SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 105
Downloaden Sie, um offline zu lesen
TUGAS AKHIR - ST 0315

ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA
PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP
PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES
ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
Dessy Noor Hadiyah
NRP 1305 030 033
Dosen Pembimbing
Ir. Arie Kismanto, M.Sc


PROGRAM STUDI DIPLOMA III STATISTIKA
JURUSAN STATISTIKA
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2008
FINAL PROJECT - ST 0315
LINE BALANCING ANALYSIS AND DIFFERENCE TEST
OF WORK SHIFT TO PERCENTAGE OF DEFECT
AT ASSEMBLING ENGINE PROCESS IN
PT. “X” JAKARTA
Dessy Noor Hadiyah
NRP 1305 030 033

Supervisors
Ir. Arie Kismanto, M.Sc


DIPLOMA III DEPARTMENT Of STATISTICS
DEPARTMENT STATISTICS
Faculty Of Mathematics And Natural Science
Sepuluh Nopember Institute Of Technology
Surabaya 2008
LEMBAR PENGESAHAN

   ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA
 PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP
    PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES
    ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA

                     TUGAS AKHIR

        Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
      Kelulusan Di Program Studi Diploma III Statistika
      Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
            Institut Teknologi Sepuluh Nopember
                          Surabaya

                         Oleh:
                DESSY NOOR HADIYAH
                   NRP. 1305 030 033

Disetujui oleh Pembimbing Tugas Akhir :


Ir. Arie Kismanto, M.Sc                        (          )
NIP : 131 652 052

                        Mengetahui,
             Ketua Jurusan Statistika FMIPA ITS




                  Dr. Sony Sunaryo, M.Si
                     NIP. 131 843 380

               SURABAYA,         JULI 2008
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA
  PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP
     PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES
     ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA

 Nama Mahasiswa           : Dessy Noor Hadiyah
 NRP                      : 1305.030.033
 Jurusan                  : Dipl. III Statistika FMIPA-ITS
Dosen Pembimbing          : Ir. Arie Kismanto, M.Sc

Abstrak
       Industri sepeda motor merupakan salah satu industri yang
berkembang dikarenakan meningkatnya kebutuhan konsumen akan jenis
transportasi tersebut. PT.”X” merupakan perusahaan yang bergerak di
industri tersebut. Adanya beberapa operator yang bekerja secara penuh
ataupun memiliki waktu menunggu cukup besar pada lini assembling
engine maka akan dilakukan penyeimbangan lintasan. Selanjutnya akan
dipilih penyeimbangan lintasan berdasarkan biaya minimum yaitu
antara metode pembebanan berurut dan penyeimbangan alternatif.
Melalui hasil perhitungan biaya diketahui bahwa biaya berdasarkan
penyeimbangan alternatif merupakan biaya yang minimum sehingga
lebih baik untuk diterapkan pada lini assembling engine yaitu dengan
61 stasiun kerja dan waktu siklus 18 detik. Selain itu, adanya pendugaan
perbedaan persentase cacat maka dilakukan pengujian untuk
membuktikan ada tidaknya perbedaan persentase cacat cover tappet
adjusting hole melejit pada shift 1 dan shift 2. Berdasarkan hasil uji
Wilcoxon dapat disimpulkan bahwa persentase cacat cover tappet
adjusting hole melejit pada shift 1 dan shift 2 tidak berbeda.

Kata Kunci : Penyeimbangan Lintasan, Penyeimbangan Alternatif,
             Pembebanan Berurut, Persentase Cacat Cover Tappet
             Adjusting Hole Melejit, Uji Wilcoxon.
LINE BALANCING ANALYSIS AND DIFFERENCE TEST
  OF WORK SHIFT TO PERCENTAGE OF DEFECT
      AT ASSEMBLING ENGINE PROCESS IN
              PT. “X" JAKARTA

Name              : Dessy Noor Hadiyah
NRP               : 1305.030.033
Department        : Dipl. III Statistika FMIPA-ITS
Supervisor        : Ir. Arie Kismanto, M.Sc

Abstract
          The motorcycle industry represent one of industry expanding
because of the increasing of consumer requirements for that
transportation. PT. “X” is the company that active in that industry.
Because of some operator work fully or have long idle time at
assembling engine line so line balancing will be done. Than, the line
balancing that has the minimum cost will be selected, that is among the
load series method and alternative balancing. Based on the result of
cost calculation, the alternative balancing gives the minimum cost so it
is better to applied at assembling engine line, that is with 61 work
station and 18 second in cycle time. Besides that, based on estimate of
difference percentage of cover tappet adjusting hole that run off defect
at first shift and second shift, a test will be done to proving that. From
the Wilcoxon test, there are known that no difference of percentage of
cover tappet adjusting hole that run off defect at first shift and second
shift.

Key Words : Line Balancing, Alternative Balancing, Load Series
            Percentage Of Cover Tappet Adjusting Hole That Run
            Off Defect, Wilcoxon Test.
KATA PENGANTAR


       Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin. Segala puji syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
taufik, serta hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan Laporan Tugas Akhir dengan judul ” ANALISIS
PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN
PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE
JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE
DI PT. “X” JAKARTA”. Laporan Tugas Akhir ini tidak akan
terselesaikan dengan baik apabila tanpa bantuan dari pihak lain.
Bersama ini penulis mengucapkan rasa terima kasih sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Sonny Sunaryo, M.Si, selaku Ketua Jurusan
     Statistika FMIPA ITS Surabaya.
2. Ibu Ir. Mutiah Salamah, M.Kes selaku Koordinator Tugas
     Akhir Jurusan Statistika FMIPA ITS Surabaya
3. Bapak Ir. Arie Kismanto, M.Sc selaku dosen pembimbing
     Tugas Akhir. Terima kasih atas bimbingannya selama ini.
4. Bapak Teguh selaku pembimbing di PT.”X” yang telah
     memberikan pengetahuan dan sarannya selama ini.
5. Bapak, Ibu dan saudara-saudara penulis atas motivasi,
     bantuan, semangat serta doa yang tak hentinya diberikan.
6. Rekan-rekan D3 Statistika 2005, serta seluruh warga
     Statistika ITS yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
         Menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari
sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca. Semoga Laporan Tugas Akhir
ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

                                            Surabaya, Juni 2008


                                                    Penulis
DAFTAR ISI

                                                                                        Halaman
Judul.......................................................................................... i
Lembar Pengesahan ................................................................. iii
Abstrak....................................................................................... iv
Kata Pengantar .......................................................................... vi
Daftar Isi.................................................................................... vii
Daftar Gambar............................................................................ ix
Daftar Tabel............................................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN
      1.1 Latar Belakang............................................................ 1
      1.2 Perumusan Masalah.................................................... 2
      1.3 Tujuan......................................................................... 2
      1.4 Manfaat....................................................................... 3
      1.5 Batasan Masalah......................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
    2.1 Gambaran Umum Perusahaan ................................... 5
    2.2 Assembling Engine Sepeda Motor............................. 6
    2.3 Peta Operasi Assembling Engine.............................. 15
    2.4 Konsep Keseimbangan Lintasan Perakitan................ 19
    2.5 Uji Kenormalan Kolmogorov-Smirnov...................... 22
    2.6 Pengujian Dua Rata-Rata…………………………… 23
    2.7 Pengamatan Berpasangan………………………….. 24
    2.8 Uji Wilcoxon Untuk Data Berpasangan……………. 25

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
    3.1 Sumber Data..............................................................            27
    3.2 Variabel Penelitian....................................................              27
    3.3 Langkah Analisis Data..............................................                  28
    3.4 Diagram Alir Analisis...............................................                 30
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
    4.1 Penyeimbangan Lintasan Dengan Metode
        Pembebanan Berurut..................................................              33
    4.2 Penyeimbangan Alternatif.........................................                 40
    4.3 Perbandingan dari Segi Biaya....................................                  44
    4.4 Uji Kenormalan Data.................................................              46
    4.5 Uji Wilcoxon.............................................................         47

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
      5.1 Kesimpulan................................................................. 49
      5.2 Saran........................................................................... 49
Daftar Pustaka............................................................................. 51
Lampiran
DAFTAR GAMBAR

                                                            Halaman
Gambar 2.1 Peta Operasi Assembling Engine........................... 18
Gambar 3.1 Diagram Alir Analisis Penyeimbangan Lintasan... 30
Gambar 3.2 Diagram Alir Analisis Perbedaan Cacat Cover
           Tappet Adjusting Hole Melejit…………............... 31
DAFTAR TABEL

                                                                  Halaman
Tabel 3.1 Struktur Data Persentase Cacat.................................. 28
Tabel 4.1 Pembebanan Pekerjaan Pada Stasiun Kerja............... 35
Tabel 4.2 Pemindahan Elemen Kerja..........................................40
Tabel 4.3 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator
          Tambahan 1…………………...........................……. 42
Tabel 4.4 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator
          Tambahan 2…………………...........................……. 42
Tabel 4.5 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator
          Tambahan 3…………………...........................……. 43
Tabel 4.6 Uji Kenormalan Persentase Cacat...............................46
BAB I
                   PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
        Bidang industri telah mengalami kemajuan pesat setelah
diperlakukannya era pasar bebas. Salah satu industri yang
berkembang adalah industri sepeda motor dikarenakan
meningkatnya kebutuhan konsumen akan jenis transportasi
tersebut. Persaingan yang begitu tajam terjadi akibat banyaknya
merek pendatang baru. Perusahaan yang dapat memenuhi selera
serta kebutuhan konsumen melalui keunggulannya yang akan
mendominasi pasar.
        PT. “X” merupakan perusahaan sepeda motor yang telah
lama berada di Indonesia dalam memenuhi kebutuhan
konsumennya akan alat transportasi yang tangguh, irit, serta
ekonomis. Di PT. “X” lini assembling engine merupakan bagian
yang memiliki operasi yang cukup banyak dalam pelaksanaannya.
Pada bagian tersebut terdapat beberapa operator yang bekerja
secara penuh ataupun memiliki waktu menunggu cukup besar
yaitu operator yang telah menyelesaikan pekerjannya namun
masih harus menunggu benda kerja dari stasiun sebelumnya. Hal
tersebut tentunya akan mengganggu kelancaran proses pada lini
assembling engine yang pada akhirnya akan berdampak pada
jumlah engine yang dihasilkan. Dengan pendapatan gaji yang
sama pada operator namun dengan tingkat kuantitas pekerjaan
yang berbeda dapat menimbulkan adanya kecemburuan dari
operator serta mempengaruhi operator dari segi moralis.
Berdasarkan hal tersebut salah satu usaha yang dapat dilakukan
adalah dengan penerapan keseimbangan lintasan sehingga
diharapkan akan diperoleh kelancaran proses dari operasi kerja
satu ke operasi kerja yang lain.
        Hasil produksi yang tidak sesuai merupakan hal yang
tidak dapat dihindari pada suatu proses. Besarnya jumlah
kecacatan yang terjadi tentunya akan menyebabkan kerugian pada
pihak produksi. Salah satu cacat yang terjadi di assembling
engine yaitu cacat cover tappet adjusting hole melejit. Cacat
tersebut merupakan cacat terbesar yang terjadi pada engine dari
sepeda motor tipe bebek 125cc tepatnya terjadi pada engine
bagian cylinder head. Cacat cover tappet adjusting hole melejit
terjadi karena tidak terpasanganya o-ring sesuai alur dan apabila
cacat ini terjadi maka akan menyebabkan kebocoran pada oli
sehingga akan berakibat kerusakan pada engine. Selanjutnya
berdasarkan adanya pendugaan terhadap perbedaan persentase
cacat maka akan dilakukan pengujian untuk membuktikan ada
tidaknya perbedaan persentase cacat cover tappet adjusting hole
melejit yang terjadi akibat shift kerja. Adanya keadaan yang
homogen pada shift 1 dan shift 2 maka akan dipergunakan
pengujian untuk data berpasangan.

1.2 Perumusan Masalah
    Permasalah yang diambil dalam penelitian ini adalah:.
    1. Bagaimanakah hasil penyeimbangan lintasan pada lini
       assembling engine yang akan dipilih berdasarkan biaya
       minimum?
    2. Adakah perbedaan persentase cacat cover tappet
       adjusting hole melejit pada engine yang terjadi akibat
       shift kerja?

1.3 Tujuan
    Berdasar perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
    1. Menganalisis penyeimbangan lintasan pada lini
        assembling engine yang akan dipilih berdasarkan biaya
        minimum.
    2. Menganalisis ada tidaknya perbedaan persentase cacat
        cover tappet adjusting hole melejit pada engine yang
        terjadi akibat shift kerja.
1.4 Manfaat
    Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini
    adalah:
    1. Mengetahui kondisi proses pada lini assembling engine
        dari sepeda motor.
    2. Sebagai suatu masukan untuk perusahaan dalam
        memperbaiki dan menyeimbangkan lintasan melalui hasil
        penyeimbangan yang didapatkan.
    3. Hasil dari pengujian perbedaan persentase cacat nantinya
        akan dapat digunakan sebagai informasi bagi perusahaan
        mengenai keadaan proses dari shift 1 dan shift 2.

1.5 Batasan Masalah
     Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
    1. Data hasil pengidentifikasian cacat pada engine
        merupakan persentase cacat cover tappet adjusting hole
        melejit yang terjadi akibat proses assembling engine
        untuk sepeda motor tipe bebek 125cc bulan Oktober,
        November, dan Desember tahun 2007.
    2. Penyeimbangan lintasan hanya dilakukan pada lini
        assembling engine untuk sepeda motor tipe bebek 125cc.
    3. Penelitian disini hanya dilakukan sampai tahap analisis,
        dikarenakan perusahaan tidak mengijinkan melakukan
        penerapan hasil analisis pada pelaksanaan produksi.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB II
                  TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Perusahaan
    PT. “X” merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi
sepeda motor di Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada 11 Juni
1971 dengan nama PT Federal Motor. Pada tahun 2001
perusahaan mulai menggunakan nama yang dipakai saat ini, yang
mana sebuah pengembangan kerja sama antara salah satu
manufakturing terkenal Jepang dan mulai beroperasional sejak 1
Januari 2001. Sejak berdirinya hingga saat ini produksi kumulatif
perusahaan ini telah memproduksi lebih dari 15 juta unit sepeda
motor. Jenis sepeda motor yang diproduksi di PT. “X”
diantaranya adalah:
    1. Tipe Sport
        Tipe ini mengacu penggunaaan engine dengan
        kemiringan sekitar 30 hingga 45 derajat.
    2. Tipe Cub
        Sepeda motor yang mana pemindahan gigi transmisi
        dilakukan secara manual dan memiliki kemiringan engine
        dibawah 10 derajat.
    3. Tipe Matic
        Sepeda motor jenis skuter yang menggunakan teknologi
        sistem transmisis yang disalurkan melalui sabuk yang
        disebut V-Belt. Menyebabkan tidak perlu dilakukan
        pemindahan gigi secara manual.
Selanjutnya aktivitas ataupun kegiatan utama dari PT. “X”
adalah :
    1. Pembuatan Cetakan Dies Dan Mould
        Tahapan pembuatan alat cetak untuk proses pencetakan
        part plastik pada sepeda motor, misalnya body pada
        motor.
    2. Pembuatan Komponen Pressing Sepeda Motor
        Tahapan pemotongan, pengepresan, pencetakan serta
        pembentukan plat bagian dari sepeda motor
3. Pengelasan Rangka Sepeda Motor
       Penyambungan atau pengelasan dari hasil kegiatan
       pressing
   4. Pengecatan Dan Pelapisan Plating Komponen Sepeda
       Motor
       Proses pengecatan pada bagian sepeda motor setelah
       proses pengelasan serta proses pemberian lapisan plating
       bagian rim sepeda motor.
   5. Injeksi Untuk Komponen Plastik Sepeda Motor
       Proses pencetakan part plastik pada sepeda motor,
       misalnya body pada motor.
   6. Machining Komponen Engine Sepeda Motor
       Proses pembentukan part yang lebih spesifik dari engine
       sepeda motor yang mana pembentukan tersebut
       disesuaikan    dengan     drawing.    Meliputi    proses
       pengeboran, pembuatan ulir.
   7. Perakitan Engine Sepeda Motor
       Proses perakitan komponen-komponen engine sepeda
       motor diantaranya crank case R dan L.
   8. Perakitan Unit Sepeda Motor
       Proses perakitan komponen unit motor baik itu dari
       rangka, body, engine, roda, serta part-part elektrik dan
       komponen-komponen lainnya.
   9. Pemasaran Unit Dan Komponen Sepeda Motor
       Bagian yang menangani unit penjualan sepeda motor
       kepada konsumen.
   10. Supervisi Dan Pengembangan Jaringan Service
       Pelayanan perawatan atau perbaikan purna penjualan
       terhadap konsumen

