SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 20
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR 
PENYAKIT RABIES (RHABDOVIRUS) 
Kelompok 3 (tiga) 
Kelas B 
Anita Gustira (10011281320014) 
Devi Sri Puji Karnela (10011181320083) 
Febrianti Komalasari (10011281320012) 
Karisa Ameliani (10011281320030) 
Ramadhiah Febriani (10011281320018) 
Sri Wahyuningsih (10011281320011) 
Dosen Pembimbing : Feranita Utama, S.KM.,M.Kes 
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT 
UNIVERSITAS SRIWIJAYA 
Gedung Dr. A.I. Muthalib. Kampus Universitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang Prabumulih 
Inderalaya, Kab. Ogan Ilir Prov. Sumatera Selatan. Telp/Fax (0711) 580068
KATA PENGANTAR 
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha 
Penyayang karena dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang Penyakit Rabies sebagai 
tugas kelompok mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular. Penulis mengucapkan terima 
kasih atas peran semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini 
terutama : 
1. Allah SWT, karena ridho dan rahmatNya, karya tulis ini dapat selesai. 
2. Ibu Feranita Utama, S.KM.,M.Kes, sebagai dosen mata kuliah Epidemiologi 
Penyakit Menular. 
3. Literatur yang ada di internet dan perpustakaan umum yang menambah 
wawasan. 
4. Semua teman dan yang lainnya yang telah membantu dan memberi semangat 
dalam pembuatan makalah ini. 
Penulis menyadari bahwa makalah yang dibuat ini jauh dari kata sempurna, maka 
diperlukan saran dan kritik yang membangun dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat 
bermanfaat bagi orang yang membacanya. 
Palembang, 05 September 2014 
Penulis
BAB I 
PENDAHULUAN 
1.1 Latar Belakang 
Penyakit Rabies merupakan penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang 
disebabkan oleh virus rabies. Penyakit anjing gila ini mempunyai sifat zoonotik yaitu 
penyakit yang dapat ditularkan dari hewan pada manusia. penyakit anjing gila atau rabies ini 
bisa menular kepada manusia melalui gigitan. 
Rabies berasal dari kata latin “rabere” yang berarti “gila”, di Indonesia dikenal 
sebagai penyakit anjing gila. Rabies merupakan suatu penyakit hewan menular akut yang 
bersifat zoonosis (dapat menular ke manusia). Penyakit ini tidak saja dampak kematian 
manusia yang ditimbulkannya tetapi juga dampak psikologis (kepanikan, kegelisahan, 
kekhawatiran, kesakitan dan ketidaknyamanan) pada orang-orang yang terpapar serta 
kerugian ekonomi pada daerah yang tertular seperti biaya pendidikan, pengendalian yang 
harus dibelanjakan pemerintah serta pendapatan negara dan masyarakat yang hilang akibat 
pembatalan kunjungan wisatawan. 
Rabies adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan dapat dicegah dengan vaksin 
yang terjadi di lebih dari 150 negara dan wilayah. Infeksi menyebabkan puluhan ribu 
kematian setiap tahun, terutama di Asia dan Afrika. 40% dari orang-orang yang digigit oleh 
hewan rabies adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun. Anjing adalah sumber dari sebagian 
besar kematian rabies pada manusia. Segera bersihkan luka dan lakukan imunisasi dalam 
beberapa jam setelah kontak dengan hewan rabies dapat mencegah timbulnya rabies dan 
kematian. 
Rabies pertama kali dilaporkan di Indonesia oleh Schoorl (1884) di Jakarta pada 
seekor kuda, kemudian oleh JW Esser (1889) di Bekasi pada seekor Kerbau. Setelah Penning 
(1890) menemukan rabies pada anjing, rabies ini menjadi penyakit yang popular di Indonesia 
(Hindia Belanda saat itu). Rabies pada manusia dilaporkan lebih belakangan yaitu oelh de 
Haan pada tahun 1894. Campur tangan (intervensi) pemerintah terhadap pengendalian rabies 
secara formal telah dilakukan sejak era 1920-an, terbukti dengan penetapan ordonansi rabies 
– Hondsdolheids (Staatsblad 1926 No. 451 yo Staatblad 1926 No. 452) oleh pemerintah 
colonial Belanda. 
Dalam sejarah pengendalian dan pemberantasan rabies di Indonesia, walaupun ada 
wilayah yang berhasil dibebaskan, namun Indonesia tidak berhasil menghentikan perluasan 
daerah tertular rabies di Indonesia. Daerah tertular rabies yang semula hanya beberapa
provinsi saja sebelum Perang Dunia II, telah meluas ke daerah lain yang semula bebas yaitu: 
Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953), Sumatera Utara dan Sulawesi Utara 
(1956), Sulawesi Selatan (1958), Sumatera Selatan (1959), Lampung (1969), Aceh (1970), 
Jambi dan DI yogyakarta (1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan Sulawesi Tengah (1972), 
Kalimantan Timur (1974) dan Riau (1975). 
Pada dekade 1990-an dan 2000-an Rabies masih terus menjalar ke wilayah yang 
sebelumnya bebas hitoris menjadi tertular yaitu Pulau Flores (1998) Pulau Ambon dan Pulau 
Seram (2003), Halmahera dan Morotai (2005) Ketapang (2005) serta Pulau Buru (2006) 
kemudian Pulau Bali, Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat di Provinsi Riau (2009). Saat ini 
provinsi yang bebas rabies Provinsi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, 
Papua dan Papua Barat. 
1.2 Rumusan Masalah 
1. Bagaimana sejarah penyakit rabies? 
2. Apa pengertian Rhabdovirus dan rabies? 
3. Bagaimana struktur Rhabdovirus? 
4. Bagaimana siklus hidup virus rabies? 
5. Bagaimana epidemiologi dan penularan rabies? 
6. Bagaimana tipe rabies pada anjing dan kucing? 
7. Bagaimana patogenesis rabies? 
8. Bagaimana gejala klinis penyakit rabies? 
9. Bagaimana diagnosis penyakit rabies? 
10. Apa saja jenis-jenis vaksin anti rabies? 
11. Bagaimana cara pencegahan dan pengendalian penyakit rabies? 
12. Bagaimana cara pengobatan penyakit rabies? 
13. Bagaimana cara penanggulangan penyakit rabies? 
14. Bagaimana peraturan perundangan mengenai penyakit rabies? 
1.3 Tujuan 
a. Tujuan Umum 
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular 
b. Tujuan Khusus 
1. Mengetahui dan memahami sejarah penyakit rabies. 
2. Mengetahui dan memahami pengertian Rhabdovirus dan rabies.
3. Mengetahui dan memahami struktur Rhabdovirus. 
4. Mengetahui dan memahami siklus hidup virus rabies. 
5. Mengetahui dan memahami epidemiologi dan penularan rabies. 
6. Mengetahui dan memahami tipe rabies pada anjing dan kucing. 
7. Mengetahui dan memahami patogenesis rabies. 
8. Mengetahui dan memahami gejala klinis penyakit rabies. 
9. Mengetahui dan memahami diagnosis penyakit rabies. 
10. Mengetahui dan memahami jenis-jenis vaksin anti rabies. 
11. Mengetahui dan memahami cara pencegahan dan pengendaian penyakit 
rabies. 
12. Mengetahui dan memahami cara pengobatan penyakit rabies. 
13. Mengetahui dan memahami cara penanggulangan penyakit rabies. 
14. Mengetahui dan memahami peraturan perundangan mengenai penyakit rabies. 
1.4 Manfaat 
Mahasiswa lebih mengetahui tentang penyakit rabies itu sendiri. Baik dari segi 
definisi, struktur virus, epidemiologi, pathogenesis, penularan, pencegahan, penanggulangan 
penyakit rabies dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penyakit rabies.
BAB II 
PEMBAHASAN 
2.1 Sejarah Penyakit Rabies 
Rabies pertama kali ditemukan pada 2000 tahun SM, yaitu ketika Aristoteles 
menemukan bahwa anjing dapat menularkan infeksi kepada anjing yang lain melalui gigitan. 
Lalu pada tahun 1885, ketika seorang anak laki-laki berumur 9 tahun digigit oleh seekor 
anjing yang terinfeksi virus rabies, Louis Pasteur mengobatinya dengan vaksin dari medulla 
spinalis anjing tersebut. Hal ini menjadikannya orang pertama yang mendapatkan imunitas, 
karena anak tersebut tidak menderita rabies. Kemudian pada tahun 1903 ditemukan badan 
Negri yang bersifat diagnostik. Pada tahun 1940-an sudah dimulai penggunaan vaksin rabies 
pada anjing. Penambahan globulin imun rabies untuk manusia setelah pemaparan pengobatan 
vaksinasi dilakukan pada tahun 1954. Lalu pada tahun 1958 dilakukan penumbuhan virus 
rabies dalam biakan sel. Pada tahun 1959 dilakukan pengembangan tes antibodi fluoresen 
diagnostik. 
2.2 Pengertian Rhabdovirus dan Rabies 
Rhabdovirus berasal dari bahasa Yunani yaitu Rhabdo yang berarti berbentuk batang 
dan Virus yang berarti virus. Jadi Rhabdovirus merupakan virus yang mempunyai bentuk 
seperti batang. 
Klasifikasi Rhabdovirus 
Order : Mononegavirales 
Famili : Rhabdoviridae 
Genus : Lyssavirus 
Spesies: Rhabdovirus (Virus Rabies) 
Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh 
virus rabies (Rhabdovirus). Penyakit ini bersifat zoonosis, yaitu penyakit yang ditularkan dari 
hewan ke manusia. Rabies merupakan salah satu penyakit di mana agen infektifnya berupa 
virus rabies yang menginfeksi susunan saraf pusat. Rabies yang menginfeksi kucing, anjing, 
rakun, kelelawar atau kera dapat menular ke manusia melalui kontak dengan kelenjar saliva 
(air liur) hewan yang terinfeksi. Rabies disebut juga penyakit anjing gila.
2.3 Struktur Rhabdovirus 
Virus rabies atau Rhabdovirus merupakan salah satu virus yang mempunyai sifat 
morfologik dan biokimiawi yang lazim dengan virus somatis vesikuler sapi dan beberapa 
virus hewan, tanaman, dan serangga. Virus rabies dan jenis virus lainnya terdiri dari dua 
komponen dasar, yaitu sebuah inti dari asam nukleat yang disebut genom dan yang 
mengelilingi protein yang disebut kapsid. 
Gambar 1. Struktur Rhabdovirus 
Rhabdovirus merupakan partikel berbentuk batang atau peluru berdiameter 75 nm x 
panjang 180 nm. Partikel dikelilingi oleh selubung selaput dengan duri yang menonjol yang 
panjangnya 10 nm, dan terdiri dari glikoprotein tunggal. Genom beruntai tunggal, RNA 
negative-sense (12 kb; BM 4,6 x 106) yang berbentuk linear dan tidak bersegmen. Sebuah 
virus rabies yang lengkap diluar inang (virion) mengandung polimerase RNA. Komposisi 
dari virus rabies ini adalah RNA sebanyak 4%, protein sebanyak 67%, lipid sebanyak 26%, 
dan karbohidrat sebanyak 3%. Rhabdovirus melakukan replikasi dalam sitoplasma dan virion 
bertunas dari selaput plasma. Karakter yang menonjol dari Rhabdovirus ini merupakan virus 
yang bersusun luas dengan rentang inang yang lebar. Virus ini merupakan jenis virus uang 
mematikan. Kapsid melindungi genom dan juga memberikan bentuk pada virus. 
2.4 Siklus Hidup Virus Rabies 
Pertama-tama, virus rabies ini akan melekat atau menempel pada dinding sel inang. 
Virus rabies melekat pada sel melalui duri glikoproteinnya, reseptor asetilkolin nikotinat 
dapat bertindak sebagai reseptor seluler untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis virus
dimasukan ke dalam sel inang. Pada tahap penetrasi, virus telah masuk kedalam sel inang dan 
melakukan penyatuan diri dengan sel inang yang ia tempati. Lalu terjadilah transkripsi dan 
translasi. Genom RNA untai tunggal direkam oleh polimerase RNA terkait, virion menjadi 
lima spesies mRNA. mRNAs monosistronik ini menyandi untuk lima protein virion. Genom 
ini merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang menimbulkan pembentukan RNA 
keturunan. RNA genomik berhubungan dengan transkriptase virus, fosfoprotein dan 
nukleoprotein. Setelah enkapsidasi, partikel berbentuk peluru mendapatkan selubung melalui 
pertunasan yang melewati selaput plasma. Protein matriks virus membentuk lapisan pada sisi 
dalam selubung, sementara glikoprotein virus berada pada selaput luar dan membentuk duri. 
Setelah bagian-bagian sel lengkap, sel virus tadi menyatukan diri kembali dan membentuk 
virus yang baru. 
Setelah itu virus keluar dari sel inang dan menginfeksi sel inang yang lainnya. 
Keseluruhan proses dalam siklus hidup virus rabies ini terjadi dalam sitoplasma.Virus rabies 
membelah diri dalam otot atau jaringan ikat pada tempat inokulasi dan kemudian memasuki 
saraf tepi pada sambungan neuromuskuler dan menyebar sampai ke susunan saraf pusat. 
Virus membelah diri disini dan kemudian menyebar melalui saraf tepi ke kelenjar ludah dan 
jaringan lain. Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasinya bergantung pada latar 
belakang genetik inang, strain virus yang terlibat, konsentrasi reseptor virus pada sel inang, 
jumlah inokulum, beratnya laserasi, dan jarak yang harus ditempuh virus untuk bergerak dari 
titik masuk ke susunan saraf pusat. Terdapat angka serangan yang lebih tinggi dan masa 
