ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
Laporan Praktikum Oseanografi Universitas Brawijaya
Ähnlich wie ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
Ähnlich wie ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA (20)
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
1. TUGAS AKHIR - ST 0315
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA
PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP
PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES
ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
Dessy Noor Hadiyah
NRP 1305 030 033
Dosen Pembimbing
Ir. Arie Kismanto, M.Sc
PROGRAM STUDI DIPLOMA III STATISTIKA
JURUSAN STATISTIKA
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2008
2. FINAL PROJECT - ST 0315
LINE BALANCING ANALYSIS AND DIFFERENCE TEST
OF WORK SHIFT TO PERCENTAGE OF DEFECT
AT ASSEMBLING ENGINE PROCESS IN
PT. “X” JAKARTA
Dessy Noor Hadiyah
NRP 1305 030 033
Supervisors
Ir. Arie Kismanto, M.Sc
DIPLOMA III DEPARTMENT Of STATISTICS
DEPARTMENT STATISTICS
Faculty Of Mathematics And Natural Science
Sepuluh Nopember Institute Of Technology
Surabaya 2008
3. LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA
PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP
PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES
ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Kelulusan Di Program Studi Diploma III Statistika
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
Oleh:
DESSY NOOR HADIYAH
NRP. 1305 030 033
Disetujui oleh Pembimbing Tugas Akhir :
Ir. Arie Kismanto, M.Sc ( )
NIP : 131 652 052
Mengetahui,
Ketua Jurusan Statistika FMIPA ITS
Dr. Sony Sunaryo, M.Si
NIP. 131 843 380
SURABAYA, JULI 2008
4. ANALISIS PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA
PENGUJIAN PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP
PERSENTASE JUMLAH CACAT PADA PROSES
ASSEMBLING ENGINE DI PT. “X” JAKARTA
Nama Mahasiswa : Dessy Noor Hadiyah
NRP : 1305.030.033
Jurusan : Dipl. III Statistika FMIPA-ITS
Dosen Pembimbing : Ir. Arie Kismanto, M.Sc
Abstrak
Industri sepeda motor merupakan salah satu industri yang
berkembang dikarenakan meningkatnya kebutuhan konsumen akan jenis
transportasi tersebut. PT.”X” merupakan perusahaan yang bergerak di
industri tersebut. Adanya beberapa operator yang bekerja secara penuh
ataupun memiliki waktu menunggu cukup besar pada lini assembling
engine maka akan dilakukan penyeimbangan lintasan. Selanjutnya akan
dipilih penyeimbangan lintasan berdasarkan biaya minimum yaitu
antara metode pembebanan berurut dan penyeimbangan alternatif.
Melalui hasil perhitungan biaya diketahui bahwa biaya berdasarkan
penyeimbangan alternatif merupakan biaya yang minimum sehingga
lebih baik untuk diterapkan pada lini assembling engine yaitu dengan
61 stasiun kerja dan waktu siklus 18 detik. Selain itu, adanya pendugaan
perbedaan persentase cacat maka dilakukan pengujian untuk
membuktikan ada tidaknya perbedaan persentase cacat cover tappet
adjusting hole melejit pada shift 1 dan shift 2. Berdasarkan hasil uji
Wilcoxon dapat disimpulkan bahwa persentase cacat cover tappet
adjusting hole melejit pada shift 1 dan shift 2 tidak berbeda.
Kata Kunci : Penyeimbangan Lintasan, Penyeimbangan Alternatif,
Pembebanan Berurut, Persentase Cacat Cover Tappet
Adjusting Hole Melejit, Uji Wilcoxon.
5. LINE BALANCING ANALYSIS AND DIFFERENCE TEST
OF WORK SHIFT TO PERCENTAGE OF DEFECT
AT ASSEMBLING ENGINE PROCESS IN
PT. “X" JAKARTA
Name : Dessy Noor Hadiyah
NRP : 1305.030.033
Department : Dipl. III Statistika FMIPA-ITS
Supervisor : Ir. Arie Kismanto, M.Sc
Abstract
The motorcycle industry represent one of industry expanding
because of the increasing of consumer requirements for that
transportation. PT. “X” is the company that active in that industry.
Because of some operator work fully or have long idle time at
assembling engine line so line balancing will be done. Than, the line
balancing that has the minimum cost will be selected, that is among the
load series method and alternative balancing. Based on the result of
cost calculation, the alternative balancing gives the minimum cost so it
is better to applied at assembling engine line, that is with 61 work
station and 18 second in cycle time. Besides that, based on estimate of
difference percentage of cover tappet adjusting hole that run off defect
at first shift and second shift, a test will be done to proving that. From
the Wilcoxon test, there are known that no difference of percentage of
cover tappet adjusting hole that run off defect at first shift and second
shift.
Key Words : Line Balancing, Alternative Balancing, Load Series
Percentage Of Cover Tappet Adjusting Hole That Run
Off Defect, Wilcoxon Test.
6. KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin. Segala puji syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
taufik, serta hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan Laporan Tugas Akhir dengan judul ” ANALISIS
PENYEIMBANGAN LINTASAN SERTA PENGUJIAN
PERBEDAAN SHIFT KERJA TERHADAP PERSENTASE
JUMLAH CACAT PADA PROSES ASSEMBLING ENGINE
DI PT. “X” JAKARTA”. Laporan Tugas Akhir ini tidak akan
terselesaikan dengan baik apabila tanpa bantuan dari pihak lain.
Bersama ini penulis mengucapkan rasa terima kasih sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Sonny Sunaryo, M.Si, selaku Ketua Jurusan
Statistika FMIPA ITS Surabaya.
2. Ibu Ir. Mutiah Salamah, M.Kes selaku Koordinator Tugas
Akhir Jurusan Statistika FMIPA ITS Surabaya
3. Bapak Ir. Arie Kismanto, M.Sc selaku dosen pembimbing
Tugas Akhir. Terima kasih atas bimbingannya selama ini.
4. Bapak Teguh selaku pembimbing di PT.”X” yang telah
memberikan pengetahuan dan sarannya selama ini.
5. Bapak, Ibu dan saudara-saudara penulis atas motivasi,
bantuan, semangat serta doa yang tak hentinya diberikan.
6. Rekan-rekan D3 Statistika 2005, serta seluruh warga
Statistika ITS yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari
sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca. Semoga Laporan Tugas Akhir
ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Surabaya, Juni 2008
Penulis
7. DAFTAR ISI
Halaman
Judul.......................................................................................... i
Lembar Pengesahan ................................................................. iii
Abstrak....................................................................................... iv
Kata Pengantar .......................................................................... vi
Daftar Isi.................................................................................... vii
Daftar Gambar............................................................................ ix
Daftar Tabel............................................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah.................................................... 2
1.3 Tujuan......................................................................... 2
1.4 Manfaat....................................................................... 3
1.5 Batasan Masalah......................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Perusahaan ................................... 5
2.2 Assembling Engine Sepeda Motor............................. 6
2.3 Peta Operasi Assembling Engine.............................. 15
2.4 Konsep Keseimbangan Lintasan Perakitan................ 19
2.5 Uji Kenormalan Kolmogorov-Smirnov...................... 22
2.6 Pengujian Dua Rata-Rata…………………………… 23
2.7 Pengamatan Berpasangan………………………….. 24
2.8 Uji Wilcoxon Untuk Data Berpasangan……………. 25
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sumber Data.............................................................. 27
3.2 Variabel Penelitian.................................................... 27
3.3 Langkah Analisis Data.............................................. 28
3.4 Diagram Alir Analisis............................................... 30
8. BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyeimbangan Lintasan Dengan Metode
Pembebanan Berurut.................................................. 33
4.2 Penyeimbangan Alternatif......................................... 40
4.3 Perbandingan dari Segi Biaya.................................... 44
4.4 Uji Kenormalan Data................................................. 46
4.5 Uji Wilcoxon............................................................. 47
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan................................................................. 49
5.2 Saran........................................................................... 49
Daftar Pustaka............................................................................. 51
Lampiran
9. DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Peta Operasi Assembling Engine........................... 18
Gambar 3.1 Diagram Alir Analisis Penyeimbangan Lintasan... 30
Gambar 3.2 Diagram Alir Analisis Perbedaan Cacat Cover
Tappet Adjusting Hole Melejit…………............... 31
10. DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Struktur Data Persentase Cacat.................................. 28
Tabel 4.1 Pembebanan Pekerjaan Pada Stasiun Kerja............... 35
Tabel 4.2 Pemindahan Elemen Kerja..........................................40
Tabel 4.3 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator
Tambahan 1…………………...........................……. 42
Tabel 4.4 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator
Tambahan 2…………………...........................……. 42
Tabel 4.5 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator
Tambahan 3…………………...........................……. 43
Tabel 4.6 Uji Kenormalan Persentase Cacat...............................46
11. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bidang industri telah mengalami kemajuan pesat setelah
diperlakukannya era pasar bebas. Salah satu industri yang
berkembang adalah industri sepeda motor dikarenakan
meningkatnya kebutuhan konsumen akan jenis transportasi
tersebut. Persaingan yang begitu tajam terjadi akibat banyaknya
merek pendatang baru. Perusahaan yang dapat memenuhi selera
serta kebutuhan konsumen melalui keunggulannya yang akan
mendominasi pasar.
PT. “X” merupakan perusahaan sepeda motor yang telah
lama berada di Indonesia dalam memenuhi kebutuhan
konsumennya akan alat transportasi yang tangguh, irit, serta
ekonomis. Di PT. “X” lini assembling engine merupakan bagian
yang memiliki operasi yang cukup banyak dalam pelaksanaannya.
