Jika energi panas matahari yang diserap oleh atap rumah saya dapat diubah menjadi energi listrik, mengapa tidak saya lakukan?
1. Andaikan energi matahari yang diserap oleh atap rumah saya bisa diubah menjadi energi listrik
sepenuhnya, mengapa tidak saya lakukan?
Mungkin anda yang membaca ini sedang bertanya-tanya, atau paling tidak mereka-reka—mungkin
pula sudah membaca di media lain tentang energi matahari dan juga energi listrik. Bisakah energi matahari
diubah menjadi listrik? Bagaimana prosesnya? Mari kita telaah beberapa teori dari berbagai sumber berikut
untuk mengetahui lebih jelasnya.
Energi matahari adalah energi yang berupa sinar dan panas dari matahari. Energi ini dapat
dimanfaatkan dengan menggunakan serangkaian teknologi seperti pemanas surya, fotovoltaik surya, listrik
panas surya, arsitektur surya, dan fotosintesis buatan. Dalam tiap tahunnya, Bumi menerima radiasi matahari
yang lewat melalui atmosfer dalam jumlah yang bisa dikatakan sangat besar. Menurut Wikipedia, Bumi
menerima 174 petawatt (PW) radiasi surya yang datang di bagian atas dari atmosfer. Sekitar 30% dipantulkan
kembali ke luar angkasa, sedangkan sisanya diserap oleh awan, lautan, dan daratan. Sebagian besar
spektrum cahaya matahari yang sampai di permukaan Bumi berada pada jangkauan spektrum sinar tampak
dan inframerah dekat. Sebagian kecil berada pada rentang ultraviolet dekat.
Lalu, dengan melimpahnya energi matahari yang diterima Bumi (yang mana diserap oleh awan, laut,
dan daratan) bisakah energi matahari ini dimanfaatkan untuk energi listrik di tiap-tiap rumah warga?
Kita sudah mengetahui bahwa energi ini dapat dimanfaatkan dengan menggunakan serangkaian
teknologi, seperti pemanas surya, fotovtalaik surya, dan berbagai macam jenis teknologi lagi yang sangat
bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Penggunaan atau pemanfaatan radiasi matahari inilah yang lalu
dikatakan sebagai tenaga surya.
Apa itu tenaga surya?
Pada tahun 2011, Badan Energi Internasional menyatakan bahwa "perkembangan teknologi energi
surya yang terjangkau, tidak habis, dan bersih akan memberikan keuntungan jangka panjang yang besar.
Perkembangan ini akan meningkatkan keamanan energi negara-negara melalui pemanfaatan sumber energi
yang sudah ada, tidak habis, dan tidak tergantung pada impor, meningkatkan kesinambungan, mengurangi
polusi, mengurangi biaya mitigasi perubahan iklim, dan menjaga harga bahan bakar fosil tetap rendah dari
sebelumnya. Keuntungan-keuntungan ini berlaku global. Oleh sebab itu, biaya insentif tambahan untuk
pengembangan awal selayaknya dianggap sebagai investasi untuk pembelajaran; inventasi ini harus
digunakan secara bijak dan perlu dibagi kepada masyarakat.
Tenaga surya adalah proses pengubahan cahaya matahari menjadi listrik, baik secara langsung
menggunakan fotovoltaik, atau secara tak langsung menggunakan tenaga surya terpusat (concentrated solar
power / CSP). Sistem Concentrated Solar Power ini menggunakan lensa atau cermin dan sistem lacak untuk
memfokuskan paparan cahaya matahari yang luas menjadi seberkas sinar yang kecil. PV mengubah cahaya
menjadi aliran listrik menggunakan efek fotolistrik.