2.2 Assembling Engine Sepeda Motor
    Salah satu aktivitas ataupun kegiatan di PT. X adalah
assembling engine. Dalam kegiatan ini, operasi perakitan yang
dilakukan adalah perakitan bagian crank case R (right), crank
case L (left), serta penggabungan antara crank case R dan L
(sesuai Gambar 3.1 )
A. Bagian Crank Case R (right)
        Operasi yang dilakukan pada perakitan crank case R
adalah:
    1. Press Bearing Crank Case R
        Press bearing crank case merupakan operasi pemasangan
        dan pengepresan bearing pada crank case right dengan
        menggunakan mesin press. Selanjutnya dilakukan
        pemasangan packing drain cock 12,5x2, pin shift return
        spring, serta bolt plug drain 12mm.
    2. Pengencangan Bolt Plug Drain 12 mm
        Hasil pemasangan bolt plug drain pada operasi press
        bearing selanjutnya dikencangkan dan dilanjutkan
        pemasangan plate bearing hold, bolt flange, plug sealing
        dan screen oil filter.
    3. Bolt Stud Cylinder
        Merupakan proses pemasangan dan pengencangan 2 buah
        bolt stud cylinder yang selanjutnya dilakukan
        pengencangan torsi pada pin shift return spring.
    4. Press Fit Crank Shaft
        Operasi ini merupakan penembakan ulir crank shaft comp
        dengan mesin press. Selanjutnya dilakukan pengecekan
        torsi pada bolt plug drain 12mm.
    5. Transmisi
        Tahap transmisi merupakan tahap pemasangan shaft assy
        dan kick starter assy. Selanjutnya dilakukan pemasangan
        drum gear shift serta pin dowel 10x12
    6. Fork Transmisi
        Tahap fork transmisi merupakan pemasangan fork L, gear
        shift serta fork R, gear shift pada mission assy.
        Selanjutnya dilakukan pemasangan spring contact dan
        cap contact change switch pada gear shift drum.
B. Bagian Crank Case L (left).
   Operasi yang dilakukan pada perakitan crank case L adalah:
   1. Numbering
       Merupakan pemberian nomor pada engine bagian crank
       case comp L. Nomor disesuaikan dengan barcode dan
       diproses menggunakan mesin numbering.
   2. Press Bearing Crank Case L
       Operasi ini merupakan proses pemasangan dan
       pengepresan bearing dan oil seal pada crank case L
       dengan menggunakan mesin press bearing.
   3. Liquid Gasket
       Merupakan operasi pemasangan dan pengencangan bolt
       stud cyilinder hitam dan kuning. Selanjutnya dilakukan
       proses bonding dengan menggunakan mesin liquit gasket.
C. Bagian Penggabungan
       Selanjutnya Operasi pada tahapan penggabungan dan
       operasi lanjutan hasil penggabungan crank case L dan R
       pada engine, yaitu:
   1. Joining Crank Case
       Operasi joining crank case merupakan operasi
       penggabungan antara crank case R dan L dengan posisi
       area bonding crank case L di bawah. Selanjutnya
       dilakukan pemasangan bolt flange SH 6x60 di bagian
       crank case comp L.
   2. Bolt Crank Case
       Tahap Bolt Crank case merupakan tahap pemasangan dan
       pengencangan 6 bolt flange SH 6x60 dan dilanjutkan
       pemasangan 2 pin dowel 10x12.
   3. Contact Assy Change Switch
       Merupakan tahap pemasangan O-ring 19,4x2,3, contact
       assy change switch, serta bolt flange 6x16 yang
       selanjutnya akan dikencangkan.
   4. Ring Piston
       Tahap pemasangan ring piston oil, ring piston 2nd, ring
       piston Top dan clip piston pin pada piston.
5. Piston Assy
    Piston assy merupakan operasi pemasangan gasket
    cylinder yang dilanjutkan dengan pemasangan piston assy
    serta pin piston (yang dipasang CLIP, Piston pin 13mm)
    pada crank shaft.
6. Cylinder Assy
    Tahap cylinder assy merupakan operasi pemasangan
    cylinder assy pada bagian crank case assy. Selanjutnya
    pada cylinder assy dipasang part guide cam chain.
7. Chain Cam
    Operasi ini merupakan tahap pemasangan 2 part pin
    dowel 10x12 pada cylinder assy. Pemasangan gasket
    cylinder head pada cylinder comp, serta pemasangan
    sprocket cam dan chain cam pada cylinder comp.
8. Shaft Comp Cam
    Tahap pemasangan plunger cam set, spring plunger,
    washer sealing, dan bolt flange 6x12 (lalu dikencangkan).
    Dilanjutkan pemasangan shaft comp cam pada head assy
    cylinder .
9. Arm Assy dan Valve rocker
    Tahap pemasangan arm assy valve rocker dan shaft
    rocker arm pada head assy cylinder.
10. Cylinder Head Assy
    Operasi ini merupakan pemasangan pada bagian cylinder
    head assy, yaitu washer sealing 8mm orange serta silver.
    Dilanjutkan pemasangan 4 nut cap 8mm.
11. Tightening Nut cap
    Merupakan pemasangan dan pengencangan bolt flange
    SH 6x95 pada cylinder head. Selain itu pengencangan nut
    cap dari proses sebelumnya. Setelah mengubah posisi
    engine dengan sisi kanan diatas dilanjutkan dengan
    pemasangan sprocket drive 14T pada shaft assy.
12. Timing
    Timing     merupakan       Operasi    pemasangan     dan
    pengencangan bolt knock 5mm pada sprocket Cam.
Dilanjutkan pemasangan tensioner assy cam chain pada
      crank case comp L.
13.   Tightening Bolt Sprocket Drive
      Tahap pemasangan dan pengencangan plate fixing, 2 bolt
      hex 6x10 pada sprocket drive. Dilanjutkan pemasangan
      plate tensioner set dan bolt flange 6x14 yang
      dikencangkan pada bagian crank case L side.
14.   Lifter Assy Tensioner
      Lifter Assy Tensioner merupakan tahap pemasangan lifter
      assy tensioner, gasket tensioner lifter, dan 2 bolt flange
      SH 6x22 yang selanjutnya dikencangkan pada area
      cylinder comp.
15.   Transfering Engine
      Pada operasi ini dilakukan pelepasan stopper pada lifter
      assy tensioner. Dilanjutkan pemasangan bearing needle
      21x25x18 pada crankshaft comp dan pemberian marking
      untuk hasil numbering “OK” pada crank case L. Setewlah
      itu dilakukan pengecekan torsi bolt knock 5mm.
16.   Plate Bearing Push
      Merupakan operasi pemasangan plug bearing push dan
      spring bearing push pada crank case sisi kiri. Pada area
      yang sama dilanjutkan pemasangan plate bearing push
      dan 2 bolt flange 6x14 yang kemudian dilakukan
      pengencangan. Selain itu dilakukan pengecekan torsi
      pada bolt flange 6x10.
17.   Fly Wheel Comp
      Tahap pemasangan, pengencangan dan pemeriksaan torsi
      bolt socket 6mm pada fly wheel.125
18.   Flywheel Assy
      Tahapan ini merupakan pengecekan hasil pemasangan
      plate bearing push yang dilanjutkan pemasangan gear
      starter driven, fly wheel assy, washer 24x12x2,3, dan nut
      flange 12mm (dilanjutkan ke pengencangan).
19. Screw Pan Lifter Assy Tensioner
    Operasi ini merupakan tahapan pemasangan sensor assy
    speed, bolt plange 6x16 pada bagian crank case L.
    Dilanjutkan pemasangan part o-ring 1,5x9,5 dan screw
    pan 6x6 pada lifter assy.
20. Gear Oil Pump Drive
    Gear Oil Pump Drive merupakan operasi pemasangan
    dowel pin 3x5 dan gear oil pump drive pada crank shaft
    comp R, pin dowel 8x12 pada crank case R, yaitu sebelah
    luar untuk cover R dan bagian dalam untuk oil pump.
    Dilanjutkan pemasangan retainer kick spring dan collar
    kick retainer pada kick starter spindle.
21. Spindle Gearshift
    Tahap penyatuan plate comp clutch lifter dan bolt clutch
    adjusting. Dilanjutkan pemasangan spring gear shift arm
    dan return serta spindle gear shift. Selain itu dilakukan
    pemasangan o-ring tappet adjusting.
22. Stopper Comp Gearshift
    Operasi ini merupakan pemasangan roller 3x8,5, plate
    comp shift drum stopper pada drum gear shift.
    Dilanjutkan pemasangan spring shift drum stopper,
    washer 6,1 mm, stopper comp gearshift, dan pivot shift
    drum stopper pada crank case R.
23. Motor Assy Starter (1)
    Tahap pemasangan kabel starter motor dan nut wash
    6mm (dilakukan pengencangan) pada motor starter.
24. Motor Assy Starter(2)
    Operasi ini merupakan pemasangan motor assy set starter
    pada crank case L yang kemudian dipasang bolt flange
    6x25. Selain itu dipasang beberapa part pada crank case
    R dan Drum gear shift.
25. Oil Pump Assy
    Tahapan ini merupakan tahapan pengecekan hasil
    pemasangan pin dowel 3x5 dan oil pump drive serta
pemasangan oil pump assy dan bolt flange 6x35 pada
      crank case R.
26.   Spring Kick Return
      Tahap pengencangan bolt flange dan pemasangan spring
      kick return dan collar kick return pada kick starter assy.
      Dilanjutkan pengecekan torsi pada socket bolt 6x16.
27.   Clutch Assy
      Merupakan Operasi penghubungan antar gear dilanjutkan
      pemasangan washer 14mm dan nut lock pada cluth assy.
28.   Tightening Nut Lock 14mm
      Proses ini melakukan pengencangan nut lock 14 mm
      clutch. Dilanjutkan pemasangan washer lock, washer lock
      B, dan nut lock 14mm pada plate assy primary drive.
29.   Lever Assy Clutch
      Tahapan pemasangan gasket R crank case cover, bearing
      ball radial 16003, lever assy clucth, retainer comp ball,
      spring cam plate side, dan cam plate comp clutch.
30.   Cover Oil Filter
      Tahapan pemasangan gasket oil filter dan cover oil filter
      (dilanjutkan pemasangan dan pengencangan bolt SPL
      flange 5x8) pada plate assy primary drive.
31.   Press Bearing Cover R Crank Case
      Tahap pemasangan dan pengepresan part bearing dan oil
      seal pada cover crank case R dengan menggunakan mesin
      press bearing.
32.   Cover R Crankcase(1)
      Tahap pelumasan bearing ball dan pemasangan gauge oil
      level assy, plate clutch lifter assy, oring, washer, dan nut
      hex pada cover r crank case.
33.   Cover R Crankcase(2)
      Proses pengecekan torsi pada bolt dan pemasangan cover
      comp R crankcase dan bolt flange SH 6x40 pada cover.
34. Bolt Cover R Crank Case
    Tahap pemasangan dan pengencangan seluruh bolt flange
    SH 6x40 dan gauge oil level assy pada cover R crank
    case.
35. Setting Clutch Adjusting
    Tahap penyetingan bolt clutch adjusting pada cover comp
    R crankcase dilanjutkan pengecekan torsi pada bolt.
36. Pipe Comp Air Feed
    Operasi ini merupakan pemasangan pipe comp air feed
    dan bolt flange SH 6x16 (kemudian dikencangkan) pada
    head comp set cylinder.
37. Setting Nut Adjusting Tappet
    Tahapan ini merupakan tahap pemasangan fueller
    diantara valve IN dan bolt adjusting tappet yang
    dilanjutkan dengan penyetingan dan pengecekan
    clearence tappet setelah pelepasan fueller.
38. Spark plug
    Tahap pemasangan spark plug pada head assy cylinder
    dilanjutkan pengecekan clerence tappet.
39. Cover Tappet Adjusting Hole
    Merupakan tahap pemasangan cover tappet adjusting
    hole setelah pemeriksaan o-ring terlebih dahulu.
    Dilanjutkan pengecekan torsi pada spark plug.
40. Cover L Cylinder Head Side
    Tahap pemasangan bolt fange 6x110, washer sealing
    12mm, gasket L cylinder head side cover, cover L
    cylinder head side pada head assy cylinder. Dilanjutkan
    pemasangan shaft redustion gear dan gear starter
    reduction pada crank case comp L.
41. Cap Cover L Crankcase
    Tahap pemasangan o-ring dan cap pada cover L crank
    case.
42. Stator Comp
    Tahap pemasangan stator comp pada cover L crank case
    dengan memasang ACG gromet terlebih dahulu.
43. Pulser
       Tahap pengencangan bolt flange SH 6x22 dilanjutkan
       pemasangan dan pengencangan bolt flange SH 6x16.
       Dilanjutkan pemeriksaan torsi dari keseluruhan bolt pada
       cover L crank case.
   44. Cover L Crankcase
       Tahap pemasangan collar starter reduction pada shaft
       reduction gear. Dilanjutkan pemasangan pin dowell
       8x12, gasket L crank case cover, cover L pada crank case
       comp L serta pemasangan socket pada sensor.
   45. Bolt Cover L Crankcase
       Tahap pemasangan dan pengencangan bolt flange SH
       6x28, clamper over flow, bolt flange SH 6x35 pada cover
       L crank case.
   46. Leak Tester
       Tahap pemeriksaan kebocoran pada engine serta
       penempelan barcode pada cover L. Dilanjutkan
       pemasangan gasket carburator insulator, pipe comp inlet,
       dan bolt pada cylinder head.
   47. Oil Filling
       Tahap pengisian oli pada engine dilanjutkan pemasangan
       tube assy beather pada joint beather dan pengencangan
       bolt flange.
   48. Stampling
       Tahap pemberian stempel “OK” warna biru dan counter
       produksi pada tag engine setelah pemeriksaan oli pada
       engine.
   49. Transfering Firing
       Tahap pemberian stempel tanggal produksi dilanjutkan
       pengangkatan engine “OK” ke firing inspection dan
       engine “NG” ke bagian repair.

        Pemeriksaan dilakukan secara 100% . Selanjutnya di tiap
proses akan selalu dilakukan pemeriksaan secara visual oleh
operator atas hasil perakitan yang telah dilakukan.
2.3 Peta Operasi Assembling Engine
        Berikut ini merupakan peta operasi dari assembling
engine di perusahaan “X”:
    Crank case L            Crank case R
                                                   Press bearing
                    7        Numbering        1
                                                   crank case R

                             Press bearing         Bolt plug
                    8                         2
                             crank case L          drain 12mm

                               Liquit               Bolt stud
                    9                         3
                               gasket               cylinder

                                              4
                                                    Press fit
                                                    crank shaf

                                              5     transmisi


                                              6     Fork
                                                    transmisi
           piston
                                              10
                                                    Joining
                        13      Ring piston         crank case
                                                    Bolt
                                              11    crank case

                                              12   Contact assy
                                                   change switch

                                              14    Piston assy


                                              A
Head cylinder assy            A

   17        Saft comp cam          Cylinder
                               15   assy
             Arm assy
   18
             Valve rocker           Chain cam
                               16



                               19   Cylinder
                                    head assy

                               20   Tightening
                                    nut cap

                               21   timing

Fly wheel                           Tightening
                               22   bolt sprocket
                                    drive
        26    Fly wheel comp        Lifter Assy
                               23   Lifter assy
                                    Tensioner
                                    tensioner
                               24   Transfering
                                    engine
                               25   Plate bearing
                                    push
                               27   Flywheel assy

                               28   Screw pan
                                    lifter assy
                                    tensioner
                               B
Spindle comp                                 B
gear shift
Motor assy set         30   Spindle
                            gearshift        29   Gear oil pump
starter
                                                  drive
             32       Motor assy                  Stopper comp
                                             31
                      starter (1)                 gearshift

                                             33
                                                  Motor assy
                                                  starter (2)

                                             34   Oil pump assy

                                             35
                                                  Spring kick
                                                  return

                                             36
                                                  Clutch assy
Cover R crank case
                                             37   Tightening nut
                       Press bearing cover        lock 14mm
                       R crank case
                 40
                                             38   Lever assy
                                                  clutch
                        Cover R crank
                 41     case (1)             39   Cover oil filter

                                                  Cover R crank
                                             42
                                                  case (2)

                                             43   Bolt cover R
                                                  crankcase

                                             C
C
Cover L crank case                      Setting cluth
                                 44     adjusting

                                        Pipe comp
          50    Cap cover L      45
                                        air feed
                crank case
                                        Setting nut
                                 46
          51    Stator comp             adjusting tappet

                                 47
                                        Spark plug
          52     pulser
                                        Cover tappet
                                 48     adjusting hole
                                        Cover L cylinder
                                 49     head side
                                        Cover L
                                 53     crank case

                                        Bolt cover L
                                 54
                                        crankcase

                                 55     Leak tester

                                 56     Oil filling

                                 57     stampling

                                 58
                                        Transfering
                                        firing

        Gambar 2.1 Peta Operasi Assembling Engine
2.4 Konsep Keseimbangan Lintasan Perakitan
          Keseimbangan lintas perakitan berhubungan erat dengan
produksi massal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan ke
dalam beberapa pusat-pusat kerja, yang untuk selanjutnya disebut
sebagai stasiun kerja. Waktu yang diizinkan untuk menyelesaikan
elemen pekerjaan itu ditentukan oleh kecepatan lintas perakitan.
Semua stasiun kerja sedapat mungkin harus memiliki waktu
siklus yang sama. Bila suatu stasiun kerja memiliki waktu
dibawah waktu siklus idealnya, maka stasiun tersebut akan
memiliki waktu menganggur. Tujuan akhir dari keseimbangan
lintas adalah meminimasi waktu menganggur ditiap stasiun kerja,
sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi pada setiap stasiun
kerja (Nasution, 1999).
          Menurut James (1983) berdasarkan karakteristik proses
pengerjaan yang dilakukan lintasan produk dibagi dua macam:
     1. Lintasan Fabrikasi
          Lintasan fabrikasi merupakan lintasan produksi yang
          terdiri dari sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat
          membentuk atau merubah sifat-sifat dari benda kerja.
     2. Lintasan Assembling
          Lintasan assembling merupakan suatu lintasan produksi
          yang terdiri dari sejumlah operasi perakitan komponen
          atau material yang dikerjakan pada beberapa stasiun
          kerja.
          Permasalahan keseimbangan lintasan paling banyak
terjadi pada proses perakitan (assembling) dibandingkan pada
proses pabrikasi. Pabrikasi dari sub komponen-komponen
biasanya memerlukan masin-masin berat dengan siklus panjang.
Ketika beberapa operasi dengan peralatan yang berbeda
dibutuhkan secara proses seri, maka terjadilah kesulitan dalam
menyeimbangkan panjangnya siklus-siklus mesin, sehingga
utilisasi kapasitas menjadi rendah. Pergerakan yang terus menerus
kemungkinan besar dicapai dengan operasi-operasi perakitan
yang dibentuk secara manual ketika beberapa dapat dibagi-bagi
menjadi tugas kecil dengan durasi waktu yang pendek. Semakin
besar fleksibilitas dalam mengkombinasikan beberapa tugas,
maka semakin tinggi pula tingkat keseimbangan yang dapat
dicapai (Nasution, 1999).
2.4.1 Data Pada Perencanaan Keseimbangan
        Data yang harus dimiliki dalam merencanakan
keseimbangan lintas perakitan menurut Nasution (1999) adalah:
    1. Suatu jaringan kerja (terdiri atas rangkaian simpul dan
        anak panah) yang menggambarkan urutan perakitan,
        urutan perakitan ini dimulai dan berakhir dari suatu
        simpul. Tiap simpul menggambarkan operasi yang
        dilakukan, sementara anak panah menunjukkan
        kelanjutan operasi tersebut ke simpul lainnya.
    2. Data waktu baku pekerjaan tiap operasi
        Diturunkan dari perhitungan waktu baku pekerjaan
        operasi perakitan.
    3. Waktu siklus yang diinginkan.
        Diperoleh dari kecepatan produksi lintas produksi
        tersebut, atau dari waktu operasi terpanjang jika waktu
        siklus yang diinginkan lebih kecil dari waktu operasi
        terpanjang .

2.4.2   Waktu Siklus (cycle time)
        Menurut Wignjosoebroto (2000), waktu siklus (Tc)
        biasanya diatur atau dipengaruhi oleh output (Q) yang
        dikehendaki selama periode waktu produksi (P) dengan
        formulasi:
                     P                           (2.1)
                Tc =
                    Q
        Output dalam hal ini harus juga memperhitungkan
        kelonggaran yang diantisipasikan terhadap adanya produk
        cacat yang harus ditolak. Demikian juga untuk periode
        waktu produksi P juga sudah memperhitungkan adanya
        ”downtime”, misalnya disaat conveyor suatu saat tidak
        berfungsi.
2.4.3   Penentuan Jumlah Stasiun Kerja
        Jumlah stasiun kerja yang akan terbentuk dapat
        diperkirakan dengan cara membagi total waktu kerja
        dengan waktu siklus. Dalam hal ini jumlah stasiun dapat
        dihitung dengan rumus:
                     m

                     ∑ Tei
                N=   i =1
                                                          (2.2)
                       Tc
        Keterangan:
        N = Jumlah stasiun kerja
        Tei = Waktu operasi kerja, dimana i=1,2,3,...,m
        Tc = Waktu siklus

2.4.4   Metode Pembebanan Berurut
        Langkah penugasan pekerjaan pada stasiun kerja dengan
menggunakan metode ini berbeda pada urutan prioritas
pembebanan pekerjaan. Langkah-langkah penyelesaian dengan
menggunakan metode pembebanan berurut menurut Nasution
(1999) adalah:
        1. Menghitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu
            siklus aktual adalah waktu siklus yang diinginkan
            atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi
            terbesar itu lebih besar dari waktu siklus yang
            diinginkan.
        2. Membuat matrik operasi pendahulu (p) dan operasi
            pengikut (F) untuk setiap operasi berdasarkan
            jaringan kerja perakitan. Jumlah matriks operasi
            pendahulu ialah jumlah busur terbanyak dari operasi
            kerja sedangkan jumlah kolom pada matriks operasi
            pengikut ialah jumlah besar keluar terbanyak.
        3. Memperhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu
            P yang semuanya terdiri dari angka 0 dan bebankan
            elemen pekerjaan terbesar yang mungkin terjadi, jika
            ada lebih dari 1 baris yang memiliki seluruh elemen
            sama dengan nol.
4. Memperhatikan nomor elemen dibaris matriks
             kegiatan pengikut F yang bersesuaian dengan elemen
             yang telah ditugaskan. Setelah itu kembali perhatikan
             lagi baris pada matriks P yang ditunjukkan, ganti
             nomor identifikasi elemen yang telah dibebankan ke
             stasiun kerja dengan nol.
          5. Melanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan itu
             pada tiap stasiun kerja dengan ketentuan bahwa
             waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus.
             Proses ini dikerjakan hingga semua baris pada
             matriks P bernilai 0.
          6. Menghitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang
             terbentuk.

2.5   Uji Kenormalan Kolmogorov-Smirnov
       Uji kenormalan Kolmogorov-Smirnov biasanya digunakan
pada data yang bersifat kontinyu. Penerapan pengujian ini
menggunakan dua buah fungsi distribusi kumulatif yaitu
distribusi kumulatif yang ditentukan sebagai hipotesis serta
distribusi kumulatif dari data yang teramati. Menurut Daniel
(1989) asumsi dari pengujian ini adalah data terdiri atas hasil-
hasil pengamatan bebas X1, X2,..., Xn, yang merupakan sebuah
sampel acak berukuran n dari suatu fungsi yang belum diketahui
dan dinyatakan dengan F(x). Selanjutnya uji Kolmogorov-
Smirnov dapat diringkas dalam langkah-langkah berikut:
Hipotesis : H0 : F ( x) = F0 ( x) , Data berdistribusi Normal
              H1 : F ( x) ≠ F0 ( x) , Data tidak berdistribusi Normal
Statistik Uji : D = sup S ( x ) − Fo ( x )                       (2.3)
                       x
Dimana :
   S(x)       : Proporsi nilai-nilai pengamatan dalam sampel yang
                kurang dari atau sama dengan x
      F0(x)   : Fungsi peluang kumulatif distribusi yang
                dihipotesiskan (Normal)
D     : Nilai supremum untuk semua x dari selisih nilai
              mutlak S(x) dan F0(x)
Daerah Kritis :
   Tolak H0 pada taraf signifikansi α jika D > D(1-α,n)
Untuk data di atas 40 maka nilai Dtabel diperoleh melalui rumus:
                    1,36
             D=                                               (2.4)
                       n

2.6  Pengujian Dua Rata-Rata
     Pengujian dua rata-rata dilakukan apabila akan
dibandingkan dua macam perlakuan. Pengujian dilakukan untuk
membuktikan ada tidaknya perbedaan atas rata-rata populasi satu
dengan rata-rata populasi lain. Menurut Walpole (1995) dua
sampel acak yang bebas berukuran masing-masing n1 dan
n 2 diambil dari dua populasi dengan rataan µ1 dan µ 2 dan
variansi σ 12 dan σ 2 , Bentuk hipotesis pengujian dua arah dan
                    2


daerah kritis statistik uji Z mengikuti distribusi normal adalah:
Hipotesis:       H0 : µ1 − µ 2 = d 0
                H1 : µ1 − µ 2 ≠ d 0
Dengan statistik uji:
    ( X − X 2 ) − ( µ1 − µ 2 )
Z= 1                                                          (2.5)
             σ 12       σ2
                         2
                    +
             n1         n2
Bila dianggap bahwa σ 1 = σ 2 = σ maka statistik uji di atas
menyusut menjadi
       ( X − X 2 ) − ( µ1 − µ 2 )
  Z= 1                                                 (2.6)
                 1      1
            σ       +
                n1 n 2
Selanjutnya tolak H0 bila z > zα / 2
2.7   Pengamatan Berpasangan
      Pada tahap ini merupakan cara penaksiran selisih dua rataan
bila sampelnya tidak bebas dan variansi kedua populasi tidak
perlu sama. Menurut Walpole (1995) persyaratan kedua populasi
dikaitkan pada setiap satuan percobaan yang homogen, dengan
demikian setiap satuan percobaan mempunyai sepasang
pengamatan, satu untuk setiap populasi. Dianggap d1 , d 2 ,..., d n
merupakan selisih pada pasangan pengamatan. Selisih ini
menyatakan nilai sampel acak dari D1 , D2 ,..., Dn yaitu selisih
populasi yang akan kita anggap berdistribusi normal dengan
rataan µ D = µ1 − µ 2 dan variansi σ D . Akan kita taksir σ D
                                      2                          2

         2
dengan s d , variansi selisih yang membentuk sampel . Penaksir
titik µ D      ialah D . Perhitungan selang kepercayaan untuk
µ1 − µ 2 dalam hal ini didasarkan pada peubah acak
    D − µD
T=                                                           (2.7)
      Sd n
Permasalahan dua sampel pada dasarnya disederhanakan menjadi
permasalahan satu sampel dengan menggunakan selisih
d1 , d 2 ,..., d n . Jadi hipotesisnya berbentuk:
      H0:      µ1 = µ 2 atau µ D = µ1 − µ 2 = 0
      H1:      µ1 ≠ µ 2 atau µ D = µ1 − µ 2 ≠ 0

Uji statistik hasil perhitungan menjadi
      d − d0
 t=                                                          (2.8)
      sd n
Dengan daerah kritis t < − tα / 2 dan t > tα / 2
2.8  Uji Wilcoxon Untuk Data Berpasangan
      Uji Wilcoxon digunakan untuk kasus dua sampel
berhubungan bila skala pengukuran memungkinkan kita
menentukan bukan hanya apakah anggota-anggota suatu
pasangan hasil pengamatan berbeda, tetapi juga besar beda selisih
yang terjadi. Menurut Daniel (1989) Uji peringkat bertanda
Wilcoxon untuk data berpasangan cocok untuk digunakan bila
akan dianalisis beda-beda antara hasil-hasil pengamatan yang
berpasangan. Dalam uji Wilcoxon, hipotesis yang dipergunakan
untuk uji dua arah adalah:
        H0 : Selisih median populasi adalah sama dengan 0
        H1 : Selisih median populasi adalah tidak sama dengan 0
Adapun statistik uji dan daerah penolakan yang dipergunakan
dalam uji tanda adalah:
        T = T+ atau T = T- yang lebih kecil dan tolak Ho jika
        T ≤ dn , α dari tabel uji peringkat Wilcoxon.
Manakala n lebih besar dari 20 maka statistik
                T − [n(n + 1)] / 4
        z=                                                   (2.9)
               n(n + 1)(2n + 1) / 24
Dapat digunakan untuk menentukan daerah kritis uji.
Selanjutnya pada taraf signifikansi α maka tolak H0 jika z < z α/2.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB III
              METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Sumber Data
     Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
sekunder, yaitu:
    1. Dalam melakukan analisis penyeimbangan lintasan akan
        dipergunakan data sekunder atas:
        a. Waktu kerja operator (Lampiran 1) untuk tiap operasi
            pada lini assembling engine. Adapun waktu kerja
            tersebut diperoleh melalui hasil pengamatan yang
            dilakukan bagian engineering pada bulan Januari
            2008 atas waktu kerja operator.
        b. Jumlah rencana produksi (Lampiran 15) engine
            selama bulan Oktober, November, dan Desember.
        c. Gaji tenaga kerja.
        d. Jam kerja operator baik untuk shift 1 maupun shift 2.
    2. Data persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit
        yang terjadi akibat proses assembling engine di bulan
        Oktober, November, dan Desember tahun 2007 pada shift
        1 dan shift 2 di PT. “X” Jakarta. Data tersebut diperoleh
        dari hasil pemeriksaan yang dilakukan repair man atas
        hasil proses assembling engine selama tiga bulan tersebut.

3.2 Variabel Penelitian
       Berdasarkan tujuan dari penelitian ini maka variabel
    dalam penelitian meliputi:
    1. Waktu kerja baku operator tiap stasiun kerja pada lini
        assembling engine. Adapun operasi dalam assembling
        engine ditampilkan pada gambar 2.1.
    2. Persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit yang
        terjadi akibat proses pada assembling engine selama
        produksi bulan Oktober, November, dan Desember tahun
        2007 dari shift 1 dan shift 2. Adapun struktur data dari
        persentase cacat tersebut adalah:
Tabel 3.1 Struktur Data Persentase Cacat
          Pengamatan           Persentase cacat
             (hari)         Shift 1         Shift 2
               1              x1              y1
                2             x2              y2
                3             x3              y3
                .              .                .
                .              .                .
                .              .                .
               63             x 63            y 63

         Dimana xi merupakan persentase cacat yang terjadi pada
shift 1 sedangkan yi merupakan persentase cacat yang terjadi pada
shift 2.