Pada bagian tersebut terdapat beberapa operator yang bekerja
secara penuh ataupun memiliki waktu menunggu cukup besar
yaitu operator yang telah menyelesaikan pekerjannya namun
masih harus menunggu benda kerja dari stasiun sebelumnya. Hal
tersebut tentunya akan mengganggu kelancaran proses pada lini
assembling engine yang pada akhirnya akan berdampak pada
jumlah engine yang dihasilkan. Dengan pendapatan gaji yang
sama pada operator namun dengan tingkat kuantitas pekerjaan
yang berbeda dapat menimbulkan adanya kecemburuan dari
operator serta mempengaruhi operator dari segi moralis.
Berdasarkan hal tersebut salah satu usaha yang dapat dilakukan
adalah dengan penerapan keseimbangan lintasan sehingga
diharapkan akan diperoleh kelancaran proses dari operasi kerja
satu ke operasi kerja yang lain.
Hasil produksi yang tidak sesuai merupakan hal yang
tidak dapat dihindari pada suatu proses. Besarnya jumlah
kecacatan yang terjadi tentunya akan menyebabkan kerugian pada
pihak produksi. Salah satu cacat yang terjadi di assembling
12. engine yaitu cacat cover tappet adjusting hole melejit. Cacat
tersebut merupakan cacat terbesar yang terjadi pada engine dari
sepeda motor tipe bebek 125cc tepatnya terjadi pada engine
bagian cylinder head. Cacat cover tappet adjusting hole melejit
terjadi karena tidak terpasanganya o-ring sesuai alur dan apabila
cacat ini terjadi maka akan menyebabkan kebocoran pada oli
sehingga akan berakibat kerusakan pada engine. Selanjutnya
berdasarkan adanya pendugaan terhadap perbedaan persentase
cacat maka akan dilakukan pengujian untuk membuktikan ada
tidaknya perbedaan persentase cacat cover tappet adjusting hole
melejit yang terjadi akibat shift kerja. Adanya keadaan yang
homogen pada shift 1 dan shift 2 maka akan dipergunakan
pengujian untuk data berpasangan.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalah yang diambil dalam penelitian ini adalah:.
1. Bagaimanakah hasil penyeimbangan lintasan pada lini
assembling engine yang akan dipilih berdasarkan biaya
minimum?
2. Adakah perbedaan persentase cacat cover tappet
adjusting hole melejit pada engine yang terjadi akibat
shift kerja?
1.3 Tujuan
Berdasar perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis penyeimbangan lintasan pada lini
assembling engine yang akan dipilih berdasarkan biaya
minimum.
2. Menganalisis ada tidaknya perbedaan persentase cacat
cover tappet adjusting hole melejit pada engine yang
terjadi akibat shift kerja.
13. 1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui kondisi proses pada lini assembling engine
dari sepeda motor.
2. Sebagai suatu masukan untuk perusahaan dalam
memperbaiki dan menyeimbangkan lintasan melalui hasil
penyeimbangan yang didapatkan.
3. Hasil dari pengujian perbedaan persentase cacat nantinya
akan dapat digunakan sebagai informasi bagi perusahaan
mengenai keadaan proses dari shift 1 dan shift 2.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data hasil pengidentifikasian cacat pada engine
merupakan persentase cacat cover tappet adjusting hole
melejit yang terjadi akibat proses assembling engine
untuk sepeda motor tipe bebek 125cc bulan Oktober,
November, dan Desember tahun 2007.
2. Penyeimbangan lintasan hanya dilakukan pada lini
assembling engine untuk sepeda motor tipe bebek 125cc.
3. Penelitian disini hanya dilakukan sampai tahap analisis,
dikarenakan perusahaan tidak mengijinkan melakukan
penerapan hasil analisis pada pelaksanaan produksi.
15. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Perusahaan
PT. “X” merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi
sepeda motor di Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada 11 Juni
1971 dengan nama PT Federal Motor. Pada tahun 2001
perusahaan mulai menggunakan nama yang dipakai saat ini, yang
mana sebuah pengembangan kerja sama antara salah satu
manufakturing terkenal Jepang dan mulai beroperasional sejak 1
Januari 2001. Sejak berdirinya hingga saat ini produksi kumulatif
perusahaan ini telah memproduksi lebih dari 15 juta unit sepeda
motor. Jenis sepeda motor yang diproduksi di PT. “X”
diantaranya adalah:
1. Tipe Sport
Tipe ini mengacu penggunaaan engine dengan
kemiringan sekitar 30 hingga 45 derajat.
2. Tipe Cub
Sepeda motor yang mana pemindahan gigi transmisi
dilakukan secara manual dan memiliki kemiringan engine
dibawah 10 derajat.
3. Tipe Matic
Sepeda motor jenis skuter yang menggunakan teknologi
sistem transmisis yang disalurkan melalui sabuk yang
disebut V-Belt. Menyebabkan tidak perlu dilakukan
pemindahan gigi secara manual.
Selanjutnya aktivitas ataupun kegiatan utama dari PT. “X”
adalah :
1. Pembuatan Cetakan Dies Dan Mould
Tahapan pembuatan alat cetak untuk proses pencetakan
part plastik pada sepeda motor, misalnya body pada
motor.
2. Pembuatan Komponen Pressing Sepeda Motor
Tahapan pemotongan, pengepresan, pencetakan serta
pembentukan plat bagian dari sepeda motor
16. 3. Pengelasan Rangka Sepeda Motor
Penyambungan atau pengelasan dari hasil kegiatan
pressing
4. Pengecatan Dan Pelapisan Plating Komponen Sepeda
Motor
Proses pengecatan pada bagian sepeda motor setelah
proses pengelasan serta proses pemberian lapisan plating
bagian rim sepeda motor.
5. Injeksi Untuk Komponen Plastik Sepeda Motor
Proses pencetakan part plastik pada sepeda motor,
misalnya body pada motor.
6. Machining Komponen Engine Sepeda Motor
Proses pembentukan part yang lebih spesifik dari engine
sepeda motor yang mana pembentukan tersebut
disesuaikan dengan drawing. Meliputi proses
pengeboran, pembuatan ulir.
7. Perakitan Engine Sepeda Motor
Proses perakitan komponen-komponen engine sepeda
motor diantaranya crank case R dan L.
8. Perakitan Unit Sepeda Motor
Proses perakitan komponen unit motor baik itu dari
rangka, body, engine, roda, serta part-part elektrik dan
komponen-komponen lainnya.
9. Pemasaran Unit Dan Komponen Sepeda Motor
Bagian yang menangani unit penjualan sepeda motor
kepada konsumen.
10. Supervisi Dan Pengembangan Jaringan Service
Pelayanan perawatan atau perbaikan purna penjualan
terhadap konsumen
2.2 Assembling Engine Sepeda Motor
Salah satu aktivitas ataupun kegiatan di PT. X adalah
assembling engine. Dalam kegiatan ini, operasi perakitan yang
dilakukan adalah perakitan bagian crank case R (right), crank
17. case L (left), serta penggabungan antara crank case R dan L
(sesuai Gambar 3.1 )
A. Bagian Crank Case R (right)
Operasi yang dilakukan pada perakitan crank case R
adalah:
1. Press Bearing Crank Case R
Press bearing crank case merupakan operasi pemasangan
dan pengepresan bearing pada crank case right dengan
menggunakan mesin press. Selanjutnya dilakukan
pemasangan packing drain cock 12,5x2, pin shift return
spring, serta bolt plug drain 12mm.
2. Pengencangan Bolt Plug Drain 12 mm
Hasil pemasangan bolt plug drain pada operasi press
bearing selanjutnya dikencangkan dan dilanjutkan
pemasangan plate bearing hold, bolt flange, plug sealing
dan screen oil filter.
3. Bolt Stud Cylinder
Merupakan proses pemasangan dan pengencangan 2 buah
bolt stud cylinder yang selanjutnya dilakukan
pengencangan torsi pada pin shift return spring.
4. Press Fit Crank Shaft
Operasi ini merupakan penembakan ulir crank shaft comp
dengan mesin press. Selanjutnya dilakukan pengecekan
torsi pada bolt plug drain 12mm.
5. Transmisi
Tahap transmisi merupakan tahap pemasangan shaft assy
dan kick starter assy. Selanjutnya dilakukan pemasangan
drum gear shift serta pin dowel 10x12
6. Fork Transmisi
Tahap fork transmisi merupakan pemasangan fork L, gear
shift serta fork R, gear shift pada mission assy.
Selanjutnya dilakukan pemasangan spring contact dan
cap contact change switch pada gear shift drum.
18. B. Bagian Crank Case L (left).
Operasi yang dilakukan pada perakitan crank case L adalah:
1. Numbering
Merupakan pemberian nomor pada engine bagian crank
case comp L. Nomor disesuaikan dengan barcode dan
diproses menggunakan mesin numbering.
2. Press Bearing Crank Case L
Operasi ini merupakan proses pemasangan dan
pengepresan bearing dan oil seal pada crank case L
dengan menggunakan mesin press bearing.
3. Liquid Gasket
Merupakan operasi pemasangan dan pengencangan bolt
stud cyilinder hitam dan kuning. Selanjutnya dilakukan
proses bonding dengan menggunakan mesin liquit gasket.
