MAS” (MICRO AUTOMATIC SYSTEM),
merupakan pengolahan gabungan antara fisika,
kimia dan biologis dan didukung dengan
penggunaan instrumen elektrik yang diatur
secara otomatis. Pengertian dari Micro adalah
mikroba/bakteri pengurai yang menguntungkan
yang dikembangkan dalam teknologi ”MAS”
adalah bakteri pengurai seperti:
1. Nitrosomonas sp. dan Nitrobacter sp.
Kelompok bakteri ini berperan besar dalam
proses nitrifikasi yang merubah senyawa-
senyawa nitrogen beracun menjadi bahan-
bahan tak beracun. Nitrifikasi terjadi dalam
2 tahap, yaitu: Perubahan amonia menjadi
nitrit oleh Nitrosomonas sp., dilanjutkan
dengan perubahan dari nitrit menjadi nitrat
oleh bakteri Nitrobacter sp.
2. Aerobacter sp.
Bakteri ini mengubah karbohidrat menjadi
asam lemak dan ethanol.
3. Bacillus sp.
Bakteri ini adalah kelompok anaerob
fakultatif. Enzim yang dihasilkannya dapat
dimanfaatkan untuk melarutkan protein
padat yang tak larut, lemak dan karbohidrat.
Bakteri ini dapat merubah lemak tak larut
menjadi gliserol yang larut dalam air dan
asam lemak.
4. Pseudomonas sp.
Sekelompok bakteri anaerob fakultatif. Ia
dapat melarutkan bermacam-macam bahan
organik di dalam lumpur.
5. Shacaromyces sp.
Sekelompok jamur/ragi yang dapat melakukan
permentasi bahan organik di dalam air dan
lumpur serta sangat tahan terhadap bahan–
bahan yang digunakan dalam disinfektan,
zat tersebut akan terendap bersama biomasa
yang sudah mati.
Sedangkan pengertian dari AUTOMATIC SYSTEM
adalah penggunaan sistem elektrik yang mampu
bekerja menggerakan dosing pump, blower,
samersible pump, pengurasan pada unit bio
filter, wasserjet, unit microfilter, ozon generator
danunitpeneranganyangbekerjasecara otomatis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengolahan
dengan teknologi ”MAS” adalah jumlah bakteri
yang dikembangkan, nutrisi, suhu, pH, oksigen
terlarut serta daya toksik limbah terhadap sel-
sel mikroba.
Penggunaan teknologi ”MAS” mempunyai banyak
keuntungan, antara lain:
 Mudah dalam pemeliharaan dan operasional
 Tidak membutuhkan tenaga ahli yang khusus
 Rendah dalam biaya operasional
 Menghilangkan bau dan memperbaiki warna
air buangan
 Menguraikan NH3 dan senyawa N lainnya yang
tinggi
 Menguraikan PO4 dan senyawa P lainnya yang
tinggi
 Menguraikan H2S dan senyawa S lainnya yang
tinggi
 Menurunkan COD dan BOD
 Menjaga kestabilan pH pada air buangan
 Mempunyai kemampuan yang tinggi dalam
melakukan penguraian bahan organik (protein,
karbohidrat, lemak).
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 3
Effluent yang diharapkan
Effluent yang diharapkan dengan penggunaan
teknologi “MAS” kualitas sesuai dengan baku mutu
MenLH No. 58 Tahun 1995 untuk kegiatan RS.
Tabel 1. Baku mutu air limbah rumah sakit
No Parameter Satuan
MenLH
No. 58/1995
Batas Syarat
1 Suhu oC < 30
2 pH mg/l 6 - 9
3 BOD mg/l 30,0
4 COD mg/l 80,0
5 TSS mg/l 30,0
6 Amonia bebas mg/l 0,1
7 Posfat mg/l 2,0
8 Kuman
golongan koli
MPN/100
ml
10.000
METODE
Kajian ini merupakan hasil analisis dampak
kesehatan lingkungan di 12 rumah sakit di
Kota Bandung tahun 2014 dan berdasarkan
kajian literatur. Pengolahan air limbah rumah
sakit dengan sistem “MAS“ mempunyai beberapa
proses pengolahan seperti fisika, biologi, dan
kimiawi (absorbsi). Adapun proses siklus kimia
dan biologi yang terjadi pada bak-bak pengolahan
adalah sebagai berikut:
a. Unit grease trap
Pada unit grease trap yang ditempatkan di
unit gizi dan kantin dengan adanya bakteri
pengurai anaerob (Nitrosomonas sp, Nitrobacter
sp, Pseudomonas sp, dan Bacillus sp). Minyak
dan lemak diuraikan menjadi senyawa yang
lebih sederhana yang akan memudahkan
dalam proses berikutnya.
b. Unit sub bak pengumpul
Pengolahan tersebut dimaksudkan untuk
menurunkan kandungan bahan-bahan organik
dan anorganik secara fisika (gaya gravitasi)
untuk menahan kotoran kasar pencampuran
air baku, mengendapkan partikel yang
berukuran 10m, dan penguraian minyak
lemak oleh bakteri anaerobik. Pada proses
ini akan terjadi penurunan paramater, sehingga
akan memudahkan pengolahan pada proses
berikutnya.
c. Filter sand filter dan karbon (bio filter I dan II)
Pengolahan tersebut dimaksudkan untuk
menurunkan kandungan bahan-bahan organik
dan anorganik secara fisika (gaya gravitasi)
dan kimia karena dilengkapi dengan karbon
aktif yang mempunyai daya absorpsi terhadap
bahan–bahan pencemar seperti minyak lemak,
detergent, PO4, NH3. Untuk membantu ketahanan
karbon aktif dalam melakukan absorpsi
ditambahkan batu koral. Pada tahap proses
ini dengan adanya bakteri pengurai anaerob
dapat menyempurnakan penguraian bahan
pencemar yangada, sehingga akanmemudahkan
dalam proses selanjutnya.
d. Pengolahan biologis pada kolam aerasi
Pengolahan ini dimaksudkan untuk menurunkan
kandungan zat organik dan anorganik secara
biologis dengan menggunakan bakteri aerobik
yang bekerja pada daerah tengah dan
permukaan unit IPAL, sedangkan bakteri
anaerob bekerja di dasar lumpur. Kondisi aerob
dikondisikan dengan bantuan penambahan
udara bebas (blower) ini terjadi pada kolam
aerasi. Pada proses ini akan terjadi penurunan
dan siklus rantai kimia secara biologi yang
sangat mencolok untuk parameter BOD,
COD, H2S, NH3-N, NO2-N, NO3-N, PO4
3-
, dan
minyak lemak, sehingga akan memudahkan
pengolahan pada proses berikutnya.
e. Pengolahan disinfection
Pengolahan ini dimasudkan untuk membunuh
bakteri patogendanvirus denganmenggunakan
Ozongenerator. Selain itu juga mempunyai
kemampuan dalam melakukan degradasi/
penguraian bahan pencemar yang masih ada.
Diharapkan air hasil pengolahan terbebas
dari bakteri patogen dan virus.
f. Uji hayati (test tank)
Dalam uji hayati dilakukan terhadap ikan
yang ditempatkan dalam aquarium dari
kaca setebal 10 mm dengan ukuran 50 cm x
50 cm x 70 cm dengan sistem penambahan
air secara kontinyu dari bak akhir dengan
menggunakan pompa. Pada proses ini untuk
mengetahui kualitas air pengolahan yang
dihasilkan apakah masih berbahaya atau
tidak terhadap biota perairan.
g. Proses mikro filtrasi
Dalam proses ini menggunakan teknologi
spon membran dengan ukuran pori 0,1 µm,
penambahan carbon filter, sand filter dan
mikro filter dengan ukuran pori 0,1µm. Pada
4 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
tahap ini air yang dihasilkan akan menjadi
air bersih yang dapat digunakan untuk
menyiram WC, sehingga menghemat penggunaan
air bersih dan pengolahan limbah cair akan
lebih bermanfaat.
h. Pengolahan lumpur
Dalam tahap ini lumpur-lumpur sebelum
dibuang baik dari proses IPAL sebelum
keluar/dibuang harus ditambahkan kaporit.
Diharapkan lumpur yang dibuang sudah
terbebas dari bakteri patogen dan virus.
Proses pembuangan lumpur pada unit IPAL
dilakukan 2 kali dalam setahun, bekerja
sama dengan dinas kebersihan setempat.
Gambardandisainpengolahanyangditerapkan
a. Disain tampak atas “MAS”
b. Disain tampak depan “MAS”
Peralatan operasional IPAL rumah sakit
Sistem pengolahan air limbah rumah sakit
dengan sistem “MAS “dalam operasionalnya untuk
mendapatkan kualitas air buangan (outlet) yang
memenuhi persyaratan standar, dilengkapi
dengan peralatan (Tabel 2).
Tabel 2. Tabel peralatan operasional IPAL rumah
sakit
No. Jenis peralatan Unit
1. Blower (khusus untuk IPAL) 1
2. Samersible pump (lumpur) 2
3. Box pannel 1
4. Water automatic 1
5. Wasserjet 2
6. Klep angin untuk blower
bagian bawah
18
7. Karbon filter 1
8. Karbon aktif 500 kg
9. Ozon generator 1
10. Micro filter 1
11. Ultra filter 1
12. Sarang tawon 6 M3
13. Micro/bakteri pengurai 48 liter
14. Water meter flow 1
15. Automatic dosing 1
a. Peralatan yang digunakan “MAS”
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 5
b. Bangunan IPAL di beberapa rumah sakit
Operasional IPAL harian
 Lakukan pengontrolan semua kondisi bak
IPAL dari adanya kotoran sampah, dan
lakukan pengecekan peralatan IPAL seperti
pompa, blower dan panel.
 Bila semua bak sudah terisi penuh hidupkan
panel pada posisi auto untuk peralatan
blower dan pompa sumersible.
 Tambahkan bakteri pengurai BIODEKSTRAN
(Anaerob) pada sub bak pengumpul dan
grease trap 1 hari sekali sebanyak 2 lt.
 Tambahkan bakteri pengurai MICROPLUS
(Aerob) pada bak aerasi 1 hari sekali
sebanyak 3 liter dan perhatikan debit harian
penggunaan air bersih perhari.
 Lakukan pengecekan terhadap kualitas air
IPAL baik secara visual maupun laboratorium,
untuk pengujian di laboratorium dapat
dilakukan sebulan sekali (mengacu standar
baku mutu MenLH No. 58 Tahun 1995).
Untuk pengecekan harian lakukan terhadap
kualitas visual seperti kerjernihan dan bau
dari air outlet IPAL.
Operasional IPAL dengan kasus amonia,
TSS, COD, BOD, PO4
 Lakukan pengontrolan semua kondisi bak
IPAL dari adanya kotoran sampah, dan
lakukan pula pengecekan peralatan IPAL
seperti pompa, blower dan panel.
 Bila semua bak sudah terisi penuh hidupkan
panel pada posisi auto untuk peralatan
blower dan pompa sumersible.
 Tambahkan bakteri pengurai ”BIODEKSTRAN
(Anaerob)” pada sub bak pengumpul dan
grease trap 1 hari sekali sebanyak 2 liter.
 Tambahkan bakteri pengurai ”MICROPLUS
(Aerob)” pada bak aerasi 1 hari sekali
sebanyak 1 liter dan perhatikan debit harian
penggunaan air bersih perhari.
 Khusus untuk Amonia dan Phosphat, tambahkan
bakteri pengurai ”AMONIA REMOVAL PLUS”
dan Kapur (CaCO3) bila pH < 6,5 – 7,5 pada
bak aerasi 1 hari sekali sebanyak 3 lt dan
perhatikan debit harian penggunaan air
bersih perhari.
 Lakukan pengecekan terhadap kualitas air
IPAL baik secara visual maupun laboratorium,
untuk pengujian di laboratorium dapat dilakukan
sebulan sekali (mengacu standard baku mutu
MenLH No. 58 Tahun 1995). Untuk pengecekan
harian lakukan terhadap kualitas visual
seperti kerjernihan dan bau dari air outlet IPAL.
Operasional Filter Pada IPAL
 Lakukan pengontrolan pompa pada unit filter
dan isi dengan air.
 Tahap awal lakukan back wash dengan
memutar katup filter pada posisi back wash
(arah panah pada posisi back wash), lakukan
sampai air outlet filter bening/tidak keruh
dan matikan pompa air.
 Tahap selanjutnya putar katup filter pada
posisi rinse dan hidupkan pompa lakukan
sampai air outlet filter bening/jernih dan
matikan pompa air.
 Kemudian putar katup filter pada posisi filter
dan hidupkan pompa air dengan memutar
selector panel pada posisi auto, pompa akan
bekerja secara otomatis bila air pada bak
penampungan akhir IPAL habis pompa akan
6 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
mati dengan sendirinya dan bila terisi
kembali pompa akan hidup kembali.
Pemeliharaan pada unit IPAL
 Unit Grease trap
- Tambahkan “BIODEKSTRAN (Anaerob)” 1
hari sekali sebanyak 2 liter pada saluran
wastapel dapur/kantin dan siram dengan
air bersih.
- Kontrol unit grease trap 3 hari sekali dan
bila terdapat lemak dan kotoran dilakukan
pengambilan.
 Unitsubbakpenampungandanbakpenampungan
utama
Lakukan pengontrolan saluran pipa dan
pompa dari kotoran seminggu sekali bila
memungkinkan lakukan setiap hari.
 Unit Bio Filter IPAL
Buka cek valve backwash dan udara pada bak
biofilter, lakukan backwash bila laju alir air
limbah terlihat tersendat atau lakukan seminggu
sekali. Bak no.11 lumpurnya dibuang ke
medives/PT yang berizin.
 Blower
Lakukan pengecekan harian blower dengan
memonitor terhadap kebisingan, dan jalannya
blower.
HASIL
Sistem pengolahan air limbah rumah sakit
dengan sistem “MAS“ merupakan teknologi
yang sangat sederhana dan mudah untuk
diterapkan dengan biaya yang relatif tidak
mahal dengan bahan–bahan yang dapat
disesuaikan dengan wilayah dan sumber dana
yang tersedia. Teknologi “MAS” telah sesuai
dengan baku mutu yang dipesyaratkan oleh
pemerintah yang mengacu pada KepMenLH
No.58 Tahun 1995, di dalam pelaksanaan uji
coba dapat dilihat hasil analisa laboratorium
selama satu tahun pada tahun 2014 adalah
sebagai berikut:
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 7
Grafik di atas menggambarkan antara hasil
pengukuran kualitas air buangan inlet dan
outlet pada sistem “MAS” yang telah diterapkan
di salah satu rumah sakit, untuk kualitas air
buangan selama periode satu tahun dengan
teknologi “MAS”. Hasil mengolahan air limbah
rumah sakit telah memenuhi standard
pemerintah dan telah aman bagi lingkungan.
PEMBAHASAN
Penerapan teknologi “MAS” pada pengolahan
air limbah rumah sakit sejak dibangun dan
dioperasionalkan mempunyai keunggulan dan
kelemahan pada sistem. Bila ditinjau dari hasil
pemeriksaan laboratorium untuk suhu, pH,
COD, BOD, TSS, amoniak, posfat dan coliform
dari bulan Januari sampai dengan Desember
ditahun 2014 untuk kualitas inlet IPAL di atas
baku mutu, sehingga diperlukan pengolahan
terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan,
sedangkan setelah melewati IPAL hasil outlet
dibawah baku mutu sehingga dapat langsung
dibuang kelingkungan.
Pada opersional harian pada sistem “MAS”,
seperti pembersihan lumpur pada proses
biofilter sangat mudah dilakukan dibandingkan
dengan teknologi biofilter yang telah ada. Proses
pembuangan lumpur cukup dengan membuka
katup udara pada sisi bak pengolahan udara
blower dihembuskan sampai semua lumpur
terangkat, kemudian kran pembuangan lumpur
dibuka biarkan sampai semua lumpur terbawa
kepenampungan lumpur.
Tenaga listrik yang digunakan pada teknologi
“MAS” yang di gunakan untuk mengerakkan
mesin blower sebagai supplai udara pada bak
aerasi, penggunaan mesin blower untuk kapasitas
olah 200 M3/hari diperlukan 2,2 KW. Sampai
dengan saat ini penulis belum menemukan
blower dengan tenaga listrik yang kecil.
Biaya pembuatan IPAL dengan teknologi
“MAS” sangat bervariasi tergantung ketersediaan
bahan material bangunan yang tersedia di
lokasi pembuatan sistem. Besar kecilnya biaya
yang dikeluarkan dapat diminimalisasi dengan
bahan, seperti untuk kapasitas olahan <10M3
per hari dapat menggunakan bahan bata merah
tampa di cor besi bertulang yang sangat cocok
untuk diterapkan di puskesmas–puskesmas,
untuk diatas >10M3 per hari penulis menyarankan
menggunakan besi bertulang agar didapat hasil
yang maksimal.
KESIMPULAN
Didalam operasional harian teknologi pengolahan
air limbah “MAS” tidak membutuhkan keahlian
yang khusus dan pendidikan tinggi, dapat
dioperasikan oleh operator yang dilatih terlebih
dahulu mengenai fungsi peralatan dan perpipaan
yang ada didalam bak IPAL. Operator yang
bertugas di IPAL dapat bekerja di posisi lain,
karena sistem dapat bekerja secara otomatis
8 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
dengan kelistrikan yang sangat sederhana dan
dapat dikembangkan secara mandiri.
Pada saat dilakukan observasi lapangan, biaya
operasional yang dikeluarkan dengan menggunakan
bakteri yang dikembangkan oleh sistem “MAS”
untuk pengolahan 200 M3 per hari membutuhkan
biaya Rp 2.500.000,- per bulan.
Pengolahan air limbah rumah sakit dengan
teknologi “MAS” yang telah diterapkan di
beberapa kabupaten/kota provinsi Jawa Barat,
DKI Jakarta dan Banten dapat menjadi alternatif
pengolahan air limbah di klinik, rumah bersalin,
puskesmas dan rumah sakit.
SARAN
1. Penggunaan teknologi “MAS” untuk pengolahan
air limbah perlu sosialisasi, agar dapat
diterapkan di puskesmas dan rumah sakit
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dan
penyempurnaan dalam penggunaan blower
sebagai sumber oksigen dengan teknologi
alternatif lainnya agar didapatkan biaya
operasional yang lebih murah dan dapat
ditempatkan di daerah yang tidak mempunyai
sumber listrik.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
semua pihak yang telah berperan dalam
penerapan teknologi “MAS” pada pengolahan
air limbah di di beberapa kabupaten/kota di
provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten,
sehingga teknologi ini dapat dituangkan dalam
bentuk tulisan dan diimformasikan kepada
tenaga sanitarian di indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Metcalf & Eddy. 2004. Wastewater Engineering
Treatmen and Reuse. Fourth Edition. McGraw
– Hill Companiies. New York. USA.
C. Fred Gurnham. 1971. Industrial Wastewater
Control. Academic Press. New York. USA.
____1977. Fate of Pollutants in the Air and Water
Environments. Volume 8. Part 2. Chemical and
biological fate of pollutants in the environment”.
New York. USA.
James G. Cappuccino Natalie Sherman. 1983.
Microbiology Laboratory Manual. Addison –
Wesley Publishing Company. Ney York. USA
Raswari. 1986. Sistem Perpipaan. UI Press.
Indonesia.
MenLH No 58 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit.
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 9
Deteksi Dini Hipertensi pada Pengemudi Bus AKAP
Selama Arus Mudik Lebaran 2015 di Pelabuhan Ketapang
Banyuwangi, Jawa Timur
Early Detection of Hypertension in Intercity and inter-provincial Bus Drivers
During Idul Fitri Celebration 2015 at Ketapang Port, Banyuwangi, East Java
Pipin Arisandi, Rahmat Subakti, Rofiud Darojat, Sholikah
Kantor Kesehatan Pelabuhan Probolinggo, Direktorat Jenderal PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI
Abstrak
Kantor Kesehatan Pelabuhan Probolinggo sebagai otoritas kesehatan di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi berupaya
melakukan pemeriksaan kesehatan pengemudi bus AKAP (Antar Kota Antar Propinsi) selama arus mudik lebaran Tahun
2015 di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun
2013. Sampel yang diambil sejumlah 102 pengemudi. Desain penelitian ini menggunakan cross sectional dan pengambilan
sampelnya secara simple random sampling. Jumlah pengemudi bus yang mempunyai tekanan darah tinggi (hipertensi)
sebesar 43,1%. Faktor yang mempunyai hubungan dengan kejadian hipertensi dengan tingkat signifikan sebesar 0,05 adalah
umur (p=0,039; OR=2,556), waktu istirahat (p=0,037; OR=2,397), merokok (p=0,017; OR=3,333), minum kopi (p=0,040;
OR=2,389), lingkar perut (p=0,030; OR=2,417), dan indeks massa tubuh (IMT) (p=0,022; OR=2,552). Faktor dominan yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi pada sopir bus AKAP adalah merokok (p=0,012), minum kopi (p=0,020), dan IMT
(p=0,009). Hasil penelitian pada pengemudi bus AKAP ini dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling dominan terhadap
kejadian hipertensi adalah IMT. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pihak pemangku kebijakan terutama
perusahaan otobus untuk dapat memantau perkembangan kesehatan karyawannya.
Kata kunci : Pengemudi bus, hipertensi, Pelabuhan Ketapang
Abstract
Port Health Office of Probolinggo as health authorities in Port of Ketapang Banyuwangi that a have done examination AKAP
bus (Inter-City Inter-Province) during Lebaran 2015 in the Port of Ketapang Banyuwangi as mandated by Presidential
Instruction Number 4 of 2013. Samples taken a number of 102 driver. Using cross-sectional design of this study and taking
the sample by simple random sampling. Number of bus drivers who have high blood pressure (hypertension) amounted to
43.1%. Factors that have a relationship with hypertension with a significant level of 0.05, among others: age (p = 0.039; OR =
2.556), breaks (p = 0.037; OR = 2.397), smoking (p = 0.017; OR = 3.333) , coffee (p = 0.040; OR = 2.389), waist circumference
(p = 0.030; OR = 2.417), and body mass index (BMI) (p = 0.022; OR = 2.552). The dominant factors associated with
hypertension in AKAP bus driver was smoking (p = 0.012), coffee (p = 0.020), and BMI (p = 0.009). Results of research on this
AKAP bus driver can be concluded that the most dominant factor on the incidence of hypertension is BMI. Expected results of
this study can be used by the stakeholders, especially companies always otobus to monitor the development of the health of
its employees.
Keywords : Bus driver, hypertention, Port of ketapang
Alamat Korespondensi: Pipin Arisandi, KKP Probolinggo,
Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, Jl. Tanjung Tembaga Baru
Probolinggo,Hp:082301661666,e-mail:pipinaris@yahoo.com
PENDAHULUAN
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO),
jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia
diperkirakan sebanyak 600 juta orang, dengan
3 juta kematian setiap tahun. Di Indonesia,
hipertensi merupakan penyebab kematian
nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis (6,8%)
dari proporsi penyebab kematian pada semua
umur (Malope, 2012).
Bila dibandingkan hasil Riskesadas tahun
2007 dan 2013, terjadi penurunan prevalensi
hipertensi di Indonesia, yaitu dari 31,7% tahun
2007 (Riskesdas, 2007) menjadi 25,8% tahun
2013 (Riskesdas, 2013). Asumsi terjadinya
penurunan bisa bermacam-macam mulai dari
alat pengukur tensi yang berbeda sampai pada
kemungkinan masyarakat sudah mulai datang
berobat ke fasilitas kesehatan. Namun sebaliknya
terjadi peningkatan prevalensi hipertensi
berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis
nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6%
tahun 2007 menjadi 9,5% tahun 2013 (Riskesdas,
2013).
10 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Salah satu penyebab kematian yang juga
cukup tinggi adalah kecelakaan. Menurut WHO
(2009), pada tahun 2004, kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab kematian nomor sembilan
di seluruh dunia yang didominasi oleh
kecelakaan lalu lintas darat. Diprediksi pada
tahun 2030 akan menjadi penyebab kematian
nomor 5 di dunia. Guna mengantisipasi hal
tersebut, maka pada tahun 2010 ditetapkan
Amanat Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) Nomor 64/255 untuk mengendalikan
dan mengurangi tingkat fatalitas korban
kecelakaan lalu lintas jalan secara global. Pada
tahun 2011, dilaksanakan Konferensi World
Health Assembly (WHA) tentang isu Decade of
Action for Road Safety (DoA).
Dalam kaitan ini, komitmen Pemerintah
Indonesia ditunjukkan dengan adanya UU
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Rencana Umum
Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan 2011-2035
(pasal 203), Pencanangan Dekade Aksi Keselamatan
Jalan Indonesia di Istana Merdeka Tahun 2011,
Penerbitan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun
2013 yang melibatkan integrasi lintas sektor
dalam kelima pilar, dimana Menteri Kesehatan
sebagai koordinator pilar kelima, yaitu
Penanganan Pra dan Pasca Kecelakaan.
Kecelakaan lalu lintas darat mendominasi
diantara jenis cedera yang lain. Angka kejadian
kecelakaan lalu lintas darat cenderung
meningkat dalam jumlah maupun jenisnya.
Angka kematian diperkirakan meningkat dari
5,1 juta pada tahun 1990 menjadi 8,4 juta pada
tahun 2020 atau meningkat sebesar 65%. Data
Riskesdas menyebutkan bahwa prevalensi
kecelakaan transportasi darat mencapai 25,9%
dari seluruh penyebab cedera Iainnya. Tahun
2010, jumlah kematian akibat kecelakaan telah
mencapai 31.234 jiwa, hal ini berarti setiap 1
jam terdapat sekitar 3-4 orang meninggal
akibat kecelakaan lalu lintas.
Kantor Kesehatan Pelabuhan Probolinggo
sebagai unit pelaksana teknis yang berada di
bawah Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan telah melakukan
upaya yang diamanatkan oleh Instruksi Presiden
berupa pemeriksaan kesehatan pengemudi
selama arus mudik Lebaran 2015 di Pelabuhan
Ketapang Banyuwangi, sekaligus melakukan
penelitian pada pengemudi bus AKAP sebagai
populasi penelitian dengan jalur Pulau Jawa-
Bali selama arus mudik Lebaran 2015 di
Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
hipertensi pada pengemudi bus AKAP (Antar
Kota Antar Propinsi) jurusan Pulau Jawa-Bali di
Pelabuhan Penyeberangan Ketapang, Banyuwangi
selama arus mudik Lebaran 2015.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai rujukan bagi pengambil
kebijakan di wilayah Pelabuhan Penyeberangan
Ketapang dalam rangka deteksi dini hipertensi
pada pengemudi bus AKAP guna mengantisipasi
kejadian kecelakaan lalu lintas saat arus mudik
dan balik di tahun mendatang.
METODE
Penelitian dilaksanakan selama arus mudik
Lebaran yaitu bulan Juli 2015, dengan jenis
desain cross sectional study. Jumlah sampel
penelitian sebanyak 102 pengemudi bus AKAP
dengan lintasan Pulau Jawa dan Bali yang
diambil secara simple random sampling. Jenis
data adalah data primer yang diperoleh dengan
melakukan wawancara secara langsung terhadap
pengemudi bus AKAP pada saat parkir di
Pelabuhan Penyeberangan Ketapang Banyuwangi
menggunakan kuesioner dan dan melakukan
pengukuran.
Variabel independen penelitian terdiri dari:
1)Karakteristik pengemudi bus, meliputi umur
dan jenis kelamin; 2)Perilaku atau kebiasaan
pengemudi bus yang meliputi merokok setiap
hari, waktu istirahat, dan minuman yang
dikonsumsi saat berkendara; dan 3)Pengukuran
pada pengemudi bus meliputi tinggi badan,
berat badan, lingkar perut, dan tekanan darah.
Cara pengumpulan data dilakukan melalui
dua tahapan, yaitu: 1)Melakukan wawancara;
dan 2)Melakukan pengukuran tinggi badan dan
lingkar perut mengunakan meteran, serta
pengukuran berat badan dan tekanan darah
menggunakan timbangan dan tensi meter.
HASIL
Hasil penelitian adalah sebagai berikut:
Analisis univariat
Karakteristik responden:
1. Jenis kelamin
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 11
Semua (100%) pengemudi bus AKAP berjenis
kelamin laki-laki.
2. Umur
Umur responden sebagian besar (68,6%) di
atas 40 tahun dengan rata-rata umur 43
tahun, umur termuda 21 tahun, sedangkan
umur tertua 62 tahun.
3. Waktu Istirahat
Pada umumnya pengemudi istirahat setiap
4 jam (63,7%). Rata-rata istirahat setiap 4,3
jam. Istirahat yang paling lama setiap 8 jam,
sedangkan yang paling cepat setiap 2 jam
sekali.
4. Merokok
Responden pada umumnya (74,5%) merokok
setiap hari.
5. Minum kopi
Hanya sebesar 35% pengemudi yang
mempunyai kebiasaan minum kopi saat
mengendarai bus.
6. Lingkar perut
Sebagaian besar (51%) kurang dari 90 cm,
rata-rata 91,1 cm, terkecil 67 cm, sedangkan
yang tersbesar 133 cm.
7. Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT didapatkan dari hasil pengukuran berat
badan dalam satuan kilogram dan tinggi
badan dalam satuan meter. IMT didominasi
(53%) oleh pengemudi dengan kategori
obesitas (≥25 kg/m2), rata-rata 25,8 kg/m2,
terendah 17 kg/m2, sedangkan yang tertinggi
44 kg/m2.
8. Tekanan darah
Pada umumnya (56,9%) mempunyai tekanan
darah normal, rata-rata tekanan darah sistolik
136,4 mmHg, tekanan darah sistolik terendah
100 mmHg, sedangkan tekanan sistolik yang
tertinggi 220 mmHg.
Analisis bivariat
Analisis ini untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen (umur, waktu istirahat,
merokok, minum kopi, lingkar perut, IMT) dan
variabeldependen(kejadianhipertensi).Berdasarkan
hasil uji statistik (bivariat) dengan tingkat
kepercayaan 95% (α=0,05), menunjukkan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara umur,
waktu istirahat, merokok, minum kopi, lingkar
perut dan IMT dan kejadian hipertensi (Tabel 1).
Tabel 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pengemudi bus AKAP selama arus
mudik Lebaran 2015 di Pelabuhan Penyeberangan Ketapang – Banyuwangi
Variabel
Tekanan Darah
Total
(%)
P value ORNormal Hipertensi
n(%) n(%)
Umur
- ≤ 40 tahun
- > 40 tahun
Waktu istirahat
- Setiap 4 jam sekali
- Lebih dari 4 jam sekali
Merokok
- Tidak
- Ya
Minum kopi
- Tidak
- Ya
Lingkar perut
- < 90 cm
- ≥ 90 cm
Indeks Massa Tubuh
- < 25 cm
- ≥ 25 cm
23(71,9)
35(50,0)
42(64,6)
16(43,2)
20(76,9)
38(50,0)
43(64,2)
15(42,9)
35(67,3)
23(46,0)
33(68,8)
25(46,3)
9(28,1)
35(50,0)
23(35,4)
21(56,8)
6(23,1)
38(50,0)
24(35,8)
20(57,1)
15(31,3)
(31,3)
15(31,3)
29(53,7)
32(100)
70(100)
65(100)
37(100)
26(100)
76(100)
67(100)
35(100)
52(100)
50(100)
48(100)
54(100)
0,039*
0,037*
0,017*
0,040*
0,030*
0,022*
2,556
2,397
3,333
2,389
2,417
2,552
*)Signifikan dengan α=0,05
12 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Analisis multivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui
faktor dominan yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi. Hasil analisis multivariat
menunjukkan bahwa indeks massa tubuh/IMT
merupakan faktor dominan kejadian hipertensi
pada pengemudi bus AKAP lintasan Pulau Jawa
dan Bali selama arus mudik Lebaran 2015
(Tabel 2).
Tabel 2. Faktor dominan yang berhubungan dengan
kejadian hipertensi pada pengemudi bus AKAP saat
arus mudik dan balik Lebaran 2015 di Pelabuhan
Ketapang Banyuwangi.
Variabel β Wald p-value
- Umur
- Waktu istirahat
- Merokok
- Minum kopi
- IMT
-0,919
-0,892
-1,488
-1,161
-1,271
3,083
3,378
6,372
4,498
6,846
0,079
0,066
0,012*)
0,020*)
0,009*)
Keterangan : *) signifikan dengan α=0,05
PEMBAHASAN
Umur
Umur pengemudi bus AKAP lintasan Pulau
Jawa dan Bali di atas 40 tahun lebih banyak
daripada yang di bawah 40 tahun. Kejadian
hipertensi pada pengemudi bus AKAP selama
arus mudik Lebaran 2015 paling banyak dialami
oleh kelompok umur lebih dari 40 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian ini, umur
mempunyai hubungan yang signifikan dengan
kejadian hipertensi (p<0,05) dengan OR=2,556.
Hal ini menunjukkan bahwa umur di atas 40
tahun 2,556 kali lebih tinggi berisiko hipertensi
dibandingkan dengan pengemudi yang berumur
di bawah 40 tahun. Hal tersebut sesuai dan
umumnya berkembang pada saat umur seseorang
mencapai paruh baya yakni cenderung meningkat
khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun
bahkan pada usia lebih dari 60 tahun ke atas
(Krummel, 2004). Kejadian hipertensi meningkat
drastis pada usia 55-64 tahun dan Indeks Massa
Tubuh (Tesfaye, 2007). Arteri kehilangan
elastisitas dan tekanan darah meningkat seiring
bertambahnya usia. Williams (1991) menyatakan
bahwa umur, ras, jenis kelamin, merokok,
kolesterol darah, intoleransi glukosa, dan berat
badan dapat mempengaruhi kejadian hipertensi .
Black dan Hawks (2005) menyatakan bahwa
seseorang rentan mengalami hipertensi primer
50-60% pasien yang berumur diatas 60 tahun
mempunyai tekanan darah di atas 140/90 mmHg.
Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya
usia, karena perubahan struktur pada pembuluh
darah besar, sehingga lumen menjadi lebih
sempit dan dinding pembuluh darah menjadi
lebih kaku yang mengakibatkan meningkatnya
tekanan darah sistolik (Depkes RI, 2006). Hasil
penelitian lain (Wahyuni, 2013) bahwa hipertensi
dapat dipengaruhi oleh usia ≥40 tahun.
Waktu istirahat
Pasal 90 dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, bahwa pengemudi kendaraan bermotor
umum setelah mengemudikan kendaraan selama
4 (empat) jam berturut-turut wajib beristirahat
paling singkat setengah jam. Hasil dari
wawancara didapatkan menunjukkan bahwa
pengemudi bus AKAP telah mengikuti aturan
tersebut, walaupun masih ada sekitar 36,3%
yang belum menerapkannya. Hasil penelitian
ini bahwa waktu istirahat mempunyai hubungan
yang signifikan dengan kejadian hipertensi
(p<0,05) dan OR=2,387. Artinya bahwa pengemudi
bus yang tidak istirahat setiap 4 jam sekali
mempunyai risiko 2,387 lebih tinggi menderita
hipertensi dibandingkan dengan pengemudi
yang istirahat setiap 4 jam sekali. Kemampuan
pengemudi ada batasnya, semakin kurang istirahat
akan meningkatkan kejadian kelelahan. Penderita
hipertensi pada umumnya mengalami nyeri,
selain itu penderita juga mudah lelah, merasa
tidak nyaman, sulit bernafas, sukar tidur
(Dalimartha dkk, 2008), sehingga perlu istirahat
yang cukup untuk memulihkannya.
Merokok
Pengemudi bus AKAP jurusan Pulau Jawa
dan Pulau Bali pada umumnya mempunyai
kebiasaan merokok setiap hari (74,5%).
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa
merokok mempunyai hubungan yang signifikan
dengan kejadian hipertensi (p<0,05) dengan
OR=3,333. Artinya bahwa pengemudi bus
AKAP yang merokok mempunyai risiko
hipertensi 3,333 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan pengemudi bus AKAP yang tidak
merokok. Merokok merupakan faktor risiko
perilaku yang masih dapat dirubah terjadinya
hipertensi (Kemenkes, 2014). Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Namira (2013)
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 13
bahwa proporsi kejadian hipertensi juga
banyak ditemukan (72,2%) pada kelompok
pramudi yang memiliki kebiasaan mengonsumsi
rokok.
Penelitian dari Destry (2012), pada pengemudi
busway di koridor 1 juga menemukan proporsi
kejadian hipertensi lebih tinggi pada responden
dengan status perokok dibandingkan dengan
responden dengan status bukan perokok dan
status mantan perokok. Selain itu penelitian
Sateesh (2013) padasupir bus diIndiamenemukan
60% supir bus yang memiliki kebiasaan
mengonsumsi rokok lebih banyak menderita
hipertensi (Anggraeni, 2012). Kejadian ini
dikarenakan merokok menyebabkan kebutuhan
oksigen untuk disuplai ke jantung menjadi
meningkat.
Kebiasaan merokok pada orang yang
menderita tekanan darah tinggi akan
menyebabkan semakin besar risiko kerusakan
pada pembuluh darah arteri (Hull, 1996).
Penelitian lain yang sejalan adalah penelitian
yang dilakukan oleh Syukraini Irza (2009)
pada masyarakat Nagari Bungo Tanjung
Sumatera Barat, mendapatkan bahwa perilaku
merokok merupakan faktor risiko kejadian
hipertensi dengan besar risiko 6,9 kali lebih
besar untuk terjadinya hipertensi dan
penelitian yang dilakukan oleh Fajar Haninda
(2011), menemukan bahwa ada hubungan
antara jumlah rokok dengan kejadian hipertensi
pada pasien di Layanan Kesehatan Cuma-Cuma.
Minum Kopi
Pengemudi bus AKAP jurusan Pulau Jawa
dan Bali yang mempunyai kebiasaan minum
kopi terutama sebagai minuman penghilang
dahaga saat aktifitas mengendarai bus, yaitu
mencapai 35%. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pengemudi bus AKAP yang minum kopi
mempunyai hubungan yang signifikan (p<0,05)
dengan kejadian hipertensi denga OR=2,389.
Artinya bahwa pengemudi yang minum kopi
mempunyai risiko kejadian hipertensi sebesar
2,389 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
pengemudi yang tidak minum kopi. Hasil
penelitian ini sejalan dengan Wahyuni (2012)
bahwa konsumsi kopi mempengaruhi terjadinya
penyakit hipertensi sebesar 82%.
Minum kopi berbahaya bagi penderita hipertensi,
karena senyawa kafein bisa menyebabkan
tekanan darah meningkat tajam. Cara kerja
kafein dalam tubuh dengan mengambil alih
reseptor adinosin dalam sel saraf yang akan
memicu produksi hormon adrenalin dan
menyebabkan peningkatan tekanan darah,
sekresi asam lambung, dan aktivitas otot, serta
perangsang hati untuk melepaskan senyawa
gula dalam aliran darah untuk menghasilkan
energi ekstra. Kafein mempunyai sifat antagonis
endogenus adenosin, sehingga dapat menyebabkan
vasokontriksi dan peningkatan resistensi
pembuluh darah tepi (Hasrin, 2012).
Menurut Yuda Hananta (2011), bahwa
hipertensi dipengaruhi oleh faktor risiko ganda,
baik yang bersifat endogen (tidak dapat diganti),
seperti usia, jenis kelamin dan genetik, maupun
yang bersifat eksogen (dapat diubah), seperti
kelebihan berat badan, konsumsi garam, rokok
dan kopi. Penelitian yang sama juga dari Hasrin
Mannan (2012), bahwa konsumsi kopi
merupakan faktor risiko kejadian hipertensi
dengan OR=1,56. Hal tersebut menunjukkan
bahwa responden yang mengonsumsi kopi
berisiko 1,56 kali lebih tinggi menderita
hipertensi dibandingkan dengan yang tidak
mengonsumsi kopi.
Lingkar perut
Hasil pengukuran lingkar perut pada
pengemudi bus AKAP lintasan Pulau Jawa–Bali
bahwa jumlah pengemudi yang lingkar
perutnya <90 cm ternyata hampir sama dengan
jumlah pengemudi yang lingkar perutnya ≥90
cm. Walaupun demikian, lebar yang <90 cm
lebih banyak (52%) dibandingkan yang ≥90
cm. Lingkar perut yang ≥90 cm menunjukkan
bahwa seseorang tersebut mengalami obesitas
abdominalis (Kemenkes, 2014). Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa lingkar perut pada
pengemudi bus mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kejadian hipertensi (p<0,05)
dengan OR=2,417. Artinya bahwa pengemudi
yang lingkar perutnya ≥90cm mempunyai
risiko hipertensi 2,417 kali lebih tinggi
dibandingkandenganpengemudi yangmempunyai
lingkar perut di bawah 90 cm.
Indeks Massa Tubuh
Pengemudi bus AKAP jurusan Pulau Jawa–
Bali yang mempunyai IMT≥25 Kg/m2 sebesar
53%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara
IMT pengemudi bus dengan kejadian hipertensi
14 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(p<0,05) dengan OR=2,552. Artinya bahwa
pengemudi bus yang mempunyai IMT ≥25 kg/m2
berisiko 2,552 kali lebih tinggi menderita
hipertensi dibandingkan dengan pengemudi
bus yang memiliki IMT <25 Kg/m2.
Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Oda
dan Kawai (2010) bahwa ada hubungan positif
antara IMT dengan peningkatan kejadian
hipertensi. Menurut Nurrahmani (2012),
peningkatan berat badan memainkan peranan
penting pada mekanisme timbulnya hipertensi
pada orang dengan obesitas. Dalam penelitian
Nieky Greyti Dien (2014), terdapat hubungan
Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan tekanan
darah pada penderita hipertensi di poliklinik
hipertensi dan nefrologi BLU RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado dengan nilai p=0,033 dan
p=0,006. Adanya hubungan antara IMT dengan
tekanan darah (p<0.05) dan kekuatan hubungan
tersebut adalah rendah (0.200<r<0.399). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi IMT seseorang maka akan disertai juga
dengan peningkatan darah sistolik dan tekanan
diastolik (Hendrik, 2011).
Faktor dominan
Semua variabel kecuali jenis kelamin, karena
semua pengemudi bus AKAP berjenis kelamin
laki-laki menunjukkan nilai yang signifikan.
Untuk memperolah variabel yang dominan
terhadap kejadian hipertensi maka dilakukan uji
multivariat dengan menggunakan regresi
logistik. Hasil uji menunjukkan bahwa variabel
yang dominan terjadinya hipertensi adalah
merokok, minum kopi, dan IMT. Dari ketiga
faktor tersebut yang paling dominan adalah
IMT. Artinya bahwa IMT mempunyai faktor
risiko yang paling besar di antara faktor risiko
lainnya yang berhubungan dengan kejadian
hipertensi pada pengemudi bus AKAP jurusan
Pulau Jawa–Bali.
KESIMPULAN
Kejadian hipertensi pada pengemudi bus
AKAP jurusan Pulau Jawa-Bali saat arus mudik
Lebaran 2015 adalah sebesar 43,1%. Faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian
hipertensi tersebut adalah umur, waktu
istirahat, merokok, minum kopi, lingkar perut,
dan IMT. Faktor dominan adalah IMT, diikuti
merokok dan minum kopi.
SARAN
1. Perlu adanya aktivitas fisik yang cukup
untuk pengemudi bus agar lemak yang
menumpuk dapat berkurang sehingga berat
badan pengemudi bus ideal dengan tingginya.
2. Perusahaan otobus maupun otoritas di
terminal perlu membentuk Posbindu khusus
agar kesehatan pengemudi bus khususnya
tekanan darah dapat terpantau dan ditangani
sesegera mungkin.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan selesainya penelitian ini, kami
mengucapkan terima kasih kepada seluruh
karyawan dan karyawati di Kantor Kesehatan
Pelabuhan Probolinggo khususnya wilayah
kerja Pelabuhan Tanjung Wangi yang telah
memberikan motivasi, dan bantuan tenaga
dalam pelaksanaan kegiatan ini, sehingga
terlaksana dengan baik, lancar dan sukses.
DAFTAR PUSTAKA
Krummel. 2004.Medical Nutrition Therapy in
Cardiovascular Disease.
Tesfaye.2007.Association between body mass
index and blood pressure across three
population in Africa and Asia.
William. 1991.Hypertensive vascular disease, di
dalam Wilson Jean D. et al., editor, Harrison’s
Principles of Internal Medicine.
Black & Hawks. 2005. Medical surfical nursing :
clinical management for positive outcomes.
Departemen Kesehatan RI. 2006.Pedoman Teknis
Penemuan Dan Tatalaksana Penyakit
Hipertensi.
UU Nomor 22. 2009. Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Dalimartha Setiawan dkk. 2008. Care Your Self
Hipertensi.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Buku Pintar
PTM Penyakit Tidak Menular dan Faktor Risiko
Seri 2.
Namira Wadjir dkk. 2013. Hipertensi Pada Pramudi
Bus TransJakarta di PT. Bianglala Metropolitan
Tahun 2013.
Destry. 2012. Indeks masa tubuh, lama bekerja,
kebiasaan makan, dan gaya hidup hubungannya
dengan hipertensi pada pramudi (pengemudi)
bus Transjakarta tahun 2012.
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 15
Anggraeni, Vina. 2012. Tingkat kebisingan lalu
lintas dan risiko hipertensi pada supir angkutan
umum KWKwilayah JakartaTimur tahun 2012.
Hull, Alison. 1996. Penyakit jantung hipertensi
dan nutrisi.
Ika Puji Wahyuni. 2013. Faktor Risiko Penyakit
Hipertensi Pada Laki-Laki di Wilayah Kerja
Puskesmas Tawangrejo Kota Madiun.
Hananta Yuda, I Putu. 2011. Deteksi Dini dan
Pencegahan 7 Penyakit Penyebab Mati Muda.
Irza, S. 2009. Analisis Faktor Risiko Hipertensi
Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung,
Sumatera Barat.
Haninda, fajar, dkk. 2011. Hubungan Antara
Kebiasaan Merokok dan Kejadian Hipertensi
di Layanan Kesehatan Cuma-Cuma Ciputat
Hasrin Mannan, dkk. 2012. Faktor Risiko
Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Bangkala Kabupaten Jeneponto Tahun 2012
Oda, Eiji and Ryu Kawai. 2010. Body Mass Index
is More Strongly Associated with Hypertension
than Waist Circumference in Apparently
Healthy Japanese Men and Women.
Nurrahmani, Ulfa. 2012. Stop! Hipertensi
Malope Sheila. 2012. Hubungan Lingkar Lengan
Atas dan Lingkar Pinggang dengan Tingkat
Hipertensi pada Pasien Rawat Jalan di
Poliklinik Interna RSJ Prof. Dr. V. L.
Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara.
Kemenkes. 2013. Riset Kesehatan Dasar
Riskesdas 2013
Nieky Greyti Dien, dkk. 2014. Hubungan Indeks
Massa Tubuh (IMT) Dengan Tekanan Darah
Pada Penderita Hipertensi di Poliklinik
Hipertensi dan Nefrologi Blu Rsup Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado.
Hendrik. 2011. Hubungan Indeks Massa Tubuh
Dengan Tekanan Darah Pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
16 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Deteksi Dini Kanker Payudara dan Leher Rahim di Indonesia
Tahun 2007-2014
Breast and Cervical Cancer Early Detection in Indonesia, 2007-2014
Mugi Wahidin
Subdit Pengendalian Penyakit Kanker, Direktorat PPTM, Direktorat Jenderal PP dan PL,
Kementerian Kesehatan RI
Abstrak
Kanker merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia
dengan prevalensi 1,4 per 1000 penduduk dan penyebab kematian nomor 7 dari seluruh penyebab kematian. Kanker
payudara merupakan salah satu jenis kanker dengan insidens tertinggi, diikuti kanker leher rahim. Untuk dapat mendeteksi
kanker payudara dan leher rahim secara dini dan pengobatan segera, maka Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, Kementerian
Kesehatan RI telah mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim secara nasional
dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor serta organisasi/instansi terkait lainnya. Kajian ini merupakan tinjauan
pustaka yang mengacu pada laporan Ditjen PP dan PL tahun 2007-2014, buku pedoman, Renstra Kemenkes 2015-2019,
Keputusan dan Peraturan Menteri, buku dan jurnal penelitian. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif
secara komprehensif berdasarkan pada pokok masalah dalam upaya pengendalian kanker payudara dan leher rahim di
Indonesia. Sampai dengan tahun 2014, kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim telah dilaksanakan di seluruh
provinsi di Indonesia, meliputi 304 kabupaten/kota dan 1986 puskesmas. Jumlah kumulatif perempuan berusia 30-50 tahun
yang telah diskrining tahun 2007-2014 sebanyak 904.099 orang. Dari jumlah yang telah diskrining tersebut, 2.368
diantaranya (2,6 per 1000) menunjukkan adanya tumor payudara, sedangkan 44.654 (4,94%) dengan IVA positif, dan 1.056
(1,2 per 1000) dengan suspek kanker leher rahim. Kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim perlu terus
dikembangkan dan diperkuat di daerah yang sudah melaksanakan dan diperluas ke daerah lain yang belum melaksanakan
untuk mencapai target dalam Renstra Kemenkes Tahun 2015-2019.
Kata kunci: Deteksi dini, kanker payudara, kanker leher rahim, Indonesia
Abstract
Cancer is not a contagious disease that is becoming one of the major public health problem in Indonesia with a prevalence of
1.4 per 1000 population and the leading cause of death from all causes of death 7. Breast cancer is one type of cancer with the
highest incidence, followed by cervical cancer. To be able to detect breast cancer and cervical cancer early and immediate
treatment, the Directorate PPTM, DG of Disease Control and Environmental Health, Ministry of Health has been developing
and strengthening the activities of early detection of breast cancer and cervical cancer nationally, involving cross-program
and cross-sector as well as organizations / other relevant agencies. This study is a literature review that refers to reports DG
and PL years 2007-2014, manuals, Ministry of Health Strategic Plan 2015-2019, Decision and Regulation, books and research
journals. The analytical method used is descriptive analysis comprehensively based on the subject matter in an effort to
control breast and cervical cancer in Indonesia. Until 2014, the activities of early detection of breast and cervical cancer has
been implemented in all provinces in Indonesia, covering 304 districts / cities and 1986 health centers. The cumulative
number of women aged 30-50 years who had been screened in 2007-2014 as many as 904 099 people. Of the amount that
has been screened, 2,368 of them (2.6 per 1000) indicate the presence of breast tumors, whereas 44 654 (4.94%) with
positive IVA, and 1,056 (1.2 per 1000) with suspected cancer of the cervix. Activities of early detection of breast and cervical
cancer need to be developed and strengthened in areas that are already carrying out and extended to other areas which have
not implemented to achieve the target in the Strategic Plan of the Ministry of Health Year 2015-2019.
Keywords: Early detection, breast cancer, cervical cancer, Indonesia
Alamat Korespondensi: Mugi Wahidin, Subdit
Pengendalian Penyakit Kanker, Direktorat PPTM, Ditjen
PP dan PL, Jl. Percetakan Negara No.29 Jakarta Pusat, Hp.
085775088113,email:wahids_wgn@yahoo.co.id
PENDAHULUAN
Kanker merupakan penyakit tidak menular
yang menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia dengan
prevalensi 1,4 per 1000 penduduk dan
penyebab kematian nomor 7 (5,7%) dari
seluruh penyebab kematian di Indonesia
(Riskesdas 2012).
Kanker juga menyebabkan beban pemerintah
yang sangat tinggi dalam pembiayaan
kesehatan bila tidak ditemukan secara dini.
Kanker payudara merupakan salah satu jenis
kanker dengan insidens tertinggi pada
perempuan, dengan estimasi 40 per 100.000
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 17
perempuan, diikuti kanker leher rahim (17 per
100.000perempuan)(Globocan,IARC2012).
Insidens tersebut meningkat bila dibandingkan
dengan tahun 2002, yaitu berturut-turut 26 per
100.000 perempuan (kanker payudara) dan 16
per 100.000 perempuan (kanker leher rahim)
(Globocan, IARC, 2002). Pada tahun 2010, jenis
kanker tertinggi yang dilaporkan dari RS
seluruh Indonesia pada pasien rawat inap
adalah kanker payudara (28,7%), dan kanker
leher rahim (12,8%).
Untuk dapat mendeteksi kanker payudara
dan leher rahim secara dini (early detection)
dan pengobatan segera (prompt treatment),
maka Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL,
Kementerian Kesehatan telah mengembangkan
dan memperkuat kegiatan deteksi dini kanker
payudara dan leher rahim secara nasional
dengan melibatkan lintas program dan lintas
sektor, perguruan tinggi, organisasi profesi,
pihak swasta, yayasan, lembaga swadaya
masyarakat (LSM), dan organisasi terkait
lainnya seperti Female Cancer Program (FCP),
Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu
(SIKIB), Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet
Kerja (OASE-KK), dan Tim Penggerak PKK.
Pada tahun 2007, Kementerian Kesehatan RI
telah mulai mengembangkan Pilot Proyek
Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan
Payudara di 6 kabupaten di 6 provinsi di
Indonesia, yaitu 1)Kabupaten Deli Serdang
(Sumatera Utara); 2)Gresik (Jawa Timur);
3)Kebumen (Jawa Tengah); 4)Gunung Kidul (DI
Yogyakarta); 5)Karawang (Jawa Barat); dan
6)Gowa (Sulawesi Selatan). Dalam pengembangan
pilot proyek tersebut, secara teknis dibantu
oleh the Johns Hopkins Program for
International Education in Gynecology and
Obstetricts (JHPIEGO), yaitu LSM yang bergerak
dalam bidang kesehatan perempuan yang
berafiliasi dengan John Hopkins University,
Amerika Serikat. Selain itu juga bekerja sama
dengan Female Cancer Program.
Pada tanggal 21 April 2008, dicanangkan
program nasional deteksi dini kanker leher
rahim dan payudara oleh Ibu Negara (pada
waktu itu Hj. Ani Yudhoyono).
Selanjutnya pada tahun 2010 diterbitkan
Kepmenkes Nomor 796 Tahun 2010 tentang
Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara
dan Kanker Leher Rahim yang dijadikan
sebagai petunjuk dalam pelaksanan deteksi
dini kanker payudara dan leher rahim di
Indonesia.
Untuk memperkuat dan mengakselerasi
pencapaian target program, pada tanggal 21
April 2015 dilakukan Pencanangan Program
Nasional Peran Serta Masyarakat dalam
Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker pada
Perempuan Indonesia 2015-2019 oleh Ibu
Negara (Iriana Jokowi).
Program ini terus dikembangkan dan
diperluas ke kabupaten/kota dan provinsi lain
di Indonesia.
Kemudian pada tahun 2015 diterbitkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 tahun
2015 tentang Penanggulangan Kanker Payudara
dan Kanker Leher Rahim untuk penyesuaian
kebutuhan program pengendalian kanker
payudara dan leher rahim yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
796 Tahun 2010.
Deteksi dini (penapisan/skrining) adalah
upaya pemeriksaan atau tes sederhana dan
mudah yang dilaksanakan pada populasi
masyarakat sehat, yang bertujuan untuk
membedakan masyarakat yang sakit atau
berisiko terkena di antara masyarakat yang
sehat.
Untuk deteksi dini kanker payudara, kegiatan
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan adalah
Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS) atau
Clinical Breast Examination (CBE), sedangkan
yang dilakukan sendiri oleh kelompok
masyarakat berisiko adalah Periksa Payudara
Sendiri (SADARI). Untuk deteksi dini kanker
leher rahim adalah dengan melakukan Inspeksi
Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan
pengobatan segera dengan krioterapi
(criotherapy) untuk IVA positif (lesi pra kanker
leher rahim positif).
Pemeriksaan SADANIS dan SADARI bertujuan
untuk mendeteksi adanya benjolan pada
payudara sedini mungkin agar dapat dilakukan
penanganan sesegera mungkin, sedangkan
pemeriksaan IVA untuk menemukan lesi pra
kanker leher rahim sebelum menjadi kanker.
Kegiatan deteksi dini dengan melakukan
SADANIS dan IVA memiliki beberapa keuntungan,
sebagai berikut: 1)Pemeriksaan lebih sederhana,
mudah, cepat, dan hasil dapat diketahui secara
langsung; 2)Tidak memerlukan sarana
laboratorium; 3)Dapat dikerjakan oleh dokter
umum dan bidan di puskesmas bahkan di
18 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
dalam mobil; 4)SADANIS dan IVA (termasuk
krioterapi) dapat dilakukan dengan kunjungan
tunggal (single visit approach), sehingga lebih
efektif dan meminimalisir kemungkinan lost to
follow-up. 5)Cakupan deteksi dini dengan IVA
minimal 80% selama lima tahun akan
menurunkan insidens kanker leher rahim
secara signifikan (WHO, 2006); 6)Sensitifitas IVA
sebesar 77% (56-94%) dan spesifisitas 86%
(74-94%) (WHO, 2006); 7)Deteksi dini kanker
leher rahim dengan frekuensi 5 tahun sekali
dapat menurunkan kasus kanker leher rahim
83,6% (IARC, 1986); dan 8)Deteksi dini kanker
payudara dengan CBE dapat menemukan
stadium I dan II (downstaging) sebesar 68%
(RegionalWorkshop NCCP, India 2010).
Target cakupan deteksi dini pada perempuan
berusia 30-50 tahun yang telah ditetapkan oleh
Kementerian Keshetan RI,yaitu sebesar 50%
pada tahun 2019 (Renstra Kemenkes RI, 2015-
2019).
Kegiatan deteksi dini kanker payudara dan
leher rahim dilaksanakan di puskesmas dan
rumah sakit rujukan di kabupaten/kota dan
provinsi, dengan kegiatan pokok: 1)Advokasi
dan sosialisasi; 2)Pelatihan untuk Pelatih
(ToT=Training of Trainer); 3)Pelatihan provider
di kabupaten/kota; 4)Pelatihan kader di
puskesmas; 5)Promosi kesehatan;
6)Pelaksanaan skrining (deteksi dini);
7)Pencatatan dan pelaporan (surveilans); dan
8)Monitoring dan evaluasi.
Pencatatan dan pelaporan menggunakan
formulir baku sesuai dengan Kepmenkes
Nomor 796 Tahun 2010 sebagaimana telah
diubah dengan Permenkes Nomor 34 Tahun
2015. Data diinput ke dalam register dan
Sistem Informasi Surveilans Penyakit Tidak
Menular berbasis web. Data diolah dan
dianalisis secara otomatis oleh sistem informasi
dan dapat diakses secara berjenjang mulai dari
puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota,
dinas kesehatan provinsi, dan Kementerian
Kesehatan RI (Direktorat PPTM, Ditjen PP dan
PL).
METODE
Kajian ini merupakan tinjauan pustaka yang
mengacu pada laporan Ditjen PP dan PL tahun
2007-2014, buku pedoman, Renstra Kemenkes
2015-2019, Keputusan dan Peraturan Menteri,
buku dan jurnal penelitian. Metode analisis
yang digunakan adalah analisis deskriptif
secara komprehensif berdasarkan pada pokok
masalah dalam upaya pengendalian kanker
payudara dan leher rahim di Indonesia.
HASIL
Sampai dengan tahun 2014, kegiatan deteksi
dini kanker payudara dan leher rahim telah
dilaksanakan di seluruh (34) provinsi di
Indonesia, meliputi 304 dari seluruh kabupaten/
kota yang ada di Indonesia (59%), dan 1986
puskesmas (19,9%). Jumlah tenaga kesehatan
yang telah dilatih sebagai pelatih (trainer)
sebanyak 430 orang, terdiri dari dokter
spesialis (obgin, onkolog obgin, dan bedah),
dokter umum dan bidan. Jumlah pelaksana
(provider) deteksi dini di puskesmas sebanyak
4.127 orang, terdiri dari 2.671 bidan dan 1.456
dokter umum, atau rata-rata 2 orang per
puskesmas.
Jumlah kumulatif sasaran (perempuan
berusia 30-50 tahun) yang telah diskrining di
Indonesia tahun 2007-2014, yaitu sebanyak
904.099 orang (2,45%) (Gambar). Dari jumlah
yang telah diskrining tersebut, 2.368 diantaranya
(2,6 per 1000) menunjukkan adanya tumor
payudara, sedangkan 44.654 (4,94%) dengan
IVA positif, dan 1.056 (1,2 per 1000) dengan
suspect kanker leher rahim. Sejak tahun 2007
jumlah sasaran yang diskrining meningkat
seiring dengan bertambahnya jumlah provider
dan daerah yang melaksanakan kegiatan
deteksi dini (Gambar).
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 19
PEMBAHASAN
Keberhasilan kegiatan deteksi dini kanker
payudara dan leher rahim dengan cara
SADANIS dan IVA di Indonesia dipengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti jumlah tenaga
kesehatan yang dilatih, kondisi geografis, serta
ketersediaan sarana. Selain itu, dalam
melaksanakan SADANIS dan IVA memerlukan
keterampilan tenaga kesehatan yang memadai,
sehingga pelatihan yang diberikan harus
terstandar, dan disertai dengan adanya
supervisi yang ketat.
Deteksi dini kanker payudara dan leher
rahim dilaksanakan secara bersamaan
(terintegrasi) mengingat sasaran (subyek)
pemeriksaan yang sama, yaitu perempuan
berusia 30-50 tahun. Namun pemilihan sasaran
ini memiliki keterbatasan, karena perbedaan
karakterisik kedua jenis kanker. Kanker
payudara cenderung dialami oleh perempuan
dengan umur yang lebih tua (≥40 tahun),
sedangkan kanker leher rahim pada umur yang
lebih muda. Hal ini memungkinkan adanya
sasaran yang tidak tercakup dalam kegiatan
deteksi dini.
Walaupun kegiatan deteksi dini sudah
dilaksanakan di seluruh (34) provinsi, 59%
kabupaten/kota, namun jumlah puskesmas
yang melaksanakan kegiatan deteksi dini
(19,89%; 1986/10000) dan cakupan deteksi dini
masih sangat rendah (2,45%), sedangkan target
pada tahun 2019 sebesar 50%).
Rendahnya cakupan, antara lain karena
belum tersedianya biaya kegiatan deteksi dini
tersebut di semua daerah. Meskipun
belakangan ini BPJS Kesehatan sudah mulai
menanggung pembiayaan, tetapi jumlahnya
masih terbatas. Hasil deteksi dini kanker
payudara, menunjukkan bahwa suspek kanker
payudara sebesar 2,6 per 1000, yaitu lebih
tinggi bila dibandingkan dengan estimasi
Globocan tahun 2012 (40 per 100.000 atau 0,4
per 1000). Namun hal ini karena estimasi
Globocan memperhitungkan seluruh perempuan,
sedang deteksi dini perempuan berusia 30-50
tahun.
Berdasarkan hasil pemeriksaan IVA tahun
2007-2014, sebanyak 44.654 (4,94%)
menunjukkan hasil positif. Angka ini dianggap
masih wajar, karena masih dalam rentang 3-5.
Sementara itu jumlah suspek kanker leher rahim
yang ditemukan adalah sebesar 1,2 per 1000,
hampir mendekati hasil pemeriksaan
sebelumnya yang dilakukan oleh Female
Cancer Program di DKI Jakarta, yaitu 1 per
1000 perempuan. Hasil ini juga jauh lebih
tinggi bila dibandingkan dengan estimasi
Globocan tahun 2012 (17 per 100.000), namun hal
ini juga karena estimasi Globocan
memperhitungkan seluruh perempuan, sedangkan
untuk deteksi dini hanya pada perempuan
berusia 30-50 tahun.
KESIMPULAN
1. Hingga tahun 2014, kegiatan deteksi dini
kanker payudara dan leher rahim telah
dilaksanakan di seluruh (34) provinsi, 304
(59%) kabupaten/kota, dan 1986 (19,8%)
puskesmas di Indonesia, dengan rata-rata
jumlah tenaga kesehatan terlatih sebanyak 2
orang per puskesmas. Cakupan deteksi dini
kanker payudara dan leher rahim masih
rendah (2,45%), sedangkan target capaian
tahun 2019 sebesar 50%.
2. Hasil kegiatan deteksi dini kanker payudara
dan leher rahim di Indonesia tahun 2007-
2014, menunjukkan bahwa 2,6 per 1000
perempuan (usia 30-50 tahun) merupakan
suspek kanker payudara, sedangkan dengan
suspek kanker leher rahim sebesar 1,2 per
1000 perempuan.
SARAN
Untuk meningkatkan cakupan deteksi dini
kanker payudara dan leher rahim di Indonesia
dan tercapainya target tahun 2019, maka:
1. Perlu dorongan yang lebih besar dari
Kementerian Kesehatan RI dalam peningkatan
dan penguatan serta percepatan kegiatan
deteksi dini kanker payudara dan leher
rahim di berbagai daerah di Indonesia.
2. Dinas Kesehatan provinsi dan kabupaten/
kota perlu lebih meningkatkan jumlah
fasilitas pelayanan kesehatan khususnya
puskesmas yang mampu melakukan deteksi
dini kanker payudara dan leher rahim
dengan dukungan pembiayaan lebih
memadai dari pemerintahan daerah setempat
dan/atau BPJS
3. Perlu peningkatan kerja sama lintas
program, lintas sektor, LSM, organisasi
20 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
profesi, dan organisasi/instansi terkait
lainnya di berbagai tingkatan administratif
baik di pusat maupun daerah. Selain itu
perlu melibatkan para tokoh masyarakat,
tokoh agama, dan juga para suami.
4. Perlu advokasi untuk daerah yang belum
mengembangkan kegiatan deteksi dini dan
melakukan kegiatan monitoring yang lebih
intensif ke daerah yang sudah
mengembangkan kegiatan deteksi dini, serta
evaluasi di semua tingkatan administratif secara
berkala dan berkelanjutan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Direktorat Jenderal PP dan PL Kementerian
Kesehatan RI serta Pemerintah Daerah Provinsi
dan Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan
kegiatan deteksi dini kanker payudara dan
kanker leher rahim.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman
Nasional Pengendalian Penyakit Kanker.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2005-2010. Statistik
Morbiditas dan Mortalitas di Rumah Sakit.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman
Penemuan dan Penatalaksanaan Penyakit
Kanker Tertentu di Komunitas. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Riset Kesehatan
Dasar. Jakarta.
International Agency for Research on Cancer