inkubasi yang lebih pendek pada orang yang digigit pada wajah atau kepala. 
Virus rabies menghasilkan inklusi sitoplasma eosinofilik spesifik, badan Negri, dalam 
sel saraf yang terinfeksi. Adanya inklusi seperti ini bersifat patognomonik rabies tetapi tidak 
terlihat pada sedikitnya 20% kasus. Karena itu, tidak adanya badan Negri tidak 
menyingkirkan diagnosis rabies. Virus rabies memperbanyak diri diluar susunan saraf pusat 
dan dapat menimbulkan infiltrat dan nekrosis seluler dalam kelenjar lain, dalam kornea, dan 
di tempat lain. 
2.5 Epidemiologi dan Penularan Rabies 
Diseluruh dunia, diperkirakan terjadi 15.000 kasus rabies yang ditularkan ke manusia 
setiap tahunnya. Kejadian ini sebagian besar terjadi di negara berkembang termasuk 
Indonesia. Rabies ditularkan kepada manusia melalui gigitan anjing pembawa virus rabies. Di 
Kanada, Amerika Serikat, dan kawasan Eropa Barat, virus rabies yang dibawa oleh anjing 
dan kucing dapat dikendalikan. Namun manusia dapat tertular melalui gigitan hewan liar,
khususnya sigung, rubah, dan kelelawar. Di Amerika Latin, rabies khususnya ditularkan 
melalui kelelawar vampir yang secara normal menghisap darah ternak, tetapi juga dapat 
menggigit manusia. Peningkatan rabies hewan liar di AS dan beberapa negara maju lain 
memberi risiko yang jauh lebih besar bagi manusia dibandingkan pada anjing atau kucing. 
Hewan liar yang diperangkap dan dijual sebagai binatang peliharaan dapat menjadi sumber 
pamaparan manusia. 
Dari tahun 1980-1983, telah didiagnosis 18 kasus rabies manusia di AS. Dengan 
menggunakan penanda molekuler, 7 dari 9 kasus yang diketahui merupakan rabies, terbukti 
mengandung virus yang berkaitan dengan kelelawar. 
Rakun telah menjadi reservoir penting untuk rabies di daerah timur AS dan pada saat 
ini merupakan lebih dari setengah kasus rabies hewan yang dilaporkan. Telah diyakini bahwa 
rabies racoon masuk ke daerah Atlantik tengah pada tahun 1970, ketika rakun yang terinfeksi 
dibawa ke daerah tersebut dari AS bagian tengara untuk memenuhi persediaan pemburu. 
Pada tahun 1981, lebih dari 7000 kasus rabies hewan yang dipastikan secara 
laboratorium telah dilaporkan di AS dan sekitarnya. Tujuh jenis hewan yang terkena pada 
97% kasus : sigung (62%), kelelawar (12%), rakun (7%), sapi (6%), kucing (4%), anjing 
(3%), dan rubah (3%). Dari kasus-kasus ini, 85% kasus terjadi pada hewan liar dan 15% pada 
hewan peliharaan. 
Gambar 2. Hewan-hewan yang terkena virus rabies akan mengeluarkan air liur secara berlebihan 
Kelelawar menimbulkan masalah khusus karena mereka dapat membawa virus rabies 
sementara mereka tampak sehat, mengeluarkan rabies dalam liur, dan menularkannya ke 
hewan lain, termasuk kelelawar lain dan ke manusia. Kelelawar vampir Amerika Selatan 
dapat menularkan rabies ke kelelawar insektivora yang hidup dalam gua-gua. Kelelawar ini 
pada gilirannya, dapat menularkan rabies pada kelelawar pemakan buah yang mengunjungi 
gua-gua ini dan bermigrasi ke tempat lain. Kelelawar gua dapat mengandung aerosol virus 
rabies dan merupakan risiko bagi penelusur gua. Infeksi rabies dari manusia ke manusia 
sangat jarang. Kasus rabies yang ditularkan melalui transplan kornea hanya merupakan kasus
tercatat. Kornea yang berasal dari donor yang meninggal dengan penyakit susunan saraf pusat 
yang tidak terdiagnosis, dan resipien meninggal akibat rabies 50-80 hari kemudian. Secara 
teoritis, rabies dapat berasal dari air liur pasien yang menderita rabies. Tetapi penularan 
semacam ini tidak pernah tercatat. 
2.6 Tipe Penyakit Rabies Pada Anjing dan Kucing 
a. Pada Anjing : 
1. Rabies Ganas 
 Tidak menuruti lagi perintah pemilik. 
 Air liur keluar berlebihan. 
 Hewan menjadi ganas, menyerang, atau menggit apa saja yang ditemui dan 
ekor dilekungkan kebawah perut diantara dua paha. 
 Kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak 
timbul atau paling lama 12 hari setelah penggigitan. 
2. Rabies Tenang 
 Bersembunyi di tempat gelap dan sejuk. 
 Kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat. 
 Kelumpuhan tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur keluar 
berlebihan. 
 Kematian terjadi dalam waktu yang singkat. 
3. Rabies Asystomatis. 
Tanda- tanda yang sering terlihat: 
 Hewan tidak menunjukkan gejala sakit. 
 Hewan tiba-tiba mati. 
b. Pada Kucing : 
Gejala atau tanda-tanda yang terlihat hampir sama pada anjing, seperti : 
 Menyembunyikan diri, banyak mengeong. 
 Mencakar-cakar lantai, menjadi agresif. 
 2-4 hari setelah gejala pertama biasa terjadi kelumpuhan, terutama di bagian 
belakang.
2.7 Patogenesis Rabies 
Rabies adalah penyakit zoonosis dimana manusia terinfeksi melalui jilatan atau 
gigitan hewan yang terjangkit rabies seperti anjing, kucing, kera, musang, serigala, rakun, 
kelelawar. Virus masuk melalui kulit yang terluka atau melalui mukosa utuh seperti 
konjungtiva mata, mulut, anus, genitalia eksterna, atau transplantasi kornea. Infeksi melalui 
inhalasi virus sangat jarang ditemukan. Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka 
selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak 
mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan 
fungsinya. 
Gambar 3. Patogenesis rabies 
Sumber: www.nicd.ac.za/rabies 
Masa inkubasi virus rabies sangat bervariasi, mulai dari 7 hari sampai lebih dari 1 
tahun, rata-rata 1-2 bulan, tergantung jumlah virus yang masuk, berat dan luasnya kerusakan 
jaringan tempat gigitan, jauh dekatnya lokasi gigitan ke sistem saraf pusat, persarafan daerah 
luka gigitan dan sistem kekebalan tubuh. Pada gigitan di kepala, muka dan leher 30 
hari,gigitan di lengan, tangan, jari tangan 40 hari, gigitan di tungkai, kaki, jari kaki 60 hari, 
gigitan di badan rata-rata 45 hari. Asumsi lain menyatakan bahwa masa inkubasi tidak 
ditentukan dari jarak saraf yang ditempuh , melainkan tergantung dari luasnya persarafan
pada tiap bagian tubuh, contohnya gigitan pada jari dan alat kelamin akan mempunyai masa 
inkubasi yang lebih cepat. 
Tingkat infeksi dari kematian paling tinggi pada gigitan daerah wajah, menengah pada 
gigitan daerah lengan dan tangan,paling rendah bila gigitan ditungkai dan kaki. 
(Jackson,2003. WHO,2010). Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan 
menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama predileksi terhadap sel-sel sistem 
limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron 
sentral, virus kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter 
maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan 
didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan 
sebagainya. 
2.8 Gejala Klinis 
1. Pada Manusia 
Gambar 4. Pasien yang mengidap rabies 
Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium: 
a. Stadium Prodromal 
Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah 
perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, 
kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari. 
b. Stadium Sensoris 
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka 
kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan 
sensoris. 
c. Stadium Eksitasi 
Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala 
berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan
cahaya, tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran 
hilang. Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan. 
Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi, 
dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku kejang. 
d. Stadium Paralis 
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang 
ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot 
yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang 
memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan. 
2. Pada Hewan 
Gejala klinis pada hewan dibagi menjadi tiga stadium: 
a. Stadium Prodromal 
Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat berlangsung 
antara 2-3 hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya perubahan temperamen yang 
masih ringan. Hewan mulai mencari tempat-tempat yang dingin/gelap, menyendiri, 
reflek kornea berkurang, pupil melebar dan hewan terlihat acuh terhadap tuannya. 
Hewan menjadi sangat perasa, mudah terkejut dan cepat berontak bila ada provokasi. 
Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai diikuti oleh kenaikan suhu badan. 
b. Stadium Eksitasi 
Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal, bahkan 
dapat berlangsung selama 3-7 hari. Hewan mulai garang, menyerang hewan lain 
ataupun manusia yang dijumpai dan hipersalivasi. Dalam keadaan tidak ada 
provokasi hewan menjadi murung terkesan lelah dan selalu tampak seperti ketakutan. 
Hewan mengalami fotopobi atau takut melihat sinar sehingga bila ada cahaya akan 
bereaksi secara berlebihan dan tampak ketakutan. 
c. Stadium Paralisis. 
Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga sulit untuk 
dikenali atau bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian. Hewan 
mengalami kesulitan menelan, suara parau, sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati. 
2.9 Diagnosis Penyakit Rabies 
Selama periode awal infeksi rabies, temuan laboratorium tidak spesifik. Seperti 
temuan ensefalitis oleh virus lainnya, pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan 
pleositosis dengan limfositosis, protein dapat sedikit meningkat, glukosa umumnya normal.
Untuk mendiagnosis rabies antemortem diperlukan beberapa tes, tidak bisa dengan hanya 
satu tes. Tes yang dapat digunakan untuk mengkonfirmasi kasus rabies antara lain deteksi 
antibodi spesifik virus rabies, isolasi virus, dan deteksi protein virus atau RNA. Spesimen 
yang digunakan berupa cairan serebrospinal, serum, saliva, dan biopsi kulit. Pada pasien yang 
telah meninggal, digunakan sampel jaringan otak yang masih segar. Diagnosis pasti 
postmortem ditegakkan dengan adanya badan Negri pada jaringan otak pasien, meskipun 
hasil positif kurang dari 80% kasus. Tidak adanya badan Negri tidak menyingkirkan 
kemungkinan rabies. Badan Negri adalah badan inklusi sitoplasma berbentuk oval atau bulat, 
yang merupakan gumpalan nukleokapsid virus. Ukuran badan Negri bervariasi, dari 0,25 
sampai 27 μm, paling sering ditemukan di sel piramidal Ammon’s horn dan sel Purkinje 
serebelum. (Jawetz, 2010). 
Rabies perlu dipertimbangkan jika terdapat indicator positif seperti adanya gejala 
prodromal nonspesifik sebelum onset gejala neurologik, terdapat gejala dan tanda neurologik 
ensefalitis atau mielitis seperti disfagia, hidrofobia, paresis dan gejala neurologi yang 
progresif disertai hasil tes laboratorium negatif terhadap etiologi ensefalitis yang lain. 
Bentuk paralitik rabies didiagnosis banding dengan sindrom Guillain-Barre. Pada sindrom 
Guillain-Barre, sistem saraf perifer yang terkena adalah sensorik dan motorik, dengan 
kesadaran yang masih baik. Spasme tetanus dapat menyerupai gejala rabies, namun tetanus 
dapat dibedakan dengan rabies dengan adanya trismus dan tidak adanya hidrofobia. (Merlin, 
2009). 
2.10 Jenis-Jenis Vaksin Anti Rabies 
1. Vaksin Sel Diploid Manusia (HDCV) 
Untuk mendapatkan suspensi virus rabies bebas dari protein asing dan susunan saraf 
pusat, virus rabies diadaptasi untuk tumbuh dalam jalur sel fibroblas normal manusia WI-38. 
Sediaan virus rabies dipekatkan melalui ultrafiltrasi dan diinaktivasi dengan β-propiolakton. 
Bahan ini cukup antigenik sehingga hanya perlu diberikan lima dosis HDCV untuk 
mendapatkan respons antibodi substansial pada sebagian besar resipien. Reaksi lokal 
(eritema, gatal, bengkak pada tempat suntikan) terjadi pada 30-70% resipien, dan reaksi 
sistemik ringan (sakit kepala, mual, mialgia, pusing) terjadi pada sekitar seperlima resipien. 
Tidak dilaporkan adanya reaksi anafilaktik, neuroparalitik, atau ensefalitik yang serius. 
Vaksin ini telah digunakan di Amerika Serikat sejak tahun 1980. 
Berdasarkan atas jaringan asalnya, HDCV terdiri atas: 
a. Nerve tissue vaccine (NTV)
NTV adalah vaksin yang terbuat dari jaringan saraf melalui vaksin yang 
berasal dari otak hewan dewasa seperti kelinci, kambing, domba, kera dan tikus dan 
vaksin yang berasal dari otak bayi mencit. 