C. Bagian Penggabungan
Selanjutnya Operasi pada tahapan penggabungan dan
operasi lanjutan hasil penggabungan crank case L dan R
pada engine, yaitu:
1. Joining Crank Case
Operasi joining crank case merupakan operasi
penggabungan antara crank case R dan L dengan posisi
area bonding crank case L di bawah. Selanjutnya
dilakukan pemasangan bolt flange SH 6x60 di bagian
crank case comp L.
2. Bolt Crank Case
Tahap Bolt Crank case merupakan tahap pemasangan dan
pengencangan 6 bolt flange SH 6x60 dan dilanjutkan
pemasangan 2 pin dowel 10x12.
3. Contact Assy Change Switch
Merupakan tahap pemasangan O-ring 19,4x2,3, contact
assy change switch, serta bolt flange 6x16 yang
selanjutnya akan dikencangkan.
4. Ring Piston
Tahap pemasangan ring piston oil, ring piston 2nd, ring
piston Top dan clip piston pin pada piston.
19. 5. Piston Assy
Piston assy merupakan operasi pemasangan gasket
cylinder yang dilanjutkan dengan pemasangan piston assy
serta pin piston (yang dipasang CLIP, Piston pin 13mm)
pada crank shaft.
6. Cylinder Assy
Tahap cylinder assy merupakan operasi pemasangan
cylinder assy pada bagian crank case assy. Selanjutnya
pada cylinder assy dipasang part guide cam chain.
7. Chain Cam
Operasi ini merupakan tahap pemasangan 2 part pin
dowel 10x12 pada cylinder assy. Pemasangan gasket
cylinder head pada cylinder comp, serta pemasangan
sprocket cam dan chain cam pada cylinder comp.
8. Shaft Comp Cam
Tahap pemasangan plunger cam set, spring plunger,
washer sealing, dan bolt flange 6x12 (lalu dikencangkan).
Dilanjutkan pemasangan shaft comp cam pada head assy
cylinder .
9. Arm Assy dan Valve rocker
Tahap pemasangan arm assy valve rocker dan shaft
rocker arm pada head assy cylinder.
10. Cylinder Head Assy
Operasi ini merupakan pemasangan pada bagian cylinder
head assy, yaitu washer sealing 8mm orange serta silver.
Dilanjutkan pemasangan 4 nut cap 8mm.
11. Tightening Nut cap
Merupakan pemasangan dan pengencangan bolt flange
SH 6x95 pada cylinder head. Selain itu pengencangan nut
cap dari proses sebelumnya. Setelah mengubah posisi
engine dengan sisi kanan diatas dilanjutkan dengan
pemasangan sprocket drive 14T pada shaft assy.
12. Timing
Timing merupakan Operasi pemasangan dan
pengencangan bolt knock 5mm pada sprocket Cam.
20. Dilanjutkan pemasangan tensioner assy cam chain pada
crank case comp L.
13. Tightening Bolt Sprocket Drive
Tahap pemasangan dan pengencangan plate fixing, 2 bolt
hex 6x10 pada sprocket drive. Dilanjutkan pemasangan
plate tensioner set dan bolt flange 6x14 yang
dikencangkan pada bagian crank case L side.
14. Lifter Assy Tensioner
Lifter Assy Tensioner merupakan tahap pemasangan lifter
assy tensioner, gasket tensioner lifter, dan 2 bolt flange
SH 6x22 yang selanjutnya dikencangkan pada area
cylinder comp.
15. Transfering Engine
Pada operasi ini dilakukan pelepasan stopper pada lifter
assy tensioner. Dilanjutkan pemasangan bearing needle
21x25x18 pada crankshaft comp dan pemberian marking
untuk hasil numbering “OK” pada crank case L. Setewlah
itu dilakukan pengecekan torsi bolt knock 5mm.
16. Plate Bearing Push
Merupakan operasi pemasangan plug bearing push dan
spring bearing push pada crank case sisi kiri. Pada area
yang sama dilanjutkan pemasangan plate bearing push
dan 2 bolt flange 6x14 yang kemudian dilakukan
pengencangan. Selain itu dilakukan pengecekan torsi
pada bolt flange 6x10.
17. Fly Wheel Comp
Tahap pemasangan, pengencangan dan pemeriksaan torsi
bolt socket 6mm pada fly wheel.125
18. Flywheel Assy
Tahapan ini merupakan pengecekan hasil pemasangan
plate bearing push yang dilanjutkan pemasangan gear
starter driven, fly wheel assy, washer 24x12x2,3, dan nut
flange 12mm (dilanjutkan ke pengencangan).
21. 19. Screw Pan Lifter Assy Tensioner
Operasi ini merupakan tahapan pemasangan sensor assy
speed, bolt plange 6x16 pada bagian crank case L.
Dilanjutkan pemasangan part o-ring 1,5x9,5 dan screw
pan 6x6 pada lifter assy.
20. Gear Oil Pump Drive
Gear Oil Pump Drive merupakan operasi pemasangan
dowel pin 3x5 dan gear oil pump drive pada crank shaft
comp R, pin dowel 8x12 pada crank case R, yaitu sebelah
luar untuk cover R dan bagian dalam untuk oil pump.
Dilanjutkan pemasangan retainer kick spring dan collar
kick retainer pada kick starter spindle.
21. Spindle Gearshift
Tahap penyatuan plate comp clutch lifter dan bolt clutch
adjusting. Dilanjutkan pemasangan spring gear shift arm
dan return serta spindle gear shift. Selain itu dilakukan
pemasangan o-ring tappet adjusting.
22. Stopper Comp Gearshift
Operasi ini merupakan pemasangan roller 3x8,5, plate
comp shift drum stopper pada drum gear shift.
Dilanjutkan pemasangan spring shift drum stopper,
washer 6,1 mm, stopper comp gearshift, dan pivot shift
drum stopper pada crank case R.
23. Motor Assy Starter (1)
Tahap pemasangan kabel starter motor dan nut wash
6mm (dilakukan pengencangan) pada motor starter.
24. Motor Assy Starter(2)
Operasi ini merupakan pemasangan motor assy set starter
pada crank case L yang kemudian dipasang bolt flange
6x25. Selain itu dipasang beberapa part pada crank case
R dan Drum gear shift.
25. Oil Pump Assy
Tahapan ini merupakan tahapan pengecekan hasil
pemasangan pin dowel 3x5 dan oil pump drive serta
22. pemasangan oil pump assy dan bolt flange 6x35 pada
crank case R.
26. Spring Kick Return
Tahap pengencangan bolt flange dan pemasangan spring
kick return dan collar kick return pada kick starter assy.
Dilanjutkan pengecekan torsi pada socket bolt 6x16.
27. Clutch Assy
Merupakan Operasi penghubungan antar gear dilanjutkan
pemasangan washer 14mm dan nut lock pada cluth assy.
28. Tightening Nut Lock 14mm
Proses ini melakukan pengencangan nut lock 14 mm
clutch. Dilanjutkan pemasangan washer lock, washer lock
B, dan nut lock 14mm pada plate assy primary drive.
29. Lever Assy Clutch
Tahapan pemasangan gasket R crank case cover, bearing
ball radial 16003, lever assy clucth, retainer comp ball,
spring cam plate side, dan cam plate comp clutch.
30. Cover Oil Filter
Tahapan pemasangan gasket oil filter dan cover oil filter
(dilanjutkan pemasangan dan pengencangan bolt SPL
flange 5x8) pada plate assy primary drive.
31. Press Bearing Cover R Crank Case
Tahap pemasangan dan pengepresan part bearing dan oil
seal pada cover crank case R dengan menggunakan mesin
press bearing.
32. Cover R Crankcase(1)
Tahap pelumasan bearing ball dan pemasangan gauge oil
level assy, plate clutch lifter assy, oring, washer, dan nut
hex pada cover r crank case.
33. Cover R Crankcase(2)
Proses pengecekan torsi pada bolt dan pemasangan cover
comp R crankcase dan bolt flange SH 6x40 pada cover.
23. 34. Bolt Cover R Crank Case
Tahap pemasangan dan pengencangan seluruh bolt flange
SH 6x40 dan gauge oil level assy pada cover R crank
case.
35. Setting Clutch Adjusting
Tahap penyetingan bolt clutch adjusting pada cover comp
R crankcase dilanjutkan pengecekan torsi pada bolt.
36. Pipe Comp Air Feed
Operasi ini merupakan pemasangan pipe comp air feed
dan bolt flange SH 6x16 (kemudian dikencangkan) pada
head comp set cylinder.
37. Setting Nut Adjusting Tappet
Tahapan ini merupakan tahap pemasangan fueller
diantara valve IN dan bolt adjusting tappet yang
dilanjutkan dengan penyetingan dan pengecekan
clearence tappet setelah pelepasan fueller.
38. Spark plug
Tahap pemasangan spark plug pada head assy cylinder
dilanjutkan pengecekan clerence tappet.
39. Cover Tappet Adjusting Hole
Merupakan tahap pemasangan cover tappet adjusting
hole setelah pemeriksaan o-ring terlebih dahulu.
Dilanjutkan pengecekan torsi pada spark plug.
40. Cover L Cylinder Head Side
Tahap pemasangan bolt fange 6x110, washer sealing
12mm, gasket L cylinder head side cover, cover L
cylinder head side pada head assy cylinder. Dilanjutkan
pemasangan shaft redustion gear dan gear starter
reduction pada crank case comp L.
41. Cap Cover L Crankcase
Tahap pemasangan o-ring dan cap pada cover L crank
case.
42. Stator Comp
Tahap pemasangan stator comp pada cover L crank case
dengan memasang ACG gromet terlebih dahulu.