3.3 Langkah Analisis Data
     Langkah-langkah analisis yang akan dilakukan dalam
mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
    1. Untuk pencapaian tujuan pertama yaitu menganalisis
        penyeimbangan lintasan pada lini assembling engine yang
        akan dipilih berdasarkan biaya minimum dilakukan
        dengan langkah sebagai berikut:
        a. Melakukan penyeimbangan lintasan dengan metode
             pembebanan berurut, yaitu:
           i. Menghitung waktu siklus yang diinginkan.
          ii. Membuat matrik operasi pendahulu (p) dan operasi
               pengikut (F) untuk setiap operasi berdasarkan
               jaringan kerja perakitan yang selanjutnya dilakukan
               pembebanan pekerjaan dengan ketentuan bahwa
               waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus.
         iii. Menghitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang
               terbentuk.
b. Melakukan penyeimbangan lintasan alternatif yaitu
       dengan asumsi pemindahan elemen kerja dan atau
       penambahan operator pada lini assembling engine.
       Pemindahan elemen kerja dan atau penambahan
       operator dilakukan pada proses produksi yang
       memiliki waktu operasi diatas waktu yang
       diinginkan.
    c. Menghitung total biaya produksi sebelum adanya
       penyeimbangan, hasil penyeimbangan lintasan
       dengan metode pembebanan berurut maupun
       alternatif pada lini assembling engine.
    d. Membandingkan biaya produksi sebelum adanya
       penyeimbangan, hasil penyeimbangan lintasan
       dengan metode pembebanan berurut maupun
       alternatif pada lini assembling engine. Selanjutnya
       akan dipilih biaya yang minimum.

2. Untuk pencapaian tujuan kedua yaitu menganalisis ada
   tidaknya perbedaan dari shift kerja terhadap cacat cover
   tappet adjusting hole melejit, akan dilakukan dengan
   langkah sebagai berikut:
   a. Melakukan pengujian kenormalan data berdasarkan
       data persentase cacat yang terjadi akibat proses pada
       shift 1 dan shift 2 dengan uji Kolmogorov Smirnov.
   b. Melakukan pengujian dua rata-rata untuk data
       berpasangan, yaitu antara persentase cacat dari shift 1
       dan shift 2. Apabila asumsi normal tidak terpenuhi
       maka akan dilakukan uji Wilcoxon.
3.4 Diagram Alir Analisis
   Berikut   ini   merupakan     diagram     alir   dari   analisis
penyeimbangan lintasan:

                             mulai



               Pengumpulan data sekunder




     Melakukan                       Melakukan asumsi
     penyeimbangan lintasan          pemindahan elemen
     dengan metode                   kerja dan penambahan
     pembebanan berurut              operator



     Menghitung biaya dari           Menghitung biaya dari
     segi operator                   segi operator




              Menentukan penyeimbangan lintasan
              terpilih berdasarkan biaya yang
              minimum



                   Kesimpulan dan saran

   Gambar 3.1 Diagram Alir Analisis Penyeimbangan Lintasan
Selanjutnya diagram alir untuk menganalisis ada tidaknya
perbedaan dari shift kerja terhadap cacat cover tappet adjusting
hole melejit adalah:


                 mulai


      Pengumpulan data sekunder



          Melakukan pengujian
           kenormalan data



                                           tidak
                 Apakah
           berdistrbusi normal

                         ya
                                           Melakukan Uji
    Melakukan pengujian dua rata-            Wilcoxon
    rata untuk data berpasangan




       Kesimpulan dan saran


 Gambar 3.2 Diagram Alir Analisis Perbedaan Cacat Cover Tappet
                    Adjusting Hole Melejit
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB IV
            ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyeimbangan Lintasan Dengan Metode Pembebanan
     Berurut
     Penyeimbangan lintasan pada assembling engine dilakukan
dengan memanfatkan waktu standard dari tiap operasi. Sebelum
dilakukan penyeimbangan lintasan maka akan ditentukan terlebih
dahulu waktu siklus yang selanjutnya akan dilakukan
pembebanan pada stasiun kerja berdasarkan waktu siklus tersebut.
     Waktu siklus dihitung melalui waktu kerja efektif dan
kapasitas yang harus dipenuhi selama satu hari. Berdasarkan nilai
pada Lampiran 12 diketahui waktu kerja efektif setiap hari (P)
adalah 48600 detik dan jumlah kapasitas (Q) yang harus dipenuhi
tiap harinya adalah sebanyak 2700 engine maka perhitungan
waktu siklus (Tc) yaitu:
          P     48600 detik
     Tc = =                  = 18 detik
          Q 2700 engine
Melalui perhitungan diperoleh waktu siklus sebesar 18 detik
dengan kata lain waktu yang diberikan pada setiap operator untuk
menyelesaikan pekerjaannya adalah 18 detik.
        Tetapi dikarenakan waktu operasi terbesar atau waktu
terlama seorang operator untuk menyelesaikan pekerjaannya
adalah 24,96 detik (Lampiran 1) maka waktu siklus aktual tidak
mungkin ditetapkan sama dengan 18 detik. Untuk itu akan
digunakan 24,96 detik sebagai waktu siklus aktual.
4.1.1 Perkiraan Jumlah Stasiun
     Jumlah stasiun kerja yang akan terbentuk dapat diperkirakan
dengan cara membagi total waktu kerja dengan waktu siklus.
Diketahui bahwa total waktu kerja adalah 975,95 detik, sehingga
didapatkan perkiraan jumlah stasiun adalah:
     m

     ∑ Tei       975,95
N=   i =1
             =          = 54,2 stasiun
       Tc          18
atau kurang lebih terbentuk 55 stasiun sehingga melalui
perhitungan diperoleh jumlah stasiun yang akan terbentuk kurang
lebih akan terbentuk 55 stasiun kerja.

4.1.2   Langkah Pembebanan Berurut
        Langkah berikutnya adalah membuat operasi pendahulu
dan operasi pengikut untuk setiap operasi pada assembling
engine. Melalui Gambar 2.1 yaitu peta operasi assembling engine
dapat diketahui jumlah matriks operasi pendahulu adalah
sebanyak dua sehingga akan disediakan empat kolom pada matrik
operasi pendahulu dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Kolom pertama dan ketiga merupakan kolom untuk nomor
      identifikasi operasi pendahulu dari operasi tersebut. Bila
      suatu operasi hanya memiliki satu operasi pendahulu maka
      nomor identifikasi operasi pendahulu pada kolom ketiga
      adalah 0 yang berarti tidak ada operasi pendahulu kedua
      untuk operasi yang akan dibebankan.
  2. Selanjutnya kolom kedua dan keempat adalah untuk
      peletakan penggantian nomor identifikasi operasi sama
      dengan nol bagi operasi yang telah dibebankan, dimana
      kolom kedua adalah perubahan identifikasi untuk operasi
      pendahulu pertama (kolom pertama) dan kolom keempat
      adalah perubahan identifikasi untuk operasi pendahulu
      kedua (kolom ketiga).
  3. Jumlah kolom pada matriks operasi pengikut sebanyak satu
      dikarenakan banyaknya operasi pengikut hanya satu.

      Matriks operasi pendahulu, matriks operasi pengikut serta
  penugasan (pembebanan) operasi kerja diperlihatkan pada
  Lampiran 4. Selanjutnya melalui pembebanan operasi-operasi
  kerja tersebut (Lampiran 4) maka hasil pembebanan berurut
  dari assembling engine diperlihatkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Pembebanan Pekerjaan Pada Stasiun Kerja
                          Waktu Operasi      Efisiensi
Stasiun   Pembebanan
                              (detik)        Kerja (%)
   1          30               17,76          71,15
   2          26               17,37          69,59
   3           7               16,74          67,07
   4           8               19,45          77,92
   5          32               16,61          66,55
   6          17               16,10          64,50
   7          18               18,00          72,12
   8           9               14,61          58,53
   9           1               14,41          57,73
  10           2               17,99          72,08
  11          50               14,30          57,29
  12         51,52        14,4+9,8=24,2       96,96
  13          13               14,23          57,01
  14          40               13,65          54,69
  15          41               17,29          69,27
  16           3               12,80          51,28
  17           4               17,73          71,03
  18          5,6       8,42+14,05=22,47      90,02
  19          10               15,88          63,62
  20          11               17,90          71,71
  21          12               16,40          65,71
  22          14               16,81          67,35
  23          15               12,53          50,20
  24          16               15,59          62,46
  25          19                17,2          68,91
  26          20               21,04          84,29
  27          21               14,82          59,38
  28          22               18,21          72,96
  29          23               14,30          57,29
  30          24               21,18          84,86
  31          25               16,99          68,07
Tabel 4.1 Pembebanan Pekerjaan Pada Stasiun Kerja (lanjutan)
                            Waktu Operasi     Efisiensi
 Stasiun   Pembebanan
                                 (detik)      Kerja (%)
   32          27                 15,76        63,14
   33          28                 17,55        70,31
   34          29                 24,00        96,15
   35          31                 16,94        67,87
   36          33                 15,66        62,74
   37          34                 20,86        83,57
   38          35                 15,44        61,86
   39          36                 18,00        72,12
   40          37                 13,65        54,69
   41          38                 17,42        69,79
   42          39                 16,99        68,07
   43          42                 17,41        69,75
   44          43                 16,35        65,50
   45          44                 18,22        73,00
   46          45                 20,35        81,53
   47          46                 19,68        78,85
   48          47                 20,93        83,85
   49          48                 19,10        76,52
   50          49                 15,93        63,82
   51          53                 19,30        77,32
   52          54                 16,78        67,23
   53          55                 18,00        72,12
   54          56                 17,13        68,63
   55          57                 24,96        100,00
   56          58                 14,98        60,02
             Rata-rata efisiensi                69,82
Selanjutnya setelah membuat matrik operasi pendahulu dan
  operasi pengikut maka langkah pelaksanaan pembebanan
  berurut yaitu:
  1. Memperhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu P yang
       semuanya terdiri dari angka 0. Pada stasiun kerja pertama,
       pembebanan operasi pertama kali dilakukan untuk operasi
       yang memiliki seluruh elemen matrik operasi pendahulu nol
       dan waktu operasi terbesar, yaitu operasi 30.
  2. Melihat operasi pengikut pada operasi 30. Dikarenakan
       operasi pengikut adalah operasi 31 maka selanjutnya
       mencoret angka 30 pada matrik operasi pendahulu pada
       proses 31 dan ganti nomor identifikasi pada kolom 4
       dengan nol yang menandakan operasi 30 telah dibebankan
       pada stasiun kerja pertama.
  3. Mengulangi prosedur sampai seluruh baris dalam matrik
       operasi pendahulu seluruhnya memiliki elemen nol dengan
       ketentuan pembebanan pekerjaan di setiap stasiun tidak
       dilanjukan apabila pembebanan pekerjaan lain akan
       mengakibatkan stasiun kerja tersebut memiliki waktu lebih
       dari 24,96 detik.
     Melalui Tabel 4.1 diketahui hasil pembebanan berurut dari
proses assembling engine dimana didapatkan jumlah stasiun
sebanyak 56 stasiun kerja. Terjadi penggabungan operasi 51 dan
operasi 52 dalam satu stasiun yaitu pada stasiun 12 dengan waktu
operasi 24,2 detik serta efisiensi stasiun kerja sebesar 96,96%.
Penggabungan operasi juga terjadi pada stasiun 18 yaitu antara
operasi 5 dan operasi 6 dengan waktu operasi 22,47 detik
sehingga membentuk efisiensi kerja sebesar 90,02%. Dari 56
stasiun kerja yang terbentuk didapatkan efisiensi rata-rata
keseluruhan 69,82%. Melalui lampiran 1 diketahui bahwa
efisiensi kerja rata-rata sebelum dilakukan penyeimbangan adalah
93,48%. Apabila kedua efisiensi dibandingkan terlihat bahwa
efisiensi kerja rata-rata sebelum dilakukan penyeimbangan adalah
lebih baik namun bila dilihat dari kelancaran proses maka hasil
penyeimbangan pembebanan berurut dapat dikatakan lebih baik
dikarenakan tidak lagi terjadi pemberhentian conveyor. Hal
tersebut dikarenakan kecepatan lintasan telah mengikuti waktu
operasi terbesar yaitu 24,96 detik.
    Telah dijelaskan sebelumnya bahwa jumlah kapasitas engine
yang harus dipenuhi tiap harinya adalah 2700 engine. Sedangkan
dengan waktu kerja efektif sebesar 48600 detik maka engine yang
dihasilkan dalam kondisi normal dengan menggunakan 24,96
detik sebagai waktu siklus aktual dapat diperoleh dari
perhitungan:
     waktu kerja efektif 48600
                         =        = 1947 engine
        waktu siklus       24,96
melalui perhitungan diperoleh bahwa dengan waktu siklus 24,96
detik jumlah engine yang dihasilkan tiap harinya adalah 1947
engine. Sehingga terjadi kekurangan 753 engine tiap harinya dari
target engine yang harus dipenuhi atau dengan kata lain dengan
waktu siklus 24,96 detik maka perusahaan hanya dapat
memproduksi engine 72,11 % dari target engine tiap harinya.
Dalam memenuhi target tersebut maka akan diasumsikan
dilakukan lembur.

4.1.3    Penentuan Banyaknya Lembur
         Kekurangan engine yang telah dihitung sebelumnya akan
dicoba untuk dipenuhi dengan asumsi melakukan lembur. Asumsi
lembur disini akan dihitung berdasarkan kebutuhan pemenuhan
target engine selama satu bulan.
    Diketahui jumlah hari kerja perusahaan selama satu bulan
adalah 22 hari, sehingga perhitungan kebutuhan lembur yaitu:
target kebutuhan engine
         2700 engine per hari x 22 hari = 59400 engine

engine yang dihasilkan (aktual):
        1947 engine per hari x 22 hari = 42834 engine
maka kekurangan engine selama 1 bulan adalah
        target – aktual = 59400 – 42834 = 16566 engine
sehingga berdasarkan kekurangan tersebut banyaknya lembur
yang dibutuhkan yaitu
        kekurangan engine 16566
                           =       = 8,5 ≈ 9 kali lembur
           aktual per hari   1947
Berdasarkan perhitungan diperoleh bahwa untuk memenuhi target
engine selama satu bulan maka perusahaan perlu melaksanakan
lembur sebanyak 9 kali lembur.

4.1.4 Perhitungan Biaya
     Perhitungan biaya disini merupakan perhitungan biaya dari
segi operator yang dikeluarkan selama satu bulan. Dalam hal ini
perhitungan biaya didasarkan hari kerja biasa dan kerja lembur.
Diketahui gaji untuk satu operator di tiap bulannya adalah
Rp.2.250.000 sedangkan apabila terjadi lembur maka gaji satu
opeartor untuk satu kali lembur adalah Rp.221.098. Melalui hasil
penyeimbangan diketahui jumlah stasiun yang terbentuk adalah
56 stasiun. Dengan satu operator pada satu stasiun maka jumlah
operator yang diperlukan untuk melakukan proses assembling
engine adalah 56 operator di tiap shift. Sehingga untuk dua shift
diperlukan operator sebanyak 112 operator. Berdasarkan hal
tersebut maka biaya yang dikeluarkan di tiap bulannya adalah:
    Biaya = gaji x jumlah operator = Rp. 2.250.000 x 112 operator
                                   = Rp. 252.000.000
sedangkan tambahan apabila diadakan lembur adalah
    Biaya lembur = gaji lembur x jumlah operator x jumlah lembur
                  = Rp. 221.098 x 112 operator x 9
                  = Rp. 222.866.784
    Biaya total = Rp. 252.000.000 + Rp. 222.866.784
                = Rp. 474.866.784
Sehingga biaya total yang dikeluarkan dari segi operator adalah
Rp. 474.866.784
4.2 Penyeimbangan Alternatif
        Penyeimbangan lintasan alternatif ini menggunakan
waktu siklus 18 detik, sebab dengan waktu siklus 18 detik
diharapkan target engine yaitu 2700 engine per hari terpenuhi.
Melalui Diagram batang (Lampiran 2 dan 3) terlihat bahwa masih
ada beberapa operasi yang memiliki waktu operasi diatas 18 detik
sehingga diperkirakan operator pada operasi tersebut tidak
sanggup untuk menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu 18 detik
ataupun kurang. Apabila hal tersebut terjadi maka tentunya akan
mengganggu kerja operator pada operasi sesudahnya karena harus
menunggu hasil kerja dari operator tersebut. Penyeimbangan
lintasan ini dilakukan dengan melakukan pemindahan elemen
kerja ataupun asumsi penambahan operator pada operasi yang
memiliki waktu diatas 18 detik.

4.2.1 Pemindahan Elemen Kerja dan Asumsi Penambahan
      Operator
        Berikut ini akan dilakukan pemindahan elemen kerja dari
operasi yang memiliki waktu diatas 18 detik. Operasi yang
memiliki waktu diatas 18 detik dapat dilihat melalui diagram
batang (Lampiran 2 dan 3).
              Tabel 4.2 Pemindahan Elemen Kerja
            Asal Operasi                      Tujuan Operasi
    Operasi        Waktu (Detik)       Operasi         Waktu (Detik)
(elemen kerja) Sebelum Setelah     (elemen kerja)    Sebelum Setelah
       8                                  9
                  19,45    16,85                      14,61     17,21
     (8,9)                          (sebelum 1)
      20                                 21
                  21,04    17,97                      14,82     17,89
     (5,6)                          (sebelum 1)
      22                                 23
                  18,21    16,75                      14,30     15,76
     (3,4)                          (sebelum 1)
      24                                 15
                  21,18    15,75                      12,53     17,96
      (8)                            (setelah 6)
Tabel 4.2 Pemindahan Elemen Kerja (lanjutan)
            Asal Operasi                      Tujuan Operasi
    Operasi        Waktu (Detik)       Operasi         Waktu (Detik)
(elemen kerja) Sebelum Setelah     (elemen kerja)    Sebelum Setelah
      44                                 45
                  18,22    15,77                      20,35     22,8
      (5)                            (sebelum1)
      45                                 46
                   22,8    17,14                      19,68     25,34
      (6)                            (sebelum1)
      46                                 47
                  25,34    16,31                      20,93     29,96
     (5,6)                          (sebelum 1)
      53                                 49
                  19,30    17,43                      15,93     17,8
      (1)                            (setelah 5)

        Melalui Tabel 4.2 terlihat hasil pemindahan elemen kerja
dari operasi yang mana operatornya memiliki waktu kerja diatas
18 detik. Didapatkan operasi yang elemen kerjanya dipindahkan
adalah operasi 8, 20, 22, 24, 44, 45, 46 dan 53. Pemindahan
elemen kerja dilakukan dengan tetap mempertimbangkan
ketentuan operasi yang ada yaitu elemen kerja yang dipindahkan
nantinya tidak mendahului suatu elemen kerja yang seharusnya
dilakukan sebelum elemen kerja tersebut. Akibat dari pemindahan
elemen kerja 5 dan 6 pada operasi 46 maka diperlukan
penambahan alat bantu yaitu spesial tool for setting nut tappet.
Dari Tabel 4.2 diperoleh adanya operasi yang memiliki waktu
diatas 18 detik yaitu pada operasi 47. hal yang sama terjadi pula
pada operasi 29, 34, 48, dan 57 (Lampiran 2 dan 3). Selanjutnya
pada operasi tersebut akan dilakukan asumsi penambahan
operator sebab operasi tersebut memiliki waktu kerja operasi
yang jauh dari 18 detik.
        Penambahan operator yang pertama dilakukan pada
operasi 29 dan 34, misalnya sebut operator tambahan 1 (OT1).
hasil pemindahan elemen kerja pada operator tambahan 1 adalah:
Tabel 4.3 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator Tambahan 1
                     Asal Operasi
                                                     Waktu
                                  Waktu (detik)      Elemen
             Elemen        Sebelum           Setelah  Kerja
 Operasi      Kerja       Pemindahan      Pemindahan
   29         4,5,6           24              16,75    7,25
   34           6            20,86            15.66    5,20
            Total waktu operator tambahan 1           12,45

        Melalui Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa untuk operasi
29 elemen kerja yang dipindah ke operator tambahan 1 adalah
elemen kerja 4, 5, dan 6 sedangkan untuk operasi 34 elemen kerja
yang dipindah adalah elemen kerja 6. Waktu kerja pada operator
tambahan 1 adalah 12,45 detik. Berdasarkan elemen kerja yang
diberikan pada operator tambahan 1 maka operator tambahan 1
ditempatkan setelah operasi 29 dan sebelum operasi 30.
        Selanjutnya penambahan operator yang kedua dilakukan
pada operasi 47 dan 48 dimana kita sebut operator tambahan 2
(OT2). Hasil pemindahan elemen kerja pada operator tambahan 2
adalah:

 Tabel 4.4 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator Tambahan 2
                     Asal Operasi
                                                     Waktu
                                  Waktu (detik)      Elemen
             Elemen        Sebelum           Setelah  Kerja
 Operasi      Kerja       Pemindahan      Pemindahan
   47        4,5,6,7         29,96            17,94   12,02
   48           1            19,10            16,38    2,72
            Total waktu operator tambahan 2           14,74

        Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa untuk
operasi 47 elemen kerja yang dipindah ke operator tambahan 2
adalah elemen kerja 4, 5, 6, dan 7 sedangkan untuk operasi 48
elemen kerja yang dipindah adalah elemen kerja 1. Waktu kerja
pada operator tambahan 2 adalah 14,74 detik. Berdasarkan
elemen kerja yang diberikan pada operator tambahan 2 maka
operator tambahan 2 ditempatkan setelah operasi 47 dan sebelum
operasi 48.
        Berikutnya penambahan operator yang terakhir dilakukan
pada operasi 57 dimana selanjutnya disebut operator tambahan 3
(OT3), selanjunya hasil pemindahan elemen kerja pada operator
tambahan 3 adalah:
 Tabel 4.5 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator Tambahan 3
                     Asal Operasi
                                                     Waktu
                                    Waktu            Elemen
             Elemen        Sebelum          Setelah   Kerja
 Operasi      Kerja       Pemindahan      Pemindahan
   57          1,2           24,96           12,76    12,2
            Total waktu operator tambahan 3           12,2

         Tabel 4.5 menunjukkan elemen pekerjaan yang
dipindahkan pada operator tambahan 3 adalah elemen 1 dan 2
sehingga total waktu kerja untuk operator tambahan 3 adalah 12,2
detik. Berdasarkan elemen kerja yang diberikan pada operator
tambahan 3 maka operator tambahan 3 ditempatkan sebelum
operasi 57.
     Melalui hasil penyeimbangan alternatif yaitu dengan
melakukan pemindahan elemen kerja ataupun asumsi
penambahan operator diperoleh jumlah stasiun kerja sebanyak 61
stasiun kerja, dimana di tiap stasiun kerja terdapat satu operator
maka total operator yang ada adalah 61 operator. Dari lampiran 7
diketahui bahwa hasil penyeimbangan alternatif memperoleh
efisiensi kerja rata-rata 88,88%. Dan diketahui sebelumnya bahwa
efisiensi kerja rata-rata sebelum dilakukan penyeimbangan adalah
93,48% (lampiran 1). Apabila kedua efisiensi dibandingkan
terlihat bahwa efisiensi kerja rata-rata penyeimbangan alternatif
masih rendah dibandingkan efisiensi kerja sebelum
penyeimbangan. Namun dengan penyeimbangan alternatif
diperoleh pemenuhan 100% atas kapasitas engine dan tidak
terdapat operator yang bekerja diatas atau melebihi waktu siklus
yaitu 18 detik.

