SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 57
DAFTAR ISI
Halaman
Peraturan Kepala Rumah Sakit Tk. III dr. Reksodiwiryo Nomor ... Tahun I
... tentang pedoman tentang Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan
Obat (PKPO)
BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 2
A. Latar Belakang ............................................................. 2
B. Tujuan Pedoman .......................................................... 4
C. Ruang Lingkup Pelayanan ........................................... 4
D. Batasan Operasional ................................................... 4
E. Landasan Hukum ......................................................... 5
BAB II STANDAR KETENAGAAN ............................................... 6
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia ............................... 6
B. Distribusi Ketenagaan .................................................. 6
C. Pengaturan Jaga ........................................................... 7
BAB III STANDAR FASILITAS ....................................................... 8
A. Denah Ruang ................................................................. 8
B. Standar Fasilitas ............................................................. 8
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN ......................................... 9
BAB V LOGISTIK ........................................................................... 18
BAB VI KESELAMATAN PASIEN .................................................. 27
BAB VII KESELAMATAN KERJA ................................................... 39
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU .................................................... 48
BAB IX PENUTUP ........................................................................... 52
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk
pelayanan farmasi klinik.
Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan
perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi
pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar
perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat
memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk
tuntutan hukum. Dengan demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan
menjadi tuan rumah di negara sendiri.
Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan
bagi Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya sehingga dapat
memberikan Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif dan simultan baik yang
bersifat manajerial maupun farmasi klinik. Strategi optimalisasi harus ditegakkan
dengan cara memanfaatkan Sistem Informasi Rumah Sakit secara maksimal pada
fungsi manajemen kefarmasian, sehingga diharapkan dengan model ini akan terjadi
efisiensi tenaga dan waktu. Efisiensi yang diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk
melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif. Dalam Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa Rumah
2
Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya
manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin
ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau. Selanjutnya dinyatakan bahwa
pelayanan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti Standar Pelayanan
Kefarmasian yang selanjutnya diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri
Kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktik kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan
Kefarmasian yang diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut dan perkembangan
konsep Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan suatu Standar Pelayanan
Kefarmasian dengan Peraturan Menteri Kesehatan, sekaligus meninjau kembali
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 34 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit.
3
B. Tujuan Pedoman
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Bertujuan Untuk :
1. Menjamin Mutu, Manfaat, Keamanan Serta Khasiat Sediaan Farmasi Dan Alat
Kesehatan
2. Menjamin Kepastisn Hukum Bagi Tenaga Kefarmasian
3. Melindungi Pasien, Masyarakat, dan Staf dari Penggunaan Obat yang tidak
rasional dalam rangka Keselamatan Pasien
4. Menjamin sistem Pelayanan Kefarmasian dan Poenggunaan Obat yang lebih
Aman
5. Menurunkan Angka Kesalahan Penggunaan Obat
C. Ruang Lingkup Pelayanan
Pelayanan Kefarmasian dan penggunaan obat di Rumah Sakit meliputi
seleksi, pengadaan, penyimpanan, peresepan, pendistribusian, penyiapan,
pemberian, pendokumentasian, dan pemantauan terapi obat. Kegiatan tersebut
harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan. Apoteker dalam
melaksanakan kegiatan Pelayanan Kefarmasian tersebut juga harus
mempertimbangkan faktor risiko yang terjadi yang disebut dengan manajemen
risiko.
D. Batasan Operasional
Batasan operasional dari instalasi farmasi mencakup proses :
1. Pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi kegiatan merancang proses
yang efektif, penerapan, perbaikan terhadap pemilihan, pengadaan,
4
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pemusnahan,
dokumentasi dan monitoring dan evaluasi.
2. Farmasi klinik yang meliputi pelayanan resep (dispensing), pelayanan
informasi obat, konsultasi informasi dan edukasi, pencatatan penggunaan obat,
identifikasi, pemantauan dan pelaporan reaksi obat yang tidak dikehendaki dan
efek obat, pemantauan terapi obat, ronde visite, evaluasi penggunaan obat,
pelayanan farmasi dirumah dan pemantauan kadar obat dalam darah
E. Landasan Hukum
1. Undang-undang RI no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
2. Undang-undang RI no. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
3. Undang-undang RI no. 35 tahun 2009 tentang Narkotika
4. Undang-undang RI no. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
5. Peraturan pemerintah republik indonesia 51 tahun 2009 tentang pekerjaan
kefarmasian
6. Peraturan pemerintahan no 72 tahun 1998 tentang pengamanan sediian
farmasi dan alat kesehatan.
7. Keputusan mentri kesehatan no. 1197 tahun 2004 tentang standar pelayanan
farmasi di rumah sakit
8. Keputusan mentri kesehatan no. 1439 tahun2002 tentang penggunaan gas
medis pada sarana pelayanan kesehatan.
5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Nama Jabatan Pendidikan Sertifikasi Jumlah Kebutuhan
Ka Instalasi Apoteker STRA, SIPA, Seminar/
Pelatihan manajemen
farmasi
1 Orang
Apoteker Apoteker STRA, SIPA, Seminar/
Pelatihan manajemen
farmasi
6 Orang
Asisten
Apoteker
SMF atau
D3 Farmasi
STRTTK, SIKTIK 22 Orang
Juru Racik dan
Administrasi
SMA - 4 Orang
B. Distribusi Ketenagaan
Nama Jabatan Kualifikasi Normal dan Non Formal Jumlah SDM
Ka Instalasi
Farmasi
Sarjana Farmasi, Apoteker, memiliki
STRA, SIPA, pernah mengikuti
seminar/pelatihan manajemen farmasi
1 Orang
Apoteker Sarjana Farmasi, Apoteker, memiliki
STRA, SIPA
6 Orang
Asisten
Apoteker
D3 Farmasi / SMF, memiliki STRTTK,
SIKTTK
22 Orang
Juru Racik dan
Tenaga
Administrasi
SMA dan Diploma Administrasi 4 Orang
6
C. Pengaturan Jaga
Nama Jabatan Waktu Kerja Jumlah SDM
Ka Instalasi Farmasi 1 Shift ( 8 Jam ) 1 Orang
Apoteker 1 Shift ( 8 Jam ) 6 Orang
Asisten Apoteker 3 Shift (24 jam) 22 Orang
Juru Racik dan Tenaga
Administrasi
2 Shift ( 16 Jam ) 4 Orang
7
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
Terlampir
B. Standar Fasilitas
1. Bangunan
Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
1) Lokasi menyatu dengan sistem pelayanan rumah
2) Luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan kefarmasian di rumah
3) Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan
langsung pada pasien, dispensing serta ada penanganan limbah.
4) Memenuhi persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban,
tekanan dan keamanan baik dari pencuri maupun binatang
5) Ruang penyimpanan memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi dan sistem pemisahan untuk menjamin
mutu produk dan keamanan
6) Ruang pelayanan cukup untuk seluruh kegiatan pelayanan farmasi rumah
sakit dan terpisah antara ruang pelayanan pasien rawat jalan, pelayanan
pasien rawat inap dan pelayanan kebutuhan
7) Ada ruang khusus untuk apoteker yang akan memberikan konsultasi kepada
pasien dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan
8) Tersedia ruangan untuk menyimpan sumber informasi yang dilengkapi
dengan teknologi komunikasi dan sistem penanganan informasi yang
memadai untuk mempermudah pelayanan informasi obat.
8
9) Ada ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan
menyimpan dokumen dalam rangka menjamin agar penyimpanan sesuai
hukum, aturan, persyaratan dan teknik manajemen yang berlaku
10)Terdapat satu Depo Farmasi yang berfungsi sebagai tempat penyiapan obat
– obat untuk pasien rawat inap.
2. Peralatan
Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk
perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non steril, maupun cair untuk
obat luar dan dalam. Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran dan
memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap
tahun. Peralatan minimal yang harus tersedia:
1) Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik nonsteril
maupun Peralatan kantor untuk administrasi danKepustakaan yang memadai
untuk melaksanakan pelayanan informasi
2) Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan psikotropika, berkunci
ganda, dengan kunci yang selalu dibawa oleh apoteker / asisten apoteker
penanggungjawab shift
3) Lemari pendingin untuk perbekalan farmasi
4) Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang baik.
5) Pemadam Kebakaran atau Alat Pemadan Api Ringan (APAR)
6) Troly Emergency
9
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh
rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas,
manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan,
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi
kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses
yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan Pasal
15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
menyatakan bahwa Pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan
Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem
satu pintu.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan
formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien
melalui Instalasi Farmasi. Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan
10
tanggung jawab Instalasi Farmasi, sehingga tidak ada pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang
dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi. Dengan kebijakan pengelolaan sistem
satu pintu, Instalasi Farmasi sebagai satusatunya penyelenggara Pelayanan
Kefarmasian, sehingga Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal:
1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
2. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
3. Penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
4. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai;
5. Pemantauan terapi Obat;
6. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien);
7. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang akurat;
8. Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan
9. Peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan
pegawai.
Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen pengunaan Obat
yang efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang sekurang- kurangnya sekali
setahun. Peninjauan ulang sangat membantu Rumah Sakit memahami kebutuhan
11
dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan keselamatan penggunaan Obat yang
berkelanjutan. Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat
untuk meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu diwaspadai (high- alert
medication). High-alert medication adalah Obat yang harus diwaspadai karena
sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan Obat
yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD).
Daftar obat High Alert harus di tandatangani oleh kepala Rumah Sakit.
Kelompok Obat high-alert diantaranya:
1. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
2. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih
pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium
sulfat =50% atau lebih pekat).
3. Obat-Obat sitostatika.
B. Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai meliputi:
1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;
b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang telah ditetapkan;
c. pola penyakit;
12
d. efektifitas dan keamanan;
e. pengobatan berbasis bukti;
f. mutu;
g. harga; dan ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional.
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis,
disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah
Sakit. Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis Resep,
pemberi Obat, dan penyedia Obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap Formularium
Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan
kebutuhan Rumah Sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat agar
dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi
kebutuhan pengobatan yang rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
a. Membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing KSM berdasarkan
standar terapi atau standar pelayanan medik;
b. Mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi;
c. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi, jika
diperlukan dapat meminta masukan dari pakar;
d. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan
Terapi, dikembalikan ke masing-masing KSM untuk mendapatkan umpan
balik;
e. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing KSM;
13
f. Menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit;
g. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan
h. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan
melakukan monitoring.
Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:
a. Mengutamakan penggunaan Obat generik;
b. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan
penderita;
c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
d. Paktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
e. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
f. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;
g. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan
biaya langsung dan tidak lansung; dan
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang
terjangkau.
2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria
tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk
menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara
14
lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. anggaran yang tersedia;
b. penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;
d. data pemakaian periode yang lalu;
e. waktu tunggu pemesanan; dan
f. rencana pengembangan.
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan
dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi
kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Untuk memastikan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara
lain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar.
15
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin,
reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Untuk mencegah kekosongan stok obat di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat
saat Instalasi Farmasi tutup. Pengadaan dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian obat ke distributor
b. pembelian obat melalui apotek rekanan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
a. Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,
yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat.
b. Persyaratan pemasok.
c. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
d. Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak
atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait
penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
16
BAB V
LOGISTIK
A. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan
sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas
dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud
meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban,
ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai. Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi
label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan
dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan
yang kurang hati-hati.
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara benar
dan diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:
17
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi
tanda khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan
untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan
tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya.
Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup
demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan,
dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan
disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First In First Out (FIFO) disertai
sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look
Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan
khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi
untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan
terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian. Pengelolaan Obat emergensi harus
menjamin:
a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah
ditetapkan;
b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
18
B. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan
tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Sistem distribusi
di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
- Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock) 1) Pendistribusian
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai untuk
persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
- Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan.
- Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola
(di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada
penanggung jawab ruangan.
- Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock
kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
- Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan
interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.
a. Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui
Instalasi Farmasi.
19
b. Sistem Unit Dosis
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau
ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan
untuk pasien rawat inap.
c. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b +
c atau a + c.
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien
rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat
diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau
Resep individu yang mencapai 18%. Sistem distribusi dirancang atas dasar
kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:
- efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan
- metode sentralisasi atau desentralisasi.
A. LATAR BELAKANG
1. Tujuan
Sebagai pedoman bagi paramedic dalam melakukan pemberian obat untuk
pencegahan error yang merupakan salah satu upaya patien safety
2. Fungsi
Perlindungan petugas dalam penyerahanan obat kepada pasien
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup farmasi terbagi menjadi dua, yaitu :
20
1. Farmasi klinik yaitu ruang lingkup farmasi yang dilakukan dalam kegiatan
Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan,
meliputi:
a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien yang meliputi kajian
persyaratan administrasi, persyaratan farmasi, dan persyaratan klinis.
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
alat kesehatan.