24. 43. Pulser
Tahap pengencangan bolt flange SH 6x22 dilanjutkan
pemasangan dan pengencangan bolt flange SH 6x16.
Dilanjutkan pemeriksaan torsi dari keseluruhan bolt pada
cover L crank case.
44. Cover L Crankcase
Tahap pemasangan collar starter reduction pada shaft
reduction gear. Dilanjutkan pemasangan pin dowell
8x12, gasket L crank case cover, cover L pada crank case
comp L serta pemasangan socket pada sensor.
45. Bolt Cover L Crankcase
Tahap pemasangan dan pengencangan bolt flange SH
6x28, clamper over flow, bolt flange SH 6x35 pada cover
L crank case.
46. Leak Tester
Tahap pemeriksaan kebocoran pada engine serta
penempelan barcode pada cover L. Dilanjutkan
pemasangan gasket carburator insulator, pipe comp inlet,
dan bolt pada cylinder head.
47. Oil Filling
Tahap pengisian oli pada engine dilanjutkan pemasangan
tube assy beather pada joint beather dan pengencangan
bolt flange.
48. Stampling
Tahap pemberian stempel “OK” warna biru dan counter
produksi pada tag engine setelah pemeriksaan oli pada
engine.
49. Transfering Firing
Tahap pemberian stempel tanggal produksi dilanjutkan
pengangkatan engine “OK” ke firing inspection dan
engine “NG” ke bagian repair.
Pemeriksaan dilakukan secara 100% . Selanjutnya di tiap
proses akan selalu dilakukan pemeriksaan secara visual oleh
operator atas hasil perakitan yang telah dilakukan.
25. 2.3 Peta Operasi Assembling Engine
Berikut ini merupakan peta operasi dari assembling
engine di perusahaan “X”:
Crank case L Crank case R
Press bearing
7 Numbering 1
crank case R
Press bearing Bolt plug
8 2
crank case L drain 12mm
Liquit Bolt stud
9 3
gasket cylinder
4
Press fit
crank shaf
5 transmisi
6 Fork
transmisi
piston
10
Joining
13 Ring piston crank case
Bolt
11 crank case
12 Contact assy
change switch
14 Piston assy
A
26. Head cylinder assy A
17 Saft comp cam Cylinder
15 assy
Arm assy
18
Valve rocker Chain cam
16
19 Cylinder
head assy
20 Tightening
nut cap
21 timing
Fly wheel Tightening
22 bolt sprocket
drive
26 Fly wheel comp Lifter Assy
23 Lifter assy
Tensioner
tensioner
24 Transfering
engine
25 Plate bearing
push
27 Flywheel assy
28 Screw pan
lifter assy
tensioner
B
27. Spindle comp B
gear shift
Motor assy set 30 Spindle
gearshift 29 Gear oil pump
starter
drive
32 Motor assy Stopper comp
31
starter (1) gearshift
33
Motor assy
starter (2)
34 Oil pump assy
35
Spring kick
return
36
Clutch assy
Cover R crank case
37 Tightening nut
Press bearing cover lock 14mm
R crank case
40
38 Lever assy
clutch
Cover R crank
41 case (1) 39 Cover oil filter
Cover R crank
42
case (2)
43 Bolt cover R
crankcase
C
28. C
Cover L crank case Setting cluth
44 adjusting
Pipe comp
50 Cap cover L 45
air feed
crank case
Setting nut
46
51 Stator comp adjusting tappet
47
Spark plug
52 pulser
Cover tappet
48 adjusting hole
Cover L cylinder
49 head side
Cover L
53 crank case
Bolt cover L
54
crankcase
55 Leak tester
56 Oil filling
57 stampling
58
Transfering
firing
Gambar 2.1 Peta Operasi Assembling Engine
29. 2.4 Konsep Keseimbangan Lintasan Perakitan
Keseimbangan lintas perakitan berhubungan erat dengan
produksi massal. Sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan ke
dalam beberapa pusat-pusat kerja, yang untuk selanjutnya disebut
sebagai stasiun kerja. Waktu yang diizinkan untuk menyelesaikan
elemen pekerjaan itu ditentukan oleh kecepatan lintas perakitan.
Semua stasiun kerja sedapat mungkin harus memiliki waktu
siklus yang sama. Bila suatu stasiun kerja memiliki waktu
dibawah waktu siklus idealnya, maka stasiun tersebut akan
memiliki waktu menganggur. Tujuan akhir dari keseimbangan
lintas adalah meminimasi waktu menganggur ditiap stasiun kerja,
sehingga dicapai efisiensi kerja yang tinggi pada setiap stasiun
kerja (Nasution, 1999).
Menurut James (1983) berdasarkan karakteristik proses
pengerjaan yang dilakukan lintasan produk dibagi dua macam:
1. Lintasan Fabrikasi
Lintasan fabrikasi merupakan lintasan produksi yang
terdiri dari sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat
membentuk atau merubah sifat-sifat dari benda kerja.
2. Lintasan Assembling
Lintasan assembling merupakan suatu lintasan produksi
yang terdiri dari sejumlah operasi perakitan komponen
atau material yang dikerjakan pada beberapa stasiun
kerja.
Permasalahan keseimbangan lintasan paling banyak
terjadi pada proses perakitan (assembling) dibandingkan pada
proses pabrikasi. Pabrikasi dari sub komponen-komponen
biasanya memerlukan masin-masin berat dengan siklus panjang.
Ketika beberapa operasi dengan peralatan yang berbeda
dibutuhkan secara proses seri, maka terjadilah kesulitan dalam
menyeimbangkan panjangnya siklus-siklus mesin, sehingga
utilisasi kapasitas menjadi rendah. Pergerakan yang terus menerus
kemungkinan besar dicapai dengan operasi-operasi perakitan
yang dibentuk secara manual ketika beberapa dapat dibagi-bagi
menjadi tugas kecil dengan durasi waktu yang pendek. Semakin
30. besar fleksibilitas dalam mengkombinasikan beberapa tugas,
maka semakin tinggi pula tingkat keseimbangan yang dapat
dicapai (Nasution, 1999).
2.4.1 Data Pada Perencanaan Keseimbangan
Data yang harus dimiliki dalam merencanakan
keseimbangan lintas perakitan menurut Nasution (1999) adalah:
1. Suatu jaringan kerja (terdiri atas rangkaian simpul dan
anak panah) yang menggambarkan urutan perakitan,
urutan perakitan ini dimulai dan berakhir dari suatu
simpul. Tiap simpul menggambarkan operasi yang
dilakukan, sementara anak panah menunjukkan
kelanjutan operasi tersebut ke simpul lainnya.
2. Data waktu baku pekerjaan tiap operasi
Diturunkan dari perhitungan waktu baku pekerjaan
operasi perakitan.
3. Waktu siklus yang diinginkan.
Diperoleh dari kecepatan produksi lintas produksi
tersebut, atau dari waktu operasi terpanjang jika waktu
siklus yang diinginkan lebih kecil dari waktu operasi
terpanjang .
2.4.2 Waktu Siklus (cycle time)
Menurut Wignjosoebroto (2000), waktu siklus (Tc)
biasanya diatur atau dipengaruhi oleh output (Q) yang
dikehendaki selama periode waktu produksi (P) dengan
formulasi:
P (2.1)
Tc =
Q
Output dalam hal ini harus juga memperhitungkan
kelonggaran yang diantisipasikan terhadap adanya produk
cacat yang harus ditolak. Demikian juga untuk periode
waktu produksi P juga sudah memperhitungkan adanya
”downtime”, misalnya disaat conveyor suatu saat tidak
berfungsi.
31. 2.4.3 Penentuan Jumlah Stasiun Kerja
Jumlah stasiun kerja yang akan terbentuk dapat
diperkirakan dengan cara membagi total waktu kerja
dengan waktu siklus. Dalam hal ini jumlah stasiun dapat
dihitung dengan rumus:
m
∑ Tei
N= i =1
(2.2)
Tc
Keterangan:
N = Jumlah stasiun kerja
Tei = Waktu operasi kerja, dimana i=1,2,3,...,m
Tc = Waktu siklus
2.4.4 Metode Pembebanan Berurut
Langkah penugasan pekerjaan pada stasiun kerja dengan
menggunakan metode ini berbeda pada urutan prioritas
pembebanan pekerjaan. Langkah-langkah penyelesaian dengan
menggunakan metode pembebanan berurut menurut Nasution
(1999) adalah:
1. Menghitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu
siklus aktual adalah waktu siklus yang diinginkan
atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi
terbesar itu lebih besar dari waktu siklus yang
diinginkan.
2. Membuat matrik operasi pendahulu (p) dan operasi
pengikut (F) untuk setiap operasi berdasarkan
jaringan kerja perakitan. Jumlah matriks operasi
pendahulu ialah jumlah busur terbanyak dari operasi
kerja sedangkan jumlah kolom pada matriks operasi
pengikut ialah jumlah besar keluar terbanyak.
3. Memperhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu
P yang semuanya terdiri dari angka 0 dan bebankan
elemen pekerjaan terbesar yang mungkin terjadi, jika
ada lebih dari 1 baris yang memiliki seluruh elemen
sama dengan nol.
32. 4. Memperhatikan nomor elemen dibaris matriks
kegiatan pengikut F yang bersesuaian dengan elemen
yang telah ditugaskan. Setelah itu kembali perhatikan
lagi baris pada matriks P yang ditunjukkan, ganti
nomor identifikasi elemen yang telah dibebankan ke
stasiun kerja dengan nol.
5. Melanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan itu
pada tiap stasiun kerja dengan ketentuan bahwa
waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus.
Proses ini dikerjakan hingga semua baris pada
matriks P bernilai 0.
6. Menghitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang
terbentuk.
2.5 Uji Kenormalan Kolmogorov-Smirnov
Uji kenormalan Kolmogorov-Smirnov biasanya digunakan
pada data yang bersifat kontinyu. Penerapan pengujian ini
menggunakan dua buah fungsi distribusi kumulatif yaitu
distribusi kumulatif yang ditentukan sebagai hipotesis serta
distribusi kumulatif dari data yang teramati. Menurut Daniel
(1989) asumsi dari pengujian ini adalah data terdiri atas hasil-
hasil pengamatan bebas X1, X2,..., Xn, yang merupakan sebuah
sampel acak berukuran n dari suatu fungsi yang belum diketahui
dan dinyatakan dengan F(x). Selanjutnya uji Kolmogorov-
Smirnov dapat diringkas dalam langkah-langkah berikut:
Hipotesis : H0 : F ( x) = F0 ( x) , Data berdistribusi Normal
H1 : F ( x) ≠ F0 ( x) , Data tidak berdistribusi Normal
Statistik Uji : D = sup S ( x ) − Fo ( x ) (2.3)
x
Dimana :
S(x) : Proporsi nilai-nilai pengamatan dalam sampel yang
kurang dari atau sama dengan x
F0(x) : Fungsi peluang kumulatif distribusi yang
dihipotesiskan (Normal)
33. D : Nilai supremum untuk semua x dari selisih nilai
mutlak S(x) dan F0(x)
Daerah Kritis :
Tolak H0 pada taraf signifikansi α jika D > D(1-α,n)
Untuk data di atas 40 maka nilai Dtabel diperoleh melalui rumus:
1,36
D= (2.4)
n
2.6 Pengujian Dua Rata-Rata
Pengujian dua rata-rata dilakukan apabila akan
dibandingkan dua macam perlakuan. Pengujian dilakukan untuk
membuktikan ada tidaknya perbedaan atas rata-rata populasi satu
dengan rata-rata populasi lain. Menurut Walpole (1995) dua
sampel acak yang bebas berukuran masing-masing n1 dan
n 2 diambil dari dua populasi dengan rataan µ1 dan µ 2 dan
variansi σ 12 dan σ 2 , Bentuk hipotesis pengujian dua arah dan
2
daerah kritis statistik uji Z mengikuti distribusi normal adalah:
Hipotesis: H0 : µ1 − µ 2 = d 0
H1 : µ1 − µ 2 ≠ d 0
Dengan statistik uji:
( X − X 2 ) − ( µ1 − µ 2 )
Z= 1 (2.5)
σ 12 σ2
2
+
n1 n2
Bila dianggap bahwa σ 1 = σ 2 = σ maka statistik uji di atas
menyusut menjadi
( X − X 2 ) − ( µ1 − µ 2 )
Z= 1 (2.6)
1 1
σ +
n1 n 2
Selanjutnya tolak H0 bila z > zα / 2
34. 2.7 Pengamatan Berpasangan
Pada tahap ini merupakan cara penaksiran selisih dua rataan
bila sampelnya tidak bebas dan variansi kedua populasi tidak
perlu sama. Menurut Walpole (1995) persyaratan kedua populasi
dikaitkan pada setiap satuan percobaan yang homogen, dengan
demikian setiap satuan percobaan mempunyai sepasang
pengamatan, satu untuk setiap populasi. Dianggap d1 , d 2 ,..., d n
merupakan selisih pada pasangan pengamatan. Selisih ini
menyatakan nilai sampel acak dari D1 , D2 ,..., Dn yaitu selisih
populasi yang akan kita anggap berdistribusi normal dengan
rataan µ D = µ1 − µ 2 dan variansi σ D . Akan kita taksir σ D
2 2
2
dengan s d , variansi selisih yang membentuk sampel . Penaksir
titik µ D ialah D . Perhitungan selang kepercayaan untuk
µ1 − µ 2 dalam hal ini didasarkan pada peubah acak
D − µD
T= (2.7)
Sd n
Permasalahan dua sampel pada dasarnya disederhanakan menjadi
permasalahan satu sampel dengan menggunakan selisih
d1 , d 2 ,..., d n . Jadi hipotesisnya berbentuk:
H0: µ1 = µ 2 atau µ D = µ1 − µ 2 = 0
H1: µ1 ≠ µ 2 atau µ D = µ1 − µ 2 ≠ 0
Uji statistik hasil perhitungan menjadi
d − d0
t= (2.8)
sd n
Dengan daerah kritis t < − tα / 2 dan t > tα / 2
35. 2.8 Uji Wilcoxon Untuk Data Berpasangan
Uji Wilcoxon digunakan untuk kasus dua sampel
berhubungan bila skala pengukuran memungkinkan kita
menentukan bukan hanya apakah anggota-anggota suatu
pasangan hasil pengamatan berbeda, tetapi juga besar beda selisih
yang terjadi. Menurut Daniel (1989) Uji peringkat bertanda
Wilcoxon untuk data berpasangan cocok untuk digunakan bila
akan dianalisis beda-beda antara hasil-hasil pengamatan yang
berpasangan. Dalam uji Wilcoxon, hipotesis yang dipergunakan
untuk uji dua arah adalah:
H0 : Selisih median populasi adalah sama dengan 0
H1 : Selisih median populasi adalah tidak sama dengan 0
Adapun statistik uji dan daerah penolakan yang dipergunakan
dalam uji tanda adalah:
T = T+ atau T = T- yang lebih kecil dan tolak Ho jika
T ≤ dn , α dari tabel uji peringkat Wilcoxon.
Manakala n lebih besar dari 20 maka statistik
T − [n(n + 1)] / 4
z= (2.9)
n(n + 1)(2n + 1) / 24
Dapat digunakan untuk menentukan daerah kritis uji.
Selanjutnya pada taraf signifikansi α maka tolak H0 jika z < z α/2.
37. BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
sekunder, yaitu:
1. Dalam melakukan analisis penyeimbangan lintasan akan
dipergunakan data sekunder atas:
a. Waktu kerja operator (Lampiran 1) untuk tiap operasi
pada lini assembling engine. Adapun waktu kerja
tersebut diperoleh melalui hasil pengamatan yang
dilakukan bagian engineering pada bulan Januari
2008 atas waktu kerja operator.
b. Jumlah rencana produksi (Lampiran 15) engine
selama bulan Oktober, November, dan Desember.
c. Gaji tenaga kerja.
d. Jam kerja operator baik untuk shift 1 maupun shift 2.
2. Data persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit
yang terjadi akibat proses assembling engine di bulan
Oktober, November, dan Desember tahun 2007 pada shift
1 dan shift 2 di PT. “X” Jakarta. Data tersebut diperoleh
dari hasil pemeriksaan yang dilakukan repair man atas
hasil proses assembling engine selama tiga bulan tersebut.
3.2 Variabel Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini maka variabel
dalam penelitian meliputi:
1. Waktu kerja baku operator tiap stasiun kerja pada lini
assembling engine. Adapun operasi dalam assembling
engine ditampilkan pada gambar 2.1.
2. Persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit yang
terjadi akibat proses pada assembling engine selama
produksi bulan Oktober, November, dan Desember tahun
2007 dari shift 1 dan shift 2. Adapun struktur data dari
persentase cacat tersebut adalah:
38. Tabel 3.1 Struktur Data Persentase Cacat
Pengamatan Persentase cacat
(hari) Shift 1 Shift 2
1 x1 y1
2 x2 y2
3 x3 y3
. . .
. . .
. . .
63 x 63 y 63
Dimana xi merupakan persentase cacat yang terjadi pada
shift 1 sedangkan yi merupakan persentase cacat yang terjadi pada
shift 2.
3.3 Langkah Analisis Data
Langkah-langkah analisis yang akan dilakukan dalam
mencapai tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk pencapaian tujuan pertama yaitu menganalisis
penyeimbangan lintasan pada lini assembling engine yang
akan dipilih berdasarkan biaya minimum dilakukan
dengan langkah sebagai berikut:
a. Melakukan penyeimbangan lintasan dengan metode
pembebanan berurut, yaitu:
i. Menghitung waktu siklus yang diinginkan.
ii. Membuat matrik operasi pendahulu (p) dan operasi
pengikut (F) untuk setiap operasi berdasarkan
jaringan kerja perakitan yang selanjutnya dilakukan
pembebanan pekerjaan dengan ketentuan bahwa
waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus.
iii. Menghitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang
terbentuk.
39. b. Melakukan penyeimbangan lintasan alternatif yaitu
dengan asumsi pemindahan elemen kerja dan atau
penambahan operator pada lini assembling engine.
Pemindahan elemen kerja dan atau penambahan
operator dilakukan pada proses produksi yang
memiliki waktu operasi diatas waktu yang
diinginkan.
c. Menghitung total biaya produksi sebelum adanya
penyeimbangan, hasil penyeimbangan lintasan
dengan metode pembebanan berurut maupun
alternatif pada lini assembling engine.
d. Membandingkan biaya produksi sebelum adanya
penyeimbangan, hasil penyeimbangan lintasan
dengan metode pembebanan berurut maupun
alternatif pada lini assembling engine. Selanjutnya
akan dipilih biaya yang minimum.