b. Non-nerve tissue vaccine 
Merupakan vaksin yang terbuat dari jaringan bukan saraf, yang meliputi 
vaksin yang berasal dari telur itik bertunas serta Tissue Culture Vaccine (TCV) yang 
merpakan vaksin yang terbuat dari biakan jaringan. 
2. Vaksin Rabies Absorpsi (RVA) 
Vaksin yang dibuat dalam jalur sel diploid yang berasal dari sel paru janin monyet 
resus telah diijinkan di Amerika Serikat pada tahun 1988. Vaksin virus diinaktivasi dengan β- 
propiolakton dan dipekatkan melalui adsorpsi terhadap fosfat alumunium. Vaksin HDCV dan 
RVA cukup manjur dan aman. 
3. Vaksin Jaringan Saraf 
Vaksin ini dibuat dari otak domba, kambing, atau tikus yang terinfeksi dan digunakan 
di banyak bagian dunia termasuk Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Vaksin ini 
menyebabkan sensitisasi terhadap jaringan saraf dan menyebabkan ensefalitis pasca 
vaksinisasi (suatu penyakit alergik) dengan frekuensi yang tinggi (0,05%). Vaksin ini tidak 
digunakan di AS selama beberapa dasawarsa. Perkiraan keberhasilannya pada orang yang 
digigit oleh hewan rabies bervariasi dari 5% hingga 50%. 
4. Vaksin Embrio Bebek 
Vaksin ini dikembangkan untuk mengurangi masalah ensefalitis pasca vaksinasi. 
Virus rabies ditumbuhkan dalam telur bebek terembrionasi, tetapi kepala diangkat sebelum 
vaksin disiapkan, dengan tujuan untuk mengeluarkan jaringan saraf dan menghindari 
ensefalitis alergi. Secara teratur vaksin ini menimbulkan reaksi setempat dan reaksi sistemik 
(demam, malaise, mialgia) pada sepertiga resipien. Reaksi neuroparalitik (<0,001%) dan 
anafilaktik (<1%), jarang terjadi, tetapi antigenitas vaksin rendah. Karena itu harus diberikan 
banyak dosis (16-25) untuk menimbulkan respon antibodi pascapemaparan yang memuaskan. 
Vaksin ini digunakan di AS di masa lalu tetapi sekarang tidak lagi digunakan. 
5. Virus Hidup Di Lemahkan 
Virus hidup dilemahkan yang diadaptasi untuk tumbuh dalam embrio ayam 
(contohnya, strain Flury) digunakan untuk hewan tetapi tidak untuk manusia. Kadang-kadang, 
vaksin seperti ini dapat menyebabkan kematian akibat rabies pada kucing atau anjing 
yang disuntikan. Virus rabies yang ditumbuhkan pada berbagai biakan sel hewan juga telah 
digunakan sebagai vaksin untuk hewan peliharaan.
2.11 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Rabies 
Pencegahan rabies dapat dilakukan dengan memvaksinasi hewan peliharaan rutin, 
hindari memelihara hewan liar di rumah, jika anda bepergian ke daerah yang terjangkit 
rabies, segeralah ke pusat pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan vaksinasi rabies. 
Vaksinasi idealnya dapat memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi seiring 
berjalannya waktu kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi 
terhadap rabies harus mendapatkan dosis booster vaksinasi setiap 3 tahun. Pentingnya 
vaksinasi rabies terhadap hewan peliharaan seperti anjing juga merupakan salah satu cara 
pencegahan yang harus diperhatikan. 
Pencegahan rabies pada manusia harus dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi 
gigitan oleh hewan yang berpotensi rabies, karena bila tidak segera dilakukan dapat 
mematikan (letal). Imunisasi prapajanan harus dilakukan terhadap orang yang berisiko tinggi 
terkena rabies mungkin perlu dilakukan dengan HDCV (human diploid cell rabies vaccine), 
RVA (rabies vaccine adsorbed) atau PCBC (purified chick embryo cell vaccine) misalnya 
pada orang -orang yang bekerja sebagai dokter hewan, petugas suaka alam pada daerah 
anzootik atau epizootic, petugas karantina hewan, petugas laboratorium atau petugas 
lapangan yang bekerja dengan rabies atau wisatawan yang berkunjung dalam waktu lama 
pada daerah endemis rabies. 
Menempatkan hewan peliharaan dalam kandang yang baik dan sesuai dan senantiasa 
memperhatikan kebersihan kandang dan sekitarnya, Menjaga kesehatan hewan peliharaan 
dengan memberikan makanan yang baik , pemeliharaan yang baik dan melaksanakan 
Vaksinasi Rabies secara teratur setiap tahun ke Dinas Peternakan atau Dokter Hewan 
Praktek. Memasang rantai pada leher anjing bila anjing tidak dikandangkan atau sedang 
diajak berjalan-jalan. 
Untuk pengendalian, saat ini, WHO telah mengendalikan penularan rabies dengan 
melakukan pemberian vaksin ke beberapa negara berkembang, meskipun dalam jumlah yang 
terbatas.Vaksin immunoglobulin (antibodi) yang direkomendasikan untuk kasus rabies 
kategori III memiliki harga yang mahal dan diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas. 
Oleh karena itu, WHO memberikan vaksin immunoglobulin rabies yang berasal dari kuda 
(purified equine immunoglobulin) untuk digunakan sebagai campuran immunoglobulin 
manusia untuk menutupi kekurangan vaksin di beberapa negara ini.
2.12 Pengobatan Penyakit Rabies 
Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit 
hewan yang menderita rabies kemungkinan tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit 
kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih 
lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit binatang buas 
(sigung, rakun, rubah dan kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan 
tersebut mungkin saja terinfeksi rabies. 
Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera 
mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot 
dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah 
mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobulin rabies, 
dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan. Jika belum pernah mendapatkan 
imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada saat digigit hewan rabies dan pada hari 
ke 3, 7, 14 dan 28. Nyeri dan pembengkakan di tempat suntikan biasanya bersifat ringan. 
Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari 1% yang mengalami demam setelah 
menjalani vaksinasi. Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka resiko menderita 
rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis 
vaksin (pada hari 0 dan 2). 
Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari. 
Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalur pernafasan (asfiksia), kejang, 
kelelahan atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat 
dihindarkan, tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang 
perawatan intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru, jantung dan otak. 
Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu saat penderita 
menunjukkan gejala-gejala rabies. 
2.13 Penanggulangan Rabies 
Tindakan Penanganan Kasus Gigitan : 
Setiap penderita kasus gigitan oleh hewan penular rabies harus diduga sebagai 
tersangka rabies, tindakan yang harus dilakukan adalah: 
 Pertolongan pertama terhadap penderita gigitan: 
1. Luka gigitan dicuci dengan detergen selama 5-10 menit, keringkan dan diberi 
yodium tinture atau alcohol 70%
2. Penderita di bawah ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk penanganan 
lebih lanjut. 
 Kejadian penggigitan dilaporkan ke petuga Dinas Peternakan/Pertanian setempat. 
 Hewan yang menggigit harus ditangkap dan dilaporkan ke Dinas 
Peternakan/Pertanian untuk diobeservasi. Diamati selama 14 hari, jika hewan mati 
dengan gejala rabies dalam masa masa obeservas maka hewan tersangka dinyatakan 
positif rabies. 
 Apabila dalam masa observasi hewan tetap sehat maka hewan tersebut divaksinasi 
anti rabies dan dikembalikan pada pemiliknya atau dibunuh bila tidak ada pemilik. 
2.14 Peraturan Perundang-undangan tentang Rabies 
Sejak tahun 1926 pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang rabies pada 
anjing, kucing, dan kera. Yaitu Hondsdol heid Ordonantie Staatblad No. 452 tahun 1926 dan 
pelaksanaannya termuat dalam Staatblad No. 452 tahun 1926. Selanjutnya Ordonantie 
tersebut tersebut mengalami perubahan/ penambahan-penambahan yang disesuaikan dengan 
perkembangan yang ada. 
Di DKI Jakarta terdapat SK Gubernur No. 3213 tahun 1984 tentang Tata-cara 
Penertiban Hewan Piaraan Anjing, Kucing dan Kera di wilayah DKI Jakarta yang antara lain 
berisi : 
1. Kewajiban pemilik hewan piaraan untuk memvaksin hewannya dan menggantungkan 
peneng tanda lunas pajak. 
2. Menangkap dan menyerahkan hewannya apabila mengigit orang untuk diobservasi. 
3. Hewan yang dibiarkan lepas dan dianggap liar atau tersangka menderita rabies akan 
ditangkap oleh petugas penertiban.
BAB III 
PENUTUP 
3.1 Kesimpulan 
Rabies merupakan salah satu penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang ditularkan dari 
hewan ke manusia, di mana agen infektifnya berupa virus rabies yang menginfeksi susunan 
saraf pusat. 
Rabies disebabkan oleh virus rabies yaitu Rhabdovius genus Lyssavirus. Diseluruh 
dunia, diperkirakan terjadi 15.000 kasus rabies yang ditularkan ke manusia setiap tahunnya. 
Kejadian ini sebagian besar terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Rabies 
ditularkan kepada manusia melalui gigitan anjing pembawa virus rabies. Di Kanada, Amerika 
Serikat, dan kawasan Eropa Barat, virus rabies yang dibawa oleh anjing dan kucing dapat 
dikendalikan. Namun manusia dapat tertular melalui gigitan hewan liar, khususnya sigung, 
rubah, dan kelelawar. 
Penyakit rabies ditularkan melalui gigitan binatang. Kuman yang terdapat dalam air 
liur binatang ini akan masuk ke aliran darah dan menginfeksi tubuh manusia. 
Masa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit . Masa 
inkubasi penyakit Rabies pada anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari- 14 hari). 
Pada manusia 2-3 minggu dan paling lama 1 tahun 
Untuk pengendalian, saat ini, WHO telah mengendalikan penularan rabies dengan 
melakukan pemberian vaksin ke beberapa negara berkembang, meskipun dalam jumlah yang 
terbatas.Vaksin immunoglobulin (antibodi) yang direkomendasikan untuk kasus rabies 
kategori III memiliki harga yang mahal dan diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas. 
Oleh karena itu, WHO memberikan vaksin immunoglobulin rabies yang berasal dari kuda 
(purified equine immunoglobulin) untuk digunakan sebagai campuran immunoglobulin 
manusia untuk menutupi kekurangan vaksin di beberapa negara ini. 
3.2 Saran 
Saran penulis terhadap pembaca khususnya yang memiliki hewan peliharaan yakni 
kucing, anjing, kera dan hewan lainnya yang rentan terkena virus rabies agar dapat menjadi 
seorang pemelihara yang baik dengan selalu melakukan pemeriksakan hewan peliharaan dan 
memberikan vaksin secara teratur. Selain itu apabila terdapat kasus gigitan dari hewan yang 
diduga terjangkit rabies, secepatnya di laporkan ke dinas kesehatan atau pihak terkait agar 
dapat meminimalisir terjadinya wabah dari penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA 
Tanzil, Kunadi. PENYAKIT RABIES DAN PENATALAKSANAANNYA. (Jurnal). Bagian 
Mikrobiologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. ISSN 2338-7793 
CHIN J.2006.Manual Pemberantasan PenyakMenular.Infomedika.Edisi 17,cetakan II, 
497507. DEPKES RI, DIRJEN PPM & PL. 2000.Petunjuk Perencanaan & 
Penatalaksanaan Kasus Gigitan HewanTersangka /Rabies di Indonesia. 
JOKLIK WK, WILLET HP, AMOS DB, WILFERT CM. 1992. Zinsser Microbiology.20th 
Ed.1028-1033. PATRIAWATI B dan ROSEMARY F, 2008.Rabies. 
Wijaya, septiana. (2008). Virus Rabies. (Online) 
http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/septiana-wijaya-078114146.pdf, 
diakses 24 September 2014 
Rahayu, Asih. (2010). Rabies. Lecturer Faculty of Medicine, University of Wijaya Kusuma 
Surabaya. (Jurnal Online). 
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2010/RABIES.pdf, 
diakses 20 September 2014 
World Health Organization. Rabies. (Online) 
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs099/en/, diakses tanggal 24 September 
2014 
N,N. (2011). Epidemiologi dan Penularan Rhabdovirus. (Online). 
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16929/4/Chapter%20II.pdf, diakses 
tanggal 25 September 2014. 
Elcamo, E. I., 1997, Fundamentals of Microbiology, The Benjamin Cummings Publishing 
Company, New York 
Rohiman dan Nurtjahjo, 1985, Vaksin Anti-Rabies (Human Diploid Cell) dan Kegunaannya 
Bagi Manusia, Medika Jurnal Kedokteran Farmasi, Jakarta

