SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 22
PERKEMBANGAN HUBUNGAN SOSIAL
DAN PROSES PEMBELAJARAN

A. Pengertian Hubungan Sosial
Secara teoritis, hubungan sosial ini mula-mula dimulai dari lingkungan
rumah sendiri kemudian berkembang ke lingkungan sekolah, dan dilanjutkan
kepada lingkungan yang lebih luas lagi yaitu tempat berkumpulnya teman sebaya.
Namun kenyataannya, yang sering terjadi adalah bahwa hubungan sosial anak
dimulai dari rumah, kemudian dilanjutkan dengan teman sebaya, baru kemudian
dengan teman-temannya di sekolah. Kesulitan hubungan sosial dengan teman
sebaya atau teman di sekolah sangat mungkin terjadi manakala individu
dibesarkan dalam suasana pola asuh orang tua yang otoriter dalam keluarga.
Penyebab kesulitan hubungan sosial sebagai akibat dari pola asuh orang tua yang
penuh dengan unjuk kuasa ini adalah timbul dan berkembangnya perasaan takut
yang berlebihan pada anak sehingga tidak berani mengambil inisiatif dalam
berhubungan dengan orang lain, tidak berani mengambil keputusan, dan tidak
berani memutuskan pilihan teman yang dipandang cocok.
Situasi kehidupan dalam keluarga yang berupa pola asuh orang tua pada
umumnya masih dapat diperbaiki oleh orang tua itu sendiri, tetapi situasi
pergaulan dengan teman-teman sebayanya cenderung sulit diperbaiki.
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan dengan pola anak yang otoriter
kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam mengadaptasi diri ke dalam setiap
situasi yang dianggap akan menimbulkan konflik pada dirinya. Ada dua
kemungkinan kompensasi negatif yang dapat muncul pada diri anak dalam
mengolah konfliknya itu, yaitu rasa rendah diri yang akan tetap melekat pada
dirinya atau anak berbuat berlebih-lebihan. Dengan demikian, tampak bahwa
keluarga merupakan peletak dasar hubungan sosial anak, dan yang terpenting
adalah pola asuh orang tua terhadap anak.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

1
B. Pengaruh Hubungan Sosial terhadap Tingkah Laku
Hubungan sosial individu dimulai sejak individu itu berada di lingkungan
rumah bersama keluarganya. Segera setelah lahir, hubungan bayi dengan orang di
sekitarnya, terutama ibu, memiliki arti yang sangat penting. Hubungan ini paling
dirasakan kehangatannya dan kemudian menjadi pengalaman hubungan sosial
yang amat mendalam adalah melalui sentuhan ibu terhadap anak bayinya,
terutama saat menetek. Bahkan seorang ahli Psikoanalisis yang bernama Sigmund
Freud menegaskan bahwa sentuhan lembut seorang ibu, kehangatan dekapan
gendongan seorang ibu, dan bahan degupan jantung seorang ibu ketika menyusui
anak bayinya dirasakan oleh seorang bayi dalam alam psikologisnya sebagai
pernyataan kasih sayang, pengakuan, perasaan diterima, dan perlindungan yang
luar biasa yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan jiwa anak di
kelak kemudian hari, termasuk kemampuan hubungan sosialnya.
Gangguan tingkah laku yang terjadi pada anak yang selama hidupnya
berada di rumah titipan atau yatim piatu, merupakan contoh akibat kurangnya
kebutuhan akan kasih sayang dan sentuhan lembut seorang ibu. Pada mereka tidak
ada kesempatan untuk menikmati kasih sayang ayah atau ibunya sehingga dapat
berpengaruh terhadap perkembangan hubungan sosialnya.
Perkembangan hubungan sosial anak dimulai dari sejak bayi dan semakin
berkembang ketika anak mulai memasuki masa prasekolah, kira-kira umur 18
bulan. Pada umur ini dimulai dengan tumbuhnya kesadaran diri atau yang dikenal
dengan kesadaran akan dirinya dan kepemilikannya. Pada umur ini keinginan
untuk mengeksplorasi lingkungan semakin besar sehingga tidak jarang
menimbulkan masalah yang berkaitan dengan kedisiplinan. Anak mulai
berhadapan dengan orang-orang sekitarnya yang mungkin menyetujui tetapi ada
pula yang menghalangi keinginannya. Pada masa ini sampai akhir masa sekolah
ditandai

dengan

meluasnya

lingkungan

sosial.

Selain

dengan

anggota

keluarganya, anak juga mulai mendekatkan diri kepada orang-orang lain di
lingkungannya. Meluasnya lingkungan sosial anak itu menyebabkan anak
memperoleh pengaruh-pengaruh yang ada di luar pengawasan orang tuannya.
Anak sudah semakin luas bergaul dengan teman-temannya serta berhubungan

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

2
dengan guru-guru yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap proses
hubungan sosial anak. Dalam hubungan sosial pada masa ini anak melakukan
proses emansipasi dan sekaligus individualisasi. Dalam proses ini, teman-teman
sebayanya juga mempunyai peranan yang sangat penting bagi mereka.
Dalam konteks ini, Jean Piaget mengatakan bahwa permulaan kerjasama
dan konformisme sosial semakin bertambah pada saat anak mencapai usia 7
sampai 10 tahun dan mencapai puncak kurva pada saat anak berada di antara umur
9 sampai 15 tahun. Ini dapat diartikan bahwa konformisme semakin bertambah
dengan bertambahnya usia sampai permulaan remaja dan setelah itu mengalami
penurunan kembali. Penurunan ini disebabkan pada masa remaja sudah semakin
berkembang keinginan

mencari dan menemukan jati

dirinya sehingga

konformisme semakin berbenturan dengan upaya mencapai kemandirian atau
individuasi.

C. Makna Interaksi
Thibaut dan Kelley (1979), yang merupakan pakar dalam teori interaksi,
mendefinisikan interaksi sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain
ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu
sama lain, atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi, dalam setiap kasus interaksi,
tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain. Sebagai
contoh, A bertemu dengan B di jalan, kemudian ia menghentikan B dan
mengajaknya ngobrol tentang cuaca, mendengarkan kesulitan-kesulitan yang
dialaminya, dan kemudian mereka bertukar pendapat dengan caranya masingmasing. Chaplin (1979) mendefiniskan bahwa interaksi merupakan hubungan
sosial antara beberapa individu yang bersifat alami di mana individu-individu itu
saling mempengaruhi satu sama lain secara serempak.
Adapun Homans mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian di mana
suatu aktivitas atau sentimen yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu
lain diberi ganjaran (reward) atau hukuman (punishment) dengan menggunakan
suatu aktivitas atau sentimen oleh individu lain yang menjadi pasangannya (Shaw,
1985: 71). Jadi, dalam konsep yang dikemukakan oleh Homans ini, mengandung

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

3
pengertian bahwa suatu tindakan oleh seseorang dalam suatu interaksi merupakan
suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya. Sedangkan
Shaw (1976:447) mendefinisikan bahwa interaksi adalah suatu pertukaran
antarpribadi di mana masing-masing orang menunjukkan perilakunya sama lain
dalam kehadiran mereka, dan masing-masing perilaku itu mempengaruhi satu
sama lain.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa interaksi mengandung
pengertian hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, dan masing-masing
orang yang terlibat di dalamnya, memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi
juga lebih dari sekadar terjadi hubungan antara pihak-pihak yang terlibat
melainkan terjadi saling mempengaruhi.

D. Jenis-jenis Interaksi
Ada tiga jenis interaksi, yaitu:
1. Interaksi verbal
2. Interaksi fisik
3. Interaksi emosional
Interaksi verbal adalah interaksi yang terjadi bila dua orang atau lebih
melakukan kontak satu sama lain dengan menggunakan alat-alat artikulasi atau
pembicaraan. Prosesnya terjadi dalam bentuk saling bertukar percakapan satu
sama lain.
Interaksi fisik adalah interaksi yang terjadi manakala dua orang atau lebih
melakukan kontak dengan menggunakan bahasa-bahasa tubuh. Misalnya, ekspresi
wajah, posisi tubuh, gerak-gerik tubuh, dan kontak mata.
Sedangkan yang dimaksud interaksi emosional adalah interaksi yang
terjadi manakala individu melakukan kontak sama lain dengan melakukan
curahan perasaan. Misalnya, mengeluarkan air mata sebagai tanda sedih, haru,
atau bahkan terlalu bahagia.
Selain tiga jenis interaksi di atas, jenis interaksi dapat dibedakan
berdasarkan banyaknya individu yang terlibat dalam proses interaksi tersebut serta
pola interaksi yang terjadi. Atas dasar itu, maka ada dua jenis interaksi, yaitu:

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

4
1. Interaksi dyadic
2. Interaksi tryadic
Interaksi dyadic terjadi manakala hanya ada dua orang yang terlibat di
dalamnya atau lebih dari dua orang tetapi arah interaksinya hanya terjadi dalam
dua arah. Contoh: interaksi antara percakapan dua orang lewat telepon, interaksi
antara guru-murid dalam kelas jika guru menggunakan metode ceramah atau
tanya jawab satu arah tanpa menciptakan dialog antar murid.
Interaksi tryadic terjadi manakala individu yang terlibat di dalamnya lebih
dari dua orang dan pola interaksi menyebar ke semua individu yang terlibat.
Misalnya, interaksi antara ayah, ibu, dan anak jika interaksinya terjadi pada
mereka semuanya.

E. Pola Interaksi Remaja-Orang Tua
Sesuai dengan tahapan perkembangannya, interaksi remaja dengan orang
tua memiliki kekhasan tersendiri. Jersild, Brook, dan Brook (1998) mengatakan
bahwa interaksi antara remaja dengan orang tua dapat digambarkan sebagai
“three-act-drama” (drama-tiga-tindakan).
Drama tindakan pertama (the first act drama), interaksi remaja dengan
orang tua berlangsung sebagaimana yang terjadi pada interaksi antara masa anakanak dengan orang tua; mereka memiliki ketergantungan kepada orang tua dan
masih sangat dipengaruhi oleh orang tua. Namun, remaja sudah mulai semakin
menyadari keberadaan dirinya sebagai pribadi daripada masa-masa sebelumnya.
Drama tindakan kedua (the second act drama), dapat disebut juga dengan
istilah “perjuangan untuk emansipasi”. Pada masa ini, remaja juga memiliki
perjuangan yang kuat untuk membebaskan dirinya dari ketergantungan dengan
orang tuanya sebagaimana pada masa anak-anak dalam rangka berusaha mencapai
status dewasa. Dengan demikian, remaja dalam interaksinya dengan orang tua
sudah mulai berusaha untuk meninggalkan kemanjaan dirinya dengan orang tua
dan sudah semakin bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Akibatnya,
mereka seringkali mengalami pergolakan dan konflik dalam interaksinya dengan
orang tua.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

5
Drama tindakan ketiga (the third act drama), remaja sudah berusaha untuk
dapat menempatkan dirinya untuk berteman dengan orang dewasa dan
berinteraksi secara lancar dengan mereka. namun, usaha remaja ini seringkali
masih memperoleh hambatan yang disebabkan oleh pengaruh dari orang tua yang
sebenarnya masih belum bisa melepas anak remajanya secara penuh. Sehingga,
remaja seringkali menentang gagasan-gagasan dan sikap orang tuanya.
Dalam

konteks

interaksi

remaja-orang

tua

ini,

Fontana

(1981)

menambahkan adanya aspek obyektif dan subyektif dalam interaksi antara remaja
dengan orang tua. Aspek obyektif adalah keadaan nyata dari peristiwa yang terjadi
pada saat interaksi antara remaja dan orang tua berlangsung. Sedangkan aspek
subyektif adalah keadaan nyata yang dipersepsi oleh remaja pada saat interaksi
berlangsung. Tidak jarang terjadi remaja cenderung menggunakan aspek subyektif
dalam berinteraksi dengan orang tuanya. Misalnya, orang tua yang bertindak agak
keras terhadap remaja karena merasa khawatir dan cemas terhadap anak
remajanya justru dipersepsi oleh remaja itu sebagai memarahinya. Padahal
sesungguhnya orang tua itu bermaksud untuk melindunginya. Atas dasar aspek
subyektif yang seringkali digunakan oleh remaja dalam berinteraksi dengan orang
tuanya, maka pemahaman terhadap interaksi remaja perlu memperhatikan
bagaimana persepsi remaja tentang interaksinya dengan orang lain, dan bukan
semata-mata interaksi nyata (real interaction).
Jadi, yang dimaksud dengan interaksi remaja-orang tua adalah hubungan
timbal balik secara aktif antara remaja dengan orang tuanya yang terwujud dalam
kualitas hubungan yang memungkinkan remaja untuk mengembangkan potensi
dirinya.

F. Persepsi tentang Interaksi Remaja-Orang Tua
Berkaitan dengan kualitas interaksi remaja-orang tua, dapat dikemukakan
konsep yang di dalamnya meliputi sejumlah aspek dan masing-masing aspek
mengandung sejumlah indikator, yaitu:
1. Persepsi remaja mengenai partisipasi dan keterlibatan dirinya dalam
keluarga. Aspek ini mengandung indikator-indikator sebagai berikut:

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

6
a. Persepsi remaja mengenai sikap saling menghargai di antara para
anggota keluarga.
b. Persepsi remaja mengenai keterlibatan dirinya dalam membicarakan
dan memecahkan masalah yang dihadapi keluarga.

2. Persepsi remaja mengenai keterbukaan sikap orang tua. Aspek ini
mengandung indikator-indikator sebagai berikut:
a. Persepsi remaja mengenai toleransi orang tua terhadap perbedaan
pendapat.
b. Persepsi remaja mengenai kemampuan orang tua untuk memberikan
alasan yang masuk akal terhadap suatu perbuatan atau keputusan yang
diambil.
c. Persepsi remaja mengenai keterbukaan orang tua terhadap minat yang
luas.
d. Persepsi remaja mengenai upaya orang tua untuk mengembangkan
komitmen terhadap tugas.
e. Persepsi remaja mengenai kehadiran orang tua di rumah dan keakraban
hubungan antara orang tua dengan remaja.