(IARC). 2012. Globocan, Lyon.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman
Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan
Kanker Leher Rahim. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Riset
Kesehatan Dasar. Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 796
Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis
Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker
Leher Rahim.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun
2015.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/2015 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan 2015-2019.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Rasjidi, Imam. 2010. Epidemiologi Kanker pada
Wanita. Jakarta: CV Sagung Seto.
WHO, 2002. National Cancer Control Programmes
Policy and Managerial Guidelines, Geneva.
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 21
Kinerja Jumantik dan Kejadian Demam Berdarah Dengue
di Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2014
Performance of “Jumantik” and Incidence of Dengue Hemorhagic Fever
in Rejang Lebong District, 2014
Rustam Aji
Politeknik Kesehatan Bengkulu
Abstrak
Demam Berdarah (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang penyebarannya sangat cepat dan
seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Salah satu kegiatan dalam pengendalian DBD adalah dengan
melaksanakan program Jumatik, namun keberhasilan dalam menurunkan kejadian DBD sangat ditentukan oleh kinerja
Jumantik. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Rejang Lebong dengan desain cross sectional study. Besar sampel adalah
total populasi, berjumlah 40 responden. Jenis data adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20 responden (50%) berumur di bawah 35 tahun,
sebagian besar (55%) laki-laki, sebagian besar (40%) berpendidikan SMP, sebagian besar (30%) bekerja sebagai pedagang,
dan pada umumnya (82,5%) lama menjadi Jumantik di bawah 1 tahun. Dari Tabel 2 di atas, terlihat bahwa sebanyak 25
Jumantik (62,5%) mempunyai kinerja baik, sedangkan sisanya (37,5%) kurang baik. Hasil analis bivariat menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan antara kinerja Jumantik dan kejadian DBD.
Kata kunci: Kinerja Jumantik, kejadian DBD, Rejang Lebong
Abstract
Dengue Fever (DHF) is an infectious disease caused by the dengue virus is spreading fast and often lead to extraordinary
events (KLB). One of the activities in dengue control is to implement the program Jumatik, but success in reducing the
incidence of dengue is largely determined by the performance of Jumantik. This Peneliltian dilaksnakan in Rejang Lebong
with cross sectional study design. The sample size is the total population, were 40 respondents. This type of data is primary
data obtained through interviews using a questionnaire. The results showed that as many as 20 respondents (50%) aged
under 35 years, the majority (55%) of men, most (40%) junior high school education, the majority (30%) worked as a trader,
and in general ( 82.5%) long been Jumantik under 1 year. From the above Table 2, it appears that as many as 25 Jumantik
(62.5%) had a good performance, while the rest (37.5%) were less good. Analysts bivariate results showed a significant
relationship between performance Jumantik and incidence of dengue.
Keywords: Performance of “ Jumantik”, DHF incidence, Rejang Lebong
Alamat Korespondensi: Rustam Aji, Politeknik Kesehatan
Bengkulu, email: adjieroestamadjie@rocketmail.com
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan
salah satu jenis penyakit menular akut yang
masih menjadi masalah kesehatan baik
individu, keluarga maupun masyarakat. Hal ini
karena penyebarannya yang sangat cepat dan
seringkali menimbulkan kejadian luar biasa
(KLB). Penyakit ini disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti melalui gigitan dan air liurnya,
kemudian virus masuk ke dalam aliran darah,
sehingga menimbulkan DBD (WHO 2004).
Pada awalnya salah satu strategi Kementerian
Kesehatan dalam pengendalian DBD adalah
dengan cara melakukan fogging (pengasapan),
kemudian diperluas dengan menggunakan
larvasida yang ditaburkan ke tempat
penampungan air (TPA). Kedua cara tersebut
ternyata belum menunjukkan hasil yang optimal,
hal ini ditandai dengan makin meningkatnya
jumlah kasus dan penyebaran DBD di Indonesia
(Kemenkes, 2013).
Menyadari hal tersebut, maka dalam
program pengendalian DBD saat ini lebih
mengutamakan pengendalian kepadatan
populasi vektor DBD dengan melakukan
Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN DBD)
dengan cara 3M atau 3M-plus.
Demam Berdarah Dengue di Indonesia
pertama kali dilaporkan di Kota Surabaya dan
DKI Jakarta pada tahun 1968, sedangkan virus
DBD ditemukan tahun 1972. Kemudian DBD
mulai menyebar ke berbagai provinsi di
22 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Indonesia, sehingga tahun 1980 seluruh
provinsi telah terjangkit penyakit ini.
Indonesia merupakan daerah endemis DBD
dengan jumlah kasus sebanyak 117.830 pada
tahun 2008 dan 953 kematian. Tahun 2010
tercatat sebanyak 156.086 kasus, menempati
urutan tertinggi di ASEAN dengan 1.358 kematian.
Pada tahun 2011, jumlah kasus menurun
dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 49.486
kasus dengan 403 kematian (Ditjen PP dan PL,
2012).
Kabupaten Rejang Lebong dengan luas
wilayah 1.515.76 km2 terdiri dari 122 desa dan
34 kelurahan dengan jumlah penduduk 250,608
jiwa dan kepadatan penduduk 165 per km2
(Dinkes Kabupaten Rejang Lebong, 2012).
Berdasarkan Laporan Tahunan Dinas
Kesehatan Provinsi Bengkulu tahun 2012,
jumlah kasus DBD di 4 kabupaten, yaitu sebanyak
157 kasus, berturut- turut terdiri dari 66, 51, 24,
dan 16 di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu
Selatan, 51 Bengkulu Tengah, dan Kepahiang.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Rejang
Lebong tahun 2014, jumlah kasus DBD di
Puskesmas Perumnas Curup, Kabupaten Rejang
Lebong selama 8 tahun sebanyak 324 kasus,
terdiri dari 7 kasus tahun 2006, 52 (2007), 79
(2008), 57 (2009), 16 (2010), 19 (2011), 66
(2012), dan 28 (2013).
Juru Pemantau Jentik (Jumantik) adalah
anggota masyarakat yang secara sukarela memantau
keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di
lingkungannya. Jumlah Jumantik DBD di
desa/kelurahan di 10 Kabupaten/kota di
Provinsi Bengkulu tahun 2012, adalah sebanyak
58 orang, terdiri dari 8 Jumantik di Kabupaten
Muko-Muko, 8 (Kaur), 9 (Bengkulu Utara), 8
(Bengkulu Tengah), 9 (Bengkulu Selatan), 8
(Rejang Lebong), 8 (Seluma), 8 (Lebong), 8
(Kepahiang), dan 8 (Kota Bengkulu) (Dinkes
Provinsi Bengkulu, 2012).
Pada awal dibentuknya Jumantik, mereka
rajin, melakukan pengecekan Tempat
Penampungan Air (TPA) 2 kali per bulan,
membagikan leaflet dan bubuk abate. Bila ada
kasus DBD melapor ke Puskesmas dan Dinas
Kesehatan, dan bersama petugas puskesmas dan
dinas kesehatan melakukan penyemprotan
(fogging).
Namun demikian, masyarakat di Kecamatan
Curup Kota, Curup Tengah, dan Curup Selatan
mengeluhkan kinerja para petugas kader
jumantik yang pernah dilatih, karena tidak
melaksanakan tugasnya sebagaimana
mestinya.
Di lain pihak, jumantik juga mengeluhkan
masalah honor. Pada waktu pelatihan mereka
mendapatkan honor, namun, setelah itu tidak
pernah mereka dapatkan. Pembinaan dan
bimbingan berupa penyegaran dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong tidak
pernah didapatkan lagi, sehingga semangat
untuk bekerja sudah tidak ada. Harapan dari
petugas Jumantik adalah agar pemerintah
daerah menyediakan honor khusus yang
bersumber dari APBD, dan warga masyarakat
dapat menjaga TPA di masing-masing rumah
tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
Tujuan Penelitian ini adalah: 1)Mengetahui
distribusi frekuensi karakteristik responden
yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan dan lama kerja menjadi petugas
kader jumantik; dan 2)Mengetahui hubungan
kinerja kaderJumantik dengan kejadian DBD.
METODE
Desain penelitian adalah cross sectional
study. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten
Rejang Lebong. Pengambilan data dan
pengolahan data dilaksanakan dari bulan April
sampai bulan Desember 2014. Besar sampel
adalah total populasi, yaitu sebanyak 40
Jumantik. Data dikumpulkan dengan melakukan
wawancara pada Jumatik (responden)
menggunakan kuesioner.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis univariat, karakteristik
Jumantik dapat dilihat pada Tabel 1, dan
kinerja jumantik pada Tabel 2.
Tabel 1. Distribusi frekuensi Jumantik menurut
karakteristik di Kabupaten Rejang Lebong tahun
2014
Karakteristik n %
Umur
< 35 tahun 20 50,0
>35 tahun 20 50.0
Jumlah 40 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 22 55,0
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 23
Perempuan 18 45,0
Jumlah 40 100
Pendidikan
SD 6 15,0
SMP 16 40,0
SMA 14 35,0
D.3 2 5,0
S.1 2 5,0
Jumlah 40 100
Pekerjaan
PNS 8 20,0
Swasta 11 27,5
Petani 3 7,5
Tukang 2 5,0
Pedagang 12 30,0
Buruh 4 10,0
Jumlah 40 100
Lama menjadi Jumantik
> 1 tahun 33 82,5
< 1 tahun 7 17,5
Jumlah 40 100
Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui
bahwa karakteristik sebanyak 20 responden
(50%) berumur di bawah 35 tahun, sebagian
besar (55%) laki-laki, sebagian besar (40%)
berpendidikan SMP, sebagian besar (30%)
bekerja sebagai pedagang, dan pada umumnya
(82,5%) lama menjadi Jumantik di bawah 1
tahun.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jumantik menurut kinerja
di Kabupaten Rejang Lebong tahun 2014
Dari Tabel 2 di atas, terlihat bahwa sebanyak
25 Jumantik (62,5%) mempunyai kinerja baik,
sedangkan sisanya (37,5%) kurang baik.
Hasil analis bivariat, menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara kinerja
Jumantik dan kejadian DBD.
KESIMPULAN
1. Setengah dari responden (50%) berumur
dibawah 35 tahun, sebagian besar
responden (55%) laki-laki, sebesar 40%
berpendidikan SMP, 30% bekerja sebagai
pedagang, dan padaumumnya(82,5%)lainnya
menjadi jumantik di bawah 1 tahun.
2. Secara statistik ada hubungan yang signifikan
antara kinerja kader jumantik dan kejadian
DBD.
SARAN
1. Jumantik perlu lebih meningkatkan
kinerjanya, agar kejadian DBD dapat ditekan
serendah mungkin.
2. Perlu diberikan pembinaan dan penyegaran
kepada oleh Dinas Keshatan secara berkala.
3. Bagi peneliti, diharakan dapat melaksankan
penelitian lanjutan dengan metode yang
lebih baik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arta Sapta Rini, Ferry Efendi, Eka Misbahatul M
Has. 2011. Hubungan pemberdayaan ibu
pemantau jentik (Bumantik) dengan indikator
keberhasilan Pemberantasan Sarang Nyamuk
di Kelurahan Wonokromo Surabaya.
Direktorat Jenderal PP dan PL, Kementerian
Kesehatan RI. 2012. Penanggulangan Penyakit
DBD melalui kerjasama dengan kader juru
pemantau jentik. Jakarta.
Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong.
2012. Laporan Tahunan Geografi dan
Kesehatan.
Dinas Kesehatan Propinsi Bengkulu. 2012.
Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi
Bengkulu. Kabid P2M. Bengkulu.
Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong.
2014. Laporan Kepala Bidang Program
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang
Lebong.
Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong.
2013. Laporan Kantor Statistik Kabupaten
Rejang Lebong dalam Profil Kesehatan
Kabupaten Rejang Lebong.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buletin
Jendela Epidemiologi: Demam Berdarah
Kinerja Jumantik n %
Baik 25 62,5
Kurang 15 37,5
Jumlah 40 100
24 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Dengue. Vol 2. Agustus 2010. Pusat Data dan
Surveilans Epidemiologi.
Marista Octaviani Tanjung. 2012. Perilaku Kader
Jumantik Dalam Melaksanakan PSN DBD 3M
Plus di Kelurahan Jomblang Kecamatan
Candisari.
Menurut Sumarmo. 2005. Epidemiologi Lingkungan.
Universitas Gadjah Mada (UGM).
Notoatmodjo. 2009. Konsep Dasar Perilaku dan
Promosi Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi
Penelitian Keperawatan (Pedoman Notoatmodjo.
2009. Konsep Dasar Perilaku dan Promosi
Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi
Penelitian Keperawatan (Pedoman Skripsi,
tesis dan instrumen penelitian keperawatan).
Salemba Medika. Jakarta.
Ni Putu Desi Ary Sandhi. 2013. Pengaruh Faktor
Motivasi Terhadap Kinerja Juru Pemantau
Jentik DalamPelaksanaan PSN Di Kecamatan
Denpasar Selatan.
Rizqi Mubarokah. 2012. Upaya peningkatan
Angka Bebas Jentik DBD melalui pergerakan
juru pemantau jentik (jumantik) di RW I
Kelurahan Danyang Kecamatan Purwodadi
Kabupaten Grobogan.
Sri Suharti, R. 2010. Hubungan Pengetahuan dan
Motivasi dengan Perilaku Kepala Keluarga
dalam Pemberantasan PSN-DBD di Wilayah
Kerja Puskesmas Loa Ipuh Kabupaten Kutai
Karta Negara.
WHO. 2004. Panduan lengkap pencegahan dan
pengendalian dengue dan demam berdarah
dengue. Jakarta: EGC.
Yuristisia, Harinda Wina. 2012. Analisis Implementasi
Kebijakan Pengendalian Demam Berdarah
Dengue pada Kader Juru Pemantau Jentik di
Wilayah Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan
Tembalang Kota Semarang.
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 25
Meta-Analisis Hubungan Kondisi Lingkungan dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue
Meta-Analysis of Environmental Conditions Associated with Dengue Hemorrhagic Fever
Suwito1, Edwin Siswono2
1Subdit Pengendalian Arbovirosis, Direktorat PPBB, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI
2Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Abstrak
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan permasalahan kesehatan, dan telah menyebar di semua kabupaten/kota di
Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan dengan kejadian DBD. Desain
penelitian ini adalah studi literatur menggunakan metode meta-analisis. Sampel diambil dari 27 hasil penelitian metode
kasus kontrol dan lima hasil penelitian metode potong lintang yang dipilih berdasarkan nilai OR. Hasil penelitian
mendapatkan adanya hubungan bermakna antara kondisi tempat penampungan air (OR=2,63; 95% CI=1,79-3,88),
keberadaan jentik metode kasus kontrol (OR=2,96; 95% CI=1,97-4,45), dan keberadaan jentik metode potong lintang
(OR=4,67; 95% CI = 2, 68-8,14) dengan kejadian DBD.
Kata kunci: Meta-analisis, kondisi lingkungan, demam berdarah dengue
Abstract
Dengue hemorrhagic fever is a major health problem in Indonesia. All of areas in Indonesia are at risk of dengue
transmission. The purpose of this study to determine the association between environmental conditions and dengue
hemorrhagic fever. Study design is a literature review using meta-analysis method with the total sample of 27 case-control
studies and five cross sectional random effect model for the summary of OR. The results revealed a significant associatiated
with dengue hemorrhagic fever are container conditions (OR=2.63; 95% CI=1.79-3.88), the presence of mosquito larvae in
the case control (OR=2.96; 95% CI=1.97-4.45), and the presence of larvae in the sectional (OR=4.67; 95% CI=2.68-8.14).
Keywords: Meta-analysis, environmentak conditions, dengue hemorrhagic fever
Alamat korespondensi: Suwito, Subdit Pengendalian
Arbovirosis, Direktorat PPBB, Ditjen PP dan PL,
Kemenkes RI, Jl. Percetakan Negara No.29JakartaPusat,
Hp: 081379729578, e-mail:suwito_enk@yahoo.co.id
PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
penyakit yang ditandai dengan demam tinggi
(mendadak tanpa sebab yang jelas),
manifestasi perdarahan, trombositopeni,
hemokonsentrasi dan disertai dengan atau tanpa
pembesaran hati (hepatomegali)
Penyakit ini pertama kali dikenal di Filipina
pada tahun 1953 (WHO, 2009). Berdasarkan
etiologi, penyakit ini disebabkan oleh virus
dengue serotipe 2, 3, dan 4 yang diisolasi dari
pasien tahun 1956. Dua tahun kemudian, virus
dengue dengan berbagai serotipe diisolasi dari
pasien selama epidemik di Bangkok, Thailand.
Selama kurang lebih tiga dekade, DBD telah
ditemukan di Kamboja, China, India, Indonesia,
Malaysia, Maldives, Myanmar, Singapura, Sri
Lanka, Vietnam, dan beberapa kepulauan di
Pasifik (Shepard dkk, 2013).
Di Indonesia, kasus DBD pertama kali
ditemukan di Surabaya dan DKI Jakarta pada
tahun 1968, kemudian mulai menyebar ke
beberapa provinsi di Indonesia. Pada tahun
2004, jumlah kabupaten/ kota terjangkit DBD
sebanyak 334, tahun 2014 meningkat menjadi
511 kabupaten/kota. Tahun 1968 Insidence
Rate (IR) DBD dilaporkan sebesar 0,05 per
100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate
(CFR) sebesar 41,3%, sedangkan tahun 2007
dan 2014, IR sebesar 71,18 dan 39,62 per
100.000 penduduk, dengan CFR 1,00% dan
0,09% (Kemenkes RI, 2015).
Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan
bahwa secara statistik faktor lingkungan
memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian DBD. Pemasangan kawat kassa pada
ventilasi misalnya dapat menekan risiko
gigitan nyamuk penular DBD. Studi di Kota
Bandar Lampung pada tahun 2012
menunjukkan bahwa risiko terkena DBD orang
yang tinggal di rumah yang tidak dipasang
kawat kassa, 4,75 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan orang yang tinggal di
26 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
rumah yang dipasang kawat kassa. (Tamza,
2013).
Kondisi tempat penampungan air atau
kontainer yang ada di rumah merupakan salah
satu faktor risiko kejadian DBD. Penelitian
yang dilakukan di Kota Medan, Sumatera Utara
menunjukkan bahwa risiko terjangkit DBD
pada kondisi tempat penampungan air yang
terbuka atau tidak baik 2,9 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan kondisi tempat
penampungan air yang tertutup atau baik
(Nurmaida, 2003).
Salah satu faktor lingkungan lainnya yang
memiliki pengaruh terhadap kejadian DBD
adalah keberadaan jentik nyamuk pada tempat
penampungan air atau kontainer. Hal ini dapat
terlihat dari studi yang dilakukan di Kota
Kendari, Sulawesi Tenggara pada tahun 2011
bahwa pada tempat penampung air yang
terdapat jentik di dalamnya, risiko
terjangkitnya DBD 3,17 kali lebih besar
dibandingkan dengan tempat penampungan air
yang tidak terdapat jentik (Mulyawan, 2011).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan kondisi lingkungan (pemasangan
kawat kassa ventilasi, keberadaan jentik
nyamuk dan kondisi tempat penampungan air
(TPA) dengan kejadian DBD.
METODE
Penelitian ini merupakan review literature
dengan metode meta-analisis yang merupakan
analisis terhadap studi-studi sebelumnya
dengan melakukan penelusuran dan analisis
ilmiah secara sistematis, dengan kaidah statistik
yang terstruktur, serta menarik kesimpulan
melalui nilai penggabungan ukuran efek studi.
Penelitian yang diikutsertakan pada meta-
analisis ini adalah desain studi case control dan
cross sectional pada penelitian epidemiologi.
Variabel independen yang digunakan dalam
penelitian ini faktor risiko DBD berupa
karakteristik individu dan kondisi lingkungan
dengan variabel dependen adalah kejadian
DBD. Data yang digunakan merupakan data
tersier yang berasal dari penelitian yang telah
dipublikasikan melalui mesin pencari Google
Scholar dan database Perpustakaan FKM UI.
Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian yang digunakan dalam meta-
analisis ini merupakan laporan dari penelitian
yang dilakukan di Indonesia. Studi ini
dilaksanakan dengan melakukan pencarian
artikel pada database jurnal nasional yang
ditemukan melalui mesin pencari Google
Scholar dan koleksi skripsi dan tesis di
Perpustakaan FKM UI. Langkah identifikasi
hingga analisis dilakukan pada bulan Mei-Juni
2015.
Populasi dan sampel penelitian
Populasi dalam penelitian ini merupakan
seluruh penelitian yang telah terpublikasi di
jurnal nasional dan dapat diakses melalui
internet terutama dalam bentuk jurnal full-text
dan juga database penelitian mahasiswa FKM
UI. Sedangkan sampel penelitian adalah studi
terpilih yang sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi. Proses penentuan jumlah dan
pemilihan sampel penelitian dimulai dari
identifikasi (identification), penyaringan (screening),
pemenuhan syarat (eligibilty) hingga
ditentukan jurnal yang akan dimasukkan
kedalam meta-analisis (inklusi studi).
Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan instrumen abstraksi yang
dianalisis menggunakan software STATA 12.0.
Instrumen penelitian mencakup karakteristik
masing-masing penelitian seperti nama
peneliti, tahun publikasi, lokasi penelitian,
waktu penelitian, desain studi, usia subjek
penelitian, jumlah sampel, nilai asosiasi (OR
dengan 95% CI). Selengkapnya bentuk instrumen
penelitian dapat dilihat pada bagian lampiran.
Analisis data
Analisis data yang digunakan pada penelitian
ini adalah uji heterogenitas, uji bias publikasi,
dan odds ratio gabungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungankondisitempatpenampungan air dan
kejadian DBD pada penelitian case control
Hasil uji statistik odds ratio gabungan pada
model random effect, terdapat hubungan yang
signifikan antara faktor tempat penampungan
air dan kejadian DBD. Hal ini sejalan dengan
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 27
penilaian risiko, bahwa lingkungan yang
memiliki tempat penampungan air dengan
kondisi terbuka memiliki risiko 2,63 kali lebih
tinggi untuk terkena penyakit demam berdarah
dengue dibandingkan dengan tempat
penampungan air dengan kondisi tertutup.
(95% CI; 1,79-3,88) (Gambar 1).
Gambar 1. Forest plot hubungan tempat penampungan
air dan kejadian DBD pada penelitian case control
Hubungan keberadaan jentik nyamuk dan
kejadian DBD pada penelitian case control
Hasil uji statistik odds ratio gabungan pada
model random effect, terdapat hubungan yang
signifikan antara faktor keberadaan jentik
nyamuk dan DBD. Hal ini sejalan dengan
penilaian risiko, bahwa lingkungan rumah yang
ditemukan jentik nyamuk memiliki risiko 2,96
kali lebih tinggi untuk terkena penyakit demam
berdarahdenguedibandingkan dengan lingkungan
rumah yang tidak ditemukan jentik nyamuk.
(95% CI; 1,97-4,45) (Gambar 2).
Gambar 2. Forest plot hubungan keberadaan jentik
nyamuk dengan dan kejadian DBD pada penelitian
case control
Hubungankondisitempatpenampungan air dan
kejadian DBD pada penelitian cross
sectional
Hasil uji statistik odds ratio gabungan pada
model random effect tidak ada hubungan yang
signifikan antara faktor kondisi tempat
penampungan air dan kejadian DBD (95% CI;
0,64-1,81) (Gambar 3).
Gambar 3. Forest plot hubungan kondisi tempat
penampungan air dan kejadaian DBD pada
penelitian cross sectional
Hubungan keberadaan jentik nyamuk dan
kejadian DBD pada penelitian cross
sectional
Hasil uji statistik odds ratio gabungan pada
model random effect, terdapat hubungan yang
signifikan antara faktor keberadaan jentik
nyamuk dan kejadian DBD. Hasil penilaian
risiko juga menunjukkan terdapat adanya
perbedaan, yaitu kondisi tempat penampungan
air yang terdapat jentik memiliki risiko 4,67
kali lebih tinggi untuk terkena penyakit demam
berdarah dengue dibandingkan dengan kondisi
tempat penampungan air tidak terdapat jentik.
(95% CI; 2,68 - 8,14) (Gambar 4)
Gambar 4. Forest plot hubungan keberadaan jentik
nyamuk dengan kejadian DBD pada penelitian cross
sectional
28 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
KESIMPULAN
1. Hasil meta-analsis kondisi yang
menunjukkan hubungan yang signifikan
dengan kejadian DBD pada penelitian case
control, yaitu kondisi tempat penampungan
air terbuka memiliki risiko 2,63 kali lebih
tinggi terkena DBD dan keberadaan jentik
memiliki risiko DBD 2,96 kali lebih tinggi.
2. Hasil meta-analsis kondisi yang
menunjukkan hubungan yang signifikan
dengan kejadian DBD pada penelitian cross
sectional, yaitu keberadaan jentik memiliki
risiko DBD 4,67 kali lebih tinggi.
SARAN
Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
merupakan alternatif terbaik untuk menjaga
tempat penampungan air supaya tetap tertutup
dan selalu dikuras setiap minggu, sehingga
bebas dari jentik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia serta kasubdit dan staf Subdit
Arbovirosis, Direktorat PPBB.
DAFTAR PUSTAKA
Anker M and Arima Y. 2011. Male-female
differences in the number of reported incident
dengue fever cases in six Asian
countries. Western Pacific Surveillance and
Response Journal, 2(2):17-23.
doi:10.5365/wpsar.2011.2.1.002
Begg, Colin B & Jesse A. 1998. Publication bias:
A problem in interpreting medical data.
Journal of
Royal Statistical Society A; 151(3): 419-463
Bhatt S, Gething PW, Brady OJ, Messina JP,
Farlow AW, Moyes CL et.al. 2013. The global
distribution and burden of dengue.
Nature;496:504-507.
Brady OJ, Gething PW, Bhatt S, Messina JP,
Brownstein JS, Hoen AG et al. 2012. Refining
the global spatial limits of dengue virus
transmission by evidence-based consensus.
PLoS Negl Trop Dis. 2012 ;6:e1760.
doi:10.1371/journal.pntd. 0001760.
Cendrawirda. 2008. Hubungan Faktor Individu
Anak, Faktor Sosio Demografi Keluarga, dan
Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue Pada Anak di Kota
Tembilahan Kabupaten Indra Giri Hilir
Provinsi Riau Tahun 2008. Tesis Program
Pascasarjana Program Studi Epidemiologi
Komunitas, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Hajar, Siti. 2013. Hubungan Pemberantasan
Sarang Nyamuk DBD (PSN-DBD) Dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue di
Wilayah Kerja Puskesmas Watampone
Kabupaten Bone Sulawesi Selatan Tahun 2013.
Tesis Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan
MasyarakatUniversitasIndonesia
Hasyimi. 2011. Hubungan Tempat
Penampungan Air dan Faktor Lainnya
dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
(DBD) di Provinsi DKI Jakarta Dan Bali.
Media Litbang Kesehatan Vol 21 Nomor 2
Tahun 2011
Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela
Epidemiologi: Topik Utama Demam
Berdarah Dengue. Vol. 2. Jakarta
Mulyawan, I Kadek. 2011. Pola Sebaran dan
Faktor Risiko Kejadian DBD di Kota Kendari
Tahun 2010. Tesis: Program Pascasarjana
Program Studi IKM Universitas Gadjah
Mada
Nurmaida. 2012. Hubungan Jarak Penangkaran
Walet dan Faktor Risiko Lainnya dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kota
Medan Tahun 2013. Tesis Program
Pascasarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Purwanto. 2013. Hubungan Kondisi Kesehatan
Lingkungan Rumah dan Perilaku
Pencegahan DBD dengan Kejadian Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) di 3
Kecamatan Endemis DBD Kabupaten
Karawangan Tahun 2012. Tesis Program
Pascasarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Salawati. 2010. Kejadian Demam Berdarah
Dengue Berdasarkan Faktor Lingkungan dan
Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk di
Wilayah Puskesmas Srondol Kecamatan
Banyumanik Kota Semarang Tahun 2010.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia Vol
6 No 2 Tahun 2010
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 29
Sandra. 2010. Hubungan Karakteristik Individu
dan Kondisi Tempat Penampungan Air (TPA)
dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
di Kelurahan Pabuaran Kecamatan Cibinong
Tahun 2010. Skripsi FKM UI, Depok.
Shepard DS, Undurraga EA, Halasa YA. 2013.
Economic and Disease Burden of Dengue in
Southeast Asia. PLoS Negl Trop Dis 7(2):
e2055. doi:10.1371/journal.pntd.0002055
Sibe. 2009. Faktor Risiko Kejadian Demam
Berdarah Dengue di Kecamatan Tempe
Kabupaten Wajo 2009. Jurnal MKMI Vol 6
No.4 Oktober 2010
Sitio, Andi. 2005. Hubungan Perilaku Tentang
Pemberantasan Sarang Nyamuk dan
Kebiasaan Keluarga dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue di Kecamatan
Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2008.
TesisPascasarjana FKMUNDIP
Subagia. 2012. Lingkungan Dalam Rumah,
Mobilitas dan Riwayat Kontak sebagai
Determinan Kejadian Demam Berdarah
Dengue di Denpasar Tahun 2012. Repository
UNUD, Bali
Superiyatna, Herra. 2011. Hubungan Faktor
Risiko Dengan Kejadian DBD di Kabupaten
Cirebon Tahun 2011. Tesis Program
Pascasarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Surya. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
di Kelurahan Abianse Kecamatan Mengwi
Kabupaten Badung Tahun 2012. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Vol 4, No. 2 November
2014
Suryani. 2011. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan
Lubang Buaya Kecamatan Cipayung, Jakarta
Timur Tahun 2010-Maret 2011. Skripsi FKM
UI, Depok.
Susanto, R. Heru. 2007. Systematic Review Hasil
Penelitian Kesehatan Masyarakat Tentang
Dampak Program Pencegahan dan
Pemberantasan Demam Berdarah Dengue
terhadap Insiden Demam Berdarah Dengue.
Tesis FKM UI, Depok.
Tamza, Gema. (2013). Hubungan Faktor
Lingkungan dan Perilaku Dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah
Kelurahan Perumnas Way Halim Kota
Bandar Lampung. Jurnal Kesehatan
Masyarakat 2013, Volume 2, Nomor 2, April
2013.
Usman, Sarip. 2002. Faktor Risiko yang
Berhubungan Dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue di Kota Bandar Lampung
Tahun 2002. Tesis Pascasarjana FKM UI,
Depok.
Wita, Refni. 2014. Faktor Risiko Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Kelurahan Pondok Kelapa, Kecamatan Duren
Sawit, Jakarat Timur Tahun 2014. Skripsi
FKM UI, Depok
WHO. 2009. Dengue guidelines for diagnosis,
treatment, prevention, and control new
edition. World Health Organization
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015
Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang Kesehatan
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang KesehatanPermenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang Kesehatan
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang KesehatanMuh Saleh
 
Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional
Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat RasionalPemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional
Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat RasionalErie Gusnellyanti
 
Mi 1 7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmas
Mi 1   7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmasMi 1   7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmas
Mi 1 7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmasLinaNadhilah2
 
Perhitungan indikator por 2019
Perhitungan indikator por 2019 Perhitungan indikator por 2019
Perhitungan indikator por 2019 Sugiyantiyanti2
 
Makalah konstipasi
Makalah konstipasiMakalah konstipasi
Makalah konstipasiGiesella24
 
Ppt Tanaman Obat Keluarga ( TOGA)
Ppt Tanaman Obat Keluarga ( TOGA)Ppt Tanaman Obat Keluarga ( TOGA)
Ppt Tanaman Obat Keluarga ( TOGA)Graita Angesty
 
Pengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrak
Pengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrakPengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrak
Pengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrakCTie Lupy
 
Pedoman penyusunan formularium rs
Pedoman penyusunan formularium rsPedoman penyusunan formularium rs
Pedoman penyusunan formularium rsHenry Nobito
 
MATERI PENYULUHAN PHBS (PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT) DI SEKOLAH DASAR
MATERI PENYULUHAN PHBS (PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT) DI SEKOLAH DASAR MATERI PENYULUHAN PHBS (PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT) DI SEKOLAH DASAR
MATERI PENYULUHAN PHBS (PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT) DI SEKOLAH DASAR Dayu Agung Dewi Sawitri
 
Prinsip prinsip etika keperawatan
Prinsip prinsip etika keperawatanPrinsip prinsip etika keperawatan
Prinsip prinsip etika keperawatanHiiendry Pangestu
 
Kesehatan Reproduksi PPT (Materi PMR)
Kesehatan Reproduksi PPT (Materi PMR)Kesehatan Reproduksi PPT (Materi PMR)
Kesehatan Reproduksi PPT (Materi PMR)Andhika Pratama
 
Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker Surya Amal
 

Was ist angesagt? (20)

Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang Kesehatan
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang KesehatanPermenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang Kesehatan
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang Kesehatan
 
Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional
Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat RasionalPemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional
Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional
 
Jenis jenis obat paten (1)
Jenis jenis obat paten (1)Jenis jenis obat paten (1)
Jenis jenis obat paten (1)
 
Mi 1 7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmas
Mi 1   7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmasMi 1   7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmas
Mi 1 7. pencatatan, pelaporan, pengarsipan pengelolaan obat di puskesmas
 
Perhitungan indikator por 2019
Perhitungan indikator por 2019 Perhitungan indikator por 2019
Perhitungan indikator por 2019
 
Farmakologi
Farmakologi Farmakologi
Farmakologi
 
Makalah konstipasi
Makalah konstipasiMakalah konstipasi
Makalah konstipasi
 
Ppt Tanaman Obat Keluarga ( TOGA)
Ppt Tanaman Obat Keluarga ( TOGA)Ppt Tanaman Obat Keluarga ( TOGA)
Ppt Tanaman Obat Keluarga ( TOGA)
 
Pengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrak
Pengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrakPengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrak
Pengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrak
 
Pedoman penyusunan formularium rs
Pedoman penyusunan formularium rsPedoman penyusunan formularium rs
Pedoman penyusunan formularium rs
 
Poa ria
Poa riaPoa ria
Poa ria
 
Contoh Format lembaran rm
Contoh Format lembaran rmContoh Format lembaran rm
Contoh Format lembaran rm
 
Obat saluran pencernaan
Obat saluran pencernaanObat saluran pencernaan
Obat saluran pencernaan
 
5. proses skoring kep. keluarga
5. proses skoring kep. keluarga5. proses skoring kep. keluarga
5. proses skoring kep. keluarga
 
MATERI PENYULUHAN PHBS (PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT) DI SEKOLAH DASAR
MATERI PENYULUHAN PHBS (PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT) DI SEKOLAH DASAR MATERI PENYULUHAN PHBS (PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT) DI SEKOLAH DASAR
MATERI PENYULUHAN PHBS (PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT) DI SEKOLAH DASAR
 
Prinsip prinsip etika keperawatan
Prinsip prinsip etika keperawatanPrinsip prinsip etika keperawatan
Prinsip prinsip etika keperawatan
 
Kesehatan Reproduksi PPT (Materi PMR)
Kesehatan Reproduksi PPT (Materi PMR)Kesehatan Reproduksi PPT (Materi PMR)
Kesehatan Reproduksi PPT (Materi PMR)
 
Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker
 
Manajemen Pengadaan Obat di rumah sakit
Manajemen Pengadaan Obat di rumah sakitManajemen Pengadaan Obat di rumah sakit
Manajemen Pengadaan Obat di rumah sakit
 
Sp isolasi sosial
Sp isolasi sosialSp isolasi sosial
Sp isolasi sosial
 

Andere mochten auch

Buku informasi pp pl 2013
Buku informasi pp pl 2013Buku informasi pp pl 2013
Buku informasi pp pl 2013Ditjen P2P
 
Jurnal Ditjen PP dan PL Tahun 2014
Jurnal Ditjen PP dan PL Tahun 2014Jurnal Ditjen PP dan PL Tahun 2014
Jurnal Ditjen PP dan PL Tahun 2014Ditjen P2P Kemenkes
 
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2013
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun  2013Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun  2013
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2013humasditjenppdanpl
 
NEWS LETTER DITJEN P2P EDISI I TAHUN 2016
NEWS LETTER DITJEN P2P EDISI I TAHUN 2016NEWS LETTER DITJEN P2P EDISI I TAHUN 2016
NEWS LETTER DITJEN P2P EDISI I TAHUN 2016Ditjen P2P Kemenkes
 
Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2013
Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2013 Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2013
Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2013 Ditjen P2P
 
WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI IV TAHUN 2015
WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI IV TAHUN 2015WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI IV TAHUN 2015
WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI IV TAHUN 2015Ditjen P2P Kemenkes
 
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011humasditjenppdanpl
 
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012humasditjenppdanpl
 
WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI III TAHUN 2015
WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI III TAHUN 2015WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI III TAHUN 2015
WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI III TAHUN 2015Ditjen P2P Kemenkes
 
Laporan Evaluasi Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015
Laporan Evaluasi Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015Laporan Evaluasi Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015
Laporan Evaluasi Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015Ditjen P2P
 
Profil UPT (Unit Pelaksana Teknis) Ditjen PP dan PL 2013 v2
Profil UPT (Unit Pelaksana Teknis) Ditjen PP dan PL 2013 v2Profil UPT (Unit Pelaksana Teknis) Ditjen PP dan PL 2013 v2
Profil UPT (Unit Pelaksana Teknis) Ditjen PP dan PL 2013 v2Ditjen P2P
 
Pencapaian Indikator Pemantauan Janji Presiden
Pencapaian Indikator Pemantauan Janji PresidenPencapaian Indikator Pemantauan Janji Presiden
Pencapaian Indikator Pemantauan Janji PresidenDitjen P2P
 
News Letter Ditjen PP dan PL Edisi IV Tahun 2015
News Letter Ditjen PP dan PL  Edisi IV Tahun 2015News Letter Ditjen PP dan PL  Edisi IV Tahun 2015
News Letter Ditjen PP dan PL Edisi IV Tahun 2015Ditjen P2P Kemenkes
 
News Letter Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2015
News Letter Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2015 News Letter Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2015
News Letter Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2015 Ditjen P2P Kemenkes
 

Andere mochten auch (20)

Profil PP dan PL Tahun 2014
Profil PP dan PL Tahun 2014Profil PP dan PL Tahun 2014
Profil PP dan PL Tahun 2014
 
Buku informasi pp pl 2013
Buku informasi pp pl 2013Buku informasi pp pl 2013
Buku informasi pp pl 2013
 
Jurnal Ditjen PP dan PL Tahun 2014
Jurnal Ditjen PP dan PL Tahun 2014Jurnal Ditjen PP dan PL Tahun 2014
Jurnal Ditjen PP dan PL Tahun 2014
 
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2013
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun  2013Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun  2013
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2013
 
NEWS LETTER DITJEN P2P EDISI I TAHUN 2016
NEWS LETTER DITJEN P2P EDISI I TAHUN 2016NEWS LETTER DITJEN P2P EDISI I TAHUN 2016
NEWS LETTER DITJEN P2P EDISI I TAHUN 2016
 
Renstra 2015-2019
Renstra 2015-2019Renstra 2015-2019
Renstra 2015-2019
 
Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2013
Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2013 Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2013
Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2013
 
WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI IV TAHUN 2015
WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI IV TAHUN 2015WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI IV TAHUN 2015
WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI IV TAHUN 2015
 
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2011
 
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012
Jurnal Ditjen PP dan PL Kemenkes RI Tahun 2012
 
WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI III TAHUN 2015
WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI III TAHUN 2015WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI III TAHUN 2015
WARTA DITJEN PP DAN PL EDISI III TAHUN 2015
 
Newsletter Edisi 4 Tahun 2016
Newsletter Edisi 4 Tahun 2016Newsletter Edisi 4 Tahun 2016
Newsletter Edisi 4 Tahun 2016
 
Newsletter edisi 3 tahun 2016
Newsletter edisi 3 tahun 2016Newsletter edisi 3 tahun 2016
Newsletter edisi 3 tahun 2016
 
Renja 2016-ppp
Renja 2016-pppRenja 2016-ppp
Renja 2016-ppp
 
Newsletter Edisi 2 Tahun 2016
Newsletter Edisi 2 Tahun 2016Newsletter Edisi 2 Tahun 2016
Newsletter Edisi 2 Tahun 2016
 
Laporan Evaluasi Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015
Laporan Evaluasi Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015Laporan Evaluasi Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015
Laporan Evaluasi Kinerja Ditjen PP dan PL Tahun 2015
 
Profil UPT (Unit Pelaksana Teknis) Ditjen PP dan PL 2013 v2
Profil UPT (Unit Pelaksana Teknis) Ditjen PP dan PL 2013 v2Profil UPT (Unit Pelaksana Teknis) Ditjen PP dan PL 2013 v2
Profil UPT (Unit Pelaksana Teknis) Ditjen PP dan PL 2013 v2
 
Pencapaian Indikator Pemantauan Janji Presiden
Pencapaian Indikator Pemantauan Janji PresidenPencapaian Indikator Pemantauan Janji Presiden
Pencapaian Indikator Pemantauan Janji Presiden
 
News Letter Ditjen PP dan PL Edisi IV Tahun 2015
News Letter Ditjen PP dan PL  Edisi IV Tahun 2015News Letter Ditjen PP dan PL  Edisi IV Tahun 2015
News Letter Ditjen PP dan PL Edisi IV Tahun 2015
 
News Letter Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2015
News Letter Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2015 News Letter Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2015
News Letter Ditjen PP dan PL Edisi I Tahun 2015
 

Ähnlich wie Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015

MENGETAHUI HUBUNGAN PENYAKIT DERMATITIS DENGAN PERTAMBANGAN BATUBARA DI KECAM...
MENGETAHUI HUBUNGAN PENYAKIT DERMATITIS DENGAN PERTAMBANGAN BATUBARA DI KECAM...MENGETAHUI HUBUNGAN PENYAKIT DERMATITIS DENGAN PERTAMBANGAN BATUBARA DI KECAM...
MENGETAHUI HUBUNGAN PENYAKIT DERMATITIS DENGAN PERTAMBANGAN BATUBARA DI KECAM...laskarenviro12
 
Usulan program kreativitas mahasiswa proposal tugas bi hari senin
Usulan program kreativitas mahasiswa proposal tugas bi hari seninUsulan program kreativitas mahasiswa proposal tugas bi hari senin
Usulan program kreativitas mahasiswa proposal tugas bi hari seninady agung syah putra
 
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGANTUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGANDiah Octarinie
 
Degradable Magnetic Composites for Minimally Invasive Interventions: Device F...
Degradable Magnetic Composites for Minimally Invasive Interventions: Device F...Degradable Magnetic Composites for Minimally Invasive Interventions: Device F...
Degradable Magnetic Composites for Minimally Invasive Interventions: Device F...Maulana Sakti
 
01 Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas.pptx
01 Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas.pptx01 Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas.pptx
01 Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas.pptxHIMPUNANAHLIKESEHATA
 
JAB FUNG KESEHATAN 2016.SAMPANG.ppt
JAB FUNG KESEHATAN  2016.SAMPANG.pptJAB FUNG KESEHATAN  2016.SAMPANG.ppt
JAB FUNG KESEHATAN 2016.SAMPANG.pptKasijaniSunarno
 
371834604-Manajemen-k3-Di-Puskesmas-Budiman.ppt
371834604-Manajemen-k3-Di-Puskesmas-Budiman.ppt371834604-Manajemen-k3-Di-Puskesmas-Budiman.ppt
371834604-Manajemen-k3-Di-Puskesmas-Budiman.pptMiniTriyuliani1
 
Soda pdf converted-1-00_kebijakan pktd stbm plus_dir kesling_nk.ppt_8_2 (1) (1)
Soda pdf converted-1-00_kebijakan pktd stbm plus_dir kesling_nk.ppt_8_2 (1) (1)Soda pdf converted-1-00_kebijakan pktd stbm plus_dir kesling_nk.ppt_8_2 (1) (1)
Soda pdf converted-1-00_kebijakan pktd stbm plus_dir kesling_nk.ppt_8_2 (1) (1)aura mushaddaq
 
1 ALUR TERJADI KECELAKAAN KERJA.pptx
1 ALUR TERJADI KECELAKAAN KERJA.pptx1 ALUR TERJADI KECELAKAAN KERJA.pptx
1 ALUR TERJADI KECELAKAAN KERJA.pptxRATNA60364
 
Kelas a 21080112140020 pt. combiphar bandung
Kelas a 21080112140020 pt. combiphar bandungKelas a 21080112140020 pt. combiphar bandung
Kelas a 21080112140020 pt. combiphar bandungElfebri Pasca
 
Makalah Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Singaraja
Makalah Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum SingarajaMakalah Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Singaraja
Makalah Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum SingarajaLaksmi_Perwira
 
DAMPAK LINGKUNGAN DI RUMAH SAKIT
DAMPAK LINGKUNGAN DI RUMAH SAKITDAMPAK LINGKUNGAN DI RUMAH SAKIT
DAMPAK LINGKUNGAN DI RUMAH SAKITriri_hermana
 
pedoman Juknis_1_Rumah_1_Jumantik.pptx
pedoman Juknis_1_Rumah_1_Jumantik.pptxpedoman Juknis_1_Rumah_1_Jumantik.pptx
pedoman Juknis_1_Rumah_1_Jumantik.pptxLevensverhaalAbin
 
Evaluasi Kinerja Tarik Traktor Tangan Dengan Bahan Bakar Minyak Kelapa Murni
Evaluasi Kinerja Tarik Traktor Tangan Dengan Bahan Bakar Minyak Kelapa MurniEvaluasi Kinerja Tarik Traktor Tangan Dengan Bahan Bakar Minyak Kelapa Murni
Evaluasi Kinerja Tarik Traktor Tangan Dengan Bahan Bakar Minyak Kelapa MurniRepository Ipb
 
Teknologi dan lingkungan
Teknologi dan lingkunganTeknologi dan lingkungan
Teknologi dan lingkunganMuhammad Subhan
 

Ähnlich wie Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015 (20)

4292.pdf
4292.pdf4292.pdf
4292.pdf
 
MENGETAHUI HUBUNGAN PENYAKIT DERMATITIS DENGAN PERTAMBANGAN BATUBARA DI KECAM...
MENGETAHUI HUBUNGAN PENYAKIT DERMATITIS DENGAN PERTAMBANGAN BATUBARA DI KECAM...MENGETAHUI HUBUNGAN PENYAKIT DERMATITIS DENGAN PERTAMBANGAN BATUBARA DI KECAM...
MENGETAHUI HUBUNGAN PENYAKIT DERMATITIS DENGAN PERTAMBANGAN BATUBARA DI KECAM...
 