4.2.2    Perhitungan Biaya
         Perhitungan biaya disini merupakan perhitungan biaya
dari segi operator yang dikeluarkan selama satu bulan. Selain itu
terdapat tambahan biaya untuk satu alat bantu pada operasi 47
yaitu alat bantu untuk setting nut tappet. Perhitungan biaya untuk
gaji operator didasarkan hari kerja biasa sebab tidak diadakan
lembur karena dengan waktu siklus 18 detik target 2700 engine
telah terpenuhi atau pemenuhan 100% atas kapasitas engine.
     Diketahui gaji untuk satu operator di tiap bulannya adalah
Rp.2.250.000. Melalui hasil penyeimbangan diketahui jumlah
operator yang diperlukan untuk melakukan proses assembling
engine adalah 61 operator yaitu 58 operator awal dan 3 operator
tambahan untuk setiap shift. Sehingga untuk dua shift maka
diperlukan total operator sebanyak 122 operator. Berdasarkan hal
tersebut maka biaya yang dikeluarkan di tiap bulannya adalah:
    Biaya = gaji x jumlah operator = Rp. 2.250.000 x 122 operator
                                    = Rp. 274.500.000
sedangkan tambahan akibat pembelian satu alat bantu yaitu
special tool for setting nut tappett seharga Rp. 790.000, maka
    Biaya total = Rp. 274.500.000 + Rp. 790.000
                = Rp. 275.290.000
Sehingga biaya total yang dikeluarkan adalah Rp. 275.290.000.

4.3 Perbandingan dari Segi Biaya
      Perhitungan biaya telah dilakukan pada hasil
penyeimbangan lintasan dengan metode pembebanan berurut dan
penyeimbangan alternatif. Sesuai dengan tujuan dari penelitian
maka akan dipilih hasil penyeimbangan yang memiliki biaya
yang paling minimum.
      Melalui hasil perhitungan biaya maka diketahui bahwa
biaya berdasarkan penyeimbangan alternatif dengan 61 stasiun
kerja dan waktu siklus 18 detik adalah sebesar Rp. 275.290.000
sedangkan biaya berdasrkan penyeimbangan lintasan dengan
metode pembebanan berurut yaitu dengan jumlah stasiun 56 dan
waktu siklus 24 detik adalah Rp. 474.866.784 . Berdasarkan hal
tersebut dikarenakan biaya dari penyeimbangan alternatif lebih
minimum maka selanjutnya akan dipilih hasil penyeimbangan
lintasan alternatif dalam proses assembling engine.
       Selanjutnya akan dibandingkan antara biaya berdasarkan
penyeimbangan alternatif dan biaya berdasarkan lintasan awal
(sebelum diadakan penyeimbangan). Diketahui sebelum
penyeimbangan lintasan, waktu siklus yang dipergunakan di
perusahaan adalah 18 detik namun dikarenakan terdapat waktu
operasi yang terbesar yaitu 24,96 detik maka lintasan mengikuti
waktu siklus 24,96 detik (conveyor dihentikan sampai operator
yang beroperasi dengan waktu siklus 24,96 detik menyelesaikan
tugasnya). Berdasarkan hal tersebut maka target tidak dapat
terpenuhi sehingga dilakukan lembur. Dengan waktu siklus 24,96
maka banyaknya lembur yang diperlukan adalah 9 kali (sesuai
dengan perhitungan penentuan lembur pada pembebanan berurut).
Dengan jumlah operator sebanyak 58 operator (untuk dua shift
maka 116 operator) maka perhitungan biaya tiap bulan adalah:
Biaya = gaji x jumlah operator = Rp. 2.250.000 x 116 operator
                                   = Rp. 261.000.000
sedangkan tambahan apabila diadakan lembur adalah
    Biaya lembur = gaji lembur x jumlah operator x jumlah lembur
                  = Rp. 221.098 x 116 operator x 9
                  = Rp. 230.826.312
    Biaya total = Rp. 261.000.000 + Rp. 230.826.312
                = Rp. 491.826.312
Sehingga biaya total yang dikeluarkan dari segi operator adalah
Rp. 491.826.312
       Melalui hasil perhitungan biaya maka diketahui bahwa
biaya berdasarkan penyeimbangan alternatif masih lebih kecil
dibandingkan biaya yang dikeluarkan berdasarkan sebelum
diadakannya penyeimbangan lintasan. Dengan kata lain
penyeimbangan alternatif lebih baik untuk ditetapkan.
4.4 Uji Kenormalan Data
    Uji kenormalan data dilakukan untuk mengetahui apakah data
persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit telah
mengikuti distribusi normal atau tidak. Dalam hal ini dikarenakan
merupakan data berpasangan maka yang akan diuji adalah selisih
dari persentase cacat pada shift 1 dan shift 2. Adapun hipotesis
dari pengujian ini adalah:
  H0 : Data persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit
         berdistribusi Normal
  H1 : Data persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit
         tidak berdistribusi Normal
Statistik Uji : D = sup S ( x ) − Fo ( x )
                   x
Selanjutnya tolak H0 pada taraf signifikansi α yakni 0,05 jika
D > Dtabel
           Tabel 4.6 Uji Kenormalan Persentase Cacat
                                           nilai
              Jumlah data                        63
              D                               0,252

        Melalui Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa dari 63 data
persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit didapatkan
nilai D sebesar 0,252. Selanjutnya perhitungan nilai Dtabel dengan
nilai α yakni 0,05, yaitu:
             1,36 1,36
         D=       =        = 0,17
                n     63
 Sehingga dikarenakan nilai D yaitu 0,252 lebih besar
dibandingkan 0,17 maka keputusannya adalah tolak H0. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa data persentase cacat cover tappet
adjusting hole melejit tidak berdistribusi normal.
        Dikarenakan data tidak         berdistribusi normal maka
selanjutnya untuk menganalisis ada tidaknya perbedaan
persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit pada engine
yang terjadi akibat shift kerja akan dipergunakan uji Wilcoxon.
4.5 Uji Wilcoxon
    Uji Wilcoxon akan dipergunakan untuk menganalisis ada
tidaknya perbedaan persentase cacat cover tappet adjusting hole
melejit pada engine yang terjadi akibat shift kerja. Adapun
hipotesis dari uji ini adalah:
    H0 : Selisih median populasi adalah sama dengan 0 atau
           persentase cacat pada shift 1 dan shift 2 tidak ada
           bedanya
    H1 : Selisih median populasi adalah tidak sama dengan 0
           atau persentase cacat pada shift 1 dan shift 2 berbeda
Statistik Uji :
                 T − [n(n + 1)] / 4
          z=
                n(n + 1)(2n + 1) / 24
Selanjutnya pada taraf signifikansi α yakni 0,05 jika z < z α/2
maka tolak H0.
    Berdasarkan Lampiran 14 yaitu hasil uji Wilcoxon terhadap
persentase cacat diperoleh nilai z sebesar -0.415. Selanjutnya
dengan nilai α yakni 0,05 maka didapatkan nilai zα/2 adalah
-1,96. Dikarenakan nilai z > z α/2 yaitu -0,415 > -1,96 maka
dapat diputuskan gagal tolak H0. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit pada
shift 1 dan shift 2 tidak berbeda.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
BAB V
               KESIMPULAN DAN SARAN

5,1 Kesimpulan
    Melalui hasil analisis maka kesimpulan yang dapat diambil
adalah:
    1. Melalui hasil penyeimbangan lintasan disimpulkan bahwa
        lintasan pada lini assembling engine adalah dengan 61
        stasiun kerja dan waktu siklus 18 detik. Hasil tersebut
        diperoleh berdasarkan hasil penyeimbangan alternatif
        yang     dipilih    dikarenakan     biaya     berdasarkan
        penyeimbangan alternatif adalah Rp. 275.290.000. Biaya
        ini merupakan biaya yang minimum dibandingkan
        penyeimbangan lintasan dengan metode pembebanan
        berurut.
    2. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon terhadap persentase cacat
        dapat disimpulkan bahwa persentase cacat cover tappet
        adjusting hole melejit pada shift 1 dan shift 2 tidak
        berbeda dikarenakan nilai z > z α/2 yaitu -0,415 > -1,96.

    5.2 Saran
        Selama ini dalam memberikan beban kerja terhadap
    operator, perusahaan hanya mengira-ngira saja. Sehingga
    dalam pelaksanaannya ada operator yang memiliki beban
    kerja berlebih. Berdasarkan hal tersebut penulis menyarankan
    agar dibuat suatu waktu standar untuk setiap pemasangan
    part, sehingga nantinya dalam memberikan beban kerja,
    perusahaan sudah dapat mengetahui waktu yang dibutuhkan
    operator tersebut dalam menyelesaikan kerjanya.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
DAFTAR PUSTAKA

Daniel,W.W. 1989. Statistika     Non    Parametrik   Terapan.
     Gramedia : Jakarta.

James, A.M. 1983. Plant Layout And Material Handling, Third
     Edition. John Wiley & Sons: New York.

Nasution, A.H. 1999. Perencanaan dan Pengendalian Produksi.
       Guna Widya: Jakarta.

Walpole, R.E dan R.H. Myers. 1995. Ilmu Peluang dan Statistika
       Untuk Insinyur dan Ilmuwan, Edisi keempat. ITB:
       Bandung.

Wignjosoebroto, Sritomo. 2000. Ergonomi, Studi Gerak dan
       Waktu: Teknik Analisis Untuk Peningkatan Produktivitas
       Kerja. Guna Widya: Surabaya.
LAMPIRAN 1. Waktu Operasi Sebelum Penyeimbangan
                      Efisiensi                       Efisiensi
            Waktu                           Waktu
  Operasi               Kerja     Operasi               Kerja
            (detik)                         (detik)
                         (%)                            (%)
     1      14.41       80.06          30   17.76      74.00
     2      17.99       99.94          31   16.94      70.58
     3       12.8       71.11          32   16.61      69.21
     4      17.73       98.50          33   15.66      65.25
     5       8.42      46.78           34   20.86      86.92
     6      14.05       78.06          35   15.44      64.33
     7      16.74       93.00          36     18       75.00
     8      19.45      108.06          37   13.65      56.88
     9      14.61       81.17          38   17.42      72.58
    10      15.88       88.22          39   16.99      70.79
    11       17.9       99.44          40   13.65      56.88
    12       16.4       91.11          41   17.29      72.04
    13      14.23       79.06          42   17.41      72.54
    14      16.81       93.39          43   16.35      68.13
    15      12.53       69.61          44   18.22      75.92
    16      15.59       86.61          45   20.35      84.79
    17       16.1       89.44          46   19.68      82.00
    18        18       100.00          47   20.93      87.21
    19       17.2       95.56          48    19.1      79.58
    20      21.04      116.89          49   15.93      66.38
    21      14.82       82.33          50    14.3      59.58
    22      18.21      101.17          51    14.4      60.00
    23       14.3       79.44          52     9.8      40.83
    24      21.18      117.67          53    19.3      80.42
    25      16.99       94.39          54   16.78      69.92
    26      17.37       96.50          55     18       75.00
    27      15.76       87.56          56   17.13      71.38
    28      17.55       97.50          57   24.96      104.00
    29        24       133.33          58   14.98      62.42
                 Rata-rata efisiensi                   93.48
LAMPIRAN 2. Diagram Batang Waktu Operasi Sebelum
            Penyeimbangan (Operasi 1-29)
                     Waktu Operasi Sebelum Penyeimbangan
                                 (operasi 1-29)

           26
           25
           24
           23
           22
           21
           20
           19
           18
           17
           16
           15
  waktu




           14
           13
           12
           11
           10
            9
            8
            7
            6
            5
            4
            3
            2
            1
            0
                1
                     2
                          3
                               4
                                    5
                                         6
                                              7
                                                   8
                                                        9
                                                             10
                                                                  11
                                                                       12
                                                                            13
                                                                                 14
                                                                                      15
                                                                                           16
                                                                                                17
                                                                                                     18
                                                                                                          19
                                                                                                               20
                                                                                                                    21
                                                                                                                         22
                                                                                                                              23
                                                                                                                                   24
                                                                                                                                        25
                                                                                                                                             26
                                                                                                                                                  27
                                                                                                                                                       28
                                                                                                                                                             29
                                                                                 operasi




LAMPIRAN 3. Diagram Batang Waktu Operasi Sebelum
            Penyeimbangan (Operasi 30-58)
                                    Waktu Operasi Sebelum Penyeimbangan
                                               (operasi 30-58)


           27
           26
           25
           24
           23
           22
           21
           20
           19
           18
           17
           16
           15
    aktu




           14
           13
   w




           12
           11
           10
            9
            8
            7
            6
            5
            4
            3
            2
            1
            0
                30
                     31
                          32
                               33
                                    34
                                         35
                                              36
                                                   37
                                                        38
                                                             39
                                                                  40
                                                                       41
                                                                            42
                                                                                 43
                                                                                      44
                                                                                           45
                                                                                                46
                                                                                                     47
                                                                                                          48
                                                                                                               49
                                                                                                                    50
                                                                                                                         51
                                                                                                                              52
                                                                                                                                   53
                                                                                                                                        54
                                                                                                                                             55
                                                                                                                                                  56
                                                                                                                                                       57
                                                                                                                                                            58




                                                                                 ope rasi
LAMPIRAN 4. Pembebanan Berurut
           Waktu          Matrik Operasi       Matrik Operasi
  Proses
           (Detik)        Pendahulu P*          Pengikut F*
    1       14.41     0            0                  2
    2       17.99     1      0     0                  3
    3        12.8     2      0     0                  4
    4       17.73     3      0     0                  5
    5        8.42    4       0     0                  6
    6       14.05     5      0     0                 10
    7       16.74     0            0                  8
    8       19.45     7      0     0                  9
    9       14.61     8      0     0                 10
   10       15.88    6       0     9       0         11
   11        17.9    10      0     0                 12
   12        16.4    11      0     0                 14
   13       14.23    0             0                 14
   14       16.81    12      0     13      0         15
   15       12.53    14      0     0                 16
   16       15.59    15      0     0                 19
   17        16.1     0            0                 18
   18         18     17      0     0                 19
   19        17.2    16      0     18      0         20
   20       21.04    19      0     0                 21
   21       14.82    20      0     0                 22
   22       18.21    21      0     0                 23
   23        14.3    22      0     0                 24
   24       21.18    23      0     0                 25
   25       16.99    24            0                 27
   26       17.37    0             0                 27
   27       15.76    25      0     26      0         28
   28       17.55    27      0     0                 29
   29         24     28      0     0                 31
Waktu     Matrik Operasi Pendahulu   Matrik Operasi
Proses
         (detik)             P*                Pengikut F*
 30       17.76     0             0                 31
 31       16.94    29      0      30     0          33
 32       16.61     0             0                 33
 33       15.66    31      0      32     0          34
 34       20.86    33      0       0                35
 35       15.44    34      0       0                36
 36         18     35      0       0                37
 37       13.65    36      0       0                38
 38       17.42    37      0       0                39
 39       16.99    38             0                 42
 40       13.65     0             0                 41
 41       17.29    40      0       0                42
 42       17.41    39      0      41     0          43
 43       16.35    42      0       0                44
 44       18.22    43      0       0                45
 45       20.35    44      0       0                46
 46       19.68    45      0       0                47
 47       20.93    46      0       0                48
 48        19.1    47      0       0                49
 49       15.93    48      0       0                53
 50        14.3     0             0                 51
 51        14.4    50      0       0                52
 52         9.8    51      0       0                53
 53        19.3    49      0      52     0          54
 54       16.78    53      0       0                55
 55         18     54      0       0                56
 56       17.13    56      0       0                57
 57       24.96    56      0       0                58
 58       14.98    57      0       0                 0
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...Uofa_Unsada
 
Pengaruh kompetensi dan independensi auditor
Pengaruh kompetensi dan independensi auditorPengaruh kompetensi dan independensi auditor
Pengaruh kompetensi dan independensi auditoryogieardhensa
 
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANGANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANGUofa_Unsada
 
ANALISA PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN STATIS DAN FLEKSIBEL SEBAGAI ALAT BANTU ...
ANALISA PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN STATIS DAN FLEKSIBEL SEBAGAI ALAT BANTU ...ANALISA PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN STATIS DAN FLEKSIBEL SEBAGAI ALAT BANTU ...
ANALISA PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN STATIS DAN FLEKSIBEL SEBAGAI ALAT BANTU ...Uofa_Unsada
 
EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...
EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...
EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...Uofa_Unsada
 
PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...
PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...
PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...Uofa_Unsada
 
FUNGSI SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PIUTANG TERHADAP CASH FLOW PERUSAHAAN MAN...
FUNGSI SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PIUTANG TERHADAP CASH FLOW PERUSAHAAN MAN...FUNGSI SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PIUTANG TERHADAP CASH FLOW PERUSAHAAN MAN...
FUNGSI SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PIUTANG TERHADAP CASH FLOW PERUSAHAAN MAN...Uofa_Unsada
 
Abstraksi ika pitri ani siregar
Abstraksi ika pitri ani siregarAbstraksi ika pitri ani siregar
Abstraksi ika pitri ani siregarMara Sutan Siregar
 
Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...
Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...
Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...yogieardhensa
 
Laporan ekoper nur aini a 175080507111025 fix
Laporan ekoper nur aini a 175080507111025 fixLaporan ekoper nur aini a 175080507111025 fix
Laporan ekoper nur aini a 175080507111025 fixNur Aini Azizah
 
KECURANGAN YANG DISAMPAIKAN DALAM MANAJEMEN LETTER DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKA...
KECURANGAN YANG DISAMPAIKAN DALAM MANAJEMEN LETTER DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKA...KECURANGAN YANG DISAMPAIKAN DALAM MANAJEMEN LETTER DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKA...
KECURANGAN YANG DISAMPAIKAN DALAM MANAJEMEN LETTER DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKA...Uofa_Unsada
 
Pengaruh modal kerja_terhadap_profitabilitas_perusahaan_manufaktur[1]
Pengaruh modal kerja_terhadap_profitabilitas_perusahaan_manufaktur[1]Pengaruh modal kerja_terhadap_profitabilitas_perusahaan_manufaktur[1]
Pengaruh modal kerja_terhadap_profitabilitas_perusahaan_manufaktur[1]Aries Veronica
 
Studi Hubungan Mental Lokal
Studi Hubungan Mental LokalStudi Hubungan Mental Lokal
Studi Hubungan Mental LokalTri Cahyono
 
Modul Pembelajaran Kapita Selekta Matematika
Modul Pembelajaran Kapita Selekta MatematikaModul Pembelajaran Kapita Selekta Matematika
Modul Pembelajaran Kapita Selekta MatematikaAdelia Ibrahim
 
PENGARUH PERPUTARAN PIUTANG, PERPUTARAN PERSEDIAAN DAN RASIO LANCAR TERHADAP ...
PENGARUH PERPUTARAN PIUTANG, PERPUTARAN PERSEDIAAN DAN RASIO LANCAR TERHADAP ...PENGARUH PERPUTARAN PIUTANG, PERPUTARAN PERSEDIAAN DAN RASIO LANCAR TERHADAP ...
PENGARUH PERPUTARAN PIUTANG, PERPUTARAN PERSEDIAAN DAN RASIO LANCAR TERHADAP ...Uofa_Unsada
 
Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)
Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)
Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)Viorensia Yuri
 
Tinjauan Akuntansi Dana Bergulir di BPKAD Kabupaten Badung
Tinjauan Akuntansi Dana Bergulir di BPKAD Kabupaten BadungTinjauan Akuntansi Dana Bergulir di BPKAD Kabupaten Badung
Tinjauan Akuntansi Dana Bergulir di BPKAD Kabupaten BadungKhrisna Ariyudha
 
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas Brawijaya
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas BrawijayaLaporan Praktikum Oseanografi Universitas Brawijaya
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas BrawijayaDoni Dwi Darsana
 

Was ist angesagt? (20)

PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...
PENGARUH INDEPENDENSI AUDITOR, PROFESIONALISME, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP KI...
 
Pengaruh kompetensi dan independensi auditor
Pengaruh kompetensi dan independensi auditorPengaruh kompetensi dan independensi auditor
Pengaruh kompetensi dan independensi auditor
 
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANGANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
 
ANALISA PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN STATIS DAN FLEKSIBEL SEBAGAI ALAT BANTU ...
ANALISA PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN STATIS DAN FLEKSIBEL SEBAGAI ALAT BANTU ...ANALISA PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN STATIS DAN FLEKSIBEL SEBAGAI ALAT BANTU ...
ANALISA PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN STATIS DAN FLEKSIBEL SEBAGAI ALAT BANTU ...
 
EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...
EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...
EFEKTIVITAS JURUSITA DALAM UPAYA PENINGKATAN PENERIMAAN PENAGIHAN PAJAK PADA ...
 
PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...
PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...
PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...
 
FUNGSI SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PIUTANG TERHADAP CASH FLOW PERUSAHAAN MAN...
FUNGSI SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PIUTANG TERHADAP CASH FLOW PERUSAHAAN MAN...FUNGSI SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PIUTANG TERHADAP CASH FLOW PERUSAHAAN MAN...
FUNGSI SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL PIUTANG TERHADAP CASH FLOW PERUSAHAAN MAN...
 
Abstraksi ika pitri ani siregar
Abstraksi ika pitri ani siregarAbstraksi ika pitri ani siregar
Abstraksi ika pitri ani siregar
 
Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...
Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...
Hubungan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban dengan efektivitas pen...
 
Makalah teori akuntansi
Makalah teori akuntansiMakalah teori akuntansi
Makalah teori akuntansi
 
Laporan ekoper nur aini a 175080507111025 fix
Laporan ekoper nur aini a 175080507111025 fixLaporan ekoper nur aini a 175080507111025 fix
Laporan ekoper nur aini a 175080507111025 fix
 
KECURANGAN YANG DISAMPAIKAN DALAM MANAJEMEN LETTER DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKA...
KECURANGAN YANG DISAMPAIKAN DALAM MANAJEMEN LETTER DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKA...KECURANGAN YANG DISAMPAIKAN DALAM MANAJEMEN LETTER DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKA...
KECURANGAN YANG DISAMPAIKAN DALAM MANAJEMEN LETTER DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKA...
 
Pengaruh modal kerja_terhadap_profitabilitas_perusahaan_manufaktur[1]
Pengaruh modal kerja_terhadap_profitabilitas_perusahaan_manufaktur[1]Pengaruh modal kerja_terhadap_profitabilitas_perusahaan_manufaktur[1]
Pengaruh modal kerja_terhadap_profitabilitas_perusahaan_manufaktur[1]
 
Studi Hubungan Mental Lokal
Studi Hubungan Mental LokalStudi Hubungan Mental Lokal
Studi Hubungan Mental Lokal
 
Modul Pembelajaran Kapita Selekta Matematika
Modul Pembelajaran Kapita Selekta MatematikaModul Pembelajaran Kapita Selekta Matematika
Modul Pembelajaran Kapita Selekta Matematika
 
PENGARUH PERPUTARAN PIUTANG, PERPUTARAN PERSEDIAAN DAN RASIO LANCAR TERHADAP ...
PENGARUH PERPUTARAN PIUTANG, PERPUTARAN PERSEDIAAN DAN RASIO LANCAR TERHADAP ...PENGARUH PERPUTARAN PIUTANG, PERPUTARAN PERSEDIAAN DAN RASIO LANCAR TERHADAP ...
PENGARUH PERPUTARAN PIUTANG, PERPUTARAN PERSEDIAAN DAN RASIO LANCAR TERHADAP ...
 