3. Persepsi remaja mengenai kebebasan dirinya untuk melakukan eksplorasi
lingkungan. Aspek ini mengandung indikator-indikator sebagai berikut:
a. Persepsi mengenai dorongan orang tua untuk mengembangkan rasa
ingin tahu yang lebih besar.
b. Persepsi remaja mengenai perasaan aman dan bebas yang diberikan
oleh orang tua untuk mengadakan eksplorasi dalam rangka
mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
c. Persepsi remaja bahwa dalam keluarga terdapat aturan yang harus
ditaati, tetapi tidak cenderung mengancam.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

7
G. Karakteristik Perkembangan Hubungan Sosial Subjek Didik
Ada sejumlah karakteristik menonjol dari perkembangan sosial remaja
sebagai subjek didik, yaitu:
1. Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan.
Masa remaja bisa disebut sebagai masa sosial karena sepanjang masa
remaja, hubungan sosialnya semakin tampak jelas dan sangat dominan.
Kesadaran akan kesunyian menyebabkan remaja berusaha mencari
hubungan dengan orang lain atau berusaha mencari pergaulan.
2. Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial. Ada dua kemungkinan yang
ditempuh oleh remaja ketika berhadapan dengan nilai-nilai sosial tertentu,
yaitu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut atau tetap pada
pendiriannya dengan segala akibatnya. Ini berarti bahwa reaksinya
terhadap keadaan tertentu akan berlangsung menurut norma-norma
tertentu pula. Bagi remaja yang idealis dan mimiliki kepercayaan penuh
akan cita-citanya, menuntut norma-norma sosial yang ideal meskipun
segala sesuatu yang telah dicobanya gagal. Sebaliknya, bagi remaja yang
bersikap pasif terhadap keadaan yang dihadapi akan cenderung menyerah
atau bahkan apatis. Namun, kemungkinan ada juga seseorang remaja tidak
akan menuntut norma-norma sosial yang sedemikian ideal, tetapi tidak
pula menolak seluruhnya.
3. Meningkatnya kesadaran akan lawan jenis. Remaja sangat sadar akan
dirinya sendiri dan tentang bagaimana pandangan lawan jenis mengenai
dirinya. Dalam konteks ini, Bischof (1983) bahkan menegaskan bahwa:
“The social interest of adolescent are essentially sex social interest”. Oleh
sebab itu, masa remaja seringkali disebut juga sebagai masa biseksual.
Meskipun kesadaran akan lawan jenis ini berhubungan dengan
perkembangan jasmani, tetapi sesungguhnya yang berkembang secara
dominan bukanlah kesadaran akan jasmaniah yang berlainan melainkan
tumbuhnya ketertarikan terhadap jenis kelamin yang lain. Hubungan sosial
yang tidak terlalu menghiraukan perbedaan jenis kelamin pada masa-masa
sebelumnya, kini beralih ke arah hubungan sosial yang dihiasi dengan

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

8
perhatian

terhadap

lawan

jenisnya.

Sampai-sampai

ada

yang

mengistilahkan bahwa dunia remaja telah menjadi dunia erotis. Keinginan
untuk membangun hubungan sosial dengan jenis kelamin lain dapat pula
dipandang sebagai sesuatu yang berpangkal pada kesadaran akan
kensunyian.
4. Mulai tampak kecenderungan mereka untuk memilih karir tertentu.
Karakteristik berikutnya adalah bahwa ketika sudah memasuki masa
remaja akhir, mulai tampak kecenderungan mereka untuk memilih karir
tertentu, meskipun dalam pemilihan karir tersebut masih mengalami
kesulitan. Ini wajar karena pada orang dewasa pun kerap kali masih terjadi
perubahan orientasi karir dan kembali berusaha menyesuaikan diri dengan
karir barunya itu.

H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Hubungan Sosial
Subjek Didik
Proses sosialisasi individu terjadi di tiga lingkungan utama, yaitu:
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Berikut ini didiskusikan pengaruh
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat terhadap perkembangan sosial.
1. Lingkungan Keluarga
Ada sejumlah faktor dari dalam keluarga yang sangat dibutuhkan oleh
anak dalam proses perkembangan sosialnya, yaitu kebutuhan akan rasa aman,
dihargai, disayangi, diterima, dan kebebasan untuk menyatakan diri. Rasa
aman meliputi perasaan aman secara material dan secara mental. Perasaan
aman secara material berarti pemenuhan oleh orang tua tentang pakaian,
makanan, mainan, dan sarana lain yang diperlukan sejauh tidak berlebihan
dan tidak berada di luar kemampuan orang tua. Sedangkan perasaan aman
secara mental berarti pemenuhan oleh orang tua berupa perlindungan
emosional, menjauhkan ketegangan, membantu dalam menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapi, dan memberikan bantuan untuk kestabilan
emosionalnya.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

9
Manusia

normal,

baik

anak

maupun

orang

dewasa,

senantiasa

membutuhkan penghargaan atau merasa dihargai oleh orang lain. Oleh karena
itu, mempermalukan anak di depan orang banyak merupakan pukulan jiwa
yang sangat berat dan dapat berakibat buruk bagi perkembangan hubungan
sosial anak. Beberapa aspek psikologis anak dapat terhambat atau bahkan
tertekan,

misalnya

saja

kemampuan

dan

kreativitasnya,

sehingga

mengakibatkan anak menjadi banyak berdiam diri. Sikap seperti ini muncul
karena merasa bahwa sesuatu yang akan dikemukakannya tidak akan
mungkin mendapat sambutan atau bahkan akan dipermalukan. Sebaliknya,
memberikan pujian kepada anak secara tepat adalah sangat baik. Cara ini
akan dapat membesarkan hati dan menimbulkan perasaan disayang pada diri
anak yang dinyatakan secara menyenangkan oleh orang tua.
Dengan kata lain, yang sangat dibutuhkan oleh remaja dalam
perkembangan hubungan sosialnya adalah iklim kehidupan keluarga yang
kondusif. Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan iklim kehidupan
keluarga itu? Jay Kesler (1978:47) mendefinisikan iklim kehidupan keluarga
sebagai: “The set internal characteristics that distinguishes one family from
another and influences the behavior of people in it is called family climate ...
climate is determined importantly by conduct, attitudes, and expectations of
other persons.”
Jadi, iklim kehidupan keluarga itu mengandung tiga unsur:
a. Karakteristik khas internal keluarga yang berbeda dari keluarga lainnya.
b. Karakteristik khas itu dapat mempengaruhi perilaku individu dalam
keluarga itu (termasuk remajanya).
c. Unsur kepemimpinan dan keteladanan kepala keluarga, sikap, dan harapan
individu dalam keluarga tersebut.
Karena remaja hidup dalam suatu kelompok individu yang disebut
keluarga, maka salah satu aspek penting yang dapat mempengaruhi
kemampuan hubungan sosial remaja adalah interaksi antaranggota keluarga.
Harmonis-tidaknya dan intensif-tidaknya interaksi antaranggota keluarga akan
mempengaruhi perkembangan hubungan sosial remaja yang ada di dalam

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

10
keluarga itu. Gardner (1983) dalam penelitiannya menemukan bahwa interaksi
antaranggota keluarga yang tidak harmonis merupakan korelasi faktor yang
potensial menjadi penghambat perkembangan hubungan sosial remaja.
Pemimpin redaksi News and World Report dalam laporannya menyatakan
secara tegas bahwa TV dalam keluarga merupakan variabel yang amat kuat
pengaruhnya terhadap perkembangan hubungan sosial remaja; termasuk
timbulnya perilaku nakal. Sebab, di Amerika para remaja pada usia 18 tahun
telah menyaksikan 200.000 adegan kekerasan di layar TV. Dalam The Moral
Life of Children ditegaskan bahwa selain acara-acara kekerasan di TV, situasi
keluarga merupakan faktor utama yang menyebabkan perilaku nakal remaja.
Mengapa demikian? Albert Bandura dalam The Social Theory menjelaskan
bahwa suatu rangsangan itu dipersepsi oleh individu kemudian diberi makna
berdasarkan struktur kognitif yang telah dimiliki. Jika cocok, maka
rangsangan itu dihayati dan terbentuklah sikap. Sikap inilah yang secara kuat
memberikan bobot kepada perilaku individu. Oleh sebab itu, sikap diartikan
sebagai kecenderungan untuk berperilaku. Teori Bandura ini berlaku juga bagi
persepsi remaja terhadap kehidupan dalam keluarganya yang kemudian
mempengaruhi perkembangan hubungan sosialnya.
Karena remaja juga tengah berada pada fase krisis identitas atau ketidaktentuan, maka mereka amat memerlukan teladan tentang norma-norma yang
mapan untuk diidentifikasikannya. Perwujudan norma-norma yang mantap itu
tentunya menuntut orang tua sebagai pelopor norma. Dengan demikian, faktor
keteladanan dari sosok pribadi orang tua menjadi amat penting bagi
perwujudan variasi perkembangan sosial remaja pada keluarga yang
bersangkutan. Remaja seringkali menjadi runyam hubungan sosialnya
manakala orang tua dan orang dewasa sendiri mulai mendua dan mulai
menyuguhkan ukuran ganda; yakni di satu sisi kesalihan dianjur-anjurkan,
tetapi di belakang layar orang tua dan orang dewasa melanggarnya. Masalah
remaja lantas memperoleh dramatisasi justru karena orang tua sendiri cemas
melihat dunianya sendiri digerogoti kemerosotan. Oleh sebab itu, remaja
sangat memerlukan keteladanan dari orang tua dan orang dewasa lainnya.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

11
Pentingnya faktor keteladanan ini dikuatkan oleh Fawzia aswin Hadis (1991)
dan Soetjipto Wirosardjono (1991) bahwa orang tua harus dapat menjadi
panutan dan jangan menerapkan orientasi “parent-oriented”, yakni orang tua
serba benar, memiliki privellege, dan menekankan otoritas.

2. Lingkungan Sekolah
Ada empat tahap proses pengembangan hubungan sosial yang harus dilalui
oleh anak, yaitu:
a. Anak dituntut agar tidak merugikan orang lain, menghargai, dan
menghormati hak orang lain.
b. Anak dituntut untuk mentaati peraturan-peraturan dan menyesuaikan diri
dengan norma-norma kelompok.
c. Anak dituntut untuk lebih dewasa di dalam melakukan interaksi sosial
berdasarkan azas saling memberi dan menerima.
d. Anak dituntut untuk bisa saling memberi dan menerima dengan orang lain.
Keempat tahap proses pengembangan hubungan sosial ini berlangsung dari
proses yang sederhana ke proses yang semakin kompleks dan semakin
menuntut penguasaan sistem respons yang kompleks pula. Selama proses ini
sangat mungkin terjadi anak menghadapi konflik yang dapat berakibat pada
terhambatnya perkembangan hubungan sosial mereka.
Sebagaimana dalam lingkungan keluarga, maka lingkungan sekolah juga
dituntut mampu menciptakan iklim kehidupan sekolah yang kondusif bagi
perkembangan sosial remaja. Sekolah merupakan salah satu lingkungan di
mana remaja hidup dalam kesehariannya. Sebagaimana dalam keluarga,
sekolah juga memiliki potensi untuk memudahkan atau menghambat
perkembangan hubungan sosial remaja. Lingkungan sekolah yang kurang
positif iklim kehidupannya dapat menciptakan hambatan-hambatan bagi
perkembangan hubungan sosial remaja. Sebaliknya, sekolah yang iklim
kehidupannya bagus dapat memperlancar atau bahkan memacu perkembangan
hubungan sosial remaja.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

12
Kondusif tidaknya iklim kehidupan sekolah bagi perkembangan hubungan
sosial remaja itu tersimpul dalam interaksi antara guru dengan siswa, siswa
dengan siswa, keteladanan perilaku guru, dan etos kepakaran atau kualitas
guru yang ditampilkan dalam melaksanakan tugas profesionalnya sehingga
dapat menjadi model bagi siswanya yang sedang berada masa remaja. Hadir
atau tidaknya faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi perkembangan
hubungan sosial remaja, meskipun disadari pula bahwa sekolah bukanlah satusatunya faktor penentu perkembangan hubungan sosial remaja.

3. Lingkungan Masyarakat
Salah satu masalah yang dialami oleh remaja dalam proses perkembangan
hubungan sosialnya adalah bahwa tidak jarang masyarakat bersikap tidak
konsisten terhadap remaja. Di satu sisi remaja dianggap sudah besar, tetapi
kenyataannya di sisi lain mereka tidak diberikan kesempatan atau peran
sebagaimana orang yang sudah dewasa.
Sebagaimana dalam lingkungan keluarga dan sekolah, maka iklim
kehidupan dalam masyarakat yang kondusif juga sangat diharapkan
kemunculannya bagi perkembangan hubungan sosial remaja. Remaja tengah
mengarungi perjalanan masa mencari jati diri sehingga faktor keteladanan dan
kekonsistenan sistem nilai dan norma dalam masyarakat juga menjadi sesuatu
yang amat penting. Masa remaja adalah masa untuk menentukan identitas dan
arah kehidupan yang jelas dan kokoh sehingga seringkali penuh kesulitan.
Namun demikian, masa yang sulit ini akan menjadi bertambah sulit oleh
adanya kontradiksi-kontradiksi dalam masyarakat. Justru dalam periode
remaja yang sedang mencari identitas dan penuh kesulitan ini diperlukan
norma dan pegangan yang jelas dan sederhana. Kurangnya keteladanan
sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan hubungan sosial remaja itu
diperkuat oleh pendapat Soetjipto Wirosardjono (1991) yang mengatakan
bahwa: “Bentuk-bentuk perilaku sosial itu merupakan hasil tiruan dan
adaptasi dari pengaruh kenyataan sosial yang ada. Kebudayaan kita
menyimpan potensi melegitimasi anggota masyarakat untuk menampilkan

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

13
perilaku sosial yang kurang baik dengan berbagai dalih, yang syah maupun
yang tak terelakkan”. Dengan demikian, iklim kehidupan masyarakat
memberikan sumbangan penting bagi variasi perkembangan hubungan sosial
remaja. Apalagi, remaja senantiasa ingin selalu seiring sejalan dengan trend
yang sedang berkembang dalam masyarakat agar tetap selalu merasa
dipandang trendy.

I. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Hubungan Sosial
Masa kanak-kanak merupakan masa mempelajari berbagai sikap dasar
hubungan sosial. Sikap ini bisa berubah dan bahkan berkembang di kemudian hari
sebagai hasil dari bertambahnya pengalaman. Pada masa kanak-kanak, sikapsikap dasar hubungan sosial tersebut masih sangat minim. Tetapi setelah anak
mencapai umur sekitar 13 tahun dan mulai meluaskan daerah sosialisasinya ke
dalam masyarakat, maka sikap dasar hubungan sosialnya menjadi semakin lenyap
yang diperolehnya dari lingkungan pergaulannya, antara lain: pergaulan dengan
sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Dengan semakin lengkapnya sikap dasar
hubungan sosial ini anak menjadi semakin tahu tentang apa yang sebaliknya
dilakukan dan apa yang sebaliknya dihindari.
Perbedaan lingkungan dapat mempengaruhi perbedaan sikap dasar
hubungan sosial remaja. Secara psikologi, sikap ini dapat dipelajari melalui tiga
cara, yaitu:
1. Meniru orang yang lebih berprestasi dalam bidang tertentu.
2. Mengkombinasikan pengalaman.
3. Menghayati pengalaman emosional khusus secara mendalam.