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan.
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien atau keluarga
pasien.
f. Memberi konseling kepada pasien atau keluarga pasien.
g. Melakukan evaluasi penggunaan obat (EPO)
h. Melakukan pencatatan setiap kegiatan
i. Melaporkan setiap kegiatan
2. Farmasi non-klinik mencakup kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi,
meliputi:
a. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal yang
merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan.
b. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit yang
merupakan proses kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan yang
terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis,
menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat formularium,
standarisasi sampai menjaga dan memparbaharui standar obat.
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang
telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan
yang berlaku
21
e. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian
f. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit
C. LANDASAN HUKUM
Peraturan perundangan mengenai pembentukan tim penyusun pedoman
dasar dispensing sediaan steril :
• UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
• Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan.
• Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2002 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
• Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah sakit.
• Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
organisasi dan Tata kerja Departemen Kesehatan.
22
BAB III
VERIFIKASI PESANAN OBAT
A. Tata Laksana
1. Cuci tangan
2. Lakukan pemberian obat dengan memastikan dilaksanakan 7 benar
1) Benar Pasien : Tanyakan nama pasien, tanggal lahir, cocokan
dengan gelang pasien ( nama, tanggal lahir, nomer RM ) cek
nama dokter yang meresepkan pada rekam medis, dan berhati-
hatilah dalam membedakan dua pasien dengan nama belakang
yang sama.
2) Benar obat : Periksa apakah perintah pengobatan lengkap
dan sah. Jika perintah tidak lengkap atau tidaksah, beritahu
perawat dan atau dokter yang bertanggung jawab. Ketahui
alasan mengapa pasien menerima obat tersebut. Periksa label
obat sebanyak tiga (3) kali sebelum memberikan obat tersebut.
3) Benar dosis : Hitung dosis obat dengan benar, jika ragu-ragu
dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat
lain. Dalam banyak rumah sakit, perawat pertama yang
memberikan obat kepada pasien harus menghitung dosis dan
membubuhkan tanda tangan jika parameter keamanan telah
23
dipenuhi. Batas dosis obat tertentu direkomendasikan oleh
buku-buku referensi.
4) Benar waktu : Mula kerja dimulai pada waktu obat memasuki
plasma dan mencapai konsentrasi efektif minimum ( MEC :
Minimum Effective Concentration ). Puncak kerja terjadi pada
saat mencapai konsentrasi tertinggi dalam darah atau plasma.
Lama kerja adalah lamanya obat mempunyai efek farmakologis.
Implikasi dalam keperawatan meliputi :
1). Pada saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan,
dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari
agar kadar terapi obat dalam darah bisa dipertahankan :
a) Satu kali sehari : setiap rentang waktu 24 jam
b) Dua kali sehari : setiap rentang waktu 12 jam
c) Tiga kali sehari : setiap rentang waktu 8 jam.
d) Empat kali sehari : setiap rentang waktu 6 jam
e) Waktu yang diperbolehkan pasien menunggu menerima
pemberian obat mulai dari saat penulisan resep adalah
paling lama 30 menit.
f) Rentang waktu pemberian obat yang ditoleransi 30
menit sebelum dan sesudah waktu pemberian obat yang
di instruksikan.
g) Obat-obat dapat diinstruksikan pemberiannya dengan :
perintah tetap (standing order), perintah satu kali (single
order), perintah jika perlu ( prn ), perintah segera (cito,
stat).
h) Apabila perawat tidak memberikan obat pada waktu
yang diinstruksikan harus ada alasan kenapa tidak
diberikan obat, misal : lupa, pasien tertidur, dll
2). Berikan obat-obat yang terpengaruh oleh makanan sebelum
makan, dan yang mengiritasi mukosa lambung bersama-sama
makan.
24
3). Adalah tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah
pasien telah di jadwalkan untuk pemeriksaan diagnostik.
Seperti endoskopi, tes darah puasa, yang merupakan
kontraindikasi pemberian obat.
5) Benar rute atau cara : Rute pemberian obat yang dipergunakan
adalah oral (melalui mulut) untuk sediaan seperti cairan,
suspensi, sirup, tablet, kapsul, sublingual (dibawah lidah),
bucal (antara gusi dan pipi), topikal (dipakai pada kulit/lokal),
inhalasi (aerosol), instilasi (tetes mata,telinga,hidung), rectum,
vaginal atau rute parenteral (intradermal, subcutan,
intramuscular, dan intravena). Implikasi dalam keperawatan
termasuk :
1). Nilai kemampuan pasien untuk menelan sebelum
memberikan obat-obat peroral
2). Pergunakan teknik aseptik sewaktu pemberian obat.
Termasuk teknik steril dibutuhkan dalam rute parenteral
3). Berikan obat-obat pada tempat yang sesuai, dan
tetaplah bersama pasien sampai obat-obat telah selesai
diberikan.
6). Benar informasi : Memberikan informasi mengenai tentang cara
pemakaian, kadaluarsa dan bila terjadi efek samping obat
7). Benar Dokumentasi : perawat harus melaksanakan pencatatan
dengan segera tentang informasi yang sesuai mengenai obat
yang telah diberikan. Pencatatan meliputi : nama obat, dosis,
rute, frekuensi pemberian, waktu dan tanggal, insial dan
tanda tangan perawat. Respon obat terhadap pasienperlu
juga dicatat termasuk efek samping obat. Penundaan
pencatatan dapat mengakibatkan lupa mencatat, atau
perawat lain memberikan obat yang sama (dupilkasi).
Formulir pencatatan terdapat dalam Rekam Medis.
25
3. Obat-obat yang pemberiannya diinstruksikan dokter melalui
telpon,agar diterima secara benar harus dilakukan langkah-langkah
• Ambil formulir catatan lengkap. Instruksi lisan/melalui telepon
(HP) / pelaporan hasil pemeriksaan kritis.
• Melakukan TULBAK : tulis lengkap ( yang diperintahkan
dokter ), baca ulang ( Read Back ), dan konfirmasi lisan,
kemudian beri cap ”Read Back”, pertemuan selanjutnya minta
tanda tangan dokter pemberi perintah ( konfirmasi tertulis ).
• Kasus untuk obat-obat LASA bila melalui telepon laksanakan
eja Alphabet.
4. Obat High Alert adalah obat-obat yang perlu diwaspadai dan sangat
beresiko tinggi bila salah penggunaannya dapat mengakibatkan KTD (
Kejadian Tidak Diharapkan ) seperti Sentinel ( cacat atau cidera
berat ) bahkan kematian. Sebelum memberikan Obat High Alert
lakukan 7 hal yang benar dan double cek dengan petugas kesehatan
lainnya.
5. Apabila obat yang diinstruksikan dokter adalah LASA
( Look Alike, Sound Alike ) lakukan langkah-langkah :
• Tulis lengkap, tidak boleh disingkat
• Bacakan, dengan menggunakan alphabet
• Konfirmasi kembali secara lisan dan stempel ”Read Back”
• Untuk pertemuan / visite dokter konfirmasi secara tulisan
kepada dokter yang meminta dan tanda tangan dokter.
6. Pengelolaan obat yang dibawa sendiri oleh pasien dengan melakukan
rekonsiliasi obat : daftar obat yang dibawa dari rumah, obat yang
digunakan selama ini, dosis / frekuensi, berupa lama/waktu, alasan
26
makan obat, obat yang berlanjut di rawat inap, dan obat apa yang
menimbulkan alergi, serta bagaimana reaksi alerginya.
BAB IV
PENUTUP
Sebelum menyerahkan obat kepasien terlebih dahulu lakukan verifikasi resep
Sebagai pedoman untuk melakukan penyerahan obat , dengan memperhatikan 7
benar serta dosis dan rute pemberiannya. Dengan adanya pedoman verifikasi
pesanan obat pelayanan farmasi dirumah sakit akan semakin optimal.
C. Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penarikan sediaan farmasi
yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan
oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall)
atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan
tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
D. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
27
Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan
Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit. Tujuan pengendalian persediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
a. penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b. penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan
c. memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta
pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai adalah:
a. melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving);
b. melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan
berturut-turut (death stock);
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
E. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi
terdiri dari:
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan,
28
pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian,
pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi
dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau pertahun). Jenis-
jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
• Pencatatan dilakukan untuk:
- persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;
- dasar akreditasi Rumah Sakit;
- dasar audit Rumah Sakit; dan
- dokumentasi farmasi.
• Pelaporan dilakukan sebagai:
- komunikasi antara level manajemen;
- penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di Instalasi
Farmasi; dan
- laporan tahunan.
b. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu
menyelenggarakan administrasi keuangan. Administrasi keuangan merupakan
pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi
keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan
semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam
periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.
C. Manajemen Resiko Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai
29
Manajemen resiko merupakan aktivitas Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan
untuk identifikasi, evaluasi, dan menurunkan risiko terjadinya kecelakaan pada
pasien, tenaga kesehatan dan keluarga pasien, serta risiko kehilangan dalam suatu
organisasi.
Beberapa resiko yang berpotensi terjadi dalam pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan medis Habis Pakai antara lain :
1. Menentukan konteks manajemen risiko pada proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Mengidentifikasi Resiko
Beberapa resiko yang berpotensi terjadi dalam pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. Ketidaktepatan perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai selama periode tertentu;
b. Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
tidak melalui jalur resmi;
c. Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang belum/tidak teregistrasi;
d. Keterlambatan pemenuhan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai;
e. Kesalahan pemesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai seperti spesifikasi (merek, dosis, bentuk sediaan) dan kuantitas;
f. Ketidaktepatan pengalokasian dana yang berdampak terhadap
pemenuhan/ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai;
30
g. Ketidaktepatan penyimpanan yang berpotensi terjadinya kerusakan dan
kesalahan dalam pemberian;
h. Kehilangan fisik yang tidak mampu telusur;
i. Pemberian label yang tidak jelas atau tidak lengkap; dan
j. Kesalahan dalam pendistribusian.
3. Menganalisa Risiko
Analisa risiko dapat dilakukan kualitatif, semi kuantitatif, dan kuantitatif.
Pendekatan kualitatif dilakukan dengan memberikan deskripsi dari risiko yang
terjadi. Pendekatan kuantitatif memberikan paparan secara statistik berdasarkan
data sesungguhnya.
4. Mengevaluasi Risiko
Membandingkan risiko yang telah dianalisis dengan kebijakan pimpinan Rumah
Sakit (contoh peraturan perundang-undangan, Standar Operasional Prosedur, Surat
Keputusan Direktur) serta menentukan prioritas masalah yang harus segera diatasi.
Evaluasi dapat dilakukan dengan pengukuran berdasarkan target yang telah
disepakati.
5. Mengatasi Risiko
Mengatasi risiko dilakukan dengan cara:
- melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit;
- mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko;
- menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis);
- menganalisa risiko yang mungkin masih ada; dan
mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko, mengurangi
risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan mengendalikan risiko.
31
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan
Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan
meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan
keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)
terjamin.
32
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
1. pengkajian dan pelayanan Resep;
2. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
3. rekonsiliasi Obat;
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
5. Visite
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
8. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
9. dispensing sediaan steril
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat,
bila ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis
Resep. Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat
inap maupun rawat jalan. Persyaratan administrasi meliputi:
a. nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien;
b. nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter;
c. tanggal Resep; dan
d. ruangan/unit asal Resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan;
b. dosis dan Jumlah Obat;
c. stabilitas; dan
33
d. aturan dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi:
a. ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat;
b. duplikasi pengobatan;
c. alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. kontraindikasi; dan
e. interaksi Obat.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi.
Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian Obat (medication error).
2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan Obat pasien.
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat:
- membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam
medik/pencatatan penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan informasi
penggunaan Obat;
- melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan;
- mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD);
34
- mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat;
- melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat;
- melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan;
- melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang
digunakan;
- melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat;
- melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat;
- memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu
kepatuhan minum Obat (concordance aids);
- mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
sepengetahuan dokter; dan
- mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif
yang mungkin digunakan oleh pasien.
Kegiatan penelusuran riwayat penggunaan obat:
- penelusuran kepada pasien/keluarga pasien
- melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien.
Informasi yang harus didapatkan:
a. nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi
penggunaan, indikasi dan lama penggunaan Obat;
b. reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan
c. kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang tersisa).
3. Rekonsiliasi Obat
35
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan
dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi,
kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan
terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar
ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan
kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah:
a. memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan pasien.
b. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi
dokter.
c. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.
Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu:
a. Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang dan akan digunakan
pasien, meliputi nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti,
dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping Obat yang
pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping Obat, dicatat tanggal
kejadian, Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek
yang terjadi, dan tingkat keparahan.
Data riwayat penggunaan Obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar
Obat pasien, Obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data
Obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua Obat
yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun Obat bebas termasuk herbal harus
dilakukan proses rekonsiliasi.
36
b. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang pernah, sedang dan akan
digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan
ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula
terjadi bila ada Obat yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada
penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini
dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan Resep
maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan
pada saat menuliskan Resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi. Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang
dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
- menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak
disengaja;
- mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti;
dan
- memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi
Obat.
d. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat
mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap
informasi Obat yang diberikan.
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan
37
komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat,
profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
PIO bertujuan untuk:
a. menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan tenaga kesehatan
di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit;
b. menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan
Obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,
terutama bagi Komite/Tim Farmasi dan Terapi;
c. menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan PIO meliputi:
- menjawab pertanyaan;
- menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan
penyusunan Formularium Rumah Sakit;
- bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap;
- melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya
5. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat,
memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan
terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya.
38
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik
atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa
disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care). Sebelum
melakukan kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan diri dengan
mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi Obat dari
rekam medik atau sumber lain.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.
Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Kegiatan dalam PTO meliputi:
a. pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi,
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
b. pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat; dan
c. pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
Tahapan PTO:
- pengumpulan data pasien;
- identifikasi masalah terkait Obat;
- rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;
- pemantauan; dan
- tindak lanjut.
Faktor yang harus diperhatikan:
- kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini
dan terpercaya (Evidence Best Medicine);
39
- kerahasiaan informasi; dan
- kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek
Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja
farmakologi.
MESO bertujuan:
a. menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal, frekuensinya jarang;
b. menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru
saja ditemukan;
c. mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
angka kejadian dan hebatnya ESO;
d. meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang idak dikehendaki; dan
e. mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO:
a. mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ESO);
b. mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami
ESO;
c. mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo;
40
d. mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Komite/Tim Farmasi
dan Terapi;
e. melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. kerjasama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi dan ruang rawat; dan
b. ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
Petunjuk teknis mengenai monitoring efek samping Obat akan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal.
8. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan
Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan EPO yaitu:
a. mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan Obat;
b. membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu;
c. memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat; dan
d. menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.
Kegiatan praktek EPO:
a. mengevaluasi pengggunaan Obat secara kualitatif; dan
b. mengevaluasi pengggunaan Obat secara kuantitatif.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
a. indikator peresepan
b. indikator pelayanan
c. indikator fasilitas.
9. Dispensing Sediaan Steril
41
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan teknik
aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari
paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.
Dispensing sediaan steril bertujuan:
a. menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan;
b. menjamin sterilitas dan stabilitas produk;
c. melindungi petugas dari paparan zat berbahaya; dan
d. menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.
Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi :
a. Pencampuran Obat Suntik
Melakukan pencampuran Obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin
kompatibilitas dan stabilitas Obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang
ditetapkan.
Kegiatan:
1) mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus;
2) melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai;
dan
3) mengemas menjadi sediaan siap pakai.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1) ruangan khusus;
2) Biological Safety Cabinet; dan
3) HEPA Filter
4) lemari pencampuran
42
B. Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik
Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi
klinik adalah:
1. Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien
Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien akan berakibat
terhadap kemungkinan kesalahan dalam terapi. Faktor risiko tersebut adalah umur,
gender, etnik, ras, status kehamilan, status nutrisi, status sistem imun, fungsi ginjal,
fungsi hati.
2. Faktor risiko yang terkait terkait penyakit pasien
Faktor risiko yang terkait penyakit pasien terdiri dari 3 faktor yaitu: tingkat
keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat keparahan, tingkat cidera yang
ditimbulkan oleh keparahan penyakit.
3. Faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien
Faktor risiko yang berkaitan dengan farmakoterapi pasien meliputi: toksisitas,
profil reaksi Obat tidak dikehendaki, rute dan teknik pemberian, persepsi pasien
terhadap toksisitas, rute dan teknik pemberian, dan ketepatan terapi.
Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial terjadi dalam
melaksanakan pelayanan farmasi klinik, Apoteker kemudian harus mampu
melakukan:
1. Analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif dan semi kuantitatif.
2. Melakukan evaluasi risiko,
3. Mengatasi risiko melalui:
- melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit;
- mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko;
- cost benefit analysis);
43
- menganalisa risiko yang mungkin masih ada
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu bagian dari
perlindungan bagi tenaga kerja dan bertujuan untuk mencegah serta mengurangi
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan didalamnya termasuk :
44
1. Menjamin para pekerja dan orang lain yang ada disekitar tempat kerja
selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
2. Menjaga agar sumber-sumber produksi digunakan secara aman dan
efisien.
3. Menjamin kelancaran proses produksi yang merupakan faktor penting
dalam meningkatkan produktivitas.
Kesehatan kerja bertujuan pada pemeliharaan dan pencegahan serta risiko
gangguan kesehatan fisik, mental dan sosial pada semua pekerja yang disebabkan
oleh kondisi dan lingkungan kerja sehingga diharapkan produktivitas pekerja dapat
dipertahankan dan apabila si pekerja telah memasuki usia pensiun maka yang
bersangkutan dapat menikmati hari tuanya tanpa mengalami gangguan penyakit
akibat hubungan kerja
Tahap Pelaksanaan K3 IFRS
Untuk terlaksananya K3 IFRS secara optimal maka perlu dilakukan tahapan
sebagai berikut:
1. Identifikasi, Pengukuran dan Analisis
Identifikasi, pengukuran dan analisis sumber - sumber yang dapat
menimbulkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja, seperti :
1) Kondisi fisik pekerja
Hendaklah dilakukan pemeriksaan kesehatan sebagai berikut terhadap
pekerja :
a. Sebelum dipekerjakan
b. Secara berkala, paling sedikit setahun sekali
c. Secara khusus, yaitu :
45
- sesudah pulih dari penyakit infeksi pada saluran pernafasan (TBC) dan
penyakit menular lain
- terhadap pekerja yang terpapar di suatu lingkungan dimana terjadi
wabah, dan
- apabila dicurigai terkena penyakit akibat kerja
2) Sifat dan beban kerja
Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus dipikul oleh pekerja
dalam melakukan pekerjaannya. Sedangkan lingkungan kerja yang tidak
mendukung merupakan beban tambahan bagi pekerja tersebut.
3) Kondisi lingkungan kerja
Lingkungan kegiatan IFRS dapat mempengaruhi kesehatan kerja dalam 2
bentuk yaitu kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
a. Kecelakaan kerja di IFRS bahaya kecelakaan yang ada di lingkungan IFRS
dapat dijabarkan dalam setiap tempat dan proses antara lain :
- terpeleset, tersengat listrik, terjepit pintu
- di tangga : terpeleset, tersandung, terjatuh
- di gudang : terpeleset, tersandung, terjatuh, kejatuhan barang
- di ruang pelayanan : terpeleset, tersandung, terjatuh, tersengat listrik
- di ruang produksi : luka bakar, ledakan, kebakaran
- di ruang penanganan sitostatik di ruang TPN (Total Parenteral Nutrition)
b. Penyakit akibat kerja di rumah sakit
- tertular pasien
- alergi obat
- keracunan obat
- resistensi obat
46
PROSEDUR K3 IFRS
1. Kebakaran :
a. Upaya Pencegahan Kebakaran
1. Dilarang merokok dan membuang puntung rokok berapi
2. Dilarang membiarkan orang lain main api
3. Dilarang menyalakan lampu pelita maupun lilin
4. Dilarang memasak baik dengan coockplat listrik maupun kompor gas
5. Dilarang membakar sampah atau sisa-sisa bahan pengemas lainnya
6. Dilarang lengah menyimpan bahan mudah terbakar : elpiji, bensin,
aceton dll.
7. Dilarang membiarkan orang yang tidak berkepentingan berada
ditempat yang peka terhadap bahaya kebakaran
b. Penanggulangan bila terjadi kebakaran
1. Jangan panik
2. Jangan berteriak .......” Kebakaran”
3. Matikan listrik, amankan semua gas
• Bila terjadi kebakaran kecil, panel listrik yang menuju kelokasi
kebakaran dimatikan
• Bila terjadi kebakaran besar, aliran listrik diseluruh gedung
dimatikan
4. Selamatkan dahulu jiwa manusia
5. Dapatkan APAR (alat pemadam api ringan), buka segel & padamkan
api
6. Jauhkan barang-barang yang mudah terbakar dari api
7. Tutup pintu gudang tahan api
47
8. Kosongkan koridor & jalan penghubung dan atur agar jalanjalan
menuju pintu bebas hambatan
9. Bukalah pintu darurat
10.Bila mungkin selamatkan dokumendokumen penting
11.Siapkan evakuasi obat bius, injeksi, obat–obat resusitasi & cairan
intravena
12.Catat nama staf yang bertugas
13.Hubungi posko
14.Siapkan kebutuhan obat dan alat kesehatan untuk kebutuhan darurat
c. Mencegah meluasnya kebakaran
1. Semua pekerja menyiapkan alat pemadam api dan peralatan lainnya
sesuai kebutuhan
2. Lakukan tindakan dengan menggunakan alat pemadam kebakaran bila
dianggap api merembet bangunan di unit kerjanya
3. Sekali lagi cek kesiapan alat pemadam kebakaran
d. Jenis alat kebakaran yang digunakan
a. Air : Hydrant
b. Busa (foam)
c. Serbuk kimia kering
d. Gas CO2
e. Cairan kimia (Halon)
2. Cuci Tangan
a. 5 Momen Cuci tangan :
1. Sebelum bersentuhan dengan pasien
2. Sebelum melakukan tindakan
48
3. Sesudah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien
4. Sesudah bersentuhan dengan pasien
5. Sesudah bersentuhan dengan lingkungan pasien
b. Prosedur Cuci Tangan
1. Gosok tangan dengan posisi telapak pada telapak
2. Gosok telapak kanan diatas punggung tangan kiri dengan jari-jari
saling menjalin dan sebaliknya
3. Gosok telapak pada telapak dan jari-jari saling menjalin
4. Letakkan punggung jari pada telapak yang berlawanan dengan jari-jari
saling mengunci
5. Gosok memutar dengan ibu jari mengunci pada telapak kanan dan
sebaliknya
6. Gosok memutar ke arah berlawanan dengan jarum jam dengan jari-jari
tangan kanan mengunci pada telapak kiri dan sebaliknya
3. Bahan-Bahan Berbahaya
1. Upaya pencegahan kecelakaan oleh bahan berbahaya adalah dengan
cara :
a. Memasang LABEL
b. Memasang TANDA BAHAYA memakai LAMBANG/ Peringatan
c. Melaksanakan KEBERSIHAN
d. Melaksanakan PROSEDUR TETAP
e. Ventilasi Umum dan setempat harus baik
f. Kontak dengan Bahan Korosif harus ditiadakan/ dicegah/ ditekan sekecil
mungkin
49
g. Menggunakan alat proteksi diri lab jas, pakaian kerja, pelindung kaki,
tangan dan lengan (sarung tangan) serta masker
h. Seluruh tenaga kerja harus memperoleh penjelasan yang cukup
i. Untuk pertolongan pertama, air untuk mandi, cuci dan air untuk
membersihkan mata perlu disediakan.
j. Penggunaan larutan penetral sebaiknya tidak dilakukan.
2. Penanggulangan kecelakaan oleh bahan berbahaya
a. Melaksanakan upaya preventif yaitu mengurangi volume atau bahan
berbahaya yang dikeluarkan ke lingkungan atau “Minimasi Bahan
Berbahaya“.
• Mengubah cara pembelian dan pengendalian bahan berbahaya
• Mengganti bahan berbahaya dengan bahan yang kurang
bahayanya
• Mengurangi volume bahan berbahaya dari sumbernya
b. Mengurangi volume, konsentrasi toksisitas dan tingkat bahaya dari bahan
berbahaya melalui proses kimia, fisika dan atau hayati dengan cara
menetralkan dengan bahan penetral, mengencerkan volume dengan air
atau udara atau zat netral lain, membiarkan bahan berbahaya dalam
tempat tertentu agar tereduksi secara alami oleh sinar matahari maupun
zat organik yang ada
c. Melaksanakan pembersihan bahan berbahaya yang menyebabkan
kontaminasi ruangan dengan mengamankan petugas kebersihan terlebih
dahulu
• Petugas menggunakan masker
• Petugas menggunakan sarung tangan karet dan sepatu karet
50
• Menyiapkan air atau zat penetral lain dalam rangka menetralkan
bahan berbahaya tersebut
• Melaksanakan penetralan bahan berbahaya tersebut.
• Mengemas bahan berbahaya sisa agar aman dan tidak menjadi
sumber kontaminasi susulan
d. Melaporkan terjadinya kontaminasi kepada Kepala Instalasi Farmasi
3. Pertolongan pertama pada kecelakaan
a. Singkirkan racun dari sentuhan dengan korban
b. Jika korban pingsan atau hampir pingsan, baringkan korban dengan posisi
telungkup, kepala dimiringkan, dan mulut ditarik ke depan
c. Hangatkan korban dalam posisi terbaring
d. Jika korban menunjukkan tandatanda kesukaran nafas, lakukan
pertolongan pertama dengan nafas buatan .
e. Jangan diberi alkohol, kecuali atas saran dokter. Alkohol dapat
meningkatkan penyerapan beberapa racun.
Pertolongan pertama pada kecelakaan dapat dibedakan atas :
1. Pertolongan pertama bila korban tertelan racun
a. Segera berikan 2 hingga 4 gelas air. Jika air tidak tersedia dapat diberikan
susu atau putih telur
Perhatian : Tidak boleh memberikan sesuatu melalui mulut jika korban pingsan
b. Lakukan segera tindakan pemuntahan dengan cara :
• Memasukkan telunjuk jari korban ke dalam mulut bagian belakang,
gosokkan ke kiri dan ke kanan atau
• Memberikan air garam dapur hangat kuku sebanyak banyaknya (1 st
garam dapur + 1 gelas air hangat) atau
51
• Memberikan 1 st soda roti + 1 gelas air hangat atau 1/2 st serbuk
mustar + 1 gelas air hangat atau 1/4 st serbuk tawas + 1 gelas air
hangat
c. Lakukan tindakan pemuntahan berulang-ulang hingga cairan muntah itu jernih
d. Jika identifikasi racun tidak dapat dilakukan, berikan 15 gr atau 1 sendok
makan norit + 1/2 gelas air hangat
e. Sedapat mungkin dilakukan pengambilan sampel muntah.
2. Pertolongan pertama bila korban terhirup gas beracun
a. Penolong harus menggunakan masker yang tepat, jika tidak ada masker yang
tepat, penolong harus dapat menahan nafas selama masa penyelamatan.
b. Usahakan untuk dapat mengidentifikasi gas racun yang dicurigai
c. Korban harus segera dibawa ke tempat udara segar. Jika tempat itu ruangan
berjendela, buka semua jendela yang ada. Longgarkan semua pakaian yang
ketat pada tubuh korban
d. Jika korban susah bernafas, beri nafas buatan terus menerus hingga
dianggap cukup.
e. Jaga korban tetap hangat, hindarkan korban menggigil, jika perlu korban
diselimuti rapat-rapat
f. Jagalah agar korban setenang mungkin.
g. Tidak boleh memberikan alkohol dalam bentuk apapun
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Pengendalian Mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian
terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan sistematis, sehingga
dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan mekanisme
52
tindakan yang diambil. Melalui pengendalian mutu diharapkan dapat terbentuk
proses peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian yang berkesinambungan.
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang dapat
dilakukan terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah berlalu.
Kegiatan ini dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi. Tujuan kegiatan ini
untuk menjamin Pelayanan Kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai dengan
rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang akan datang. Pengendalian mutu
Pelayanan Kefarmasian harus terintegrasi dengan program pengendalian mutu
pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi:
a. perencanaan, yaitu: menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan
evaluasi untuk peningkatan mutu sesuai target yang ditetapkan.
b. Pelaksanaan, yaitu:
1. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja
(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja)
2. memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
1. melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang ditetapkan;
2. meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Tahapan program pengendalian mutu:
a. Mendefinisikan kualitas Pelayanan Kefarmasian yang diinginkan dalam
bentuk kriteria.
b. Penilaian kualitas Pelayanan Kefarmasian yang sedang berjalan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan.
53
c. Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila diperlukan.
d. Penilaian ulang kualitas Pelayanan Kefarmasian; Up date kriteria.
Langkah–langkah dalam aplikasi program pengendalian mutu, meliputi:
a. memilih subyek dari program
b. tentukan jenis Pelayanan Kefarmasian yang akan dipilih berdasarkan
prioritas
c. mendefinisikan kriteria suatu Pelayanan Kefarmasian sesuai dengan
kualitas pelayanan yang diinginkan
d. mensosialisasikan kriteria Pelayanan Kefarmasian yang dikehendaki
e. dilakukan sebelum program dimulai dan disosialisasikan pada semua
personil serta menjalin konsensus dan komitmen bersama untuk
mencapainya
f. melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan yang sedang berjalan
menggunakan kriteria
g. apabila ditemukan kekurangan memastikan penyebab dari kekurangan
tersebut
h. merencanakan formula untuk menghilangkan kekurangan
i. mengimplementasikan formula yang telah direncanakan
j. reevaluasi dari mutu pelayanan.
Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan
indikator, suatu alat / tolak ukur yang hasil menunjuk pada ukuran kepatuhan
terhadap standar yang telah ditetapkan. Indikator dibedakan menjadi:
a. Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk
mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan lingkungan.
54
b. Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk
mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang
diselenggarakan.
Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut:
a. sesuai dengan tujuan
b. informasinya mudah didapat
c. singkat, jelas, lengkap dan tak menimbulkan berbagai interpretasi;
d. rasional.
Dalam pelaksanaan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian dilakukan melalui
kegiatan monitoring dan evaluasi yang harus dapat dilaksanakan oleh Instalasi
Farmasi sendiri atau dilakukan oleh tim audit internal.
Monitoring dan evaluasi merupakan suatu pengamatan dan penilaian secara
terencana, sistematis dan terorganisir sebagai umpan balik perbaikan sistem dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan. Monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan
terhadap seluruh proses tata kelola Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi menjadi 3 (tiga) jenis program
evaluasi, yaitu:
a. Prospektif adalah program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan,
contoh: standar prosedur operasional, dan pedoman.
b. Konkuren adalah program dijalankan bersamaan dengan pelayanan
dilaksanakan, contoh: memantau kegiatan konseling Apoteker, peracikan
Resep oleh Asisten Apoteker.
55
c. Retrospektif adalah program pengendalian yang dijalankan setelah
pelayanan dilaksanakan, contoh: survei konsumen, laporan mutasi barang,
audit internal.
Evaluasi Mutu Pelayanan merupakan proses pengukuran, penilaian atas semua
kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit secara berkala. Kualitas pelayanan
meliputi: teknis pelayanan, proses pelayanan, tata cara/standar prosedur
operasional, waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan.
Metoda evaluasi yang digunakan, terdiri dari:
a. Audit (pengawasan)
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar.
b. Review (penilaian) Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan
sumber daya, penulisan Resep.
c. Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau wawancara
langsung.
d. Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan misalnya lama antrian, ketepatan penyerahan
Obat.
BAB IX
PENUTUP
56
Perkembangan dan adanya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang komprehensif dapat menjadi peluang sekaligus merupakan
tantangan bagi Apoteker untuk meningkatkan kompetensinya. Apoteker yang
bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma
Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien untuk itu
kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara kontinu agar perubahan paradigma
tersebut dapat diimplementasikan, sehingga dalam rangka mencapai keberhasilan
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit diperlukan komitmen,
kerjasama dan koordinasi yang lebih baik antara Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Organisasi Profesi serta seluruh pihak terkait.
Ditetapkan : di Padang
Pada Tanggal : Februari 2018
Kepala Rumah sakit Tk. III dr. Reksodiwiryo
dr. Antonious Swandaru, M.M.R.S
Letnan Kolonel Ckm NRP 11930096000668
57