Laporan eskursi gbg kelompok 9
Laporan eskursi gbg kelompok 9Laporan eskursi gbg kelompok 9
Laporan eskursi gbg kelompok 9
 
Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)
Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)
Pedoman isi skripsi (29 mei 2009)
 
Tinjauan Akuntansi Dana Bergulir di BPKAD Kabupaten Badung
Tinjauan Akuntansi Dana Bergulir di BPKAD Kabupaten BadungTinjauan Akuntansi Dana Bergulir di BPKAD Kabupaten Badung
Tinjauan Akuntansi Dana Bergulir di BPKAD Kabupaten Badung
 
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas Brawijaya
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas BrawijayaLaporan Praktikum Oseanografi Universitas Brawijaya
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas Brawijaya
 

Ähnlich wie ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA

fungsi transfer single input
fungsi transfer single inputfungsi transfer single input
fungsi transfer single inputNisa Imoet
 
Jbptunikompp gdl-agusnovyni-25155-12-unikom a-f
Jbptunikompp gdl-agusnovyni-25155-12-unikom a-fJbptunikompp gdl-agusnovyni-25155-12-unikom a-f
Jbptunikompp gdl-agusnovyni-25155-12-unikom a-fbromo telecenter
 
Studi menara 2010
Studi menara 2010Studi menara 2010
Studi menara 2010fsfarisya
 
analisis sistem tentang sistem kontrol diskrit dan kontinu
analisis sistem tentang sistem kontrol diskrit dan kontinuanalisis sistem tentang sistem kontrol diskrit dan kontinu
analisis sistem tentang sistem kontrol diskrit dan kontinustellaandikmarini
 
Studi layanan telekomunikasi 2009
Studi layanan telekomunikasi 2009Studi layanan telekomunikasi 2009
Studi layanan telekomunikasi 2009fsfarisya
 
Laporan kerja praktek unsika 2015
Laporan kerja praktek unsika 2015Laporan kerja praktek unsika 2015
Laporan kerja praktek unsika 2015Akon Sibocil
 
Contoh Kkp MI
Contoh Kkp MIContoh Kkp MI
Contoh Kkp MIAhmad M
 
Kkpmi 111106045901-phpapp02
Kkpmi 111106045901-phpapp02Kkpmi 111106045901-phpapp02
Kkpmi 111106045901-phpapp02Bucek MyName
 
Kkp manajemen-informatika2
Kkp manajemen-informatika2Kkp manajemen-informatika2
Kkp manajemen-informatika2wiizza
 
ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...
ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...
ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...Uofa_Unsada
 
PROPOSAL SKRIPSI (1).pdf
PROPOSAL SKRIPSI (1).pdfPROPOSAL SKRIPSI (1).pdf
PROPOSAL SKRIPSI (1).pdfkhodijahnst
 
Analisis simulasi tegangan twist lock rubber tired gantry crane (rtgc) pt. pe...
Analisis simulasi tegangan twist lock rubber tired gantry crane (rtgc) pt. pe...Analisis simulasi tegangan twist lock rubber tired gantry crane (rtgc) pt. pe...
Analisis simulasi tegangan twist lock rubber tired gantry crane (rtgc) pt. pe...Syauqi Rahmat Firdaus
 
TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN BANJIR KANAL TIMUR GAYAMSARI KOTA SEMARANG
TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN BANJIR KANAL TIMUR GAYAMSARI KOTA SEMARANGTUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN BANJIR KANAL TIMUR GAYAMSARI KOTA SEMARANG
TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN BANJIR KANAL TIMUR GAYAMSARI KOTA SEMARANGRizal Budiarta
 
Buku pengantar simulasi statistik
Buku pengantar simulasi statistikBuku pengantar simulasi statistik
Buku pengantar simulasi statistikAyun Restu
 
PKL DPT DR INET (RIDHO 16).pdf
PKL DPT DR INET (RIDHO 16).pdfPKL DPT DR INET (RIDHO 16).pdf
PKL DPT DR INET (RIDHO 16).pdfANNISA735564
 

Ähnlich wie ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA (20)

Tugas Akhir
Tugas AkhirTugas Akhir
Tugas Akhir
 
fungsi transfer single input
fungsi transfer single inputfungsi transfer single input
fungsi transfer single input
 
Jbptunikompp gdl-agusnovyni-25155-12-unikom a-f
Jbptunikompp gdl-agusnovyni-25155-12-unikom a-fJbptunikompp gdl-agusnovyni-25155-12-unikom a-f
Jbptunikompp gdl-agusnovyni-25155-12-unikom a-f
 
Studi menara 2010
Studi menara 2010Studi menara 2010
Studi menara 2010
 
analisis sistem tentang sistem kontrol diskrit dan kontinu
analisis sistem tentang sistem kontrol diskrit dan kontinuanalisis sistem tentang sistem kontrol diskrit dan kontinu
analisis sistem tentang sistem kontrol diskrit dan kontinu
 
Skripsi spbu
Skripsi spbuSkripsi spbu
Skripsi spbu
 
Studi layanan telekomunikasi 2009
Studi layanan telekomunikasi 2009Studi layanan telekomunikasi 2009
Studi layanan telekomunikasi 2009
 
Laporan kerja praktek unsika 2015
Laporan kerja praktek unsika 2015Laporan kerja praktek unsika 2015
Laporan kerja praktek unsika 2015
 
Contoh Kkp MI
Contoh Kkp MIContoh Kkp MI
Contoh Kkp MI
 
Kkpmi 111106045901-phpapp02
Kkpmi 111106045901-phpapp02Kkpmi 111106045901-phpapp02
Kkpmi 111106045901-phpapp02
 
Kkp manajemen-informatika2
Kkp manajemen-informatika2Kkp manajemen-informatika2
Kkp manajemen-informatika2
 
ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...
ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...
ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...
 
PROPOSAL SKRIPSI (1).pdf
PROPOSAL SKRIPSI (1).pdfPROPOSAL SKRIPSI (1).pdf
PROPOSAL SKRIPSI (1).pdf
 
Analisis simulasi tegangan twist lock rubber tired gantry crane (rtgc) pt. pe...
Analisis simulasi tegangan twist lock rubber tired gantry crane (rtgc) pt. pe...Analisis simulasi tegangan twist lock rubber tired gantry crane (rtgc) pt. pe...
Analisis simulasi tegangan twist lock rubber tired gantry crane (rtgc) pt. pe...
 
Proposal ta kid
Proposal ta kidProposal ta kid
Proposal ta kid
 
Proposal TA kid
Proposal TA kidProposal TA kid
Proposal TA kid
 
TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN BANJIR KANAL TIMUR GAYAMSARI KOTA SEMARANG
TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN BANJIR KANAL TIMUR GAYAMSARI KOTA SEMARANGTUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN BANJIR KANAL TIMUR GAYAMSARI KOTA SEMARANG
TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN BANJIR KANAL TIMUR GAYAMSARI KOTA SEMARANG
 
Buku pengantar simulasi statistik
Buku pengantar simulasi statistikBuku pengantar simulasi statistik
Buku pengantar simulasi statistik
 
PKL DPT DR INET (RIDHO 16).pdf
PKL DPT DR INET (RIDHO 16).pdfPKL DPT DR INET (RIDHO 16).pdf
PKL DPT DR INET (RIDHO 16).pdf
 
Report
ReportReport
Report
 

Mehr von dessybudiyanti

Kapita Selekta-a space time model (Salisa & Anna)
Kapita Selekta-a space time model (Salisa & Anna)Kapita Selekta-a space time model (Salisa & Anna)
Kapita Selekta-a space time model (Salisa & Anna)dessybudiyanti
 
Presentasi "Fast and Botstrap Robust for LTS" (Mega&Ika)
Presentasi "Fast and Botstrap Robust for LTS" (Mega&Ika)Presentasi "Fast and Botstrap Robust for LTS" (Mega&Ika)
Presentasi "Fast and Botstrap Robust for LTS" (Mega&Ika)dessybudiyanti
 
Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)
Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)
Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)dessybudiyanti
 
Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)
Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)
Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)dessybudiyanti
 
Fast and Bootstrap Robust for LTS
Fast and Bootstrap Robust for LTSFast and Bootstrap Robust for LTS
Fast and Bootstrap Robust for LTSdessybudiyanti
 
Pemilihan Model Terbaik
Pemilihan Model TerbaikPemilihan Model Terbaik
Pemilihan Model Terbaikdessybudiyanti
 
APLIKASI SIX SIGMA PADA PENGUKURAN KINERJA DI UD. SUMBER KULIT MAGETAN
APLIKASI SIX SIGMA PADA PENGUKURAN KINERJA DI UD. SUMBER KULIT MAGETAN APLIKASI SIX SIGMA PADA PENGUKURAN KINERJA DI UD. SUMBER KULIT MAGETAN
APLIKASI SIX SIGMA PADA PENGUKURAN KINERJA DI UD. SUMBER KULIT MAGETAN dessybudiyanti
 
Presentasi Tentang Regresi Linear
Presentasi Tentang Regresi LinearPresentasi Tentang Regresi Linear
Presentasi Tentang Regresi Lineardessybudiyanti
 
Analisis Korespondensi
Analisis KorespondensiAnalisis Korespondensi
Analisis Korespondensidessybudiyanti
 
Optimasi Produksi Dengan Metode Respon Surface
Optimasi Produksi Dengan Metode Respon SurfaceOptimasi Produksi Dengan Metode Respon Surface
Optimasi Produksi Dengan Metode Respon Surfacedessybudiyanti
 
Simple Linier Regression
Simple Linier RegressionSimple Linier Regression
Simple Linier Regressiondessybudiyanti
 
Presentasi Tentang AHP
Presentasi Tentang AHPPresentasi Tentang AHP
Presentasi Tentang AHPdessybudiyanti
 
Dua Tahun Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Aceh Dan Nias Pasca-Tsunami : Evaluas...
Dua Tahun Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Aceh Dan Nias Pasca-Tsunami : Evaluas...Dua Tahun Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Aceh Dan Nias Pasca-Tsunami : Evaluas...
Dua Tahun Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Aceh Dan Nias Pasca-Tsunami : Evaluas...dessybudiyanti
 

Mehr von dessybudiyanti (20)

a space time model
a space time modela space time model
a space time model
 
a space-time model
 a space-time model a space-time model
a space-time model
 
Kapita Selekta-a space time model (Salisa & Anna)
Kapita Selekta-a space time model (Salisa & Anna)Kapita Selekta-a space time model (Salisa & Anna)
Kapita Selekta-a space time model (Salisa & Anna)
 
Presentasi "Fast and Botstrap Robust for LTS" (Mega&Ika)
Presentasi "Fast and Botstrap Robust for LTS" (Mega&Ika)Presentasi "Fast and Botstrap Robust for LTS" (Mega&Ika)
Presentasi "Fast and Botstrap Robust for LTS" (Mega&Ika)
 
Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)
Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)
Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)
 
Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)
Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)
Presentasi "Fast and Bootstrap Robust LTS" (Mega&Ika)
 
Fast and Bootstrap Robust for LTS
Fast and Bootstrap Robust for LTSFast and Bootstrap Robust for LTS
Fast and Bootstrap Robust for LTS
 
Greenacre Lewi
Greenacre LewiGreenacre Lewi
Greenacre Lewi
 
Deteksi Influence
Deteksi InfluenceDeteksi Influence
Deteksi Influence
 
Pemilihan Model Terbaik
Pemilihan Model TerbaikPemilihan Model Terbaik
Pemilihan Model Terbaik
 
Teknik Sampling
Teknik SamplingTeknik Sampling
Teknik Sampling
 
APLIKASI SIX SIGMA PADA PENGUKURAN KINERJA DI UD. SUMBER KULIT MAGETAN
APLIKASI SIX SIGMA PADA PENGUKURAN KINERJA DI UD. SUMBER KULIT MAGETAN APLIKASI SIX SIGMA PADA PENGUKURAN KINERJA DI UD. SUMBER KULIT MAGETAN
APLIKASI SIX SIGMA PADA PENGUKURAN KINERJA DI UD. SUMBER KULIT MAGETAN
 
Presentasi Tentang Regresi Linear
Presentasi Tentang Regresi LinearPresentasi Tentang Regresi Linear
Presentasi Tentang Regresi Linear
 
Analisis Korespondensi
Analisis KorespondensiAnalisis Korespondensi
Analisis Korespondensi
 
Optimasi Produksi Dengan Metode Respon Surface
Optimasi Produksi Dengan Metode Respon SurfaceOptimasi Produksi Dengan Metode Respon Surface
Optimasi Produksi Dengan Metode Respon Surface
 
Simple Linier Regression
Simple Linier RegressionSimple Linier Regression
Simple Linier Regression
 
Presentasi Tentang AHP
Presentasi Tentang AHPPresentasi Tentang AHP
Presentasi Tentang AHP
 
Dua Tahun Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Aceh Dan Nias Pasca-Tsunami : Evaluas...
Dua Tahun Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Aceh Dan Nias Pasca-Tsunami : Evaluas...Dua Tahun Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Aceh Dan Nias Pasca-Tsunami : Evaluas...
Dua Tahun Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Aceh Dan Nias Pasca-Tsunami : Evaluas...
 
Jurnal Time Series
Jurnal Time SeriesJurnal Time Series
Jurnal Time Series
 
Uji Klinik
Uji KlinikUji Klinik
Uji Klinik
 

Kürzlich hochgeladen

Teks Debat Bahasa Indonesia Yang tegas dan lugas
Teks Debat Bahasa Indonesia Yang tegas dan lugasTeks Debat Bahasa Indonesia Yang tegas dan lugas
Teks Debat Bahasa Indonesia Yang tegas dan lugasMuhamadIlham361836
 
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanTopik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanAyuApriliyanti6
 
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxPrakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxHaryKharismaSuhud
 
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMPBioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMPNiPutuDewikAgustina
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxsalmnor
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024ssuser0bf64e
 
sistem digesti dan ekskresi pada unggas ppt
sistem digesti dan ekskresi pada unggas pptsistem digesti dan ekskresi pada unggas ppt
sistem digesti dan ekskresi pada unggas ppthidayatn24
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxFitriaSarmida1
 
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdfAksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdfsubki124
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfIwanSumantri7
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXIksanSaputra6
 
Ceramah Antidadah SEMPENA MINGGU ANTIDADAH DI PERINGKAT SEKOLAH
Ceramah Antidadah SEMPENA MINGGU ANTIDADAH DI PERINGKAT SEKOLAHCeramah Antidadah SEMPENA MINGGU ANTIDADAH DI PERINGKAT SEKOLAH
Ceramah Antidadah SEMPENA MINGGU ANTIDADAH DI PERINGKAT SEKOLAHykbek
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
Webinar 1_Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif.pdf
Webinar 1_Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif.pdfWebinar 1_Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif.pdf
Webinar 1_Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif.pdfTeukuEriSyahputra
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...nuraji51
 
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.pptPenyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.pptpalagoro17
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxIvvatulAini
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAppgauliananda03
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Teks Debat Bahasa Indonesia Yang tegas dan lugas
Teks Debat Bahasa Indonesia Yang tegas dan lugasTeks Debat Bahasa Indonesia Yang tegas dan lugas
Teks Debat Bahasa Indonesia Yang tegas dan lugas
 
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan BerkelanjutanTopik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
Topik 4_Eksplorasi Konsep LK Kelompok_Pendidikan Berkelanjutan
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptxPrakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
Prakarsa Perubahan dan kanvas ATAP (1).pptx
 
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMPBioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMP
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
sistem digesti dan ekskresi pada unggas ppt
sistem digesti dan ekskresi pada unggas pptsistem digesti dan ekskresi pada unggas ppt
sistem digesti dan ekskresi pada unggas ppt
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
 
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdfAksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
Ceramah Antidadah SEMPENA MINGGU ANTIDADAH DI PERINGKAT SEKOLAH
Ceramah Antidadah SEMPENA MINGGU ANTIDADAH DI PERINGKAT SEKOLAHCeramah Antidadah SEMPENA MINGGU ANTIDADAH DI PERINGKAT SEKOLAH
Ceramah Antidadah SEMPENA MINGGU ANTIDADAH DI PERINGKAT SEKOLAH
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Webinar 1_Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif.pdf
Webinar 1_Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif.pdfWebinar 1_Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif.pdf
Webinar 1_Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif.pdf
 
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
 
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.pptPenyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 

ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA

  • 1. TUGAS AKHIR - ST 0315 ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA Dessy Noor Hadiyah NRP 1305 030 033 Dosen Pembimbing Ir. Arie Kismanto, M.Sc PROGRAM STUDI DIPLOMA III STATISTIKA JURUSAN STATISTIKA Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2008
  • 2. FINAL PROJECT - ST 0315 LINE BALANCING ANALYSIS AND DIFFERENCE TEST OF WORK SHIFT TO PERCENTAGE OF DEFECT AT ASSEMBLING ENGINE PROCESS IN PT. “X” JAKARTA Dessy Noor Hadiyah NRP 1305 030 033 Supervisors Ir. Arie Kismanto, M.Sc DIPLOMA III DEPARTMENT Of STATISTICS DEPARTMENT STATISTICS Faculty Of Mathematics And Natural Science Sepuluh Nopember Institute Of Technology Surabaya 2008
  • 3. LEMBAR PENGESAHAN ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Di Program Studi Diploma III Statistika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Oleh: DESSY NOOR HADIYAH NRP. 1305 030 033 Disetujui oleh Pembimbing Tugas Akhir : Ir. Arie Kismanto, M.Sc ( ) NIP : 131 652 052 Mengetahui, Ketua Jurusan Statistika FMIPA ITS Dr. Sony Sunaryo, M.Si NIP. 131 843 380 SURABAYA, JULI 2008
  • 4. ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA Nama Mahasiswa : Dessy Noor Hadiyah NRP : 1305.030.033 Jurusan : Dipl. III Statistika FMIPA-ITS Dosen Pembimbing : Ir. Arie Kismanto, M.Sc Abstrak Industri sepeda motor merupakan salah satu industri yang berkembang dikarenakan meningkatnya kebutuhan konsumen akan jenis transportasi tersebut. PT.”X” merupakan perusahaan yang bergerak di industri tersebut. Adanya beberapa operator yang bekerja secara penuh ataupun memiliki waktu menunggu cukup besar pada lini assembling engine maka akan dilakukan penyeimbangan lintasan. Selanjutnya akan dipilih penyeimbangan lintasan berdasarkan biaya minimum yaitu antara metode pembebanan berurut dan penyeimbangan alternatif. Melalui hasil perhitungan biaya diketahui bahwa biaya berdasarkan penyeimbangan alternatif merupakan biaya yang minimum sehingga lebih baik untuk diterapkan pada lini assembling engine yaitu dengan 61 stasiun kerja dan waktu siklus 18 detik. Selain itu, adanya pendugaan perbedaan persentase cacat maka dilakukan pengujian untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit pada shift 1 dan shift 2. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon dapat disimpulkan bahwa persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit pada shift 1 dan shift 2 tidak berbeda. Kata Kunci : Penyeimbangan Lintasan, Penyeimbangan Alternatif, Pembebanan Berurut, Persentase Cacat Cover Tappet Adjusting Hole Melejit, Uji Wilcoxon.
  • 5. LINE BALANCING ANALYSIS AND DIFFERENCE TEST OF WORK SHIFT TO PERCENTAGE OF DEFECT AT ASSEMBLING ENGINE PROCESS IN PT. “X" JAKARTA Name : Dessy Noor Hadiyah NRP : 1305.030.033 Department : Dipl. III Statistika FMIPA-ITS Supervisor : Ir. Arie Kismanto, M.Sc Abstract The motorcycle industry represent one of industry expanding because of the increasing of consumer requirements for that transportation. PT. “X” is the company that active in that industry. Because of some operator work fully or have long idle time at assembling engine line so line balancing will be done. Than, the line balancing that has the minimum cost will be selected, that is among the load series method and alternative balancing. Based on the result of cost calculation, the alternative balancing gives the minimum cost so it is better to applied at assembling engine line, that is with 61 work station and 18 second in cycle time. Besides that, based on estimate of difference percentage of cover tappet adjusting hole that run off defect at first shift and second shift, a test will be done to proving that. From the Wilcoxon test, there are known that no difference of percentage of cover tappet adjusting hole that run off defect at first shift and second shift. Key Words : Line Balancing, Alternative Balancing, Load Series Percentage Of Cover Tappet Adjusting Hole That Run Off Defect, Wilcoxon Test.
  • 6. KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin. Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Laporan Tugas Akhir dengan judul ” ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA”. Laporan Tugas Akhir ini tidak akan terselesaikan dengan baik apabila tanpa bantuan dari pihak lain. Bersama ini penulis mengucapkan rasa terima kasih sebesar- besarnya kepada : 1. Bapak Drs. Sonny Sunaryo, M.Si, selaku Ketua Jurusan Statistika FMIPA ITS Surabaya. 2. Ibu Ir. Mutiah Salamah, M.Kes selaku Koordinator Tugas Akhir Jurusan Statistika FMIPA ITS Surabaya 3. Bapak Ir. Arie Kismanto, M.Sc selaku dosen pembimbing Tugas Akhir. Terima kasih atas bimbingannya selama ini. 4. Bapak Teguh selaku pembimbing di PT.”X” yang telah memberikan pengetahuan dan sarannya selama ini. 5. Bapak, Ibu dan saudara-saudara penulis atas motivasi, bantuan, semangat serta doa yang tak hentinya diberikan. 6. Rekan-rekan D3 Statistika 2005, serta seluruh warga Statistika ITS yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin. Surabaya, Juni 2008 Penulis
  • 7. DAFTAR ISI Halaman Judul.......................................................................................... i Lembar Pengesahan ................................................................. iii Abstrak....................................................................................... iv Kata Pengantar .......................................................................... vi Daftar Isi.................................................................................... vii Daftar Gambar............................................................................ ix Daftar Tabel............................................................................... x BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang............................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah.................................................... 2 1.3 Tujuan......................................................................... 2 1.4 Manfaat....................................................................... 3 1.5 Batasan Masalah......................................................... 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Perusahaan ................................... 5 2.2 Assembling Engine Sepeda Motor............................. 6 2.3 Peta Operasi Assembling Engine.............................. 15 2.4 Konsep Keseimbangan Lintasan Perakitan................ 19 2.5 Uji Kenormalan Kolmogorov-Smirnov...................... 22 2.6 Pengujian Dua Rata-Rata…………………………… 23 2.7 Pengamatan Berpasangan………………………….. 24 2.8 Uji Wilcoxon Untuk Data Berpasangan……………. 25 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sumber Data.............................................................. 27 3.2 Variabel Penelitian.................................................... 27 3.3 Langkah Analisis Data.............................................. 28 3.4 Diagram Alir Analisis............................................... 30
  • 8. BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyeimbangan Lintasan Dengan Metode Pembebanan Berurut.................................................. 33 4.2 Penyeimbangan Alternatif......................................... 40 4.3 Perbandingan dari Segi Biaya.................................... 44 4.4 Uji Kenormalan Data................................................. 46 4.5 Uji Wilcoxon............................................................. 47 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan................................................................. 49 5.2 Saran........................................................................... 49 Daftar Pustaka............................................................................. 51 Lampiran
  • 9. DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Peta Operasi Assembling Engine........................... 18 Gambar 3.1 Diagram Alir Analisis Penyeimbangan Lintasan... 30 Gambar 3.2 Diagram Alir Analisis Perbedaan Cacat Cover Tappet Adjusting Hole Melejit…………............... 31
  • 10. DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1 Struktur Data Persentase Cacat.................................. 28 Tabel 4.1 Pembebanan Pekerjaan Pada Stasiun Kerja............... 35 Tabel 4.2 Pemindahan Elemen Kerja..........................................40 Tabel 4.3 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator Tambahan 1…………………...........................……. 42 Tabel 4.4 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator Tambahan 2…………………...........................……. 42 Tabel 4.5 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator Tambahan 3…………………...........................……. 43 Tabel 4.6 Uji Kenormalan Persentase Cacat...............................46
  • 11. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang industri telah mengalami kemajuan pesat setelah diperlakukannya era pasar bebas. Salah satu industri yang berkembang adalah industri sepeda motor dikarenakan meningkatnya kebutuhan konsumen akan jenis transportasi tersebut. Persaingan yang begitu tajam terjadi akibat banyaknya merek pendatang baru. Perusahaan yang dapat memenuhi selera serta kebutuhan konsumen melalui keunggulannya yang akan mendominasi pasar. PT. “X” merupakan perusahaan sepeda motor yang telah lama berada di Indonesia dalam memenuhi kebutuhan konsumennya akan alat transportasi yang tangguh, irit, serta ekonomis. Di PT. “X” lini assembling engine merupakan bagian yang memiliki operasi yang cukup banyak dalam pelaksanaannya. Pada bagian tersebut terdapat beberapa operator yang bekerja secara penuh ataupun memiliki waktu menunggu cukup besar yaitu operator yang telah menyelesaikan pekerjannya namun masih harus menunggu benda kerja dari stasiun sebelumnya. Hal tersebut tentunya akan mengganggu kelancaran proses pada lini assembling engine yang pada akhirnya akan berdampak pada jumlah engine yang dihasilkan. Dengan pendapatan gaji yang sama pada operator namun dengan tingkat kuantitas pekerjaan yang berbeda dapat menimbulkan adanya kecemburuan dari operator serta mempengaruhi operator dari segi moralis. Berdasarkan hal tersebut salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan keseimbangan lintasan sehingga diharapkan akan diperoleh kelancaran proses dari operasi kerja satu ke operasi kerja yang lain. Hasil produksi yang tidak sesuai merupakan hal yang tidak dapat dihindari pada suatu proses. Besarnya jumlah kecacatan yang terjadi tentunya akan menyebabkan kerugian pada pihak produksi. Salah satu cacat yang terjadi di assembling
  • 12. engine yaitu cacat cover tappet adjusting hole melejit. Cacat tersebut merupakan cacat terbesar yang terjadi pada engine dari sepeda motor tipe bebek 125cc tepatnya terjadi pada engine bagian cylinder head. Cacat cover tappet adjusting hole melejit terjadi karena tidak terpasanganya o-ring sesuai alur dan apabila cacat ini terjadi maka akan menyebabkan kebocoran pada oli sehingga akan berakibat kerusakan pada engine. Selanjutnya berdasarkan adanya pendugaan terhadap perbedaan persentase cacat maka akan dilakukan pengujian untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit yang terjadi akibat shift kerja. Adanya keadaan yang homogen pada shift 1 dan shift 2 maka akan dipergunakan pengujian untuk data berpasangan. 1.2 Perumusan Masalah Permasalah yang diambil dalam penelitian ini adalah:. 1. Bagaimanakah hasil penyeimbangan lintasan pada lini assembling engine yang akan dipilih berdasarkan biaya minimum? 2. Adakah perbedaan persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit pada engine yang terjadi akibat shift kerja? 1.3 Tujuan Berdasar perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis penyeimbangan lintasan pada lini assembling engine yang akan dipilih berdasarkan biaya minimum. 2. Menganalisis ada tidaknya perbedaan persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit pada engine yang terjadi akibat shift kerja.
  • 13. 1.4 Manfaat Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kondisi proses pada lini assembling engine dari sepeda motor. 2. Sebagai suatu masukan untuk perusahaan dalam memperbaiki dan menyeimbangkan lintasan melalui hasil penyeimbangan yang didapatkan. 3. Hasil dari pengujian perbedaan persentase cacat nantinya akan dapat digunakan sebagai informasi bagi perusahaan mengenai keadaan proses dari shift 1 dan shift 2. 1.5 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data hasil pengidentifikasian cacat pada engine merupakan persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit yang terjadi akibat proses assembling engine untuk sepeda motor tipe bebek 125cc bulan Oktober, November, dan Desember tahun 2007. 2. Penyeimbangan lintasan hanya dilakukan pada lini assembling engine untuk sepeda motor tipe bebek 125cc. 3. Penelitian disini hanya dilakukan sampai tahap analisis, dikarenakan perusahaan tidak mengijinkan melakukan penerapan hasil analisis pada pelaksanaan produksi.
  • 14. “Halaman ini sengaja dikosongkan”
  • 15. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Perusahaan PT. “X” merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi sepeda motor di Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada 11 Juni 1971 dengan nama PT Federal Motor. Pada tahun 2001 perusahaan mulai menggunakan nama yang dipakai saat ini, yang mana sebuah pengembangan kerja sama antara salah satu manufakturing terkenal Jepang dan mulai beroperasional sejak 1 Januari 2001. Sejak berdirinya hingga saat ini produksi kumulatif perusahaan ini telah memproduksi lebih dari 15 juta unit sepeda motor. Jenis sepeda motor yang diproduksi di PT. “X” diantaranya adalah: 1. Tipe Sport Tipe ini mengacu penggunaaan engine dengan kemiringan sekitar 30 hingga 45 derajat. 2. Tipe Cub Sepeda motor yang mana pemindahan gigi transmisi dilakukan secara manual dan memiliki kemiringan engine dibawah 10 derajat. 3. Tipe Matic Sepeda motor jenis skuter yang menggunakan teknologi sistem transmisis yang disalurkan melalui sabuk yang disebut V-Belt. Menyebabkan tidak perlu dilakukan pemindahan gigi secara manual. Selanjutnya aktivitas ataupun kegiatan utama dari PT. “X” adalah : 1. Pembuatan Cetakan Dies Dan Mould Tahapan pembuatan alat cetak untuk proses pencetakan part plastik pada sepeda motor, misalnya body pada motor. 2. Pembuatan Komponen Pressing Sepeda Motor Tahapan pemotongan, pengepresan, pencetakan serta pembentukan plat bagian dari sepeda motor
  • 16. 3. Pengelasan Rangka Sepeda Motor Penyambungan atau pengelasan dari hasil kegiatan pressing 4. Pengecatan Dan Pelapisan Plating Komponen Sepeda Motor Proses pengecatan pada bagian sepeda motor setelah proses pengelasan serta proses pemberian lapisan plating bagian rim sepeda motor. 5. Injeksi Untuk Komponen Plastik Sepeda Motor Proses pencetakan part plastik pada sepeda motor, misalnya body pada motor. 6. Machining Komponen Engine Sepeda Motor Proses pembentukan part yang lebih spesifik dari engine sepeda motor yang mana pembentukan tersebut disesuaikan dengan drawing. Meliputi proses pengeboran, pembuatan ulir. 7. Perakitan Engine Sepeda Motor Proses perakitan komponen-komponen engine sepeda motor diantaranya crank case R dan L. 8. Perakitan Unit Sepeda Motor Proses perakitan komponen unit motor baik itu dari rangka, body, engine, roda, serta part-part elektrik dan komponen-komponen lainnya. 9. Pemasaran Unit Dan Komponen Sepeda Motor Bagian yang menangani unit penjualan sepeda motor kepada konsumen. 10. Supervisi Dan Pengembangan Jaringan Service Pelayanan perawatan atau perbaikan purna penjualan terhadap konsumen 2.2 Assembling Engine Sepeda Motor Salah satu aktivitas ataupun kegiatan di PT. X adalah assembling engine. Dalam kegiatan ini, operasi perakitan yang dilakukan adalah perakitan bagian crank case R (right), crank
  • 17. case L (left), serta penggabungan antara crank case R dan L (sesuai Gambar 3.1 ) A. Bagian Crank Case R (right) Operasi yang dilakukan pada perakitan crank case R adalah: 1. Press Bearing Crank Case R Press bearing crank case merupakan operasi pemasangan dan pengepresan bearing pada crank case right dengan menggunakan mesin press. Selanjutnya dilakukan pemasangan packing drain cock 12,5x2, pin shift return spring, serta bolt plug drain 12mm. 2. Pengencangan Bolt Plug Drain 12 mm Hasil pemasangan bolt plug drain pada operasi press bearing selanjutnya dikencangkan dan dilanjutkan pemasangan plate bearing hold, bolt flange, plug sealing dan screen oil filter. 3. Bolt Stud Cylinder Merupakan proses pemasangan dan pengencangan 2 buah bolt stud cylinder yang selanjutnya dilakukan pengencangan torsi pada pin shift return spring. 4. Press Fit Crank Shaft Operasi ini merupakan penembakan ulir crank shaft comp dengan mesin press. Selanjutnya dilakukan pengecekan torsi pada bolt plug drain 12mm. 5. Transmisi Tahap transmisi merupakan tahap pemasangan shaft assy dan kick starter assy. Selanjutnya dilakukan pemasangan drum gear shift serta pin dowel 10x12 6. Fork Transmisi Tahap fork transmisi merupakan pemasangan fork L, gear shift serta fork R, gear shift pada mission assy. Selanjutnya dilakukan pemasangan spring contact dan cap contact change switch pada gear shift drum.
  • 18. B. Bagian Crank Case L (left). Operasi yang dilakukan pada perakitan crank case L adalah: 1. Numbering Merupakan pemberian nomor pada engine bagian crank case comp L. Nomor disesuaikan dengan barcode dan diproses menggunakan mesin numbering. 2. Press Bearing Crank Case L Operasi ini merupakan proses pemasangan dan pengepresan bearing dan oil seal pada crank case L dengan menggunakan mesin press bearing. 3. Liquid Gasket Merupakan operasi pemasangan dan pengencangan bolt stud cyilinder hitam dan kuning. Selanjutnya dilakukan proses bonding dengan menggunakan mesin liquit gasket. C. Bagian Penggabungan Selanjutnya Operasi pada tahapan penggabungan dan operasi lanjutan hasil penggabungan crank case L dan R pada engine, yaitu: 1. Joining Crank Case Operasi joining crank case merupakan operasi penggabungan antara crank case R dan L dengan posisi area bonding crank case L di bawah. Selanjutnya dilakukan pemasangan bolt flange SH 6x60 di bagian crank case comp L. 2. Bolt Crank Case Tahap Bolt Crank case merupakan tahap pemasangan dan pengencangan 6 bolt flange SH 6x60 dan dilanjutkan pemasangan 2 pin dowel 10x12. 3. Contact Assy Change Switch Merupakan tahap pemasangan O-ring 19,4x2,3, contact assy change switch, serta bolt flange 6x16 yang selanjutnya akan dikencangkan. 4. Ring Piston Tahap pemasangan ring piston oil, ring piston 2nd, ring piston Top dan clip piston pin pada piston.
  • 19. 5. Piston Assy Piston assy merupakan operasi pemasangan gasket cylinder yang dilanjutkan dengan pemasangan piston assy serta pin piston (yang dipasang CLIP, Piston pin 13mm) pada crank shaft. 6. Cylinder Assy Tahap cylinder assy merupakan operasi pemasangan cylinder assy pada bagian crank case assy. Selanjutnya pada cylinder assy dipasang part guide cam chain. 7. Chain Cam Operasi ini merupakan tahap pemasangan 2 part pin dowel 10x12 pada cylinder assy. Pemasangan gasket cylinder head pada cylinder comp, serta pemasangan sprocket cam dan chain cam pada cylinder comp. 8. Shaft Comp Cam Tahap pemasangan plunger cam set, spring plunger, washer sealing, dan bolt flange 6x12 (lalu dikencangkan). Dilanjutkan pemasangan shaft comp cam pada head assy cylinder . 9. Arm Assy dan Valve rocker Tahap pemasangan arm assy valve rocker dan shaft rocker arm pada head assy cylinder. 10. Cylinder Head Assy Operasi ini merupakan pemasangan pada bagian cylinder head assy, yaitu washer sealing 8mm orange serta silver. Dilanjutkan pemasangan 4 nut cap 8mm. 11. Tightening Nut cap Merupakan pemasangan dan pengencangan bolt flange SH 6x95 pada cylinder head. Selain itu pengencangan nut cap dari proses sebelumnya. Setelah mengubah posisi engine dengan sisi kanan diatas dilanjutkan dengan pemasangan sprocket drive 14T pada shaft assy. 12. Timing Timing merupakan Operasi pemasangan dan pengencangan bolt knock 5mm pada sprocket Cam.
  • 20. Dilanjutkan pemasangan tensioner assy cam chain pada crank case comp L. 13. Tightening Bolt Sprocket Drive Tahap pemasangan dan pengencangan plate fixing, 2 bolt hex 6x10 pada sprocket drive. Dilanjutkan pemasangan plate tensioner set dan bolt flange 6x14 yang dikencangkan pada bagian crank case L side. 14. Lifter Assy Tensioner Lifter Assy Tensioner merupakan tahap pemasangan lifter assy tensioner, gasket tensioner lifter, dan 2 bolt flange SH 6x22 yang selanjutnya dikencangkan pada area cylinder comp. 15. Transfering Engine Pada operasi ini dilakukan pelepasan stopper pada lifter assy tensioner. Dilanjutkan pemasangan bearing needle 21x25x18 pada crankshaft comp dan pemberian marking untuk hasil numbering “OK” pada crank case L. Setewlah itu dilakukan pengecekan torsi bolt knock 5mm. 16. Plate Bearing Push Merupakan operasi pemasangan plug bearing push dan spring bearing push pada crank case sisi kiri. Pada area yang sama dilanjutkan pemasangan plate bearing push dan 2 bolt flange 6x14 yang kemudian dilakukan pengencangan. Selain itu dilakukan pengecekan torsi pada bolt flange 6x10. 17. Fly Wheel Comp Tahap pemasangan, pengencangan dan pemeriksaan torsi bolt socket 6mm pada fly wheel.125 18. Flywheel Assy Tahapan ini merupakan pengecekan hasil pemasangan plate bearing push yang dilanjutkan pemasangan gear starter driven, fly wheel assy, washer 24x12x2,3, dan nut flange 12mm (dilanjutkan ke pengencangan).
  • 21. 19. Screw Pan Lifter Assy Tensioner Operasi ini merupakan tahapan pemasangan sensor assy speed, bolt plange 6x16 pada bagian crank case L. Dilanjutkan pemasangan part o-ring 1,5x9,5 dan screw pan 6x6 pada lifter assy. 20. Gear Oil Pump Drive Gear Oil Pump Drive merupakan operasi pemasangan dowel pin 3x5 dan gear oil pump drive pada crank shaft comp R, pin dowel 8x12 pada crank case R, yaitu sebelah luar untuk cover R dan bagian dalam untuk oil pump. Dilanjutkan pemasangan retainer kick spring dan collar kick retainer pada kick starter spindle. 21. Spindle Gearshift Tahap penyatuan plate comp clutch lifter dan bolt clutch adjusting. Dilanjutkan pemasangan spring gear shift arm dan return serta spindle gear shift. Selain itu dilakukan pemasangan o-ring tappet adjusting. 22. Stopper Comp Gearshift Operasi ini merupakan pemasangan roller 3x8,5, plate comp shift drum stopper pada drum gear shift. Dilanjutkan pemasangan spring shift drum stopper, washer 6,1 mm, stopper comp gearshift, dan pivot shift drum stopper pada crank case R. 23. Motor Assy Starter (1) Tahap pemasangan kabel starter motor dan nut wash 6mm (dilakukan pengencangan) pada motor starter. 24. Motor Assy Starter(2) Operasi ini merupakan pemasangan motor assy set starter pada crank case L yang kemudian dipasang bolt flange 6x25. Selain itu dipasang beberapa part pada crank case R dan Drum gear shift. 25. Oil Pump Assy Tahapan ini merupakan tahapan pengecekan hasil pemasangan pin dowel 3x5 dan oil pump drive serta