J. Proses Pembelajaran untuk Membantu Perkembangan Hubungan Sosial
Subjek Didik.
Masa remaja merupakan fase yang sangat potensial bagi tumbuh dan
berkembangnya aspek fisik maupun psikis, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. Remaja menganggap dirinya sudah bukan anak-anak lagi, tetapi orangorang di sekelilingnya masih menganggap mereka belum dewasa. Seringkali

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

14
remaja ingin bertindak sebagaimana orang dewasa, tetapi perilaku mereka
seringkali masih bersifat impulsif dan belum menunjukkan kedewasaan. Karena
dorongan yang kuat ingin menemukan dan menunjukkan jati-dirinya, remaja
seringkali berusaha ingin melepaskan diri dari orang tuanya dan mengarahkan
perhatiannya kepada lingkungan di luar keluargannya sehingga cenderung lebih
senang bergabung dengan teman sebaya.
Dalam kegiatan mencari jati diri melalui upaya bergabung dengan
lingkungannya itu, remaja cenderung berupaya menemukan tokoh identifikasi dari
lingkungan jenis kelamin yang sama tetapi yang memiliki usia sedikit lebih tua.
Jika telah menemukan tokoh identifikasinya, maka tokoh ini cenderung lebih
diikutinya dan bahkan lebih sering dituruti nasihatnya daripada orang tuanya.
Kelompok teman sebaya memegang peranan penting dalam kehidupan remaja.
Remaja sangat ingin diterima dan dipandang sebagai anggota kelompok teman
sebaya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Oleh karenanya, mereka
cenderung bertingkah laku seperti tingkah laku kelompok teman sebayanya.
Remaja akan merasa sangat menderita manakala suatu saat tidak diterima atau
bahkan diasingkan oleh kelompok teman sebayanya. Penderitaannya akan lebih
mendalam daripada tidak diterima oleh keluarganya sendiri. Kohesivitas
kelompok sangat kuat dan toleransi antar anggota kelompok sangat tinggi. Oleh
sebab itu, tidak mengherankan manakala suatu saat salah seorang anggota
kelompoknya terluka oleh kelompok lain, maka demi solidaritas dan kohesivitas
kelompoknya itu mereka dengan tegar membelanya. Di sinilah tawuran antar
pelajar seringkali terjadi, yang seringkali hanya disebabkan oleh upaya
mewujudkan kohesivitas dan toleransi terhadap anggota kelompoknya yang
terluka tersebut.
Melihat masa remaja sangat potensial dan potensi itu dapat saja
berkembang ke arah positif maupun negatif, maka sudah barang tentu intervensi
edukatif dalam bentuk pendidikan, bimbingan, maupun pendampingan sangat
diperlukan untuk mengarahkan perkembangan potensi remaja tersebut agar
berkembang ke arah yang positif dan produktif. Intervensi edukatif ini harus
sejalan dan seimbang, baik dari pihak keluarga/orang tua, sekolah, maupun

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

15
masyarakat. Kerjasama yang baik antara ketiga komponen ini harus dijalin sebaikbaiknya agar secara simultan dapat mencegah remaja berkembang ke arah negatif
dan mendorong remaja berkembang ke arah yang positif dan produktif.
Melakukan intervensi pendidikan terhadap remaja di zaman modern
sekarang ini jauh lebih sulit dibandingkan zaman dahulu. Ini disebabkan situasi
kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks. Kompleksitas kehidupan itu,
yang pada saat sekarang seolah-olah telah menjadi bagian yang mapan dari
kehidupan masyarakat, sebagaimana demi sebagian akan bergeser atau bahkan
mungkin hilang sama sekali karena digantikan oleh pola kehidupan baru pada
masa mendatang yang diprakirakan akan semakin lebih kompleks.
Kecenderungan yang muncul di permukaan dewasa ini, ditunjang oleh laju
perkembangan teknologi dan arus gelombang kehidupan global yang sulit atau
tidak mungkin untuk dibendung, mengisyaratkan bahwa kehidupan masa
mendatang akan menjadi sarat pilihan yang rumit. Ini mengisyaratkan pula bahwa
manusia akan semakin didesak ke arah kehidupan yang amat kompetitif.
Andersen (1993:718) memprediksikan situasi kehidupan semacam itu dapat
menyebabkan manusia menjadi serba bingung atau bahkan larut ke dalam situasi
baru itu tanpa dapat menyeleksi lagi jika tidak memiliki ketahanan hidup yang
memadai karena tata-nilai lama yang telah mapan ditantang oleh nilai-nilai baru
yang belum banyak dipahami.
Situasi kehidupan semacam itu memiliki pengaruh kuat terhadap dinamika
kehidupan remaja, apalagi remaja, secara psikologis, tengah berada pada masa
topan dan badai dan tengah mencari jati diri. Pengaruh kompleksitas kehidupan
dewasa ini sudah tampak pada berbagai fenomena remaja yang perlu memperoleh
perhatian pendidikan. Fenomena yang tampak akhir-akhir ini antara lain
perkelahian antarpelajar, penyalagunaan obat dan alkohol, reaksi emosional yang
berlebihan, dan berbagai perilaku yang mengarah pada tindak kriminal.
Dalam konteks proses belajar, gejala negatif yang tampak adalah kurang
mandiri dalam belajar yang berakibat pada gangguan mental setelah memasuki
perguruan tinggi, kebiasaaan belajar yang kurang baik yakni tidak tahan lama dan

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

16
baru belajar setelah menjelang ujian, membolos, menyontek, dan mencari
kebocoran soal ujian.
Problem remaja di atas, yang merupakan perilaku-perilaku reaktif,
semakin meresahkan jika dikaitkan dengan situasi masa depan remaja yang
diprakirakan akan semakin kompleks dan penuh tantangan itu. Menurut Tilaar
(1987:2), tantangan kompelksitas masa depan itu memberikan dua alternatif;
pasrah kepada nasib atau mempersiapkan diri sebaik mungkin. Misi pendidikan
yang juga berdimensi masa depan tentunya menjatuhkan pilihannya pada
alternatif kedua. Artinya, pendidikan mengemban tugas untuk mempersiapkan
remaja bagi peranannya di masa depan agar kelak menjadi manusia berkualitas
dan memiliki kemampuan hubungan sosial yang baik sehingga tidak menjadi
manusia yang meresahkan kondisi sosial masyarakat atau senantiasa menjadi
sasaran nasihat.
Pentingnya ikhtiar mempersiapkan remaja bagi masa depannya itu, di
samping mereka tengah mencari jati diri, karena mereka juga tengah berada pada
tahap perkembangan yang amat potensial. Perkembangan kognitifnya, menurut
teori perkembangan kognitif dari Piaget, telah mencapai tahap puncak
perkembangan kognitif, yakni masa munculnya kemampuan berpikir sistematis
dalam menghadapi persoalan-persoalan abstrak dan hipotesis karena telah
mencapai tahap operasional formal. Perkembangan moralnya tengah berada pada
tingkatan konvensional:

suatu tingkatan

yang ditandai

dengan

adanya

kecenderungan tumbuhnya kesadaran bahwa norma-norma yang ada dalam
masyarakat perlu dijadikan acuan dalam hidupnya, menyadari kewajibannya
melaksanakan norma-norma itu, dan mempertahankan perlunya ada norma.
Perkembangan fisiknya juga tengah berada pada masa perkembangan fisik yang
amat pesat.
Melihat potensi remaja itu, menjadi sangat penting dan amat
menguntungkan manakala ikhtiar pengembangannya difokuskan pada aspekaspek positif remaja itu daripada lebih menyoroti sisi negatifnya. Sebab, meskipun
ada remaja yang menunjukkan perilaku negatif, sebenarnya hanya sebagian kecil

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

17
saja dari sekian banyaknya remaja yang ada: hanya kurang dari 1% dari jumlah
remaja Indonesia.
Kegamangan terhadap nilai-nilai yang ditawarkan oleh kebudayaan
modern akan menimbulkan kelompok remaja haus akan perlindungan mental
emosional. Ini memberikan implikasi imperatif akan perlunya pendampingan
dalam memilah dan memilih nilai yang akan dijadikan pegangan hidupnya. Jika
tidak, sangat boleh jadi pada suatu saat remaja jatuh ke dalam kegiatan yang
negatif seperti narkoba, minuman keras, penyalahgunaan obat, dan sejenisnya
yang dianggapnya yang membebaskan dirinya dari kebingungan, kegamangan,
serta ketegangan jiwanya.
Dorongan yang kuat pada remaja untuk melepaskan diri dari orang tua dan
ditunjang oleh hohesivitas dan solidaritas yang kuat terhadap kelompok teman
sebayanya, seringkali remaja membentuk apa yang dikenal dengan istilah “gang”.
Mereka beranggapan bahwa dengan membentuk dan masuk sebagai anggota
“gang” akan merasa kuat dan merasa aman karena anggota “gang”-nya pasti
akan melindungi dan membela dirinya manakala menghadapi sesuatu yang
membahayakan dirinya. Akibatnya, dengan terbentuknya “gang” dan telah
diakuinya sebagai anggota “gang” mereka menjadi lebih berani mengambil risiko
karena didorong adanya kebutuhan untuk diakui dan dikagumi. Dorongan seperti
ini jika tidak dibarengi dengan pembimbingan dikhawatirkan dapat mengarahkan
remaja kepada pengembangan hubungan sosial yang negatif.
Sebagaimana telah ditekankan terdahulu bahwa yang lebih penting bagi
orang tua maupun pendidik lainnya adalah harus lebih sanggup melihat potensi
dan segi-segi positif lain pada remaja. Sebab, segi-segi negatif itu sebenarnya
hanya merupakan suatu “outgrowth” atau suatu akibat wajar dari masa
pertumbuhan dan perkembangan yang sedemikian pesatnya sehingga mereka
sendiri kurang mampu mengendalikannya, padahal sesungguhnya dalam hati kecil
mereka sendiri tidak menghendakinya.
Orang tua hendaknya mengakui kedewasaan remaja dengan jalan
memberikan kebebasan terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggung

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

18
jawab sendiri. Dalam masalah seks, misalnya, orang tua harus mengemukakan
secara hati-hati dan menjaga kerahasiaan remaja (confidential).
Iklim kehidupan keluarga yang memberikan kesempatan secara maksimal
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak akan dapat membantu anak
memiliki kebebasan psikologis untuk mengungkapkan perasaannya. Dengan cara
demikian, remaja akan senantiasa merasa bahwa dirinya dihargai oleh orang tua
dan anggota keluarga lainnya. Dalam lingkungan keluarga harga diri remaja akan
berkembang dengan baik karena merasa dihargai, diterima, dicintai dan dihormati
sebagai manusia. Kondisi seperti ini akan sangat bagus bagi berkembangnya
kemampuan hubungan sosial remaja.
Dalam konteks pembimbingan orang tua terhadap remaja, ada tiga jenis
pola asuh yang diterapkan oleh orang tua, yaitu:
1. Pola asuh “bina kasih” (induction)
2. Pola asuh “unjuk kuasa” (power assertion)
3. Pola asuh “lepas kasih” (love withdrawal)
Pola asuh bina kasih adalah perlakukan yang diterapkan orang tua dalam
mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal
terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil bagi anaknya. Pola asuh
otoriter adalah perlakuan yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya
dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun
sebenarnya anak tidak dapat menerimanya. Adapun pola asuh permisif adalah
perlakuan yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan
membiarkan anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya.
Dalam konteks pengembangan kepribadian remaja, termasuk di dalamnya
pengembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan untuk diterapkan
adalah pola asuh bina kasih (induction). Artinya, setiap keputusan yang diambil
oleh orang tua tentang anak remajanya atau setiap perlakuan yang diberikan orang
tua terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau
alasan yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat mengembangkan
pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak
terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya. Pola asuh ini disarankan karena

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

19
perkembangan kognitif remaja sudah mencapai tahap operasional formal sehingga
sudah mampu untuk mencerna secara logis dan rasional tentang perlakuan yang
diterapkan oleh orang tuanya. Namun demikian, bukan berarti bahwa bina kasih
ini merupakan satu-satunya pola asuh yang harus diterapkan oleh orang tua.
Variasi pola asuh yang diterapkan secara tepat tentunya juga penting untuk
diperhatikan dalam penerapannya.
Lingkungan pendidikan berikutnya, setelah keluarga, adalah sekolah.
Sekolah sebagai lembaga formal yang diserahi tugas untuk menyelenggarakan
pendidikan

tentunya

tidak

kecil

peranannya

dalam

rangka

membantu

perkembangan hubungan sosial remaja. Dalam konteks ini guru harus mampu
mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis. Jika guru tetap
berpendirian bahwa dirinya sebagai tokoh intelektual dan tokoh otoritas yang
memegang kekuasaan penuh, maka perkembangan hubungan sosial remaja akan
terganggu. Sebab, remaja sudah bukan anak-anak lagi yang senantiasa memiliki
sikap mengagumi gurunya sebagai tokoh yang harus dipatuhi melebihi siapapun.
Untuk itu, guru harus mampu mengembangkan perannya selain sebagai guru juga
sebagai pemimpin yang demokratis atau bahkan suatu saat berperan semacam
“teman sebaya” remaja yang dapat dijadikan tempat pertukaran pikiran, meminta
pertimbangan, dan mencurahkan segala permasalahan yang dialami. Dengan cara
demikian, akan sangat membantu perkembangan hubungan sosial remaja secara
maksimal.
Untuk dapat membantu perkembangan subjek didik secara maksimal,
termasuk di dalamnya perkembangan hubungan sosial, Standar Nasional
Pendidikan (2005) menuntut empat kompetensi yang seharusnya dipenuhi oleh
seorang guru, yaitu:
1. Kompetensi kepribadian (termasuk di dalamnya moral dan religius)
2. Kompetensi pedagogis
3. Kompetensi sosial
4. Kompetensi profesional
Kompetensi pribadi, sosial moral, dan religius merupakan kompetensi
yang sangat penting untuk membantu perkembangan hubungan sosial remaja di