Usulan program kreativitas mahasiswa proposal tugas bi hari senin
Usulan program kreativitas mahasiswa proposal tugas bi hari seninUsulan program kreativitas mahasiswa proposal tugas bi hari senin
Usulan program kreativitas mahasiswa proposal tugas bi hari senin
 
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGANTUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
 
Degradable Magnetic Composites for Minimally Invasive Interventions: Device F...
Degradable Magnetic Composites for Minimally Invasive Interventions: Device F...Degradable Magnetic Composites for Minimally Invasive Interventions: Device F...
Degradable Magnetic Composites for Minimally Invasive Interventions: Device F...
 
Skripsi kelompok 3 epidemiologi
Skripsi kelompok 3 epidemiologiSkripsi kelompok 3 epidemiologi
Skripsi kelompok 3 epidemiologi
 
01 Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas.pptx
01 Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas.pptx01 Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas.pptx
01 Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas.pptx
 
JAB FUNG KESEHATAN 2016.SAMPANG.ppt
JAB FUNG KESEHATAN  2016.SAMPANG.pptJAB FUNG KESEHATAN  2016.SAMPANG.ppt
JAB FUNG KESEHATAN 2016.SAMPANG.ppt
 
Tugas besar ekotoksikologi bandara
Tugas besar ekotoksikologi bandaraTugas besar ekotoksikologi bandara
Tugas besar ekotoksikologi bandara
 
371834604-Manajemen-k3-Di-Puskesmas-Budiman.ppt
371834604-Manajemen-k3-Di-Puskesmas-Budiman.ppt371834604-Manajemen-k3-Di-Puskesmas-Budiman.ppt
371834604-Manajemen-k3-Di-Puskesmas-Budiman.ppt
 
Soda pdf converted-1-00_kebijakan pktd stbm plus_dir kesling_nk.ppt_8_2 (1) (1)
Soda pdf converted-1-00_kebijakan pktd stbm plus_dir kesling_nk.ppt_8_2 (1) (1)Soda pdf converted-1-00_kebijakan pktd stbm plus_dir kesling_nk.ppt_8_2 (1) (1)
Soda pdf converted-1-00_kebijakan pktd stbm plus_dir kesling_nk.ppt_8_2 (1) (1)
 
1 ALUR TERJADI KECELAKAAN KERJA.pptx
1 ALUR TERJADI KECELAKAAN KERJA.pptx1 ALUR TERJADI KECELAKAAN KERJA.pptx
1 ALUR TERJADI KECELAKAAN KERJA.pptx
 
Kelas a 21080112140020 pt. combiphar bandung
Kelas a 21080112140020 pt. combiphar bandungKelas a 21080112140020 pt. combiphar bandung
Kelas a 21080112140020 pt. combiphar bandung
 
Menkes 876 2001
Menkes 876 2001Menkes 876 2001
Menkes 876 2001
 
Makalah Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Singaraja
Makalah Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum SingarajaMakalah Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Singaraja
Makalah Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Umum Singaraja
 
DAMPAK LINGKUNGAN DI RUMAH SAKIT
DAMPAK LINGKUNGAN DI RUMAH SAKITDAMPAK LINGKUNGAN DI RUMAH SAKIT
DAMPAK LINGKUNGAN DI RUMAH SAKIT
 
pedoman Juknis_1_Rumah_1_Jumantik.pptx
pedoman Juknis_1_Rumah_1_Jumantik.pptxpedoman Juknis_1_Rumah_1_Jumantik.pptx
pedoman Juknis_1_Rumah_1_Jumantik.pptx
 
Evaluasi Kinerja Tarik Traktor Tangan Dengan Bahan Bakar Minyak Kelapa Murni
Evaluasi Kinerja Tarik Traktor Tangan Dengan Bahan Bakar Minyak Kelapa MurniEvaluasi Kinerja Tarik Traktor Tangan Dengan Bahan Bakar Minyak Kelapa Murni
Evaluasi Kinerja Tarik Traktor Tangan Dengan Bahan Bakar Minyak Kelapa Murni
 
Teknologi dan lingkungan
Teknologi dan lingkunganTeknologi dan lingkungan
Teknologi dan lingkungan
 
Pengantar teknik kimia
Pengantar teknik kimiaPengantar teknik kimia
Pengantar teknik kimia
 

Mehr von Ditjen P2P Kemenkes

WARTA DITJEN P2P EDISI XIII TAHUN 2020
WARTA DITJEN P2P EDISI XIII TAHUN 2020WARTA DITJEN P2P EDISI XIII TAHUN 2020
WARTA DITJEN P2P EDISI XIII TAHUN 2020Ditjen P2P Kemenkes
 
Newletter DItjen P2P Edisi II Tahun 2020
Newletter DItjen P2P Edisi II Tahun 2020Newletter DItjen P2P Edisi II Tahun 2020
Newletter DItjen P2P Edisi II Tahun 2020Ditjen P2P Kemenkes
 
Newsletter Ditjen P2P Edisi I Tahun 2020
Newsletter Ditjen P2P Edisi I Tahun 2020Newsletter Ditjen P2P Edisi I Tahun 2020
Newsletter Ditjen P2P Edisi I Tahun 2020Ditjen P2P Kemenkes
 
Buletin Surveilans PD3I & Imunisasi Edisi 2 Juli 2020
Buletin Surveilans PD3I & Imunisasi Edisi 2 Juli 2020Buletin Surveilans PD3I & Imunisasi Edisi 2 Juli 2020
Buletin Surveilans PD3I & Imunisasi Edisi 2 Juli 2020Ditjen P2P Kemenkes
 
Buletin Surveilans & Imunisasi Edisi I Maret 2020
Buletin Surveilans & Imunisasi  Edisi I Maret 2020Buletin Surveilans & Imunisasi  Edisi I Maret 2020
Buletin Surveilans & Imunisasi Edisi I Maret 2020Ditjen P2P Kemenkes
 
WARTA DITJEN P2P EDISI XII TAHUN 2019
WARTA DITJEN P2P EDISI XII TAHUN 2019WARTA DITJEN P2P EDISI XII TAHUN 2019
WARTA DITJEN P2P EDISI XII TAHUN 2019Ditjen P2P Kemenkes
 
WARTA DITJEN P2P EDISI XI TAHUN 2019
WARTA DITJEN P2P EDISI XI TAHUN 2019WARTA DITJEN P2P EDISI XI TAHUN 2019
WARTA DITJEN P2P EDISI XI TAHUN 2019Ditjen P2P Kemenkes
 
NEWSLETTER DITJEN P2P KEMENKES RI EDISI IV TAHUN 2017
NEWSLETTER DITJEN P2P KEMENKES RI EDISI IV TAHUN 2017NEWSLETTER DITJEN P2P KEMENKES RI EDISI IV TAHUN 2017
NEWSLETTER DITJEN P2P KEMENKES RI EDISI IV TAHUN 2017Ditjen P2P Kemenkes
 
WARTA DITJEN P2P EDISI VIII TAHUN 2017
WARTA DITJEN P2P EDISI VIII TAHUN 2017WARTA DITJEN P2P EDISI VIII TAHUN 2017
WARTA DITJEN P2P EDISI VIII TAHUN 2017Ditjen P2P Kemenkes
 
WARTA DITJEN P2P EDISI VI TAHUN 2016
WARTA DITJEN P2P EDISI VI TAHUN 2016WARTA DITJEN P2P EDISI VI TAHUN 2016
WARTA DITJEN P2P EDISI VI TAHUN 2016Ditjen P2P Kemenkes
 
WARTA DITJEN P2P EDISI V TAHUN 2016
WARTA DITJEN P2P EDISI V TAHUN 2016WARTA DITJEN P2P EDISI V TAHUN 2016
WARTA DITJEN P2P EDISI V TAHUN 2016Ditjen P2P Kemenkes
 
Poster Struktur Organisasi Ditjen P2P Nomor 64 Tahun 2015
Poster Struktur Organisasi Ditjen P2P Nomor 64 Tahun 2015Poster Struktur Organisasi Ditjen P2P Nomor 64 Tahun 2015
Poster Struktur Organisasi Ditjen P2P Nomor 64 Tahun 2015Ditjen P2P Kemenkes
 
SK Unit Pengendali Gratifikasi Ditjen P2P
SK Unit Pengendali Gratifikasi Ditjen P2PSK Unit Pengendali Gratifikasi Ditjen P2P
SK Unit Pengendali Gratifikasi Ditjen P2PDitjen P2P Kemenkes
 
Info Disiplin Pegawai dan Cuti Pegawai
Info Disiplin Pegawai dan Cuti PegawaiInfo Disiplin Pegawai dan Cuti Pegawai
Info Disiplin Pegawai dan Cuti PegawaiDitjen P2P Kemenkes
 
MOU BBTKL DENGAN DINAS KESEHATAN
MOU BBTKL DENGAN DINAS KESEHATANMOU BBTKL DENGAN DINAS KESEHATAN
MOU BBTKL DENGAN DINAS KESEHATANDitjen P2P Kemenkes
 
Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan TA. 2015
Laporan  Keuangan Kementerian Kesehatan TA. 2015Laporan  Keuangan Kementerian Kesehatan TA. 2015
Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan TA. 2015Ditjen P2P Kemenkes
 

Mehr von Ditjen P2P Kemenkes (20)

WARTA DITJEN P2P EDISI XIII TAHUN 2020
WARTA DITJEN P2P EDISI XIII TAHUN 2020WARTA DITJEN P2P EDISI XIII TAHUN 2020
WARTA DITJEN P2P EDISI XIII TAHUN 2020
 
Newletter DItjen P2P Edisi II Tahun 2020
Newletter DItjen P2P Edisi II Tahun 2020Newletter DItjen P2P Edisi II Tahun 2020
Newletter DItjen P2P Edisi II Tahun 2020
 
Newsletter Ditjen P2P Edisi I Tahun 2020
Newsletter Ditjen P2P Edisi I Tahun 2020Newsletter Ditjen P2P Edisi I Tahun 2020
Newsletter Ditjen P2P Edisi I Tahun 2020
 
Buletin Surveilans PD3I & Imunisasi Edisi 2 Juli 2020
Buletin Surveilans PD3I & Imunisasi Edisi 2 Juli 2020Buletin Surveilans PD3I & Imunisasi Edisi 2 Juli 2020
Buletin Surveilans PD3I & Imunisasi Edisi 2 Juli 2020
 
Buletin Surveilans & Imunisasi Edisi I Maret 2020
Buletin Surveilans & Imunisasi  Edisi I Maret 2020Buletin Surveilans & Imunisasi  Edisi I Maret 2020
Buletin Surveilans & Imunisasi Edisi I Maret 2020
 
JURNAL KESEHATAN TAHUN 2019
JURNAL KESEHATAN TAHUN 2019JURNAL KESEHATAN TAHUN 2019
JURNAL KESEHATAN TAHUN 2019
 
WARTA DITJEN P2P EDISI XII TAHUN 2019
WARTA DITJEN P2P EDISI XII TAHUN 2019WARTA DITJEN P2P EDISI XII TAHUN 2019
WARTA DITJEN P2P EDISI XII TAHUN 2019
 
WARTA DITJEN P2P EDISI XI TAHUN 2019
WARTA DITJEN P2P EDISI XI TAHUN 2019WARTA DITJEN P2P EDISI XI TAHUN 2019
WARTA DITJEN P2P EDISI XI TAHUN 2019
 
NEWSLETTER DITJEN P2P KEMENKES RI EDISI IV TAHUN 2017
NEWSLETTER DITJEN P2P KEMENKES RI EDISI IV TAHUN 2017NEWSLETTER DITJEN P2P KEMENKES RI EDISI IV TAHUN 2017
NEWSLETTER DITJEN P2P KEMENKES RI EDISI IV TAHUN 2017
 
WARTA DITJEN P2P EDISI VIII TAHUN 2017
WARTA DITJEN P2P EDISI VIII TAHUN 2017WARTA DITJEN P2P EDISI VIII TAHUN 2017
WARTA DITJEN P2P EDISI VIII TAHUN 2017
 
Jurnal Ditjen P2P Tahun 2016
Jurnal Ditjen P2P Tahun 2016Jurnal Ditjen P2P Tahun 2016
Jurnal Ditjen P2P Tahun 2016
 
WARTA DITJEN P2P EDISI VI TAHUN 2016
WARTA DITJEN P2P EDISI VI TAHUN 2016WARTA DITJEN P2P EDISI VI TAHUN 2016
WARTA DITJEN P2P EDISI VI TAHUN 2016
 
WARTA DITJEN P2P EDISI V TAHUN 2016
WARTA DITJEN P2P EDISI V TAHUN 2016WARTA DITJEN P2P EDISI V TAHUN 2016
WARTA DITJEN P2P EDISI V TAHUN 2016
 
Poster Struktur Organisasi Ditjen P2P Nomor 64 Tahun 2015
Poster Struktur Organisasi Ditjen P2P Nomor 64 Tahun 2015Poster Struktur Organisasi Ditjen P2P Nomor 64 Tahun 2015
Poster Struktur Organisasi Ditjen P2P Nomor 64 Tahun 2015
 
SK Unit Pengendali Gratifikasi Ditjen P2P
SK Unit Pengendali Gratifikasi Ditjen P2PSK Unit Pengendali Gratifikasi Ditjen P2P
SK Unit Pengendali Gratifikasi Ditjen P2P
 
Kontak pengaduan
Kontak pengaduanKontak pengaduan
Kontak pengaduan
 
Info Disiplin Pegawai dan Cuti Pegawai
Info Disiplin Pegawai dan Cuti PegawaiInfo Disiplin Pegawai dan Cuti Pegawai
Info Disiplin Pegawai dan Cuti Pegawai
 
MOU BBTKL DENGAN DINAS KESEHATAN
MOU BBTKL DENGAN DINAS KESEHATANMOU BBTKL DENGAN DINAS KESEHATAN
MOU BBTKL DENGAN DINAS KESEHATAN
 
Agreement Tuberkulosis
Agreement TuberkulosisAgreement Tuberkulosis
Agreement Tuberkulosis
 
Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan TA. 2015
Laporan  Keuangan Kementerian Kesehatan TA. 2015Laporan  Keuangan Kementerian Kesehatan TA. 2015
Laporan Keuangan Kementerian Kesehatan TA. 2015
 

Kürzlich hochgeladen

RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdfRUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdfNezaPurna
 
Standar Kompetensi Jabatan Fungsional Arsiparis.pptx
Standar Kompetensi Jabatan Fungsional Arsiparis.pptxStandar Kompetensi Jabatan Fungsional Arsiparis.pptx
Standar Kompetensi Jabatan Fungsional Arsiparis.pptxhartonohajar
 
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administratorevaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administratorDi Prihantony
 
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptxSOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptxwansyahrahman77
 
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdfAgenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdfHeru Syah Putra
 
Slide-AKT-301-07-02-2017-konsep-pelayanan-publik (3).ppt
Slide-AKT-301-07-02-2017-konsep-pelayanan-publik (3).pptSlide-AKT-301-07-02-2017-konsep-pelayanan-publik (3).ppt
Slide-AKT-301-07-02-2017-konsep-pelayanan-publik (3).pptpikipardede1
 
MATERI SOSIALISASI TRIBINA (BKB, BKL, BKR) DAN UPPKS BAGI KADER DESA PKK POKJ...
MATERI SOSIALISASI TRIBINA (BKB, BKL, BKR) DAN UPPKS BAGI KADER DESA PKK POKJ...MATERI SOSIALISASI TRIBINA (BKB, BKL, BKR) DAN UPPKS BAGI KADER DESA PKK POKJ...
MATERI SOSIALISASI TRIBINA (BKB, BKL, BKR) DAN UPPKS BAGI KADER DESA PKK POKJ...ngrecopemdes
 
PELATIHAN BAPELKES ANTIKORUPSI 0502.pptx
PELATIHAN BAPELKES ANTIKORUPSI 0502.pptxPELATIHAN BAPELKES ANTIKORUPSI 0502.pptx
PELATIHAN BAPELKES ANTIKORUPSI 0502.pptxZainul Ulum
 

Kürzlich hochgeladen (8)

RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdfRUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
RUNDOWN ACARA ORIENTASI CPNS DAN PPPK TAHUN 2024.pdf
 
Standar Kompetensi Jabatan Fungsional Arsiparis.pptx
Standar Kompetensi Jabatan Fungsional Arsiparis.pptxStandar Kompetensi Jabatan Fungsional Arsiparis.pptx
Standar Kompetensi Jabatan Fungsional Arsiparis.pptx
 
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administratorevaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
evaluasi essay agenda 3 pelatihan kepemimpinan administrator
 
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptxSOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
SOSIALISASI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN DI KOTA MAKASSAR.pptx
 
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdfAgenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
Agenda III - Organisasi Digital - updated.pdf
 
Slide-AKT-301-07-02-2017-konsep-pelayanan-publik (3).ppt
Slide-AKT-301-07-02-2017-konsep-pelayanan-publik (3).pptSlide-AKT-301-07-02-2017-konsep-pelayanan-publik (3).ppt
Slide-AKT-301-07-02-2017-konsep-pelayanan-publik (3).ppt
 
MATERI SOSIALISASI TRIBINA (BKB, BKL, BKR) DAN UPPKS BAGI KADER DESA PKK POKJ...
MATERI SOSIALISASI TRIBINA (BKB, BKL, BKR) DAN UPPKS BAGI KADER DESA PKK POKJ...MATERI SOSIALISASI TRIBINA (BKB, BKL, BKR) DAN UPPKS BAGI KADER DESA PKK POKJ...
MATERI SOSIALISASI TRIBINA (BKB, BKL, BKR) DAN UPPKS BAGI KADER DESA PKK POKJ...
 
PELATIHAN BAPELKES ANTIKORUPSI 0502.pptx
PELATIHAN BAPELKES ANTIKORUPSI 0502.pptxPELATIHAN BAPELKES ANTIKORUPSI 0502.pptx
PELATIHAN BAPELKES ANTIKORUPSI 0502.pptx
 