  • 22. pemasangan oil pump assy dan bolt flange 6x35 pada crank case R. 26. Spring Kick Return Tahap pengencangan bolt flange dan pemasangan spring kick return dan collar kick return pada kick starter assy. Dilanjutkan pengecekan torsi pada socket bolt 6x16. 27. Clutch Assy Merupakan Operasi penghubungan antar gear dilanjutkan pemasangan washer 14mm dan nut lock pada cluth assy. 28. Tightening Nut Lock 14mm Proses ini melakukan pengencangan nut lock 14 mm clutch. Dilanjutkan pemasangan washer lock, washer lock B, dan nut lock 14mm pada plate assy primary drive. 29. Lever Assy Clutch Tahapan pemasangan gasket R crank case cover, bearing ball radial 16003, lever assy clucth, retainer comp ball, spring cam plate side, dan cam plate comp clutch. 30. Cover Oil Filter Tahapan pemasangan gasket oil filter dan cover oil filter (dilanjutkan pemasangan dan pengencangan bolt SPL flange 5x8) pada plate assy primary drive. 31. Press Bearing Cover R Crank Case Tahap pemasangan dan pengepresan part bearing dan oil seal pada cover crank case R dengan menggunakan mesin press bearing. 32. Cover R Crankcase(1) Tahap pelumasan bearing ball dan pemasangan gauge oil level assy, plate clutch lifter assy, oring, washer, dan nut hex pada cover r crank case. 33. Cover R Crankcase(2) Proses pengecekan torsi pada bolt dan pemasangan cover comp R crankcase dan bolt flange SH 6x40 pada cover.
  • 23. 34. Bolt Cover R Crank Case Tahap pemasangan dan pengencangan seluruh bolt flange SH 6x40 dan gauge oil level assy pada cover R crank case. 35. Setting Clutch Adjusting Tahap penyetingan bolt clutch adjusting pada cover comp R crankcase dilanjutkan pengecekan torsi pada bolt. 36. Pipe Comp Air Feed Operasi ini merupakan pemasangan pipe comp air feed dan bolt flange SH 6x16 (kemudian dikencangkan) pada head comp set cylinder. 37. Setting Nut Adjusting Tappet Tahapan ini merupakan tahap pemasangan fueller diantara valve IN dan bolt adjusting tappet yang dilanjutkan dengan penyetingan dan pengecekan clearence tappet setelah pelepasan fueller. 38. Spark plug Tahap pemasangan spark plug pada head assy cylinder dilanjutkan pengecekan clerence tappet. 39. Cover Tappet Adjusting Hole Merupakan tahap pemasangan cover tappet adjusting hole setelah pemeriksaan o-ring terlebih dahulu. Dilanjutkan pengecekan torsi pada spark plug. 40. Cover L Cylinder Head Side Tahap pemasangan bolt fange 6x110, washer sealing 12mm, gasket L cylinder head side cover, cover L cylinder head side pada head assy cylinder. Dilanjutkan pemasangan shaft redustion gear dan gear starter reduction pada crank case comp L. 41. Cap Cover L Crankcase Tahap pemasangan o-ring dan cap pada cover L crank case. 42. Stator Comp Tahap pemasangan stator comp pada cover L crank case dengan memasang ACG gromet terlebih dahulu.
  • 24. 43. Pulser Tahap pengencangan bolt flange SH 6x22 dilanjutkan pemasangan dan pengencangan bolt flange SH 6x16. Dilanjutkan pemeriksaan torsi dari keseluruhan bolt pada cover L crank case. 44. Cover L Crankcase Tahap pemasangan collar starter reduction pada shaft reduction gear. Dilanjutkan pemasangan pin dowell 8x12, gasket L crank case cover, cover L pada crank case comp L serta pemasangan socket pada sensor. 45. Bolt Cover L Crankcase Tahap pemasangan dan pengencangan bolt flange SH 6x28, clamper over flow, bolt flange SH 6x35 pada cover L crank case. 46. Leak Tester Tahap pemeriksaan kebocoran pada engine serta penempelan barcode pada cover L. Dilanjutkan pemasangan gasket carburator insulator, pipe comp inlet, dan bolt pada cylinder head. 47. Oil Filling Tahap pengisian oli pada engine dilanjutkan pemasangan tube assy beather pada joint beather dan pengencangan bolt flange. 48. Stampling Tahap pemberian stempel “OK” warna biru dan counter produksi pada tag engine setelah pemeriksaan oli pada engine. 49. Transfering Firing Tahap pemberian stempel tanggal produksi dilanjutkan pengangkatan engine “OK” ke firing inspection dan engine “NG” ke bagian repair. Pemeriksaan dilakukan secara 100% . Selanjutnya di tiap proses akan selalu dilakukan pemeriksaan secara visual oleh operator atas hasil perakitan yang telah dilakukan.
  • 25. 2.3 Peta Operasi Assembling Engine Berikut ini merupakan peta operasi dari assembling engine di perusahaan “X”: Crank case L Crank case R Press bearing 7 Numbering 1 crank case R Press bearing Bolt plug 8 2 crank case L drain 12mm Liquit Bolt stud 9 3 gasket cylinder 4 Press fit crank shaf 5 transmisi 6 Fork transmisi piston 10 Joining 13 Ring piston crank case Bolt 11 crank case 12 Contact assy change switch 14 Piston assy A
  • 26. Head cylinder assy A 17 Saft comp cam Cylinder 15 assy Arm assy 18 Valve rocker Chain cam 16 19 Cylinder head assy 20 Tightening nut cap 21 timing Fly wheel Tightening 22 bolt sprocket drive 26 Fly wheel comp Lifter Assy 23 Lifter assy Tensioner tensioner 24 Transfering engine 25 Plate bearing push 27 Flywheel assy 28 Screw pan lifter assy tensioner B
  • 27. Spindle comp B gear shift Motor assy set 30 Spindle gearshift 29 Gear oil pump starter drive 32 Motor assy Stopper comp 31 starter (1) gearshift 33 Motor assy starter (2) 34 Oil pump assy 35 Spring kick return 36 Clutch assy Cover R crank case 37 Tightening nut Press bearing cover lock 14mm R crank case 40 38 Lever assy clutch Cover R crank 41 case (1) 39 Cover oil filter Cover R crank 42 case (2) 43 Bolt cover R crankcase C
  • 28. C Cover L crank case Setting cluth 44 adjusting Pipe comp 50 Cap cover L 45 air feed crank case Setting nut 46 51 Stator comp adjusting tappet 47 Spark plug 52 pulser Cover tappet 48 adjusting hole Cover L cylinder 49 head side Cover L 53 crank case Bolt cover L 54 crankcase 55 Leak tester 56 Oil filling 57 stampling 58 Transfering firing Gambar 2.1 Peta Operasi Assembling Engine
  • 29. 2.4 Konsep Keseimbangan Lintasan Perakitan Keseimbangan lintas perakitan berhubungan erat dengan produksi massal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan ke dalam beberapa pusat-pusat kerja, yang untuk selanjutnya disebut sebagai stasiun kerja. Waktu yang diizinkan untuk menyelesaikan elemen pekerjaan itu ditentukan oleh kecepatan lintas perakitan. Semua stasiun kerja sedapat mungkin harus memiliki waktu siklus yang sama. Bila suatu stasiun kerja memiliki waktu dibawah waktu siklus idealnya, maka stasiun tersebut akan memiliki waktu menganggur. Tujuan akhir dari keseimbangan lintas adalah meminimasi waktu menganggur ditiap stasiun kerja, sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi pada setiap stasiun kerja (Nasution, 1999). Menurut James (1983) berdasarkan karakteristik proses pengerjaan yang dilakukan lintasan produk dibagi dua macam: 1. Lintasan Fabrikasi Lintasan fabrikasi merupakan lintasan produksi yang terdiri dari sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau merubah sifat-sifat dari benda kerja. 2. Lintasan Assembling Lintasan assembling merupakan suatu lintasan produksi yang terdiri dari sejumlah operasi perakitan komponen atau material yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja. Permasalahan keseimbangan lintasan paling banyak terjadi pada proses perakitan (assembling) dibandingkan pada proses pabrikasi. Pabrikasi dari sub komponen-komponen biasanya memerlukan masin-masin berat dengan siklus panjang. Ketika beberapa operasi dengan peralatan yang berbeda dibutuhkan secara proses seri, maka terjadilah kesulitan dalam menyeimbangkan panjangnya siklus-siklus mesin, sehingga utilisasi kapasitas menjadi rendah. Pergerakan yang terus menerus kemungkinan besar dicapai dengan operasi-operasi perakitan yang dibentuk secara manual ketika beberapa dapat dibagi-bagi menjadi tugas kecil dengan durasi waktu yang pendek. Semakin
  • 30. besar fleksibilitas dalam mengkombinasikan beberapa tugas, maka semakin tinggi pula tingkat keseimbangan yang dapat dicapai (Nasution, 1999). 2.4.1 Data Pada Perencanaan Keseimbangan Data yang harus dimiliki dalam merencanakan keseimbangan lintas perakitan menurut Nasution (1999) adalah: 1. Suatu jaringan kerja (terdiri atas rangkaian simpul dan anak panah) yang menggambarkan urutan perakitan, urutan perakitan ini dimulai dan berakhir dari suatu simpul. Tiap simpul menggambarkan operasi yang dilakukan, sementara anak panah menunjukkan kelanjutan operasi tersebut ke simpul lainnya. 2. Data waktu baku pekerjaan tiap operasi Diturunkan dari perhitungan waktu baku pekerjaan operasi perakitan. 3. Waktu siklus yang diinginkan. Diperoleh dari kecepatan produksi lintas produksi tersebut, atau dari waktu operasi terpanjang jika waktu siklus yang diinginkan lebih kecil dari waktu operasi terpanjang . 2.4.2 Waktu Siklus (cycle time) Menurut Wignjosoebroto (2000), waktu siklus (Tc) biasanya diatur atau dipengaruhi oleh output (Q) yang dikehendaki selama periode waktu produksi (P) dengan formulasi: P (2.1) Tc = Q Output dalam hal ini harus juga memperhitungkan kelonggaran yang diantisipasikan terhadap adanya produk cacat yang harus ditolak. Demikian juga untuk periode waktu produksi P juga sudah memperhitungkan adanya ”downtime”, misalnya disaat conveyor suatu saat tidak berfungsi.
  • 31. 2.4.3 Penentuan Jumlah Stasiun Kerja Jumlah stasiun kerja yang akan terbentuk dapat diperkirakan dengan cara membagi total waktu kerja dengan waktu siklus. Dalam hal ini jumlah stasiun dapat dihitung dengan rumus: m ∑ Tei N= i =1 (2.2) Tc Keterangan: N = Jumlah stasiun kerja Tei = Waktu operasi kerja, dimana i=1,2,3,...,m Tc = Waktu siklus 2.4.4 Metode Pembebanan Berurut Langkah penugasan pekerjaan pada stasiun kerja dengan menggunakan metode ini berbeda pada urutan prioritas pembebanan pekerjaan. Langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode pembebanan berurut menurut Nasution (1999) adalah: 1. Menghitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu siklus yang diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi terbesar itu lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan. 2. Membuat matrik operasi pendahulu (p) dan operasi pengikut (F) untuk setiap operasi berdasarkan jaringan kerja perakitan. Jumlah matriks operasi pendahulu ialah jumlah busur terbanyak dari operasi kerja sedangkan jumlah kolom pada matriks operasi pengikut ialah jumlah besar keluar terbanyak. 3. Memperhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu P yang semuanya terdiri dari angka 0 dan bebankan elemen pekerjaan terbesar yang mungkin terjadi, jika ada lebih dari 1 baris yang memiliki seluruh elemen sama dengan nol.
  • 32. 4. Memperhatikan nomor elemen dibaris matriks kegiatan pengikut F yang bersesuaian dengan elemen yang telah ditugaskan. Setelah itu kembali perhatikan lagi baris pada matriks P yang ditunjukkan, ganti nomor identifikasi elemen yang telah dibebankan ke stasiun kerja dengan nol. 5. Melanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan itu pada tiap stasiun kerja dengan ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus. Proses ini dikerjakan hingga semua baris pada matriks P bernilai 0. 6. Menghitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk. 2.5 Uji Kenormalan Kolmogorov-Smirnov Uji kenormalan Kolmogorov-Smirnov biasanya digunakan pada data yang bersifat kontinyu. Penerapan pengujian ini menggunakan dua buah fungsi distribusi kumulatif yaitu distribusi kumulatif yang ditentukan sebagai hipotesis serta distribusi kumulatif dari data yang teramati. Menurut Daniel (1989) asumsi dari pengujian ini adalah data terdiri atas hasil- hasil pengamatan bebas X1, X2,..., Xn, yang merupakan sebuah sampel acak berukuran n dari suatu fungsi yang belum diketahui dan dinyatakan dengan F(x). Selanjutnya uji Kolmogorov- Smirnov dapat diringkas dalam langkah-langkah berikut: Hipotesis : H0 : F ( x) = F0 ( x) , Data berdistribusi Normal H1 : F ( x) ≠ F0 ( x) , Data tidak berdistribusi Normal Statistik Uji : D = sup S ( x ) − Fo ( x ) (2.3) x Dimana : S(x) : Proporsi nilai-nilai pengamatan dalam sampel yang kurang dari atau sama dengan x F0(x) : Fungsi peluang kumulatif distribusi yang dihipotesiskan (Normal)
  • 33. D : Nilai supremum untuk semua x dari selisih nilai mutlak S(x) dan F0(x) Daerah Kritis : Tolak H0 pada taraf signifikansi α jika D > D(1-α,n) Untuk data di atas 40 maka nilai Dtabel diperoleh melalui rumus: 1,36 D= (2.4) n 2.6 Pengujian Dua Rata-Rata Pengujian dua rata-rata dilakukan apabila akan dibandingkan dua macam perlakuan. Pengujian dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan atas rata-rata populasi satu dengan rata-rata populasi lain. Menurut Walpole (1995) dua sampel acak yang bebas berukuran masing-masing n1 dan n 2 diambil dari dua populasi dengan rataan µ1 dan µ 2 dan variansi σ 12 dan σ 2 , Bentuk hipotesis pengujian dua arah dan 2 daerah kritis statistik uji Z mengikuti distribusi normal adalah: Hipotesis: H0 : µ1 − µ 2 = d 0 H1 : µ1 − µ 2 ≠ d 0 Dengan statistik uji: ( X − X 2 ) − ( µ1 − µ 2 ) Z= 1 (2.5) σ 12 σ2 2 + n1 n2 Bila dianggap bahwa σ 1 = σ 2 = σ maka statistik uji di atas menyusut menjadi ( X − X 2 ) − ( µ1 − µ 2 ) Z= 1 (2.6) 1 1 σ + n1 n 2 Selanjutnya tolak H0 bila z > zα / 2
  • 34. 2.7 Pengamatan Berpasangan Pada tahap ini merupakan cara penaksiran selisih dua rataan bila sampelnya tidak bebas dan variansi kedua populasi tidak perlu sama. Menurut Walpole (1995) persyaratan kedua populasi dikaitkan pada setiap satuan percobaan yang homogen, dengan demikian setiap satuan percobaan mempunyai sepasang pengamatan, satu untuk setiap populasi. Dianggap d1 , d 2 ,..., d n merupakan selisih pada pasangan pengamatan. Selisih ini menyatakan nilai sampel acak dari D1 , D2 ,..., Dn yaitu selisih populasi yang akan kita anggap berdistribusi normal dengan rataan µ D = µ1 − µ 2 dan variansi σ D . Akan kita taksir σ D 2 2 2 dengan s d , variansi selisih yang membentuk sampel . Penaksir titik µ D ialah D . Perhitungan selang kepercayaan untuk µ1 − µ 2 dalam hal ini didasarkan pada peubah acak D − µD T= (2.7) Sd n Permasalahan dua sampel pada dasarnya disederhanakan menjadi permasalahan satu sampel dengan menggunakan selisih d1 , d 2 ,..., d n . Jadi hipotesisnya berbentuk: H0: µ1 = µ 2 atau µ D = µ1 − µ 2 = 0 H1: µ1 ≠ µ 2 atau µ D = µ1 − µ 2 ≠ 0 Uji statistik hasil perhitungan menjadi d − d0 t= (2.8) sd n Dengan daerah kritis t < − tα / 2 dan t > tα / 2
  • 35. 2.8 Uji Wilcoxon Untuk Data Berpasangan Uji Wilcoxon digunakan untuk kasus dua sampel berhubungan bila skala pengukuran memungkinkan kita menentukan bukan hanya apakah anggota-anggota suatu pasangan hasil pengamatan berbeda, tetapi juga besar beda selisih yang terjadi. Menurut Daniel (1989) Uji peringkat bertanda Wilcoxon untuk data berpasangan cocok untuk digunakan bila akan dianalisis beda-beda antara hasil-hasil pengamatan yang berpasangan. Dalam uji Wilcoxon, hipotesis yang dipergunakan untuk uji dua arah adalah: H0 : Selisih median populasi adalah sama dengan 0 H1 : Selisih median populasi adalah tidak sama dengan 0 Adapun statistik uji dan daerah penolakan yang dipergunakan dalam uji tanda adalah: T = T+ atau T = T- yang lebih kecil dan tolak Ho jika T ≤ dn , α dari tabel uji peringkat Wilcoxon. Manakala n lebih besar dari 20 maka statistik T − [n(n + 1)] / 4 z= (2.9) n(n + 1)(2n + 1) / 24 Dapat digunakan untuk menentukan daerah kritis uji. Selanjutnya pada taraf signifikansi α maka tolak H0 jika z < z α/2.
  • 36. “Halaman ini sengaja dikosongkan”
  • 37. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu: 1. Dalam melakukan analisis penyeimbangan lintasan akan dipergunakan data sekunder atas: a. Waktu kerja operator (Lampiran 1) untuk tiap operasi pada lini assembling engine. Adapun waktu kerja tersebut diperoleh melalui hasil pengamatan yang dilakukan bagian engineering pada bulan Januari 2008 atas waktu kerja operator. b. Jumlah rencana produksi (Lampiran 15) engine selama bulan Oktober, November, dan Desember. c. Gaji tenaga kerja. d. Jam kerja operator baik untuk shift 1 maupun shift 2. 2. Data persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit yang terjadi akibat proses assembling engine di bulan Oktober, November, dan Desember tahun 2007 pada shift 1 dan shift 2 di PT. “X” Jakarta. Data tersebut diperoleh dari hasil pemeriksaan yang dilakukan repair man atas hasil proses assembling engine selama tiga bulan tersebut. 3.2 Variabel Penelitian Berdasarkan tujuan dari penelitian ini maka variabel dalam penelitian meliputi: 1. Waktu kerja baku operator tiap stasiun kerja pada lini assembling engine. Adapun operasi dalam assembling engine ditampilkan pada gambar 2.1. 2. Persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit yang terjadi akibat proses pada assembling engine selama produksi bulan Oktober, November, dan Desember tahun 2007 dari shift 1 dan shift 2. Adapun struktur data dari persentase cacat tersebut adalah:
  • 38. Tabel 3.1 Struktur Data Persentase Cacat Pengamatan Persentase cacat (hari) Shift 1 Shift 2 1 x1 y1 2 x2 y2 3 x3 y3 . . . . . . . . . 63 x 63 y 63 Dimana xi merupakan persentase cacat yang terjadi pada shift 1 sedangkan yi merupakan persentase cacat yang terjadi pada shift 2. 3.3 Langkah Analisis Data Langkah-langkah analisis yang akan dilakukan dalam mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk pencapaian tujuan pertama yaitu menganalisis penyeimbangan lintasan pada lini assembling engine yang akan dipilih berdasarkan biaya minimum dilakukan dengan langkah sebagai berikut: a. Melakukan penyeimbangan lintasan dengan metode pembebanan berurut, yaitu: i. Menghitung waktu siklus yang diinginkan. ii. Membuat matrik operasi pendahulu (p) dan operasi pengikut (F) untuk setiap operasi berdasarkan jaringan kerja perakitan yang selanjutnya dilakukan pembebanan pekerjaan dengan ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus. iii. Menghitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
  • 39. b. Melakukan penyeimbangan lintasan alternatif yaitu dengan asumsi pemindahan elemen kerja dan atau penambahan operator pada lini assembling engine. Pemindahan elemen kerja dan atau penambahan operator dilakukan pada proses produksi yang memiliki waktu operasi diatas waktu yang diinginkan. c. Menghitung total biaya produksi sebelum adanya penyeimbangan, hasil penyeimbangan lintasan dengan metode pembebanan berurut maupun alternatif pada lini assembling engine. d. Membandingkan biaya produksi sebelum adanya penyeimbangan, hasil penyeimbangan lintasan dengan metode pembebanan berurut maupun alternatif pada lini assembling engine. Selanjutnya akan dipilih biaya yang minimum. 2. Untuk pencapaian tujuan kedua yaitu menganalisis ada tidaknya perbedaan dari shift kerja terhadap cacat cover tappet adjusting hole melejit, akan dilakukan dengan langkah sebagai berikut: a. Melakukan pengujian kenormalan data berdasarkan data persentase cacat yang terjadi akibat proses pada shift 1 dan shift 2 dengan uji Kolmogorov Smirnov. b. Melakukan pengujian dua rata-rata untuk data berpasangan, yaitu antara persentase cacat dari shift 1 dan shift 2. Apabila asumsi normal tidak terpenuhi maka akan dilakukan uji Wilcoxon.
  • 40. 3.4 Diagram Alir Analisis Berikut ini merupakan diagram alir dari analisis penyeimbangan lintasan: mulai Pengumpulan data sekunder Melakukan Melakukan asumsi penyeimbangan lintasan pemindahan elemen dengan metode kerja dan penambahan pembebanan berurut operator Menghitung biaya dari Menghitung biaya dari segi operator segi operator Menentukan penyeimbangan lintasan terpilih berdasarkan biaya yang minimum Kesimpulan dan saran Gambar 3.1 Diagram Alir Analisis Penyeimbangan Lintasan
  • 41. Selanjutnya diagram alir untuk menganalisis ada tidaknya perbedaan dari shift kerja terhadap cacat cover tappet adjusting hole melejit adalah: mulai Pengumpulan data sekunder Melakukan pengujian kenormalan data tidak Apakah berdistrbusi normal ya Melakukan Uji Melakukan pengujian dua rata- Wilcoxon rata untuk data berpasangan Kesimpulan dan saran Gambar 3.2 Diagram Alir Analisis Perbedaan Cacat Cover Tappet Adjusting Hole Melejit
  • 42. “Halaman ini sengaja dikosongkan”
  • 43. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyeimbangan Lintasan Dengan Metode Pembebanan Berurut Penyeimbangan lintasan pada assembling engine dilakukan dengan memanfatkan waktu standard dari tiap operasi. Sebelum dilakukan penyeimbangan lintasan maka akan ditentukan terlebih dahulu waktu siklus yang selanjutnya akan dilakukan pembebanan pada stasiun kerja berdasarkan waktu siklus tersebut. Waktu siklus dihitung melalui waktu kerja efektif dan kapasitas yang harus dipenuhi selama satu hari. Berdasarkan nilai pada Lampiran 12 diketahui waktu kerja efektif setiap hari (P) adalah 48600 detik dan jumlah kapasitas (Q) yang harus dipenuhi tiap harinya adalah sebanyak 2700 engine maka perhitungan waktu siklus (Tc) yaitu: P 48600 detik Tc = = = 18 detik Q 2700 engine Melalui perhitungan diperoleh waktu siklus sebesar 18 detik dengan kata lain waktu yang diberikan pada setiap operator untuk menyelesaikan pekerjaannya adalah 18 detik. Tetapi dikarenakan waktu operasi terbesar atau waktu terlama seorang operator untuk menyelesaikan pekerjaannya adalah 24,96 detik (Lampiran 1) maka waktu siklus aktual tidak mungkin ditetapkan sama dengan 18 detik. Untuk itu akan digunakan 24,96 detik sebagai waktu siklus aktual. 4.1.1 Perkiraan Jumlah Stasiun Jumlah stasiun kerja yang akan terbentuk dapat diperkirakan dengan cara membagi total waktu kerja dengan waktu siklus. Diketahui bahwa total waktu kerja adalah 975,95 detik, sehingga didapatkan perkiraan jumlah stasiun adalah: m ∑ Tei 975,95 N= i =1 = = 54,2 stasiun Tc 18
  • 44. atau kurang lebih terbentuk 55 stasiun sehingga melalui perhitungan diperoleh jumlah stasiun yang akan terbentuk kurang lebih akan terbentuk 55 stasiun kerja. 4.1.2 Langkah Pembebanan Berurut Langkah berikutnya adalah membuat operasi pendahulu dan operasi pengikut untuk setiap operasi pada assembling engine. Melalui Gambar 2.1 yaitu peta operasi assembling engine dapat diketahui jumlah matriks operasi pendahulu adalah sebanyak dua sehingga akan disediakan empat kolom pada matrik operasi pendahulu dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Kolom pertama dan ketiga merupakan kolom untuk nomor identifikasi operasi pendahulu dari operasi tersebut. Bila suatu operasi hanya memiliki satu operasi pendahulu maka nomor identifikasi operasi pendahulu pada kolom ketiga adalah 0 yang berarti tidak ada operasi pendahulu kedua untuk operasi yang akan dibebankan. 2. Selanjutnya kolom kedua dan keempat adalah untuk peletakan penggantian nomor identifikasi operasi sama dengan nol bagi operasi yang telah dibebankan, dimana kolom kedua adalah perubahan identifikasi untuk operasi pendahulu pertama (kolom pertama) dan kolom keempat adalah perubahan identifikasi untuk operasi pendahulu kedua (kolom ketiga). 3. Jumlah kolom pada matriks operasi pengikut sebanyak satu dikarenakan banyaknya operasi pengikut hanya satu. Matriks operasi pendahulu, matriks operasi pengikut serta penugasan (pembebanan) operasi kerja diperlihatkan pada Lampiran 4. Selanjutnya melalui pembebanan operasi-operasi kerja tersebut (Lampiran 4) maka hasil pembebanan berurut dari assembling engine diperlihatkan pada Tabel 4.1.