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

20
sekolah. Dengan kompetensi pribadi mengandung makna bahwa seorang guru
harus memiliki integritas pribadi yang dapat dipertanggungjawabkan sebagi suatu
kepribadian yang utuh sehingga dapat diteladani oleh siswa yang sedang berada
pada fase remaja. Dengan kompetensi sosial, seorang mampu melakukan interaksi
atau hubungan sosial secara menyenangkan, hangat, terbuka, tulus, empati, dan
penuh penghargaan terhadap siswanya yang tengah berada pada fase remaja.
Dengan kompetensi moral mengandung makna bahwa seorang guru bukan hanya
dapat mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk, melainkan sanggup berbuat
menurut norma-norma kesusilaan sehingga guru dapat menjadi “model norma”
bagi siswanya yang sedang remaja. Adapun dengan kompetensi religius
mengandung makna bahwa seorang guru harus menganut agama yang diyakini
dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya sehingga dapat menjadi teladan bagi
murid-muridnya yang sedang berada pada masa remaja.
Seorang guru harus dapat melihat dengan jelas dan manusiawi bahwa
setiap muridnya adalah manusia yang bermartabat yang harus dihargai
sepenuhnya. Dengan cara saling menghargai dapat dibangun suatu landasan yang
mengandung rasa pengertian, saling percaya, saling menghormati, dan mampu
menjauhkan dari berburuk sangka dalam mengembangkan kemampuan hubungan
sosial murid yang sedang berada pada masa remaja.
Strategi pembelajaran yang demokratis merupakan alternatif yang sangat
bermanfaat bagi guru dalam membantu perkembangan hubungan sosial remaja.
Atas dasar prinsip demokrasi disusun strategi pembelajaran dan model bimbingan
bagi siswa, baik secara individual maupun kelompok. Kebebasan dalam kerangka
demokratisasi pendidikan bukan berarti kebebasan seluas-luasnya melainkan
kebebasan yang disertai rasa tanggung jawab secara penuh. Pemahaman tentang
kebebasan seseorang harus didudukkan dalam kerangka pemahaman bahwa orang
lain juga memiliki kebebasan sehingga kalau kebebasan itu dikembangkan tanpa
dibatasi dengan tanggungjawab akan berbenturan dengan kebebasan orang lain
dan bahkan dapat melanggar atau menghalangi kebebasan orang lain. Pemahaman
seperti ini harus senantiasa dikembangkan oleh guru kepada siswa yang sedang
berada pada fase remaja itu selama proses pembelajaran berlangsung.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

21
Lingkungan ketiga yang amat besar pengaruhnya terhadap perkembangan
hubungan sosial remaja adalah lingkungan masyarakat. Berkenaan dengan upaya
pengembangan hubungan sosial remaja, peran masyarakat justru amat besar
seiring dengan perkembangan psikologis masa remaja. Variasi perkembangan
individu terjadi dalam segala macam hubungan dan pengalaman, termasuk variasi
kebudayaan dan sosial yang ada dalam suatu masyarakat. Sistem kebudyaan,
lapisan sosial, kelompok agama, dan sebagainya memiliki nilai-nilai tersendiri
yang sudah tentu sangat berpengaruh terhadap para anggotanya. Sebagai contoh,
suatu sistem kebudayaan yang sangat menjunjung tinggi kejujuran dan hormat
kepada orang tua, maka akan besar kemungkinannya mampu mengembangkan
hubungan sosial remaja sebagai anggota masyarakat yang sangat menentang
perilaku-perilaku membohongi orang lain, mencuri, mencopet, berani kepada
orang tua, dan sejenisnya. Dengan demikian, dalam konteks ini, tugas utama
masyarakat adalah menekan seminimal mungkin tingkah laku atau sikap negatif
para remaja dan mengembangkan tingkah laku positif; termasuk di dalamnya
pengembangan hubungan sosial remaja. Para pemimpin dalam masyarakat, seperti
pemimpin organisasi politik, agama, dan organisasi lainnya memikul tugas dan
tanggung jawab dalam upaya pengembangan hubungan sosial remaja agar tidak
mengarah kepada hubungan sosial yang bersifat negatif dan destruktif.

Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran

22

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Ppt perkembangan masa anak awal
Ppt perkembangan masa anak awalPpt perkembangan masa anak awal
Ppt perkembangan masa anak awalkhumairoh
 
Kode etik psikologi(aplikom)
Kode etik psikologi(aplikom)Kode etik psikologi(aplikom)
Kode etik psikologi(aplikom)Nisha Umriyana
 
Bahan kuliah psik.pendidikan
Bahan kuliah psik.pendidikanBahan kuliah psik.pendidikan
Bahan kuliah psik.pendidikan7578
 
Makalah dinamika kelompok
Makalah dinamika kelompokMakalah dinamika kelompok
Makalah dinamika kelompokApapunituzar
 
TEORI RELASI OBJEK - melanie klien
TEORI RELASI OBJEK - melanie klienTEORI RELASI OBJEK - melanie klien
TEORI RELASI OBJEK - melanie kliendihastinee
 
Aspek-Aspek Perkembangan Sosial dan Emosi Masa Kanak-Kanak Awal (Psikologi Pe...
Aspek-Aspek Perkembangan Sosial dan Emosi Masa Kanak-Kanak Awal (Psikologi Pe...Aspek-Aspek Perkembangan Sosial dan Emosi Masa Kanak-Kanak Awal (Psikologi Pe...
Aspek-Aspek Perkembangan Sosial dan Emosi Masa Kanak-Kanak Awal (Psikologi Pe...atone_lotus
 
Interaksi Sosial Dalam Hubungan Antar Manusia
Interaksi Sosial Dalam Hubungan Antar Manusia Interaksi Sosial Dalam Hubungan Antar Manusia
Interaksi Sosial Dalam Hubungan Antar Manusia pjj_kemenkes
 
Nilai, Pola dan Persepsi Budaya
Nilai, Pola dan Persepsi BudayaNilai, Pola dan Persepsi Budaya
Nilai, Pola dan Persepsi Budayafrenky mubarok
 
Makalah Perkembangan Emosi
Makalah Perkembangan EmosiMakalah Perkembangan Emosi
Makalah Perkembangan Emosianna rasyla
 
Perkembangan peserta didik Perkembangan anak SD
Perkembangan peserta didik Perkembangan anak SDPerkembangan peserta didik Perkembangan anak SD
Perkembangan peserta didik Perkembangan anak SDElysa Nurhani
 
power poin teori relasi objek
power poin teori relasi objekpower poin teori relasi objek
power poin teori relasi objekfaiqoh nurlaeli
 
Perkembangan fisik dan kognitif di masa kanak kanak pertengahan
Perkembangan fisik dan kognitif di masa kanak kanak pertengahanPerkembangan fisik dan kognitif di masa kanak kanak pertengahan
Perkembangan fisik dan kognitif di masa kanak kanak pertengahanBarna Yudha SutanMudo
 
Teori stimulus respon hull, dollard & miller
Teori stimulus respon hull, dollard & millerTeori stimulus respon hull, dollard & miller
Teori stimulus respon hull, dollard & millerelmakrufi
 
Perkembangan Emosi Peserta Didik
Perkembangan Emosi Peserta DidikPerkembangan Emosi Peserta Didik
Perkembangan Emosi Peserta Didikafifahdhaniyah
 

Was ist angesagt? (20)

Ppt perkembangan masa anak awal
Ppt perkembangan masa anak awalPpt perkembangan masa anak awal
Ppt perkembangan masa anak awal
 
Kode etik psikologi(aplikom)
Kode etik psikologi(aplikom)Kode etik psikologi(aplikom)
Kode etik psikologi(aplikom)
 
Bahan kuliah psik.pendidikan
Bahan kuliah psik.pendidikanBahan kuliah psik.pendidikan
Bahan kuliah psik.pendidikan
 
Makalah dinamika kelompok
Makalah dinamika kelompokMakalah dinamika kelompok
Makalah dinamika kelompok
 
TEORI RELASI OBJEK - melanie klien
TEORI RELASI OBJEK - melanie klienTEORI RELASI OBJEK - melanie klien
TEORI RELASI OBJEK - melanie klien
 
Perkembangan emosi remaja
Perkembangan emosi remajaPerkembangan emosi remaja
Perkembangan emosi remaja
 
Aspek-Aspek Perkembangan Sosial dan Emosi Masa Kanak-Kanak Awal (Psikologi Pe...
Aspek-Aspek Perkembangan Sosial dan Emosi Masa Kanak-Kanak Awal (Psikologi Pe...Aspek-Aspek Perkembangan Sosial dan Emosi Masa Kanak-Kanak Awal (Psikologi Pe...
Aspek-Aspek Perkembangan Sosial dan Emosi Masa Kanak-Kanak Awal (Psikologi Pe...
 
Interaksi Sosial Dalam Hubungan Antar Manusia
Interaksi Sosial Dalam Hubungan Antar Manusia Interaksi Sosial Dalam Hubungan Antar Manusia
Interaksi Sosial Dalam Hubungan Antar Manusia
 
Nilai, Pola dan Persepsi Budaya
Nilai, Pola dan Persepsi BudayaNilai, Pola dan Persepsi Budaya
Nilai, Pola dan Persepsi Budaya
 
Makalah Perkembangan Emosi
Makalah Perkembangan EmosiMakalah Perkembangan Emosi
Makalah Perkembangan Emosi
 
ALBERT BANDURA
ALBERT BANDURAALBERT BANDURA
ALBERT BANDURA
 
Kognisi Sosial
Kognisi SosialKognisi Sosial
Kognisi Sosial
 
Perkembangan peserta didik Perkembangan anak SD
Perkembangan peserta didik Perkembangan anak SDPerkembangan peserta didik Perkembangan anak SD
Perkembangan peserta didik Perkembangan anak SD
 
power poin teori relasi objek
power poin teori relasi objekpower poin teori relasi objek
power poin teori relasi objek
 
Perkembangan psikososial
Perkembangan psikososialPerkembangan psikososial
Perkembangan psikososial
 
Anna freud
Anna freudAnna freud
Anna freud
 
Perkembangan fisik dan kognitif di masa kanak kanak pertengahan
Perkembangan fisik dan kognitif di masa kanak kanak pertengahanPerkembangan fisik dan kognitif di masa kanak kanak pertengahan
Perkembangan fisik dan kognitif di masa kanak kanak pertengahan
 
Teori stimulus respon hull, dollard & miller
Teori stimulus respon hull, dollard & millerTeori stimulus respon hull, dollard & miller
Teori stimulus respon hull, dollard & miller
 
Perkembangan Emosi Peserta Didik
Perkembangan Emosi Peserta DidikPerkembangan Emosi Peserta Didik
Perkembangan Emosi Peserta Didik
 
dimensi manusia
dimensi manusiadimensi manusia
dimensi manusia
 

Andere mochten auch

Perkembangan hubungan sosial
Perkembangan hubungan sosialPerkembangan hubungan sosial
Perkembangan hubungan sosialmizwarsaputra69
 
Hubungan/Interaksi Sosial
Hubungan/Interaksi SosialHubungan/Interaksi Sosial
Hubungan/Interaksi SosialRuki
 
PPD kel. 10 By: Nilam Sari
PPD kel. 10 By: Nilam SariPPD kel. 10 By: Nilam Sari
PPD kel. 10 By: Nilam Sarinilamsari297
 
Perkembangan kognitif dan proses pembelajaran
Perkembangan kognitif dan proses pembelajaranPerkembangan kognitif dan proses pembelajaran
Perkembangan kognitif dan proses pembelajaranDedi Yulianto
 
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial dan Pengaruh terhadap Tingkah Laku
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial dan Pengaruh terhadap Tingkah LakuFaktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial dan Pengaruh terhadap Tingkah Laku
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial dan Pengaruh terhadap Tingkah LakuAndhinaFitrianitaPutri
 
Perkembangan Intelektual pada Fase Remaja
Perkembangan Intelektual pada Fase RemajaPerkembangan Intelektual pada Fase Remaja
Perkembangan Intelektual pada Fase RemajaOva Opayanti
 
Makalah etika manusia dalam masyarakat
Makalah etika manusia dalam masyarakatMakalah etika manusia dalam masyarakat
Makalah etika manusia dalam masyarakatSeptian Muna Barakati
 
Perkembangan sosial, moral. agama dan kepribadian masa akhir kanak kanak
Perkembangan sosial, moral. agama dan kepribadian masa akhir kanak kanakPerkembangan sosial, moral. agama dan kepribadian masa akhir kanak kanak
Perkembangan sosial, moral. agama dan kepribadian masa akhir kanak kanakM N Habibah
 
Makalah tahapan pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja
Makalah tahapan pertumbuhan dan perkembangan pada masa remajaMakalah tahapan pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja
Makalah tahapan pertumbuhan dan perkembangan pada masa remajaSeptian Muna Barakati
 
Konsep dan Perkembangan Anak dengan hambatan emosi dan sosial (Tunalaras)
Konsep dan Perkembangan Anak dengan hambatan emosi dan sosial (Tunalaras)Konsep dan Perkembangan Anak dengan hambatan emosi dan sosial (Tunalaras)
Konsep dan Perkembangan Anak dengan hambatan emosi dan sosial (Tunalaras)Wulan Yulian
 
Intelegensi ppt
Intelegensi pptIntelegensi ppt
Intelegensi pptMelz Mutz
 
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan KognitifRemaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan KognitifIwan Wahidin
 
Makalah (mengenal karakter remaja pada siswa smp
Makalah (mengenal karakter remaja pada siswa smpMakalah (mengenal karakter remaja pada siswa smp
Makalah (mengenal karakter remaja pada siswa smpNovia Senja
 
perkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadian
perkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadianperkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadian
perkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadianSeptia Darmayanti
 
Perkembangan intelektual remaja
Perkembangan intelektual remajaPerkembangan intelektual remaja
Perkembangan intelektual remajaRizali Avenged
 
WesołYch śWiąT
WesołYch śWiąTWesołYch śWiąT
WesołYch śWiąTguest673669
 
Social media & pr3
Social media & pr3Social media & pr3
Social media & pr3larae9411
 
Matchfixnig power point
Matchfixnig power pointMatchfixnig power point
Matchfixnig power pointMarco Buus
 

Andere mochten auch (20)

Perkembangan hubungan sosial
Perkembangan hubungan sosialPerkembangan hubungan sosial
Perkembangan hubungan sosial
 
Hubungan/Interaksi Sosial
Hubungan/Interaksi SosialHubungan/Interaksi Sosial
Hubungan/Interaksi Sosial
 
PPD kel. 10 By: Nilam Sari
PPD kel. 10 By: Nilam SariPPD kel. 10 By: Nilam Sari
PPD kel. 10 By: Nilam Sari
 
Perkembangan kognitif dan proses pembelajaran
Perkembangan kognitif dan proses pembelajaranPerkembangan kognitif dan proses pembelajaran
Perkembangan kognitif dan proses pembelajaran
 
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial dan Pengaruh terhadap Tingkah Laku
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial dan Pengaruh terhadap Tingkah LakuFaktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial dan Pengaruh terhadap Tingkah Laku
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial dan Pengaruh terhadap Tingkah Laku
 
Perkembangan Intelektual pada Fase Remaja
Perkembangan Intelektual pada Fase RemajaPerkembangan Intelektual pada Fase Remaja
Perkembangan Intelektual pada Fase Remaja
 
Makalah etika manusia dalam masyarakat
Makalah etika manusia dalam masyarakatMakalah etika manusia dalam masyarakat
Makalah etika manusia dalam masyarakat
 