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Kutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan Pengendaliannya
Kutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan PengendaliannyaKutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan Pengendaliannya
Kutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan Pengendaliannyasiska fiany
 
BAB 11 Epidemiologi Penyakit Menular Malaria
BAB 11 Epidemiologi Penyakit Menular MalariaBAB 11 Epidemiologi Penyakit Menular Malaria
BAB 11 Epidemiologi Penyakit Menular MalariaNajMah Usman
 
Zoonosis Pada Hewan Peliharaan dan Cara Pencegahannya - World Zoonosis Day, D...
Zoonosis Pada Hewan Peliharaan dan Cara Pencegahannya - World Zoonosis Day, D...Zoonosis Pada Hewan Peliharaan dan Cara Pencegahannya - World Zoonosis Day, D...
Zoonosis Pada Hewan Peliharaan dan Cara Pencegahannya - World Zoonosis Day, D...Tata Naipospos
 
Penyakit cholera
Penyakit choleraPenyakit cholera
Penyakit choleraAnwar War
 
PPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralis
PPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralisPPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralis
PPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralisRiskymessyana99
 
Case report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergiCase report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergijelly hariyati
 
Aspek Epidemiologi dan Pengendalian Brucellosis - Ditkeswan - Presentasi Zoo...
Aspek Epidemiologi dan Pengendalian Brucellosis -  Ditkeswan - Presentasi Zoo...Aspek Epidemiologi dan Pengendalian Brucellosis -  Ditkeswan - Presentasi Zoo...
Aspek Epidemiologi dan Pengendalian Brucellosis - Ditkeswan - Presentasi Zoo...Tata Naipospos
 
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang pptCase Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang pptSyscha Lumempouw
 
Pewarnaan Kapsul - Mikrobiologi
Pewarnaan Kapsul - MikrobiologiPewarnaan Kapsul - Mikrobiologi
Pewarnaan Kapsul - MikrobiologiIrawati Nurani
 
Praktikum mikrobiologi blok 17 – sistem muskoskeletal
Praktikum mikrobiologi blok 17 – sistem muskoskeletalPraktikum mikrobiologi blok 17 – sistem muskoskeletal
Praktikum mikrobiologi blok 17 – sistem muskoskeletalSyscha Lumempouw
 
Vektor penyakit protozoa
Vektor penyakit protozoaVektor penyakit protozoa
Vektor penyakit protozoariski albughari
 

Was ist angesagt? (20)

Kutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan Pengendaliannya
Kutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan PengendaliannyaKutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan Pengendaliannya
Kutu busuk, kutu kepala, kutu kelamin dan Pengendaliannya
 
Pulex irritans
Pulex irritansPulex irritans
Pulex irritans
 
BAB 11 Epidemiologi Penyakit Menular Malaria
BAB 11 Epidemiologi Penyakit Menular MalariaBAB 11 Epidemiologi Penyakit Menular Malaria
BAB 11 Epidemiologi Penyakit Menular Malaria
 
Zoonosis Pada Hewan Peliharaan dan Cara Pencegahannya - World Zoonosis Day, D...
Zoonosis Pada Hewan Peliharaan dan Cara Pencegahannya - World Zoonosis Day, D...Zoonosis Pada Hewan Peliharaan dan Cara Pencegahannya - World Zoonosis Day, D...
Zoonosis Pada Hewan Peliharaan dan Cara Pencegahannya - World Zoonosis Day, D...
 
Penyakit cholera
Penyakit choleraPenyakit cholera
Penyakit cholera
 
cestoda
cestodacestoda
cestoda
 
Ppt malaria
Ppt malariaPpt malaria
Ppt malaria
 
Giardia Lamblia
Giardia LambliaGiardia Lamblia
Giardia Lamblia
 
Eritropoiesis
EritropoiesisEritropoiesis
Eritropoiesis
 
PPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralis
PPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralisPPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralis
PPT parasitologi - strongiloides stercoralis & trichinella spiralis
 
Case report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergiCase report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergi
 
Ppt nematoda.
Ppt nematoda.Ppt nematoda.
Ppt nematoda.
 
Tuberculosis
Tuberculosis Tuberculosis
Tuberculosis
 
Aspek Epidemiologi dan Pengendalian Brucellosis - Ditkeswan - Presentasi Zoo...
Aspek Epidemiologi dan Pengendalian Brucellosis -  Ditkeswan - Presentasi Zoo...Aspek Epidemiologi dan Pengendalian Brucellosis -  Ditkeswan - Presentasi Zoo...
Aspek Epidemiologi dan Pengendalian Brucellosis - Ditkeswan - Presentasi Zoo...
 