Jurnal PP dan PL Edisi 5 Tahun 2015

  • 1.
  • 2.
  • 3. iiiJurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan JURNAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN DEWAN REDAKSI Penasihat : Direktur Jenderal PP dan PL Sekretaris Ditjen PP dan PL Penanggung Jawab : Kepala Bagian Hukormas Redaktur : drg. Yossy Agustina , MH.Kes dr. Ita Dahlia, MH.Kes Ikron, SKM, MKM dr. Ratna Budi Hapsari, M.Kes Dewi Nurul Triastuti, SKM Penyunting/Editor : Dr. dr. Toni Wandra, M.Kes, Ph.D Dr. Suwito, SKM, M.Kes Design Grafis : Putri Kusumawardani, ST Bukhari Iskandar, SKM Eriana Sitompul Fotografer : Firman Septiadi, SKM Hilwati, SKM, M.Kes Sri Sukarsih, Amd Sekretariat : Mugi Wahidin, SKM, M.Kes Suranti Amalia, Amd Johanes Eko K., SKM, M.Kes Adhy Prasetyo Rr. Trihastati R H Pairin Ridho Ichsan Saini, SKM Penerbit : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta 10560 Telp/Fax: (021) 4225451 email: humas.p2pl@gmail.com website: www.pppl.depkes.go.id facebook: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
  • 4. vJurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya sehingga Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dapat diterbitkan demi memenuhi kebutuhan pembaca dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan khususnya pengendalian penyakit, baik yang menular maupun tidak menular serta penyehatan Iingkungan di Indonesia. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan ini merupakan edisi 5 yang terbit di penghujung tahun 2015. Jurnal ini diterbitkan dengan tujuan dapat mempublikasikan hasil penelitian, karya ilmiah dan review terkait dengan program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Diharapkan jurnal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang ingin mengetahui perkembangan terbaru tentang program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan jurnal ini. Kritik dan saran yang membangun kami harapkan demi penyempurnaan dan kemajuan jurnal ini. Akhir kata, semoga jurnal ini dapat memberikan motivasi dan dorongan, serta bermanfaat bagi kita semua. Jakarta, Desember 2015 Direktur Jenderal PP dan PL dr. H. Mohamad Subuh, MPPM
  • 5. viiJurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan DAFTAR ISI Halaman Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Dengan Menggunakan Teknologi Micro Automatic System .......................................................................................................................................................... 1 – 8 Deteksi Dini Hipertensi Pada Pengemudi Bus Akap Selama Arus Mudik Lebaran 2015 di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, Jawa Timur ........................................................................................... 9 – 15 Deteksi Dini Kanker Payudara dan Leher Rahim di Indonesia Tahun 2007-2014 ............................ 16 – 20 Kinerja Jumantik dan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2014 ...................................................................................................................................................................... 21 – 24 Meta-Analisis Hubungan Kondisi Lingkungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue ........ 25 – 29 Pengelolaan Limbah di Puskesmas di Sembilan Kabupaten/Kota Wilayah Kerja BBTKLPP Jakarta Tahun 2013 ...................................................................................................................................................... 30 – 35 Risiko Kesehatan Radioaktivitas Penambangan Timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2014 ................................................................................................................................................................. 36 – 40 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Desa Saitnihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara, 2015 ............................................................................... 41 – 48 Peningkatan Peran Perawat dalam Penemuan Suspek TB di Kota Palu ................................................ 49 – 60 Survei EpidemiologiTaeniasis/Sistiserkosis danSoil TransmittedHelminthiases di Kabupaten Gianyar dan Karangasem, Bali, 2013 .................................................................................................................... 61 – 66 Pedoman Penulisan Naskah Jurnal Ditjen PP dan PL ..................................................................................... 67 – 68
  • 6. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 1 INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI MICRO AUTOMATIC SYSTEM Hospital Wastewater Treatment Plant by Using Micro Automatic System Technology P.A. Kodrat Pramudho, Widodo Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Jakarta, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI Abstrak Air limbah rumah sakit adalah air yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dengan kandungan bahan kimia B3 infeksius dan non infeksius yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan. Seiring dengan perkembangan penduduk banyak didirikan rumah sakit baru dengan aktifitasnya akan berpotensi menimbulkan pencemaran baru, sehingga perlu diupayakan pengembangan teknologi yang murah dan aman didalam pengolahan air limbah. Keunggulan teknologi “MAS” adalah pada penggunaan bakteri pengurai yang sudah diseleksi dan dimodifikasi lingkungan hidupnya yang ditambahkan ke dalam sistem IPAL, serta penggunaan sistem elektrikal yang mampu menggerakan unit IPAL secara otomatis dengan kelistrikan sederhana, dapat dikembangkan (duplikasi), sehingga teknologi ini akan memiliki nilai ekonomis, efektifitas yang tinggi dengan hasil pengolahan sesuai dengan standard KepMenLh No.58 Tahun 1995. Kata kunci : Pengolahan air limbah rumah sakit, teknologi micro automatic sistem Abstract Hospital waste water is water generated from the hospital with the chemicals B3 infectious and non-infectious potentially polluting and harmful to people and the environment. Along with the many established residents of the new hospital with potentially polluting activities would be new, so it is necessary the development of a cheap and safe technology in wastewater treatment. Technological advantage "MAS" is the use of bacterial decomposition that have been selected and modified the environment are added to the system WWTP, as well as system use electrical capable of moving unit WWTP automatically with electrical simple, can be developed (duplication), so that this technology will have economic value, high effectiveness with the results of the processing in accordance with standard KepMenLH 58 1995. Keywords : Hospital waste water treatment, automatic micro system technology Alamat Korespondensi: Widodo, Ssi, MM, BBTKLPP Jakarta, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, Jl, Balai Rakyat No.2 Cakung Timur Jakarta Timur, Hp: 08128103845, email: widkannai@gmail.com PENDAHULUAN Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Jakarta merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang teknik kesehatan lingkungan dan pengendalian penyakit yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL), Kementerian Kesehatan RI. Salah satu tugas BBTKLPP Jakarta adalah melaksanakan pengembangan model dan teknologi tepat guna. Terkait Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Proper), akhir November 2011 (dalam hal ini termasuk rumah sakit), Kementerian Lingkungan Hidup telah menetapkan 14 Rumah Sakit (RS) dengan kategori biru, 27 merah, dan 1 hitam. Kategori biru berarti RS menjalankan standar pengelolaan lingkungan, sedangkan merah dan hitam dinilai masih abai dalam mengelola lingkungan. Pada tahun 2014, BBTKLPP Jakarta telah melakukan kajian di bidang analisis dampak kesehatan lingkungan (ADKL) di 12 rumah sakit di Kota Bandung. Hasil kajian menunjukkan bahwa kualitas outlet Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) belum sesuai dengan standar Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit (Tabel 1). Dengan latar belakang permasalahan tersebut dan sesuai dengan tugas fungsinya sebagai JFT Sanitariandalammelakukanrisetdanpengembangan di bidang teknologi penyehatan lingkungan, maka perlu dikembangkan perencanaan, desain, model dan penerapan teknologi IPAL rumah sakit.
  • 7. 2 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Perancangan disain mengacu ke Pedoman Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah dengan Sistem Biofilter Anaerob Aerob Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang diterbitkan oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik Dan Sarana Kesehatan Tahun 2011. Dengan melihat keunggulan dan kelemahan desain yang ada dilakukan penyempurnaan, penerapan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit. Hasil penyempurnaan dinamai dengan teknologi Micro Automatic Sistem (MAS). Penyempurnaan dilakukan pada desain bak pengolahan, pertumbuhan bakteri pengurai, perpipaan dan sistem kelistrikan. Teknologi IPAL dengan sistem MAS telah diterapkan di beberapa wilayah seperti Kota Bogor, Kabupaten Bogor, DKI Jakarta, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Karawang. Kapasitas pengolahan bervariasi antara 25– 500 M3/hari atau setara dengan 25–500 tempat tidur. Penentuan 1M3 untuk satu tempat tidur adalah atas dasar pengamatan di lapangan dan kegagalan–kegagalan unit IPAL yang telah ada, yang pada umumnya karena kurangnya kapasitas unit pengolahan. Rumah sakit dalam melaksanakan kegiatannya yang terdiri dari pelayanan langsung maupun tidak langsung akan mengeluarkan limbah cair. Pengolahan air limbah rumah sakit menggunakan teknologi ”MAS” (MICRO AUTOMATIC SYSTEM), merupakan pengolahan gabungan antara fisika, kimia dan biologis dan didukung dengan penggunaan instrumen elektrik yang diatur secara otomatis. Pengertian dari Micro adalah mikroba/bakteri pengurai yang menguntungkan yang dikembangkan dalam teknologi ”MAS” adalah bakteri pengurai seperti: 1. Nitrosomonas sp. dan Nitrobacter sp. Kelompok bakteri ini berperan besar dalam proses nitrifikasi yang merubah senyawa- senyawa nitrogen beracun menjadi bahan- bahan tak beracun. Nitrifikasi terjadi dalam 2 tahap, yaitu: Perubahan amonia menjadi nitrit oleh Nitrosomonas sp., dilanjutkan dengan perubahan dari nitrit menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter sp. 2. Aerobacter sp. Bakteri ini mengubah karbohidrat menjadi asam lemak dan ethanol. 3. Bacillus sp. Bakteri ini adalah kelompok anaerob fakultatif. Enzim yang dihasilkannya dapat dimanfaatkan untuk melarutkan protein padat yang tak larut, lemak dan karbohidrat. Bakteri ini dapat merubah lemak tak larut menjadi gliserol yang larut dalam air dan asam lemak. 4. Pseudomonas sp. Sekelompok bakteri anaerob fakultatif. Ia dapat melarutkan bermacam-macam bahan organik di dalam lumpur. 5. Shacaromyces sp. Sekelompok jamur/ragi yang dapat melakukan permentasi bahan organik di dalam air dan lumpur serta sangat tahan terhadap bahan– bahan yang digunakan dalam disinfektan, zat tersebut akan terendap bersama biomasa yang sudah mati. Sedangkan pengertian dari AUTOMATIC SYSTEM adalah penggunaan sistem elektrik yang mampu bekerja menggerakan dosing pump, blower, samersible pump, pengurasan pada unit bio filter, wasserjet, unit microfilter, ozon generator danunitpeneranganyangbekerjasecara otomatis. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengolahan dengan teknologi ”MAS” adalah jumlah bakteri yang dikembangkan, nutrisi, suhu, pH, oksigen terlarut serta daya toksik limbah terhadap sel- sel mikroba. Penggunaan teknologi ”MAS” mempunyai banyak keuntungan, antara lain:  Mudah dalam pemeliharaan dan operasional  Tidak membutuhkan tenaga ahli yang khusus  Rendah dalam biaya operasional  Menghilangkan bau dan memperbaiki warna air buangan  Menguraikan NH3 dan senyawa N lainnya yang tinggi  Menguraikan PO4 dan senyawa P lainnya yang tinggi  Menguraikan H2S dan senyawa S lainnya yang tinggi  Menurunkan COD dan BOD  Menjaga kestabilan pH pada air buangan  Mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melakukan penguraian bahan organik (protein, karbohidrat, lemak).
  • 8. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 3 Effluent yang diharapkan Effluent yang diharapkan dengan penggunaan teknologi “MAS” kualitas sesuai dengan baku mutu MenLH No. 58 Tahun 1995 untuk kegiatan RS. Tabel 1. Baku mutu air limbah rumah sakit No Parameter Satuan MenLH No. 58/1995 Batas Syarat 1 Suhu oC < 30 2 pH mg/l 6 - 9 3 BOD mg/l 30,0 4 COD mg/l 80,0 5 TSS mg/l 30,0 6 Amonia bebas mg/l 0,1 7 Posfat mg/l 2,0 8 Kuman golongan koli MPN/100 ml 10.000 METODE Kajian ini merupakan hasil analisis dampak kesehatan lingkungan di 12 rumah sakit di Kota Bandung tahun 2014 dan berdasarkan kajian literatur. Pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem “MAS“ mempunyai beberapa proses pengolahan seperti fisika, biologi, dan kimiawi (absorbsi). Adapun proses siklus kimia dan biologi yang terjadi pada bak-bak pengolahan adalah sebagai berikut: a. Unit grease trap Pada unit grease trap yang ditempatkan di unit gizi dan kantin dengan adanya bakteri pengurai anaerob (Nitrosomonas sp, Nitrobacter sp, Pseudomonas sp, dan Bacillus sp). Minyak dan lemak diuraikan menjadi senyawa yang lebih sederhana yang akan memudahkan dalam proses berikutnya. b. Unit sub bak pengumpul Pengolahan tersebut dimaksudkan untuk menurunkan kandungan bahan-bahan organik dan anorganik secara fisika (gaya gravitasi) untuk menahan kotoran kasar pencampuran air baku, mengendapkan partikel yang berukuran 10m, dan penguraian minyak lemak oleh bakteri anaerobik. Pada proses ini akan terjadi penurunan paramater, sehingga akan memudahkan pengolahan pada proses berikutnya. c. Filter sand filter dan karbon (bio filter I dan II) Pengolahan tersebut dimaksudkan untuk menurunkan kandungan bahan-bahan organik dan anorganik secara fisika (gaya gravitasi) dan kimia karena dilengkapi dengan karbon aktif yang mempunyai daya absorpsi terhadap bahan–bahan pencemar seperti minyak lemak, detergent, PO4, NH3. Untuk membantu ketahanan karbon aktif dalam melakukan absorpsi ditambahkan batu koral. Pada tahap proses ini dengan adanya bakteri pengurai anaerob dapat menyempurnakan penguraian bahan pencemar yangada, sehingga akanmemudahkan dalam proses selanjutnya. d. Pengolahan biologis pada kolam aerasi Pengolahan ini dimaksudkan untuk menurunkan kandungan zat organik dan anorganik secara biologis dengan menggunakan bakteri aerobik yang bekerja pada daerah tengah dan permukaan unit IPAL, sedangkan bakteri anaerob bekerja di dasar lumpur. Kondisi aerob dikondisikan dengan bantuan penambahan udara bebas (blower) ini terjadi pada kolam aerasi. Pada proses ini akan terjadi penurunan dan siklus rantai kimia secara biologi yang sangat mencolok untuk parameter BOD, COD, H2S, NH3-N, NO2-N, NO3-N, PO4 3- , dan minyak lemak, sehingga akan memudahkan pengolahan pada proses berikutnya. e. Pengolahan disinfection Pengolahan ini dimasudkan untuk membunuh bakteri patogendanvirus denganmenggunakan Ozongenerator. Selain itu juga mempunyai kemampuan dalam melakukan degradasi/ penguraian bahan pencemar yang masih ada. Diharapkan air hasil pengolahan terbebas dari bakteri patogen dan virus. f. Uji hayati (test tank) Dalam uji hayati dilakukan terhadap ikan yang ditempatkan dalam aquarium dari kaca setebal 10 mm dengan ukuran 50 cm x 50 cm x 70 cm dengan sistem penambahan air secara kontinyu dari bak akhir dengan menggunakan pompa. Pada proses ini untuk mengetahui kualitas air pengolahan yang dihasilkan apakah masih berbahaya atau tidak terhadap biota perairan. g. Proses mikro filtrasi Dalam proses ini menggunakan teknologi spon membran dengan ukuran pori 0,1 µm, penambahan carbon filter, sand filter dan mikro filter dengan ukuran pori 0,1µm. Pada
  • 9. 4 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan tahap ini air yang dihasilkan akan menjadi air bersih yang dapat digunakan untuk menyiram WC, sehingga menghemat penggunaan air bersih dan pengolahan limbah cair akan lebih bermanfaat. h. Pengolahan lumpur Dalam tahap ini lumpur-lumpur sebelum dibuang baik dari proses IPAL sebelum keluar/dibuang harus ditambahkan kaporit. Diharapkan lumpur yang dibuang sudah terbebas dari bakteri patogen dan virus. Proses pembuangan lumpur pada unit IPAL dilakukan 2 kali dalam setahun, bekerja sama dengan dinas kebersihan setempat. Gambardandisainpengolahanyangditerapkan a. Disain tampak atas “MAS” b. Disain tampak depan “MAS” Peralatan operasional IPAL rumah sakit Sistem pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem “MAS “dalam operasionalnya untuk mendapatkan kualitas air buangan (outlet) yang memenuhi persyaratan standar, dilengkapi dengan peralatan (Tabel 2). Tabel 2. Tabel peralatan operasional IPAL rumah sakit No. Jenis peralatan Unit 1. Blower (khusus untuk IPAL) 1 2. Samersible pump (lumpur) 2 3. Box pannel 1 4. Water automatic 1 5. Wasserjet 2 6. Klep angin untuk blower bagian bawah 18 7. Karbon filter 1 8. Karbon aktif 500 kg 9. Ozon generator 1 10. Micro filter 1 11. Ultra filter 1 12. Sarang tawon 6 M3 13. Micro/bakteri pengurai 48 liter 14. Water meter flow 1 15. Automatic dosing 1 a. Peralatan yang digunakan “MAS”
  • 10. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 5 b. Bangunan IPAL di beberapa rumah sakit Operasional IPAL harian  Lakukan pengontrolan semua kondisi bak IPAL dari adanya kotoran sampah, dan lakukan pengecekan peralatan IPAL seperti pompa, blower dan panel.  Bila semua bak sudah terisi penuh hidupkan panel pada posisi auto untuk peralatan blower dan pompa sumersible.  Tambahkan bakteri pengurai BIODEKSTRAN (Anaerob) pada sub bak pengumpul dan grease trap 1 hari sekali sebanyak 2 lt.  Tambahkan bakteri pengurai MICROPLUS (Aerob) pada bak aerasi 1 hari sekali sebanyak 3 liter dan perhatikan debit harian penggunaan air bersih perhari.  Lakukan pengecekan terhadap kualitas air IPAL baik secara visual maupun laboratorium, untuk pengujian di laboratorium dapat dilakukan sebulan sekali (mengacu standar baku mutu MenLH No. 58 Tahun 1995). Untuk pengecekan harian lakukan terhadap kualitas visual seperti kerjernihan dan bau dari air outlet IPAL. Operasional IPAL dengan kasus amonia, TSS, COD, BOD, PO4  Lakukan pengontrolan semua kondisi bak IPAL dari adanya kotoran sampah, dan lakukan pula pengecekan peralatan IPAL seperti pompa, blower dan panel.  Bila semua bak sudah terisi penuh hidupkan panel pada posisi auto untuk peralatan blower dan pompa sumersible.  Tambahkan bakteri pengurai ”BIODEKSTRAN (Anaerob)” pada sub bak pengumpul dan grease trap 1 hari sekali sebanyak 2 liter.  Tambahkan bakteri pengurai ”MICROPLUS (Aerob)” pada bak aerasi 1 hari sekali sebanyak 1 liter dan perhatikan debit harian penggunaan air bersih perhari.  Khusus untuk Amonia dan Phosphat, tambahkan bakteri pengurai ”AMONIA REMOVAL PLUS” dan Kapur (CaCO3) bila pH < 6,5 – 7,5 pada bak aerasi 1 hari sekali sebanyak 3 lt dan perhatikan debit harian penggunaan air bersih perhari.  Lakukan pengecekan terhadap kualitas air IPAL baik secara visual maupun laboratorium, untuk pengujian di laboratorium dapat dilakukan sebulan sekali (mengacu standard baku mutu MenLH No. 58 Tahun 1995). Untuk pengecekan harian lakukan terhadap kualitas visual seperti kerjernihan dan bau dari air outlet IPAL. Operasional Filter Pada IPAL  Lakukan pengontrolan pompa pada unit filter dan isi dengan air.  Tahap awal lakukan back wash dengan memutar katup filter pada posisi back wash (arah panah pada posisi back wash), lakukan sampai air outlet filter bening/tidak keruh dan matikan pompa air.  Tahap selanjutnya putar katup filter pada posisi rinse dan hidupkan pompa lakukan sampai air outlet filter bening/jernih dan matikan pompa air.  Kemudian putar katup filter pada posisi filter dan hidupkan pompa air dengan memutar selector panel pada posisi auto, pompa akan bekerja secara otomatis bila air pada bak penampungan akhir IPAL habis pompa akan
  • 11. 6 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan mati dengan sendirinya dan bila terisi kembali pompa akan hidup kembali. Pemeliharaan pada unit IPAL  Unit Grease trap - Tambahkan “BIODEKSTRAN (Anaerob)” 1 hari sekali sebanyak 2 liter pada saluran wastapel dapur/kantin dan siram dengan air bersih. - Kontrol unit grease trap 3 hari sekali dan bila terdapat lemak dan kotoran dilakukan pengambilan.  Unitsubbakpenampungandanbakpenampungan utama Lakukan pengontrolan saluran pipa dan pompa dari kotoran seminggu sekali bila memungkinkan lakukan setiap hari.  Unit Bio Filter IPAL Buka cek valve backwash dan udara pada bak biofilter, lakukan backwash bila laju alir air limbah terlihat tersendat atau lakukan seminggu sekali. Bak no.11 lumpurnya dibuang ke medives/PT yang berizin.  Blower Lakukan pengecekan harian blower dengan memonitor terhadap kebisingan, dan jalannya blower. HASIL Sistem pengolahan air limbah rumah sakit dengan sistem “MAS“ merupakan teknologi yang sangat sederhana dan mudah untuk diterapkan dengan biaya yang relatif tidak mahal dengan bahan–bahan yang dapat disesuaikan dengan wilayah dan sumber dana yang tersedia. Teknologi “MAS” telah sesuai dengan baku mutu yang dipesyaratkan oleh pemerintah yang mengacu pada KepMenLH No.58 Tahun 1995, di dalam pelaksanaan uji coba dapat dilihat hasil analisa laboratorium selama satu tahun pada tahun 2014 adalah sebagai berikut:
  • 12. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 7 Grafik di atas menggambarkan antara hasil pengukuran kualitas air buangan inlet dan outlet pada sistem “MAS” yang telah diterapkan di salah satu rumah sakit, untuk kualitas air buangan selama periode satu tahun dengan teknologi “MAS”. Hasil mengolahan air limbah rumah sakit telah memenuhi standard pemerintah dan telah aman bagi lingkungan. PEMBAHASAN Penerapan teknologi “MAS” pada pengolahan air limbah rumah sakit sejak dibangun dan dioperasionalkan mempunyai keunggulan dan kelemahan pada sistem. Bila ditinjau dari hasil pemeriksaan laboratorium untuk suhu, pH, COD, BOD, TSS, amoniak, posfat dan coliform dari bulan Januari sampai dengan Desember ditahun 2014 untuk kualitas inlet IPAL di atas baku mutu, sehingga diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan, sedangkan setelah melewati IPAL hasil outlet dibawah baku mutu sehingga dapat langsung dibuang kelingkungan. Pada opersional harian pada sistem “MAS”, seperti pembersihan lumpur pada proses biofilter sangat mudah dilakukan dibandingkan dengan teknologi biofilter yang telah ada. Proses pembuangan lumpur cukup dengan membuka katup udara pada sisi bak pengolahan udara blower dihembuskan sampai semua lumpur terangkat, kemudian kran pembuangan lumpur dibuka biarkan sampai semua lumpur terbawa kepenampungan lumpur. Tenaga listrik yang digunakan pada teknologi “MAS” yang di gunakan untuk mengerakkan mesin blower sebagai supplai udara pada bak aerasi, penggunaan mesin blower untuk kapasitas olah 200 M3/hari diperlukan 2,2 KW. Sampai dengan saat ini penulis belum menemukan blower dengan tenaga listrik yang kecil. Biaya pembuatan IPAL dengan teknologi “MAS” sangat bervariasi tergantung ketersediaan bahan material bangunan yang tersedia di lokasi pembuatan sistem. Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan dapat diminimalisasi dengan bahan, seperti untuk kapasitas olahan <10M3 per hari dapat menggunakan bahan bata merah tampa di cor besi bertulang yang sangat cocok untuk diterapkan di puskesmas–puskesmas, untuk diatas >10M3 per hari penulis menyarankan menggunakan besi bertulang agar didapat hasil yang maksimal. KESIMPULAN Didalam operasional harian teknologi pengolahan air limbah “MAS” tidak membutuhkan keahlian yang khusus dan pendidikan tinggi, dapat dioperasikan oleh operator yang dilatih terlebih dahulu mengenai fungsi peralatan dan perpipaan yang ada didalam bak IPAL. Operator yang bertugas di IPAL dapat bekerja di posisi lain, karena sistem dapat bekerja secara otomatis
  • 13. 8 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dengan kelistrikan yang sangat sederhana dan dapat dikembangkan secara mandiri. Pada saat dilakukan observasi lapangan, biaya operasional yang dikeluarkan dengan menggunakan bakteri yang dikembangkan oleh sistem “MAS” untuk pengolahan 200 M3 per hari membutuhkan biaya Rp 2.500.000,- per bulan. Pengolahan air limbah rumah sakit dengan teknologi “MAS” yang telah diterapkan di beberapa kabupaten/kota provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten dapat menjadi alternatif pengolahan air limbah di klinik, rumah bersalin, puskesmas dan rumah sakit. SARAN 1. Penggunaan teknologi “MAS” untuk pengolahan air limbah perlu sosialisasi, agar dapat diterapkan di puskesmas dan rumah sakit 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dan penyempurnaan dalam penggunaan blower sebagai sumber oksigen dengan teknologi alternatif lainnya agar didapatkan biaya operasional yang lebih murah dan dapat ditempatkan di daerah yang tidak mempunyai sumber listrik. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah berperan dalam penerapan teknologi “MAS” pada pengolahan air limbah di di beberapa kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten, sehingga teknologi ini dapat dituangkan dalam bentuk tulisan dan diimformasikan kepada tenaga sanitarian di indonesia. DAFTAR PUSTAKA Metcalf & Eddy. 2004. Wastewater Engineering Treatmen and Reuse. Fourth Edition. McGraw – Hill Companiies. New York. USA. C. Fred Gurnham. 1971. Industrial Wastewater Control. Academic Press. New York. USA. ____1977. Fate of Pollutants in the Air and Water Environments. Volume 8. Part 2. Chemical and biological fate of pollutants in the environment”. New York. USA. James G. Cappuccino Natalie Sherman. 1983. Microbiology Laboratory Manual. Addison – Wesley Publishing Company. Ney York. USA Raswari. 1986. Sistem Perpipaan. UI Press. Indonesia. MenLH No 58 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit.
  • 14. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 9 Deteksi Dini Hipertensi pada Pengemudi Bus AKAP Selama Arus Mudik Lebaran 2015 di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, Jawa Timur Early Detection of Hypertension in Intercity and inter-provincial Bus Drivers During Idul Fitri Celebration 2015 at Ketapang Port, Banyuwangi, East Java Pipin Arisandi, Rahmat Subakti, Rofiud Darojat, Sholikah Kantor Kesehatan Pelabuhan Probolinggo, Direktorat Jenderal PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI Abstrak Kantor Kesehatan Pelabuhan Probolinggo sebagai otoritas kesehatan di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi berupaya melakukan pemeriksaan kesehatan pengemudi bus AKAP (Antar Kota Antar Propinsi) selama arus mudik lebaran Tahun 2015 di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2013. Sampel yang diambil sejumlah 102 pengemudi. Desain penelitian ini menggunakan cross sectional dan pengambilan sampelnya secara simple random sampling. Jumlah pengemudi bus yang mempunyai tekanan darah tinggi (hipertensi) sebesar 43,1%. Faktor yang mempunyai hubungan dengan kejadian hipertensi dengan tingkat signifikan sebesar 0,05 adalah umur (p=0,039; OR=2,556), waktu istirahat (p=0,037; OR=2,397), merokok (p=0,017; OR=3,333), minum kopi (p=0,040; OR=2,389), lingkar perut (p=0,030; OR=2,417), dan indeks massa tubuh (IMT) (p=0,022; OR=2,552). Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada sopir bus AKAP adalah merokok (p=0,012), minum kopi (p=0,020), dan IMT (p=0,009). Hasil penelitian pada pengemudi bus AKAP ini dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling dominan terhadap kejadian hipertensi adalah IMT. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pihak pemangku kebijakan terutama perusahaan otobus untuk dapat memantau perkembangan kesehatan karyawannya. Kata kunci : Pengemudi bus, hipertensi, Pelabuhan Ketapang Abstract Port Health Office of Probolinggo as health authorities in Port of Ketapang Banyuwangi that a have done examination AKAP bus (Inter-City Inter-Province) during Lebaran 2015 in the Port of Ketapang Banyuwangi as mandated by Presidential Instruction Number 4 of 2013. Samples taken a number of 102 driver. Using cross-sectional design of this study and taking the sample by simple random sampling. Number of bus drivers who have high blood pressure (hypertension) amounted to 43.1%. Factors that have a relationship with hypertension with a significant level of 0.05, among others: age (p = 0.039; OR = 2.556), breaks (p = 0.037; OR = 2.397), smoking (p = 0.017; OR = 3.333) , coffee (p = 0.040; OR = 2.389), waist circumference (p = 0.030; OR = 2.417), and body mass index (BMI) (p = 0.022; OR = 2.552). The dominant factors associated with hypertension in AKAP bus driver was smoking (p = 0.012), coffee (p = 0.020), and BMI (p = 0.009). Results of research on this AKAP bus driver can be concluded that the most dominant factor on the incidence of hypertension is BMI. Expected results of this study can be used by the stakeholders, especially companies always otobus to monitor the development of the health of its employees. Keywords : Bus driver, hypertention, Port of ketapang Alamat Korespondensi: Pipin Arisandi, KKP Probolinggo, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, Jl. Tanjung Tembaga Baru Probolinggo,Hp:082301661666,e-mail:pipinaris@yahoo.com PENDAHULUAN Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia diperkirakan sebanyak 600 juta orang, dengan 3 juta kematian setiap tahun. Di Indonesia, hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis (6,8%) dari proporsi penyebab kematian pada semua umur (Malope, 2012). Bila dibandingkan hasil Riskesadas tahun 2007 dan 2013, terjadi penurunan prevalensi hipertensi di Indonesia, yaitu dari 31,7% tahun 2007 (Riskesdas, 2007) menjadi 25,8% tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Asumsi terjadinya penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat pengukur tensi yang berbeda sampai pada kemungkinan masyarakat sudah mulai datang berobat ke fasilitas kesehatan. Namun sebaliknya terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6% tahun 2007 menjadi 9,5% tahun 2013 (Riskesdas, 2013).