  • 45. Tabel 4.1 Pembebanan Pekerjaan Pada Stasiun Kerja Waktu Operasi Efisiensi Stasiun Pembebanan (detik) Kerja (%) 1 30 17,76 71,15 2 26 17,37 69,59 3 7 16,74 67,07 4 8 19,45 77,92 5 32 16,61 66,55 6 17 16,10 64,50 7 18 18,00 72,12 8 9 14,61 58,53 9 1 14,41 57,73 10 2 17,99 72,08 11 50 14,30 57,29 12 51,52 14,4+9,8=24,2 96,96 13 13 14,23 57,01 14 40 13,65 54,69 15 41 17,29 69,27 16 3 12,80 51,28 17 4 17,73 71,03 18 5,6 8,42+14,05=22,47 90,02 19 10 15,88 63,62 20 11 17,90 71,71 21 12 16,40 65,71 22 14 16,81 67,35 23 15 12,53 50,20 24 16 15,59 62,46 25 19 17,2 68,91 26 20 21,04 84,29 27 21 14,82 59,38 28 22 18,21 72,96 29 23 14,30 57,29 30 24 21,18 84,86 31 25 16,99 68,07
  • 46. Tabel 4.1 Pembebanan Pekerjaan Pada Stasiun Kerja (lanjutan) Waktu Operasi Efisiensi Stasiun Pembebanan (detik) Kerja (%) 32 27 15,76 63,14 33 28 17,55 70,31 34 29 24,00 96,15 35 31 16,94 67,87 36 33 15,66 62,74 37 34 20,86 83,57 38 35 15,44 61,86 39 36 18,00 72,12 40 37 13,65 54,69 41 38 17,42 69,79 42 39 16,99 68,07 43 42 17,41 69,75 44 43 16,35 65,50 45 44 18,22 73,00 46 45 20,35 81,53 47 46 19,68 78,85 48 47 20,93 83,85 49 48 19,10 76,52 50 49 15,93 63,82 51 53 19,30 77,32 52 54 16,78 67,23 53 55 18,00 72,12 54 56 17,13 68,63 55 57 24,96 100,00 56 58 14,98 60,02 Rata-rata efisiensi 69,82
  • 47. Selanjutnya setelah membuat matrik operasi pendahulu dan operasi pengikut maka langkah pelaksanaan pembebanan berurut yaitu: 1. Memperhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu P yang semuanya terdiri dari angka 0. Pada stasiun kerja pertama, pembebanan operasi pertama kali dilakukan untuk operasi yang memiliki seluruh elemen matrik operasi pendahulu nol dan waktu operasi terbesar, yaitu operasi 30. 2. Melihat operasi pengikut pada operasi 30. Dikarenakan operasi pengikut adalah operasi 31 maka selanjutnya mencoret angka 30 pada matrik operasi pendahulu pada proses 31 dan ganti nomor identifikasi pada kolom 4 dengan nol yang menandakan operasi 30 telah dibebankan pada stasiun kerja pertama. 3. Mengulangi prosedur sampai seluruh baris dalam matrik operasi pendahulu seluruhnya memiliki elemen nol dengan ketentuan pembebanan pekerjaan di setiap stasiun tidak dilanjukan apabila pembebanan pekerjaan lain akan mengakibatkan stasiun kerja tersebut memiliki waktu lebih dari 24,96 detik. Melalui Tabel 4.1 diketahui hasil pembebanan berurut dari proses assembling engine dimana didapatkan jumlah stasiun sebanyak 56 stasiun kerja. Terjadi penggabungan operasi 51 dan operasi 52 dalam satu stasiun yaitu pada stasiun 12 dengan waktu operasi 24,2 detik serta efisiensi stasiun kerja sebesar 96,96%. Penggabungan operasi juga terjadi pada stasiun 18 yaitu antara operasi 5 dan operasi 6 dengan waktu operasi 22,47 detik sehingga membentuk efisiensi kerja sebesar 90,02%. Dari 56 stasiun kerja yang terbentuk didapatkan efisiensi rata-rata keseluruhan 69,82%. Melalui lampiran 1 diketahui bahwa efisiensi kerja rata-rata sebelum dilakukan penyeimbangan adalah 93,48%. Apabila kedua efisiensi dibandingkan terlihat bahwa efisiensi kerja rata-rata sebelum dilakukan penyeimbangan adalah lebih baik namun bila dilihat dari kelancaran proses maka hasil penyeimbangan pembebanan berurut dapat dikatakan lebih baik
  • 48. dikarenakan tidak lagi terjadi pemberhentian conveyor. Hal tersebut dikarenakan kecepatan lintasan telah mengikuti waktu operasi terbesar yaitu 24,96 detik. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa jumlah kapasitas engine yang harus dipenuhi tiap harinya adalah 2700 engine. Sedangkan dengan waktu kerja efektif sebesar 48600 detik maka engine yang dihasilkan dalam kondisi normal dengan menggunakan 24,96 detik sebagai waktu siklus aktual dapat diperoleh dari perhitungan: waktu kerja efektif 48600 = = 1947 engine waktu siklus 24,96 melalui perhitungan diperoleh bahwa dengan waktu siklus 24,96 detik jumlah engine yang dihasilkan tiap harinya adalah 1947 engine. Sehingga terjadi kekurangan 753 engine tiap harinya dari target engine yang harus dipenuhi atau dengan kata lain dengan waktu siklus 24,96 detik maka perusahaan hanya dapat memproduksi engine 72,11 % dari target engine tiap harinya. Dalam memenuhi target tersebut maka akan diasumsikan dilakukan lembur. 4.1.3 Penentuan Banyaknya Lembur Kekurangan engine yang telah dihitung sebelumnya akan dicoba untuk dipenuhi dengan asumsi melakukan lembur. Asumsi lembur disini akan dihitung berdasarkan kebutuhan pemenuhan target engine selama satu bulan. Diketahui jumlah hari kerja perusahaan selama satu bulan adalah 22 hari, sehingga perhitungan kebutuhan lembur yaitu: target kebutuhan engine 2700 engine per hari x 22 hari = 59400 engine engine yang dihasilkan (aktual): 1947 engine per hari x 22 hari = 42834 engine maka kekurangan engine selama 1 bulan adalah target – aktual = 59400 – 42834 = 16566 engine
  • 49. sehingga berdasarkan kekurangan tersebut banyaknya lembur yang dibutuhkan yaitu kekurangan engine 16566 = = 8,5 ≈ 9 kali lembur aktual per hari 1947 Berdasarkan perhitungan diperoleh bahwa untuk memenuhi target engine selama satu bulan maka perusahaan perlu melaksanakan lembur sebanyak 9 kali lembur. 4.1.4 Perhitungan Biaya Perhitungan biaya disini merupakan perhitungan biaya dari segi operator yang dikeluarkan selama satu bulan. Dalam hal ini perhitungan biaya didasarkan hari kerja biasa dan kerja lembur. Diketahui gaji untuk satu operator di tiap bulannya adalah Rp.2.250.000 sedangkan apabila terjadi lembur maka gaji satu opeartor untuk satu kali lembur adalah Rp.221.098. Melalui hasil penyeimbangan diketahui jumlah stasiun yang terbentuk adalah 56 stasiun. Dengan satu operator pada satu stasiun maka jumlah operator yang diperlukan untuk melakukan proses assembling engine adalah 56 operator di tiap shift. Sehingga untuk dua shift diperlukan operator sebanyak 112 operator. Berdasarkan hal tersebut maka biaya yang dikeluarkan di tiap bulannya adalah: Biaya = gaji x jumlah operator = Rp. 2.250.000 x 112 operator = Rp. 252.000.000 sedangkan tambahan apabila diadakan lembur adalah Biaya lembur = gaji lembur x jumlah operator x jumlah lembur = Rp. 221.098 x 112 operator x 9 = Rp. 222.866.784 Biaya total = Rp. 252.000.000 + Rp. 222.866.784 = Rp. 474.866.784 Sehingga biaya total yang dikeluarkan dari segi operator adalah Rp. 474.866.784
  • 50. 4.2 Penyeimbangan Alternatif Penyeimbangan lintasan alternatif ini menggunakan waktu siklus 18 detik, sebab dengan waktu siklus 18 detik diharapkan target engine yaitu 2700 engine per hari terpenuhi. Melalui Diagram batang (Lampiran 2 dan 3) terlihat bahwa masih ada beberapa operasi yang memiliki waktu operasi diatas 18 detik sehingga diperkirakan operator pada operasi tersebut tidak sanggup untuk menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu 18 detik ataupun kurang. Apabila hal tersebut terjadi maka tentunya akan mengganggu kerja operator pada operasi sesudahnya karena harus menunggu hasil kerja dari operator tersebut. Penyeimbangan lintasan ini dilakukan dengan melakukan pemindahan elemen kerja ataupun asumsi penambahan operator pada operasi yang memiliki waktu diatas 18 detik. 4.2.1 Pemindahan Elemen Kerja dan Asumsi Penambahan Operator Berikut ini akan dilakukan pemindahan elemen kerja dari operasi yang memiliki waktu diatas 18 detik. Operasi yang memiliki waktu diatas 18 detik dapat dilihat melalui diagram batang (Lampiran 2 dan 3). Tabel 4.2 Pemindahan Elemen Kerja Asal Operasi Tujuan Operasi Operasi Waktu (Detik) Operasi Waktu (Detik) (elemen kerja) Sebelum Setelah (elemen kerja) Sebelum Setelah 8 9 19,45 16,85 14,61 17,21 (8,9) (sebelum 1) 20 21 21,04 17,97 14,82 17,89 (5,6) (sebelum 1) 22 23 18,21 16,75 14,30 15,76 (3,4) (sebelum 1) 24 15 21,18 15,75 12,53 17,96 (8) (setelah 6)
  • 51. Tabel 4.2 Pemindahan Elemen Kerja (lanjutan) Asal Operasi Tujuan Operasi Operasi Waktu (Detik) Operasi Waktu (Detik) (elemen kerja) Sebelum Setelah (elemen kerja) Sebelum Setelah 44 45 18,22 15,77 20,35 22,8 (5) (sebelum1) 45 46 22,8 17,14 19,68 25,34 (6) (sebelum1) 46 47 25,34 16,31 20,93 29,96 (5,6) (sebelum 1) 53 49 19,30 17,43 15,93 17,8 (1) (setelah 5) Melalui Tabel 4.2 terlihat hasil pemindahan elemen kerja dari operasi yang mana operatornya memiliki waktu kerja diatas 18 detik. Didapatkan operasi yang elemen kerjanya dipindahkan adalah operasi 8, 20, 22, 24, 44, 45, 46 dan 53. Pemindahan elemen kerja dilakukan dengan tetap mempertimbangkan ketentuan operasi yang ada yaitu elemen kerja yang dipindahkan nantinya tidak mendahului suatu elemen kerja yang seharusnya dilakukan sebelum elemen kerja tersebut. Akibat dari pemindahan elemen kerja 5 dan 6 pada operasi 46 maka diperlukan penambahan alat bantu yaitu spesial tool for setting nut tappet. Dari Tabel 4.2 diperoleh adanya operasi yang memiliki waktu diatas 18 detik yaitu pada operasi 47. hal yang sama terjadi pula pada operasi 29, 34, 48, dan 57 (Lampiran 2 dan 3). Selanjutnya pada operasi tersebut akan dilakukan asumsi penambahan operator sebab operasi tersebut memiliki waktu kerja operasi yang jauh dari 18 detik. Penambahan operator yang pertama dilakukan pada operasi 29 dan 34, misalnya sebut operator tambahan 1 (OT1). hasil pemindahan elemen kerja pada operator tambahan 1 adalah:
  • 52. Tabel 4.3 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator Tambahan 1 Asal Operasi Waktu Waktu (detik) Elemen Elemen Sebelum Setelah Kerja Operasi Kerja Pemindahan Pemindahan 29 4,5,6 24 16,75 7,25 34 6 20,86 15.66 5,20 Total waktu operator tambahan 1 12,45 Melalui Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa untuk operasi 29 elemen kerja yang dipindah ke operator tambahan 1 adalah elemen kerja 4, 5, dan 6 sedangkan untuk operasi 34 elemen kerja yang dipindah adalah elemen kerja 6. Waktu kerja pada operator tambahan 1 adalah 12,45 detik. Berdasarkan elemen kerja yang diberikan pada operator tambahan 1 maka operator tambahan 1 ditempatkan setelah operasi 29 dan sebelum operasi 30. Selanjutnya penambahan operator yang kedua dilakukan pada operasi 47 dan 48 dimana kita sebut operator tambahan 2 (OT2). Hasil pemindahan elemen kerja pada operator tambahan 2 adalah: Tabel 4.4 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator Tambahan 2 Asal Operasi Waktu Waktu (detik) Elemen Elemen Sebelum Setelah Kerja Operasi Kerja Pemindahan Pemindahan 47 4,5,6,7 29,96 17,94 12,02 48 1 19,10 16,38 2,72 Total waktu operator tambahan 2 14,74 Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa untuk operasi 47 elemen kerja yang dipindah ke operator tambahan 2 adalah elemen kerja 4, 5, 6, dan 7 sedangkan untuk operasi 48 elemen kerja yang dipindah adalah elemen kerja 1. Waktu kerja pada operator tambahan 2 adalah 14,74 detik. Berdasarkan
  • 53. elemen kerja yang diberikan pada operator tambahan 2 maka operator tambahan 2 ditempatkan setelah operasi 47 dan sebelum operasi 48. Berikutnya penambahan operator yang terakhir dilakukan pada operasi 57 dimana selanjutnya disebut operator tambahan 3 (OT3), selanjunya hasil pemindahan elemen kerja pada operator tambahan 3 adalah: Tabel 4.5 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator Tambahan 3 Asal Operasi Waktu Waktu Elemen Elemen Sebelum Setelah Kerja Operasi Kerja Pemindahan Pemindahan 57 1,2 24,96 12,76 12,2 Total waktu operator tambahan 3 12,2 Tabel 4.5 menunjukkan elemen pekerjaan yang dipindahkan pada operator tambahan 3 adalah elemen 1 dan 2 sehingga total waktu kerja untuk operator tambahan 3 adalah 12,2 detik. Berdasarkan elemen kerja yang diberikan pada operator tambahan 3 maka operator tambahan 3 ditempatkan sebelum operasi 57. Melalui hasil penyeimbangan alternatif yaitu dengan melakukan pemindahan elemen kerja ataupun asumsi penambahan operator diperoleh jumlah stasiun kerja sebanyak 61 stasiun kerja, dimana di tiap stasiun kerja terdapat satu operator maka total operator yang ada adalah 61 operator. Dari lampiran 7 diketahui bahwa hasil penyeimbangan alternatif memperoleh efisiensi kerja rata-rata 88,88%. Dan diketahui sebelumnya bahwa efisiensi kerja rata-rata sebelum dilakukan penyeimbangan adalah 93,48% (lampiran 1). Apabila kedua efisiensi dibandingkan terlihat bahwa efisiensi kerja rata-rata penyeimbangan alternatif masih rendah dibandingkan efisiensi kerja sebelum penyeimbangan. Namun dengan penyeimbangan alternatif diperoleh pemenuhan 100% atas kapasitas engine dan tidak
  • 54. terdapat operator yang bekerja diatas atau melebihi waktu siklus yaitu 18 detik. 4.2.2 Perhitungan Biaya Perhitungan biaya disini merupakan perhitungan biaya dari segi operator yang dikeluarkan selama satu bulan. Selain itu terdapat tambahan biaya untuk satu alat bantu pada operasi 47 yaitu alat bantu untuk setting nut tappet. Perhitungan biaya untuk gaji operator didasarkan hari kerja biasa sebab tidak diadakan lembur karena dengan waktu siklus 18 detik target 2700 engine telah terpenuhi atau pemenuhan 100% atas kapasitas engine. Diketahui gaji untuk satu operator di tiap bulannya adalah Rp.2.250.000. Melalui hasil penyeimbangan diketahui jumlah operator yang diperlukan untuk melakukan proses assembling engine adalah 61 operator yaitu 58 operator awal dan 3 operator tambahan untuk setiap shift. Sehingga untuk dua shift maka diperlukan total operator sebanyak 122 operator. Berdasarkan hal tersebut maka biaya yang dikeluarkan di tiap bulannya adalah: Biaya = gaji x jumlah operator = Rp. 2.250.000 x 122 operator = Rp. 274.500.000 sedangkan tambahan akibat pembelian satu alat bantu yaitu special tool for setting nut tappett seharga Rp. 790.000, maka Biaya total = Rp. 274.500.000 + Rp. 790.000 = Rp. 275.290.000 Sehingga biaya total yang dikeluarkan adalah Rp. 275.290.000. 4.3 Perbandingan dari Segi Biaya Perhitungan biaya telah dilakukan pada hasil penyeimbangan lintasan dengan metode pembebanan berurut dan penyeimbangan alternatif. Sesuai dengan tujuan dari penelitian maka akan dipilih hasil penyeimbangan yang memiliki biaya yang paling minimum. Melalui hasil perhitungan biaya maka diketahui bahwa biaya berdasarkan penyeimbangan alternatif dengan 61 stasiun kerja dan waktu siklus 18 detik adalah sebesar Rp. 275.290.000
  • 55. sedangkan biaya berdasrkan penyeimbangan lintasan dengan metode pembebanan berurut yaitu dengan jumlah stasiun 56 dan waktu siklus 24 detik adalah Rp. 474.866.784 . Berdasarkan hal tersebut dikarenakan biaya dari penyeimbangan alternatif lebih minimum maka selanjutnya akan dipilih hasil penyeimbangan lintasan alternatif dalam proses assembling engine. Selanjutnya akan dibandingkan antara biaya berdasarkan penyeimbangan alternatif dan biaya berdasarkan lintasan awal (sebelum diadakan penyeimbangan). Diketahui sebelum penyeimbangan lintasan, waktu siklus yang dipergunakan di perusahaan adalah 18 detik namun dikarenakan terdapat waktu operasi yang terbesar yaitu 24,96 detik maka lintasan mengikuti waktu siklus 24,96 detik (conveyor dihentikan sampai operator yang beroperasi dengan waktu siklus 24,96 detik menyelesaikan tugasnya). Berdasarkan hal tersebut maka target tidak dapat terpenuhi sehingga dilakukan lembur. Dengan waktu siklus 24,96 maka banyaknya lembur yang diperlukan adalah 9 kali (sesuai dengan perhitungan penentuan lembur pada pembebanan berurut). Dengan jumlah operator sebanyak 58 operator (untuk dua shift maka 116 operator) maka perhitungan biaya tiap bulan adalah: Biaya = gaji x jumlah operator = Rp. 2.250.000 x 116 operator = Rp. 261.000.000 sedangkan tambahan apabila diadakan lembur adalah Biaya lembur = gaji lembur x jumlah operator x jumlah lembur = Rp. 221.098 x 116 operator x 9 = Rp. 230.826.312 Biaya total = Rp. 261.000.000 + Rp. 230.826.312 = Rp. 491.826.312 Sehingga biaya total yang dikeluarkan dari segi operator adalah Rp. 491.826.312 Melalui hasil perhitungan biaya maka diketahui bahwa biaya berdasarkan penyeimbangan alternatif masih lebih kecil dibandingkan biaya yang dikeluarkan berdasarkan sebelum diadakannya penyeimbangan lintasan. Dengan kata lain penyeimbangan alternatif lebih baik untuk ditetapkan.
  • 56. 4.4 Uji Kenormalan Data Uji kenormalan data dilakukan untuk mengetahui apakah data persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit telah mengikuti distribusi normal atau tidak. Dalam hal ini dikarenakan merupakan data berpasangan maka yang akan diuji adalah selisih dari persentase cacat pada shift 1 dan shift 2. Adapun hipotesis dari pengujian ini adalah: H0 : Data persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit berdistribusi Normal H1 : Data persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit tidak berdistribusi Normal Statistik Uji : D = sup S ( x ) − Fo ( x ) x Selanjutnya tolak H0 pada taraf signifikansi α yakni 0,05 jika D > Dtabel Tabel 4.6 Uji Kenormalan Persentase Cacat nilai Jumlah data 63 D 0,252 Melalui Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa dari 63 data persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit didapatkan nilai D sebesar 0,252. Selanjutnya perhitungan nilai Dtabel dengan nilai α yakni 0,05, yaitu: 1,36 1,36 D= = = 0,17 n 63 Sehingga dikarenakan nilai D yaitu 0,252 lebih besar dibandingkan 0,17 maka keputusannya adalah tolak H0. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit tidak berdistribusi normal. Dikarenakan data tidak berdistribusi normal maka selanjutnya untuk menganalisis ada tidaknya perbedaan persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit pada engine yang terjadi akibat shift kerja akan dipergunakan uji Wilcoxon.
  • 57. 4.5 Uji Wilcoxon Uji Wilcoxon akan dipergunakan untuk menganalisis ada tidaknya perbedaan persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit pada engine yang terjadi akibat shift kerja. Adapun hipotesis dari uji ini adalah: H0 : Selisih median populasi adalah sama dengan 0 atau persentase cacat pada shift 1 dan shift 2 tidak ada bedanya H1 : Selisih median populasi adalah tidak sama dengan 0 atau persentase cacat pada shift 1 dan shift 2 berbeda Statistik Uji : T − [n(n + 1)] / 4 z= n(n + 1)(2n + 1) / 24 Selanjutnya pada taraf signifikansi α yakni 0,05 jika z < z α/2 maka tolak H0. Berdasarkan Lampiran 14 yaitu hasil uji Wilcoxon terhadap persentase cacat diperoleh nilai z sebesar -0.415. Selanjutnya dengan nilai α yakni 0,05 maka didapatkan nilai zα/2 adalah -1,96. Dikarenakan nilai z > z α/2 yaitu -0,415 > -1,96 maka dapat diputuskan gagal tolak H0. Sehingga dapat disimpulkan bahwa persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit pada shift 1 dan shift 2 tidak berbeda.
  • 58. “Halaman ini sengaja dikosongkan”
  • 59. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5,1 Kesimpulan Melalui hasil analisis maka kesimpulan yang dapat diambil adalah: 1. Melalui hasil penyeimbangan lintasan disimpulkan bahwa lintasan pada lini assembling engine adalah dengan 61 stasiun kerja dan waktu siklus 18 detik. Hasil tersebut diperoleh berdasarkan hasil penyeimbangan alternatif yang dipilih dikarenakan biaya berdasarkan penyeimbangan alternatif adalah Rp. 275.290.000. Biaya ini merupakan biaya yang minimum dibandingkan penyeimbangan lintasan dengan metode pembebanan berurut. 2. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon terhadap persentase cacat dapat disimpulkan bahwa persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit pada shift 1 dan shift 2 tidak berbeda dikarenakan nilai z > z α/2 yaitu -0,415 > -1,96. 5.2 Saran Selama ini dalam memberikan beban kerja terhadap operator, perusahaan hanya mengira-ngira saja. Sehingga dalam pelaksanaannya ada operator yang memiliki beban kerja berlebih. Berdasarkan hal tersebut penulis menyarankan agar dibuat suatu waktu standar untuk setiap pemasangan part, sehingga nantinya dalam memberikan beban kerja, perusahaan sudah dapat mengetahui waktu yang dibutuhkan operator tersebut dalam menyelesaikan kerjanya.
  • 60. “Halaman ini sengaja dikosongkan”
  • 61. DAFTAR PUSTAKA Daniel,W.W. 1989. Statistika Non Parametrik Terapan. Gramedia : Jakarta. James, A.M. 1983. Plant Layout And Material Handling, Third Edition. John Wiley & Sons: New York. Nasution, A.H. 1999. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Guna Widya: Jakarta. Walpole, R.E dan R.H. Myers. 1995. Ilmu Peluang dan Statistika Untuk Insinyur dan Ilmuwan, Edisi keempat. ITB: Bandung. Wignjosoebroto, Sritomo. 2000. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu: Teknik Analisis Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Guna Widya: Surabaya.
  • 62. LAMPIRAN 1. Waktu Operasi Sebelum Penyeimbangan Efisiensi Efisiensi Waktu Waktu Operasi Kerja Operasi Kerja (detik) (detik) (%) (%) 1 14.41 80.06 30 17.76 74.00 2 17.99 99.94 31 16.94 70.58 3 12.8 71.11 32 16.61 69.21 4 17.73 98.50 33 15.66 65.25 5 8.42 46.78 34 20.86 86.92 6 14.05 78.06 35 15.44 64.33 7 16.74 93.00 36 18 75.00 8 19.45 108.06 37 13.65 56.88 9 14.61 81.17 38 17.42 72.58 10 15.88 88.22 39 16.99 70.79 11 17.9 99.44 40 13.65 56.88 12 16.4 91.11 41 17.29 72.04 13 14.23 79.06 42 17.41 72.54 14 16.81 93.39 43 16.35 68.13 15 12.53 69.61 44 18.22 75.92 16 15.59 86.61 45 20.35 84.79 17 16.1 89.44 46 19.68 82.00 18 18 100.00 47 20.93 87.21 19 17.2 95.56 48 19.1 79.58 20 21.04 116.89 49 15.93 66.38 21 14.82 82.33 50 14.3 59.58 22 18.21 101.17 51 14.4 60.00 23 14.3 79.44 52 9.8 40.83 24 21.18 117.67 53 19.3 80.42 25 16.99 94.39 54 16.78 69.92 26 17.37 96.50 55 18 75.00 27 15.76 87.56 56 17.13 71.38 28 17.55 97.50 57 24.96 104.00 29 24 133.33 58 14.98 62.42 Rata-rata efisiensi 93.48
  • 63. LAMPIRAN 2. Diagram Batang Waktu Operasi Sebelum Penyeimbangan (Operasi 1-29) Waktu Operasi Sebelum Penyeimbangan (operasi 1-29) 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 waktu 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 operasi LAMPIRAN 3. Diagram Batang Waktu Operasi Sebelum Penyeimbangan (Operasi 30-58) Waktu Operasi Sebelum Penyeimbangan (operasi 30-58) 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 aktu 14 13 w 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 ope rasi
  • 64. LAMPIRAN 4. Pembebanan Berurut Waktu Matrik Operasi Matrik Operasi Proses (Detik) Pendahulu P* Pengikut F* 1 14.41 0 0 2 2 17.99 1 0 0 3 3 12.8 2 0 0 4 4 17.73 3 0 0 5 5 8.42 4 0 0 6 6 14.05 5 0 0 10 7 16.74 0 0 8 8 19.45 7 0 0 9 9 14.61 8 0 0 10 10 15.88 6 0 9 0 11 11 17.9 10 0 0 12 12 16.4 11 0 0 14 13 14.23 0 0 14 14 16.81 12 0 13 0 15 15 12.53 14 0 0 16 16 15.59 15 0 0 19 17 16.1 0 0 18 18 18 17 0 0 19 19 17.2 16 0 18 0 20 20 21.04 19 0 0 21 21 14.82 20 0 0 22 22 18.21 21 0 0 23 23 14.3 22 0 0 24 24 21.18 23 0 0 25 25 16.99 24 0 27 26 17.37 0 0 27 27 15.76 25 0 26 0 28 28 17.55 27 0 0 29 29 24 28 0 0 31
  • 65. Waktu Matrik Operasi Pendahulu Matrik Operasi Proses (detik) P* Pengikut F* 30 17.76 0 0 31 31 16.94 29 0 30 0 33 32 16.61 0 0 33 33 15.66 31 0 32 0 34 34 20.86 33 0 0 35 35 15.44 34 0 0 36 36 18 35 0 0 37 37 13.65 36 0 0 38 38 17.42 37 0 0 39 39 16.99 38 0 42 40 13.65 0 0 41 41 17.29 40 0 0 42 42 17.41 39 0 41 0 43 43 16.35 42 0 0 44 44 18.22 43 0 0 45 45 20.35 44 0 0 46 46 19.68 45 0 0 47 47 20.93 46 0 0 48 48 19.1 47 0 0 49 49 15.93 48 0 0 53 50 14.3 0 0 51 51 14.4 50 0 0 52 52 9.8 51 0 0 53 53 19.3 49 0 52 0 54 54 16.78 53 0 0 55 55 18 54 0 0 56 56 17.13 56 0 0 57 57 24.96 56 0 0 58 58 14.98 57 0 0 0