Perkembangan sosial, moral. agama dan kepribadian masa akhir kanak kanak
Perkembangan sosial, moral. agama dan kepribadian masa akhir kanak kanakPerkembangan sosial, moral. agama dan kepribadian masa akhir kanak kanak
Perkembangan sosial, moral. agama dan kepribadian masa akhir kanak kanak
 
Makalah tahapan pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja
Makalah tahapan pertumbuhan dan perkembangan pada masa remajaMakalah tahapan pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja
Makalah tahapan pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja
 
Konsep dan Perkembangan Anak dengan hambatan emosi dan sosial (Tunalaras)
Konsep dan Perkembangan Anak dengan hambatan emosi dan sosial (Tunalaras)Konsep dan Perkembangan Anak dengan hambatan emosi dan sosial (Tunalaras)
Konsep dan Perkembangan Anak dengan hambatan emosi dan sosial (Tunalaras)
 
Intelegensi ppt
Intelegensi pptIntelegensi ppt
Intelegensi ppt
 
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan KognitifRemaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
Remaja; Perkembangan Fisik, Psikis dan Kognitif
 
Masa Dewasa
Masa DewasaMasa Dewasa
Masa Dewasa
 
Makalah (mengenal karakter remaja pada siswa smp
Makalah (mengenal karakter remaja pada siswa smpMakalah (mengenal karakter remaja pada siswa smp
Makalah (mengenal karakter remaja pada siswa smp
 
Makalah perkembangan remaja
Makalah perkembangan remajaMakalah perkembangan remaja
Makalah perkembangan remaja
 
perkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadian
perkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadianperkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadian
perkembangan masa remaja kognitif, emosional dan kepribadian
 
Perkembangan intelektual remaja
Perkembangan intelektual remajaPerkembangan intelektual remaja
Perkembangan intelektual remaja
 
WesołYch śWiąT
WesołYch śWiąTWesołYch śWiąT
WesołYch śWiąT
 
Social media & pr3
Social media & pr3Social media & pr3
Social media & pr3
 
Matchfixnig power point
Matchfixnig power pointMatchfixnig power point
Matchfixnig power point
 

Ähnlich wie Perkembangan hubungan sosial dan proses pembelajaran

Psikologi pembelajaran
Psikologi pembelajaranPsikologi pembelajaran
Psikologi pembelajaranmuhammad ikbal
 
Sosialisasi dan-pembentukan-kepribadian
Sosialisasi dan-pembentukan-kepribadianSosialisasi dan-pembentukan-kepribadian
Sosialisasi dan-pembentukan-kepribadianFathur Marah
 
Hubungan pola interaksi remaja dan orang tua terhadap perkembangan potensi
Hubungan pola interaksi remaja dan orang tua terhadap perkembangan potensiHubungan pola interaksi remaja dan orang tua terhadap perkembangan potensi
Hubungan pola interaksi remaja dan orang tua terhadap perkembangan potensiTina D'pooh
 
Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)
Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)
Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)Poetra Chebhungsu
 
Perkembangan kanak kanak.assgmen hj yem
Perkembangan kanak kanak.assgmen hj yemPerkembangan kanak kanak.assgmen hj yem
Perkembangan kanak kanak.assgmen hj yemmasriyah91
 
PPT PBPD Kelompok 7.pptx
PPT PBPD Kelompok 7.pptxPPT PBPD Kelompok 7.pptx
PPT PBPD Kelompok 7.pptxKalanaWaktu
 
Interaksi sosial
Interaksi sosialInteraksi sosial
Interaksi sosialDezan Must
 
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Septian Muna Barakati
 
Pertemuan 9 Perkembangan Peserta Didik
Pertemuan 9 Perkembangan Peserta DidikPertemuan 9 Perkembangan Peserta Didik
Pertemuan 9 Perkembangan Peserta DidikmonichaSihombing
 
Tinjauan Sosial terhadap Peserta Didik
Tinjauan Sosial terhadap Peserta DidikTinjauan Sosial terhadap Peserta Didik
Tinjauan Sosial terhadap Peserta DidikAndhinaFitrianitaPutri
 
Perkembangan sosial anak usia sd
Perkembangan sosial anak usia sdPerkembangan sosial anak usia sd
Perkembangan sosial anak usia sdShinta Nz
 
makalah ips.pdf yang terjual sebanyak tiga kali sehari pagi dan sore hari dan...
makalah ips.pdf yang terjual sebanyak tiga kali sehari pagi dan sore hari dan...makalah ips.pdf yang terjual sebanyak tiga kali sehari pagi dan sore hari dan...
makalah ips.pdf yang terjual sebanyak tiga kali sehari pagi dan sore hari dan...achmadwalidi444
 
Pengaruh pendidikan keluarga terhadap kepribadian anak
Pengaruh pendidikan keluarga terhadap kepribadian anakPengaruh pendidikan keluarga terhadap kepribadian anak
Pengaruh pendidikan keluarga terhadap kepribadian anakDiana Tandjung
 
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Warnet Raha
 
Sosialisasi dan Kepribadian
Sosialisasi  dan KepribadianSosialisasi  dan Kepribadian
Sosialisasi dan KepribadianLilly
 
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Operator Warnet Vast Raha
 
Modul star IPS KELAS X SMK bab 1 5 bab
Modul star IPS KELAS X SMK bab 1   5 babModul star IPS KELAS X SMK bab 1   5 bab
Modul star IPS KELAS X SMK bab 1 5 babJaya Gemilang Toga
 
Bagas yudi septiadi (sosialisasi)
Bagas yudi septiadi (sosialisasi)Bagas yudi septiadi (sosialisasi)
Bagas yudi septiadi (sosialisasi)Eka Nur Fitriyani
 

Ähnlich wie Perkembangan hubungan sosial dan proses pembelajaran (20)

Psikologi pembelajaran
Psikologi pembelajaranPsikologi pembelajaran
Psikologi pembelajaran
 
Sosialisasi dan-pembentukan-kepribadian
Sosialisasi dan-pembentukan-kepribadianSosialisasi dan-pembentukan-kepribadian
Sosialisasi dan-pembentukan-kepribadian
 
Hubungan pola interaksi remaja dan orang tua terhadap perkembangan potensi
Hubungan pola interaksi remaja dan orang tua terhadap perkembangan potensiHubungan pola interaksi remaja dan orang tua terhadap perkembangan potensi
Hubungan pola interaksi remaja dan orang tua terhadap perkembangan potensi
 
Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)
Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)
Makalah kel. 6 (ellen reno m dan wesi susanti)
 
Perkembangan kanak kanak.assgmen hj yem
Perkembangan kanak kanak.assgmen hj yemPerkembangan kanak kanak.assgmen hj yem
Perkembangan kanak kanak.assgmen hj yem
 
Bab i
Bab  iBab  i
Bab i
 
PPT PBPD Kelompok 7.pptx
PPT PBPD Kelompok 7.pptxPPT PBPD Kelompok 7.pptx
PPT PBPD Kelompok 7.pptx
 
Interaksi sosial
Interaksi sosialInteraksi sosial
Interaksi sosial
 
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
 
Pertemuan 9 Perkembangan Peserta Didik
Pertemuan 9 Perkembangan Peserta DidikPertemuan 9 Perkembangan Peserta Didik
Pertemuan 9 Perkembangan Peserta Didik
 
Tinjauan Sosial terhadap Peserta Didik
Tinjauan Sosial terhadap Peserta DidikTinjauan Sosial terhadap Peserta Didik
Tinjauan Sosial terhadap Peserta Didik
 
Perkembangan sosial anak usia sd
Perkembangan sosial anak usia sdPerkembangan sosial anak usia sd
Perkembangan sosial anak usia sd
 
makalah ips.pdf yang terjual sebanyak tiga kali sehari pagi dan sore hari dan...
makalah ips.pdf yang terjual sebanyak tiga kali sehari pagi dan sore hari dan...makalah ips.pdf yang terjual sebanyak tiga kali sehari pagi dan sore hari dan...
makalah ips.pdf yang terjual sebanyak tiga kali sehari pagi dan sore hari dan...
 
Proposal penelitian
Proposal penelitianProposal penelitian
Proposal penelitian
 
Pengaruh pendidikan keluarga terhadap kepribadian anak
Pengaruh pendidikan keluarga terhadap kepribadian anakPengaruh pendidikan keluarga terhadap kepribadian anak
Pengaruh pendidikan keluarga terhadap kepribadian anak
 
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
 
Sosialisasi dan Kepribadian
Sosialisasi  dan KepribadianSosialisasi  dan Kepribadian
Sosialisasi dan Kepribadian
 
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian 2
 
Modul star IPS KELAS X SMK bab 1 5 bab
Modul star IPS KELAS X SMK bab 1   5 babModul star IPS KELAS X SMK bab 1   5 bab
Modul star IPS KELAS X SMK bab 1 5 bab
 
Bagas yudi septiadi (sosialisasi)
Bagas yudi septiadi (sosialisasi)Bagas yudi septiadi (sosialisasi)
Bagas yudi septiadi (sosialisasi)
 

Mehr von Dedi Yulianto

Komputer & multimedia
Komputer & multimediaKomputer & multimedia
Komputer & multimediaDedi Yulianto
 
Penelitian kualitatif dan wawancara
Penelitian kualitatif dan wawancaraPenelitian kualitatif dan wawancara
Penelitian kualitatif dan wawancaraDedi Yulianto
 
Analisis butir soal (v)
Analisis butir soal (v)Analisis butir soal (v)
Analisis butir soal (v)Dedi Yulianto
 
Pengembangan bhn ujian dan analisis
Pengembangan bhn ujian dan analisisPengembangan bhn ujian dan analisis
Pengembangan bhn ujian dan analisisDedi Yulianto
 
Sekilas konsep evaluasi
Sekilas konsep evaluasiSekilas konsep evaluasi
Sekilas konsep evaluasiDedi Yulianto
 
Disain instruksional
Disain instruksionalDisain instruksional
Disain instruksionalDedi Yulianto
 
Instruksional sistem
Instruksional sistemInstruksional sistem
Instruksional sistemDedi Yulianto
 
Model assure media pembelajaran
Model assure media  pembelajaran Model assure media  pembelajaran
Model assure media pembelajaran Dedi Yulianto
 
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksiDeskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksiDedi Yulianto
 
Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualPembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualDedi Yulianto
 
Contextual teaching-and-learning-ctl
Contextual teaching-and-learning-ctlContextual teaching-and-learning-ctl
Contextual teaching-and-learning-ctlDedi Yulianto
 
Filsafat zaman yunani kuno
Filsafat zaman yunani kunoFilsafat zaman yunani kuno
Filsafat zaman yunani kunoDedi Yulianto
 
Hubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafatHubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafatDedi Yulianto
 

Mehr von Dedi Yulianto (20)

Sk tim perencana
Sk tim perencanaSk tim perencana
Sk tim perencana
 
Komputer & multimedia
Komputer & multimediaKomputer & multimedia
Komputer & multimedia
 
Media pembelajaran
Media  pembelajaranMedia  pembelajaran
Media pembelajaran
 
Penelitian kualitatif dan wawancara
Penelitian kualitatif dan wawancaraPenelitian kualitatif dan wawancara
Penelitian kualitatif dan wawancara
 
Analisis butir soal (v)
Analisis butir soal (v)Analisis butir soal (v)
Analisis butir soal (v)
 
Pengembangan bhn ujian dan analisis
Pengembangan bhn ujian dan analisisPengembangan bhn ujian dan analisis
Pengembangan bhn ujian dan analisis
 
Sekilas konsep evaluasi
Sekilas konsep evaluasiSekilas konsep evaluasi
Sekilas konsep evaluasi
 
Desain pesan
Desain pesanDesain pesan
Desain pesan
 
Desain pembelajaran
Desain pembelajaranDesain pembelajaran
Desain pembelajaran
 
Disain instruksional
Disain instruksionalDisain instruksional
Disain instruksional
 
Jenis penelitian
Jenis penelitianJenis penelitian
Jenis penelitian
 
Desain pesan
Desain pesanDesain pesan
Desain pesan
 
Instruksional sistem
Instruksional sistemInstruksional sistem
Instruksional sistem
 
Model assure media pembelajaran
Model assure media  pembelajaran Model assure media  pembelajaran
Model assure media pembelajaran
 
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksiDeskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
Deskriptif dan preskriptif teori pembelajaran dan instruksi
 
Pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstualPembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual
 
Contextual teaching-and-learning-ctl
Contextual teaching-and-learning-ctlContextual teaching-and-learning-ctl
Contextual teaching-and-learning-ctl
 
Ctl
CtlCtl
Ctl
 
Filsafat zaman yunani kuno
Filsafat zaman yunani kunoFilsafat zaman yunani kuno
Filsafat zaman yunani kuno
 
Hubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafatHubungan ilmu pengetahuan filsafat
Hubungan ilmu pengetahuan filsafat
 