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Pedoman dasar-teknik-aseptis
Pedoman dasar-teknik-aseptisPedoman dasar-teknik-aseptis
Pedoman dasar-teknik-aseptiseko_apt
 
Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020
Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020
Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020dinasintia
 
Standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Standar pelayanan kefarmasian di puskesmasStandar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Standar pelayanan kefarmasian di puskesmasdinasintia
 
Pedoman organisasi instalasi farmasi rs
Pedoman organisasi instalasi farmasi rsPedoman organisasi instalasi farmasi rs
Pedoman organisasi instalasi farmasi rserna yanti
 
Mi 1 6. pengendalian obat di puskesmas batch 2
Mi 1   6. pengendalian obat di puskesmas batch 2Mi 1   6. pengendalian obat di puskesmas batch 2
Mi 1 6. pengendalian obat di puskesmas batch 2LinaNadhilah2
 
8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docx
8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docx8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docx
8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docxRickySoebagya
 
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmasPetunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmasHelenWidaya
 
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmasPetunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmasLinaNadhilah2
 
Sop pelayanan sediaan farmasi tanpa resep
Sop pelayanan sediaan farmasi tanpa resepSop pelayanan sediaan farmasi tanpa resep
Sop pelayanan sediaan farmasi tanpa resepsupriadiyadi1
 
Permenkes RI no. 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Pusk...
Permenkes RI no. 30 Tahun 2014  tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Pusk...Permenkes RI no. 30 Tahun 2014  tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Pusk...
Permenkes RI no. 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Pusk...Ulfah Hanum
 
Mi 1 6. pengendalian obat di puskesmas
Mi 1   6. pengendalian obat di puskesmasMi 1   6. pengendalian obat di puskesmas
Mi 1 6. pengendalian obat di puskesmasLinaNadhilah2
 
Mi 1 3. penerimaan obat di puskesmas
Mi 1   3. penerimaan obat di puskesmasMi 1   3. penerimaan obat di puskesmas
Mi 1 3. penerimaan obat di puskesmasLinaNadhilah2
 
Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO)Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO)saninuraeni
 
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di PKM bag 1
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di PKM bag 1Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di PKM bag 1
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di PKM bag 1dinasintia
 
Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional
Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat RasionalPemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional
Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat RasionalErie Gusnellyanti
 
Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas
Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas
Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas Ulfah Hanum
 

Was ist angesagt? (20)

Pedoman dasar-teknik-aseptis
Pedoman dasar-teknik-aseptisPedoman dasar-teknik-aseptis
Pedoman dasar-teknik-aseptis
 
Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020
Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020
Standar pelayanan kefarmasian di pkm-2020
 
Catatan pengobatan pasien
Catatan pengobatan pasienCatatan pengobatan pasien
Catatan pengobatan pasien
 
Standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Standar pelayanan kefarmasian di puskesmasStandar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
 
Job desk 2017
Job desk 2017Job desk 2017
Job desk 2017
 
KFT
KFTKFT
KFT
 
Pedoman organisasi instalasi farmasi rs
Pedoman organisasi instalasi farmasi rsPedoman organisasi instalasi farmasi rs
Pedoman organisasi instalasi farmasi rs
 
Mi 1 6. pengendalian obat di puskesmas batch 2
Mi 1   6. pengendalian obat di puskesmas batch 2Mi 1   6. pengendalian obat di puskesmas batch 2
Mi 1 6. pengendalian obat di puskesmas batch 2
 
8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docx
8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docx8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docx
8.2.1 EP 1 (2) SOP pengadaan obat.docx
 
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmasPetunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
 
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmasPetunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
Petunjuk teknis standar pelayanan kefarmasian di puskesmas
 
Sop pelayanan sediaan farmasi tanpa resep
Sop pelayanan sediaan farmasi tanpa resepSop pelayanan sediaan farmasi tanpa resep
Sop pelayanan sediaan farmasi tanpa resep
 
Permenkes RI no. 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Pusk...
Permenkes RI no. 30 Tahun 2014  tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Pusk...Permenkes RI no. 30 Tahun 2014  tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Pusk...
Permenkes RI no. 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Pusk...
 