2. Untuk pencapaian tujuan kedua yaitu menganalisis ada
tidaknya perbedaan dari shift kerja terhadap cacat cover
tappet adjusting hole melejit, akan dilakukan dengan
langkah sebagai berikut:
a. Melakukan pengujian kenormalan data berdasarkan
data persentase cacat yang terjadi akibat proses pada
shift 1 dan shift 2 dengan uji Kolmogorov Smirnov.
b. Melakukan pengujian dua rata-rata untuk data
berpasangan, yaitu antara persentase cacat dari shift 1
dan shift 2. Apabila asumsi normal tidak terpenuhi
maka akan dilakukan uji Wilcoxon.
40. 3.4 Diagram Alir Analisis
Berikut ini merupakan diagram alir dari analisis
penyeimbangan lintasan:
mulai
Pengumpulan data sekunder
Melakukan Melakukan asumsi
penyeimbangan lintasan pemindahan elemen
dengan metode kerja dan penambahan
pembebanan berurut operator
Menghitung biaya dari Menghitung biaya dari
segi operator segi operator
Menentukan penyeimbangan lintasan
terpilih berdasarkan biaya yang
minimum
Kesimpulan dan saran
Gambar 3.1 Diagram Alir Analisis Penyeimbangan Lintasan
41. Selanjutnya diagram alir untuk menganalisis ada tidaknya
perbedaan dari shift kerja terhadap cacat cover tappet adjusting
hole melejit adalah:
mulai
Pengumpulan data sekunder
Melakukan pengujian
kenormalan data
tidak
Apakah
berdistrbusi normal
ya
Melakukan Uji
Melakukan pengujian dua rata- Wilcoxon
rata untuk data berpasangan
Kesimpulan dan saran
Gambar 3.2 Diagram Alir Analisis Perbedaan Cacat Cover Tappet
Adjusting Hole Melejit
43. BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyeimbangan Lintasan Dengan Metode Pembebanan
Berurut
Penyeimbangan lintasan pada assembling engine dilakukan
dengan memanfatkan waktu standard dari tiap operasi. Sebelum
dilakukan penyeimbangan lintasan maka akan ditentukan terlebih
dahulu waktu siklus yang selanjutnya akan dilakukan
pembebanan pada stasiun kerja berdasarkan waktu siklus tersebut.
Waktu siklus dihitung melalui waktu kerja efektif dan
kapasitas yang harus dipenuhi selama satu hari. Berdasarkan nilai
pada Lampiran 12 diketahui waktu kerja efektif setiap hari (P)
adalah 48600 detik dan jumlah kapasitas (Q) yang harus dipenuhi
tiap harinya adalah sebanyak 2700 engine maka perhitungan
waktu siklus (Tc) yaitu:
P 48600 detik
Tc = = = 18 detik
Q 2700 engine
Melalui perhitungan diperoleh waktu siklus sebesar 18 detik
dengan kata lain waktu yang diberikan pada setiap operator untuk
menyelesaikan pekerjaannya adalah 18 detik.
Tetapi dikarenakan waktu operasi terbesar atau waktu
terlama seorang operator untuk menyelesaikan pekerjaannya
adalah 24,96 detik (Lampiran 1) maka waktu siklus aktual tidak
mungkin ditetapkan sama dengan 18 detik. Untuk itu akan
digunakan 24,96 detik sebagai waktu siklus aktual.
4.1.1 Perkiraan Jumlah Stasiun
Jumlah stasiun kerja yang akan terbentuk dapat diperkirakan
dengan cara membagi total waktu kerja dengan waktu siklus.
Diketahui bahwa total waktu kerja adalah 975,95 detik, sehingga
didapatkan perkiraan jumlah stasiun adalah:
m
∑ Tei 975,95
N= i =1
= = 54,2 stasiun
Tc 18
44. atau kurang lebih terbentuk 55 stasiun sehingga melalui
perhitungan diperoleh jumlah stasiun yang akan terbentuk kurang
lebih akan terbentuk 55 stasiun kerja.
4.1.2 Langkah Pembebanan Berurut
Langkah berikutnya adalah membuat operasi pendahulu
dan operasi pengikut untuk setiap operasi pada assembling
engine. Melalui Gambar 2.1 yaitu peta operasi assembling engine
dapat diketahui jumlah matriks operasi pendahulu adalah
sebanyak dua sehingga akan disediakan empat kolom pada matrik
operasi pendahulu dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Kolom pertama dan ketiga merupakan kolom untuk nomor
identifikasi operasi pendahulu dari operasi tersebut. Bila
suatu operasi hanya memiliki satu operasi pendahulu maka
nomor identifikasi operasi pendahulu pada kolom ketiga
adalah 0 yang berarti tidak ada operasi pendahulu kedua
untuk operasi yang akan dibebankan.
2. Selanjutnya kolom kedua dan keempat adalah untuk
peletakan penggantian nomor identifikasi operasi sama
dengan nol bagi operasi yang telah dibebankan, dimana
kolom kedua adalah perubahan identifikasi untuk operasi
pendahulu pertama (kolom pertama) dan kolom keempat
adalah perubahan identifikasi untuk operasi pendahulu
kedua (kolom ketiga).
3. Jumlah kolom pada matriks operasi pengikut sebanyak satu
dikarenakan banyaknya operasi pengikut hanya satu.
Matriks operasi pendahulu, matriks operasi pengikut serta
penugasan (pembebanan) operasi kerja diperlihatkan pada
Lampiran 4. Selanjutnya melalui pembebanan operasi-operasi
kerja tersebut (Lampiran 4) maka hasil pembebanan berurut
dari assembling engine diperlihatkan pada Tabel 4.1.
47. Selanjutnya setelah membuat matrik operasi pendahulu dan
operasi pengikut maka langkah pelaksanaan pembebanan
berurut yaitu:
1. Memperhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu P yang
semuanya terdiri dari angka 0. Pada stasiun kerja pertama,
pembebanan operasi pertama kali dilakukan untuk operasi
yang memiliki seluruh elemen matrik operasi pendahulu nol
dan waktu operasi terbesar, yaitu operasi 30.
2. Melihat operasi pengikut pada operasi 30. Dikarenakan
operasi pengikut adalah operasi 31 maka selanjutnya
mencoret angka 30 pada matrik operasi pendahulu pada
proses 31 dan ganti nomor identifikasi pada kolom 4
dengan nol yang menandakan operasi 30 telah dibebankan
pada stasiun kerja pertama.
3. Mengulangi prosedur sampai seluruh baris dalam matrik
operasi pendahulu seluruhnya memiliki elemen nol dengan
ketentuan pembebanan pekerjaan di setiap stasiun tidak
dilanjukan apabila pembebanan pekerjaan lain akan
mengakibatkan stasiun kerja tersebut memiliki waktu lebih
dari 24,96 detik.
Melalui Tabel 4.1 diketahui hasil pembebanan berurut dari
proses assembling engine dimana didapatkan jumlah stasiun
sebanyak 56 stasiun kerja. Terjadi penggabungan operasi 51 dan
operasi 52 dalam satu stasiun yaitu pada stasiun 12 dengan waktu
operasi 24,2 detik serta efisiensi stasiun kerja sebesar 96,96%.
Penggabungan operasi juga terjadi pada stasiun 18 yaitu antara
operasi 5 dan operasi 6 dengan waktu operasi 22,47 detik
sehingga membentuk efisiensi kerja sebesar 90,02%. Dari 56
stasiun kerja yang terbentuk didapatkan efisiensi rata-rata
keseluruhan 69,82%. Melalui lampiran 1 diketahui bahwa
efisiensi kerja rata-rata sebelum dilakukan penyeimbangan adalah
93,48%. Apabila kedua efisiensi dibandingkan terlihat bahwa
efisiensi kerja rata-rata sebelum dilakukan penyeimbangan adalah
lebih baik namun bila dilihat dari kelancaran proses maka hasil
penyeimbangan pembebanan berurut dapat dikatakan lebih baik
48. dikarenakan tidak lagi terjadi pemberhentian conveyor. Hal
tersebut dikarenakan kecepatan lintasan telah mengikuti waktu
operasi terbesar yaitu 24,96 detik.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa jumlah kapasitas engine
yang harus dipenuhi tiap harinya adalah 2700 engine. Sedangkan
dengan waktu kerja efektif sebesar 48600 detik maka engine yang
dihasilkan dalam kondisi normal dengan menggunakan 24,96
detik sebagai waktu siklus aktual dapat diperoleh dari
perhitungan:
waktu kerja efektif 48600
= = 1947 engine
waktu siklus 24,96
melalui perhitungan diperoleh bahwa dengan waktu siklus 24,96
detik jumlah engine yang dihasilkan tiap harinya adalah 1947
engine. Sehingga terjadi kekurangan 753 engine tiap harinya dari
target engine yang harus dipenuhi atau dengan kata lain dengan
waktu siklus 24,96 detik maka perusahaan hanya dapat
memproduksi engine 72,11 % dari target engine tiap harinya.
Dalam memenuhi target tersebut maka akan diasumsikan
dilakukan lembur.
4.1.3 Penentuan Banyaknya Lembur
Kekurangan engine yang telah dihitung sebelumnya akan
dicoba untuk dipenuhi dengan asumsi melakukan lembur. Asumsi
lembur disini akan dihitung berdasarkan kebutuhan pemenuhan
target engine selama satu bulan.