Perkembangan hubungan sosial dan proses pembelajaran

  • 1. PERKEMBANGAN HUBUNGAN SOSIAL DAN PROSES PEMBELAJARAN A. Pengertian Hubungan Sosial Secara teoritis, hubungan sosial ini mula-mula dimulai dari lingkungan rumah sendiri kemudian berkembang ke lingkungan sekolah, dan dilanjutkan kepada lingkungan yang lebih luas lagi yaitu tempat berkumpulnya teman sebaya. Namun kenyataannya, yang sering terjadi adalah bahwa hubungan sosial anak dimulai dari rumah, kemudian dilanjutkan dengan teman sebaya, baru kemudian dengan teman-temannya di sekolah. Kesulitan hubungan sosial dengan teman sebaya atau teman di sekolah sangat mungkin terjadi manakala individu dibesarkan dalam suasana pola asuh orang tua yang otoriter dalam keluarga. Penyebab kesulitan hubungan sosial sebagai akibat dari pola asuh orang tua yang penuh dengan unjuk kuasa ini adalah timbul dan berkembangnya perasaan takut yang berlebihan pada anak sehingga tidak berani mengambil inisiatif dalam berhubungan dengan orang lain, tidak berani mengambil keputusan, dan tidak berani memutuskan pilihan teman yang dipandang cocok. Situasi kehidupan dalam keluarga yang berupa pola asuh orang tua pada umumnya masih dapat diperbaiki oleh orang tua itu sendiri, tetapi situasi pergaulan dengan teman-teman sebayanya cenderung sulit diperbaiki. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan dengan pola anak yang otoriter kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam mengadaptasi diri ke dalam setiap situasi yang dianggap akan menimbulkan konflik pada dirinya. Ada dua kemungkinan kompensasi negatif yang dapat muncul pada diri anak dalam mengolah konfliknya itu, yaitu rasa rendah diri yang akan tetap melekat pada dirinya atau anak berbuat berlebih-lebihan. Dengan demikian, tampak bahwa keluarga merupakan peletak dasar hubungan sosial anak, dan yang terpenting adalah pola asuh orang tua terhadap anak. Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 1
  • 2. B. Pengaruh Hubungan Sosial terhadap Tingkah Laku Hubungan sosial individu dimulai sejak individu itu berada di lingkungan rumah bersama keluarganya. Segera setelah lahir, hubungan bayi dengan orang di sekitarnya, terutama ibu, memiliki arti yang sangat penting. Hubungan ini paling dirasakan kehangatannya dan kemudian menjadi pengalaman hubungan sosial yang amat mendalam adalah melalui sentuhan ibu terhadap anak bayinya, terutama saat menetek. Bahkan seorang ahli Psikoanalisis yang bernama Sigmund Freud menegaskan bahwa sentuhan lembut seorang ibu, kehangatan dekapan gendongan seorang ibu, dan bahan degupan jantung seorang ibu ketika menyusui anak bayinya dirasakan oleh seorang bayi dalam alam psikologisnya sebagai pernyataan kasih sayang, pengakuan, perasaan diterima, dan perlindungan yang luar biasa yang memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan jiwa anak di kelak kemudian hari, termasuk kemampuan hubungan sosialnya. Gangguan tingkah laku yang terjadi pada anak yang selama hidupnya berada di rumah titipan atau yatim piatu, merupakan contoh akibat kurangnya kebutuhan akan kasih sayang dan sentuhan lembut seorang ibu. Pada mereka tidak ada kesempatan untuk menikmati kasih sayang ayah atau ibunya sehingga dapat berpengaruh terhadap perkembangan hubungan sosialnya. Perkembangan hubungan sosial anak dimulai dari sejak bayi dan semakin berkembang ketika anak mulai memasuki masa prasekolah, kira-kira umur 18 bulan. Pada umur ini dimulai dengan tumbuhnya kesadaran diri atau yang dikenal dengan kesadaran akan dirinya dan kepemilikannya. Pada umur ini keinginan untuk mengeksplorasi lingkungan semakin besar sehingga tidak jarang menimbulkan masalah yang berkaitan dengan kedisiplinan. Anak mulai berhadapan dengan orang-orang sekitarnya yang mungkin menyetujui tetapi ada pula yang menghalangi keinginannya. Pada masa ini sampai akhir masa sekolah ditandai dengan meluasnya lingkungan sosial. Selain dengan anggota keluarganya, anak juga mulai mendekatkan diri kepada orang-orang lain di lingkungannya. Meluasnya lingkungan sosial anak itu menyebabkan anak memperoleh pengaruh-pengaruh yang ada di luar pengawasan orang tuannya. Anak sudah semakin luas bergaul dengan teman-temannya serta berhubungan Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 2
  • 3. dengan guru-guru yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap proses hubungan sosial anak. Dalam hubungan sosial pada masa ini anak melakukan proses emansipasi dan sekaligus individualisasi. Dalam proses ini, teman-teman sebayanya juga mempunyai peranan yang sangat penting bagi mereka. Dalam konteks ini, Jean Piaget mengatakan bahwa permulaan kerjasama dan konformisme sosial semakin bertambah pada saat anak mencapai usia 7 sampai 10 tahun dan mencapai puncak kurva pada saat anak berada di antara umur 9 sampai 15 tahun. Ini dapat diartikan bahwa konformisme semakin bertambah dengan bertambahnya usia sampai permulaan remaja dan setelah itu mengalami penurunan kembali. Penurunan ini disebabkan pada masa remaja sudah semakin berkembang keinginan mencari dan menemukan jati dirinya sehingga konformisme semakin berbenturan dengan upaya mencapai kemandirian atau individuasi. C. Makna Interaksi Thibaut dan Kelley (1979), yang merupakan pakar dalam teori interaksi, mendefinisikan interaksi sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain, atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi, dalam setiap kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain. Sebagai contoh, A bertemu dengan B di jalan, kemudian ia menghentikan B dan mengajaknya ngobrol tentang cuaca, mendengarkan kesulitan-kesulitan yang dialaminya, dan kemudian mereka bertukar pendapat dengan caranya masingmasing. Chaplin (1979) mendefiniskan bahwa interaksi merupakan hubungan sosial antara beberapa individu yang bersifat alami di mana individu-individu itu saling mempengaruhi satu sama lain secara serempak. Adapun Homans mendefinisikan interaksi sebagai suatu kejadian di mana suatu aktivitas atau sentimen yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran (reward) atau hukuman (punishment) dengan menggunakan suatu aktivitas atau sentimen oleh individu lain yang menjadi pasangannya (Shaw, 1985: 71). Jadi, dalam konsep yang dikemukakan oleh Homans ini, mengandung Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 3
  • 4. pengertian bahwa suatu tindakan oleh seseorang dalam suatu interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya. Sedangkan Shaw (1976:447) mendefinisikan bahwa interaksi adalah suatu pertukaran antarpribadi di mana masing-masing orang menunjukkan perilakunya sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing-masing perilaku itu mempengaruhi satu sama lain. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa interaksi mengandung pengertian hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya, memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi juga lebih dari sekadar terjadi hubungan antara pihak-pihak yang terlibat melainkan terjadi saling mempengaruhi. D. Jenis-jenis Interaksi Ada tiga jenis interaksi, yaitu: 1. Interaksi verbal 2. Interaksi fisik 3. Interaksi emosional Interaksi verbal adalah interaksi yang terjadi bila dua orang atau lebih melakukan kontak satu sama lain dengan menggunakan alat-alat artikulasi atau pembicaraan. Prosesnya terjadi dalam bentuk saling bertukar percakapan satu sama lain. Interaksi fisik adalah interaksi yang terjadi manakala dua orang atau lebih melakukan kontak dengan menggunakan bahasa-bahasa tubuh. Misalnya, ekspresi wajah, posisi tubuh, gerak-gerik tubuh, dan kontak mata. Sedangkan yang dimaksud interaksi emosional adalah interaksi yang terjadi manakala individu melakukan kontak sama lain dengan melakukan curahan perasaan. Misalnya, mengeluarkan air mata sebagai tanda sedih, haru, atau bahkan terlalu bahagia. Selain tiga jenis interaksi di atas, jenis interaksi dapat dibedakan berdasarkan banyaknya individu yang terlibat dalam proses interaksi tersebut serta pola interaksi yang terjadi. Atas dasar itu, maka ada dua jenis interaksi, yaitu: Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 4
  • 5. 1. Interaksi dyadic 2. Interaksi tryadic Interaksi dyadic terjadi manakala hanya ada dua orang yang terlibat di dalamnya atau lebih dari dua orang tetapi arah interaksinya hanya terjadi dalam dua arah. Contoh: interaksi antara percakapan dua orang lewat telepon, interaksi antara guru-murid dalam kelas jika guru menggunakan metode ceramah atau tanya jawab satu arah tanpa menciptakan dialog antar murid. Interaksi tryadic terjadi manakala individu yang terlibat di dalamnya lebih dari dua orang dan pola interaksi menyebar ke semua individu yang terlibat. Misalnya, interaksi antara ayah, ibu, dan anak jika interaksinya terjadi pada mereka semuanya. E. Pola Interaksi Remaja-Orang Tua Sesuai dengan tahapan perkembangannya, interaksi remaja dengan orang tua memiliki kekhasan tersendiri. Jersild, Brook, dan Brook (1998) mengatakan bahwa interaksi antara remaja dengan orang tua dapat digambarkan sebagai “three-act-drama” (drama-tiga-tindakan). Drama tindakan pertama (the first act drama), interaksi remaja dengan orang tua berlangsung sebagaimana yang terjadi pada interaksi antara masa anakanak dengan orang tua; mereka memiliki ketergantungan kepada orang tua dan masih sangat dipengaruhi oleh orang tua. Namun, remaja sudah mulai semakin menyadari keberadaan dirinya sebagai pribadi daripada masa-masa sebelumnya. Drama tindakan kedua (the second act drama), dapat disebut juga dengan istilah “perjuangan untuk emansipasi”. Pada masa ini, remaja juga memiliki perjuangan yang kuat untuk membebaskan dirinya dari ketergantungan dengan orang tuanya sebagaimana pada masa anak-anak dalam rangka berusaha mencapai status dewasa. Dengan demikian, remaja dalam interaksinya dengan orang tua sudah mulai berusaha untuk meninggalkan kemanjaan dirinya dengan orang tua dan sudah semakin bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Akibatnya, mereka seringkali mengalami pergolakan dan konflik dalam interaksinya dengan orang tua. Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 5
  • 6. Drama tindakan ketiga (the third act drama), remaja sudah berusaha untuk dapat menempatkan dirinya untuk berteman dengan orang dewasa dan berinteraksi secara lancar dengan mereka. namun, usaha remaja ini seringkali masih memperoleh hambatan yang disebabkan oleh pengaruh dari orang tua yang sebenarnya masih belum bisa melepas anak remajanya secara penuh. Sehingga, remaja seringkali menentang gagasan-gagasan dan sikap orang tuanya. Dalam konteks interaksi remaja-orang tua ini, Fontana (1981) menambahkan adanya aspek obyektif dan subyektif dalam interaksi antara remaja dengan orang tua. Aspek obyektif adalah keadaan nyata dari peristiwa yang terjadi pada saat interaksi antara remaja dan orang tua berlangsung. Sedangkan aspek subyektif adalah keadaan nyata yang dipersepsi oleh remaja pada saat interaksi berlangsung. Tidak jarang terjadi remaja cenderung menggunakan aspek subyektif dalam berinteraksi dengan orang tuanya. Misalnya, orang tua yang bertindak agak keras terhadap remaja karena merasa khawatir dan cemas terhadap anak remajanya justru dipersepsi oleh remaja itu sebagai memarahinya. Padahal sesungguhnya orang tua itu bermaksud untuk melindunginya. Atas dasar aspek subyektif yang seringkali digunakan oleh remaja dalam berinteraksi dengan orang tuanya, maka pemahaman terhadap interaksi remaja perlu memperhatikan bagaimana persepsi remaja tentang interaksinya dengan orang lain, dan bukan semata-mata interaksi nyata (real interaction). Jadi, yang dimaksud dengan interaksi remaja-orang tua adalah hubungan timbal balik secara aktif antara remaja dengan orang tuanya yang terwujud dalam kualitas hubungan yang memungkinkan remaja untuk mengembangkan potensi dirinya. F. Persepsi tentang Interaksi Remaja-Orang Tua Berkaitan dengan kualitas interaksi remaja-orang tua, dapat dikemukakan konsep yang di dalamnya meliputi sejumlah aspek dan masing-masing aspek mengandung sejumlah indikator, yaitu: 1. Persepsi remaja mengenai partisipasi dan keterlibatan dirinya dalam keluarga. Aspek ini mengandung indikator-indikator sebagai berikut: Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 6
  • 7. a. Persepsi remaja mengenai sikap saling menghargai di antara para anggota keluarga. b. Persepsi remaja mengenai keterlibatan dirinya dalam membicarakan dan memecahkan masalah yang dihadapi keluarga. 2. Persepsi remaja mengenai keterbukaan sikap orang tua. Aspek ini mengandung indikator-indikator sebagai berikut: a. Persepsi remaja mengenai toleransi orang tua terhadap perbedaan pendapat. b. Persepsi remaja mengenai kemampuan orang tua untuk memberikan alasan yang masuk akal terhadap suatu perbuatan atau keputusan yang diambil. c. Persepsi remaja mengenai keterbukaan orang tua terhadap minat yang luas. d. Persepsi remaja mengenai upaya orang tua untuk mengembangkan komitmen terhadap tugas. e. Persepsi remaja mengenai kehadiran orang tua di rumah dan keakraban hubungan antara orang tua dengan remaja. 3. Persepsi remaja mengenai kebebasan dirinya untuk melakukan eksplorasi lingkungan. Aspek ini mengandung indikator-indikator sebagai berikut: a. Persepsi mengenai dorongan orang tua untuk mengembangkan rasa ingin tahu yang lebih besar. b. Persepsi remaja mengenai perasaan aman dan bebas yang diberikan oleh orang tua untuk mengadakan eksplorasi dalam rangka mengungkapkan pikiran dan perasaannya. c. Persepsi remaja bahwa dalam keluarga terdapat aturan yang harus ditaati, tetapi tidak cenderung mengancam. Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 7
  • 8. G. Karakteristik Perkembangan Hubungan Sosial Subjek Didik Ada sejumlah karakteristik menonjol dari perkembangan sosial remaja sebagai subjek didik, yaitu: 1. Berkembangnya kesadaran akan kesunyian dan dorongan akan pergaulan. Masa remaja bisa disebut sebagai masa sosial karena sepanjang masa remaja, hubungan sosialnya semakin tampak jelas dan sangat dominan. Kesadaran akan kesunyian menyebabkan remaja berusaha mencari hubungan dengan orang lain atau berusaha mencari pergaulan. 2. Adanya upaya memilih nilai-nilai sosial. Ada dua kemungkinan yang ditempuh oleh remaja ketika berhadapan dengan nilai-nilai sosial tertentu, yaitu menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut atau tetap pada pendiriannya dengan segala akibatnya. Ini berarti bahwa reaksinya terhadap keadaan tertentu akan berlangsung menurut norma-norma tertentu pula. Bagi remaja yang idealis dan mimiliki kepercayaan penuh akan cita-citanya, menuntut norma-norma sosial yang ideal meskipun segala sesuatu yang telah dicobanya gagal. Sebaliknya, bagi remaja yang bersikap pasif terhadap keadaan yang dihadapi akan cenderung menyerah atau bahkan apatis. Namun, kemungkinan ada juga seseorang remaja tidak akan menuntut norma-norma sosial yang sedemikian ideal, tetapi tidak pula menolak seluruhnya. 3. Meningkatnya kesadaran akan lawan jenis. Remaja sangat sadar akan dirinya sendiri dan tentang bagaimana pandangan lawan jenis mengenai dirinya. Dalam konteks ini, Bischof (1983) bahkan menegaskan bahwa: “The social interest of adolescent are essentially sex social interest”. Oleh sebab itu, masa remaja seringkali disebut juga sebagai masa biseksual. Meskipun kesadaran akan lawan jenis ini berhubungan dengan perkembangan jasmani, tetapi sesungguhnya yang berkembang secara dominan bukanlah kesadaran akan jasmaniah yang berlainan melainkan tumbuhnya ketertarikan terhadap jenis kelamin yang lain. Hubungan sosial yang tidak terlalu menghiraukan perbedaan jenis kelamin pada masa-masa sebelumnya, kini beralih ke arah hubungan sosial yang dihiasi dengan Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 8