Pembangkit CSP komersial pertama kali dikembangkan pada tahun 1980an. Sejak tahun 1985,
pemasangan SEGS CSP berkapasitas 354 MW di gurun Mojave, California adalah pembangkit listrik surya
terbesar di dunia. Pembangkit listrik CSP lain meliputi pembangkit listrik tenaga surya Solnova berkapasitas
150 MW dan pembangkit listrik tenaga surya Andasol berkapasitas 100 MW; keduanya berada di Spanyol.
Proyek Surya Agua Caliente berkapasitas 250 MW di Amerika Serikat dan Lahan Surya Charanka
berkapasitas 221 MW di India adalah pembangkit fotovoltaik terbesar di dunia. Proyek surya melebihi 1 GW
sedang dikerjakan, tapi kebanyakan fotovoltaik dipasang di atap-atap dengan ukuran kapasitas kecil, yakni
kurang dari 5 kW, yang terhubung dengan saluran listrik menggunakan meteran net dan/atau tarif feed-in
(Wikipedia.com).
Sistem tenaga surya terpusat (concentrated surya power, CSP) menggunakan lensa atau cermin dan
sistem lacak untuk memfokuskan paparan sinar matahari yang luas menjadi seberkas cahaya kecil. Seberkas
cahaya tersebut kemudian digunakan sebagai sumber panas untuk pembangkit listrik konvensional. Terdapat
sejumlah besar teknologi pemusatan; yang paling berkembang adalah cekungan parabola, pemantul fresnel
linear, piringan Stirling, dan menara tenaga surya. Di sistem-sistem ini, fluida kerja dipanaskan oleh cahaya
2. matahari yang dipusatkan, dan fluida kerja ini kemudian digunakan untuk membangkitkan listrik atau sebagai
penyimpan energi. Itulah bagaimana energi matahari dapat diubah menjadi energi listrik.
Kemudian, dengan banyaknya energi matahari yang diterima Bumi dan pemanfaatannya sebagai
energi listrik, sudah adakah rumah yang memanfaatkan atapnya untuk mengubah energi dari radiasi matahari
ini menjadi energi listrik sepenuhnya?
Ternyata, sudah ada rumah yang menggunakan energi matahari untuk memenuhi kebutuhan listrik
sehari-hari. Rumah yang memanfaatkan energi matahari ini (disebut juga Rumah Surya) yang pertama adalah
milik Institut Teknologi Massachusetts di Amerika Serikat, dibangun pada tahun 1939, yang mana
menggunakan penyimpanan energi panas musiman untuk pemanasan sepanjang tahun.
Di Amerika Serikat, sistem pemanasan, ventilasi, dan penyejuk udara memakai 30% (4,65 EJ) dari
energi yang digunakan untuk bangunan komersil dan hampir 50% (10,1 EJ) energi yang digunakan untuk
perumahan. Teknologi pemanasan, pendinginan, dan ventilasi surya dapat digunakan untuk mengganti
sebagian dari energi ini.
Massa termal adalah materi yang digunakan untuk menyimpan panas, termasuk dari Matahari. Materi
massa termal yang umum meliputi batu, semen, dan air. Menurut sejarah, materi-materi ini telah digunakan di
daerah dengan iklim kering atau hangat untuk menjaga bangunan tetap sejuk dengan menyerap energi surya
sepanjang hari dan memancarkan energi yang disimpan ke atmosfer yang lebih dingin di malam hari. Namun,
materi ini juga dapat digunakan di daerah dingin untuk mempertahankan kehangatan. Ukuran dan
penempatan massa termal tergantung pada beberapa faktor, seperti iklim, pencahayaan, dan kondisi
bayangan. Saat faktor-faktor ini dipertimbangkan secara baik, massa termal mempertahankan temperatur
ruangan dalam rentang nyaman dan mengurangi peralatan pemanasan dan pendinginan tambahan.
Cerobong surya (atau cerobong termal, dalam konteks ini) adalah sistem ventilasi surya pasif, yang
terdiri dari terowongan vertikal yang menghubungkan bagian dalam dengan bagian luar dari bangunan. Saat
cerobong mulai hangat, udara di dalamnya memanas dan menyebabkan udara bergerak ke atas dan menarik
udara melewati bangunan. Performansi dapat ditingkatkan dengan menggunakan kaca dan materi massa
termal untuk meniru rumah kaca.