Diketahui jumlah hari kerja perusahaan selama satu bulan
adalah 22 hari, sehingga perhitungan kebutuhan lembur yaitu:
target kebutuhan engine
2700 engine per hari x 22 hari = 59400 engine
engine yang dihasilkan (aktual):
1947 engine per hari x 22 hari = 42834 engine
maka kekurangan engine selama 1 bulan adalah
target – aktual = 59400 – 42834 = 16566 engine
49. sehingga berdasarkan kekurangan tersebut banyaknya lembur
yang dibutuhkan yaitu
kekurangan engine 16566
= = 8,5 ≈ 9 kali lembur
aktual per hari 1947
Berdasarkan perhitungan diperoleh bahwa untuk memenuhi target
engine selama satu bulan maka perusahaan perlu melaksanakan
lembur sebanyak 9 kali lembur.
4.1.4 Perhitungan Biaya
Perhitungan biaya disini merupakan perhitungan biaya dari
segi operator yang dikeluarkan selama satu bulan. Dalam hal ini
perhitungan biaya didasarkan hari kerja biasa dan kerja lembur.
Diketahui gaji untuk satu operator di tiap bulannya adalah
Rp.2.250.000 sedangkan apabila terjadi lembur maka gaji satu
opeartor untuk satu kali lembur adalah Rp.221.098. Melalui hasil
penyeimbangan diketahui jumlah stasiun yang terbentuk adalah
56 stasiun. Dengan satu operator pada satu stasiun maka jumlah
operator yang diperlukan untuk melakukan proses assembling
engine adalah 56 operator di tiap shift. Sehingga untuk dua shift
diperlukan operator sebanyak 112 operator. Berdasarkan hal
tersebut maka biaya yang dikeluarkan di tiap bulannya adalah:
Biaya = gaji x jumlah operator = Rp. 2.250.000 x 112 operator
= Rp. 252.000.000
sedangkan tambahan apabila diadakan lembur adalah
Biaya lembur = gaji lembur x jumlah operator x jumlah lembur
= Rp. 221.098 x 112 operator x 9
= Rp. 222.866.784
Biaya total = Rp. 252.000.000 + Rp. 222.866.784
= Rp. 474.866.784
Sehingga biaya total yang dikeluarkan dari segi operator adalah
Rp. 474.866.784
50. 4.2 Penyeimbangan Alternatif
Penyeimbangan lintasan alternatif ini menggunakan
waktu siklus 18 detik, sebab dengan waktu siklus 18 detik
diharapkan target engine yaitu 2700 engine per hari terpenuhi.
Melalui Diagram batang (Lampiran 2 dan 3) terlihat bahwa masih
ada beberapa operasi yang memiliki waktu operasi diatas 18 detik
sehingga diperkirakan operator pada operasi tersebut tidak
sanggup untuk menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu 18 detik
ataupun kurang. Apabila hal tersebut terjadi maka tentunya akan
mengganggu kerja operator pada operasi sesudahnya karena harus
menunggu hasil kerja dari operator tersebut. Penyeimbangan
lintasan ini dilakukan dengan melakukan pemindahan elemen
kerja ataupun asumsi penambahan operator pada operasi yang
memiliki waktu diatas 18 detik.
4.2.1 Pemindahan Elemen Kerja dan Asumsi Penambahan
Operator
Berikut ini akan dilakukan pemindahan elemen kerja dari
operasi yang memiliki waktu diatas 18 detik. Operasi yang
memiliki waktu diatas 18 detik dapat dilihat melalui diagram
batang (Lampiran 2 dan 3).
Tabel 4.2 Pemindahan Elemen Kerja
Asal Operasi Tujuan Operasi
Operasi Waktu (Detik) Operasi Waktu (Detik)
(elemen kerja) Sebelum Setelah (elemen kerja) Sebelum Setelah
8 9
19,45 16,85 14,61 17,21
(8,9) (sebelum 1)
20 21
21,04 17,97 14,82 17,89
(5,6) (sebelum 1)
22 23
18,21 16,75 14,30 15,76
(3,4) (sebelum 1)
24 15
21,18 15,75 12,53 17,96
(8) (setelah 6)
51. Tabel 4.2 Pemindahan Elemen Kerja (lanjutan)
Asal Operasi Tujuan Operasi
Operasi Waktu (Detik) Operasi Waktu (Detik)
(elemen kerja) Sebelum Setelah (elemen kerja) Sebelum Setelah
44 45
18,22 15,77 20,35 22,8
(5) (sebelum1)
45 46
22,8 17,14 19,68 25,34
(6) (sebelum1)
46 47
25,34 16,31 20,93 29,96
(5,6) (sebelum 1)
53 49
19,30 17,43 15,93 17,8
(1) (setelah 5)
Melalui Tabel 4.2 terlihat hasil pemindahan elemen kerja
dari operasi yang mana operatornya memiliki waktu kerja diatas
18 detik. Didapatkan operasi yang elemen kerjanya dipindahkan
adalah operasi 8, 20, 22, 24, 44, 45, 46 dan 53. Pemindahan
elemen kerja dilakukan dengan tetap mempertimbangkan
ketentuan operasi yang ada yaitu elemen kerja yang dipindahkan
nantinya tidak mendahului suatu elemen kerja yang seharusnya
dilakukan sebelum elemen kerja tersebut. Akibat dari pemindahan
elemen kerja 5 dan 6 pada operasi 46 maka diperlukan
penambahan alat bantu yaitu spesial tool for setting nut tappet.
Dari Tabel 4.2 diperoleh adanya operasi yang memiliki waktu
diatas 18 detik yaitu pada operasi 47. hal yang sama terjadi pula
pada operasi 29, 34, 48, dan 57 (Lampiran 2 dan 3). Selanjutnya
pada operasi tersebut akan dilakukan asumsi penambahan
operator sebab operasi tersebut memiliki waktu kerja operasi
yang jauh dari 18 detik.
Penambahan operator yang pertama dilakukan pada
operasi 29 dan 34, misalnya sebut operator tambahan 1 (OT1).
hasil pemindahan elemen kerja pada operator tambahan 1 adalah:
52. Tabel 4.3 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator Tambahan 1
Asal Operasi
Waktu
Waktu (detik) Elemen
Elemen Sebelum Setelah Kerja
Operasi Kerja Pemindahan Pemindahan
29 4,5,6 24 16,75 7,25
34 6 20,86 15.66 5,20
Total waktu operator tambahan 1 12,45
Melalui Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa untuk operasi
29 elemen kerja yang dipindah ke operator tambahan 1 adalah
elemen kerja 4, 5, dan 6 sedangkan untuk operasi 34 elemen kerja
yang dipindah adalah elemen kerja 6. Waktu kerja pada operator
tambahan 1 adalah 12,45 detik. Berdasarkan elemen kerja yang
diberikan pada operator tambahan 1 maka operator tambahan 1
ditempatkan setelah operasi 29 dan sebelum operasi 30.
Selanjutnya penambahan operator yang kedua dilakukan
pada operasi 47 dan 48 dimana kita sebut operator tambahan 2
(OT2). Hasil pemindahan elemen kerja pada operator tambahan 2
adalah:
Tabel 4.4 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator Tambahan 2
Asal Operasi
Waktu
Waktu (detik) Elemen
Elemen Sebelum Setelah Kerja
Operasi Kerja Pemindahan Pemindahan
47 4,5,6,7 29,96 17,94 12,02
48 1 19,10 16,38 2,72
Total waktu operator tambahan 2 14,74
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa untuk
operasi 47 elemen kerja yang dipindah ke operator tambahan 2
adalah elemen kerja 4, 5, 6, dan 7 sedangkan untuk operasi 48
elemen kerja yang dipindah adalah elemen kerja 1. Waktu kerja
pada operator tambahan 2 adalah 14,74 detik. Berdasarkan
53. elemen kerja yang diberikan pada operator tambahan 2 maka
operator tambahan 2 ditempatkan setelah operasi 47 dan sebelum
operasi 48.
Berikutnya penambahan operator yang terakhir dilakukan
pada operasi 57 dimana selanjutnya disebut operator tambahan 3
(OT3), selanjunya hasil pemindahan elemen kerja pada operator
tambahan 3 adalah:
Tabel 4.5 Pemindahan Elemen Kerja Pada Operator Tambahan 3
Asal Operasi
Waktu
Waktu Elemen
Elemen Sebelum Setelah Kerja
Operasi Kerja Pemindahan Pemindahan
57 1,2 24,96 12,76 12,2
Total waktu operator tambahan 3 12,2
Tabel 4.5 menunjukkan elemen pekerjaan yang
dipindahkan pada operator tambahan 3 adalah elemen 1 dan 2
sehingga total waktu kerja untuk operator tambahan 3 adalah 12,2
detik. Berdasarkan elemen kerja yang diberikan pada operator
tambahan 3 maka operator tambahan 3 ditempatkan sebelum
operasi 57.
Melalui hasil penyeimbangan alternatif yaitu dengan
melakukan pemindahan elemen kerja ataupun asumsi
penambahan operator diperoleh jumlah stasiun kerja sebanyak 61
stasiun kerja, dimana di tiap stasiun kerja terdapat satu operator
maka total operator yang ada adalah 61 operator. Dari lampiran 7
diketahui bahwa hasil penyeimbangan alternatif memperoleh
efisiensi kerja rata-rata 88,88%. Dan diketahui sebelumnya bahwa
efisiensi kerja rata-rata sebelum dilakukan penyeimbangan adalah
93,48% (lampiran 1). Apabila kedua efisiensi dibandingkan
terlihat bahwa efisiensi kerja rata-rata penyeimbangan alternatif
masih rendah dibandingkan efisiensi kerja sebelum
penyeimbangan. Namun dengan penyeimbangan alternatif
diperoleh pemenuhan 100% atas kapasitas engine dan tidak
54. terdapat operator yang bekerja diatas atau melebihi waktu siklus
yaitu 18 detik.