  • 15. 10 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Salah satu penyebab kematian yang juga cukup tinggi adalah kecelakaan. Menurut WHO (2009), pada tahun 2004, kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian nomor sembilan di seluruh dunia yang didominasi oleh kecelakaan lalu lintas darat. Diprediksi pada tahun 2030 akan menjadi penyebab kematian nomor 5 di dunia. Guna mengantisipasi hal tersebut, maka pada tahun 2010 ditetapkan Amanat Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 64/255 untuk mengendalikan dan mengurangi tingkat fatalitas korban kecelakaan lalu lintas jalan secara global. Pada tahun 2011, dilaksanakan Konferensi World Health Assembly (WHA) tentang isu Decade of Action for Road Safety (DoA). Dalam kaitan ini, komitmen Pemerintah Indonesia ditunjukkan dengan adanya UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan 2011-2035 (pasal 203), Pencanangan Dekade Aksi Keselamatan Jalan Indonesia di Istana Merdeka Tahun 2011, Penerbitan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2013 yang melibatkan integrasi lintas sektor dalam kelima pilar, dimana Menteri Kesehatan sebagai koordinator pilar kelima, yaitu Penanganan Pra dan Pasca Kecelakaan. Kecelakaan lalu lintas darat mendominasi diantara jenis cedera yang lain. Angka kejadian kecelakaan lalu lintas darat cenderung meningkat dalam jumlah maupun jenisnya. Angka kematian diperkirakan meningkat dari 5,1 juta pada tahun 1990 menjadi 8,4 juta pada tahun 2020 atau meningkat sebesar 65%. Data Riskesdas menyebutkan bahwa prevalensi kecelakaan transportasi darat mencapai 25,9% dari seluruh penyebab cedera Iainnya. Tahun 2010, jumlah kematian akibat kecelakaan telah mencapai 31.234 jiwa, hal ini berarti setiap 1 jam terdapat sekitar 3-4 orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Kantor Kesehatan Pelabuhan Probolinggo sebagai unit pelaksana teknis yang berada di bawah Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan telah melakukan upaya yang diamanatkan oleh Instruksi Presiden berupa pemeriksaan kesehatan pengemudi selama arus mudik Lebaran 2015 di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, sekaligus melakukan penelitian pada pengemudi bus AKAP sebagai populasi penelitian dengan jalur Pulau Jawa- Bali selama arus mudik Lebaran 2015 di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pengemudi bus AKAP (Antar Kota Antar Propinsi) jurusan Pulau Jawa-Bali di Pelabuhan Penyeberangan Ketapang, Banyuwangi selama arus mudik Lebaran 2015. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan bagi pengambil kebijakan di wilayah Pelabuhan Penyeberangan Ketapang dalam rangka deteksi dini hipertensi pada pengemudi bus AKAP guna mengantisipasi kejadian kecelakaan lalu lintas saat arus mudik dan balik di tahun mendatang. METODE Penelitian dilaksanakan selama arus mudik Lebaran yaitu bulan Juli 2015, dengan jenis desain cross sectional study. Jumlah sampel penelitian sebanyak 102 pengemudi bus AKAP dengan lintasan Pulau Jawa dan Bali yang diambil secara simple random sampling. Jenis data adalah data primer yang diperoleh dengan melakukan wawancara secara langsung terhadap pengemudi bus AKAP pada saat parkir di Pelabuhan Penyeberangan Ketapang Banyuwangi menggunakan kuesioner dan dan melakukan pengukuran. Variabel independen penelitian terdiri dari: 1)Karakteristik pengemudi bus, meliputi umur dan jenis kelamin; 2)Perilaku atau kebiasaan pengemudi bus yang meliputi merokok setiap hari, waktu istirahat, dan minuman yang dikonsumsi saat berkendara; dan 3)Pengukuran pada pengemudi bus meliputi tinggi badan, berat badan, lingkar perut, dan tekanan darah. Cara pengumpulan data dilakukan melalui dua tahapan, yaitu: 1)Melakukan wawancara; dan 2)Melakukan pengukuran tinggi badan dan lingkar perut mengunakan meteran, serta pengukuran berat badan dan tekanan darah menggunakan timbangan dan tensi meter. HASIL Hasil penelitian adalah sebagai berikut: Analisis univariat Karakteristik responden: 1. Jenis kelamin
  • 16. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 11 Semua (100%) pengemudi bus AKAP berjenis kelamin laki-laki. 2. Umur Umur responden sebagian besar (68,6%) di atas 40 tahun dengan rata-rata umur 43 tahun, umur termuda 21 tahun, sedangkan umur tertua 62 tahun. 3. Waktu Istirahat Pada umumnya pengemudi istirahat setiap 4 jam (63,7%). Rata-rata istirahat setiap 4,3 jam. Istirahat yang paling lama setiap 8 jam, sedangkan yang paling cepat setiap 2 jam sekali. 4. Merokok Responden pada umumnya (74,5%) merokok setiap hari. 5. Minum kopi Hanya sebesar 35% pengemudi yang mempunyai kebiasaan minum kopi saat mengendarai bus. 6. Lingkar perut Sebagaian besar (51%) kurang dari 90 cm, rata-rata 91,1 cm, terkecil 67 cm, sedangkan yang tersbesar 133 cm. 7. Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT didapatkan dari hasil pengukuran berat badan dalam satuan kilogram dan tinggi badan dalam satuan meter. IMT didominasi (53%) oleh pengemudi dengan kategori obesitas (≥25 kg/m2), rata-rata 25,8 kg/m2, terendah 17 kg/m2, sedangkan yang tertinggi 44 kg/m2. 8. Tekanan darah Pada umumnya (56,9%) mempunyai tekanan darah normal, rata-rata tekanan darah sistolik 136,4 mmHg, tekanan darah sistolik terendah 100 mmHg, sedangkan tekanan sistolik yang tertinggi 220 mmHg. Analisis bivariat Analisis ini untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (umur, waktu istirahat, merokok, minum kopi, lingkar perut, IMT) dan variabeldependen(kejadianhipertensi).Berdasarkan hasil uji statistik (bivariat) dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05), menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur, waktu istirahat, merokok, minum kopi, lingkar perut dan IMT dan kejadian hipertensi (Tabel 1). Tabel 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pengemudi bus AKAP selama arus mudik Lebaran 2015 di Pelabuhan Penyeberangan Ketapang – Banyuwangi Variabel Tekanan Darah Total (%) P value ORNormal Hipertensi n(%) n(%) Umur - ≤ 40 tahun - > 40 tahun Waktu istirahat - Setiap 4 jam sekali - Lebih dari 4 jam sekali Merokok - Tidak - Ya Minum kopi - Tidak - Ya Lingkar perut - < 90 cm - ≥ 90 cm Indeks Massa Tubuh - < 25 cm - ≥ 25 cm 23(71,9) 35(50,0) 42(64,6) 16(43,2) 20(76,9) 38(50,0) 43(64,2) 15(42,9) 35(67,3) 23(46,0) 33(68,8) 25(46,3) 9(28,1) 35(50,0) 23(35,4) 21(56,8) 6(23,1) 38(50,0) 24(35,8) 20(57,1) 15(31,3) (31,3) 15(31,3) 29(53,7) 32(100) 70(100) 65(100) 37(100) 26(100) 76(100) 67(100) 35(100) 52(100) 50(100) 48(100) 54(100) 0,039* 0,037* 0,017* 0,040* 0,030* 0,022* 2,556 2,397 3,333 2,389 2,417 2,552 *)Signifikan dengan α=0,05
  • 17. 12 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Analisis multivariat Analisis ini digunakan untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian hipertensi. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa indeks massa tubuh/IMT merupakan faktor dominan kejadian hipertensi pada pengemudi bus AKAP lintasan Pulau Jawa dan Bali selama arus mudik Lebaran 2015 (Tabel 2). Tabel 2. Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pengemudi bus AKAP saat arus mudik dan balik Lebaran 2015 di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi. Variabel β Wald p-value - Umur - Waktu istirahat - Merokok - Minum kopi - IMT -0,919 -0,892 -1,488 -1,161 -1,271 3,083 3,378 6,372 4,498 6,846 0,079 0,066 0,012*) 0,020*) 0,009*) Keterangan : *) signifikan dengan α=0,05 PEMBAHASAN Umur Umur pengemudi bus AKAP lintasan Pulau Jawa dan Bali di atas 40 tahun lebih banyak daripada yang di bawah 40 tahun. Kejadian hipertensi pada pengemudi bus AKAP selama arus mudik Lebaran 2015 paling banyak dialami oleh kelompok umur lebih dari 40 tahun. Berdasarkan hasil penelitian ini, umur mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi (p<0,05) dengan OR=2,556. Hal ini menunjukkan bahwa umur di atas 40 tahun 2,556 kali lebih tinggi berisiko hipertensi dibandingkan dengan pengemudi yang berumur di bawah 40 tahun. Hal tersebut sesuai dan umumnya berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh baya yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun ke atas (Krummel, 2004). Kejadian hipertensi meningkat drastis pada usia 55-64 tahun dan Indeks Massa Tubuh (Tesfaye, 2007). Arteri kehilangan elastisitas dan tekanan darah meningkat seiring bertambahnya usia. Williams (1991) menyatakan bahwa umur, ras, jenis kelamin, merokok, kolesterol darah, intoleransi glukosa, dan berat badan dapat mempengaruhi kejadian hipertensi . Black dan Hawks (2005) menyatakan bahwa seseorang rentan mengalami hipertensi primer 50-60% pasien yang berumur diatas 60 tahun mempunyai tekanan darah di atas 140/90 mmHg. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya usia, karena perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku yang mengakibatkan meningkatnya tekanan darah sistolik (Depkes RI, 2006). Hasil penelitian lain (Wahyuni, 2013) bahwa hipertensi dapat dipengaruhi oleh usia ≥40 tahun. Waktu istirahat Pasal 90 dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa pengemudi kendaraan bermotor umum setelah mengemudikan kendaraan selama 4 (empat) jam berturut-turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam. Hasil dari wawancara didapatkan menunjukkan bahwa pengemudi bus AKAP telah mengikuti aturan tersebut, walaupun masih ada sekitar 36,3% yang belum menerapkannya. Hasil penelitian ini bahwa waktu istirahat mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi (p<0,05) dan OR=2,387. Artinya bahwa pengemudi bus yang tidak istirahat setiap 4 jam sekali mempunyai risiko 2,387 lebih tinggi menderita hipertensi dibandingkan dengan pengemudi yang istirahat setiap 4 jam sekali. Kemampuan pengemudi ada batasnya, semakin kurang istirahat akan meningkatkan kejadian kelelahan. Penderita hipertensi pada umumnya mengalami nyeri, selain itu penderita juga mudah lelah, merasa tidak nyaman, sulit bernafas, sukar tidur (Dalimartha dkk, 2008), sehingga perlu istirahat yang cukup untuk memulihkannya. Merokok Pengemudi bus AKAP jurusan Pulau Jawa dan Pulau Bali pada umumnya mempunyai kebiasaan merokok setiap hari (74,5%). Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa merokok mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi (p<0,05) dengan OR=3,333. Artinya bahwa pengemudi bus AKAP yang merokok mempunyai risiko hipertensi 3,333 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pengemudi bus AKAP yang tidak merokok. Merokok merupakan faktor risiko perilaku yang masih dapat dirubah terjadinya hipertensi (Kemenkes, 2014). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Namira (2013)
  • 18. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 13 bahwa proporsi kejadian hipertensi juga banyak ditemukan (72,2%) pada kelompok pramudi yang memiliki kebiasaan mengonsumsi rokok. Penelitian dari Destry (2012), pada pengemudi busway di koridor 1 juga menemukan proporsi kejadian hipertensi lebih tinggi pada responden dengan status perokok dibandingkan dengan responden dengan status bukan perokok dan status mantan perokok. Selain itu penelitian Sateesh (2013) padasupir bus diIndiamenemukan 60% supir bus yang memiliki kebiasaan mengonsumsi rokok lebih banyak menderita hipertensi (Anggraeni, 2012). Kejadian ini dikarenakan merokok menyebabkan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke jantung menjadi meningkat. Kebiasaan merokok pada orang yang menderita tekanan darah tinggi akan menyebabkan semakin besar risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri (Hull, 1996). Penelitian lain yang sejalan adalah penelitian yang dilakukan oleh Syukraini Irza (2009) pada masyarakat Nagari Bungo Tanjung Sumatera Barat, mendapatkan bahwa perilaku merokok merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dengan besar risiko 6,9 kali lebih besar untuk terjadinya hipertensi dan penelitian yang dilakukan oleh Fajar Haninda (2011), menemukan bahwa ada hubungan antara jumlah rokok dengan kejadian hipertensi pada pasien di Layanan Kesehatan Cuma-Cuma. Minum Kopi Pengemudi bus AKAP jurusan Pulau Jawa dan Bali yang mempunyai kebiasaan minum kopi terutama sebagai minuman penghilang dahaga saat aktifitas mengendarai bus, yaitu mencapai 35%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengemudi bus AKAP yang minum kopi mempunyai hubungan yang signifikan (p<0,05) dengan kejadian hipertensi denga OR=2,389. Artinya bahwa pengemudi yang minum kopi mempunyai risiko kejadian hipertensi sebesar 2,389 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pengemudi yang tidak minum kopi. Hasil penelitian ini sejalan dengan Wahyuni (2012) bahwa konsumsi kopi mempengaruhi terjadinya penyakit hipertensi sebesar 82%. Minum kopi berbahaya bagi penderita hipertensi, karena senyawa kafein bisa menyebabkan tekanan darah meningkat tajam. Cara kerja kafein dalam tubuh dengan mengambil alih reseptor adinosin dalam sel saraf yang akan memicu produksi hormon adrenalin dan menyebabkan peningkatan tekanan darah, sekresi asam lambung, dan aktivitas otot, serta perangsang hati untuk melepaskan senyawa gula dalam aliran darah untuk menghasilkan energi ekstra. Kafein mempunyai sifat antagonis endogenus adenosin, sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan resistensi pembuluh darah tepi (Hasrin, 2012). Menurut Yuda Hananta (2011), bahwa hipertensi dipengaruhi oleh faktor risiko ganda, baik yang bersifat endogen (tidak dapat diganti), seperti usia, jenis kelamin dan genetik, maupun yang bersifat eksogen (dapat diubah), seperti kelebihan berat badan, konsumsi garam, rokok dan kopi. Penelitian yang sama juga dari Hasrin Mannan (2012), bahwa konsumsi kopi merupakan faktor risiko kejadian hipertensi dengan OR=1,56. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang mengonsumsi kopi berisiko 1,56 kali lebih tinggi menderita hipertensi dibandingkan dengan yang tidak mengonsumsi kopi. Lingkar perut Hasil pengukuran lingkar perut pada pengemudi bus AKAP lintasan Pulau Jawa–Bali bahwa jumlah pengemudi yang lingkar perutnya <90 cm ternyata hampir sama dengan jumlah pengemudi yang lingkar perutnya ≥90 cm. Walaupun demikian, lebar yang <90 cm lebih banyak (52%) dibandingkan yang ≥90 cm. Lingkar perut yang ≥90 cm menunjukkan bahwa seseorang tersebut mengalami obesitas abdominalis (Kemenkes, 2014). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lingkar perut pada pengemudi bus mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi (p<0,05) dengan OR=2,417. Artinya bahwa pengemudi yang lingkar perutnya ≥90cm mempunyai risiko hipertensi 2,417 kali lebih tinggi dibandingkandenganpengemudi yangmempunyai lingkar perut di bawah 90 cm. Indeks Massa Tubuh Pengemudi bus AKAP jurusan Pulau Jawa– Bali yang mempunyai IMT≥25 Kg/m2 sebesar 53%. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara IMT pengemudi bus dengan kejadian hipertensi
  • 19. 14 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (p<0,05) dengan OR=2,552. Artinya bahwa pengemudi bus yang mempunyai IMT ≥25 kg/m2 berisiko 2,552 kali lebih tinggi menderita hipertensi dibandingkan dengan pengemudi bus yang memiliki IMT <25 Kg/m2. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Oda dan Kawai (2010) bahwa ada hubungan positif antara IMT dengan peningkatan kejadian hipertensi. Menurut Nurrahmani (2012), peningkatan berat badan memainkan peranan penting pada mekanisme timbulnya hipertensi pada orang dengan obesitas. Dalam penelitian Nieky Greyti Dien (2014), terdapat hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan tekanan darah pada penderita hipertensi di poliklinik hipertensi dan nefrologi BLU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado dengan nilai p=0,033 dan p=0,006. Adanya hubungan antara IMT dengan tekanan darah (p<0.05) dan kekuatan hubungan tersebut adalah rendah (0.200<r<0.399). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi IMT seseorang maka akan disertai juga dengan peningkatan darah sistolik dan tekanan diastolik (Hendrik, 2011). Faktor dominan Semua variabel kecuali jenis kelamin, karena semua pengemudi bus AKAP berjenis kelamin laki-laki menunjukkan nilai yang signifikan. Untuk memperolah variabel yang dominan terhadap kejadian hipertensi maka dilakukan uji multivariat dengan menggunakan regresi logistik. Hasil uji menunjukkan bahwa variabel yang dominan terjadinya hipertensi adalah merokok, minum kopi, dan IMT. Dari ketiga faktor tersebut yang paling dominan adalah IMT. Artinya bahwa IMT mempunyai faktor risiko yang paling besar di antara faktor risiko lainnya yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pengemudi bus AKAP jurusan Pulau Jawa–Bali. KESIMPULAN Kejadian hipertensi pada pengemudi bus AKAP jurusan Pulau Jawa-Bali saat arus mudik Lebaran 2015 adalah sebesar 43,1%. Faktor- faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi tersebut adalah umur, waktu istirahat, merokok, minum kopi, lingkar perut, dan IMT. Faktor dominan adalah IMT, diikuti merokok dan minum kopi. SARAN 1. Perlu adanya aktivitas fisik yang cukup untuk pengemudi bus agar lemak yang menumpuk dapat berkurang sehingga berat badan pengemudi bus ideal dengan tingginya. 2. Perusahaan otobus maupun otoritas di terminal perlu membentuk Posbindu khusus agar kesehatan pengemudi bus khususnya tekanan darah dapat terpantau dan ditangani sesegera mungkin. UCAPAN TERIMA KASIH Dengan selesainya penelitian ini, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh karyawan dan karyawati di Kantor Kesehatan Pelabuhan Probolinggo khususnya wilayah kerja Pelabuhan Tanjung Wangi yang telah memberikan motivasi, dan bantuan tenaga dalam pelaksanaan kegiatan ini, sehingga terlaksana dengan baik, lancar dan sukses. DAFTAR PUSTAKA Krummel. 2004.Medical Nutrition Therapy in Cardiovascular Disease. Tesfaye.2007.Association between body mass index and blood pressure across three population in Africa and Asia. William. 1991.Hypertensive vascular disease, di dalam Wilson Jean D. et al., editor, Harrison’s Principles of Internal Medicine. Black & Hawks. 2005. Medical surfical nursing : clinical management for positive outcomes. Departemen Kesehatan RI. 2006.Pedoman Teknis Penemuan Dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. UU Nomor 22. 2009. Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalimartha Setiawan dkk. 2008. Care Your Self Hipertensi. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Buku Pintar PTM Penyakit Tidak Menular dan Faktor Risiko Seri 2. Namira Wadjir dkk. 2013. Hipertensi Pada Pramudi Bus TransJakarta di PT. Bianglala Metropolitan Tahun 2013. Destry. 2012. Indeks masa tubuh, lama bekerja, kebiasaan makan, dan gaya hidup hubungannya dengan hipertensi pada pramudi (pengemudi) bus Transjakarta tahun 2012.
  • 20. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 15 Anggraeni, Vina. 2012. Tingkat kebisingan lalu lintas dan risiko hipertensi pada supir angkutan umum KWKwilayah JakartaTimur tahun 2012. Hull, Alison. 1996. Penyakit jantung hipertensi dan nutrisi. Ika Puji Wahyuni. 2013. Faktor Risiko Penyakit Hipertensi Pada Laki-Laki di Wilayah Kerja Puskesmas Tawangrejo Kota Madiun. Hananta Yuda, I Putu. 2011. Deteksi Dini dan Pencegahan 7 Penyakit Penyebab Mati Muda. Irza, S. 2009. Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung, Sumatera Barat. Haninda, fajar, dkk. 2011. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dan Kejadian Hipertensi di Layanan Kesehatan Cuma-Cuma Ciputat Hasrin Mannan, dkk. 2012. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto Tahun 2012 Oda, Eiji and Ryu Kawai. 2010. Body Mass Index is More Strongly Associated with Hypertension than Waist Circumference in Apparently Healthy Japanese Men and Women. Nurrahmani, Ulfa. 2012. Stop! Hipertensi Malope Sheila. 2012. Hubungan Lingkar Lengan Atas dan Lingkar Pinggang dengan Tingkat Hipertensi pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Interna RSJ Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Provinsi Sulawesi Utara. Kemenkes. 2013. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013 Nieky Greyti Dien, dkk. 2014. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi di Poliklinik Hipertensi dan Nefrologi Blu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Hendrik. 2011. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Tekanan Darah Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
  • 21. 16 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Deteksi Dini Kanker Payudara dan Leher Rahim di Indonesia Tahun 2007-2014 Breast and Cervical Cancer Early Detection in Indonesia, 2007-2014 Mugi Wahidin Subdit Pengendalian Penyakit Kanker, Direktorat PPTM, Direktorat Jenderal PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI Abstrak Kanker merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia dengan prevalensi 1,4 per 1000 penduduk dan penyebab kematian nomor 7 dari seluruh penyebab kematian. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker dengan insidens tertinggi, diikuti kanker leher rahim. Untuk dapat mendeteksi kanker payudara dan leher rahim secara dini dan pengobatan segera, maka Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim secara nasional dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor serta organisasi/instansi terkait lainnya. Kajian ini merupakan tinjauan pustaka yang mengacu pada laporan Ditjen PP dan PL tahun 2007-2014, buku pedoman, Renstra Kemenkes 2015-2019, Keputusan dan Peraturan Menteri, buku dan jurnal penelitian. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif secara komprehensif berdasarkan pada pokok masalah dalam upaya pengendalian kanker payudara dan leher rahim di Indonesia. Sampai dengan tahun 2014, kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim telah dilaksanakan di seluruh provinsi di Indonesia, meliputi 304 kabupaten/kota dan 1986 puskesmas. Jumlah kumulatif perempuan berusia 30-50 tahun yang telah diskrining tahun 2007-2014 sebanyak 904.099 orang. Dari jumlah yang telah diskrining tersebut, 2.368 diantaranya (2,6 per 1000) menunjukkan adanya tumor payudara, sedangkan 44.654 (4,94%) dengan IVA positif, dan 1.056 (1,2 per 1000) dengan suspek kanker leher rahim. Kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim perlu terus dikembangkan dan diperkuat di daerah yang sudah melaksanakan dan diperluas ke daerah lain yang belum melaksanakan untuk mencapai target dalam Renstra Kemenkes Tahun 2015-2019. Kata kunci: Deteksi dini, kanker payudara, kanker leher rahim, Indonesia Abstract Cancer is not a contagious disease that is becoming one of the major public health problem in Indonesia with a prevalence of 1.4 per 1000 population and the leading cause of death from all causes of death 7. Breast cancer is one type of cancer with the highest incidence, followed by cervical cancer. To be able to detect breast cancer and cervical cancer early and immediate treatment, the Directorate PPTM, DG of Disease Control and Environmental Health, Ministry of Health has been developing and strengthening the activities of early detection of breast cancer and cervical cancer nationally, involving cross-program and cross-sector as well as organizations / other relevant agencies. This study is a literature review that refers to reports DG and PL years 2007-2014, manuals, Ministry of Health Strategic Plan 2015-2019, Decision and Regulation, books and research journals. The analytical method used is descriptive analysis comprehensively based on the subject matter in an effort to control breast and cervical cancer in Indonesia. Until 2014, the activities of early detection of breast and cervical cancer has been implemented in all provinces in Indonesia, covering 304 districts / cities and 1986 health centers. The cumulative number of women aged 30-50 years who had been screened in 2007-2014 as many as 904 099 people. Of the amount that has been screened, 2,368 of them (2.6 per 1000) indicate the presence of breast tumors, whereas 44 654 (4.94%) with positive IVA, and 1,056 (1.2 per 1000) with suspected cancer of the cervix. Activities of early detection of breast and cervical cancer need to be developed and strengthened in areas that are already carrying out and extended to other areas which have not implemented to achieve the target in the Strategic Plan of the Ministry of Health Year 2015-2019. Keywords: Early detection, breast cancer, cervical cancer, Indonesia Alamat Korespondensi: Mugi Wahidin, Subdit Pengendalian Penyakit Kanker, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, Jl. Percetakan Negara No.29 Jakarta Pusat, Hp. 085775088113,email:wahids_wgn@yahoo.co.id PENDAHULUAN Kanker merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia dengan prevalensi 1,4 per 1000 penduduk dan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) dari seluruh penyebab kematian di Indonesia (Riskesdas 2012). Kanker juga menyebabkan beban pemerintah yang sangat tinggi dalam pembiayaan kesehatan bila tidak ditemukan secara dini. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker dengan insidens tertinggi pada perempuan, dengan estimasi 40 per 100.000
  • 22. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 17 perempuan, diikuti kanker leher rahim (17 per 100.000perempuan)(Globocan,IARC2012). Insidens tersebut meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2002, yaitu berturut-turut 26 per 100.000 perempuan (kanker payudara) dan 16 per 100.000 perempuan (kanker leher rahim) (Globocan, IARC, 2002). Pada tahun 2010, jenis kanker tertinggi yang dilaporkan dari RS seluruh Indonesia pada pasien rawat inap adalah kanker payudara (28,7%), dan kanker leher rahim (12,8%). Untuk dapat mendeteksi kanker payudara dan leher rahim secara dini (early detection) dan pengobatan segera (prompt treatment), maka Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan telah mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim secara nasional dengan melibatkan lintas program dan lintas sektor, perguruan tinggi, organisasi profesi, pihak swasta, yayasan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan organisasi terkait lainnya seperti Female Cancer Program (FCP), Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB), Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Kerja (OASE-KK), dan Tim Penggerak PKK. Pada tahun 2007, Kementerian Kesehatan RI telah mulai mengembangkan Pilot Proyek Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Payudara di 6 kabupaten di 6 provinsi di Indonesia, yaitu 1)Kabupaten Deli Serdang (Sumatera Utara); 2)Gresik (Jawa Timur); 3)Kebumen (Jawa Tengah); 4)Gunung Kidul (DI Yogyakarta); 5)Karawang (Jawa Barat); dan 6)Gowa (Sulawesi Selatan). Dalam pengembangan pilot proyek tersebut, secara teknis dibantu oleh the Johns Hopkins Program for International Education in Gynecology and Obstetricts (JHPIEGO), yaitu LSM yang bergerak dalam bidang kesehatan perempuan yang berafiliasi dengan John Hopkins University, Amerika Serikat. Selain itu juga bekerja sama dengan Female Cancer Program. Pada tanggal 21 April 2008, dicanangkan program nasional deteksi dini kanker leher rahim dan payudara oleh Ibu Negara (pada waktu itu Hj. Ani Yudhoyono). Selanjutnya pada tahun 2010 diterbitkan Kepmenkes Nomor 796 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim yang dijadikan sebagai petunjuk dalam pelaksanan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim di Indonesia. Untuk memperkuat dan mengakselerasi pencapaian target program, pada tanggal 21 April 2015 dilakukan Pencanangan Program Nasional Peran Serta Masyarakat dalam Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker pada Perempuan Indonesia 2015-2019 oleh Ibu Negara (Iriana Jokowi). Program ini terus dikembangkan dan diperluas ke kabupaten/kota dan provinsi lain di Indonesia. Kemudian pada tahun 2015 diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 tahun 2015 tentang Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim untuk penyesuaian kebutuhan program pengendalian kanker payudara dan leher rahim yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 796 Tahun 2010. Deteksi dini (penapisan/skrining) adalah upaya pemeriksaan atau tes sederhana dan mudah yang dilaksanakan pada populasi masyarakat sehat, yang bertujuan untuk membedakan masyarakat yang sakit atau berisiko terkena di antara masyarakat yang sehat. Untuk deteksi dini kanker payudara, kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan adalah Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS) atau Clinical Breast Examination (CBE), sedangkan yang dilakukan sendiri oleh kelompok masyarakat berisiko adalah Periksa Payudara Sendiri (SADARI). Untuk deteksi dini kanker leher rahim adalah dengan melakukan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) dan pengobatan segera dengan krioterapi (criotherapy) untuk IVA positif (lesi pra kanker leher rahim positif). Pemeriksaan SADANIS dan SADARI bertujuan untuk mendeteksi adanya benjolan pada payudara sedini mungkin agar dapat dilakukan penanganan sesegera mungkin, sedangkan pemeriksaan IVA untuk menemukan lesi pra kanker leher rahim sebelum menjadi kanker. Kegiatan deteksi dini dengan melakukan SADANIS dan IVA memiliki beberapa keuntungan, sebagai berikut: 1)Pemeriksaan lebih sederhana, mudah, cepat, dan hasil dapat diketahui secara langsung; 2)Tidak memerlukan sarana laboratorium; 3)Dapat dikerjakan oleh dokter umum dan bidan di puskesmas bahkan di
  • 23. 18 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dalam mobil; 4)SADANIS dan IVA (termasuk krioterapi) dapat dilakukan dengan kunjungan tunggal (single visit approach), sehingga lebih efektif dan meminimalisir kemungkinan lost to follow-up. 5)Cakupan deteksi dini dengan IVA minimal 80% selama lima tahun akan menurunkan insidens kanker leher rahim secara signifikan (WHO, 2006); 6)Sensitifitas IVA sebesar 77% (56-94%) dan spesifisitas 86% (74-94%) (WHO, 2006); 7)Deteksi dini kanker leher rahim dengan frekuensi 5 tahun sekali dapat menurunkan kasus kanker leher rahim 83,6% (IARC, 1986); dan 8)Deteksi dini kanker payudara dengan CBE dapat menemukan stadium I dan II (downstaging) sebesar 68% (RegionalWorkshop NCCP, India 2010). Target cakupan deteksi dini pada perempuan berusia 30-50 tahun yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keshetan RI,yaitu sebesar 50% pada tahun 2019 (Renstra Kemenkes RI, 2015- 2019). Kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim dilaksanakan di puskesmas dan rumah sakit rujukan di kabupaten/kota dan provinsi, dengan kegiatan pokok: 1)Advokasi dan sosialisasi; 2)Pelatihan untuk Pelatih (ToT=Training of Trainer); 3)Pelatihan provider di kabupaten/kota; 4)Pelatihan kader di puskesmas; 5)Promosi kesehatan; 6)Pelaksanaan skrining (deteksi dini); 7)Pencatatan dan pelaporan (surveilans); dan 8)Monitoring dan evaluasi. Pencatatan dan pelaporan menggunakan formulir baku sesuai dengan Kepmenkes Nomor 796 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Permenkes Nomor 34 Tahun 2015. Data diinput ke dalam register dan Sistem Informasi Surveilans Penyakit Tidak Menular berbasis web. Data diolah dan dianalisis secara otomatis oleh sistem informasi dan dapat diakses secara berjenjang mulai dari puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan Kementerian Kesehatan RI (Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL). METODE Kajian ini merupakan tinjauan pustaka yang mengacu pada laporan Ditjen PP dan PL tahun 2007-2014, buku pedoman, Renstra Kemenkes 2015-2019, Keputusan dan Peraturan Menteri, buku dan jurnal penelitian. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif secara komprehensif berdasarkan pada pokok masalah dalam upaya pengendalian kanker payudara dan leher rahim di Indonesia. HASIL Sampai dengan tahun 2014, kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim telah dilaksanakan di seluruh (34) provinsi di Indonesia, meliputi 304 dari seluruh kabupaten/ kota yang ada di Indonesia (59%), dan 1986 puskesmas (19,9%). Jumlah tenaga kesehatan yang telah dilatih sebagai pelatih (trainer) sebanyak 430 orang, terdiri dari dokter spesialis (obgin, onkolog obgin, dan bedah), dokter umum dan bidan. Jumlah pelaksana (provider) deteksi dini di puskesmas sebanyak 4.127 orang, terdiri dari 2.671 bidan dan 1.456 dokter umum, atau rata-rata 2 orang per puskesmas. Jumlah kumulatif sasaran (perempuan berusia 30-50 tahun) yang telah diskrining di Indonesia tahun 2007-2014, yaitu sebanyak 904.099 orang (2,45%) (Gambar). Dari jumlah yang telah diskrining tersebut, 2.368 diantaranya (2,6 per 1000) menunjukkan adanya tumor payudara, sedangkan 44.654 (4,94%) dengan IVA positif, dan 1.056 (1,2 per 1000) dengan suspect kanker leher rahim. Sejak tahun 2007 jumlah sasaran yang diskrining meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah provider dan daerah yang melaksanakan kegiatan deteksi dini (Gambar).