  • 9. perhatian terhadap lawan jenisnya. Sampai-sampai ada yang mengistilahkan bahwa dunia remaja telah menjadi dunia erotis. Keinginan untuk membangun hubungan sosial dengan jenis kelamin lain dapat pula dipandang sebagai sesuatu yang berpangkal pada kesadaran akan kensunyian. 4. Mulai tampak kecenderungan mereka untuk memilih karir tertentu. Karakteristik berikutnya adalah bahwa ketika sudah memasuki masa remaja akhir, mulai tampak kecenderungan mereka untuk memilih karir tertentu, meskipun dalam pemilihan karir tersebut masih mengalami kesulitan. Ini wajar karena pada orang dewasa pun kerap kali masih terjadi perubahan orientasi karir dan kembali berusaha menyesuaikan diri dengan karir barunya itu. H. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Hubungan Sosial Subjek Didik Proses sosialisasi individu terjadi di tiga lingkungan utama, yaitu: lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Berikut ini didiskusikan pengaruh lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat terhadap perkembangan sosial. 1. Lingkungan Keluarga Ada sejumlah faktor dari dalam keluarga yang sangat dibutuhkan oleh anak dalam proses perkembangan sosialnya, yaitu kebutuhan akan rasa aman, dihargai, disayangi, diterima, dan kebebasan untuk menyatakan diri. Rasa aman meliputi perasaan aman secara material dan secara mental. Perasaan aman secara material berarti pemenuhan oleh orang tua tentang pakaian, makanan, mainan, dan sarana lain yang diperlukan sejauh tidak berlebihan dan tidak berada di luar kemampuan orang tua. Sedangkan perasaan aman secara mental berarti pemenuhan oleh orang tua berupa perlindungan emosional, menjauhkan ketegangan, membantu dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, dan memberikan bantuan untuk kestabilan emosionalnya. Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 9
  • 10. Manusia normal, baik anak maupun orang dewasa, senantiasa membutuhkan penghargaan atau merasa dihargai oleh orang lain. Oleh karena itu, mempermalukan anak di depan orang banyak merupakan pukulan jiwa yang sangat berat dan dapat berakibat buruk bagi perkembangan hubungan sosial anak. Beberapa aspek psikologis anak dapat terhambat atau bahkan tertekan, misalnya saja kemampuan dan kreativitasnya, sehingga mengakibatkan anak menjadi banyak berdiam diri. Sikap seperti ini muncul karena merasa bahwa sesuatu yang akan dikemukakannya tidak akan mungkin mendapat sambutan atau bahkan akan dipermalukan. Sebaliknya, memberikan pujian kepada anak secara tepat adalah sangat baik. Cara ini akan dapat membesarkan hati dan menimbulkan perasaan disayang pada diri anak yang dinyatakan secara menyenangkan oleh orang tua. Dengan kata lain, yang sangat dibutuhkan oleh remaja dalam perkembangan hubungan sosialnya adalah iklim kehidupan keluarga yang kondusif. Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan iklim kehidupan keluarga itu? Jay Kesler (1978:47) mendefinisikan iklim kehidupan keluarga sebagai: “The set internal characteristics that distinguishes one family from another and influences the behavior of people in it is called family climate ... climate is determined importantly by conduct, attitudes, and expectations of other persons.” Jadi, iklim kehidupan keluarga itu mengandung tiga unsur: a. Karakteristik khas internal keluarga yang berbeda dari keluarga lainnya. b. Karakteristik khas itu dapat mempengaruhi perilaku individu dalam keluarga itu (termasuk remajanya). c. Unsur kepemimpinan dan keteladanan kepala keluarga, sikap, dan harapan individu dalam keluarga tersebut. Karena remaja hidup dalam suatu kelompok individu yang disebut keluarga, maka salah satu aspek penting yang dapat mempengaruhi kemampuan hubungan sosial remaja adalah interaksi antaranggota keluarga. Harmonis-tidaknya dan intensif-tidaknya interaksi antaranggota keluarga akan mempengaruhi perkembangan hubungan sosial remaja yang ada di dalam Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 10
  • 11. keluarga itu. Gardner (1983) dalam penelitiannya menemukan bahwa interaksi antaranggota keluarga yang tidak harmonis merupakan korelasi faktor yang potensial menjadi penghambat perkembangan hubungan sosial remaja. Pemimpin redaksi News and World Report dalam laporannya menyatakan secara tegas bahwa TV dalam keluarga merupakan variabel yang amat kuat pengaruhnya terhadap perkembangan hubungan sosial remaja; termasuk timbulnya perilaku nakal. Sebab, di Amerika para remaja pada usia 18 tahun telah menyaksikan 200.000 adegan kekerasan di layar TV. Dalam The Moral Life of Children ditegaskan bahwa selain acara-acara kekerasan di TV, situasi keluarga merupakan faktor utama yang menyebabkan perilaku nakal remaja. Mengapa demikian? Albert Bandura dalam The Social Theory menjelaskan bahwa suatu rangsangan itu dipersepsi oleh individu kemudian diberi makna berdasarkan struktur kognitif yang telah dimiliki. Jika cocok, maka rangsangan itu dihayati dan terbentuklah sikap. Sikap inilah yang secara kuat memberikan bobot kepada perilaku individu. Oleh sebab itu, sikap diartikan sebagai kecenderungan untuk berperilaku. Teori Bandura ini berlaku juga bagi persepsi remaja terhadap kehidupan dalam keluarganya yang kemudian mempengaruhi perkembangan hubungan sosialnya. Karena remaja juga tengah berada pada fase krisis identitas atau ketidaktentuan, maka mereka amat memerlukan teladan tentang norma-norma yang mapan untuk diidentifikasikannya. Perwujudan norma-norma yang mantap itu tentunya menuntut orang tua sebagai pelopor norma. Dengan demikian, faktor keteladanan dari sosok pribadi orang tua menjadi amat penting bagi perwujudan variasi perkembangan sosial remaja pada keluarga yang bersangkutan. Remaja seringkali menjadi runyam hubungan sosialnya manakala orang tua dan orang dewasa sendiri mulai mendua dan mulai menyuguhkan ukuran ganda; yakni di satu sisi kesalihan dianjur-anjurkan, tetapi di belakang layar orang tua dan orang dewasa melanggarnya. Masalah remaja lantas memperoleh dramatisasi justru karena orang tua sendiri cemas melihat dunianya sendiri digerogoti kemerosotan. Oleh sebab itu, remaja sangat memerlukan keteladanan dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 11
  • 12. Pentingnya faktor keteladanan ini dikuatkan oleh Fawzia aswin Hadis (1991) dan Soetjipto Wirosardjono (1991) bahwa orang tua harus dapat menjadi panutan dan jangan menerapkan orientasi “parent-oriented”, yakni orang tua serba benar, memiliki privellege, dan menekankan otoritas. 2. Lingkungan Sekolah Ada empat tahap proses pengembangan hubungan sosial yang harus dilalui oleh anak, yaitu: a. Anak dituntut agar tidak merugikan orang lain, menghargai, dan menghormati hak orang lain. b. Anak dituntut untuk mentaati peraturan-peraturan dan menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok. c. Anak dituntut untuk lebih dewasa di dalam melakukan interaksi sosial berdasarkan azas saling memberi dan menerima. d. Anak dituntut untuk bisa saling memberi dan menerima dengan orang lain. Keempat tahap proses pengembangan hubungan sosial ini berlangsung dari proses yang sederhana ke proses yang semakin kompleks dan semakin menuntut penguasaan sistem respons yang kompleks pula. Selama proses ini sangat mungkin terjadi anak menghadapi konflik yang dapat berakibat pada terhambatnya perkembangan hubungan sosial mereka. Sebagaimana dalam lingkungan keluarga, maka lingkungan sekolah juga dituntut mampu menciptakan iklim kehidupan sekolah yang kondusif bagi perkembangan sosial remaja. Sekolah merupakan salah satu lingkungan di mana remaja hidup dalam kesehariannya. Sebagaimana dalam keluarga, sekolah juga memiliki potensi untuk memudahkan atau menghambat perkembangan hubungan sosial remaja. Lingkungan sekolah yang kurang positif iklim kehidupannya dapat menciptakan hambatan-hambatan bagi perkembangan hubungan sosial remaja. Sebaliknya, sekolah yang iklim kehidupannya bagus dapat memperlancar atau bahkan memacu perkembangan hubungan sosial remaja. Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 12
  • 13. Kondusif tidaknya iklim kehidupan sekolah bagi perkembangan hubungan sosial remaja itu tersimpul dalam interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, keteladanan perilaku guru, dan etos kepakaran atau kualitas guru yang ditampilkan dalam melaksanakan tugas profesionalnya sehingga dapat menjadi model bagi siswanya yang sedang berada masa remaja. Hadir atau tidaknya faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi perkembangan hubungan sosial remaja, meskipun disadari pula bahwa sekolah bukanlah satusatunya faktor penentu perkembangan hubungan sosial remaja. 3. Lingkungan Masyarakat Salah satu masalah yang dialami oleh remaja dalam proses perkembangan hubungan sosialnya adalah bahwa tidak jarang masyarakat bersikap tidak konsisten terhadap remaja. Di satu sisi remaja dianggap sudah besar, tetapi kenyataannya di sisi lain mereka tidak diberikan kesempatan atau peran sebagaimana orang yang sudah dewasa. Sebagaimana dalam lingkungan keluarga dan sekolah, maka iklim kehidupan dalam masyarakat yang kondusif juga sangat diharapkan kemunculannya bagi perkembangan hubungan sosial remaja. Remaja tengah mengarungi perjalanan masa mencari jati diri sehingga faktor keteladanan dan kekonsistenan sistem nilai dan norma dalam masyarakat juga menjadi sesuatu yang amat penting. Masa remaja adalah masa untuk menentukan identitas dan arah kehidupan yang jelas dan kokoh sehingga seringkali penuh kesulitan. Namun demikian, masa yang sulit ini akan menjadi bertambah sulit oleh adanya kontradiksi-kontradiksi dalam masyarakat. Justru dalam periode remaja yang sedang mencari identitas dan penuh kesulitan ini diperlukan norma dan pegangan yang jelas dan sederhana. Kurangnya keteladanan sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan hubungan sosial remaja itu diperkuat oleh pendapat Soetjipto Wirosardjono (1991) yang mengatakan bahwa: “Bentuk-bentuk perilaku sosial itu merupakan hasil tiruan dan adaptasi dari pengaruh kenyataan sosial yang ada. Kebudayaan kita menyimpan potensi melegitimasi anggota masyarakat untuk menampilkan Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 13
  • 14. perilaku sosial yang kurang baik dengan berbagai dalih, yang syah maupun yang tak terelakkan”. Dengan demikian, iklim kehidupan masyarakat memberikan sumbangan penting bagi variasi perkembangan hubungan sosial remaja. Apalagi, remaja senantiasa ingin selalu seiring sejalan dengan trend yang sedang berkembang dalam masyarakat agar tetap selalu merasa dipandang trendy. I. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Hubungan Sosial Masa kanak-kanak merupakan masa mempelajari berbagai sikap dasar hubungan sosial. Sikap ini bisa berubah dan bahkan berkembang di kemudian hari sebagai hasil dari bertambahnya pengalaman. Pada masa kanak-kanak, sikapsikap dasar hubungan sosial tersebut masih sangat minim. Tetapi setelah anak mencapai umur sekitar 13 tahun dan mulai meluaskan daerah sosialisasinya ke dalam masyarakat, maka sikap dasar hubungan sosialnya menjadi semakin lenyap yang diperolehnya dari lingkungan pergaulannya, antara lain: pergaulan dengan sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Dengan semakin lengkapnya sikap dasar hubungan sosial ini anak menjadi semakin tahu tentang apa yang sebaliknya dilakukan dan apa yang sebaliknya dihindari. Perbedaan lingkungan dapat mempengaruhi perbedaan sikap dasar hubungan sosial remaja. Secara psikologi, sikap ini dapat dipelajari melalui tiga cara, yaitu: 1. Meniru orang yang lebih berprestasi dalam bidang tertentu. 2. Mengkombinasikan pengalaman. 3. Menghayati pengalaman emosional khusus secara mendalam. J. Proses Pembelajaran untuk Membantu Perkembangan Hubungan Sosial Subjek Didik. Masa remaja merupakan fase yang sangat potensial bagi tumbuh dan berkembangnya aspek fisik maupun psikis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Remaja menganggap dirinya sudah bukan anak-anak lagi, tetapi orangorang di sekelilingnya masih menganggap mereka belum dewasa. Seringkali Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 14
  • 15. remaja ingin bertindak sebagaimana orang dewasa, tetapi perilaku mereka seringkali masih bersifat impulsif dan belum menunjukkan kedewasaan. Karena dorongan yang kuat ingin menemukan dan menunjukkan jati-dirinya, remaja seringkali berusaha ingin melepaskan diri dari orang tuanya dan mengarahkan perhatiannya kepada lingkungan di luar keluargannya sehingga cenderung lebih senang bergabung dengan teman sebaya. Dalam kegiatan mencari jati diri melalui upaya bergabung dengan lingkungannya itu, remaja cenderung berupaya menemukan tokoh identifikasi dari lingkungan jenis kelamin yang sama tetapi yang memiliki usia sedikit lebih tua. Jika telah menemukan tokoh identifikasinya, maka tokoh ini cenderung lebih diikutinya dan bahkan lebih sering dituruti nasihatnya daripada orang tuanya. Kelompok teman sebaya memegang peranan penting dalam kehidupan remaja. Remaja sangat ingin diterima dan dipandang sebagai anggota kelompok teman sebaya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Oleh karenanya, mereka cenderung bertingkah laku seperti tingkah laku kelompok teman sebayanya. Remaja akan merasa sangat menderita manakala suatu saat tidak diterima atau bahkan diasingkan oleh kelompok teman sebayanya. Penderitaannya akan lebih mendalam daripada tidak diterima oleh keluarganya sendiri. Kohesivitas kelompok sangat kuat dan toleransi antar anggota kelompok sangat tinggi. Oleh sebab itu, tidak mengherankan manakala suatu saat salah seorang anggota kelompoknya terluka oleh kelompok lain, maka demi solidaritas dan kohesivitas kelompoknya itu mereka dengan tegar membelanya. Di sinilah tawuran antar pelajar seringkali terjadi, yang seringkali hanya disebabkan oleh upaya mewujudkan kohesivitas dan toleransi terhadap anggota kelompoknya yang terluka tersebut. Melihat masa remaja sangat potensial dan potensi itu dapat saja berkembang ke arah positif maupun negatif, maka sudah barang tentu intervensi edukatif dalam bentuk pendidikan, bimbingan, maupun pendampingan sangat diperlukan untuk mengarahkan perkembangan potensi remaja tersebut agar berkembang ke arah yang positif dan produktif. Intervensi edukatif ini harus sejalan dan seimbang, baik dari pihak keluarga/orang tua, sekolah, maupun Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 15