4.2.2 Perhitungan Biaya
Perhitungan biaya disini merupakan perhitungan biaya
dari segi operator yang dikeluarkan selama satu bulan. Selain itu
terdapat tambahan biaya untuk satu alat bantu pada operasi 47
yaitu alat bantu untuk setting nut tappet. Perhitungan biaya untuk
gaji operator didasarkan hari kerja biasa sebab tidak diadakan
lembur karena dengan waktu siklus 18 detik target 2700 engine
telah terpenuhi atau pemenuhan 100% atas kapasitas engine.
Diketahui gaji untuk satu operator di tiap bulannya adalah
Rp.2.250.000. Melalui hasil penyeimbangan diketahui jumlah
operator yang diperlukan untuk melakukan proses assembling
engine adalah 61 operator yaitu 58 operator awal dan 3 operator
tambahan untuk setiap shift. Sehingga untuk dua shift maka
diperlukan total operator sebanyak 122 operator. Berdasarkan hal
tersebut maka biaya yang dikeluarkan di tiap bulannya adalah:
Biaya = gaji x jumlah operator = Rp. 2.250.000 x 122 operator
= Rp. 274.500.000
sedangkan tambahan akibat pembelian satu alat bantu yaitu
special tool for setting nut tappett seharga Rp. 790.000, maka
Biaya total = Rp. 274.500.000 + Rp. 790.000
= Rp. 275.290.000
Sehingga biaya total yang dikeluarkan adalah Rp. 275.290.000.
4.3 Perbandingan dari Segi Biaya
Perhitungan biaya telah dilakukan pada hasil
penyeimbangan lintasan dengan metode pembebanan berurut dan
penyeimbangan alternatif. Sesuai dengan tujuan dari penelitian
maka akan dipilih hasil penyeimbangan yang memiliki biaya
yang paling minimum.
Melalui hasil perhitungan biaya maka diketahui bahwa
biaya berdasarkan penyeimbangan alternatif dengan 61 stasiun
kerja dan waktu siklus 18 detik adalah sebesar Rp. 275.290.000
55. sedangkan biaya berdasrkan penyeimbangan lintasan dengan
metode pembebanan berurut yaitu dengan jumlah stasiun 56 dan
waktu siklus 24 detik adalah Rp. 474.866.784 . Berdasarkan hal
tersebut dikarenakan biaya dari penyeimbangan alternatif lebih
minimum maka selanjutnya akan dipilih hasil penyeimbangan
lintasan alternatif dalam proses assembling engine.
Selanjutnya akan dibandingkan antara biaya berdasarkan
penyeimbangan alternatif dan biaya berdasarkan lintasan awal
(sebelum diadakan penyeimbangan). Diketahui sebelum
penyeimbangan lintasan, waktu siklus yang dipergunakan di
perusahaan adalah 18 detik namun dikarenakan terdapat waktu
operasi yang terbesar yaitu 24,96 detik maka lintasan mengikuti
waktu siklus 24,96 detik (conveyor dihentikan sampai operator
yang beroperasi dengan waktu siklus 24,96 detik menyelesaikan
tugasnya). Berdasarkan hal tersebut maka target tidak dapat
terpenuhi sehingga dilakukan lembur. Dengan waktu siklus 24,96
maka banyaknya lembur yang diperlukan adalah 9 kali (sesuai
dengan perhitungan penentuan lembur pada pembebanan berurut).
Dengan jumlah operator sebanyak 58 operator (untuk dua shift
maka 116 operator) maka perhitungan biaya tiap bulan adalah:
Biaya = gaji x jumlah operator = Rp. 2.250.000 x 116 operator
= Rp. 261.000.000
sedangkan tambahan apabila diadakan lembur adalah
Biaya lembur = gaji lembur x jumlah operator x jumlah lembur
= Rp. 221.098 x 116 operator x 9
= Rp. 230.826.312
Biaya total = Rp. 261.000.000 + Rp. 230.826.312
= Rp. 491.826.312
Sehingga biaya total yang dikeluarkan dari segi operator adalah
Rp. 491.826.312
Melalui hasil perhitungan biaya maka diketahui bahwa
biaya berdasarkan penyeimbangan alternatif masih lebih kecil
dibandingkan biaya yang dikeluarkan berdasarkan sebelum
diadakannya penyeimbangan lintasan. Dengan kata lain
penyeimbangan alternatif lebih baik untuk ditetapkan.
56. 4.4 Uji Kenormalan Data
Uji kenormalan data dilakukan untuk mengetahui apakah data
persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit telah
mengikuti distribusi normal atau tidak. Dalam hal ini dikarenakan
merupakan data berpasangan maka yang akan diuji adalah selisih
dari persentase cacat pada shift 1 dan shift 2. Adapun hipotesis
dari pengujian ini adalah:
H0 : Data persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit
berdistribusi Normal
H1 : Data persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit
tidak berdistribusi Normal
Statistik Uji : D = sup S ( x ) − Fo ( x )
x
Selanjutnya tolak H0 pada taraf signifikansi α yakni 0,05 jika
D > Dtabel
Tabel 4.6 Uji Kenormalan Persentase Cacat
nilai
Jumlah data 63
D 0,252
Melalui Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa dari 63 data
persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit didapatkan
nilai D sebesar 0,252. Selanjutnya perhitungan nilai Dtabel dengan
nilai α yakni 0,05, yaitu:
1,36 1,36
D= = = 0,17
n 63
Sehingga dikarenakan nilai D yaitu 0,252 lebih besar
dibandingkan 0,17 maka keputusannya adalah tolak H0. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa data persentase cacat cover tappet
adjusting hole melejit tidak berdistribusi normal.
Dikarenakan data tidak berdistribusi normal maka
selanjutnya untuk menganalisis ada tidaknya perbedaan
persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit pada engine
yang terjadi akibat shift kerja akan dipergunakan uji Wilcoxon.
57. 4.5 Uji Wilcoxon
Uji Wilcoxon akan dipergunakan untuk menganalisis ada
tidaknya perbedaan persentase cacat cover tappet adjusting hole
melejit pada engine yang terjadi akibat shift kerja. Adapun
hipotesis dari uji ini adalah:
H0 : Selisih median populasi adalah sama dengan 0 atau
persentase cacat pada shift 1 dan shift 2 tidak ada
bedanya
H1 : Selisih median populasi adalah tidak sama dengan 0
atau persentase cacat pada shift 1 dan shift 2 berbeda
Statistik Uji :
T − [n(n + 1)] / 4
z=
n(n + 1)(2n + 1) / 24
Selanjutnya pada taraf signifikansi α yakni 0,05 jika z < z α/2
maka tolak H0.
Berdasarkan Lampiran 14 yaitu hasil uji Wilcoxon terhadap
persentase cacat diperoleh nilai z sebesar -0.415. Selanjutnya
dengan nilai α yakni 0,05 maka didapatkan nilai zα/2 adalah
-1,96. Dikarenakan nilai z > z α/2 yaitu -0,415 > -1,96 maka
dapat diputuskan gagal tolak H0. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa persentase cacat cover tappet adjusting hole melejit pada
shift 1 dan shift 2 tidak berbeda.
59. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5,1 Kesimpulan
Melalui hasil analisis maka kesimpulan yang dapat diambil
adalah:
1. Melalui hasil penyeimbangan lintasan disimpulkan bahwa
lintasan pada lini assembling engine adalah dengan 61
stasiun kerja dan waktu siklus 18 detik. Hasil tersebut
diperoleh berdasarkan hasil penyeimbangan alternatif
yang dipilih dikarenakan biaya berdasarkan
penyeimbangan alternatif adalah Rp. 275.290.000. Biaya
ini merupakan biaya yang minimum dibandingkan
penyeimbangan lintasan dengan metode pembebanan
berurut.
2. Berdasarkan hasil uji Wilcoxon terhadap persentase cacat
dapat disimpulkan bahwa persentase cacat cover tappet
adjusting hole melejit pada shift 1 dan shift 2 tidak
berbeda dikarenakan nilai z > z α/2 yaitu -0,415 > -1,96.
5.2 Saran
Selama ini dalam memberikan beban kerja terhadap
operator, perusahaan hanya mengira-ngira saja. Sehingga
dalam pelaksanaannya ada operator yang memiliki beban
kerja berlebih. Berdasarkan hal tersebut penulis menyarankan
agar dibuat suatu waktu standar untuk setiap pemasangan
part, sehingga nantinya dalam memberikan beban kerja,
perusahaan sudah dapat mengetahui waktu yang dibutuhkan
operator tersebut dalam menyelesaikan kerjanya.
61. DAFTAR PUSTAKA
Daniel,W.W. 1989. Statistika Non Parametrik Terapan.
Gramedia : Jakarta.
James, A.M. 1983. Plant Layout And Material Handling, Third
Edition. John Wiley & Sons: New York.
Nasution, A.H. 1999. Perencanaan dan Pengendalian Produksi.
Guna Widya: Jakarta.
Walpole, R.E dan R.H. Myers. 1995. Ilmu Peluang dan Statistika
Untuk Insinyur dan Ilmuwan, Edisi keempat. ITB:
Bandung.
Wignjosoebroto, Sritomo. 2000. Ergonomi, Studi Gerak dan
Waktu: Teknik Analisis Untuk Peningkatan Produktivitas
Kerja. Guna Widya: Surabaya.