Rabies
RabiesRabies
Rabies
 
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang pptCase Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
 
Pewarnaan Kapsul - Mikrobiologi
Pewarnaan Kapsul - MikrobiologiPewarnaan Kapsul - Mikrobiologi
Pewarnaan Kapsul - Mikrobiologi
 
Praktikum mikrobiologi blok 17 – sistem muskoskeletal
Praktikum mikrobiologi blok 17 – sistem muskoskeletalPraktikum mikrobiologi blok 17 – sistem muskoskeletal
Praktikum mikrobiologi blok 17 – sistem muskoskeletal
 
Cutaneous Larva Migrans
Cutaneous Larva MigransCutaneous Larva Migrans
Cutaneous Larva Migrans
 
Vektor penyakit protozoa
Vektor penyakit protozoaVektor penyakit protozoa
Vektor penyakit protozoa
 

Andere mochten auch

Andere mochten auch (19)

Program rabies di puskesmas
Program rabies di puskesmasProgram rabies di puskesmas
Program rabies di puskesmas
 
Kerangka acuan
Kerangka acuan Kerangka acuan
Kerangka acuan
 
Rabies
RabiesRabies
Rabies
 
Rabies
RabiesRabies
Rabies
 
Makalah Rabies
Makalah RabiesMakalah Rabies
Makalah Rabies
 
Rabies
Rabies Rabies
Rabies
 
Rabies ppt
Rabies pptRabies ppt
Rabies ppt
 
Tetanus
TetanusTetanus
Tetanus
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
15 Alasan Harus ke Pradika Rabbit
15 Alasan Harus ke Pradika Rabbit15 Alasan Harus ke Pradika Rabbit
15 Alasan Harus ke Pradika Rabbit
 
Keperawatan jiwa
Keperawatan jiwaKeperawatan jiwa
Keperawatan jiwa
 
Tetanus
TetanusTetanus
Tetanus
 
Sejarah komunikasi.ppt
Sejarah komunikasi.pptSejarah komunikasi.ppt
Sejarah komunikasi.ppt
 
PPT Asuhan Keperawatan Jiwa
PPT Asuhan Keperawatan JiwaPPT Asuhan Keperawatan Jiwa
PPT Asuhan Keperawatan Jiwa
 
Power point askep 1
Power point askep 1Power point askep 1
Power point askep 1
 
Tetanus
TetanusTetanus
Tetanus
 
Demam berdarah-dengue-dbd
Demam berdarah-dengue-dbdDemam berdarah-dengue-dbd
Demam berdarah-dengue-dbd
 
Patogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsi
Patogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsiPatogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsi
Patogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsi
 
Tetanus
TetanusTetanus
Tetanus
 

Ähnlich wie EPIDEMI RABIES

BUKU SAKU RABIES MODUL TROPIS.pdf
BUKU SAKU RABIES MODUL TROPIS.pdfBUKU SAKU RABIES MODUL TROPIS.pdf
BUKU SAKU RABIES MODUL TROPIS.pdfAvinoMulanaFikri1
 
Pedoman dalam penanganan Gigitan Hewan Penular Rabies
Pedoman dalam penanganan Gigitan Hewan Penular RabiesPedoman dalam penanganan Gigitan Hewan Penular Rabies
Pedoman dalam penanganan Gigitan Hewan Penular RabiesMosesWingky
 
Strategi Menghadapi Masalah Zoonosis dan Aplikasinya Dari Sudut Pandang Kedok...
Strategi Menghadapi Masalah Zoonosis dan Aplikasinya Dari Sudut Pandang Kedok...Strategi Menghadapi Masalah Zoonosis dan Aplikasinya Dari Sudut Pandang Kedok...
Strategi Menghadapi Masalah Zoonosis dan Aplikasinya Dari Sudut Pandang Kedok...Tata Naipospos
 
Mikrobiologi virus
Mikrobiologi  virusMikrobiologi  virus
Mikrobiologi virusEfa farmasi
 
Presentasi mikrobiologi virus
Presentasi mikrobiologi virusPresentasi mikrobiologi virus
Presentasi mikrobiologi virusEfa farmasi
 
Khoiriil mikvir rabies dan cacar jinak
Khoiriil mikvir rabies dan cacar jinakKhoiriil mikvir rabies dan cacar jinak
Khoiriil mikvir rabies dan cacar jinakkhoirilliana12
 
Peyakit yang disebabkan oleh virus
Peyakit yang disebabkan oleh virusPeyakit yang disebabkan oleh virus
Peyakit yang disebabkan oleh virusHafidz Setiyadi
 
Filariasis
FilariasisFilariasis
Filariasis19941004
 
Makalah penanganan malaria
Makalah penanganan malariaMakalah penanganan malaria
Makalah penanganan malariaWarnet Raha
 
FGD Risiko Penyakit Zoonosis Terhadap Kesehatan Masyarakat - Badan Pemeriksa ...
FGD Risiko Penyakit Zoonosis Terhadap Kesehatan Masyarakat - Badan Pemeriksa ...FGD Risiko Penyakit Zoonosis Terhadap Kesehatan Masyarakat - Badan Pemeriksa ...
FGD Risiko Penyakit Zoonosis Terhadap Kesehatan Masyarakat - Badan Pemeriksa ...Tata Naipospos
 

Ähnlich wie EPIDEMI RABIES (20)

RABIES
RABIESRABIES
RABIES
 
IW RABIES.pdf
IW RABIES.pdfIW RABIES.pdf
IW RABIES.pdf
 
BUKU SAKU RABIES MODUL TROPIS.pdf
BUKU SAKU RABIES MODUL TROPIS.pdfBUKU SAKU RABIES MODUL TROPIS.pdf
BUKU SAKU RABIES MODUL TROPIS.pdf
 
Pedoman dalam penanganan Gigitan Hewan Penular Rabies
Pedoman dalam penanganan Gigitan Hewan Penular RabiesPedoman dalam penanganan Gigitan Hewan Penular Rabies
Pedoman dalam penanganan Gigitan Hewan Penular Rabies
 
rabies
rabiesrabies
rabies
 
Strategi Menghadapi Masalah Zoonosis dan Aplikasinya Dari Sudut Pandang Kedok...
Strategi Menghadapi Masalah Zoonosis dan Aplikasinya Dari Sudut Pandang Kedok...Strategi Menghadapi Masalah Zoonosis dan Aplikasinya Dari Sudut Pandang Kedok...
Strategi Menghadapi Masalah Zoonosis dan Aplikasinya Dari Sudut Pandang Kedok...
 
Demam lassa
Demam lassaDemam lassa
Demam lassa
 
Mikrobiologi virus
Mikrobiologi  virusMikrobiologi  virus
Mikrobiologi virus
 
Presentasi mikrobiologi virus
Presentasi mikrobiologi virusPresentasi mikrobiologi virus
Presentasi mikrobiologi virus
 
Khoiriil mikvir rabies dan cacar jinak
Khoiriil mikvir rabies dan cacar jinakKhoiriil mikvir rabies dan cacar jinak
Khoiriil mikvir rabies dan cacar jinak
 
Virus
VirusVirus
Virus
 
Peyakit yang disebabkan oleh virus
Peyakit yang disebabkan oleh virusPeyakit yang disebabkan oleh virus
Peyakit yang disebabkan oleh virus
 
RABIES MAT UGM 2021.pptx
RABIES MAT UGM 2021.pptxRABIES MAT UGM 2021.pptx
RABIES MAT UGM 2021.pptx
 
Filariasis
FilariasisFilariasis
Filariasis
 
Makalah penanganan malaria
Makalah penanganan malariaMakalah penanganan malaria
Makalah penanganan malaria
 
Makalah kaki gajah
Makalah kaki gajahMakalah kaki gajah
Makalah kaki gajah
 
Makalah kaki gajah
Makalah kaki gajahMakalah kaki gajah
Makalah kaki gajah
 
Makalah kaki gajah
Makalah kaki gajahMakalah kaki gajah
Makalah kaki gajah
 
Makalah kaki gajah
Makalah kaki gajahMakalah kaki gajah
Makalah kaki gajah
 
FGD Risiko Penyakit Zoonosis Terhadap Kesehatan Masyarakat - Badan Pemeriksa ...
FGD Risiko Penyakit Zoonosis Terhadap Kesehatan Masyarakat - Badan Pemeriksa ...FGD Risiko Penyakit Zoonosis Terhadap Kesehatan Masyarakat - Badan Pemeriksa ...
FGD Risiko Penyakit Zoonosis Terhadap Kesehatan Masyarakat - Badan Pemeriksa ...
 

Kürzlich hochgeladen

MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 

Kürzlich hochgeladen (20)

MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 

EPIDEMI RABIES

  • 1. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR PENYAKIT RABIES (RHABDOVIRUS) Kelompok 3 (tiga) Kelas B Anita Gustira (10011281320014) Devi Sri Puji Karnela (10011181320083) Febrianti Komalasari (10011281320012) Karisa Ameliani (10011281320030) Ramadhiah Febriani (10011281320018) Sri Wahyuningsih (10011281320011) Dosen Pembimbing : Feranita Utama, S.KM.,M.Kes FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA Gedung Dr. A.I. Muthalib. Kampus Universitas Sriwijaya Jl. Raya Palembang Prabumulih Inderalaya, Kab. Ogan Ilir Prov. Sumatera Selatan. Telp/Fax (0711) 580068
  • 2. KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang Penyakit Rabies sebagai tugas kelompok mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular. Penulis mengucapkan terima kasih atas peran semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini terutama : 1. Allah SWT, karena ridho dan rahmatNya, karya tulis ini dapat selesai. 2. Ibu Feranita Utama, S.KM.,M.Kes, sebagai dosen mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular. 3. Literatur yang ada di internet dan perpustakaan umum yang menambah wawasan. 4. Semua teman dan yang lainnya yang telah membantu dan memberi semangat dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah yang dibuat ini jauh dari kata sempurna, maka diperlukan saran dan kritik yang membangun dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi orang yang membacanya. Palembang, 05 September 2014 Penulis
  • 3. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Rabies merupakan penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit anjing gila ini mempunyai sifat zoonotik yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan pada manusia. penyakit anjing gila atau rabies ini bisa menular kepada manusia melalui gigitan. Rabies berasal dari kata latin “rabere” yang berarti “gila”, di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila. Rabies merupakan suatu penyakit hewan menular akut yang bersifat zoonosis (dapat menular ke manusia). Penyakit ini tidak saja dampak kematian manusia yang ditimbulkannya tetapi juga dampak psikologis (kepanikan, kegelisahan, kekhawatiran, kesakitan dan ketidaknyamanan) pada orang-orang yang terpapar serta kerugian ekonomi pada daerah yang tertular seperti biaya pendidikan, pengendalian yang harus dibelanjakan pemerintah serta pendapatan negara dan masyarakat yang hilang akibat pembatalan kunjungan wisatawan. Rabies adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan dapat dicegah dengan vaksin yang terjadi di lebih dari 150 negara dan wilayah. Infeksi menyebabkan puluhan ribu kematian setiap tahun, terutama di Asia dan Afrika. 40% dari orang-orang yang digigit oleh hewan rabies adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun. Anjing adalah sumber dari sebagian besar kematian rabies pada manusia. Segera bersihkan luka dan lakukan imunisasi dalam beberapa jam setelah kontak dengan hewan rabies dapat mencegah timbulnya rabies dan kematian. Rabies pertama kali dilaporkan di Indonesia oleh Schoorl (1884) di Jakarta pada seekor kuda, kemudian oleh JW Esser (1889) di Bekasi pada seekor Kerbau. Setelah Penning (1890) menemukan rabies pada anjing, rabies ini menjadi penyakit yang popular di Indonesia (Hindia Belanda saat itu). Rabies pada manusia dilaporkan lebih belakangan yaitu oelh de Haan pada tahun 1894. Campur tangan (intervensi) pemerintah terhadap pengendalian rabies secara formal telah dilakukan sejak era 1920-an, terbukti dengan penetapan ordonansi rabies – Hondsdolheids (Staatsblad 1926 No. 451 yo Staatblad 1926 No. 452) oleh pemerintah colonial Belanda. Dalam sejarah pengendalian dan pemberantasan rabies di Indonesia, walaupun ada wilayah yang berhasil dibebaskan, namun Indonesia tidak berhasil menghentikan perluasan daerah tertular rabies di Indonesia. Daerah tertular rabies yang semula hanya beberapa
  • 4. provinsi saja sebelum Perang Dunia II, telah meluas ke daerah lain yang semula bebas yaitu: Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953), Sumatera Utara dan Sulawesi Utara (1956), Sulawesi Selatan (1958), Sumatera Selatan (1959), Lampung (1969), Aceh (1970), Jambi dan DI yogyakarta (1971), Bengkulu, DKI Jakarta dan Sulawesi Tengah (1972), Kalimantan Timur (1974) dan Riau (1975). Pada dekade 1990-an dan 2000-an Rabies masih terus menjalar ke wilayah yang sebelumnya bebas hitoris menjadi tertular yaitu Pulau Flores (1998) Pulau Ambon dan Pulau Seram (2003), Halmahera dan Morotai (2005) Ketapang (2005) serta Pulau Buru (2006) kemudian Pulau Bali, Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat di Provinsi Riau (2009). Saat ini provinsi yang bebas rabies Provinsi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Papua dan Papua Barat. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana sejarah penyakit rabies? 2. Apa pengertian Rhabdovirus dan rabies? 3. Bagaimana struktur Rhabdovirus? 4. Bagaimana siklus hidup virus rabies? 5. Bagaimana epidemiologi dan penularan rabies? 6. Bagaimana tipe rabies pada anjing dan kucing? 7. Bagaimana patogenesis rabies? 8. Bagaimana gejala klinis penyakit rabies? 9. Bagaimana diagnosis penyakit rabies? 10. Apa saja jenis-jenis vaksin anti rabies? 11. Bagaimana cara pencegahan dan pengendalian penyakit rabies? 12. Bagaimana cara pengobatan penyakit rabies? 13. Bagaimana cara penanggulangan penyakit rabies? 14. Bagaimana peraturan perundangan mengenai penyakit rabies? 1.3 Tujuan a. Tujuan Umum Untuk memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular b. Tujuan Khusus 1. Mengetahui dan memahami sejarah penyakit rabies. 2. Mengetahui dan memahami pengertian Rhabdovirus dan rabies.
  • 5. 3. Mengetahui dan memahami struktur Rhabdovirus. 4. Mengetahui dan memahami siklus hidup virus rabies. 5. Mengetahui dan memahami epidemiologi dan penularan rabies. 6. Mengetahui dan memahami tipe rabies pada anjing dan kucing. 7. Mengetahui dan memahami patogenesis rabies. 8. Mengetahui dan memahami gejala klinis penyakit rabies. 9. Mengetahui dan memahami diagnosis penyakit rabies. 10. Mengetahui dan memahami jenis-jenis vaksin anti rabies. 11. Mengetahui dan memahami cara pencegahan dan pengendaian penyakit rabies. 12. Mengetahui dan memahami cara pengobatan penyakit rabies. 13. Mengetahui dan memahami cara penanggulangan penyakit rabies. 14. Mengetahui dan memahami peraturan perundangan mengenai penyakit rabies. 1.4 Manfaat Mahasiswa lebih mengetahui tentang penyakit rabies itu sendiri. Baik dari segi definisi, struktur virus, epidemiologi, pathogenesis, penularan, pencegahan, penanggulangan penyakit rabies dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penyakit rabies.
  • 6. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Sejarah Penyakit Rabies Rabies pertama kali ditemukan pada 2000 tahun SM, yaitu ketika Aristoteles menemukan bahwa anjing dapat menularkan infeksi kepada anjing yang lain melalui gigitan. Lalu pada tahun 1885, ketika seorang anak laki-laki berumur 9 tahun digigit oleh seekor anjing yang terinfeksi virus rabies, Louis Pasteur mengobatinya dengan vaksin dari medulla spinalis anjing tersebut. Hal ini menjadikannya orang pertama yang mendapatkan imunitas, karena anak tersebut tidak menderita rabies. Kemudian pada tahun 1903 ditemukan badan Negri yang bersifat diagnostik. Pada tahun 1940-an sudah dimulai penggunaan vaksin rabies pada anjing. Penambahan globulin imun rabies untuk manusia setelah pemaparan pengobatan vaksinasi dilakukan pada tahun 1954. Lalu pada tahun 1958 dilakukan penumbuhan virus rabies dalam biakan sel. Pada tahun 1959 dilakukan pengembangan tes antibodi fluoresen diagnostik. 2.2 Pengertian Rhabdovirus dan Rabies Rhabdovirus berasal dari bahasa Yunani yaitu Rhabdo yang berarti berbentuk batang dan Virus yang berarti virus. Jadi Rhabdovirus merupakan virus yang mempunyai bentuk seperti batang. Klasifikasi Rhabdovirus Order : Mononegavirales Famili : Rhabdoviridae Genus : Lyssavirus Spesies: Rhabdovirus (Virus Rabies) Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies (Rhabdovirus). Penyakit ini bersifat zoonosis, yaitu penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia. Rabies merupakan salah satu penyakit di mana agen infektifnya berupa virus rabies yang menginfeksi susunan saraf pusat. Rabies yang menginfeksi kucing, anjing, rakun, kelelawar atau kera dapat menular ke manusia melalui kontak dengan kelenjar saliva (air liur) hewan yang terinfeksi. Rabies disebut juga penyakit anjing gila.
  • 7. 2.3 Struktur Rhabdovirus Virus rabies atau Rhabdovirus merupakan salah satu virus yang mempunyai sifat morfologik dan biokimiawi yang lazim dengan virus somatis vesikuler sapi dan beberapa virus hewan, tanaman, dan serangga. Virus rabies dan jenis virus lainnya terdiri dari dua komponen dasar, yaitu sebuah inti dari asam nukleat yang disebut genom dan yang mengelilingi protein yang disebut kapsid. Gambar 1. Struktur Rhabdovirus Rhabdovirus merupakan partikel berbentuk batang atau peluru berdiameter 75 nm x panjang 180 nm. Partikel dikelilingi oleh selubung selaput dengan duri yang menonjol yang panjangnya 10 nm, dan terdiri dari glikoprotein tunggal. Genom beruntai tunggal, RNA negative-sense (12 kb; BM 4,6 x 106) yang berbentuk linear dan tidak bersegmen. Sebuah virus rabies yang lengkap diluar inang (virion) mengandung polimerase RNA. Komposisi dari virus rabies ini adalah RNA sebanyak 4%, protein sebanyak 67%, lipid sebanyak 26%, dan karbohidrat sebanyak 3%. Rhabdovirus melakukan replikasi dalam sitoplasma dan virion bertunas dari selaput plasma. Karakter yang menonjol dari Rhabdovirus ini merupakan virus yang bersusun luas dengan rentang inang yang lebar. Virus ini merupakan jenis virus uang mematikan. Kapsid melindungi genom dan juga memberikan bentuk pada virus. 2.4 Siklus Hidup Virus Rabies Pertama-tama, virus rabies ini akan melekat atau menempel pada dinding sel inang. Virus rabies melekat pada sel melalui duri glikoproteinnya, reseptor asetilkolin nikotinat dapat bertindak sebagai reseptor seluler untuk virus rabies. Kemudian secara endositosis virus
  • 8. dimasukan ke dalam sel inang. Pada tahap penetrasi, virus telah masuk kedalam sel inang dan melakukan penyatuan diri dengan sel inang yang ia tempati. Lalu terjadilah transkripsi dan translasi. Genom RNA untai tunggal direkam oleh polimerase RNA terkait, virion menjadi lima spesies mRNA. mRNAs monosistronik ini menyandi untuk lima protein virion. Genom ini merupakan cetakan untuk perantara replikatif yang menimbulkan pembentukan RNA keturunan. RNA genomik berhubungan dengan transkriptase virus, fosfoprotein dan nukleoprotein. Setelah enkapsidasi, partikel berbentuk peluru mendapatkan selubung melalui pertunasan yang melewati selaput plasma. Protein matriks virus membentuk lapisan pada sisi dalam selubung, sementara glikoprotein virus berada pada selaput luar dan membentuk duri. Setelah bagian-bagian sel lengkap, sel virus tadi menyatukan diri kembali dan membentuk virus yang baru. Setelah itu virus keluar dari sel inang dan menginfeksi sel inang yang lainnya. Keseluruhan proses dalam siklus hidup virus rabies ini terjadi dalam sitoplasma.Virus rabies membelah diri dalam otot atau jaringan ikat pada tempat inokulasi dan kemudian memasuki saraf tepi pada sambungan neuromuskuler dan menyebar sampai ke susunan saraf pusat. Virus membelah diri disini dan kemudian menyebar melalui saraf tepi ke kelenjar ludah dan jaringan lain. Kepekaan terhadap infeksi dan masa inkubasinya bergantung pada latar belakang genetik inang, strain virus yang terlibat, konsentrasi reseptor virus pada sel inang, jumlah inokulum, beratnya laserasi, dan jarak yang harus ditempuh virus untuk bergerak dari titik masuk ke susunan saraf pusat. Terdapat angka serangan yang lebih tinggi dan masa inkubasi yang lebih pendek pada orang yang digigit pada wajah atau kepala. Virus rabies menghasilkan inklusi sitoplasma eosinofilik spesifik, badan Negri, dalam sel saraf yang terinfeksi. Adanya inklusi seperti ini bersifat patognomonik rabies tetapi tidak terlihat pada sedikitnya 20% kasus. Karena itu, tidak adanya badan Negri tidak menyingkirkan diagnosis rabies. Virus rabies memperbanyak diri diluar susunan saraf pusat dan dapat menimbulkan infiltrat dan nekrosis seluler dalam kelenjar lain, dalam kornea, dan di tempat lain. 2.5 Epidemiologi dan Penularan Rabies Diseluruh dunia, diperkirakan terjadi 15.000 kasus rabies yang ditularkan ke manusia setiap tahunnya. Kejadian ini sebagian besar terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Rabies ditularkan kepada manusia melalui gigitan anjing pembawa virus rabies. Di Kanada, Amerika Serikat, dan kawasan Eropa Barat, virus rabies yang dibawa oleh anjing dan kucing dapat dikendalikan. Namun manusia dapat tertular melalui gigitan hewan liar,