  • 24. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 19 PEMBAHASAN Keberhasilan kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim dengan cara SADANIS dan IVA di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti jumlah tenaga kesehatan yang dilatih, kondisi geografis, serta ketersediaan sarana. Selain itu, dalam melaksanakan SADANIS dan IVA memerlukan keterampilan tenaga kesehatan yang memadai, sehingga pelatihan yang diberikan harus terstandar, dan disertai dengan adanya supervisi yang ketat. Deteksi dini kanker payudara dan leher rahim dilaksanakan secara bersamaan (terintegrasi) mengingat sasaran (subyek) pemeriksaan yang sama, yaitu perempuan berusia 30-50 tahun. Namun pemilihan sasaran ini memiliki keterbatasan, karena perbedaan karakterisik kedua jenis kanker. Kanker payudara cenderung dialami oleh perempuan dengan umur yang lebih tua (≥40 tahun), sedangkan kanker leher rahim pada umur yang lebih muda. Hal ini memungkinkan adanya sasaran yang tidak tercakup dalam kegiatan deteksi dini. Walaupun kegiatan deteksi dini sudah dilaksanakan di seluruh (34) provinsi, 59% kabupaten/kota, namun jumlah puskesmas yang melaksanakan kegiatan deteksi dini (19,89%; 1986/10000) dan cakupan deteksi dini masih sangat rendah (2,45%), sedangkan target pada tahun 2019 sebesar 50%). Rendahnya cakupan, antara lain karena belum tersedianya biaya kegiatan deteksi dini tersebut di semua daerah. Meskipun belakangan ini BPJS Kesehatan sudah mulai menanggung pembiayaan, tetapi jumlahnya masih terbatas. Hasil deteksi dini kanker payudara, menunjukkan bahwa suspek kanker payudara sebesar 2,6 per 1000, yaitu lebih tinggi bila dibandingkan dengan estimasi Globocan tahun 2012 (40 per 100.000 atau 0,4 per 1000). Namun hal ini karena estimasi Globocan memperhitungkan seluruh perempuan, sedang deteksi dini perempuan berusia 30-50 tahun. Berdasarkan hasil pemeriksaan IVA tahun 2007-2014, sebanyak 44.654 (4,94%) menunjukkan hasil positif. Angka ini dianggap masih wajar, karena masih dalam rentang 3-5. Sementara itu jumlah suspek kanker leher rahim yang ditemukan adalah sebesar 1,2 per 1000, hampir mendekati hasil pemeriksaan sebelumnya yang dilakukan oleh Female Cancer Program di DKI Jakarta, yaitu 1 per 1000 perempuan. Hasil ini juga jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan estimasi Globocan tahun 2012 (17 per 100.000), namun hal ini juga karena estimasi Globocan memperhitungkan seluruh perempuan, sedangkan untuk deteksi dini hanya pada perempuan berusia 30-50 tahun. KESIMPULAN 1. Hingga tahun 2014, kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim telah dilaksanakan di seluruh (34) provinsi, 304 (59%) kabupaten/kota, dan 1986 (19,8%) puskesmas di Indonesia, dengan rata-rata jumlah tenaga kesehatan terlatih sebanyak 2 orang per puskesmas. Cakupan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim masih rendah (2,45%), sedangkan target capaian tahun 2019 sebesar 50%. 2. Hasil kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim di Indonesia tahun 2007- 2014, menunjukkan bahwa 2,6 per 1000 perempuan (usia 30-50 tahun) merupakan suspek kanker payudara, sedangkan dengan suspek kanker leher rahim sebesar 1,2 per 1000 perempuan. SARAN Untuk meningkatkan cakupan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim di Indonesia dan tercapainya target tahun 2019, maka: 1. Perlu dorongan yang lebih besar dari Kementerian Kesehatan RI dalam peningkatan dan penguatan serta percepatan kegiatan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim di berbagai daerah di Indonesia. 2. Dinas Kesehatan provinsi dan kabupaten/ kota perlu lebih meningkatkan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan khususnya puskesmas yang mampu melakukan deteksi dini kanker payudara dan leher rahim dengan dukungan pembiayaan lebih memadai dari pemerintahan daerah setempat dan/atau BPJS 3. Perlu peningkatan kerja sama lintas program, lintas sektor, LSM, organisasi
  • 25. 20 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan profesi, dan organisasi/instansi terkait lainnya di berbagai tingkatan administratif baik di pusat maupun daerah. Selain itu perlu melibatkan para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan juga para suami. 4. Perlu advokasi untuk daerah yang belum mengembangkan kegiatan deteksi dini dan melakukan kegiatan monitoring yang lebih intensif ke daerah yang sudah mengembangkan kegiatan deteksi dini, serta evaluasi di semua tingkatan administratif secara berkala dan berkelanjutan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktorat Jenderal PP dan PL Kementerian Kesehatan RI serta Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan kegiatan deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit Kanker. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2005-2010. Statistik Morbiditas dan Mortalitas di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Penemuan dan Penatalaksanaan Penyakit Kanker Tertentu di Komunitas. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. International Agency for Research on Cancer (IARC). 2012. Globocan, Lyon. Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2012. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 796 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2015. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019. Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Rasjidi, Imam. 2010. Epidemiologi Kanker pada Wanita. Jakarta: CV Sagung Seto. WHO, 2002. National Cancer Control Programmes Policy and Managerial Guidelines, Geneva.
  • 26. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 21 Kinerja Jumantik dan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2014 Performance of “Jumantik” and Incidence of Dengue Hemorhagic Fever in Rejang Lebong District, 2014 Rustam Aji Politeknik Kesehatan Bengkulu Abstrak Demam Berdarah (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang penyebarannya sangat cepat dan seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Salah satu kegiatan dalam pengendalian DBD adalah dengan melaksanakan program Jumatik, namun keberhasilan dalam menurunkan kejadian DBD sangat ditentukan oleh kinerja Jumantik. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Rejang Lebong dengan desain cross sectional study. Besar sampel adalah total populasi, berjumlah 40 responden. Jenis data adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20 responden (50%) berumur di bawah 35 tahun, sebagian besar (55%) laki-laki, sebagian besar (40%) berpendidikan SMP, sebagian besar (30%) bekerja sebagai pedagang, dan pada umumnya (82,5%) lama menjadi Jumantik di bawah 1 tahun. Dari Tabel 2 di atas, terlihat bahwa sebanyak 25 Jumantik (62,5%) mempunyai kinerja baik, sedangkan sisanya (37,5%) kurang baik. Hasil analis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kinerja Jumantik dan kejadian DBD. Kata kunci: Kinerja Jumantik, kejadian DBD, Rejang Lebong Abstract Dengue Fever (DHF) is an infectious disease caused by the dengue virus is spreading fast and often lead to extraordinary events (KLB). One of the activities in dengue control is to implement the program Jumatik, but success in reducing the incidence of dengue is largely determined by the performance of Jumantik. This Peneliltian dilaksnakan in Rejang Lebong with cross sectional study design. The sample size is the total population, were 40 respondents. This type of data is primary data obtained through interviews using a questionnaire. The results showed that as many as 20 respondents (50%) aged under 35 years, the majority (55%) of men, most (40%) junior high school education, the majority (30%) worked as a trader, and in general ( 82.5%) long been Jumantik under 1 year. From the above Table 2, it appears that as many as 25 Jumantik (62.5%) had a good performance, while the rest (37.5%) were less good. Analysts bivariate results showed a significant relationship between performance Jumantik and incidence of dengue. Keywords: Performance of “ Jumantik”, DHF incidence, Rejang Lebong Alamat Korespondensi: Rustam Aji, Politeknik Kesehatan Bengkulu, email: adjieroestamadjie@rocketmail.com PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu jenis penyakit menular akut yang masih menjadi masalah kesehatan baik individu, keluarga maupun masyarakat. Hal ini karena penyebarannya yang sangat cepat dan seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti melalui gigitan dan air liurnya, kemudian virus masuk ke dalam aliran darah, sehingga menimbulkan DBD (WHO 2004). Pada awalnya salah satu strategi Kementerian Kesehatan dalam pengendalian DBD adalah dengan cara melakukan fogging (pengasapan), kemudian diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat penampungan air (TPA). Kedua cara tersebut ternyata belum menunjukkan hasil yang optimal, hal ini ditandai dengan makin meningkatnya jumlah kasus dan penyebaran DBD di Indonesia (Kemenkes, 2013). Menyadari hal tersebut, maka dalam program pengendalian DBD saat ini lebih mengutamakan pengendalian kepadatan populasi vektor DBD dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN DBD) dengan cara 3M atau 3M-plus. Demam Berdarah Dengue di Indonesia pertama kali dilaporkan di Kota Surabaya dan DKI Jakarta pada tahun 1968, sedangkan virus DBD ditemukan tahun 1972. Kemudian DBD mulai menyebar ke berbagai provinsi di
  • 27. 22 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Indonesia, sehingga tahun 1980 seluruh provinsi telah terjangkit penyakit ini. Indonesia merupakan daerah endemis DBD dengan jumlah kasus sebanyak 117.830 pada tahun 2008 dan 953 kematian. Tahun 2010 tercatat sebanyak 156.086 kasus, menempati urutan tertinggi di ASEAN dengan 1.358 kematian. Pada tahun 2011, jumlah kasus menurun dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 49.486 kasus dengan 403 kematian (Ditjen PP dan PL, 2012). Kabupaten Rejang Lebong dengan luas wilayah 1.515.76 km2 terdiri dari 122 desa dan 34 kelurahan dengan jumlah penduduk 250,608 jiwa dan kepadatan penduduk 165 per km2 (Dinkes Kabupaten Rejang Lebong, 2012). Berdasarkan Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu tahun 2012, jumlah kasus DBD di 4 kabupaten, yaitu sebanyak 157 kasus, berturut- turut terdiri dari 66, 51, 24, dan 16 di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu Selatan, 51 Bengkulu Tengah, dan Kepahiang. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong tahun 2014, jumlah kasus DBD di Puskesmas Perumnas Curup, Kabupaten Rejang Lebong selama 8 tahun sebanyak 324 kasus, terdiri dari 7 kasus tahun 2006, 52 (2007), 79 (2008), 57 (2009), 16 (2010), 19 (2011), 66 (2012), dan 28 (2013). Juru Pemantau Jentik (Jumantik) adalah anggota masyarakat yang secara sukarela memantau keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di lingkungannya. Jumlah Jumantik DBD di desa/kelurahan di 10 Kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu tahun 2012, adalah sebanyak 58 orang, terdiri dari 8 Jumantik di Kabupaten Muko-Muko, 8 (Kaur), 9 (Bengkulu Utara), 8 (Bengkulu Tengah), 9 (Bengkulu Selatan), 8 (Rejang Lebong), 8 (Seluma), 8 (Lebong), 8 (Kepahiang), dan 8 (Kota Bengkulu) (Dinkes Provinsi Bengkulu, 2012). Pada awal dibentuknya Jumantik, mereka rajin, melakukan pengecekan Tempat Penampungan Air (TPA) 2 kali per bulan, membagikan leaflet dan bubuk abate. Bila ada kasus DBD melapor ke Puskesmas dan Dinas Kesehatan, dan bersama petugas puskesmas dan dinas kesehatan melakukan penyemprotan (fogging). Namun demikian, masyarakat di Kecamatan Curup Kota, Curup Tengah, dan Curup Selatan mengeluhkan kinerja para petugas kader jumantik yang pernah dilatih, karena tidak melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya. Di lain pihak, jumantik juga mengeluhkan masalah honor. Pada waktu pelatihan mereka mendapatkan honor, namun, setelah itu tidak pernah mereka dapatkan. Pembinaan dan bimbingan berupa penyegaran dari Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong tidak pernah didapatkan lagi, sehingga semangat untuk bekerja sudah tidak ada. Harapan dari petugas Jumantik adalah agar pemerintah daerah menyediakan honor khusus yang bersumber dari APBD, dan warga masyarakat dapat menjaga TPA di masing-masing rumah tidak menjadi tempat perindukan nyamuk. Tujuan Penelitian ini adalah: 1)Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan lama kerja menjadi petugas kader jumantik; dan 2)Mengetahui hubungan kinerja kaderJumantik dengan kejadian DBD. METODE Desain penelitian adalah cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Rejang Lebong. Pengambilan data dan pengolahan data dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Desember 2014. Besar sampel adalah total populasi, yaitu sebanyak 40 Jumantik. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara pada Jumatik (responden) menggunakan kuesioner. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis univariat, karakteristik Jumantik dapat dilihat pada Tabel 1, dan kinerja jumantik pada Tabel 2. Tabel 1. Distribusi frekuensi Jumantik menurut karakteristik di Kabupaten Rejang Lebong tahun 2014 Karakteristik n % Umur < 35 tahun 20 50,0 >35 tahun 20 50.0 Jumlah 40 100 Jenis Kelamin Laki-laki 22 55,0
  • 28. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 23 Perempuan 18 45,0 Jumlah 40 100 Pendidikan SD 6 15,0 SMP 16 40,0 SMA 14 35,0 D.3 2 5,0 S.1 2 5,0 Jumlah 40 100 Pekerjaan PNS 8 20,0 Swasta 11 27,5 Petani 3 7,5 Tukang 2 5,0 Pedagang 12 30,0 Buruh 4 10,0 Jumlah 40 100 Lama menjadi Jumantik > 1 tahun 33 82,5 < 1 tahun 7 17,5 Jumlah 40 100 Berdasarkan Tabel 1 di atas diketahui bahwa karakteristik sebanyak 20 responden (50%) berumur di bawah 35 tahun, sebagian besar (55%) laki-laki, sebagian besar (40%) berpendidikan SMP, sebagian besar (30%) bekerja sebagai pedagang, dan pada umumnya (82,5%) lama menjadi Jumantik di bawah 1 tahun. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jumantik menurut kinerja di Kabupaten Rejang Lebong tahun 2014 Dari Tabel 2 di atas, terlihat bahwa sebanyak 25 Jumantik (62,5%) mempunyai kinerja baik, sedangkan sisanya (37,5%) kurang baik. Hasil analis bivariat, menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kinerja Jumantik dan kejadian DBD. KESIMPULAN 1. Setengah dari responden (50%) berumur dibawah 35 tahun, sebagian besar responden (55%) laki-laki, sebesar 40% berpendidikan SMP, 30% bekerja sebagai pedagang, dan padaumumnya(82,5%)lainnya menjadi jumantik di bawah 1 tahun. 2. Secara statistik ada hubungan yang signifikan antara kinerja kader jumantik dan kejadian DBD. SARAN 1. Jumantik perlu lebih meningkatkan kinerjanya, agar kejadian DBD dapat ditekan serendah mungkin. 2. Perlu diberikan pembinaan dan penyegaran kepada oleh Dinas Keshatan secara berkala. 3. Bagi peneliti, diharakan dapat melaksankan penelitian lanjutan dengan metode yang lebih baik. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Arta Sapta Rini, Ferry Efendi, Eka Misbahatul M Has. 2011. Hubungan pemberdayaan ibu pemantau jentik (Bumantik) dengan indikator keberhasilan Pemberantasan Sarang Nyamuk di Kelurahan Wonokromo Surabaya. Direktorat Jenderal PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI. 2012. Penanggulangan Penyakit DBD melalui kerjasama dengan kader juru pemantau jentik. Jakarta. Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong. 2012. Laporan Tahunan Geografi dan Kesehatan. Dinas Kesehatan Propinsi Bengkulu. 2012. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu. Kabid P2M. Bengkulu. Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong. 2014. Laporan Kepala Bidang Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong. Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong. 2013. Laporan Kantor Statistik Kabupaten Rejang Lebong dalam Profil Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Buletin Jendela Epidemiologi: Demam Berdarah Kinerja Jumantik n % Baik 25 62,5 Kurang 15 37,5 Jumlah 40 100
  • 29. 24 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dengue. Vol 2. Agustus 2010. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. Marista Octaviani Tanjung. 2012. Perilaku Kader Jumantik Dalam Melaksanakan PSN DBD 3M Plus di Kelurahan Jomblang Kecamatan Candisari. Menurut Sumarmo. 2005. Epidemiologi Lingkungan. Universitas Gadjah Mada (UGM). Notoatmodjo. 2009. Konsep Dasar Perilaku dan Promosi Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan (Pedoman Notoatmodjo. 2009. Konsep Dasar Perilaku dan Promosi Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan (Pedoman Skripsi, tesis dan instrumen penelitian keperawatan). Salemba Medika. Jakarta. Ni Putu Desi Ary Sandhi. 2013. Pengaruh Faktor Motivasi Terhadap Kinerja Juru Pemantau Jentik DalamPelaksanaan PSN Di Kecamatan Denpasar Selatan. Rizqi Mubarokah. 2012. Upaya peningkatan Angka Bebas Jentik DBD melalui pergerakan juru pemantau jentik (jumantik) di RW I Kelurahan Danyang Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan. Sri Suharti, R. 2010. Hubungan Pengetahuan dan Motivasi dengan Perilaku Kepala Keluarga dalam Pemberantasan PSN-DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Loa Ipuh Kabupaten Kutai Karta Negara. WHO. 2004. Panduan lengkap pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah dengue. Jakarta: EGC. Yuristisia, Harinda Wina. 2012. Analisis Implementasi Kebijakan Pengendalian Demam Berdarah Dengue pada Kader Juru Pemantau Jentik di Wilayah Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan Tembalang Kota Semarang.
  • 30. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 25 Meta-Analisis Hubungan Kondisi Lingkungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Meta-Analysis of Environmental Conditions Associated with Dengue Hemorrhagic Fever Suwito1, Edwin Siswono2 1Subdit Pengendalian Arbovirosis, Direktorat PPBB, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI 2Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Abstrak Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan permasalahan kesehatan, dan telah menyebar di semua kabupaten/kota di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan dengan kejadian DBD. Desain penelitian ini adalah studi literatur menggunakan metode meta-analisis. Sampel diambil dari 27 hasil penelitian metode kasus kontrol dan lima hasil penelitian metode potong lintang yang dipilih berdasarkan nilai OR. Hasil penelitian mendapatkan adanya hubungan bermakna antara kondisi tempat penampungan air (OR=2,63; 95% CI=1,79-3,88), keberadaan jentik metode kasus kontrol (OR=2,96; 95% CI=1,97-4,45), dan keberadaan jentik metode potong lintang (OR=4,67; 95% CI = 2, 68-8,14) dengan kejadian DBD. Kata kunci: Meta-analisis, kondisi lingkungan, demam berdarah dengue Abstract Dengue hemorrhagic fever is a major health problem in Indonesia. All of areas in Indonesia are at risk of dengue transmission. The purpose of this study to determine the association between environmental conditions and dengue hemorrhagic fever. Study design is a literature review using meta-analysis method with the total sample of 27 case-control studies and five cross sectional random effect model for the summary of OR. The results revealed a significant associatiated with dengue hemorrhagic fever are container conditions (OR=2.63; 95% CI=1.79-3.88), the presence of mosquito larvae in the case control (OR=2.96; 95% CI=1.97-4.45), and the presence of larvae in the sectional (OR=4.67; 95% CI=2.68-8.14). Keywords: Meta-analysis, environmentak conditions, dengue hemorrhagic fever Alamat korespondensi: Suwito, Subdit Pengendalian Arbovirosis, Direktorat PPBB, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, Jl. Percetakan Negara No.29JakartaPusat, Hp: 081379729578, e-mail:suwito_enk@yahoo.co.id PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang ditandai dengan demam tinggi (mendadak tanpa sebab yang jelas), manifestasi perdarahan, trombositopeni, hemokonsentrasi dan disertai dengan atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali) Penyakit ini pertama kali dikenal di Filipina pada tahun 1953 (WHO, 2009). Berdasarkan etiologi, penyakit ini disebabkan oleh virus dengue serotipe 2, 3, dan 4 yang diisolasi dari pasien tahun 1956. Dua tahun kemudian, virus dengue dengan berbagai serotipe diisolasi dari pasien selama epidemik di Bangkok, Thailand. Selama kurang lebih tiga dekade, DBD telah ditemukan di Kamboja, China, India, Indonesia, Malaysia, Maldives, Myanmar, Singapura, Sri Lanka, Vietnam, dan beberapa kepulauan di Pasifik (Shepard dkk, 2013). Di Indonesia, kasus DBD pertama kali ditemukan di Surabaya dan DKI Jakarta pada tahun 1968, kemudian mulai menyebar ke beberapa provinsi di Indonesia. Pada tahun 2004, jumlah kabupaten/ kota terjangkit DBD sebanyak 334, tahun 2014 meningkat menjadi 511 kabupaten/kota. Tahun 1968 Insidence Rate (IR) DBD dilaporkan sebesar 0,05 per 100.000 penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 41,3%, sedangkan tahun 2007 dan 2014, IR sebesar 71,18 dan 39,62 per 100.000 penduduk, dengan CFR 1,00% dan 0,09% (Kemenkes RI, 2015). Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor lingkungan memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian DBD. Pemasangan kawat kassa pada ventilasi misalnya dapat menekan risiko gigitan nyamuk penular DBD. Studi di Kota Bandar Lampung pada tahun 2012 menunjukkan bahwa risiko terkena DBD orang yang tinggal di rumah yang tidak dipasang kawat kassa, 4,75 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tinggal di
  • 31. 26 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan rumah yang dipasang kawat kassa. (Tamza, 2013). Kondisi tempat penampungan air atau kontainer yang ada di rumah merupakan salah satu faktor risiko kejadian DBD. Penelitian yang dilakukan di Kota Medan, Sumatera Utara menunjukkan bahwa risiko terjangkit DBD pada kondisi tempat penampungan air yang terbuka atau tidak baik 2,9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi tempat penampungan air yang tertutup atau baik (Nurmaida, 2003). Salah satu faktor lingkungan lainnya yang memiliki pengaruh terhadap kejadian DBD adalah keberadaan jentik nyamuk pada tempat penampungan air atau kontainer. Hal ini dapat terlihat dari studi yang dilakukan di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara pada tahun 2011 bahwa pada tempat penampung air yang terdapat jentik di dalamnya, risiko terjangkitnya DBD 3,17 kali lebih besar dibandingkan dengan tempat penampungan air yang tidak terdapat jentik (Mulyawan, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan (pemasangan kawat kassa ventilasi, keberadaan jentik nyamuk dan kondisi tempat penampungan air (TPA) dengan kejadian DBD. METODE Penelitian ini merupakan review literature dengan metode meta-analisis yang merupakan analisis terhadap studi-studi sebelumnya dengan melakukan penelusuran dan analisis ilmiah secara sistematis, dengan kaidah statistik yang terstruktur, serta menarik kesimpulan melalui nilai penggabungan ukuran efek studi. Penelitian yang diikutsertakan pada meta- analisis ini adalah desain studi case control dan cross sectional pada penelitian epidemiologi. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini faktor risiko DBD berupa karakteristik individu dan kondisi lingkungan dengan variabel dependen adalah kejadian DBD. Data yang digunakan merupakan data tersier yang berasal dari penelitian yang telah dipublikasikan melalui mesin pencari Google Scholar dan database Perpustakaan FKM UI. Lokasi dan waktu penelitian Penelitian yang digunakan dalam meta- analisis ini merupakan laporan dari penelitian yang dilakukan di Indonesia. Studi ini dilaksanakan dengan melakukan pencarian artikel pada database jurnal nasional yang ditemukan melalui mesin pencari Google Scholar dan koleksi skripsi dan tesis di Perpustakaan FKM UI. Langkah identifikasi hingga analisis dilakukan pada bulan Mei-Juni 2015. Populasi dan sampel penelitian Populasi dalam penelitian ini merupakan seluruh penelitian yang telah terpublikasi di jurnal nasional dan dapat diakses melalui internet terutama dalam bentuk jurnal full-text dan juga database penelitian mahasiswa FKM UI. Sedangkan sampel penelitian adalah studi terpilih yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Proses penentuan jumlah dan pemilihan sampel penelitian dimulai dari identifikasi (identification), penyaringan (screening), pemenuhan syarat (eligibilty) hingga ditentukan jurnal yang akan dimasukkan kedalam meta-analisis (inklusi studi). Instrumen penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan instrumen abstraksi yang dianalisis menggunakan software STATA 12.0. Instrumen penelitian mencakup karakteristik masing-masing penelitian seperti nama peneliti, tahun publikasi, lokasi penelitian, waktu penelitian, desain studi, usia subjek penelitian, jumlah sampel, nilai asosiasi (OR dengan 95% CI). Selengkapnya bentuk instrumen penelitian dapat dilihat pada bagian lampiran. Analisis data Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah uji heterogenitas, uji bias publikasi, dan odds ratio gabungan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungankondisitempatpenampungan air dan kejadian DBD pada penelitian case control Hasil uji statistik odds ratio gabungan pada model random effect, terdapat hubungan yang signifikan antara faktor tempat penampungan air dan kejadian DBD. Hal ini sejalan dengan
  • 32. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 27 penilaian risiko, bahwa lingkungan yang memiliki tempat penampungan air dengan kondisi terbuka memiliki risiko 2,63 kali lebih tinggi untuk terkena penyakit demam berdarah dengue dibandingkan dengan tempat penampungan air dengan kondisi tertutup. (95% CI; 1,79-3,88) (Gambar 1). Gambar 1. Forest plot hubungan tempat penampungan air dan kejadian DBD pada penelitian case control Hubungan keberadaan jentik nyamuk dan kejadian DBD pada penelitian case control Hasil uji statistik odds ratio gabungan pada model random effect, terdapat hubungan yang signifikan antara faktor keberadaan jentik nyamuk dan DBD. Hal ini sejalan dengan penilaian risiko, bahwa lingkungan rumah yang ditemukan jentik nyamuk memiliki risiko 2,96 kali lebih tinggi untuk terkena penyakit demam berdarahdenguedibandingkan dengan lingkungan rumah yang tidak ditemukan jentik nyamuk. (95% CI; 1,97-4,45) (Gambar 2). Gambar 2. Forest plot hubungan keberadaan jentik nyamuk dengan dan kejadian DBD pada penelitian case control Hubungankondisitempatpenampungan air dan kejadian DBD pada penelitian cross sectional Hasil uji statistik odds ratio gabungan pada model random effect tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor kondisi tempat penampungan air dan kejadian DBD (95% CI; 0,64-1,81) (Gambar 3). Gambar 3. Forest plot hubungan kondisi tempat penampungan air dan kejadaian DBD pada penelitian cross sectional Hubungan keberadaan jentik nyamuk dan kejadian DBD pada penelitian cross sectional Hasil uji statistik odds ratio gabungan pada model random effect, terdapat hubungan yang signifikan antara faktor keberadaan jentik nyamuk dan kejadian DBD. Hasil penilaian risiko juga menunjukkan terdapat adanya perbedaan, yaitu kondisi tempat penampungan air yang terdapat jentik memiliki risiko 4,67 kali lebih tinggi untuk terkena penyakit demam berdarah dengue dibandingkan dengan kondisi tempat penampungan air tidak terdapat jentik. (95% CI; 2,68 - 8,14) (Gambar 4) Gambar 4. Forest plot hubungan keberadaan jentik nyamuk dengan kejadian DBD pada penelitian cross sectional
  • 33. 28 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan KESIMPULAN 1. Hasil meta-analsis kondisi yang menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian DBD pada penelitian case control, yaitu kondisi tempat penampungan air terbuka memiliki risiko 2,63 kali lebih tinggi terkena DBD dan keberadaan jentik memiliki risiko DBD 2,96 kali lebih tinggi. 2. Hasil meta-analsis kondisi yang menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian DBD pada penelitian cross sectional, yaitu keberadaan jentik memiliki risiko DBD 4,67 kali lebih tinggi. SARAN Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan alternatif terbaik untuk menjaga tempat penampungan air supaya tetap tertutup dan selalu dikuras setiap minggu, sehingga bebas dari jentik. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia serta kasubdit dan staf Subdit Arbovirosis, Direktorat PPBB. DAFTAR PUSTAKA Anker M and Arima Y. 2011. Male-female differences in the number of reported incident dengue fever cases in six Asian countries. Western Pacific Surveillance and Response Journal, 2(2):17-23. doi:10.5365/wpsar.2011.2.1.002 Begg, Colin B & Jesse A. 1998. Publication bias: A problem in interpreting medical data. Journal of Royal Statistical Society A; 151(3): 419-463 Bhatt S, Gething PW, Brady OJ, Messina JP, Farlow AW, Moyes CL et.al. 2013. The global distribution and burden of dengue. Nature;496:504-507. Brady OJ, Gething PW, Bhatt S, Messina JP, Brownstein JS, Hoen AG et al. 2012. Refining the global spatial limits of dengue virus transmission by evidence-based consensus. PLoS Negl Trop Dis. 2012 ;6:e1760. doi:10.1371/journal.pntd. 0001760. Cendrawirda. 2008. Hubungan Faktor Individu Anak, Faktor Sosio Demografi Keluarga, dan Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Pada Anak di Kota Tembilahan Kabupaten Indra Giri Hilir Provinsi Riau Tahun 2008. Tesis Program Pascasarjana Program Studi Epidemiologi Komunitas, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Hajar, Siti. 2013. Hubungan Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN-DBD) Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan Tahun 2013. Tesis Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitasIndonesia Hasyimi. 2011. Hubungan Tempat Penampungan Air dan Faktor Lainnya dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi DKI Jakarta Dan Bali. Media Litbang Kesehatan Vol 21 Nomor 2 Tahun 2011 Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi: Topik Utama Demam Berdarah Dengue. Vol. 2. Jakarta Mulyawan, I Kadek. 2011. Pola Sebaran dan Faktor Risiko Kejadian DBD di Kota Kendari Tahun 2010. Tesis: Program Pascasarjana Program Studi IKM Universitas Gadjah Mada Nurmaida. 2012. Hubungan Jarak Penangkaran Walet dan Faktor Risiko Lainnya dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kota Medan Tahun 2013. Tesis Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Purwanto. 2013. Hubungan Kondisi Kesehatan Lingkungan Rumah dan Perilaku Pencegahan DBD dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di 3 Kecamatan Endemis DBD Kabupaten Karawangan Tahun 2012. Tesis Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Salawati. 2010. Kejadian Demam Berdarah Dengue Berdasarkan Faktor Lingkungan dan Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk di Wilayah Puskesmas Srondol Kecamatan Banyumanik Kota Semarang Tahun 2010. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia Vol 6 No 2 Tahun 2010
  • 34. Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 29 Sandra. 2010. Hubungan Karakteristik Individu dan Kondisi Tempat Penampungan Air (TPA) dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Pabuaran Kecamatan Cibinong Tahun 2010. Skripsi FKM UI, Depok. Shepard DS, Undurraga EA, Halasa YA. 2013. Economic and Disease Burden of Dengue in Southeast Asia. PLoS Negl Trop Dis 7(2): e2055. doi:10.1371/journal.pntd.0002055 Sibe. 2009. Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo 2009. Jurnal MKMI Vol 6 No.4 Oktober 2010 Sitio, Andi. 2005. Hubungan Perilaku Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Kebiasaan Keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2008. TesisPascasarjana FKMUNDIP Subagia. 2012. Lingkungan Dalam Rumah, Mobilitas dan Riwayat Kontak sebagai Determinan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Denpasar Tahun 2012. Repository UNUD, Bali Superiyatna, Herra. 2011. Hubungan Faktor Risiko Dengan Kejadian DBD di Kabupaten Cirebon Tahun 2011. Tesis Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Surya. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Abianse Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol 4, No. 2 November 2014 Suryani. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Lubang Buaya Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur Tahun 2010-Maret 2011. Skripsi FKM UI, Depok. Susanto, R. Heru. 2007. Systematic Review Hasil Penelitian Kesehatan Masyarakat Tentang Dampak Program Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue terhadap Insiden Demam Berdarah Dengue. Tesis FKM UI, Depok. Tamza, Gema. (2013). Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2013, Volume 2, Nomor 2, April 2013. Usman, Sarip. 2002. Faktor Risiko yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Bandar Lampung Tahun 2002. Tesis Pascasarjana FKM UI, Depok. Wita, Refni. 2014. Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Pondok Kelapa, Kecamatan Duren Sawit, Jakarat Timur Tahun 2014. Skripsi FKM UI, Depok WHO. 2009. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention, and control new edition. World Health Organization