Pohon dan tanaman musiman telah digunakan sebagai cara mengendalikan pemanasan dan
pendinginan surya. Ketika tanaman ditanam pada bagian selatan bangunan, daun tanaman akan berfungsi
sebagai peneduh pada musim panas, dan pada musim dingin, daun tanaman akan rontok dan cahaya dapat
lewat lebih banyak. Saat gugur, pohon tak berdaun menghalangi 1/3 sampai 1/2 radiasi surya yang datang,
ada keseimbangan antara manfaat teduh saat musim panas dan pemanasan akibat daun gugur saat musim
dingin. Di iklim dengan kebutuhan pemanasan tinggi, pohon musiman tidak cocok ditanam di bagian selatan
bangunan karena pohon akan mengurangi ketersediaan energi surya saat musim dingin. Namun, pohon
tersebut dapat digunakan pada sisi timur dan barat untuk menyediakan tempat teduh selama musim panas
tanpa mempengaruhi perolehan energi surya selama musim dingin.
Nah, dengan adanya contoh pemanfaatan energi matahari sebagai energi listrik pada rumah, mengapa
tidak (atau belum) saya terapkan pada atap rumah saya sendiri?
Pertama, karena saya tidak (atau belum) kepikiran untuk mengubah atap rumah saya agar mengubah
energi matahari yang diserapnya menjadi energi listrik. Kita biasa memakai listrik tanpa peduli darimana
mendapatkannya dan bagaimana menghasilkannya. Yang diketahui, tinggal bayar ke PLN, pasang listrik, jadi,
deh . Padahal, ternyata menghasilkan energi listrik dari masing-masing pembangkit listrik tidak sesederhana
itu.
Kedua, karena saya tidak tahu bagaimana penerapannya. Saya telah mempelajari baik di sekolah
menengah pertama maupun di sekolah menengah atas bahwa energi bisa diubah bentuknya, seperti energi
listrik diubah ke energi panas, maupun sebaliknya. Lalu, ketika diberikan sebuah ide untuk mengubah energi
matahari yang diserap oleh atap rumah saya menjadi energi listrik, saya belum tahu bagaimana cara
penerapannya yang baik dan benar.
Apa saja bahan dan alat-alatnya, apa saja yang harus dipasang, dan bagaimana cara kerjanya
sehingga energi matahari yang terserap dapat dimanfaatkan menjadi listrik?
3. Ketiga, setelah tahu cara penerapannya (yang didapat melalui artikel-artikel yang tersebar di dunia
maya) adalah karena ternyata untuk membuat pembangkit listrik sendiri (apalagi dalam hal ini atap rumah)
memerlukan dana yang tidak sedikit pula.
Atap rumah saya menggunakan seng. Seng dapat menyerap energi matahari dengan sangat besar,
sehingga jika seseorang berada di dalam rumah yang beratapkan seng pada siang hari yang sangat terik, ia
akan merasakan panas lebih besar dibandingkan orang yang berada di dalam rumah beratap genteng pada
kondisi yang sama.
Untuk dapat menjadikan atap rumah sebagai pembangkit listrik, ada beberapa hal yang perlu kita
ketahui. Mula-mula, kita dapat mengubah energi panas yang diserap dari radiasi matahari menjadi energi
listrik menggunakan alat yang disebut sel fotovtalaik.
Sel surya, atau sel fotovoltaik, adalah peralatan yang menggubah cahaya menjadi aliran listrik dengan
menggunakan efek fotovoltaik. Sel fotovoltaik pertama dibuat oleh Charles Fritts pada tahun 1880an. Pada
tahun 1931, seorang insinyur Jerman, Dr. Bruno Lange, membuat sel fotovoltaik menggunakan perak selenida
ketimbang tembaga oksida. Walaupun sel selenium purwa rupa ini mengubah kurang dari 1% cahaya yang
masuk menjadi listrik, Ernst Werner von Siemens dan James Clerk Maxwell melihat pentingnya penemuan ini.