  • 9. khususnya sigung, rubah, dan kelelawar. Di Amerika Latin, rabies khususnya ditularkan melalui kelelawar vampir yang secara normal menghisap darah ternak, tetapi juga dapat menggigit manusia. Peningkatan rabies hewan liar di AS dan beberapa negara maju lain memberi risiko yang jauh lebih besar bagi manusia dibandingkan pada anjing atau kucing. Hewan liar yang diperangkap dan dijual sebagai binatang peliharaan dapat menjadi sumber pamaparan manusia. Dari tahun 1980-1983, telah didiagnosis 18 kasus rabies manusia di AS. Dengan menggunakan penanda molekuler, 7 dari 9 kasus yang diketahui merupakan rabies, terbukti mengandung virus yang berkaitan dengan kelelawar. Rakun telah menjadi reservoir penting untuk rabies di daerah timur AS dan pada saat ini merupakan lebih dari setengah kasus rabies hewan yang dilaporkan. Telah diyakini bahwa rabies racoon masuk ke daerah Atlantik tengah pada tahun 1970, ketika rakun yang terinfeksi dibawa ke daerah tersebut dari AS bagian tengara untuk memenuhi persediaan pemburu. Pada tahun 1981, lebih dari 7000 kasus rabies hewan yang dipastikan secara laboratorium telah dilaporkan di AS dan sekitarnya. Tujuh jenis hewan yang terkena pada 97% kasus : sigung (62%), kelelawar (12%), rakun (7%), sapi (6%), kucing (4%), anjing (3%), dan rubah (3%). Dari kasus-kasus ini, 85% kasus terjadi pada hewan liar dan 15% pada hewan peliharaan. Gambar 2. Hewan-hewan yang terkena virus rabies akan mengeluarkan air liur secara berlebihan Kelelawar menimbulkan masalah khusus karena mereka dapat membawa virus rabies sementara mereka tampak sehat, mengeluarkan rabies dalam liur, dan menularkannya ke hewan lain, termasuk kelelawar lain dan ke manusia. Kelelawar vampir Amerika Selatan dapat menularkan rabies ke kelelawar insektivora yang hidup dalam gua-gua. Kelelawar ini pada gilirannya, dapat menularkan rabies pada kelelawar pemakan buah yang mengunjungi gua-gua ini dan bermigrasi ke tempat lain. Kelelawar gua dapat mengandung aerosol virus rabies dan merupakan risiko bagi penelusur gua. Infeksi rabies dari manusia ke manusia sangat jarang. Kasus rabies yang ditularkan melalui transplan kornea hanya merupakan kasus
  • 10. tercatat. Kornea yang berasal dari donor yang meninggal dengan penyakit susunan saraf pusat yang tidak terdiagnosis, dan resipien meninggal akibat rabies 50-80 hari kemudian. Secara teoritis, rabies dapat berasal dari air liur pasien yang menderita rabies. Tetapi penularan semacam ini tidak pernah tercatat. 2.6 Tipe Penyakit Rabies Pada Anjing dan Kucing a. Pada Anjing : 1. Rabies Ganas  Tidak menuruti lagi perintah pemilik.  Air liur keluar berlebihan.  Hewan menjadi ganas, menyerang, atau menggit apa saja yang ditemui dan ekor dilekungkan kebawah perut diantara dua paha.  Kejang-kejang kemudian lumpuh, biasanya mati setelah 4-7 hari sejak timbul atau paling lama 12 hari setelah penggigitan. 2. Rabies Tenang  Bersembunyi di tempat gelap dan sejuk.  Kejang-kejang berlangsung singkat bahkan sering tidak terlihat.  Kelumpuhan tidak mampu menelan, mulut terbuka dan air liur keluar berlebihan.  Kematian terjadi dalam waktu yang singkat. 3. Rabies Asystomatis. Tanda- tanda yang sering terlihat:  Hewan tidak menunjukkan gejala sakit.  Hewan tiba-tiba mati. b. Pada Kucing : Gejala atau tanda-tanda yang terlihat hampir sama pada anjing, seperti :  Menyembunyikan diri, banyak mengeong.  Mencakar-cakar lantai, menjadi agresif.  2-4 hari setelah gejala pertama biasa terjadi kelumpuhan, terutama di bagian belakang.
  • 11. 2.7 Patogenesis Rabies Rabies adalah penyakit zoonosis dimana manusia terinfeksi melalui jilatan atau gigitan hewan yang terjangkit rabies seperti anjing, kucing, kera, musang, serigala, rakun, kelelawar. Virus masuk melalui kulit yang terluka atau melalui mukosa utuh seperti konjungtiva mata, mulut, anus, genitalia eksterna, atau transplantasi kornea. Infeksi melalui inhalasi virus sangat jarang ditemukan. Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya. Gambar 3. Patogenesis rabies Sumber: www.nicd.ac.za/rabies Masa inkubasi virus rabies sangat bervariasi, mulai dari 7 hari sampai lebih dari 1 tahun, rata-rata 1-2 bulan, tergantung jumlah virus yang masuk, berat dan luasnya kerusakan jaringan tempat gigitan, jauh dekatnya lokasi gigitan ke sistem saraf pusat, persarafan daerah luka gigitan dan sistem kekebalan tubuh. Pada gigitan di kepala, muka dan leher 30 hari,gigitan di lengan, tangan, jari tangan 40 hari, gigitan di tungkai, kaki, jari kaki 60 hari, gigitan di badan rata-rata 45 hari. Asumsi lain menyatakan bahwa masa inkubasi tidak ditentukan dari jarak saraf yang ditempuh , melainkan tergantung dari luasnya persarafan
  • 12. pada tiap bagian tubuh, contohnya gigitan pada jari dan alat kelamin akan mempunyai masa inkubasi yang lebih cepat. Tingkat infeksi dari kematian paling tinggi pada gigitan daerah wajah, menengah pada gigitan daerah lengan dan tangan,paling rendah bila gigitan ditungkai dan kaki. (Jackson,2003. WHO,2010). Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama predileksi terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian ke arah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya. 2.8 Gejala Klinis 1. Pada Manusia Gambar 4. Pasien yang mengidap rabies Gejala klinis pada manusia dibagi menjadi empat stadium: a. Stadium Prodromal Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang susunan saraf pusat adalah perasaan gelisah, demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari. b. Stadium Sensoris Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka kemudian disusul dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap ransangan sensoris. c. Stadium Eksitasi Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan terhadap rangsangan
  • 13. cahaya, tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak beraturan. Kebingungan menjadi semakin hebat dan berkembang menjadi argresif, halusinasi, dan selalu ketakutan. Tubuh gemetar atau kaku kejang. d. Stadium Paralis Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan. 2. Pada Hewan Gejala klinis pada hewan dibagi menjadi tiga stadium: a. Stadium Prodromal Keadaan ini merupakan tahapan awal gejala klinis yang dapat berlangsung antara 2-3 hari. Pada tahap ini akan terlihat adanya perubahan temperamen yang masih ringan. Hewan mulai mencari tempat-tempat yang dingin/gelap, menyendiri, reflek kornea berkurang, pupil melebar dan hewan terlihat acuh terhadap tuannya. Hewan menjadi sangat perasa, mudah terkejut dan cepat berontak bila ada provokasi. Dalam keadaan ini perubahan perilaku mulai diikuti oleh kenaikan suhu badan. b. Stadium Eksitasi Tahap eksitasi berlangsung lebih lama daripada tahap prodromal, bahkan dapat berlangsung selama 3-7 hari. Hewan mulai garang, menyerang hewan lain ataupun manusia yang dijumpai dan hipersalivasi. Dalam keadaan tidak ada provokasi hewan menjadi murung terkesan lelah dan selalu tampak seperti ketakutan. Hewan mengalami fotopobi atau takut melihat sinar sehingga bila ada cahaya akan bereaksi secara berlebihan dan tampak ketakutan. c. Stadium Paralisis. Tahap paralisis ini dapat berlangsung secara singkat, sehingga sulit untuk dikenali atau bahkan tidak terjadi dan langsung berlanjut pada kematian. Hewan mengalami kesulitan menelan, suara parau, sempoyongan, akhirnya lumpuh dan mati. 2.9 Diagnosis Penyakit Rabies Selama periode awal infeksi rabies, temuan laboratorium tidak spesifik. Seperti temuan ensefalitis oleh virus lainnya, pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis dengan limfositosis, protein dapat sedikit meningkat, glukosa umumnya normal.
  • 14. Untuk mendiagnosis rabies antemortem diperlukan beberapa tes, tidak bisa dengan hanya satu tes. Tes yang dapat digunakan untuk mengkonfirmasi kasus rabies antara lain deteksi antibodi spesifik virus rabies, isolasi virus, dan deteksi protein virus atau RNA. Spesimen yang digunakan berupa cairan serebrospinal, serum, saliva, dan biopsi kulit. Pada pasien yang telah meninggal, digunakan sampel jaringan otak yang masih segar. Diagnosis pasti postmortem ditegakkan dengan adanya badan Negri pada jaringan otak pasien, meskipun hasil positif kurang dari 80% kasus. Tidak adanya badan Negri tidak menyingkirkan kemungkinan rabies. Badan Negri adalah badan inklusi sitoplasma berbentuk oval atau bulat, yang merupakan gumpalan nukleokapsid virus. Ukuran badan Negri bervariasi, dari 0,25 sampai 27 μm, paling sering ditemukan di sel piramidal Ammon’s horn dan sel Purkinje serebelum. (Jawetz, 2010). Rabies perlu dipertimbangkan jika terdapat indicator positif seperti adanya gejala prodromal nonspesifik sebelum onset gejala neurologik, terdapat gejala dan tanda neurologik ensefalitis atau mielitis seperti disfagia, hidrofobia, paresis dan gejala neurologi yang progresif disertai hasil tes laboratorium negatif terhadap etiologi ensefalitis yang lain. Bentuk paralitik rabies didiagnosis banding dengan sindrom Guillain-Barre. Pada sindrom Guillain-Barre, sistem saraf perifer yang terkena adalah sensorik dan motorik, dengan kesadaran yang masih baik. Spasme tetanus dapat menyerupai gejala rabies, namun tetanus dapat dibedakan dengan rabies dengan adanya trismus dan tidak adanya hidrofobia. (Merlin, 2009). 2.10 Jenis-Jenis Vaksin Anti Rabies 1. Vaksin Sel Diploid Manusia (HDCV) Untuk mendapatkan suspensi virus rabies bebas dari protein asing dan susunan saraf pusat, virus rabies diadaptasi untuk tumbuh dalam jalur sel fibroblas normal manusia WI-38. Sediaan virus rabies dipekatkan melalui ultrafiltrasi dan diinaktivasi dengan β-propiolakton. Bahan ini cukup antigenik sehingga hanya perlu diberikan lima dosis HDCV untuk mendapatkan respons antibodi substansial pada sebagian besar resipien. Reaksi lokal (eritema, gatal, bengkak pada tempat suntikan) terjadi pada 30-70% resipien, dan reaksi sistemik ringan (sakit kepala, mual, mialgia, pusing) terjadi pada sekitar seperlima resipien. Tidak dilaporkan adanya reaksi anafilaktik, neuroparalitik, atau ensefalitik yang serius. Vaksin ini telah digunakan di Amerika Serikat sejak tahun 1980. Berdasarkan atas jaringan asalnya, HDCV terdiri atas: a. Nerve tissue vaccine (NTV)