Mi 1 6. pengendalian obat di puskesmas
Mi 1   6. pengendalian obat di puskesmasMi 1   6. pengendalian obat di puskesmas
Mi 1 6. pengendalian obat di puskesmas
 
Panitia Farmasi Terapi
Panitia Farmasi TerapiPanitia Farmasi Terapi
Panitia Farmasi Terapi
 
Mi 1 3. penerimaan obat di puskesmas
Mi 1   3. penerimaan obat di puskesmasMi 1   3. penerimaan obat di puskesmas
Mi 1 3. penerimaan obat di puskesmas
 
Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO)Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO)
 
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di PKM bag 1
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di PKM bag 1Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di PKM bag 1
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di PKM bag 1
 
Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional
Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat RasionalPemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional
Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional
 
Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas
Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas
Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas
 

Ähnlich wie Pedoman pelayanan pkpo fix

05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptxssuser1f6caf1
 
Dhea_Punya_Standar_Pelayanan_Kefarmasian.pptx
Dhea_Punya_Standar_Pelayanan_Kefarmasian.pptxDhea_Punya_Standar_Pelayanan_Kefarmasian.pptx
Dhea_Punya_Standar_Pelayanan_Kefarmasian.pptxCiciHusen
 
Akreditasi Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Kefarmasian.pptx
Akreditasi Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Kefarmasian.pptxAkreditasi Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Kefarmasian.pptx
Akreditasi Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Kefarmasian.pptxGraceAgnesiaOtilidya
 
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdf
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdfPelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdf
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdfAriestaPerwitasari
 
Pmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rs
Pmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rsPmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rs
Pmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rsAlbertus Beny
 
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di PuskesmasPetunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di PuskesmasAndrieFitriansyah1
 
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasiSisca Yoliza
 
Materi 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdf
Materi 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdfMateri 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdf
Materi 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdfssuserad6bfd
 
Kelompok 12_Stifa D_Israwanasita_20013186.pptx
Kelompok 12_Stifa D_Israwanasita_20013186.pptxKelompok 12_Stifa D_Israwanasita_20013186.pptx
Kelompok 12_Stifa D_Israwanasita_20013186.pptxArdiansyahSyafaat1
 
AROFA IDHA-OVERVIEW PKPO.RAKERDAJATIM.pdf
AROFA IDHA-OVERVIEW PKPO.RAKERDAJATIM.pdfAROFA IDHA-OVERVIEW PKPO.RAKERDAJATIM.pdf
AROFA IDHA-OVERVIEW PKPO.RAKERDAJATIM.pdfzakiya39
 
Pedoman dasar-teknik-aseptis
Pedoman dasar-teknik-aseptisPedoman dasar-teknik-aseptis
Pedoman dasar-teknik-aseptisMusa Diryanto
 
Pedoman Interpretasi Data Klinik
Pedoman Interpretasi Data Klinik Pedoman Interpretasi Data Klinik
Pedoman Interpretasi Data Klinik Surya Amal
 
Pedoman interpretasi data klinik
Pedoman interpretasi data klinikPedoman interpretasi data klinik
Pedoman interpretasi data kliniksaninuraeni
 
Pedoman interpretasi data klinik 2011
Pedoman interpretasi data klinik 2011Pedoman interpretasi data klinik 2011
Pedoman interpretasi data klinik 2011Universitas Pancasila
 
Pmk no 35 2014 standar yan far di apotek
Pmk no 35 2014 standar yan far di apotekPmk no 35 2014 standar yan far di apotek
Pmk no 35 2014 standar yan far di apotekTotok Sudjianto
 
Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014
Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014
Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014Chynthya Riiweuh
 
Pmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotek
Pmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotekPmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotek
Pmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotekAlbertus Beny
 

Ähnlich wie Pedoman pelayanan pkpo fix (20)

05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
 
Ifrs
IfrsIfrs
Ifrs
 
Dhea_Punya_Standar_Pelayanan_Kefarmasian.pptx
Dhea_Punya_Standar_Pelayanan_Kefarmasian.pptxDhea_Punya_Standar_Pelayanan_Kefarmasian.pptx
Dhea_Punya_Standar_Pelayanan_Kefarmasian.pptx
 
cpfbCpfb praktik apoteker
cpfbCpfb praktik apotekercpfbCpfb praktik apoteker
cpfbCpfb praktik apoteker
 
Akreditasi Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Kefarmasian.pptx
Akreditasi Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Kefarmasian.pptxAkreditasi Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Kefarmasian.pptx
Akreditasi Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Kefarmasian.pptx
 
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdf
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdfPelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdf
Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat-PKPO.pdf
 
Pmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rs
Pmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rsPmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rs
Pmk 58 tahun 2014 ttg standar yanfar rs
 
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di PuskesmasPetunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
 
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
3 draft keputusan direktur mengenai kebijakan pelayanan farmasi
 
Materi 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdf
Materi 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdfMateri 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdf
Materi 3-Manajemen RS-D3 Farmasi-POLKESBA.pdf
 
Kelompok 7 .pptx
Kelompok 7 .pptxKelompok 7 .pptx
Kelompok 7 .pptx
 
Kelompok 12_Stifa D_Israwanasita_20013186.pptx
Kelompok 12_Stifa D_Israwanasita_20013186.pptxKelompok 12_Stifa D_Israwanasita_20013186.pptx
Kelompok 12_Stifa D_Israwanasita_20013186.pptx
 
AROFA IDHA-OVERVIEW PKPO.RAKERDAJATIM.pdf
AROFA IDHA-OVERVIEW PKPO.RAKERDAJATIM.pdfAROFA IDHA-OVERVIEW PKPO.RAKERDAJATIM.pdf
AROFA IDHA-OVERVIEW PKPO.RAKERDAJATIM.pdf
 
Pedoman dasar-teknik-aseptis
Pedoman dasar-teknik-aseptisPedoman dasar-teknik-aseptis
Pedoman dasar-teknik-aseptis
 
Pedoman Interpretasi Data Klinik
Pedoman Interpretasi Data Klinik Pedoman Interpretasi Data Klinik
Pedoman Interpretasi Data Klinik
 
Pedoman interpretasi data klinik
Pedoman interpretasi data klinikPedoman interpretasi data klinik
Pedoman interpretasi data klinik
 
Pedoman interpretasi data klinik 2011
Pedoman interpretasi data klinik 2011Pedoman interpretasi data klinik 2011
Pedoman interpretasi data klinik 2011
 
Pmk no 35 2014 standar yan far di apotek
Pmk no 35 2014 standar yan far di apotekPmk no 35 2014 standar yan far di apotek
Pmk no 35 2014 standar yan far di apotek
 
Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014
Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014
Standar pelayanan kefarmasian apotek 2014
 
Pmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotek
Pmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotekPmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotek
Pmk no. 35 ttg standar pelayanan kefarmasian di apotek
 

Kürzlich hochgeladen

Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanLogic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanB117IsnurJannah
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxAcephasan2
 
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptxNezaPurna
 
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitapower point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitaBintangBaskoro1
 
Proses Keperawatan Pada Area Keperawatan Gawat Darurat.pptx
Proses Keperawatan Pada Area Keperawatan Gawat Darurat.pptxProses Keperawatan Pada Area Keperawatan Gawat Darurat.pptx
Proses Keperawatan Pada Area Keperawatan Gawat Darurat.pptxArdianAdhiwijaya
 
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptxStatistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptxfachrulshidiq3
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiNezaPurna
 
PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA
PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOAPROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA
PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOAkompilasikuliahd3TLM
 
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdfMODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdfBangKoko
 
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxIrfanNersMaulana
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptssuser551745
 
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptxFRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptxindah849420
 
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptssuserbb0b09
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxYudiatma1
 
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUNPPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUNYhoGa3
 
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptxtatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptxPoliJantung
 
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatKONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatZuheri
 
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...nadyahermawan
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatanLogic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
Logic Model perencanaan dan evaluasi kesehatan
 
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptxPPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
PPT.Materi-Pembelajaran-genetika.dasarpptx
 
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
1 FEB_KEBIJAKAN DAN SITUASI SURV PD3I_AK I CIKARANG.pptx
 
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitapower point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
 
Proses Keperawatan Pada Area Keperawatan Gawat Darurat.pptx
Proses Keperawatan Pada Area Keperawatan Gawat Darurat.pptxProses Keperawatan Pada Area Keperawatan Gawat Darurat.pptx
Proses Keperawatan Pada Area Keperawatan Gawat Darurat.pptx
 
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptxStatistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
 
PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA
PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOAPROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA
PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA PROTOZOA
 
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdfMODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
 
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
 
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.pptPAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
PAPARAN TENTANG PENYAKIT TUBERKULOSIS.ppt
 
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptxFRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
 
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
 
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
 
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptxMateri 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
Materi 5.1 ASKEP pada pasien dengan HEPATITIS.pptx
 
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUNPPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
 
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptxtatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
 
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakatKONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
KONSEP ANSIETAS kesehatan jiwa masyarakat
 
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
399557772-Penyakit-Yang-Bersifat-Simptomatis.pptx PENYAKIT SIMTOMP ADALAH PEN...
 
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdfJenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
 