Dengan mengikuti kerja Russel Ohl pada tahun 1940an, peneliti Gerald Pearson, Calvin Fuller, dan Daryl
Chapin membuat sel surya silikon pada tahun 1954. Biaya sel surya ini 286 dollar AS per watt dan mencapai
efisiensi 4,5 - 6 %. Menjelang tahun 2012, efisiensi yang tersedia melebihi 20% dan efisiensi maksimum
fotovoltaik penelitian melebihi 40%.
Pada tahun 2011, Badan Energi Internasional mengatakan teknologi energi surya seperti papan
fotovoltaik, pemanas air surya, dan pembangkit listrik dengan cermin dapat menyediakan sepertiga energi
dunia pada tahun 2060 jika politikus mau mengatasi perubahan iklim. Energi dari matahari dapat memainkan
peran penting dalam de-karbonisasi ekonomi global bersamaan dengan pengembangan efisiensi energi dan
menerapkan biaya pada produsen gas rumah kaca.
Dari uraian diatas, terlihat bahwa saya memerlukan perak selenida atau tembaga oksida untuk
membuat sel fotovtalaik. Saya tidak tahu dimana saya bisa menemukan perak selenida untuk membuat sel
fotovtalaik tersebut. Diketahui pula dari percobaan yang dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan ternama pada tahun
1950an, percobaan sel surya ini memakan biaya sampai dengan 286 dollar AS per watt. Rumah saya
memerlukan listrik kira-kira 900 watt untuk memenuhi keperluan sehari-hari, jika per watt nya saja memerlukan
biaya sebanyak 286 dollar AS, maka biaya yang diperlukan untuk listrik dirumah saya kira-kira sebesar
257.400 dollar AS. Saat ini 1 dollar AS setara dengan 12.550 rupiah, maka biaya yang saya perlukan dalam
mata uang Indonesia kira-kira adalah sebesar Rp.3.230.370.000.
Uang saku saya sebulan adalah Rp.300.000, ditambah uang bensin tiap minggu kira-kira Rp.100.000.
Jika saya mengumpulkan uang saku saya selama satu tahun tanpa saya sentuh sedikit pun, jumlahnya adalah
Rp.4.800.000. Untuk mencapai biaya yang saya perlukan untuk menjadikan atap rumah saya agar dapat
mengubah energi panas yang diserap menjadi energi listrik, saya masih akan kekurangan biaya sekitar
Rp.3.225.570.000. Untuk mendapat biaya yang diperlukan, saya harus menabung uang saku saya selama
600 tahun ke depan (atau mungkin lebih ).
Oleh karena itu, dana yang saya punyai dan saya sanggupi tidak cukup untuk menjadikan atap rumah
saya bisa mengubah energi panas menjadi energi listrik, walaupun sebenarnya jika hal itu dapat saya lakukan,
jelas akan lebib hemat dan efisien. Kecuali saya telah mempelajari bidang ini lebih lanjut dan dipercaya oleh
masyarakat dan Negara mendanai saya sepenuhnya, maka baru saya akan bisa menjadikan atap rumah saya
bisa mengubah energi panas menjadi energi listrik.
4. Lampiran:
Rumah surya pertama Institut Teknologi Massachusetts di Amerika Serikat, dibangun pada tahun 1939,
menggunakan penyimpanan energi panas musiman untuk pemanasan sepanjang tahun.
Lahan surya 19 MW di Jerman.
Sumber pendukung:
http://wikipedia.com
http://blog.urbanindo.com/2014/08/efisiensi-energi-pada-rumah/
http://www.pip2bdiy.org/detail_artikel.php?jdl=Tips%20Desain%20Rumah%20Hemat%20Listrik
http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/perubahan-iklim-global/Energi-Bersih/Energi_matahari/