  • 15. NTV adalah vaksin yang terbuat dari jaringan saraf melalui vaksin yang berasal dari otak hewan dewasa seperti kelinci, kambing, domba, kera dan tikus dan vaksin yang berasal dari otak bayi mencit. b. Non-nerve tissue vaccine Merupakan vaksin yang terbuat dari jaringan bukan saraf, yang meliputi vaksin yang berasal dari telur itik bertunas serta Tissue Culture Vaccine (TCV) yang merpakan vaksin yang terbuat dari biakan jaringan. 2. Vaksin Rabies Absorpsi (RVA) Vaksin yang dibuat dalam jalur sel diploid yang berasal dari sel paru janin monyet resus telah diijinkan di Amerika Serikat pada tahun 1988. Vaksin virus diinaktivasi dengan β- propiolakton dan dipekatkan melalui adsorpsi terhadap fosfat alumunium. Vaksin HDCV dan RVA cukup manjur dan aman. 3. Vaksin Jaringan Saraf Vaksin ini dibuat dari otak domba, kambing, atau tikus yang terinfeksi dan digunakan di banyak bagian dunia termasuk Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Vaksin ini menyebabkan sensitisasi terhadap jaringan saraf dan menyebabkan ensefalitis pasca vaksinisasi (suatu penyakit alergik) dengan frekuensi yang tinggi (0,05%). Vaksin ini tidak digunakan di AS selama beberapa dasawarsa. Perkiraan keberhasilannya pada orang yang digigit oleh hewan rabies bervariasi dari 5% hingga 50%. 4. Vaksin Embrio Bebek Vaksin ini dikembangkan untuk mengurangi masalah ensefalitis pasca vaksinasi. Virus rabies ditumbuhkan dalam telur bebek terembrionasi, tetapi kepala diangkat sebelum vaksin disiapkan, dengan tujuan untuk mengeluarkan jaringan saraf dan menghindari ensefalitis alergi. Secara teratur vaksin ini menimbulkan reaksi setempat dan reaksi sistemik (demam, malaise, mialgia) pada sepertiga resipien. Reaksi neuroparalitik (<0,001%) dan anafilaktik (<1%), jarang terjadi, tetapi antigenitas vaksin rendah. Karena itu harus diberikan banyak dosis (16-25) untuk menimbulkan respon antibodi pascapemaparan yang memuaskan. Vaksin ini digunakan di AS di masa lalu tetapi sekarang tidak lagi digunakan. 5. Virus Hidup Di Lemahkan Virus hidup dilemahkan yang diadaptasi untuk tumbuh dalam embrio ayam (contohnya, strain Flury) digunakan untuk hewan tetapi tidak untuk manusia. Kadang-kadang, vaksin seperti ini dapat menyebabkan kematian akibat rabies pada kucing atau anjing yang disuntikan. Virus rabies yang ditumbuhkan pada berbagai biakan sel hewan juga telah digunakan sebagai vaksin untuk hewan peliharaan.
  • 16. 2.11 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Rabies Pencegahan rabies dapat dilakukan dengan memvaksinasi hewan peliharaan rutin, hindari memelihara hewan liar di rumah, jika anda bepergian ke daerah yang terjangkit rabies, segeralah ke pusat pelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan vaksinasi rabies. Vaksinasi idealnya dapat memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi seiring berjalannya waktu kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap rabies harus mendapatkan dosis booster vaksinasi setiap 3 tahun. Pentingnya vaksinasi rabies terhadap hewan peliharaan seperti anjing juga merupakan salah satu cara pencegahan yang harus diperhatikan. Pencegahan rabies pada manusia harus dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi gigitan oleh hewan yang berpotensi rabies, karena bila tidak segera dilakukan dapat mematikan (letal). Imunisasi prapajanan harus dilakukan terhadap orang yang berisiko tinggi terkena rabies mungkin perlu dilakukan dengan HDCV (human diploid cell rabies vaccine), RVA (rabies vaccine adsorbed) atau PCBC (purified chick embryo cell vaccine) misalnya pada orang -orang yang bekerja sebagai dokter hewan, petugas suaka alam pada daerah anzootik atau epizootic, petugas karantina hewan, petugas laboratorium atau petugas lapangan yang bekerja dengan rabies atau wisatawan yang berkunjung dalam waktu lama pada daerah endemis rabies. Menempatkan hewan peliharaan dalam kandang yang baik dan sesuai dan senantiasa memperhatikan kebersihan kandang dan sekitarnya, Menjaga kesehatan hewan peliharaan dengan memberikan makanan yang baik , pemeliharaan yang baik dan melaksanakan Vaksinasi Rabies secara teratur setiap tahun ke Dinas Peternakan atau Dokter Hewan Praktek. Memasang rantai pada leher anjing bila anjing tidak dikandangkan atau sedang diajak berjalan-jalan. Untuk pengendalian, saat ini, WHO telah mengendalikan penularan rabies dengan melakukan pemberian vaksin ke beberapa negara berkembang, meskipun dalam jumlah yang terbatas.Vaksin immunoglobulin (antibodi) yang direkomendasikan untuk kasus rabies kategori III memiliki harga yang mahal dan diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas. Oleh karena itu, WHO memberikan vaksin immunoglobulin rabies yang berasal dari kuda (purified equine immunoglobulin) untuk digunakan sebagai campuran immunoglobulin manusia untuk menutupi kekurangan vaksin di beberapa negara ini.
  • 17. 2.12 Pengobatan Penyakit Rabies Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit hewan yang menderita rabies kemungkinan tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah dan kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut mungkin saja terinfeksi rabies. Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan. Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14 dan 28. Nyeri dan pembengkakan di tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari 1% yang mengalami demam setelah menjalani vaksinasi. Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka resiko menderita rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0 dan 2). Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalur pernafasan (asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat dihindarkan, tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang perawatan intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru, jantung dan otak. Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu saat penderita menunjukkan gejala-gejala rabies. 2.13 Penanggulangan Rabies Tindakan Penanganan Kasus Gigitan : Setiap penderita kasus gigitan oleh hewan penular rabies harus diduga sebagai tersangka rabies, tindakan yang harus dilakukan adalah:  Pertolongan pertama terhadap penderita gigitan: 1. Luka gigitan dicuci dengan detergen selama 5-10 menit, keringkan dan diberi yodium tinture atau alcohol 70%
  • 18. 2. Penderita di bawah ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk penanganan lebih lanjut.  Kejadian penggigitan dilaporkan ke petuga Dinas Peternakan/Pertanian setempat.  Hewan yang menggigit harus ditangkap dan dilaporkan ke Dinas Peternakan/Pertanian untuk diobeservasi. Diamati selama 14 hari, jika hewan mati dengan gejala rabies dalam masa masa obeservas maka hewan tersangka dinyatakan positif rabies.  Apabila dalam masa observasi hewan tetap sehat maka hewan tersebut divaksinasi anti rabies dan dikembalikan pada pemiliknya atau dibunuh bila tidak ada pemilik. 2.14 Peraturan Perundang-undangan tentang Rabies Sejak tahun 1926 pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang rabies pada anjing, kucing, dan kera. Yaitu Hondsdol heid Ordonantie Staatblad No. 452 tahun 1926 dan pelaksanaannya termuat dalam Staatblad No. 452 tahun 1926. Selanjutnya Ordonantie tersebut tersebut mengalami perubahan/ penambahan-penambahan yang disesuaikan dengan perkembangan yang ada. Di DKI Jakarta terdapat SK Gubernur No. 3213 tahun 1984 tentang Tata-cara Penertiban Hewan Piaraan Anjing, Kucing dan Kera di wilayah DKI Jakarta yang antara lain berisi : 1. Kewajiban pemilik hewan piaraan untuk memvaksin hewannya dan menggantungkan peneng tanda lunas pajak. 2. Menangkap dan menyerahkan hewannya apabila mengigit orang untuk diobservasi. 3. Hewan yang dibiarkan lepas dan dianggap liar atau tersangka menderita rabies akan ditangkap oleh petugas penertiban.
  • 19. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Rabies merupakan salah satu penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia, di mana agen infektifnya berupa virus rabies yang menginfeksi susunan saraf pusat. Rabies disebabkan oleh virus rabies yaitu Rhabdovius genus Lyssavirus. Diseluruh dunia, diperkirakan terjadi 15.000 kasus rabies yang ditularkan ke manusia setiap tahunnya. Kejadian ini sebagian besar terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Rabies ditularkan kepada manusia melalui gigitan anjing pembawa virus rabies. Di Kanada, Amerika Serikat, dan kawasan Eropa Barat, virus rabies yang dibawa oleh anjing dan kucing dapat dikendalikan. Namun manusia dapat tertular melalui gigitan hewan liar, khususnya sigung, rubah, dan kelelawar. Penyakit rabies ditularkan melalui gigitan binatang. Kuman yang terdapat dalam air liur binatang ini akan masuk ke aliran darah dan menginfeksi tubuh manusia. Masa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit . Masa inkubasi penyakit Rabies pada anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari- 14 hari). Pada manusia 2-3 minggu dan paling lama 1 tahun Untuk pengendalian, saat ini, WHO telah mengendalikan penularan rabies dengan melakukan pemberian vaksin ke beberapa negara berkembang, meskipun dalam jumlah yang terbatas.Vaksin immunoglobulin (antibodi) yang direkomendasikan untuk kasus rabies kategori III memiliki harga yang mahal dan diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas. Oleh karena itu, WHO memberikan vaksin immunoglobulin rabies yang berasal dari kuda (purified equine immunoglobulin) untuk digunakan sebagai campuran immunoglobulin manusia untuk menutupi kekurangan vaksin di beberapa negara ini. 3.2 Saran Saran penulis terhadap pembaca khususnya yang memiliki hewan peliharaan yakni kucing, anjing, kera dan hewan lainnya yang rentan terkena virus rabies agar dapat menjadi seorang pemelihara yang baik dengan selalu melakukan pemeriksakan hewan peliharaan dan memberikan vaksin secara teratur. Selain itu apabila terdapat kasus gigitan dari hewan yang diduga terjangkit rabies, secepatnya di laporkan ke dinas kesehatan atau pihak terkait agar dapat meminimalisir terjadinya wabah dari penyakit tersebut.
  • 20. DAFTAR PUSTAKA Tanzil, Kunadi. PENYAKIT RABIES DAN PENATALAKSANAANNYA. (Jurnal). Bagian Mikrobiologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. ISSN 2338-7793 CHIN J.2006.Manual Pemberantasan PenyakMenular.Infomedika.Edisi 17,cetakan II, 497507. DEPKES RI, DIRJEN PPM & PL. 2000.Petunjuk Perencanaan & Penatalaksanaan Kasus Gigitan HewanTersangka /Rabies di Indonesia. JOKLIK WK, WILLET HP, AMOS DB, WILFERT CM. 1992. Zinsser Microbiology.20th Ed.1028-1033. PATRIAWATI B dan ROSEMARY F, 2008.Rabies. Wijaya, septiana. (2008). Virus Rabies. (Online) http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/septiana-wijaya-078114146.pdf, diakses 24 September 2014 Rahayu, Asih. (2010). Rabies. Lecturer Faculty of Medicine, University of Wijaya Kusuma Surabaya. (Jurnal Online). http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2010/RABIES.pdf, diakses 20 September 2014 World Health Organization. Rabies. (Online) http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs099/en/, diakses tanggal 24 September 2014 N,N. (2011). Epidemiologi dan Penularan Rhabdovirus. (Online). http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16929/4/Chapter%20II.pdf, diakses tanggal 25 September 2014. Elcamo, E. I., 1997, Fundamentals of Microbiology, The Benjamin Cummings Publishing Company, New York Rohiman dan Nurtjahjo, 1985, Vaksin Anti-Rabies (Human Diploid Cell) dan Kegunaannya Bagi Manusia, Medika Jurnal Kedokteran Farmasi, Jakarta