Pedoman pelayanan pkpo fix

  • 1. DAFTAR ISI Halaman Peraturan Kepala Rumah Sakit Tk. III dr. Reksodiwiryo Nomor ... Tahun I ... tentang pedoman tentang Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO) BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 2 A. Latar Belakang ............................................................. 2 B. Tujuan Pedoman .......................................................... 4 C. Ruang Lingkup Pelayanan ........................................... 4 D. Batasan Operasional ................................................... 4 E. Landasan Hukum ......................................................... 5 BAB II STANDAR KETENAGAAN ............................................... 6 A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia ............................... 6 B. Distribusi Ketenagaan .................................................. 6 C. Pengaturan Jaga ........................................................... 7 BAB III STANDAR FASILITAS ....................................................... 8 A. Denah Ruang ................................................................. 8 B. Standar Fasilitas ............................................................. 8 BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN ......................................... 9 BAB V LOGISTIK ........................................................................... 18 BAB VI KESELAMATAN PASIEN .................................................. 27 BAB VII KESELAMATAN KERJA ................................................... 39 BAB VIII PENGENDALIAN MUTU .................................................... 48 BAB IX PENUTUP ........................................................................... 52 1
  • 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan demikian, para Apoteker Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara sendiri. Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya sehingga dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial maupun farmasi klinik. Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara memanfaatkan Sistem Informasi Rumah Sakit secara maksimal pada fungsi manajemen kefarmasian, sehingga diharapkan dengan model ini akan terjadi efisiensi tenaga dan waktu. Efisiensi yang diperoleh kemudian dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif. Dalam Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa Rumah 2
  • 3. Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau. Selanjutnya dinyatakan bahwa pelayanan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian yang selanjutnya diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktik kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan Kefarmasian yang diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut dan perkembangan konsep Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan suatu Standar Pelayanan Kefarmasian dengan Peraturan Menteri Kesehatan, sekaligus meninjau kembali Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. 3
  • 4. B. Tujuan Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Bertujuan Untuk : 1. Menjamin Mutu, Manfaat, Keamanan Serta Khasiat Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan 2. Menjamin Kepastisn Hukum Bagi Tenaga Kefarmasian 3. Melindungi Pasien, Masyarakat, dan Staf dari Penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka Keselamatan Pasien 4. Menjamin sistem Pelayanan Kefarmasian dan Poenggunaan Obat yang lebih Aman 5. Menurunkan Angka Kesalahan Penggunaan Obat C. Ruang Lingkup Pelayanan Pelayanan Kefarmasian dan penggunaan obat di Rumah Sakit meliputi seleksi, pengadaan, penyimpanan, peresepan, pendistribusian, penyiapan, pemberian, pendokumentasian, dan pemantauan terapi obat. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan. Apoteker dalam melaksanakan kegiatan Pelayanan Kefarmasian tersebut juga harus mempertimbangkan faktor risiko yang terjadi yang disebut dengan manajemen risiko. D. Batasan Operasional Batasan operasional dari instalasi farmasi mencakup proses : 1. Pengelolaan perbekalan farmasi yang meliputi kegiatan merancang proses yang efektif, penerapan, perbaikan terhadap pemilihan, pengadaan, 4
  • 5. penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pemusnahan, dokumentasi dan monitoring dan evaluasi. 2. Farmasi klinik yang meliputi pelayanan resep (dispensing), pelayanan informasi obat, konsultasi informasi dan edukasi, pencatatan penggunaan obat, identifikasi, pemantauan dan pelaporan reaksi obat yang tidak dikehendaki dan efek obat, pemantauan terapi obat, ronde visite, evaluasi penggunaan obat, pelayanan farmasi dirumah dan pemantauan kadar obat dalam darah E. Landasan Hukum 1. Undang-undang RI no. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. 2. Undang-undang RI no. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit 3. Undang-undang RI no. 35 tahun 2009 tentang Narkotika 4. Undang-undang RI no. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika 5. Peraturan pemerintah republik indonesia 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian 6. Peraturan pemerintahan no 72 tahun 1998 tentang pengamanan sediian farmasi dan alat kesehatan. 7. Keputusan mentri kesehatan no. 1197 tahun 2004 tentang standar pelayanan farmasi di rumah sakit 8. Keputusan mentri kesehatan no. 1439 tahun2002 tentang penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan. 5
  • 6. BAB II STANDAR KETENAGAAN A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia Nama Jabatan Pendidikan Sertifikasi Jumlah Kebutuhan Ka Instalasi Apoteker STRA, SIPA, Seminar/ Pelatihan manajemen farmasi 1 Orang Apoteker Apoteker STRA, SIPA, Seminar/ Pelatihan manajemen farmasi 6 Orang Asisten Apoteker SMF atau D3 Farmasi STRTTK, SIKTIK 22 Orang Juru Racik dan Administrasi SMA - 4 Orang B. Distribusi Ketenagaan Nama Jabatan Kualifikasi Normal dan Non Formal Jumlah SDM Ka Instalasi Farmasi Sarjana Farmasi, Apoteker, memiliki STRA, SIPA, pernah mengikuti seminar/pelatihan manajemen farmasi 1 Orang Apoteker Sarjana Farmasi, Apoteker, memiliki STRA, SIPA 6 Orang Asisten Apoteker D3 Farmasi / SMF, memiliki STRTTK, SIKTTK 22 Orang Juru Racik dan Tenaga Administrasi SMA dan Diploma Administrasi 4 Orang 6
  • 7. C. Pengaturan Jaga Nama Jabatan Waktu Kerja Jumlah SDM Ka Instalasi Farmasi 1 Shift ( 8 Jam ) 1 Orang Apoteker 1 Shift ( 8 Jam ) 6 Orang Asisten Apoteker 3 Shift (24 jam) 22 Orang Juru Racik dan Tenaga Administrasi 2 Shift ( 16 Jam ) 4 Orang 7
  • 8. BAB III STANDAR FASILITAS A. Denah Ruang Terlampir B. Standar Fasilitas 1. Bangunan Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Lokasi menyatu dengan sistem pelayanan rumah 2) Luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan kefarmasian di rumah 3) Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan langsung pada pasien, dispensing serta ada penanganan limbah. 4) Memenuhi persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan, kelembaban, tekanan dan keamanan baik dari pencuri maupun binatang 5) Ruang penyimpanan memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi dan sistem pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan 6) Ruang pelayanan cukup untuk seluruh kegiatan pelayanan farmasi rumah sakit dan terpisah antara ruang pelayanan pasien rawat jalan, pelayanan pasien rawat inap dan pelayanan kebutuhan 7) Ada ruang khusus untuk apoteker yang akan memberikan konsultasi kepada pasien dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan 8) Tersedia ruangan untuk menyimpan sumber informasi yang dilengkapi dengan teknologi komunikasi dan sistem penanganan informasi yang memadai untuk mempermudah pelayanan informasi obat. 8
  • 9. 9) Ada ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka menjamin agar penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan dan teknik manajemen yang berlaku 10)Terdapat satu Depo Farmasi yang berfungsi sebagai tempat penyiapan obat – obat untuk pasien rawat inap. 2. Peralatan Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama untuk perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non steril, maupun cair untuk obat luar dan dalam. Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun. Peralatan minimal yang harus tersedia: 1) Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik nonsteril maupun Peralatan kantor untuk administrasi danKepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi 2) Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan psikotropika, berkunci ganda, dengan kunci yang selalu dibawa oleh apoteker / asisten apoteker penanggungjawab shift 3) Lemari pendingin untuk perbekalan farmasi 4) Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang baik. 5) Pemadam Kebakaran atau Alat Pemadan Api Ringan (APAR) 6) Troly Emergency 9
  • 10. BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN A. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi. Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan 10
  • 11. tanggung jawab Instalasi Farmasi, sehingga tidak ada pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi. Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi sebagai satusatunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal: 1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; 2. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; 3. Penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; 4. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; 5. Pemantauan terapi Obat; 6. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien); 7. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang akurat; 8. Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit; dan 9. Peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan pegawai. Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen pengunaan Obat yang efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang sekurang- kurangnya sekali setahun. Peninjauan ulang sangat membantu Rumah Sakit memahami kebutuhan 11
  • 12. dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan keselamatan penggunaan Obat yang berkelanjutan. Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat untuk meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu diwaspadai (high- alert medication). High-alert medication adalah Obat yang harus diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD). Daftar obat High Alert harus di tandatangani oleh kepala Rumah Sakit. Kelompok Obat high-alert diantaranya: 1. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA). 2. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). 3. Obat-Obat sitostatika. B. Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi: 1. Pemilihan Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan: a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi; b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang telah ditetapkan; c. pola penyakit; 12
  • 13. d. efektifitas dan keamanan; e. pengobatan berbasis bukti; f. mutu; g. harga; dan ketersediaan di pasaran. Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis Resep, pemberi Obat, dan penyedia Obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit. Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional. Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit: a. Membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing KSM berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik; b. Mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi; c. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi, jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar; d. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan Terapi, dikembalikan ke masing-masing KSM untuk mendapatkan umpan balik; e. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing KSM; 13
  • 14. f. Menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit; g. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan h. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan melakukan monitoring. Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit: a. Mengutamakan penggunaan Obat generik; b. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita; c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas; d. Paktis dalam penyimpanan dan pengangkutan; e. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan; f. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien; g. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak lansung; dan h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau. 2. Perencanaan Kebutuhan Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara 14
  • 15. lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan: a. anggaran yang tersedia; b. penetapan prioritas; c. sisa persediaan; d. data pemakaian periode yang lalu; e. waktu tunggu pemesanan; dan f. rencana pengembangan. 3. Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain: a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa. b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS). c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai Nomor Izin Edar. 15
  • 16. d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan. Untuk mencegah kekosongan stok obat di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat saat Instalasi Farmasi tutup. Pengadaan dapat dilakukan melalui: a. Pembelian obat ke distributor b. pembelian obat melalui apotek rekanan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah: a. Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat. b. Persyaratan pemasok. c. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. d. Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu. 4. Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik. 16
  • 17. BAB V LOGISTIK A. Penyimpanan Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Komponen yang harus diperhatikan antara lain: a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus. b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting. c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati. d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi. e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi. Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara benar dan diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus disimpan terpisah yaitu: 17
  • 18. a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus bahan berbahaya. b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan. Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat. Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian. Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin: a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah ditetapkan; b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain; c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti; d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain. 18
  • 19. B. Pendistribusian Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara: - Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock) 1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi. - Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan. - Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan. - Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan. - Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock. a. Sistem Resep Perorangan Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi. 19
  • 20. b. Sistem Unit Dosis Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap. c. Sistem Kombinasi Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c. Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau Resep individu yang mencapai 18%. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan: - efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan - metode sentralisasi atau desentralisasi. A. LATAR BELAKANG 1. Tujuan Sebagai pedoman bagi paramedic dalam melakukan pemberian obat untuk pencegahan error yang merupakan salah satu upaya patien safety 2. Fungsi Perlindungan petugas dalam penyerahanan obat kepada pasien B. Ruang Lingkup Ruang lingkup farmasi terbagi menjadi dua, yaitu : 20
  • 21. 1. Farmasi klinik yaitu ruang lingkup farmasi yang dilakukan dalam kegiatan Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan, meliputi: a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien yang meliputi kajian persyaratan administrasi, persyaratan farmasi, dan persyaratan klinis. b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan. c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan. d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan. e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien atau keluarga pasien. f. Memberi konseling kepada pasien atau keluarga pasien. g. Melakukan evaluasi penggunaan obat (EPO) h. Melakukan pencatatan setiap kegiatan i. Melaporkan setiap kegiatan 2. Farmasi non-klinik mencakup kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi, meliputi: a. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal yang merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan. b. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit yang merupakan proses kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat formularium, standarisasi sampai menjaga dan memparbaharui standar obat. c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku d. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku 21