  • 16. masyarakat. Kerjasama yang baik antara ketiga komponen ini harus dijalin sebaikbaiknya agar secara simultan dapat mencegah remaja berkembang ke arah negatif dan mendorong remaja berkembang ke arah yang positif dan produktif. Melakukan intervensi pendidikan terhadap remaja di zaman modern sekarang ini jauh lebih sulit dibandingkan zaman dahulu. Ini disebabkan situasi kehidupan dewasa ini sudah semakin kompleks. Kompleksitas kehidupan itu, yang pada saat sekarang seolah-olah telah menjadi bagian yang mapan dari kehidupan masyarakat, sebagaimana demi sebagian akan bergeser atau bahkan mungkin hilang sama sekali karena digantikan oleh pola kehidupan baru pada masa mendatang yang diprakirakan akan semakin lebih kompleks. Kecenderungan yang muncul di permukaan dewasa ini, ditunjang oleh laju perkembangan teknologi dan arus gelombang kehidupan global yang sulit atau tidak mungkin untuk dibendung, mengisyaratkan bahwa kehidupan masa mendatang akan menjadi sarat pilihan yang rumit. Ini mengisyaratkan pula bahwa manusia akan semakin didesak ke arah kehidupan yang amat kompetitif. Andersen (1993:718) memprediksikan situasi kehidupan semacam itu dapat menyebabkan manusia menjadi serba bingung atau bahkan larut ke dalam situasi baru itu tanpa dapat menyeleksi lagi jika tidak memiliki ketahanan hidup yang memadai karena tata-nilai lama yang telah mapan ditantang oleh nilai-nilai baru yang belum banyak dipahami. Situasi kehidupan semacam itu memiliki pengaruh kuat terhadap dinamika kehidupan remaja, apalagi remaja, secara psikologis, tengah berada pada masa topan dan badai dan tengah mencari jati diri. Pengaruh kompleksitas kehidupan dewasa ini sudah tampak pada berbagai fenomena remaja yang perlu memperoleh perhatian pendidikan. Fenomena yang tampak akhir-akhir ini antara lain perkelahian antarpelajar, penyalagunaan obat dan alkohol, reaksi emosional yang berlebihan, dan berbagai perilaku yang mengarah pada tindak kriminal. Dalam konteks proses belajar, gejala negatif yang tampak adalah kurang mandiri dalam belajar yang berakibat pada gangguan mental setelah memasuki perguruan tinggi, kebiasaaan belajar yang kurang baik yakni tidak tahan lama dan Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 16
  • 17. baru belajar setelah menjelang ujian, membolos, menyontek, dan mencari kebocoran soal ujian. Problem remaja di atas, yang merupakan perilaku-perilaku reaktif, semakin meresahkan jika dikaitkan dengan situasi masa depan remaja yang diprakirakan akan semakin kompleks dan penuh tantangan itu. Menurut Tilaar (1987:2), tantangan kompelksitas masa depan itu memberikan dua alternatif; pasrah kepada nasib atau mempersiapkan diri sebaik mungkin. Misi pendidikan yang juga berdimensi masa depan tentunya menjatuhkan pilihannya pada alternatif kedua. Artinya, pendidikan mengemban tugas untuk mempersiapkan remaja bagi peranannya di masa depan agar kelak menjadi manusia berkualitas dan memiliki kemampuan hubungan sosial yang baik sehingga tidak menjadi manusia yang meresahkan kondisi sosial masyarakat atau senantiasa menjadi sasaran nasihat. Pentingnya ikhtiar mempersiapkan remaja bagi masa depannya itu, di samping mereka tengah mencari jati diri, karena mereka juga tengah berada pada tahap perkembangan yang amat potensial. Perkembangan kognitifnya, menurut teori perkembangan kognitif dari Piaget, telah mencapai tahap puncak perkembangan kognitif, yakni masa munculnya kemampuan berpikir sistematis dalam menghadapi persoalan-persoalan abstrak dan hipotesis karena telah mencapai tahap operasional formal. Perkembangan moralnya tengah berada pada tingkatan konvensional: suatu tingkatan yang ditandai dengan adanya kecenderungan tumbuhnya kesadaran bahwa norma-norma yang ada dalam masyarakat perlu dijadikan acuan dalam hidupnya, menyadari kewajibannya melaksanakan norma-norma itu, dan mempertahankan perlunya ada norma. Perkembangan fisiknya juga tengah berada pada masa perkembangan fisik yang amat pesat. Melihat potensi remaja itu, menjadi sangat penting dan amat menguntungkan manakala ikhtiar pengembangannya difokuskan pada aspekaspek positif remaja itu daripada lebih menyoroti sisi negatifnya. Sebab, meskipun ada remaja yang menunjukkan perilaku negatif, sebenarnya hanya sebagian kecil Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 17
  • 18. saja dari sekian banyaknya remaja yang ada: hanya kurang dari 1% dari jumlah remaja Indonesia. Kegamangan terhadap nilai-nilai yang ditawarkan oleh kebudayaan modern akan menimbulkan kelompok remaja haus akan perlindungan mental emosional. Ini memberikan implikasi imperatif akan perlunya pendampingan dalam memilah dan memilih nilai yang akan dijadikan pegangan hidupnya. Jika tidak, sangat boleh jadi pada suatu saat remaja jatuh ke dalam kegiatan yang negatif seperti narkoba, minuman keras, penyalahgunaan obat, dan sejenisnya yang dianggapnya yang membebaskan dirinya dari kebingungan, kegamangan, serta ketegangan jiwanya. Dorongan yang kuat pada remaja untuk melepaskan diri dari orang tua dan ditunjang oleh hohesivitas dan solidaritas yang kuat terhadap kelompok teman sebayanya, seringkali remaja membentuk apa yang dikenal dengan istilah “gang”. Mereka beranggapan bahwa dengan membentuk dan masuk sebagai anggota “gang” akan merasa kuat dan merasa aman karena anggota “gang”-nya pasti akan melindungi dan membela dirinya manakala menghadapi sesuatu yang membahayakan dirinya. Akibatnya, dengan terbentuknya “gang” dan telah diakuinya sebagai anggota “gang” mereka menjadi lebih berani mengambil risiko karena didorong adanya kebutuhan untuk diakui dan dikagumi. Dorongan seperti ini jika tidak dibarengi dengan pembimbingan dikhawatirkan dapat mengarahkan remaja kepada pengembangan hubungan sosial yang negatif. Sebagaimana telah ditekankan terdahulu bahwa yang lebih penting bagi orang tua maupun pendidik lainnya adalah harus lebih sanggup melihat potensi dan segi-segi positif lain pada remaja. Sebab, segi-segi negatif itu sebenarnya hanya merupakan suatu “outgrowth” atau suatu akibat wajar dari masa pertumbuhan dan perkembangan yang sedemikian pesatnya sehingga mereka sendiri kurang mampu mengendalikannya, padahal sesungguhnya dalam hati kecil mereka sendiri tidak menghendakinya. Orang tua hendaknya mengakui kedewasaan remaja dengan jalan memberikan kebebasan terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggung Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 18
  • 19. jawab sendiri. Dalam masalah seks, misalnya, orang tua harus mengemukakan secara hati-hati dan menjaga kerahasiaan remaja (confidential). Iklim kehidupan keluarga yang memberikan kesempatan secara maksimal terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak akan dapat membantu anak memiliki kebebasan psikologis untuk mengungkapkan perasaannya. Dengan cara demikian, remaja akan senantiasa merasa bahwa dirinya dihargai oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya. Dalam lingkungan keluarga harga diri remaja akan berkembang dengan baik karena merasa dihargai, diterima, dicintai dan dihormati sebagai manusia. Kondisi seperti ini akan sangat bagus bagi berkembangnya kemampuan hubungan sosial remaja. Dalam konteks pembimbingan orang tua terhadap remaja, ada tiga jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua, yaitu: 1. Pola asuh “bina kasih” (induction) 2. Pola asuh “unjuk kuasa” (power assertion) 3. Pola asuh “lepas kasih” (love withdrawal) Pola asuh bina kasih adalah perlakukan yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan yang diambil bagi anaknya. Pola asuh otoriter adalah perlakuan yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun sebenarnya anak tidak dapat menerimanya. Adapun pola asuh permisif adalah perlakuan yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan membiarkan anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki orang tuanya. Dalam konteks pengembangan kepribadian remaja, termasuk di dalamnya pengembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan untuk diterapkan adalah pola asuh bina kasih (induction). Artinya, setiap keputusan yang diambil oleh orang tua tentang anak remajanya atau setiap perlakuan yang diberikan orang tua terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau alasan yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat mengembangkan pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya. Pola asuh ini disarankan karena Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 19
  • 20. perkembangan kognitif remaja sudah mencapai tahap operasional formal sehingga sudah mampu untuk mencerna secara logis dan rasional tentang perlakuan yang diterapkan oleh orang tuanya. Namun demikian, bukan berarti bahwa bina kasih ini merupakan satu-satunya pola asuh yang harus diterapkan oleh orang tua. Variasi pola asuh yang diterapkan secara tepat tentunya juga penting untuk diperhatikan dalam penerapannya. Lingkungan pendidikan berikutnya, setelah keluarga, adalah sekolah. Sekolah sebagai lembaga formal yang diserahi tugas untuk menyelenggarakan pendidikan tentunya tidak kecil peranannya dalam rangka membantu perkembangan hubungan sosial remaja. Dalam konteks ini guru harus mampu mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis. Jika guru tetap berpendirian bahwa dirinya sebagai tokoh intelektual dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh, maka perkembangan hubungan sosial remaja akan terganggu. Sebab, remaja sudah bukan anak-anak lagi yang senantiasa memiliki sikap mengagumi gurunya sebagai tokoh yang harus dipatuhi melebihi siapapun. Untuk itu, guru harus mampu mengembangkan perannya selain sebagai guru juga sebagai pemimpin yang demokratis atau bahkan suatu saat berperan semacam “teman sebaya” remaja yang dapat dijadikan tempat pertukaran pikiran, meminta pertimbangan, dan mencurahkan segala permasalahan yang dialami. Dengan cara demikian, akan sangat membantu perkembangan hubungan sosial remaja secara maksimal. Untuk dapat membantu perkembangan subjek didik secara maksimal, termasuk di dalamnya perkembangan hubungan sosial, Standar Nasional Pendidikan (2005) menuntut empat kompetensi yang seharusnya dipenuhi oleh seorang guru, yaitu: 1. Kompetensi kepribadian (termasuk di dalamnya moral dan religius) 2. Kompetensi pedagogis 3. Kompetensi sosial 4. Kompetensi profesional Kompetensi pribadi, sosial moral, dan religius merupakan kompetensi yang sangat penting untuk membantu perkembangan hubungan sosial remaja di Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 20
  • 21. sekolah. Dengan kompetensi pribadi mengandung makna bahwa seorang guru harus memiliki integritas pribadi yang dapat dipertanggungjawabkan sebagi suatu kepribadian yang utuh sehingga dapat diteladani oleh siswa yang sedang berada pada fase remaja. Dengan kompetensi sosial, seorang mampu melakukan interaksi atau hubungan sosial secara menyenangkan, hangat, terbuka, tulus, empati, dan penuh penghargaan terhadap siswanya yang tengah berada pada fase remaja. Dengan kompetensi moral mengandung makna bahwa seorang guru bukan hanya dapat mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk, melainkan sanggup berbuat menurut norma-norma kesusilaan sehingga guru dapat menjadi “model norma” bagi siswanya yang sedang remaja. Adapun dengan kompetensi religius mengandung makna bahwa seorang guru harus menganut agama yang diyakini dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya sehingga dapat menjadi teladan bagi murid-muridnya yang sedang berada pada masa remaja. Seorang guru harus dapat melihat dengan jelas dan manusiawi bahwa setiap muridnya adalah manusia yang bermartabat yang harus dihargai sepenuhnya. Dengan cara saling menghargai dapat dibangun suatu landasan yang mengandung rasa pengertian, saling percaya, saling menghormati, dan mampu menjauhkan dari berburuk sangka dalam mengembangkan kemampuan hubungan sosial murid yang sedang berada pada masa remaja. Strategi pembelajaran yang demokratis merupakan alternatif yang sangat bermanfaat bagi guru dalam membantu perkembangan hubungan sosial remaja. Atas dasar prinsip demokrasi disusun strategi pembelajaran dan model bimbingan bagi siswa, baik secara individual maupun kelompok. Kebebasan dalam kerangka demokratisasi pendidikan bukan berarti kebebasan seluas-luasnya melainkan kebebasan yang disertai rasa tanggung jawab secara penuh. Pemahaman tentang kebebasan seseorang harus didudukkan dalam kerangka pemahaman bahwa orang lain juga memiliki kebebasan sehingga kalau kebebasan itu dikembangkan tanpa dibatasi dengan tanggungjawab akan berbenturan dengan kebebasan orang lain dan bahkan dapat melanggar atau menghalangi kebebasan orang lain. Pemahaman seperti ini harus senantiasa dikembangkan oleh guru kepada siswa yang sedang berada pada fase remaja itu selama proses pembelajaran berlangsung. Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 21
  • 22. Lingkungan ketiga yang amat besar pengaruhnya terhadap perkembangan hubungan sosial remaja adalah lingkungan masyarakat. Berkenaan dengan upaya pengembangan hubungan sosial remaja, peran masyarakat justru amat besar seiring dengan perkembangan psikologis masa remaja. Variasi perkembangan individu terjadi dalam segala macam hubungan dan pengalaman, termasuk variasi kebudayaan dan sosial yang ada dalam suatu masyarakat. Sistem kebudyaan, lapisan sosial, kelompok agama, dan sebagainya memiliki nilai-nilai tersendiri yang sudah tentu sangat berpengaruh terhadap para anggotanya. Sebagai contoh, suatu sistem kebudayaan yang sangat menjunjung tinggi kejujuran dan hormat kepada orang tua, maka akan besar kemungkinannya mampu mengembangkan hubungan sosial remaja sebagai anggota masyarakat yang sangat menentang perilaku-perilaku membohongi orang lain, mencuri, mencopet, berani kepada orang tua, dan sejenisnya. Dengan demikian, dalam konteks ini, tugas utama masyarakat adalah menekan seminimal mungkin tingkah laku atau sikap negatif para remaja dan mengembangkan tingkah laku positif; termasuk di dalamnya pengembangan hubungan sosial remaja. Para pemimpin dalam masyarakat, seperti pemimpin organisasi politik, agama, dan organisasi lainnya memikul tugas dan tanggung jawab dalam upaya pengembangan hubungan sosial remaja agar tidak mengarah kepada hubungan sosial yang bersifat negatif dan destruktif. Perkembangan Hubungan Sosial dan Proses Pembelajaran 22