  • 22. e. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian f. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit C. LANDASAN HUKUM Peraturan perundangan mengenai pembentukan tim penyusun pedoman dasar dispensing sediaan steril : • UU No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. • Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. • Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2002 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. • Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah sakit. • Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang organisasi dan Tata kerja Departemen Kesehatan. 22
  • 23. BAB III VERIFIKASI PESANAN OBAT A. Tata Laksana 1. Cuci tangan 2. Lakukan pemberian obat dengan memastikan dilaksanakan 7 benar 1) Benar Pasien : Tanyakan nama pasien, tanggal lahir, cocokan dengan gelang pasien ( nama, tanggal lahir, nomer RM ) cek nama dokter yang meresepkan pada rekam medis, dan berhati- hatilah dalam membedakan dua pasien dengan nama belakang yang sama. 2) Benar obat : Periksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sah. Jika perintah tidak lengkap atau tidaksah, beritahu perawat dan atau dokter yang bertanggung jawab. Ketahui alasan mengapa pasien menerima obat tersebut. Periksa label obat sebanyak tiga (3) kali sebelum memberikan obat tersebut. 3) Benar dosis : Hitung dosis obat dengan benar, jika ragu-ragu dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain. Dalam banyak rumah sakit, perawat pertama yang memberikan obat kepada pasien harus menghitung dosis dan membubuhkan tanda tangan jika parameter keamanan telah 23
  • 24. dipenuhi. Batas dosis obat tertentu direkomendasikan oleh buku-buku referensi. 4) Benar waktu : Mula kerja dimulai pada waktu obat memasuki plasma dan mencapai konsentrasi efektif minimum ( MEC : Minimum Effective Concentration ). Puncak kerja terjadi pada saat mencapai konsentrasi tertinggi dalam darah atau plasma. Lama kerja adalah lamanya obat mempunyai efek farmakologis. Implikasi dalam keperawatan meliputi : 1). Pada saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan, dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari agar kadar terapi obat dalam darah bisa dipertahankan : a) Satu kali sehari : setiap rentang waktu 24 jam b) Dua kali sehari : setiap rentang waktu 12 jam c) Tiga kali sehari : setiap rentang waktu 8 jam. d) Empat kali sehari : setiap rentang waktu 6 jam e) Waktu yang diperbolehkan pasien menunggu menerima pemberian obat mulai dari saat penulisan resep adalah paling lama 30 menit. f) Rentang waktu pemberian obat yang ditoleransi 30 menit sebelum dan sesudah waktu pemberian obat yang di instruksikan. g) Obat-obat dapat diinstruksikan pemberiannya dengan : perintah tetap (standing order), perintah satu kali (single order), perintah jika perlu ( prn ), perintah segera (cito, stat). h) Apabila perawat tidak memberikan obat pada waktu yang diinstruksikan harus ada alasan kenapa tidak diberikan obat, misal : lupa, pasien tertidur, dll 2). Berikan obat-obat yang terpengaruh oleh makanan sebelum makan, dan yang mengiritasi mukosa lambung bersama-sama makan. 24
  • 25. 3). Adalah tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah pasien telah di jadwalkan untuk pemeriksaan diagnostik. Seperti endoskopi, tes darah puasa, yang merupakan kontraindikasi pemberian obat. 5) Benar rute atau cara : Rute pemberian obat yang dipergunakan adalah oral (melalui mulut) untuk sediaan seperti cairan, suspensi, sirup, tablet, kapsul, sublingual (dibawah lidah), bucal (antara gusi dan pipi), topikal (dipakai pada kulit/lokal), inhalasi (aerosol), instilasi (tetes mata,telinga,hidung), rectum, vaginal atau rute parenteral (intradermal, subcutan, intramuscular, dan intravena). Implikasi dalam keperawatan termasuk : 1). Nilai kemampuan pasien untuk menelan sebelum memberikan obat-obat peroral 2). Pergunakan teknik aseptik sewaktu pemberian obat. Termasuk teknik steril dibutuhkan dalam rute parenteral 3). Berikan obat-obat pada tempat yang sesuai, dan tetaplah bersama pasien sampai obat-obat telah selesai diberikan. 6). Benar informasi : Memberikan informasi mengenai tentang cara pemakaian, kadaluarsa dan bila terjadi efek samping obat 7). Benar Dokumentasi : perawat harus melaksanakan pencatatan dengan segera tentang informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan. Pencatatan meliputi : nama obat, dosis, rute, frekuensi pemberian, waktu dan tanggal, insial dan tanda tangan perawat. Respon obat terhadap pasienperlu juga dicatat termasuk efek samping obat. Penundaan pencatatan dapat mengakibatkan lupa mencatat, atau perawat lain memberikan obat yang sama (dupilkasi). Formulir pencatatan terdapat dalam Rekam Medis. 25
  • 26. 3. Obat-obat yang pemberiannya diinstruksikan dokter melalui telpon,agar diterima secara benar harus dilakukan langkah-langkah • Ambil formulir catatan lengkap. Instruksi lisan/melalui telepon (HP) / pelaporan hasil pemeriksaan kritis. • Melakukan TULBAK : tulis lengkap ( yang diperintahkan dokter ), baca ulang ( Read Back ), dan konfirmasi lisan, kemudian beri cap ”Read Back”, pertemuan selanjutnya minta tanda tangan dokter pemberi perintah ( konfirmasi tertulis ). • Kasus untuk obat-obat LASA bila melalui telepon laksanakan eja Alphabet. 4. Obat High Alert adalah obat-obat yang perlu diwaspadai dan sangat beresiko tinggi bila salah penggunaannya dapat mengakibatkan KTD ( Kejadian Tidak Diharapkan ) seperti Sentinel ( cacat atau cidera berat ) bahkan kematian. Sebelum memberikan Obat High Alert lakukan 7 hal yang benar dan double cek dengan petugas kesehatan lainnya. 5. Apabila obat yang diinstruksikan dokter adalah LASA ( Look Alike, Sound Alike ) lakukan langkah-langkah : • Tulis lengkap, tidak boleh disingkat • Bacakan, dengan menggunakan alphabet • Konfirmasi kembali secara lisan dan stempel ”Read Back” • Untuk pertemuan / visite dokter konfirmasi secara tulisan kepada dokter yang meminta dan tanda tangan dokter. 6. Pengelolaan obat yang dibawa sendiri oleh pasien dengan melakukan rekonsiliasi obat : daftar obat yang dibawa dari rumah, obat yang digunakan selama ini, dosis / frekuensi, berupa lama/waktu, alasan 26
  • 27. makan obat, obat yang berlanjut di rawat inap, dan obat apa yang menimbulkan alergi, serta bagaimana reaksi alerginya. BAB IV PENUTUP Sebelum menyerahkan obat kepasien terlebih dahulu lakukan verifikasi resep Sebagai pedoman untuk melakukan penyerahan obat , dengan memperhatikan 7 benar serta dosis dan rute pemberiannya. Dengan adanya pedoman verifikasi pesanan obat pelayanan farmasi dirumah sakit akan semakin optimal. C. Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri. D. Pengendalian Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis 27
  • 28. Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit. Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk: a. penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit; b. penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan c. memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah: a. melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving); b. melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-turut (death stock); c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala. E. Administrasi Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri dari: a. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, 28
  • 29. pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau pertahun). Jenis- jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku. • Pencatatan dilakukan untuk: - persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM; - dasar akreditasi Rumah Sakit; - dasar audit Rumah Sakit; dan - dokumentasi farmasi. • Pelaporan dilakukan sebagai: - komunikasi antara level manajemen; - penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di Instalasi Farmasi; dan - laporan tahunan. b. Administrasi Keuangan Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu menyelenggarakan administrasi keuangan. Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan. C. Manajemen Resiko Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai 29
  • 30. Manajemen resiko merupakan aktivitas Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan untuk identifikasi, evaluasi, dan menurunkan risiko terjadinya kecelakaan pada pasien, tenaga kesehatan dan keluarga pasien, serta risiko kehilangan dalam suatu organisasi. Beberapa resiko yang berpotensi terjadi dalam pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan medis Habis Pakai antara lain : 1. Menentukan konteks manajemen risiko pada proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. 2. Mengidentifikasi Resiko Beberapa resiko yang berpotensi terjadi dalam pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain: a. Ketidaktepatan perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai selama periode tertentu; b. Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tidak melalui jalur resmi; c. Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang belum/tidak teregistrasi; d. Keterlambatan pemenuhan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; e. Kesalahan pemesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai seperti spesifikasi (merek, dosis, bentuk sediaan) dan kuantitas; f. Ketidaktepatan pengalokasian dana yang berdampak terhadap pemenuhan/ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; 30
  • 31. g. Ketidaktepatan penyimpanan yang berpotensi terjadinya kerusakan dan kesalahan dalam pemberian; h. Kehilangan fisik yang tidak mampu telusur; i. Pemberian label yang tidak jelas atau tidak lengkap; dan j. Kesalahan dalam pendistribusian. 3. Menganalisa Risiko Analisa risiko dapat dilakukan kualitatif, semi kuantitatif, dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan memberikan deskripsi dari risiko yang terjadi. Pendekatan kuantitatif memberikan paparan secara statistik berdasarkan data sesungguhnya. 4. Mengevaluasi Risiko Membandingkan risiko yang telah dianalisis dengan kebijakan pimpinan Rumah Sakit (contoh peraturan perundang-undangan, Standar Operasional Prosedur, Surat Keputusan Direktur) serta menentukan prioritas masalah yang harus segera diatasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan pengukuran berdasarkan target yang telah disepakati. 5. Mengatasi Risiko Mengatasi risiko dilakukan dengan cara: - melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit; - mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko; - menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis); - menganalisa risiko yang mungkin masih ada; dan mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko, mengurangi risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan mengendalikan risiko. 31
  • 32. BAB VI KESELAMATAN PASIEN A. Pelayanan Farmasi Klinik Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. 32
  • 33. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi: 1. pengkajian dan pelayanan Resep; 2. penelusuran riwayat penggunaan Obat; 3. rekonsiliasi Obat; 4. Pelayanan Informasi Obat (PIO); 5. Visite 6. Pemantauan Terapi Obat (PTO); 7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO); 8. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); 9. dispensing sediaan steril 1. Pengkajian dan Pelayanan Resep Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep. Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. Persyaratan administrasi meliputi: a. nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien; b. nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter; c. tanggal Resep; dan d. ruangan/unit asal Resep. Persyaratan farmasetik meliputi: a. nama Obat, bentuk dan kekuatan sediaan; b. dosis dan Jumlah Obat; c. stabilitas; dan 33
  • 34. d. aturan dan cara penggunaan. Persyaratan klinis meliputi: a. ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat; b. duplikasi pengobatan; c. alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD); d. kontraindikasi; dan e. interaksi Obat. Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error). 2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat pasien. Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat: - membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam medik/pencatatan penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan Obat; - melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan; - mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD); 34
  • 35. - mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat; - melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat; - melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan; - melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang digunakan; - melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat; - melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat; - memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan minum Obat (concordance aids); - mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter; dan - mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien. Kegiatan penelusuran riwayat penggunaan obat: - penelusuran kepada pasien/keluarga pasien - melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien. Informasi yang harus didapatkan: a. nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan, indikasi dan lama penggunaan Obat; b. reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan c. kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang tersisa). 3. Rekonsiliasi Obat 35
  • 36. Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya. Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah: a. memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan pasien. b. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter. c. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter. Tahap proses rekonsiliasi Obat yaitu: a. Pengumpulan data Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang dan akan digunakan pasien, meliputi nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping Obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping Obat, dicatat tanggal kejadian, Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan Obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar Obat pasien, Obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data Obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun Obat bebas termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi. 36
  • 37. b. Komparasi Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang pernah, sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada Obat yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan Resep. c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah: - menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja; - mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti; dan - memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi Obat. d. Komunikasi Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi Obat yang diberikan. 4. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan 37
  • 38. komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit. PIO bertujuan untuk: a. menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit; b. menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan Obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi Komite/Tim Farmasi dan Terapi; c. menunjang penggunaan Obat yang rasional. Kegiatan PIO meliputi: - menjawab pertanyaan; - menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit; - bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap; - melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya 5. Visite Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. 38
  • 39. Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain. 6. Pemantauan Terapi Obat (PTO) Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Kegiatan dalam PTO meliputi: a. pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi, Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD); b. pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat; dan c. pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat. Tahapan PTO: - pengumpulan data pasien; - identifikasi masalah terkait Obat; - rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat; - pemantauan; dan - tindak lanjut. Faktor yang harus diperhatikan: - kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini dan terpercaya (Evidence Best Medicine); 39
  • 40. - kerahasiaan informasi; dan - kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat). 7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. MESO bertujuan: a. menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang; b. menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja ditemukan; c. mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO; d. meminimalkan risiko kejadian reaksi Obat yang idak dikehendaki; dan e. mencegah terulangnya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki. Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO: a. mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ESO); b. mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami ESO; c. mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo; 40
  • 41. d. mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Komite/Tim Farmasi dan Terapi; e. melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional. Faktor yang perlu diperhatikan: a. kerjasama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi dan ruang rawat; dan b. ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat. Petunjuk teknis mengenai monitoring efek samping Obat akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal. 8. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan EPO yaitu: a. mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan Obat; b. membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu; c. memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat; dan d. menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat. Kegiatan praktek EPO: a. mengevaluasi pengggunaan Obat secara kualitatif; dan b. mengevaluasi pengggunaan Obat secara kuantitatif. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan: a. indikator peresepan b. indikator pelayanan c. indikator fasilitas. 9. Dispensing Sediaan Steril 41
  • 42. Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat. Dispensing sediaan steril bertujuan: a. menjamin agar pasien menerima Obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan; b. menjamin sterilitas dan stabilitas produk; c. melindungi petugas dari paparan zat berbahaya; dan d. menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat. Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi : a. Pencampuran Obat Suntik Melakukan pencampuran Obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas Obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan. Kegiatan: 1) mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus; 2) melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai; dan 3) mengemas menjadi sediaan siap pakai. Faktor yang perlu diperhatikan: 1) ruangan khusus; 2) Biological Safety Cabinet; dan 3) HEPA Filter 4) lemari pencampuran 42
  • 43. B. Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik adalah: 1. Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien akan berakibat terhadap kemungkinan kesalahan dalam terapi. Faktor risiko tersebut adalah umur, gender, etnik, ras, status kehamilan, status nutrisi, status sistem imun, fungsi ginjal, fungsi hati. 2. Faktor risiko yang terkait terkait penyakit pasien Faktor risiko yang terkait penyakit pasien terdiri dari 3 faktor yaitu: tingkat keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat keparahan, tingkat cidera yang ditimbulkan oleh keparahan penyakit. 3. Faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien Faktor risiko yang berkaitan dengan farmakoterapi pasien meliputi: toksisitas, profil reaksi Obat tidak dikehendaki, rute dan teknik pemberian, persepsi pasien terhadap toksisitas, rute dan teknik pemberian, dan ketepatan terapi. Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik, Apoteker kemudian harus mampu melakukan: 1. Analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif dan semi kuantitatif. 2. Melakukan evaluasi risiko, 3. Mengatasi risiko melalui: - melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit; - mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko; - cost benefit analysis); 43
  • 44. - menganalisa risiko yang mungkin masih ada BAB VII KESELAMATAN KERJA Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu bagian dari perlindungan bagi tenaga kerja dan bertujuan untuk mencegah serta mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan didalamnya termasuk : 44
  • 45. 1. Menjamin para pekerja dan orang lain yang ada disekitar tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat. 2. Menjaga agar sumber-sumber produksi digunakan secara aman dan efisien. 3. Menjamin kelancaran proses produksi yang merupakan faktor penting dalam meningkatkan produktivitas. Kesehatan kerja bertujuan pada pemeliharaan dan pencegahan serta risiko gangguan kesehatan fisik, mental dan sosial pada semua pekerja yang disebabkan oleh kondisi dan lingkungan kerja sehingga diharapkan produktivitas pekerja dapat dipertahankan dan apabila si pekerja telah memasuki usia pensiun maka yang bersangkutan dapat menikmati hari tuanya tanpa mengalami gangguan penyakit akibat hubungan kerja Tahap Pelaksanaan K3 IFRS Untuk terlaksananya K3 IFRS secara optimal maka perlu dilakukan tahapan sebagai berikut: 1. Identifikasi, Pengukuran dan Analisis Identifikasi, pengukuran dan analisis sumber - sumber yang dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja, seperti : 1) Kondisi fisik pekerja Hendaklah dilakukan pemeriksaan kesehatan sebagai berikut terhadap pekerja : a. Sebelum dipekerjakan b. Secara berkala, paling sedikit setahun sekali c. Secara khusus, yaitu : 45
  • 46. - sesudah pulih dari penyakit infeksi pada saluran pernafasan (TBC) dan penyakit menular lain - terhadap pekerja yang terpapar di suatu lingkungan dimana terjadi wabah, dan - apabila dicurigai terkena penyakit akibat kerja 2) Sifat dan beban kerja Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus dipikul oleh pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Sedangkan lingkungan kerja yang tidak mendukung merupakan beban tambahan bagi pekerja tersebut. 3) Kondisi lingkungan kerja Lingkungan kegiatan IFRS dapat mempengaruhi kesehatan kerja dalam 2 bentuk yaitu kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. a. Kecelakaan kerja di IFRS bahaya kecelakaan yang ada di lingkungan IFRS dapat dijabarkan dalam setiap tempat dan proses antara lain : - terpeleset, tersengat listrik, terjepit pintu - di tangga : terpeleset, tersandung, terjatuh - di gudang : terpeleset, tersandung, terjatuh, kejatuhan barang - di ruang pelayanan : terpeleset, tersandung, terjatuh, tersengat listrik - di ruang produksi : luka bakar, ledakan, kebakaran - di ruang penanganan sitostatik di ruang TPN (Total Parenteral Nutrition) b. Penyakit akibat kerja di rumah sakit - tertular pasien - alergi obat - keracunan obat - resistensi obat 46
  • 47. PROSEDUR K3 IFRS 1. Kebakaran : a. Upaya Pencegahan Kebakaran 1. Dilarang merokok dan membuang puntung rokok berapi 2. Dilarang membiarkan orang lain main api 3. Dilarang menyalakan lampu pelita maupun lilin 4. Dilarang memasak baik dengan coockplat listrik maupun kompor gas 5. Dilarang membakar sampah atau sisa-sisa bahan pengemas lainnya 6. Dilarang lengah menyimpan bahan mudah terbakar : elpiji, bensin, aceton dll. 7. Dilarang membiarkan orang yang tidak berkepentingan berada ditempat yang peka terhadap bahaya kebakaran b. Penanggulangan bila terjadi kebakaran 1. Jangan panik 2. Jangan berteriak .......” Kebakaran” 3. Matikan listrik, amankan semua gas • Bila terjadi kebakaran kecil, panel listrik yang menuju kelokasi kebakaran dimatikan • Bila terjadi kebakaran besar, aliran listrik diseluruh gedung dimatikan 4. Selamatkan dahulu jiwa manusia 5. Dapatkan APAR (alat pemadam api ringan), buka segel & padamkan api 6. Jauhkan barang-barang yang mudah terbakar dari api 7. Tutup pintu gudang tahan api 47
  • 48. 8. Kosongkan koridor & jalan penghubung dan atur agar jalanjalan menuju pintu bebas hambatan 9. Bukalah pintu darurat 10.Bila mungkin selamatkan dokumendokumen penting 11.Siapkan evakuasi obat bius, injeksi, obat–obat resusitasi & cairan intravena 12.Catat nama staf yang bertugas 13.Hubungi posko 14.Siapkan kebutuhan obat dan alat kesehatan untuk kebutuhan darurat c. Mencegah meluasnya kebakaran 1. Semua pekerja menyiapkan alat pemadam api dan peralatan lainnya sesuai kebutuhan 2. Lakukan tindakan dengan menggunakan alat pemadam kebakaran bila dianggap api merembet bangunan di unit kerjanya 3. Sekali lagi cek kesiapan alat pemadam kebakaran d. Jenis alat kebakaran yang digunakan a. Air : Hydrant b. Busa (foam) c. Serbuk kimia kering d. Gas CO2 e. Cairan kimia (Halon) 2. Cuci Tangan a. 5 Momen Cuci tangan : 1. Sebelum bersentuhan dengan pasien 2. Sebelum melakukan tindakan 48
  • 49. 3. Sesudah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien 4. Sesudah bersentuhan dengan pasien 5. Sesudah bersentuhan dengan lingkungan pasien b. Prosedur Cuci Tangan 1. Gosok tangan dengan posisi telapak pada telapak 2. Gosok telapak kanan diatas punggung tangan kiri dengan jari-jari saling menjalin dan sebaliknya 3. Gosok telapak pada telapak dan jari-jari saling menjalin 4. Letakkan punggung jari pada telapak yang berlawanan dengan jari-jari saling mengunci 5. Gosok memutar dengan ibu jari mengunci pada telapak kanan dan sebaliknya 6. Gosok memutar ke arah berlawanan dengan jarum jam dengan jari-jari tangan kanan mengunci pada telapak kiri dan sebaliknya 3. Bahan-Bahan Berbahaya 1. Upaya pencegahan kecelakaan oleh bahan berbahaya adalah dengan cara : a. Memasang LABEL b. Memasang TANDA BAHAYA memakai LAMBANG/ Peringatan c. Melaksanakan KEBERSIHAN d. Melaksanakan PROSEDUR TETAP e. Ventilasi Umum dan setempat harus baik f. Kontak dengan Bahan Korosif harus ditiadakan/ dicegah/ ditekan sekecil mungkin 49
  • 50. g. Menggunakan alat proteksi diri lab jas, pakaian kerja, pelindung kaki, tangan dan lengan (sarung tangan) serta masker h. Seluruh tenaga kerja harus memperoleh penjelasan yang cukup i. Untuk pertolongan pertama, air untuk mandi, cuci dan air untuk membersihkan mata perlu disediakan. j. Penggunaan larutan penetral sebaiknya tidak dilakukan. 2. Penanggulangan kecelakaan oleh bahan berbahaya a. Melaksanakan upaya preventif yaitu mengurangi volume atau bahan berbahaya yang dikeluarkan ke lingkungan atau “Minimasi Bahan Berbahaya“. • Mengubah cara pembelian dan pengendalian bahan berbahaya • Mengganti bahan berbahaya dengan bahan yang kurang bahayanya • Mengurangi volume bahan berbahaya dari sumbernya b. Mengurangi volume, konsentrasi toksisitas dan tingkat bahaya dari bahan berbahaya melalui proses kimia, fisika dan atau hayati dengan cara menetralkan dengan bahan penetral, mengencerkan volume dengan air atau udara atau zat netral lain, membiarkan bahan berbahaya dalam tempat tertentu agar tereduksi secara alami oleh sinar matahari maupun zat organik yang ada c. Melaksanakan pembersihan bahan berbahaya yang menyebabkan kontaminasi ruangan dengan mengamankan petugas kebersihan terlebih dahulu • Petugas menggunakan masker • Petugas menggunakan sarung tangan karet dan sepatu karet 50
  • 51. • Menyiapkan air atau zat penetral lain dalam rangka menetralkan bahan berbahaya tersebut • Melaksanakan penetralan bahan berbahaya tersebut. • Mengemas bahan berbahaya sisa agar aman dan tidak menjadi sumber kontaminasi susulan d. Melaporkan terjadinya kontaminasi kepada Kepala Instalasi Farmasi 3. Pertolongan pertama pada kecelakaan a. Singkirkan racun dari sentuhan dengan korban b. Jika korban pingsan atau hampir pingsan, baringkan korban dengan posisi telungkup, kepala dimiringkan, dan mulut ditarik ke depan c. Hangatkan korban dalam posisi terbaring d. Jika korban menunjukkan tandatanda kesukaran nafas, lakukan pertolongan pertama dengan nafas buatan . e. Jangan diberi alkohol, kecuali atas saran dokter. Alkohol dapat meningkatkan penyerapan beberapa racun. Pertolongan pertama pada kecelakaan dapat dibedakan atas : 1. Pertolongan pertama bila korban tertelan racun a. Segera berikan 2 hingga 4 gelas air. Jika air tidak tersedia dapat diberikan susu atau putih telur Perhatian : Tidak boleh memberikan sesuatu melalui mulut jika korban pingsan b. Lakukan segera tindakan pemuntahan dengan cara : • Memasukkan telunjuk jari korban ke dalam mulut bagian belakang, gosokkan ke kiri dan ke kanan atau • Memberikan air garam dapur hangat kuku sebanyak banyaknya (1 st garam dapur + 1 gelas air hangat) atau 51
  • 52. • Memberikan 1 st soda roti + 1 gelas air hangat atau 1/2 st serbuk mustar + 1 gelas air hangat atau 1/4 st serbuk tawas + 1 gelas air hangat c. Lakukan tindakan pemuntahan berulang-ulang hingga cairan muntah itu jernih d. Jika identifikasi racun tidak dapat dilakukan, berikan 15 gr atau 1 sendok makan norit + 1/2 gelas air hangat e. Sedapat mungkin dilakukan pengambilan sampel muntah. 2. Pertolongan pertama bila korban terhirup gas beracun a. Penolong harus menggunakan masker yang tepat, jika tidak ada masker yang tepat, penolong harus dapat menahan nafas selama masa penyelamatan. b. Usahakan untuk dapat mengidentifikasi gas racun yang dicurigai c. Korban harus segera dibawa ke tempat udara segar. Jika tempat itu ruangan berjendela, buka semua jendela yang ada. Longgarkan semua pakaian yang ketat pada tubuh korban d. Jika korban susah bernafas, beri nafas buatan terus menerus hingga dianggap cukup. e. Jaga korban tetap hangat, hindarkan korban menggigil, jika perlu korban diselimuti rapat-rapat f. Jagalah agar korban setenang mungkin. g. Tidak boleh memberikan alkohol dalam bentuk apapun BAB VIII PENGENDALIAN MUTU Pengendalian Mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan sistematis, sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan mekanisme 52
  • 53. tindakan yang diambil. Melalui pengendalian mutu diharapkan dapat terbentuk proses peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian yang berkesinambungan. Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang dapat dilakukan terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah berlalu. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi. Tujuan kegiatan ini untuk menjamin Pelayanan Kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang akan datang. Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian harus terintegrasi dengan program pengendalian mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi: a. perencanaan, yaitu: menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk peningkatan mutu sesuai target yang ditetapkan. b. Pelaksanaan, yaitu: 1. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan antara capaian dengan rencana kerja) 2. memberikan umpan balik terhadap hasil capaian. c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu: 1. melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang ditetapkan; 2. meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan. Tahapan program pengendalian mutu: a. Mendefinisikan kualitas Pelayanan Kefarmasian yang diinginkan dalam bentuk kriteria. b. Penilaian kualitas Pelayanan Kefarmasian yang sedang berjalan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. 53
  • 54. c. Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila diperlukan. d. Penilaian ulang kualitas Pelayanan Kefarmasian; Up date kriteria. Langkah–langkah dalam aplikasi program pengendalian mutu, meliputi: a. memilih subyek dari program b. tentukan jenis Pelayanan Kefarmasian yang akan dipilih berdasarkan prioritas c. mendefinisikan kriteria suatu Pelayanan Kefarmasian sesuai dengan kualitas pelayanan yang diinginkan d. mensosialisasikan kriteria Pelayanan Kefarmasian yang dikehendaki e. dilakukan sebelum program dimulai dan disosialisasikan pada semua personil serta menjalin konsensus dan komitmen bersama untuk mencapainya f. melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan yang sedang berjalan menggunakan kriteria g. apabila ditemukan kekurangan memastikan penyebab dari kekurangan tersebut h. merencanakan formula untuk menghilangkan kekurangan i. mengimplementasikan formula yang telah direncanakan j. reevaluasi dari mutu pelayanan. Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan indikator, suatu alat / tolak ukur yang hasil menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Indikator dibedakan menjadi: a. Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan lingkungan. 54
  • 55. b. Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang diselenggarakan. Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut: a. sesuai dengan tujuan b. informasinya mudah didapat c. singkat, jelas, lengkap dan tak menimbulkan berbagai interpretasi; d. rasional. Dalam pelaksanaan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian dilakukan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi yang harus dapat dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi sendiri atau dilakukan oleh tim audit internal. Monitoring dan evaluasi merupakan suatu pengamatan dan penilaian secara terencana, sistematis dan terorganisir sebagai umpan balik perbaikan sistem dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan. Monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan terhadap seluruh proses tata kelola Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai ketentuan yang berlaku. Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi menjadi 3 (tiga) jenis program evaluasi, yaitu: a. Prospektif adalah program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan, contoh: standar prosedur operasional, dan pedoman. b. Konkuren adalah program dijalankan bersamaan dengan pelayanan dilaksanakan, contoh: memantau kegiatan konseling Apoteker, peracikan Resep oleh Asisten Apoteker. 55
  • 56. c. Retrospektif adalah program pengendalian yang dijalankan setelah pelayanan dilaksanakan, contoh: survei konsumen, laporan mutasi barang, audit internal. Evaluasi Mutu Pelayanan merupakan proses pengukuran, penilaian atas semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit secara berkala. Kualitas pelayanan meliputi: teknis pelayanan, proses pelayanan, tata cara/standar prosedur operasional, waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan. Metoda evaluasi yang digunakan, terdiri dari: a. Audit (pengawasan) Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar. b. Review (penilaian) Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber daya, penulisan Resep. c. Survei Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau wawancara langsung. d. Observasi Terhadap kecepatan pelayanan misalnya lama antrian, ketepatan penyerahan Obat. BAB IX PENUTUP 56
  • 57. Perkembangan dan adanya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi Apoteker untuk meningkatkan kompetensinya. Apoteker yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara kontinu agar perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan, sehingga dalam rangka mencapai keberhasilan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit diperlukan komitmen, kerjasama dan koordinasi yang lebih baik antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Organisasi Profesi serta seluruh pihak terkait. Ditetapkan : di Padang Pada Tanggal : Februari 2018 Kepala Rumah sakit Tk. III dr. Reksodiwiryo dr. Antonious Swandaru, M.M.R.S Letnan Kolonel Ckm NRP 11930096000668 57